PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DEMOKRATIS BERBASIS KONTEKSTUAL TERHADAP PENINGKATAN SIKAP DEMOKRATIS :Studi Quasi Experiment Pada Kelas PKN Sebagai Laboratorium Demokrasi di Kelas X SMAN 2 Garut.

(1)

DAFTAR ISI

Hal

LEMBAR PENGESAHAN ... i

PERNYATAAN ... ii

PERSEMBAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 11

D. Manfaat Penelitian ... 12

E. Asumsi dan Hipotesis ... 13

BAB II LANDASAN TEORITIS A. Karakteristik Pendidikan Kewarganegaraan ... 1. Hakekat Pendidikan Kewarganegaraan ... 16

2. Ruang Lingkup Pendidikan Kewarganegaraan ... 19

3. Kompetensi Kewarganegaraan ... 24

B. Sistem Pendidikan Demokrasi 1. Membangun Sistem Pendidikan Demokrasi ... 32


(2)

2. Visi, Misi dan Strategi Pendidikan Demokrasi ... 39

3. PKN Sebagai Pendidikan Demokrasi ... 41

4 Pembelajaran Demokratis a. Landasan Teoritis Pembelajaran Demokratis ... 46

b. Landasan Yuridis Pembelajaran Demokratis ... 62

c. Karakteristik Pembelajaran Demokratis ... 63

d. Disain Pembelajaran Demokratis ... 71

e. Model-model Pembelajaran Demokratis ... 74

6. Kelas PKN Sebagai Laboratorium Demokrasi ... 94

C. Pengembangan Materi Pembelajaran Berbasis Kontekstual ... 97

D. Pengembangan Nilai-nilai Demokratis dan Sikap Demokratis ... 1. Nilai-nilai Demokratis ... 102

2. Sikap demokratis ... 107

E. Kajian Penelitian Terdahulu ... 117

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Metode Penelitian ... 123

B. Prosedur Penelitian ... 126

C. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian ... 129

D. Definisi Operasional Variabel Penelitian... 130

E. Pengembangan Instrumen Penelitian... 133

F. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data... 136

G. Teknik Analisis Data ... 142

H. Teknik Uji Hipotesis ... 143

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskrifsi Lokasi Penelitian ... 145


(3)

B. Deskrifsi Pandangan Siswa Terhadap Model Pembelajaran Demokratis dan pengembangan Materi PKN Berbasis Kontekstual

1. Deskripsi Pandangan Siswa Terhadap Penerapan Model Pembelajaran Demokratis ... 148 2. Deskripsi Pandangan Siswa Terhadap Pengembangan

Materi Pembelajaran PKN Berbasis Kontekstual ... 150 3. Deskripsi Sikap Demokratis Siswa Kelas Eksperimen

Sebelum Penelitian (Pre-test) ... 151 4. Deskripsi Sikap Demokratis Siswa Kelas Eksperimen

Sesudah Penelitian (Post-test) ... 152 5. Deskripsi Sikap Demokratis Siswa Kelas Kontrol Sebelum

Penelitian (Pre-test) ... 153 6. Deskripsi Sikap Demokratis Siswa Kelas Kontrol Sesudah

Penelitian (Post-test) ... 154 C. Uji Hipotesis

1. Uji Perbedaan Peningkatan Sikap Demokratis Siswa di

Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 155 2. Uji Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Demokratis

Dengan Peningkatan Sikap Demokratis Siswa ... 162 3. Uji Pengaruh Pengembangan Materi Pembelajaran PKN

Berbasis Kontekstual Dengan Peningkatan Sikap Demokratis Siswa ...

163 D Pembahasan Hasil Penelitian ... 165 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan ... 183 B. Rekomendasi ... 184 DAFTAR PUSTAKA ... 187


(4)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan Kewarganegaraan memiliki peranan yang amat penting sebagai wahana untuk mengembangkan kemampuan, watak dan karakter warganegara yang demokratis dan bertanggungjawab. Untuk itu dituntut PKN dengan paradigma baru yang dapat mengembangkan kelas sebagai democratic laboratory, yang dapat menanamkan, mengajarkan dan mensosialisasikan kepada generasi muda/peserta didik nilai-nilai demokrasi. Untuk selanjutnya dipraktikan dan diamalkan dalam kehidupan bersama sehingga nilai-nilai demokrasi yang mencerminkan sikap dan kepribadian demokratis akan terbentuk dimulai di lingkungan sekolah. Namun dewasa ini upaya mengembangkan sikap dan kepribadian demokratis di berbagai lingkungan di Indonesia, termasuk dilingkungan sekolah menunjukkan keprihatinan.

