PERBANDINGAN EFEKTIVITAS PENGGUNAAN ALAT PERAGA KONKRET DENGAN ALAT PERAGA MAYA (VIRTUAL MANIPULATIVE) TERHADAP PENINGKATAN VISUAL THINKING SISWA.

(1)

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS PENGGUNAAN ALAT PERAGA KONKRET DENGAN ALAT PERAGA MAYA (VIRTUAL MANIPULATIVE)

TERHADAP PENINGKATAN VISUAL THINKING SISWA TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh

Nia Kania, S.Pd. 1101161

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG


(2)

Halaman Hak Cipta untuk Mahasiswa S2

==================================================================

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS PENGGUNAAN ALAT PERAGA KONKRET DENGAN ALAT PERAGA MAYA (VIRTUAL MANIPULATIVE)

TERHADAP PENINGKATAN VISUAL THINKING SISWA

Oleh Nia Kania, S.Pd Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia

2013

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Pendidika

Matematika

© Nia Kania 2013

Universitas Pendidikan Indonesia Juli 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.


(3)

HALAMAN PENGESAHAN

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS PENGGUNAAN ALAT PERAGA KONKRET DENGAN ALAT PERAGA MAYA (VIRTUAL MANIPULATIVE)

TERHADAP PENINGKATAN VISUAL THINKING SISWA

Oleh: Nia Kania

1101161

Disetujui dan Disahkan oleh: Pembimbing I,

Prof. H. Yaya S. Kusumah, M.Sc., Ph.D. Pembimbing II,

DR. Jarnawi Afgani Dahlan, M.Kes.

Mengetahui:

Ketua Pogram Studi Pendidikan Matematika,


(4)

pembelajaran matematika sebagai upaya mendongkrak kemampuan siswa dalam kemampuan geometri. Salah satu variabel yang dapat membantu siswa dalam memiliki kemampuan persepsi (visualisasi) adalah dengan menggunakan media pembelajaran. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat perbandingan efektivitas penggunaan alat peraga konkret dengan alat peraga maya (virtual manipulative) terhadap peningkatan visual thinking siswa. Penelitian ini merupakan kuasi eksperimen dengan desain penelitian berbentuk kelompok pretes-postes. Kedua kelompok merupakan kelompok eksperimen, kelompok eksperimen I menggunakan alat peraga konkret dan eksperimen II menggunakan alat peraga maya (virtual manipulative) dalam pembelajaran matematika. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMPN 1 Jatiwangi. Sementara itu, sampel yang dipilih secara purposif melibatkan 78 siswa kelas VIII sebanyak dua kelas Instrumen penelitian berupa tes kemampuan visual thinking, wawancara dan lembar observasi. Analisis data menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov, uji Levene, Uji t. Hasil penelitian menunjukkan: (1) Kualitas pencapaian visual thinking siswa yang menggunakan alat peraga konkret dikategorikan tinggi; (2) Kualitas pencapaian visual thinking siswa yang menggunakan alat peraga maya (virtual manipulative) dikategorikan tinggi; (3) Kualitas peningkatan visual thinking siswa yang menggunakan alat peraga konkret adalah kategori sedang; (4) Kualitas peningkatan kemampuan visual thinking siswa yang menggunakan alat peraga maya (virtual manipulative) adalah kategori sedang; (5) Tidak terdapat perbedaan peningkatan visual thinking antara siswa yang menggunakan alat peraga konkret dengan siswa yang menggunakan alat peraga maya (virtual manipulative) dalam pembelajaran matematika; (6) Aktivitas siswa yang menggunakan alat peraga konkret terhadap peningkatan visual thinking dapat meningkat secara signifikan; (7) Aktivitas siswa yang menggunakan alat peraga maya (virtual manipulative) terhadap peningkatan visual thinking dapat meningkat secara signifikan; (8) kedua alat peraga memiliki efektivitas yang signifikan terhadap peningkatan visual thinking siswa dalam pembelajaran matematika.

Kata kunci: efektivitas, alat peraga konkret, alat peraga maya (virtual manipulative), visual thinking.


(5)

Judul ... i

Halaman Pengesahan... ii

Pernyataan ... .. iii

Abstrak ... .. iv

Kata pengantar ... .. v

Lembar Persembahan ... .. vi

Ucapan Terima Kasih ... vii

Daftar Isi ... .. ix

Daftar Tabel ... xii

Daftar Gambar ... xiv

Daftar Diagram... xv

Daftar Lampiran ... .. xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 13

C. Tujuan Penelitian ... 13

D. Manfaat Penelitian ... 14

E. Definisi Operasional ... 15

BAB II KAJIAN TEORI A. Pembelajaran Matematika ... 17

B. Media Pembelajaran ... 18

C. Teori Pengembangan Bahan Ajar ... 21

D. Alat Peraga ... 23

E. Fungsi dan Manfaat Alat Peraga ... 25

F. Prinsip Penggunaan Alat Peraga ... 26

G. Syarat-syarat Alat Peraga. ... 27

H. Alat Peraga Konkret. ... 28

I. Alat Peraga Maya (Virtual Manipulative). ... 30

J. Geometri ... 33

K. Visual Thinking. ... 34

L. Efektivitas. ... 37

M. Teori Belajar Pendukung Matematika Geometri. ... 39

N. Penelitian yang Relevan. ... 46

O. Kerangaka Berfikir. ... 47

P. Hipotesis ... 50

BAB III METODE PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian ... 51

a. Variabel Penelitian. ... 52

b. Operasional Variabel Penelitian. ... 52

B. Populasi dan Sampel ... 54


(6)

2. Reliabilitas Instrumen. ... 61

3. Daya Pembeda. ... 62

4. Indeks Kesukaran. ... 64

b. Lembar Observasi. ... 66

c. Wawancara. ... 67

E. Kelengkapan Penelitian a. Silabus. ... 67

b. RPP. ... 67

c. Pengembangan Bahan Ajar. ... 68

1) Alat dan Bahan. ... 68

2) Ilustrasi Pembelajaran. ... 69

F. Prosedur Penelitian ... 71

G. Teknik Pengumpulan Data ... 73

H. Analisis Data... 74

I. Jadwal Kegiatan... 80

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Data Deskriptif Pembelajaran dengan Menggunakkan Alat Peraga ... 82

1. Kelompok Alat Peraga Konkret. ... 83

2. Kelompok Alat Peraga Maya (Virtual Manipulative).. 85

B. Hasil Penelitian. ... 87

a) Analisis Data Tes Awal (Pretes) Kemampuan Visual Thinking Siswa... 89

b) Analisis Data Tes Akhir (Postes) Kemampuan Visual Thinking Siswa... 91

c) Analisis Peningkatan (n-gain) Kemampuan Visual Thinking Siswa... 96

d) Pencapaian Hasil Belajar Siswa ... 100

e) Efektivitas Penggunaan Alat Peraga ... 101

C. Pembahasan Hasil Penelitian... 102

1. Kualitas Pencapaian Visual Thinking Siswa yang Menggunakan Alat Peraga Konkret dalam Pembelajaran Matematika... 102

2. Kualitas Pencapaian Visual Thinking Siswa yang Menggunakan Alat Peraga Maya (Virtual Manipulative) dalam Pembelajaran Matematika... 104

3. Kualitas Peningkatan Kemampuan Visual Thinking Siswa yang Menggunakan Alat Peraga Konkret dalam Pembelajaran Matematika... 105 4. Kualitas Peningkatan Kemampuan Visual Thinking


(7)

5. Peningkatan Kemampuan Visual Thinking Siswa... . 108

6. Aktivitas Siswa yang Menggunaan Alat Peraga Konkret terhadap Kualitas Peningkatan Visual Thinking Siswa dalam Pembelajaran Matematika... 110

7. Aktivitas Siswa yang Menggunaan Alat Peraga Maya (Virtual Manipulative) terhadap Kualitas Peningkatan Visual Thinking Siswa dalam Pembelajaran Matematika... 115

8. Efektivitas Penggunaan Alat Peraga Konkret dan Alat Peraga Maya (Virtual Manipulative) terhadap Kualitas Peningkatan Visual Thinking Siswa dalam Pembelajaran Matematika... 119

9. Wawancara... 120

10. Keterbatasan dalam Penelitian... 121

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... .... 123

B. Implikasi ... 124

C. Saran ... 124

DAFTAR PUSTAKA ... 126


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Standar Kompetensi Geometri dan Pengukuran. ... 34

Tabel 2.2 Effect Sizes and Percentiles... 39

Tabel 3.1 Operasional Variabel ... 53

Tabel 3.2 Indikator Visual Thinking pada Soal Tes ... 57

Tabel 3.3 Kriteria Penskoran Visualisasi Geometri ... 58

Tabel 3.4 Kriteria Penskoran Visual Thinking ... 59

Tabel 3.5 Kriteria Koefisien Korelasi ... 61

Tabel 3.6 Rekapitulasi Validitas Tiap Butir Soal ... 62

Tabel 3.7 Kriteria Koefisien Reliabilitas ... 63

Tabel 3.8 Kriteria Daya Pembeda. ... 64

Tabel 3.9 Rekapitulasi Daya Pembeda Butir Soal. ... 64

Tabel 3.10 Kriteria Indeks Kesukaran. ... 65

Tabel 3.11 Rekapitulasi Indeks Kesukaran. ... 66

Tabel 3.12 Ilustrasi Pembelajaran. ... 69

Tabel 3.13 Teknik Pengumpulan Data. ... 74

Tabel 3.14 Kriteria Skor n-Gain... 79

Tabel 3.15 Effect Sizes and Percentiles... 80

Tabel 3.16 Jadwal Kegiatan Penelitian. ... 81

Tabel 4.1 Daftar Skor Kemampuan Visual Thinking Siswa ... 88

Tabel 4.2 Analisis Hasil Pretes Siswa ... 89

Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Data Pretes ... 91

Tabel 4.4 Hasil Uji Homogenitas Data Pretes ... 91

Tabel 4.5 Hasil Uji-t Data Pretes... 92

Tabel 4.6 Analisis Hasil Postes Siswa ... 93

Tabel 4.7 Hasil Uji Normalitas Data Postes ... 95

Tabel 4.8 Hasil Uji Homogenitas Data Postes ... 95

Tabel 4.9 Hasil Uji-t Data Postes ... 96

Tabel 4.10 Analisis hasil N-gain Siswa ... 97

Tabel 4.11 Hasil Uji Normalitas Data N-gain ... 98

Tabel 4.12 Hasil Uji Homogenitas Data N-gain ... 99

Tabel 4.13 Hasil Uji-t Data N-gain ... 100

Tabel 4.14 Interpretasi Pencapaian pada Indikator Visual Thinking Siswa .... 101

Tabel 4.15 Pencapaian pada Indikator Kemampuan Visual Thinking Siswa pada Kelas Konkret... 102

Tabel 4.16 Pencapaian pada Indikator Kemampuan Visual Thinking Siswa pada Kelas Maya... 104 Tabel 4.17 N-gain pada Indikator Kemampuan Visual Thinking


(9)

Siswa pada Kelas Maya... 107 Tabel 4.19 Aktivitas Guru pada Kelas Alat Peraga Konkret... 111 Tabel 4.20 Aktivitas Siswa pada Kelas Alat Peraga Konkret... 112 Tabel 4.21 Aktivitas Guru pada Kelas Alat Peraga Maya