Hal ini dapat dilihat dari kondisi kehidupan masyarakat kita saat ini, berbagai krisis dan peristiwa yang terus berkelanjutan melanda bangsa dan negara kita yang sampai saat ini belum ada solusinya secara jelas dan tegas. Sehingga pada akhirnya menyebabkan orang frustasi dan cenderung meluapkan perasaan tanpa kendali dalam bentuk "amuk massa” seperti unjuk rasa mahasiswa yang anarkis, tawuran antar pelajar, dan sebagainya. Hal itu menunjukan bahwa disatu pihak masa reformasi hendaknya diisi dengan pembangunan masyarakat demokratis yang merupakan syarat penting terciptanya (civil society). Namun


(5)

yang terjadi justru peningkatan ketidakberadaban perilaku sebagian masyarakat dan bangsa Indonesia. Hal itu merupakan tantangan bagi bangsa dan negara Indonesia yang harus segera diatasi oleh seluruh lapisan masyarakat baik itu elit politik maupun rakyat.

Untuk membentuk masyarakat demokratis tentunya setiap anggota masyarakat sangat mendambakan generasi mudanya dipersiapkan untuk menjadi warganegara yang baik dan dapat berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat dan negaranya. Masyarakat demokratis tentu perlu individu yang cerdas dan bertanggung jawab, hal itu sesuai dengan pendapat Tilar (2006 : 25), yaitu bahwa: “Masyarakat demokratis dapat dibangun melalui hasil pendidikan dari manusia Indonesia cerdas. Proses belajar-mengajar di sekolah-sekolah bukan semata-mata untuk pendidikan intelektual, melainkan pula mengembangkan sikap demokratis, membentuk anggota masyarakat yang bertanggung jawab, dapat memanfaatkan kemampuan akalnya di dalam mempertimbangkan keputusan-keputusan yang bermanfaat bagi dirinya maupun orang lain”.

Sejalan dengan pendapat tersebut maka salah satu tempat yang strategis untuk menanamkan sikap demokratis adalah di lingkungan sekolah. Sekolah sebagai lembaga pendidikan memiliki tanggung jawab untuk membentuk generasi muda yang beriman, bertaqwa berilmu, bermoral dan memiliki sikap demokratis.Berkaitan dengan hal itu, Beyer (1988:98) mengungkapkan bahwa :

Creating and modeling a true democratic environment in the classroom can, I believe, lead to changes in society. But students must be taught to be reflective and to think globally, critically, and compassionately. If students are not challenge to participate in the gaining of knowledge and the real possibilities for learning in school, they will very likely become citizens who neglect social responsibility.

Kutipan di atas mengandung makna penting terutama bagi lingkungan sekolah sebagai lembaga pendidikan, jika lingkungan sekolah, kelas sebagai


(6)

lingkup kecil dapat menanamkan lingkungan yang demokratis, maka akan membawa perubahan yang lebih baik dalam kehidupan masyarakat, terutama siswa akan mampu berfikir reflektif, global dan kritis. Jika siswa tidak tertantang untuk berpartisipasi dalam pembelajaran di sekolah/kelas, maka mungkin akan menjadi bangsa yang mengabaikan tanggung jawab sosialnya. Lebih lanjut menurut Henry P. Broughton yang dikutip dalam Zamroni, (2001 : 46), menyatakan :

“Untuk melakukan pendidikan demokrasi diperlukan dua prasayarat, yaitu: 1) Kultur sekolah yang demokratis, yang mengilhami nilai-nilai cita-cita, prinsip-prinsip demokrasi. Sekolah merupakan laboratorium masyarakat demokratis atau sebuah mini society dan,2) Kurikulum sekolah yang demokratis, terutama ilmu-ilmu sosial yang memadai untuk mengembangkan demokrasi”.