(Virtual Manipulative)... 115 Tabel 4.22 Aktivitas Siswa pada Kelas Alat Peraga Maya


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerucut Pengalaman ... 22

Gambar 4.1 Kegiatan Pembelajaran pada Kelas Konkret. ... 83

Gambar 4.2 Hasil Kerja Siswa pada LAS ... 84

Gambar 4.3 Jawaban Siswa Soal LAS ... 85

Gambar 4.4 Kegiatan Pembelajaran pada Kelas Maya ... 86

Gambar 4.5 Jawaban Siswa Soal yang Terdapat pada Komputer ... 86

Gambar 4.6 Q-Q Plot Normalitas Pretes... . 90

Gambar 4.7 Q-Q Plot Normalitas Postes... 94

Gambar 4.8 Q-Q Plot Normalitas N-Gain... 98

Gambar 4.9 Pendapat Siswa Mengenai Peragaan pada Kelas Konkret... 113

Gambar 4.10 Pendapat Siswa Mengenai Soal-soal LAS pada Kelas Konkret... 114

Gambar 4.11 Pendapat Siswa Mengenai Pembelajaran pada Kelas Maya... 118

Gambar 4.12 Pendapat Siswa Mengenai Pembelajaran yang telah Dilakukan pada Kelas Maya... 119

elajaran ... 109

Lampiran A.3 Kisi-Kisi Soal Tes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis ... 127

Lampiran A.4 Naskah Soal Tes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis ... 128

Lampiran A.5 Alternatif Jawaban ... 130

Lampiran A.6 Lembar Judgment ... 133

Lampiran A.7 Angket untuk Siswa ... 136

Lampiran A.8 Pedoman Observasi ... 137

Lampiran B Analisis Validitas, Reliabilitas, Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda Instrumen Tes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis ... 139

Lampiran C.1 Kelompok Kemampuan Matematis Siswa Kelas Eksperimen... 140

Lampiran C.2 Kelompok Kemampuan Matematis Siswa Kelas Kontrol ... 141

Lampiran C.3 Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis Siswa Kelas Eksperimen ... 142

Lampiran C.4 Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis Siswa Kelas Kontrol ... 145

Lampiran C.5 Data Sikap Siswa terhadap Pendekatan Pembelajaran Visual Thinking ... 148


(11)

Lampiran D.1 Hasil Penelitian mengenai Kemampuan Pemecahan

Masalah ... 152 Lampiran D.2 Hasil Penelitian mengenai Kemampuan K

neksi Matematis 1DAFTAR DIAGRAM

Diagram 2.1 Diagram Kerangka Berfikir ... 49 Diagram 3.1 Hubungan antar Variabel. ... 52 Diagram 3.2 Alur Penelitian. ... 73


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A.1 Silabus ... 133

Lampiran A.2 RPP Alat Peraga Konkret ... 135

Lampiran A.3 RPP Alat Peraga Maya ... 152

Lampiran A.4 Lembar Aktivitas Siswa (LAS) ... 163

Lampiran B.1 Kisi-Kisi Soal Kemampuan Visual Thinking ... 205

Lampiran B.2 Format Soal Pretes dan Postes ... 212

Lampiran B.3 Format Wawancara dengan Siswa ... 215

Lampiran B.4 Format Wawancara dengan Guru... 217

Lampiran B.5 Format Lembar Observasi Aktivitas Siswa... 219

Lampiran B.6 Format Lembar Observasi Aktivitas Guru... 229

Lampiran C.1 Analisis Hasil Uji Coba Instrumen ... 249

Lampiran D.1 Hasil Penelitian Data Pretes Kemampuan Visual Thinking.... 262

Lampiran D.2 Hasil Penelitian Data Postes Kemampuan Visual Thinking.... 265

Lampiran D.3 Hasil Penelitian Data N-gain Kemampuan Visual Thinking... 268

Lampiran D.4 Rekapitulasi Data Penelitian... 271

Lampiran E.1 Dokumentasi... 278


(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pesatnya perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan mengakibatkan derasnya arus informasi dan komunikasi yang semakin mudah diperoleh. Menurut Herman (2007: 5) pada era informasi global ini, semua pihak memungkinkan mendapatkan informasi secara melimpah, cepat, dan mudah dari berbagai sumber dan dari berbagai penjuru dunia.

Diperlukan manusia-manusia yang mampu berpikir kritis, logis, sistematis, dan kreatif guna menyaring, memperoleh, memilih, mengelola dan memanfaatkan setiap informasi yang didapatnya sehingga menjadi sebuah pengetahuan serta alat untuk bertindak dan mengambil keputusan yang tepat. Cara berpikir di atas dapat dikembangkan melalui belajar matematika, karena matematika memiliki struktur dan keterkaitan yang kuat dan jelas antar konsepnya sehingga memungkinkan siswa terampil berpikir rasional. Turmudi (2009) “… penguasaan mata pelajaran matematika memudahkan siswa untuk melatih berfikir logis, analitis, sistematis, kritis, kreatif dan inovatif yang difungsikan untuk mendukung pembentukan kompetensi program keahlian”.

Sebagaimana diketahui bahwa hirarki matematika bersifat kaku dan ketat. Konsep-konsep dalam matematika membutuhkan definisi, aturan dan prinsip yang terdefinisi sebagai prasyaratnya. Hal ini tentu akan melatih cara berfikir dengan sistematis dan teliti. Sejalan dengan pendapat Plato (dalam Sugilar, 2012) bahwa seseorang yang baik dalam matematika akan cenderung baik pula dalam proses berfikirnya, dan seseorang yang dilatih dalam matematika memiliki kecenderungan menjadi pemikir yang baik.

Standar kompetensi matematika sekolah disusun sebagai landasan pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan tersebut di atas. Standar ini dirinci dalam kompetensi dasar, indikator, dan materi pokok, untuk setiap aspeknya. Dalam KTSP terdapat lima standar isi dalam matematika yakni:


(14)

Bilangan dan Operasinya, Aljabar, Geometri, Pengukuran, Analisis Data dan Probabilitas.

Geometri merupakan salah satu cabang matematika yang dipelajari di sekolah. Materi Geometri dalam matematika SMP meliputi garis, sudut, bangun datar, kesebangunan bangun ruang, dan Pythagoras. Materi geometri dapat memberikan situasi kepada siswa untuk belajar struktur matematika, yaitu pengembangan kumpulan teorema dalam sistem matematika.

Pendekatan yang digunakan dalam mengajarkan geometri biasanya cenderung berbeda dengan materi matematika lain. Dalam mengajarkan geometri, siswa diperkenalkan tentang belajar dengan menggunakan sistem matematika (melalui penggunaan berbagai macam postulat atau aksioma, teorema, definisi dan mengerjakan dengan pembuktian) dan pada saat yang sama siswa juga belajar tentang materi geometri itu sendiri. Burger & Shaughnessy (1993:140) menyatakan bahwa geometri merupakan lingkungan untuk mempelajari struktur matematika.

Dengan mempelajari struktur matematika, siswa akan terlatih berpikir logis, sistematis dan kritis. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Budiarto (2000:439) bahwa tujuan pembelajaran geometri adalah untuk mengembangkan kemampuan berpikir logis, mengembangkan intuisi keruangan, menanamkan pengetahuan untuk menunjang materi yang lain, dan dapat membaca serta menginterpretasikan argumen-argumen matematik.

Geometri merupakan salah satu materi yang dapat digunakan untuk mencapai kemampuan berpikir matematik. Tingkat berpikir siswa dalam geometri menurut teori van Hiele lebih banyak bergantung pada isi dan metode pembelajaran. Tahap berpikir van Hiele dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Tahap 0 (Visualisasi), tahap ini juga dikenal dengan tahap dasar, tahap rekognisi, tahap holistik, dan tahap visual.

2. Tahap 1 (Analisis), tahap ini juga dikenal dengan tahap deskriptif. Pada tahap ini sudah tampak adanya analisis terhadap konsep dan sifat-sifatnya.


(15)

3. Tahap 2 (Deduksi Informal), tahap ini juga dikenal dengan tahap abstrak, tahap abstrak/relasional, tahap teoritik, dan tahap keterkaitan. Pada tahap ini, siswa sudah dapat melihat hubungan sifat pada suatu bangun geometri dan sifat-sifat antara beberapa bangun geometri.

4. Tahap 3 (Deduksi), tahap ini juga dikenal dengan tahap deduksi formal. Pada tahap ini siswa dapat menyusun bukti, tidak hanya sekedar menerima bukti. 5. Tahap 4 (Rigor), pada tahap ini siswa bernalar secara formal dalam sistem

matematika dan dapat menganalisis konsekuensi dari manipulasi aksioma dan definisi. Saling keterkaitan antara bentuk yang tidak didefinisikan, aksioma, definisi, teorema dan pembuktian formal dapat dipahami.

Alasan penting mempelajari geometri diungkapkan oleh Walle (1994): (a) geometri memberikan apresiasi yang utuh; (b) eksplorasi geometrik dapat membantu mengembangkan keterampilan pemecahan masalah; (c) geometri memainkan peranan utama dalam bidang matematika lainnya; (d) geometri digunakan oleh banyak orang dalam kehidupan; (e) geometri penuh dengan tantangan dan menarik.

Lebih lanjut NCTM (2000) memaparkan empat kemampuan geometri yang harus dimiliki siswa, yaitu:

(1) Mampu menganalisis karakter dan sifat dari bentuk geometri baik dua dimensi maupun tiga dimensi, dan mampu membangun argumen-argumen matematika mengenai hubungan geometri dengan yang lainnya;

(2) Mampu menentukan kedudukan suatu titik dengan lebih spesifik dan gambaran hubungan spasial dengan menggunakan koordinat geometri serta menghubungkannya dengan sistem yang lain;

(3) Aplikasi transformasi dan menggunakannya secara simetris untuk menganalisis situasi matematika;

(4) Menggunakan visualisasi, penalaran spasial, dan model geometri untuk memecahkan masalah.

Dalam pembelajaran geometri, kemampuan visualisasi ruang merupakan kemampuan yang harus dimiliki siswa sebagaimana yang direkomendasikan NCTM. Sifat abstrak dari geometri menuntut kemampuan siswa untuk


(16)

membayangkan bentuk dan posisi suatu objek geometri yang dipandang dari sudut pandang tertentu. Dalam bukunya, Giaquinto (2007:50) mengatakan bahwa “visual imagination seems to play an important role in extending geometrical knowledge”. Sejalan dengan Giaquinto, Dwirahayu (2013) mengatakan bahwa kemampuan visual merupakan salah satu kemampuan dasar dalam berpikir spasial (keruangan) yang mendukung pada pemahaman konsep matematika, khususnya pada bidang kajian geometri.

Visualisasi adalah aktivitas mempersepsi, mengkonstruksi atau merepresentasikan konsep matematika untuk menanamkan pemahaman konsep matematika yang kuat sehingga dapat membantu mendapatkan strategi yang tepat dalam pemecahan masalah matematis. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Bartoline (dalam Idris, 2006) rendahnya kemampuan visualisasi siswa akan menyebabkan siswa tidak dapat menyelesaikan masalah matematika dengan baik. Hal ini dipertegas oleh Guzman (2002) yang mengatakan bahwa visualisasi merupakan aspek yang sangat penting dalam matematika dan sangat berguna dalam banyak tugas yang berkaitan dengan matematisasi, tidak hanya geometri atau yang berhubungan langsung dengan aspek keruangan, tetapi juga aspek lain seperti analisis matematis.

Visualisasi dapat mempermudah memahami masalah, memberikan gambaran umum penyelesaian masalah dan menganalisis permasalahan serta memahami bagaimana unsur-unsur dalam masalah matematika. Sebagaimana yang dikemukakan Nurdin (2012) bahwa visualisasi memungkinkan siswa mengidentifikasi masalah dalam bentuk yang lebih sederhana, menemukan hubungan (koneksi), pemecahan masalah dan kemudian memformalkan pemahaman masalah yang diberikan serta mengidentifikasi metode yang digunakan untuk masalah yang serupa. Hal ini dipertegas oleh Giaquinto (2007) mengatakan bahwa visualisasi dapat menggambarkan kasus definisi, sehingga memberikan kita pemahaman yang lebih jelas tentang aplikasi, membantu kita memahami deskripsi dari situasi matematika atau langkah-langkah dalam


(17)

beberapa penalaran yang diberikan kalimat demi kalimat, juga memberi gambaran proposisi untuk penyelidikan atau ide untuk bukti.

Visualisasi diharapkan dapat menjadi jembatan dalam merepresentasikan konsep-konsep matematika agar lebih mudah dipahami. Kemampuan berpikir dalam matematika untuk menyatakan kedudukan antara unsur-unsur suatu bangun ruang, mengkonstruksi dan merepresentasikan model-model geometri yang digambar pada bidang datar, serta menduga dan menentukan ukuran yang sebenarnya dari stimulus visual objek. Kemampuan matematika inilah yang disebut dengan kemampuan berfikir visual (visual thinking).

Visual thinking adalah aktivitas dalam matematika untuk merepresentasikan, mengkomunikasikan, membayangkan dan membuktikan informasi visual dari objek nyata/gambar. Visual thinking didefinisikan oleh Hershkowitz (1998) sebagai kemampuan merepresentasikan, mentransformasikan, menggeneralisasikan, mengkomunikasi, mendokumentasikan dan merefleksikan objek atau benda menjadi informasi visual. Lebih lanjut, Wileman (Stokes, 2001) mendeskripsikan visual thinking sebagai kemampuan untuk mengubah informasi dari semua jenis ke dalam gambar, grafik atau bentuk-bentuk lain yang dapat membantu mengkomunikasikan informasi.

Visual thinking mempunyai hubungan positif dengan materi geometri di dalam pembelajaran matematika. Visual thinking dalam pembelajaran geometri dapat mendorong kemampuan pengorganisasian dalam proses memahami, mengkomunikasikan informasi dan mengingat konsep-konsep geometri secara lebih bermakna. Hal ini juga diamini oleh pendapat yang diungkapkan Bishop (dalam Saragih, 2000), kemampuan visual thinking dalam geometri merupakan kemampuan menginterpretasikan informasi yang melibatkan gambar-gambar yang relevan, dan kemampuan untuk memproses visual, melibatkan perhitungan transformasi visual yang relevan.

Hal ini dipertegas oleh pendapat Ismi dan Hidayatullloh (2011) yang menyatakan bahwa visual thinking memegang peranan penting dalam keberhasilan pembelajaran geometri sebagai objek yang kajiannya bersifat abstrak.


(18)

Sebab siswa yang belajar tanpa mengandalkan visual thinking, rawan mengalami miskonsepsi (kesalahan konsep). Contohnya, ketika siswa dihadapkan pada konsep kerucut, siswa menganggap bahwa kerucut memiliki titik sudut. Lebih lanjut Nurdin (2012) menegaskan bahwa melalui visual thinking, penyelesaian masalah dapat diperoleh, bahkan tanpa melakukan perhitungan. Hal ini menjelaskan bahwa visual thinking adalah kemampuan untuk membayangkan dari objek visual.

Namun fakta di lapangan menunjukkan rendahnya kemampuan matematika siswa pada topik geometri berdasarkan beberapa penelitian, yaitu;. Husaeni, (2006:1) menunjukkan bahwa prestasi geometri siswa SD masih rendah, sedangkan penelitian Sunardi (2001) menyatakan bahwa di SMP ditemukan bahwa masih banyak siswa yang belum memahami konsep-konsep geometri. Sementara Madja (Abdussakir, 2010) mengemukakan bahwa hasil tes geometri siswa SMU kurang memuaskan jika dibandingkan dengan materi matematika lainnya.

Hasil survey Programme for International Student Assessment (PISA) 2000/2001 menunjukkan bahwa siswa lemah dalam geometri, khususnya dalam pemahaman ruang dan bentuk. Hasil terbaru dari Trends International Mathematics Science Study (TIMSS) tahun 2011 menunjukkan bahwa penguasaan matematika siswa Indonesia kelas delapan SMP berada di peringkat ke-38 dari 45 negara. Topik soal yang diujikan adalah domain konten geometri mengenai bentuk-bentuk geometri, pengukuran, letak dan perpindahan. Kondisi ini menunjukkan bahwa kemampuan matematika siswa Indonesia, khususnya di jenjang SMP belum optimal.

Dari penelitian-penelitian tersebut ditemukan bahwa penguasaan konsep geometri siswa relatif masih rendah. Kelemahan siswa dalam menyelesaikan masalah geometri antara lain disebabkan karena lemahnya keterampilan dasar geometri yang meliputi: keterampilan visual, verbal, menggambar, logika dan terapan. Hal ini pula dialami oleh siswa SMPN 1 Jatiwangi Kabupaten Majalengka. Berdasarkan hasil observasi pendahuluan, tentang kemampuan siswa


(19)

dalam materi bangun ruang sisi lengkung, masih banyak ditemukan kekeliruan dalam menyelesaikan soal-soal tentang bangun ruang sisi lengkung, salah satunya adalah kesalahan dalam memahami konsep dasar mengenai kerucut. Siswa menganggap bahwa kerucut memiliki titik sudut. Selain itu, banyak juga siswa yang masih salah dalam menentukan rumus yang hendak digunakan.

Hal ini dapat disebabkan siswa kurang memahami konsep secara benar dan lebih cenderung hanya menghafalkan rumus. Rendahnya kompetensi siswa dalam matematika terutama dalam materi geometri, patut diduga karena siswa kesulitan didalam mengkonstruksi secara rinci bangun ruang geometri yang dilihatnya. Dengan kata lain siswa memiliki kemampuan visual thinking yang rendah dalam melihat dan memahami gambar atau objek yang diberikan. Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan Kariadinata (2010) bahwa pada umumnya siswa merasa kesulitan dalam mengkonstruksi bangun ruang geometri.

Rendahnya kemampuan dalam mengkonstruksi konsep dalam geometri dari hasil penelitian TIMSS disebabkan oleh penekanan pembelajaran geometri oleh guru cenderung pada pemberian informasi yang sifatnya mekanis dan menghafal. Turmudi (2008:11) memandang bahwa pembelajaran matematika selama ini kurang melibatkan siswa secara aktif, sebagaimana dikemukakannya bahwa “pembelajaran matematika selama ini disampaikan kepada siswa secara informatif, artinya siswa hanya memperoleh informasi dari guru saja sehingga derajat “kemelekatannya” juga dapat dikatakan rendah”

Pembelajaran matematika yang kurang melibatkan siswa secara aktif akan menyebabkan siswa tidak dapat menggunakan kemampuan matematikanya secara optimal dalam pembelajaran matematika. Pada akhirnya siswa mempelajari matematika dengan menghapal rumus atau konsep sehingga menyebabkan verbalisme bahkan tidak jarang menjadi miskonsepsi sehingga siswa mudah lupa dan kebingungan dalam memecahkan suatu permasalahan matematis, sehingga mengakibatkan pembelajaran tidak efektif.

Hal ini pun sesuai dengan penelitian Wahyudin (1999) yang menunjukkan bahwa kemampuan matematika siswa sangat rendah. Secara rinci Wahyudin


(20)

(1999) menemukan lima kelemahan yang ada pada siswa antara lain: kurang memiliki pengetahuan prasyarat yang baik, kurang memiliki kemampuan untuk memahami serta mengenali konsep-konsep dasar matematika (aksioma, definisi, kaidah, teorema) yang berkaitan dengan pokok bahasan yang sedang dibicarakan, kurang memilki kemampuan dan ketelitian dalam menyimak atau mengenali sebuah persoalan atau soal-soal matematika yang berkaitan dengan pokok bahasan tertentu, kurang memiliki kemampuan menyimak kembali sebuah jawaban yang diperoleh (apakah jawaban itu mungkin atau tidak), dan kurang memilki kemampuan nalar yang logis dalam meyelesaikan persoalan atau soal-soal matematika.

Seperti kita ketahui, sejauh ini pembelajaran dengan metode ekspositori menjadi pilihan utama dalam pembelajaran matematika. Lebih lanjut Soedjadi (dalam Nurlaela, 2012) menilai bahwa selama ini sebagian besar guru matematika cenderung melaksanakan praktek pengajaran yang monoton kepada siswanya dengan tahap-tahap: menyajikan teori, definisi atau teorema dilanjutkan dengan memberikan contoh dan diakhiri dengan latihan soal-soal. Selanjutnya data hasil penelitian dari PUSKUR menunjukkan fakta serupa, ternyata metode ceramah dengan guru menulis di papan tulis merupakan metode yang paling sering digunakan (Kaswan, 2005:1).

Praktek pendidikan yang memperlakukan siswa sebagai objek akan mengakibatkan ketidakleluasaan siswa untuk mengembangkan ide-ide kreatif, mengakibatkan berkurangnya minat siswa dalam belajar, kurangnya kesempatan untuk mengkonstruksi pemahamannya tentang konsep matematika dalam menemukan berbagai alternatif pemecahan masalah. Sehingga mengakibatkan pembelajaran tidak efektif dan kurang tepat sasaran.

Menjadikan siswa sebagai subjek pembelajaran akan meningkatkan keterlibatan siswa. Hal ini akan berdampak positif kepada siswa dalam menemukan dan membangun pengetahuannya sendiri. Sehingga pemahamannya tentang konsep akan bermakna dan tahan lama. Hal ini akan mampu mendongkrak kegiatan pembelajaran menjadi lebih efektif. Hal ini diperkuat oleh pendapat


(21)

Eggen dan Kauchak (dalam Fanyadhiba, 2011) menyatakan bahwa suatu pembelajaran akan efektif bila siswa secara aktif dilibatkan dalam pengorganisasian dan penemuan informasi (pengetahuan).

Sudah seharusnya kita mengupayakan berbagai alternatif dan inovasi dalam rangka meningkatkan kemampuan matematika siswa Indonesia. Termasuk dalam peningkatan kemampuan berfikir visual (visual thinking) siswa dalam pembelajaran geometri. Kemampuan visual thinking memiliki hubungan yang erat dengan kemampuan pemahaman konsep-konsep matematika. Siswa yang memiliki kemampuan visual thinking yang baik akan berpengaruh signifikan terhadap penguasaan konsep matematika secara mantap.

Maka dalam menyampaikan konsep matematika yang abstrak dan teoritis dibutuhkan media pembelajaran yang dapat menginterpretasikan konsep matematika tersebut menjadi lebih konkret, sehingga dapat dipahami oleh siswa. Hal ini diperkuat oleh pendapat Dale (dalam Sanjaya, 2012) yang mengatakan bahwa pengetahuan akan semakin abstrak apabila hanya disampaikan melalui bahasa verbal.

Media pembelajaran dapat diartikan sebagai semua benda yang menjadi perantara terjadinya proses belajar, dapat berwujud perangkat lunak, maupun perangkat keras. Hal ini diperkuat oleh pendapat Hamalik (2003) yang mengemukakan bahwa pemakaian media pembelajaran dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi, dan rangsangan kegiatan belajar, dan akan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa.

Kusumah (2012) mengatakan bahwa “media adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima untuk merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat siswa sehingga terjadi proses belajar”. Lebih lanjut Kusumah menjabarkan kegunaan media dalam pembelajaran matematika, yaitu (1) memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistik; (2) mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera; (3) menimbulkan kegairahan belajar; (4) memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara siswa dengan lingkungan


(22)

dan kenyataan; (5) memungkinkan siswa belajar mandiri; (6) memberikan perangsang yang sama; (7) mempersamakan pengalaman; (8) menimbulkan persepsi yang sama.

Dari pemaparan di atas, penggunaan media dalam pembelajaran matematika dapat menjadi alat bantu dalam menyampaikan konsep-konsep matematika yang abstrak sehingga mudah dipahami oleh siswa. Selain itu, dapat menumbuhkan motivasi atas keterlibatannya dalam pembelajaran, sehingga siswa akan mengingat apa yang telah dilakukannya dalam jangka waktu yang lama.

Berdasarkan fungsinya media pengajaran dapat berbentuk alat peraga dan sarana. Alat peraga adalah bagian dari media pembelajaran. Menurut Estiningsih (Pujiati, 2004) alat peraga merupakan media pengajaran yang mengandung atau membawakan ciri-ciri dari konsep yang dipelajari.

Alat peraga adalah alat bantu untuk menjelaskan atau mewujudkan konsep matematika di dalam kegiatan mendidik atau mengajar supaya yang diajarkan mudah dimengerti anak didik (Ruseffendi, 1992: 141). Penggunaan alat peraga mampu memfasilitasi siswa dalam belajar matematika, selain kemampuan mengenal, memahami, dan menerapkan konsep, prosedur, prinsip dan ide matematika, kemampuan menyelesaikan masalah matematika, kemampuan bernalar matematika, dan kemampuan melakukan koneksi matematika. “Students can use the visual models to develop computation skills or solve contextual problems” (Blanke, 2008).

Alat peraga matematika adalah seperangkat benda konkret yang dirancang, dibuat, dihimpun atau disusun secara sengaja yang digunakan untuk membantu menanamkan atau mengembangkan konsep-konsep atau prinsip-prinsip dalam matematika (Iswadji, 2003:1). Salah satu aspek yang dapat membantu siswa dalam memahami konsep matematika yang abstrak dan teoritis adalah dengan menggunakan alat peraga, sehingga mengurangi terjadinya verbalisme. Hal ini pun diamini oleh Aprianto (2008b) dengan peragaan dapat meletakkan dasar-dasar yang nyata untuk berfikir, oleh karena itu dapat mengurangi terjadinya verbalisme.


(23)

Keuntungan menggunakan alat peraga dalam pembelajaran matematika adalah melibatkan siswa secara aktif dan memberikan pengalaman yang nyata dan diharapkan dapat bertahan lama dalam ingatan. Selain itu, efektivitas belajar siswa dapat meningkat karena pembelajaran yang menggunakan alat peraga dapat mengoptimalkan fungsi seluruh panca indra siswa (Pujianti, 2004:1). Dalam penggunaan alat peraga mampu memfasilitasi siswa dalam belajar matematika, selain kemampuan mengenal, memahami, dan menerapkan konsep, prosedur, prinsip, dan ide matematika, kemampuan menyelesaikan masalah matematika, kemampuan bernalar matematika, dan kemampuan melakukan koneksi matematika.

Alat peraga yang pada umumnya sering digunakan adalah alat peraga yang dapat dilihat dan dipegang (konkret). Alat peraga seperti ini disebut alat peraga konkret. Jadi alat peraga konkret adalah benda-benda konkret yang digunakan untuk memvisualisasikan dalam tiga dimensi fakta, konsep, prinsip, atau prosedur matematika agar menjadi lebih konkret.

Berbagai inovasi dalam pembelajaran matematika selalu mengarah pada pembelajaran yang mengaktifkan siswa seoptimal mungkin untuk mencapai tujuan-tujuan belajarnya. Pembelajaran inovatif ini berbeda dengan pembelajaran konvensional, setidaknya bisa dilihat dari dua hal. Pertama, pembelajaran inovatif lebih terpusat pada siswa, dan kedua, pembelajaran inovatif tidak saja diarahkan untuk mencapai tujuan akademik saja, namun juga tujuan afektif atau sosial.

Dalam beberapa tahun terakhir ini, penggunaan alat peraga dalam dunia pendidikan semakin maju, tidak hanya terbatas pada penggunaan alat peraga yang bersifat konkret. Namun sudah mulai memasyarakat penggunaan alat peraga berbasis komputer. National Council of Teacher of Mathematics (NCTM) (dalam Ardhi, 2007) mengatakan bahwa elektronika seperti kalkulator dan komputer merupakan alat esensial untuk kegiatan seperti belajar mengajar dan melakukan aktivitas matematika.

Kehadiran dan kemajuan teknologi telah hadir di hadapan kita untuk dimanfaatkan secara optimal demi meningkatkan kualitas belajar siswa. Teknologi


(24)

memberikan peluang dan perluasan interaksi serta mempermudah komunikasi antara guru dan siswa dalam penyampaian informasi materi. Dengan penggunaan sumber belajar dan alat penyampaian materi matematika yang beragam diikuti kemajuan teknologi yang sangat menarik apabila diterapkan dalam proses belajar, pembelajaran matematika menjadi menyenangkan, mudah dimengerti atau tidak abstrak lagi dan juga tidak monoton.

Alat peraga maya (virtual manipulative) adalah sebuah media dalam pembelajaran matematika yang berbasiskan teknologi komputer dengan representasi visual objek dinamis untuk membangun pengetahuan matematika. Alat peraga maya (virtual manipulative) ini bukan alat untuk membantu siswa menyelesaikan soal-soal matematika.

Penggunaan alat peraga ini hanyalah untuk membantu siswa dalam memahami konsep matematika, dan diharapkan mengkonstruksikan ide, pengetahuan, fakta, prosedur untuk menyelesaikan masalah matematika. Menurut Moyer, et.al (2002) virtual manipulative pada intinya sama dengan concret manipulative yaitu penggunaan objek konkret yang bisa digerak-gerakan walaupun dalam hal ini menggunakan mouse, atau dengan kata lain virtual manipulative adalah alat peraga yang berbantuan komputer.

Di dalam dunia pendidikan, komputer yang dimanfaatkan sebagai media untuk menyampaikan materi pelajaran kepada siswa yaitu menjadi alat peraga. Sebagai alat peraga komputer memiliki keunggulan dalam hal interaksi, menumbuhkan minat belajar mandiri serta dapat disesuaikan dengan kebutuhan siswa. Penggunaan alat peraga berbasis komputer yang dirancang secara interaktif dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Diana (2011) mengatakan bahwa “ketersediaan alat peraga berbasis komputer juga berdampak pada bagaimana siswa belajar matematika, melakukan percobaan, berpikir logis dan mengembangkan kemampuan memecahkan masalah, serta dapat mengembangkan kosa kata matematika dan bahasa

Perlu diketahui bahwa mungkin tidak semua materi matematika dapat disajikan dengan menggunakan alat peraga biasa maupun alat peraga yang


(25)

berbasis komputer, tetapi setidaknya guru mempunyai alternatif baru dalam pembelajaran matematika. Selama ini guru lebih cenderung menulis di papan tulis untuk menyampaikan konsep matematika kepada siswa. Hal ini mengakibatkan siswa hanya menghapal rumus yang diberikan, sehingga menimbulkan verbalisme dalam mempelajari konsep-konsep matematika.

Dengan semakin banyaknya alat peraga sebagai media pembelajaran alternatif, timbul pertanyaan mana yang lebih efektif dalam pembelajaran matematika menggunakan alat peraga konkret atau alat peraga maya (virtual manipulative)? Berdasarkan hal tersebut, penulis terdorong untuk melakukan penelitian dengan judul “Perbandingan Efektivitas Penggunaan Alat Peraga Konkret dengan Alat Peraga Maya (Virtual Manipulative) terhadap Peningkatan Visual Thinking Siswa”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah kualitas pencapaian visual thinking siswa yang menggunakan alat peraga konkret dalam pembelajaran matematika?

2. Bagaimanakah kualitas pencapaian visual thinking siswa yang menggunakan alat peraga maya (virtual manipulative) dalam pembelajaran matematika? 3. Bagaimanakah kualitas peningkatan visual thinking siswa yang menggunakan

alat peraga konkret dalam pembelajaran matematika?

4. Bagaimanakah kualitas peningkatan visual thinking siswa yang menggunakan alat peraga maya (virtual manipulative) dalam pembelajaran matematika? 5. Apakah terdapat perbedaan kualitas peningkatan visual thinking siswa antara

yang menggunakan alat peraga konkret dengan alat peraga maya (virtual manipulative) dalam pembelajaran matematika?

6. Bagaimanakah aktivitas siswa yang menggunakan alat peraga konkret terhadap kualitas peningkatan visual thinking dalam pembelajaran matematika?


(26)

7. Bagaimanakah aktivitas siswa yang menggunakan alat peraga maya (virtual manipulative) terhadap kualitas peningkatan visual thinking dalam pembelajaran matematika?

8. Bagaimanakah tingkat efektivitas penggunaan alat peraga konkret dan alat peraga maya (virtual manipulative) terhadap kualitas peningkatan visual thinking siswa dalam pembelajaran matematika?

C. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya peningkatkan visual thinking siswa dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan alat peraga. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :

1. Untuk mengetahui kualitas pencapaian visual thinking siswa yang menggunakan alat peraga konkret dalam pembelajaran matematika

2. Untuk mengetahui kualitas pencapaian visual thinking siswa yang menggunakan alat peraga maya (virtual manipulative) dalam pembelajaran matematika.

3. Untuk mengetahui kualitas peningkatan visual thinking siswa yang menggunakan alat peraga konkret dalam pembelajaran matematika

4. Untuk mengetahui kualitas peningkatan visual thinking siswa yang menggunakan alat peraga maya (virtual manipulative) dalam pembelajaran matematika.

5. Untuk mengetahui perbedaan kualitas peningkatan visual thinking siswa antara yang menggunakan alat peraga konkret dengan alat peraga maya (virtual manipulative) dalam pembelajaran matematika

6. Untuk mengetahui aktivitas siswa yang menggunakan alat peraga konkret terhadap kualitas peningkatan visual thinking dalam pembelajaran matematika

7. Untuk mengetahui aktivitas siswa yang menggunakan alat peraga maya (virtual manipulative) terhadap kualitas peningkatan visual thinking dalam pembelajaran matematika.


(27)

8. Untuk mengetahui efektivitas penggunaan alat peraga konkret dan alat peraga maya (virtual manipulative) terhadap kualitas peningkatan visual thinking siswa dalam pembelajaran matematika.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan berarti dalam memperbaiki mutu pendidikan matematika di kelas, khususnya untuk meningkatkan visual thinking siswa. Diharapkan juga dapat diaplikasikan dan dikembangan menjadi lebih baik dalam pembelajaran matematika. Masukan-masukan yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:

1. Bagi siswa

Pembelajaran matematika dengan menggunakan alat peraga diharapkan dapat meningkatkan kemampuan visual thinking siswa dalam pembelajaran matematika.

2. Bagi guru

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan variasi strategi pembelajaran matematika agar dapat diaplikasikan dan dikembangkan menjadi baik sehingga dapat meningkatkan kemampuan visual thinking siswa dalam pembelajaran matematika.

3. Bagi sekolah

Sebagai bahan masukan dalam rangka mengembangkan kemampuan visual thinking dalam pembelajaran matematika yang erat kaitannya dengan pembelajaran matematika.

4. Bagi peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai efektivitas pembelajaran matematika dengan menggunakan alat peraga untuk meningkatkan visual thinking dalam pembelajaran matematika.


(28)

Untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran dalam memahami istilah-istilah yang terdapat pada penelitian ini, penulis menetapkan beberapa definisi operasional, yaitu :

1. Efektivitas

Efektivitas dapat diartikan sebagai suatu taraf/tingkatan yang menunjukkan tingkat keberhasilan pencapaian kompetensi tujuan pada bidang studi. Keefektifan pengajaran didukung oleh komponen pengajaran yang dilakukan guru. Cara mengukur efektivitas pembelajaran diperoleh dari selisih rata-rata gain ternormalisasi dari kedua kelas dibagi jumlah dari deviasi standar kedua kelas.

2. Alat Peraga Konkret

Alat peraga konkret adalah alat bantu yang dibuat dari benda-benda konkret untuk dapat menyampaikan konsep matematika yang sulit dipahami secara real.

3. Alat Peraga Maya (Virtual Manipulative)

Alat peraga maya (virtual manipulative) adalah media pembelajaran interaktif yang berbasiskan komputer dari sebuah objek dinamis untuk membangun pengetahuan matematika.

4. Visual Thinking

Visual thinking adalah proses berfikir analitis dalam memahami, menafsirkan dan memproduksi pesan secara visual dari semua jenis informasi kemudian mengubahnya ke dalam bentuk gambar, grafik atau bentuk-bentuk lain.


(29)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode dan Desain Penelitian

Metode penelitian adalah cara yang digunakan dalam penulisan penelitian. Pada penelitian ini ada dua kelompok subjek eksperimen yang diberikan perlakuan berbeda, yaitu kelompok eksperimen pertama melakukan pembelajaran dengan menggunakan alat peraga konkret (kelas konkret) dan kelompok eksperimen kedua melakukan pembelajaran dengan menggunakan alat peraga maya (virtual manipulative) (kelas maya). Kedua kelompok ini diberikan pretes dan postes dengan menggunakan instrument yang sama. Penelitian ini merupakan penelitian quasi experiment, dengan pertimbangan bahwa kelompok yang sudah ada sebelumnya tidak dibentuk menjadi kelompok baru, dengan kata lain random yang digunakan bukan random sebenarnya, tetapi random kelas (acak kelas). Menurut Ruseffendi (2005) pada kuasi eksperimen, subjek tidak dikelompokkan secara acak, tetapi menerima keadaan subjek apa adanya. Desain penelitiannya adalah perbandingan kelompok statik yang dapat digambarkan sebagai berikut:

Keterangan:

O : Pretes dan Postes

: Pembelajaran dengan alat peraga konkret

: Pembelajaran dengan alat peraga maya (virtual manipulative)

Data penelitian ini dianalisis secara kuantitatif. Tujuan dari metode penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan peningkatan visual thinking siswa SMP sebagai akibat dari suatu pembelajaran. Kedua kelas merupakan kelompok eksperimen yang diberi perlakuan berbeda dengan menggunakan dua alat peraga yang berbeda, yaitu alat peraga konkret dan alat peraga maya (virtual manipulative).


(30)

a. Variebel Penelitian 1) Varibel Bebas

Yang dimaksud variabel bebas dalam penelitian ini adalah perlakuan yang diberikan secara bebas pada kelas eksperimen. Penggunaan alat peraga konkret ( ) dan alat peraga maya (virtual manipulative) ( ) merupakan varibel bebas.

2) Variabel Terikat

Sementara itu, variabel terikat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah variable yang hasilnya dipengaruhi oleh variabel bebas, yaitu visual thinking ( ).

Hubungan antar variabel dapat dilihat bagan dibawah ini;

Diagram 3.1

Hubungan antar Variabel b. Operasional Variabel Penelitian

Berdasarkan kerangka berfikir yang telah dijabarkan, maka variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas, yaitu; Alat Peraga Konkret dan Alat Peraga Maya (Virtual Manipulative) serta variabel terikat, yaitu Visual Thinking. Untuk menghindari salah penafsiran dalam penelitian dan untuk memudahkan dalam memperoleh data, maka variabel bebas dan variabel terikat dioprasionalkan dalam bentuk indikator-indikator sesuai dengan kebutuhan dalam penelitian.

Operasionalisasi variabel tersebut dirinci ke dalam kolom variabel, kolom dimensi dan kolom indikator. Seperti yang terlihat dalam Tabel 3.1 di bawah ini;


(31)

Tabel 3.1

Operasional Variabel Penelitian

Variabel Dimensi Indikator

Alat Peraga Konkret Meningkatkan motivasi Memberikan pengalaman nyata Memberikan ingatan yang lama 1. Motivasi

2. Memahami hubungan konsep dengan benda disekitar

3. Menurunkan keabstrakan konsep 4. Menyajikan konsep abstrak dalam

bentuk konkret Alat Peraga Maya (Virtual Manipulative) Membangkitkan Motivasi belajar siswa Simulasi

Kesabaran

Waktu yang Efektif

1. Mengakomodasi siswa yang lamban menerima pelajaran 2. Menampilkan animasi untuk

mengilustrasi proses

3. Kendali belajar di tangan siswa 4. Melakukan belajar mandiri

dengan pantauan

Visual Thinking

Mengidentifikasi

Melukis, menggambar, atau menjiplak bangun geometri;

Mendeskripsikan

Menyelesaikan soal rutin

1. Siswa mengidentifikasi bangun geometri berdasarkan penampakannya secara utuh: (a) gambar sederhana, diagram atau seperangkat guntingan dalam posisi yang berbeda; (b) bentuk dan konfigurasi lain yang lebih kompleks

2. Siswa melukis, menggambar, atau menjiplak bangun geometri; 3. Secara verbal, siswa

mendeskripsikan bangun geometri dengan penampakannya secara utuh;

4. Siswa menyelesaikan soal rutin dengan mengoprasikan (menerapkan) pada bangun geometri dengan tidak menggunakan sifat-sifat yang diterapkan secara umum;


(32)

5. Siswa mengidentifikasi bagian-bagian bangun geometri.

B. Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Sugiyono (2012) menyatakan bahwa populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan peneliti dan kemudian ditarik kesimpulannya.

Penggunaaan alat peraga dapat diberikan di semua jenjang pendidikan disesuaikan dengan tingkat kemampuan berfikir siswa dan karakteristik materi pembelajaran, baik di sekolah dasar, sekolah menengah, maupun pendidikan tinggi di Indonesia. Tetapi, dikarenakan masalah dalam penelitian ini adalah mengenai rendahnya kemampuan visual thinking siswa pada tingkat sekolah menengah pertama, maka subjek yang diambil adalah siswa sekolah menengah pertama.

Selanjutnya melihat keefektifan waktu, biaya, tenaga yang dimiliki oleh peneliti dan untuk memudahkan dalam mengontrol penelitian, maka penelitian ini dilakukan di Provinsi Jawa Barat. Dengan pertimbangan, berdasarkan hasil tes yang diselenggarakan oleh Puspendik merilis nilai rata-rata Ujian Nasional matematika SMP tahun ajaran 2011/2012 di Provinsi jawa Barat menempati urutan ke-2 tertinggi skala Nasional dengan kata lain sama atau mendekati nilai rerata UN Nasional.

Dari semua kota/kabupaten yang ada di Provinsi Jawa Barat, dipilih Kabupaten Majalengka sebagai tempat penelitian. Hal ini mengingat Kabupaten Majalengka merupakan tempat peneliti berdomisili, dan berdasarkan hasil observasi pendahuluan di Kabupaten tersebut.

Dari semua sekolah yang ada di Kabupeten Majalengka dipilihlah SMPN 1 Jatiwangi, karena SMP tersebut memiliki nilai rata-rata UN matematika SMP yang mendekati nilai rata-rata UN matematika Provinsi Jawa Barat yaitu 7,50. Berdasarkan hasil observasi pendahuluan, tentang kemampuan siswa dalam materi bangun ruang


(33)

sisi lengkung, masih banyak ditemukan kekeliruan dalam memahami konsep tentang bangun ruang sisi lengkung. Selain itu, banyak juga siswa yang masih salah dalam menentukan rumus yang hendak digunakan. Selain itu, sekolah tersebut juga terdapat laboratorium komputer, elemen yang penting dalam penelitian ini.

Dari tiga tingkatan kelas yang ada di SMP tersebut yaitu kelas VII, kelas VIII dan kelas IX, yang dijadikan objek penelitian adalah kelas VIII. Adapun pertimbangannya adalah (a) telah banyak memperoleh materi prasyarat untuk materi yang dijadikan objek penelitian; (b) terdapat pokok bahasan yang dianggap tepat untuk digunakan dalam penelitian; (c) siswa kelas VIII merupakan siswa yang terbilang masih cocok menggunakan alat peraga konkret berdasarkan kemampuan cara berfikirnya yang pada umumnya siswa masih berada pada tahap berfikir operasional konkret. Maka, dipilihlah kelas VIII SMPN 1 Jatiwangi sebagai populasi penelitian.

Sampel adalah bagian dari jumah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi, Sugiyono (2012). Pemilihan sampel penelitian menggunakan teknik purposive sampling. Peneliti menerima keadaan sampel yang diambil berdasarkan pertimbangan tertentu. Menurut Sugiyono (2012) pengambilan sampel dengan cara purposive sampling merupakan teknik pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu.

Sampel yang diambil dalam penelitian ini sebanyak dua kelas, satu kelas adalah kelas eksperimen dengan menggunakan media pembelajaran alat peraga konkret dan satu kelas eksperimen dengan menggunakan media pembelajaran alat peraga maya (virtual manipulative). Jadi, sampel dalam penelitian ini adalah siswa SMPN 1 Jatiwangi kelas VIII yang dipilih secara acak menurut kelas. Didapat kelas VIII-E sebagai kelas eksperimen dengan menggunakan alat peraga konkret dan kelas VIII-F sebagai kelas eksperimen dengan menggunakan alat peraga maya (virtual manipulative).


(34)

C. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di SMPN 1 Jatiwangi Kabupaten Majalengka Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini dilaksanakan sejak 6 Mei 2013 sampai dengan 1 Juni 2013.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan adalah tes kemampuan visual thinking dalam pembelajaran matematika berupa tes uraian dan instrument non tes berupa lembar observasi dan wawancara untuk mengetahui sikap siswa dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan alat peraga. Sebelum dipergunakan sebagai alat pengumpul data, terlebih dahulu diujicobakan kepada kelas yang telah mempelajari pokok bahasan yang diteskan. Uji coba instrument tes bertujuan untuk mengetahui validitas, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran tes tersebut. Sementara itu, instrument non tes, ujicoba dilakukan untuk melakukan pembobotan pada tiap butir sikap dalam pembelajaran. Dengan adanya analisis instrument, peneliti bisa mengetahui apakah perangkat tersebut sudah memenuhi syarat untuk penelitian atau belum, jika sudah memenuhi syarat maka instrument tersebut dapat diterapkan di lapangan.

a. Tes Kemampuan Visual Thinking.

Tes yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes awal dan tes akhir. Jenis tes yang digunakan dalam pembelajaran ini yaitu tes tipe subjektif (uraian). Hal ini mengingat visual thinking merupakan kemampuan individu dan memerlukan ruang gerak yang lebih luas bagi siswa dalam mengemukakan pendapat, penilaian, serta penjelasannya terhadap materi yang dipelajari. Sehingga tepat kiranya menggunakan jenis tes ini. Agar tercipta keseimbangan, maka tipe tes uraian ini digunakan untuk kedua kelompok sampel, yaitu untuk kelompok alat peraga konkret dan kolompok alat peraga maya (virtual manipulative). Selain berbagai pertimbangan di atas, dalam tes tipe uraian proses berpikir siswa dalam


(35)

menyelesaikan soal matematika terlihat dengan jelas, melalui tes ini dapat terlihat pula sejauh mana kemampuan visual thinking yang dimiliki siswa.

Selain itu, tes bentuk uraian memiliki beberapa kelebihan seperti yang dikemukakan oleh Suherman dkk (2003: 77) yaitu diantaranya:

1. Pembuatan soal bentuk uraian relatif lebih mudah dan dapat dibuat dalam kurun waktu yang tidak terlalu lama.

2. Karena dalam menjawab soal bentuk uraian siswa dituntut untuk menjawabnya secara rinci, maka proses berfikir, ketelitian, sistematika penyusunan dapat dievaluasi. Terjadinya bias hasil evaluasi dapat dihindari karena tidak ada sistem tebakan atau untung-untungan. Hasil evaluasi lebih dapat mencerminkan kemampuan siswa sebenarnya.

3. Proses pengerjaan tes akan menimbulkan kreativitas dan aktivitas positif siswa, karena tes tersebut menuntut siswa agar berfikir secara sistematik, menyampaikan pendapat dan argumentasi, mengaitkan fakta-fakta yang relevan.

Tes untuk mengukur visual thinking siswa berjumlah 7 butir soal. Indikator dari aspek visual thinking pada perangkat soal dapat dilihat pada Tabel 3.2 berikut:

Tabel 3.2

Indikator Visual Thinking pada Soal Tes

Aspek Indikator yang Diukur No.

Soal

Visual Thinking

Melukis, menggambar, atau menjiplak bangun geometri 2 Mengidentifikasi bangun geometri berdasarkan

penampakannya secara utuh: (a) gambar sederhana, diagram atau seperangkat guntingan dalam posisi yang berbeda; (b) bentuk dan konfigurasi lain yang lebih kompleks.

3a

Secara verbal, siswa mendeskripsikan bangun geometri

dengan penampakannya secara utuh 3b

Mengidentifikasi bagian-bagian bangun geometri 1 Menyelesaikan soal rutin dengan mengoprasikan


(36)

Sebelum soal tes kemampuan visual thinking digunakan, terlebih dahulu untuk melihat validitas isi dan validitas muka.

Validitas muka yang dimaksudkan adalah kejelasan bahasa/redaksional dan gambar/representasi dari setiap butir tes yang diberikan. Sedangkan validitas isi yang dimaksudkan adalah kesesuaian materi tes dengan kisi-kisi tes, indikator kemampuan yang diukur dan tingkat kesukaran untuk siswa.

Pemeriksaaan validitas muka dikonsultasikan kepada dosen pembimbing. Selain itu, pemeriksaan validitas muka juga dilakukan oleh orang yang dipandang ahli, yaitu dosen matakuliah geometri, guru matematika di sekolah yang bersangkutan dan rekan dari S2 pendidikan matematika

Selanjutnya soal tes diujicobakan pada siswa diluar sampel penelitian, yaitu siswa kelas IX sebanyak 33 orang yang telah terlebih dahulu mendapatkan pembelajaran mengenai materi Bangun Ruang Sisi Lengkung. Ujicoba soal tes dilaksanakan pada tanggal 17 April 2013. Setelah ujicoba soal tes dilaksanakan, kemudian dilakukan analisis mengenai validitas butir soal, reliabilitas tes, daya pembeda dan indeks kesukaran.

Adapun teknik penskoran kemampuan visual thinking matematika adalah mengacu kepada kriteria penskoran Holistic Scoring Rubriks yang dikemukanan oleh Cai, Lane dan Jakabcsin (dalam Ansari, 2003) yang kemudian dimodifikasi dari kriteria penskoran visualisasi geometri sebagai berikut:

Tabel 3.3

Kriteria Penskoran Visualisasi Geometri Skor Kriteria Visualisasi Geometri

3 Semua penjelasan lengkap dan merupakan representasi dari pertanyaan yang diberikan

2 Penjelasan yang diberikan kurang lengkap dan kurang merepresentasi dari pertanyaan yang diberikan


(37)

1 Penjelasan yang diberikan hanya sedikit mengandung penjelasan

0 Tidak ada jawaban sama sekali

Dalam penelitian ini kriteria penskoran visual thinking berpedoman pada kriteria penskoran visualisasi geometri yang telah dimodifikasi sebagai berikut:

Tabel 3.4

Kriteria Penskoran Visual Thinking

Indikator yang Diukur Respon Siswa terhadap Soal Skor Skor Mak

Melukis,

menggambar, atau menjiplak bangun geometri

Melukis, menggambar, atau menjiplak bangun geometri dengan lengkap dan merupakan representasi dari pertanyaan sesuai indikator yang diberikan

3

9 Melukis, menggambar, atau menjiplak

bangun geometri kurang lengkap dan kurang merepresentasi dari pertanyaan sesuai indikator yang diberikan

2 Melukis, menggambar, atau menjiplak

bangun geometri hanya sedikit

mengandung penjelasan sesuai indikator yang diberikan

1

Tidak ada jawaban sama sekali 0 Mengidentifikasi

bangun geometri berdasarkan penampakannya secara utuh: (a) gambar sederhana, diagram atau seperangkat guntingan dalam posisi yang berbeda; (b) bentuk dan konfigurasi lain yang

Mengidentifikasi bangun geometri dengan lengkap dan merupakan representasi dari pertanyaan sesuai indikator yang diberikan

3

3 Mengidentifikasi bangun geometri

dengan kurang lengkap dan kurang merepresentasi dari pertanyaan sesuai indikator yang diberikan

2

Mengidentifikasi bangun geometri dan hanya sedikit mengandung penjelasan sesuai indikator yang diberikan

1


(38)

lebih kompleks.

Secara verbal, siswa mendeskripsikan bangun geometri dengan

penampakannya secara utuh

Mendeskripsikan bangun geometri dengan lengkap dan merupakan representasi dari pertanyaan sesuai indikator yang diberikan

3

3 Mendeskripsikan bangun geometri

dengan kurang lengkap dan kurang merepresentasi dari pertanyaan sesuai indikator yang diberikan

2

Mendeskripsikan bangun geometri dan hanya sedikit mengandung penjelasan sesuai indikator yang diberikan

1

Tidak ada jawaban sama sekali 0

Mengidentifikasi bagian-bagian bangun geometri

Mengidentifikasi bagian-bagian bangun geometri dengan lengkap dan

merupakan representasi dari pertanyaan sesuai indikator yang diberikan

3

6 Mengidentifikasi bagian-bagian bangun

geometri dengan lengkap dan

merupakan representasi dari pertanyaan sesuai indikator yang diberikan bangun geometri dengan kurang lengkap dan kurang merepresentasi dari pertanyaan sesuai indikator yang diberikan

2

Mengidentifikasi bagian-bagian bangun geometri dengan lengkap dan

merupakan representasi dari pertanyaan sesuai indikator yang diberikan bangun geometri dan hanya sedikit mengandung penjelasan sesuai indikator yang

diberikan

1

Tidak ada jawaban sama sekali 0

Menyelesaikan soal rutin dengan

mengoprasikan (menerapkan) pada bangun geometri

Semua penjelasan lengkap dan

merupakan representasi dari pertanyaan sesuai indikator yang diberikan

3

6 Penjelasan yang diberikan kurang

lengkap dan kurang merepresentasi dari pertanyaan sesuai indikator yang diberikan

2

Penjelasan yang diberikan hanya sedikit mengandung penjelasan konsep sesuai


(39)

indikator yang diberikan

Tidak ada jawaban sama sekali 0

Setelah ujicoba soal tes dilaksanakan, kemudian dilakukan analisis mengenai validitas butir soal, reliabilitas tes, daya pembeda dan indeks kesukaran sebagai berikut:

1. Validitas Instrumen

Suatu alat evaluasi, dalam hal ini adalah tes visual thinking dalam pembelajaran matematika disebut valid jika alat tersebut mampu mengevaluasi apa yang seharusnya dievaluasi. Validitas adalah tingkat ketepatan tes mengukur sesuatu yang hendak diukur. Untuk mengetahui valid atau tidaknya sebuah instrumen, dilakukanlah analisis validitas butir soal.

Rumus yang digunakan untuk menghitung koefisien validitas butir soal adalah rumus korelasi produk momen memakai angka kasar (raw score) (Suherman dan Sukjaya, 1990: 154) sebagai berikut:

  

 

 

2 2

 

2

 

2

 

y y

n x x

n

y x xy

n

rxy , dengan:

xy

r = Koefisien korelasi antara X dan Y x = Skor tiap butir soal

y = Skor total

n = Banyaknya siswa

Adapun untuk menentukan tingkat validitas soal digunakan kriteria menurut Suherman dan Sukjaya (1990: 147), sebagai berikut:

Tabel 3.5

Kriteria Koefisien Korelasi


(40)

0,90<rxy≤ 1,00 Sangat Tinggi 0,70<rxy≤ 0,90 Tinggi 0,40<rxy≤ 0,70 Sedang 0,20<rxy≤ 0,40 Rendah 0,00<rxy≤ 0,20 Sangat Rendah

xy

r ≤ 0,00 Tidak Valid

Hasil uji validitas butir soal dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 3.6 di bawah ini:

Tabel 3.6

Rekapitulasi Validitas Tiap Butir Soal

No. Soal

x

2

x

xy n r xy Tingkat Validitas

1 183 1199 4664 33 0,81 Tinggi

2 63 137 1551 33 0,66 Sedang

3a 82 212 1943 33 0,68 Sedang

3b 86 320 2260 33 0,68 Sedang

4 100 416 2606 33 0,68 Sedang

5 112 504 2968 33 0,82 Tinggi

6 118 580 3130 33 0,77 Tinggi

Hasil perhitungan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran hal 251. 2. Reliabilitas Instrumen

Suatu alat evaluasi dikatakan reliabel, jika alat tersebut mampu memberikan hasil pengukuran yang tetap sama (konsisten, ajeg), jika pengukurannya dilakukan terhadap subyek yang sama meskipun dilakukan oleh orang yang berbeda, waktu dan tempat yang berbeda.

Tes yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk uraian, sehingga rumus yang digunakan untuk menghitung koefisien reliabilitas tes adalah sebagai berikut :


(41)

(a) Menghitung reliabilitas soal menggunakan rumus Cronbach Alpha:          

2

2 11 1 1 t i S S n n

r …….. (Suherman dan Sukjaya, 1990: 194)

Keterangan : 11

r = Koefisien Reliabilitas n = Banyak Butir Soal

2

i

S = Varians Skor Setiap Butir Soal 2

t

S = Varians Skor Total

(b) Jumlah varians skor setiap item dan varians total, dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

 

n n x x S i i i

 2 2 2 ……(

Suherman dan Sukjaya,1990: 194) Keterangan :

2

i

S = Varians tiap skor soal

i x

= Jumlah tiap skor soal

2

i

x = Jumlah kuadrat tiap skor soal n = Jumlah siswa

Adapun kriteria koefisien korelasi menurut Guilford (dalam Suherman dan Sukjaya, 1990: 160) dapat dilihat pada Tabel 3.7 sebagai berikut :

Tabel 3.7

Kriteria Koefisien Reliabilitas Nilai r11 Kriteria

11

r ≤ 0,20 Sangat Rendah 0,20 <r11≤ 0,40 Rendah 0,40 <r11≤ 0,60 Sedang 0,60 <r11≤ 0,80 Tinggi


(42)

0,80 <r11≤ 1,00 Sangat Tinggi

Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh koefisien reliabilitas tes adalah 0,82. Berdasarkan kriteria koefisien reliabilitas menurut Guilford (dalam Suherman dan Sukjaya, 1990: 160) dapat disimpulkan bahwa instrument penelitian yang menggunakan soal tipe uraian ini diinterpretasikan sebagai soal yang reliabilitasnya tinggi. Perhitungan koefisien reliabilitas secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran hal 254.

3. Daya Pembeda

Daya pembeda dari sebuah butir soal menyatakan seberapa jauh kemampuan butir soal tersebut mampu membedakan antara testi yang berkemampuan tinggi dengan testi yang berkemampuan rendah. Rumus yang digunakan untuk menentukan daya pembeda tiap butir soal adalah:

SMI x x DP A B

__ __

 

Keterangan :

DP = Daya pembeda __

A

x = Rata-rata skor kelompok atas tiap butir soal

B

x __

= Rata-rata skor kelompok bawah tiap butir soal SMI = Skor Maksimum Ideal

Sedangkan untuk menentukan kriteria daya pembeda tiap butir soal digunakan kriteria menurut Suherman dan Sukjaya (1990: 202) sebagai berikut :

Tabel 3.8

Kriteria Daya Pembeda Daya Pembeda Kriteria

DP ≤ 0,00 Sangat Jelek 0,00 < DP ≤ 0,20 Jelek


(43)

0,20 < DP ≤ 0,40 Cukup Baik 0,40 < DP ≤ 0,70 Baik 0,70 < DP ≤ 1,00 Sangat Baik

Hasil perhitungan untuk menentukan daya pembeda soal disajikan pada Tabel 3.9 di bawah ini:

Tabel 3.9

Rekapitulasi Daya Pembeda Butir Soal No.

Soal

__

A

x xB

__

SMI DP Kriteria

1 8,00 2,88 9 0,56 Baik

2 2,44 1,22 3 0,40 Cukup Baik

3a 2,88 2,11 3 0,26 Cukup Baik

3b 4,56 1,56 6 0,50 Baik

4 4,67 1,33 6 0,56 Baik

5 4,89 1,33 6 0,59 Baik

6 5,11 1,33 6 0,63 Baik

Perhitungan daya pembeda secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran hal 256.

4. Indeks Kesukaran

Analisis indeks kesukaran tiap butir soal dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaran masing-masing soal yang diberikan, apakah soal tersebut termasuk kategori mudah, sedang atau sukar. Karena bentuk tes yang digunakan adalah tes uraian, maka rumus yang digunakan untuk menghitung indeks/tingkat kesukaran soal adalah:

SMI x

IK  ……….. (Suherman dan Sukjaya, 1990: 213)

Keterangan :

IK = Indeks Kesukaran

x = Rata-rata Skor


(44)

Adapun untuk menentukan tingkat kesukaran soal digunakan kriteria menurut Suherman dan Sukjaya (1990: 213) sebagai berikut:

Tabel 3.10

Kriteria Indeks Kesukaran Indeks Kesukaran Kriteria

IK = 0,00 Sangat Sukar 0,00 < IK ≤ 0,30 Sukar 0,30 < IK ≤ 0,70 Sedang 0,70 < IK ≤ 1,00 Mudah

IK= 1,00 Sangat Mudah

Hasil perhitungan untuk menentukan daya pembeda soal disajikan pada Tabel 3.11 di bawah ini:

Tabel 3.11

Rekapitulasi Indeks Kesukaran No.

Soal

__

A

x xB

__

x SMI IK Kriteria

1 8,00 2,88 5,44 9 0,60 Sedang

2 2,44 1,22 1,83 3 0,61 Sedang

3a 2,88 2,11 2,50 3 0,83 Mudah

3b 4,56 1,56 3,06 6 0,51 Sedang

4 4,67 1,33 3,00 6 0,50 Sedang

5 4,89 1,33 3,11 6 0,52 Sedang

6 5,11 1,33 3,22 6 0,54 Sedang

Perhitungan indeks kesukaran secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran hal 259.

b. Lembar Observasi

Tujuan dari lembar observasi ini adalah untuk mengetahui kekurangan-kekurangan terhadap proses pembelajaran sehingga pembelajaran berikutnya dapat


(45)

menjadi lebih baik dan sesuai dengan skenario yang telah dibuat. Menurut Ruseffendi (2005) observasi penting dilakukan karena melalui angket dan wawancara, masih ada hal yang belum bisa terungkap yaitu mengenai keadaan wajar yang sebenarnya sedang terjadi Adapun dalam penelitian ini, dalam melakukan observasi setiap tindakan yang diambil yaitu aktivitas belajar siswa dan aktivitas guru pada kedua kelas eksperimen. Lembar observasi digunakan pada kedua kelas eksperimen karena indikator-indikator pengamatan yang dikembangkan dibuat khusus untuk mengamati pelaksanaan pembelajaran dengan penggunaan alat peraga konkret dan alat maya (virtual manipulative) yang meliputi: mendengarkan, memperhatikan penjelasan guru/teman, melakukan manipulasi alat peraga, bertanya antara siswa dengan guru, berdiskusi antar siswa dengan siswa, menjawab pertanyaan.

Selain itu, lembar observasi juga digunakan untuk mengetahui aktivitas guru selama peroses pembelajaran berlangsung di kedua kelas. Lembar observasi dapat dijadikan guru sebagai bahan evaluasi dalam memberikan pengajaran kepada siswa, sehingga diharapkan menjadi lebih baik pada pembelajaran berikutnya. Observer dalam penelitian ini adalah guru matematika di sekolah tempat dilaksanakannya penelitian, pengisisan lembar observasi dilakukan sebanyak lima kali selama peroses pembelajaran dilaksanakan.

c. Wawancara

Ruseffendi (2005) menyatakan bahwa wawancara adalah suatu cara mengumpulkan data yang sering digunakan jika kita mau mengetahui sesuatu yang bila dengan cara angket atau cara lainnya belum bisa terungkap atau belum jelas.

Wawancara yang diberikan merupakan format wawancara tertulis. Dalam format wawancara tersebut siswa tidak diharuskan menuliskan namanya. Hal ini bertujuan untuk memberikan keleluasaan pada siswa dalam mengungkapkan pendapatnya mengenai pembelajaran, baik itu pendapat positif, maupun pendapat negatif.


(46)

E. Kelengkapan Penelitian a. Silabus

Silabus salah satu perangkat yang digunakan guru sebagai acuan untuk merencanakan dan melaksanakan program pelajaran. Silabus memuat rencana pembelajaran pada suatu kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumber/bahan/alat belajar. Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian.

b. RPP

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah seperangkat rencana pembelajaran yang mendukung seorang guru dalam kegiatan belajar mengajar di kelas. RPP yang disusun memuat indikator yang mengukur penguasaan siswa terhadap materi yang diajarkan yaitu mengenai Bangun Ruang Sisi Lengkung, mengukur kemampuan visual thinking siswa pada pokok bahasan bangun ruang sisi lengkung. Tujuan pembelajaran lebih diarahkan pada peningkatan kemampuan visual thinking. Metode dan langkah-langkah pembelajaran disesuaikan dengan model pembelajaran yang digunakan, terutama dalam penggunaan alat peraga.

c. Pengembangan Bahan Ajar

Bahan ajar yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk materi Bangun Ruang Sisi Lengkung. Materi pembelajaran dalam penelitian ini disusun dalam bentuk Lembar Aktivitas Siswa (LAS). Bahan ajar tersebut dikembangkan dari topik matematika berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang berlaku di Sekolah Menengah Pertama. Adapun materi yang dipilih adalah pokok bahasan Bangun


(1)

Nia Kania , 2013

Diana. (2011).Pemanfaatan ICT dalam Pembelajaran Matematika bagi Anak

Usia Dini. Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang.

Depdikbud. (1990). Penggunaan Alat Peraga dalam Pengajaran Matematika

Sekolah Dasar. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan

Menengah Proyek Peningkatan Pusat Pengembangan Penataran Guru. Dwirahayu, G. (2013). Pengaruh Strategi Pembelajaran Eksploratif terhadap

Peningkatan kemampuan Visualisai, Pemahaman Konsep Geometri dan Karakter Siswa. Bandung: Disertasi Jurusan Pendidikan Matematika SPs

UPI Bandung. Tidak diterbitkan

Fanyadhiba. (2011). Efektivitas Perangkat Pembelajaran. [online]. Tersedia; http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2198130-efektivitas-perangkat-pembelajaran/. Diakses 15 Desember 2012.

Gagne, R. M. (1970). The learning of concepts IN Clarizio, H. F., Craig, R. C. &

Mehrens W. A. (Eds.) Contemporary Issues in Educational Psychology.

Boston: Allyn & Bacon.

Giaquinto, M. (2007). Visual Thinking in Mathematics An epistemological study. United States by Oxford University Press Inc., New York

Guzman, M. (2002). The Role of Visualization in Teaching and Learning of

Mathematical Analisis. 2nd Internarional Conference on The Teaching of

Mathematics. [Online]. Tersedia: www.math.uoc.rg/~ictm2/procedings/

invGuz.pdg [diakses: 2 Februari 2013].

Haditono, (1994). Studi Komparasi antara Pembelajaran Matematika dengan

LKS Buatan Guru dan LKS Buatan Penerbit Pokok Bahasan Barisan Bilangan dan Deret Kelas I Cawu 3 MA Nurussalam Kudus. Skripsi.

Semarang FPMIPA UNNES.

Hamalik, O. (1986). Media Pendidikan. Bandung: Alumni.

. (2003) . Proses Belajar mengajar. Bandung: Bumi Aksara.

Herman, T. (2007). Pengembangan Pembelajaran Matematika Berbasis Masalah

untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP). Proposal Penelitian. Bandung: Tidak

diterbitkan.

Hoffman, B. (2009) .The Importance Of Math Manipulative. [online]. Tersedia: http://hubpages.com/hub/theimportanceofmathmanipulatives [diakses 26 Maret 2009].


(2)

Hershkowitz, R. (1998). About Reasoning in Geometry. In C. Mammana & V.

Villani (eds) Perspectives on The Teaching of Geometry sor The

Century. Dordecht: Kluwer.

Husnaeni, (2006). Penerapan Model Pembelajaran Van Hiele dalam Membantu

Siswa Kelas IV SD Membangun Konsep Segitiga. Universitas Terbuka:

Jurnal Pendidikan, Volume 7, Nomor 2, September 2006, 67-78. [online]. Tersedia: http://lppm.ut.ac.id/jp/72sept06/01husnaeni.pdf [diakses 8 Maret 2013]

Idris, N. (2006). Teaching and Learnign of Mathematics: Making Sense and

Developing Cognitive Abilities. Kuala Lumpur: Utusan Publication.

Ihsan, M. (2007). Belajar Matematika Menggunakan Media Alat Peraga. [online]. Tersedia: http://handono-eksak.blogspot.com [diakses 24 Januari 2009]. Iswadji, D. (2003). Pengembangan Media/Alat Peraga Pembelajaran Matematika

di SLTP. Makalah; Tidak diterbitkan.

Kamii. (2009). I Love Math Manipilative. But. [online]. Tersedia: http://schoolcrossing.blogspot.com/2009/01/i-love-mathmanipulativesbut. html [diakses 26 Maret 2009].

Kariadinata, R. (2010). Aplikasi Berbasis Komputerdalam Pembelajaran

Matematika. Bandung: Disertasi Jurusan Pendidikan Matematika SPs UPI

Bandung. Tidak diterbitkan.

Kaswan. (2005). Peningkatan Pemahaman Konsep dan Kemampuan Berpikir

Kritis Siswa Melalui Kegiatan LaboratoriumBerbasis Inkuiri pada Pokok Bahasan Rangkaian Listrik Arus Searah. Bandung: Tesis Jurusan

Pendidikan Matematika SPs UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

Kelly, C. A. (2006). Using Manipulatives in Mathematical Problem Solving: A

Performance-Based Analysis. [online]. Tersedia: http://www.math.umt.edu

/tmme/vol3no2/TMMEvol3no2_Colorado_pp184_193.pdf [diakses 26

Maret 2009].

Linda. (2011). Penggunaan Alat Peraga. [Online]. Tersedia: http://www.

pengegunaan-alat-peraga [diakses 7 Juni 2013]

Kusumah, Y. S. (2012). Media Pembelajaran. Disajikan dalam Kegiatan Pelatihan. Sekolah Pascasarjana UPI.


(3)

Nia Kania , 2013

Marno. (2006). Upaya Meningkatkan Pemahaman Siswa dalam Konsep Pecahan

dengan Menggunakan Benda Manipulatif (Alat Peraga) (Penelitian Tindakan Kelas di Kelas III SD Percobaan Negeri Pajagalan 58 Bandung).

Tesis Jurusan Pendidikan Matematika SPs UPI Bandung. Tidak diterbitkan. Moyer, et al. (2002). Learning Mathematics with Virtual Manipilatives. [online].

Tersedia: http://www.cited.org/index.aspx?page_id=151.

Mulllis, et a. (2011). TIMSS: Trends in Mathematics anf Science Study:

Assessment Speciafication 2006. Boston: The International Study Center.

Mutaqin, I. Z. (2012). Pembelajaran Matematika Berbantuan CD Interaktif

dengan Evaluasi Menggunakan Mathematic Education Game (MEG) pada Pokok Bahasan Persamaan Garis Lurus. [online]. Tersedia: http://www.

makalahmajannaii.blogspot.com/2012/07/makalah-pembelajaran-matematika.html [diakses 7 April 2013]

NCTM. (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Reston, VA: NCTM

Nasution, S. (1995). Berbagai pendekatan Dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta:Bumi Aksara.

Niam. (2010). Pengertian Media Pengajaran, Alat Pelajaran, Alat Peraga. [Online]. Tersedia: http://niam’s.blogspot.com/2010/04/ [diakses 7 Juni 2013]

Nurdin, E. (2012). Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi

Matematis Siswa Melalui Pendekatan Pembelajaran Visual Thinking: Kuasi-Eksperimen pada Siswa Salah Satu MTs Negeri di Tembilahan.

Bandung: Tesis Jurusan Pendidikan Matematika SPs UPI Bandung. Tidak diterbitkan

Nurlaela, E. (2012). Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

Temas-Games-Tournamens untuk Meningkatkan Kemampuan Berfikir Kritis dan Penalaran Matematis Siswa Madrasah Aliyah. Tesis Jurusan Pendidikan

Matematika SPs UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

PISA. (2000). The PISA 2000 Assesment of Reading, Mathematical and Scientific

Literacy. [Online]. Tersedia: http://www.pisa.oecd.org/dataoecd/44/63/336

92793.pdf. [26 Februari 2013].

Pujianti. (2004). Penggunaan Alat Peraga dalam pembelajaran Matematika SMP. PPPPtk Matematika. Yogyakarta.


(4)

Rumini, Sri. (1995). Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Unit Percetakan dan Penerbitan (UPP) UNY.

Ruseffendi, E.T. (1992). Pendidikan Matematika 3. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

. (2005). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang

Noneksakta Lainnya.. Bandung: Tarsito.

Sahid. (2010). Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis ICT. UNY

Santyasa, I. W. (2007). Landasan Konseptual Media Pembelajaran. disajikan dalam Workshop Media Pembelajaran bagi Guru-Guru SMA Negeri Banjar Angkan pada tanggal 10 Januari 2007 di Banjar Angkan Klungkung. Tidak Diterbitkan.

Saragih, S. (2000). Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dengan Menggunakan

Laboratorium Mini untuk Meningkatkan Kemampuan Keruangan. Tesis

Universitas Negeri Surabaya. Tidak dipublikasikan.

Sanjaya, W. (2012). Media Komunikasi Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Sauji, A. (2008). Penggunaan Benda Konkret dalam Upaya Meningkatkan Hasil

Belajar Menghitung Keliling Bangun Datar Mata Pelajaran Matematika pada Siswa Kelas III di SD Negeri I Panjer. Tugas Akhir Tidak

Dipublikasikan. Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Slavin, R. E. (1977). Education Psychology Theory and Practice. Fifth Edition. Allyn and Bacon: Boston.

Stoke, S. (2001). Visual Literacy in Teaching and Learning: A Literature Perspective. Electronic Journal for Integration of Technology in

Education, vol. 1 no. 1. [online]. Tersedia: http://eiite.isu.edu/

Voleme1No1/Stokes.html. [diakses: 2 Februari 2013].

Sudjana. N. (2003). Teknik Analisis Regresi dan Korelasi. Bandung: Tarsito. Sugilar, H. (2012). Meningkatkan Kemampuan Berfikir Kreatif dan Disposisi

Matematika Siswa Madrasah Tsanawiah melalui Pembelajaran Generatif.

Tesis Jurusan Pendidikan Matematika SPs UPI Bandung. Tidak diterbitkan. Sugiyono. (2004). Metode Penelitian Bisnis. Cetakan keenam. Bandung. Penerbit :


(5)

Nia Kania , 2013

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: Alfabeta.

Suherman, E dan Sukjaya. (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi

Pendidikan Matematika. Bandung: Wijayakusumah.

Suherman, E, dan Winataputera, U. S. (1993), Strategi Belajar Mengajar

Matematika, Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Suherman, E, dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. JICA: Universitas Pendidikan Indonesia.

Sunardi. (2001). Hubungan antara Usia, Tingkat Berfikir dan Kemampuan Siswa

dalam Geometri. Dalam prosiding Seminar Nasional Matematika. Jurusan

Matematika FMIPA ITS Surabaya.

Supriatna. (2006). Penggunaan Alat Peraga Keping untuk Meningkatkan Prestasi

Belajar Siswa dalam Operasi Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Bulat di Kelas V SD Negeri Durman I Kota Bandung. (Penelitian Tindakan Kelas). Tesis Jurusan Pendidikan Matematika SPs UPI Bandung.

Tidak diterbitkan.

Surya, E. (2011). Visual Thinking dalam Memaksimalkan Pembelajaran

Matematika Siswa dapat Membangun Karakter Bangsa. Jurusan

pendidikan Matematika FPMIPA Unimed.

Suter, W.N. (2012). Introduction to Educational Research: A Critical Thinking

Approach. Second Editon. SAGE Publication.

Suyitno, A. (1997). Dasar-dasar dan Proses Pembelajaran Matematika. Semarang: Jurusan Matematika FPMIPA UNNES.

Trends International Mathematics Science Study (TIMSS). (2011). [online].

Tersedia: http://doelfproduct.blogspot.com/2013/01/hasil-timss-terbaru. html. Diakses tanggal 31 Januari 2013.

Thornton, S. (2001). A Picture in Worth A Thousand Words. [online]. Tersedia: http://math.upina.it/~grim/AThornton251.PDF [diakses: 2 Februari 2013]. Turmudi. (2008). Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika

(Berparadigma Eksploratif dan Investigatif). Jakarta: Leuser Cipta Pustaka.

. (2009). Taktik dan Strategi Pembelajaran Matematika (Referensi untuk Guru SMK, Mahasiswa, dan Umum). Jakarta: Leuser Cita Pustaka


(6)

Wahyudin. (1999). Kemampuan Guru Matematika, Calon Guru Matematika dan

Siswa dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia. Disertasi pada PPS IKIP

Bandung. Bandung: tidak diterbitkan.

Walle, J. A. V. (1994). Elementary School Mathematic. New York; Longman. (Cakrawala Pendidikan, Februari 2006. Th. XXV, No. 1).

Widyantini, T.H, dan Sigit, T.G. (2009). Pemanfaatan Alat Peraga dalam

Pembelajaran Matematika SMP Diklat SMP Jenjang Dasar.. Pusat

Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Matematika. Yogyakarta: Tidak Diterbitkan.

Won, P. H. (2001). The Comparison beetwen Visual Thinking using Computer

and Concentional Media in The Concept Generation Stage of Design.

Jurnal Automation in Construction vol. 10. [online]. Tersedia: www.elsevier.com/locate/autocon. [diakses: 2 Februari 2013].

Zhukovskiy, V. I dan Pivovarov, D. V. (2008). The Nature of Visual Thinking. Journal of Serbian Federal University. [onlibe]. Tersedia: http://journal.sfu-kras.ru/en/article/641/25. [diakses: 2 Februari 2013].