Pernyataan tersebut sesuai pertimbangan bahwa demokrasi sebagai wacana dan praksis serta tuntutan reformasi yang tengah berlangsung, serta perlunya mewujudkan demokratisasi belajar di lingkungan persekolahan, terutama dengan pemberlakuan kurikulum baru KBK 2004 dan KTSP 2006 yang menggunakan paradigma konstruktivistik dan semangat demokratisasi pendidikan. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan adanya suatu pendidikan yang mampu mengarahkan peserta didik menjadi warga negara yang mengembangan kecerdasan spiritual, rasional, emosional, dan sosial serta warga negara baik sebagai aktor sosial maupun sebagai pemimpin/khalifah.

Dalam tatanan instrumentasi kurikuler, secara historis dalam kurikulum sekolah terdapat mata pelajaran yang secara khusus mengemban misi pendidikan demokrasi, yakni mata pelajaran Civics (Kurikulum 1957/1962); Pendidikan Kemasyarakatan yang merupakan Integrasi Sejarah, Ilmu Bumi, dan


(7)

Kewarganegaraan (Kurikulum 1964); Pendidikan Kewargaan Negara, yang merupakan perpaduan Ilmu Bumi, Sejarah Indonesia, dan Civics (Kurikulum 1968/1969); Pendidikan Kewargaan Negara, dan Civics & Hukum (1973); Pendidikan Moral Pancasila atau PMP (Kurikulum 1975 dan 1984); dan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan atau PPKn (Kurikulum 1994). Namun dalam kenyataannya sekarang sebagaimana tampak dalam fenomena sosial-kultural dan sosial-politik saat ini, terkesan tidak menggembirakan. Hal tersebut sesuai dengan berbagai penelitian seperti dihimpun oleh Djahiri, dkk (1998 : 9) menunjukkan bahwa:

“Praksis pendidikan demokrasi, dalam hal ini melalui PMP/PPKn/Penataran P-4 cenderung menitikberatkan pada penguasaan aspek pengetahuan dan mengabaikan pengembangan sikap dan keterampilan kewarganegaraan, dengan menggunakan pendekatan ekspositori yang cenderung indoktrinatif”.

Untuk itu dituntut adanya pendidikan kewarganegaraan dengan paradigma baru yang dapat mengembangkan kelas sebagai laboratorium demokrasi. Hal ini sejalan dengan apa yang dinyatakan oleh Winataputra dan Budimansyah (2007: 226) bahwa :

Kelas PKN hendaknya menjadi democratic laboratory, lingkungan sekolah/kampus sebagai micro cosmos of democracy, dan masyarakat luas sebagai open global classroom yang memungkinkan siswa dapat belajar demokrasi dalam situasi berdemokrasi, dan untuk tujuan melatih diri sebagai warganegara yang demokratis atau learning democracy, in democracy, and for democracy.

Seluruh rakyat hendaknya menyadari bahwa Pendidikan Kewarganegaraan sangat penting untuk mempertahankan kelangsungan demokrasi konstitusional. Sebagaimana yang selama ini dipahami bahwa ethos demokrasi sesungguhnya tidaklah diwariskan, tetapi dipelajari dan dialami. Oleh karena itu, Pendidikan


(8)

Kewarganegaraan seharusnya menjadi perhatian utama. Tidak ada tugas yang lebih penting dari pengembangan warganegara yang bertanggung jawab, efektif dan terdidik. Demokrasi dipelihara oleh warganegara yang mempunyai pengetahuan, kemampuan dan karakter yang dibutuhkan. Tanpa adanya komitmen yang benar dari warganegara terhadap nilai dan prinsip fundamental demokrasi, maka masyarakat yang terbuka dan bebas, tak mungkin terwujud. Oleh karena itu, tugas bagi para pendidik, pembuat kebijakan, dan anggota civil society lainnya, adalah mengkampanyekan pentingnya Pendidikan Kewarganegaraan kepada seluruh lapisan masyarakat dan semua instansi dan jajaran pemerintahan.

Selanjutnya sesuai dengan pernyataan yang dikutip dalam (CICED,1999), bahwa hendaknya kelas pendidikan kewarganegaraan seyogyanya dilihat dan diperlakukan, dan dikembangkan sebagai :

"…laboratory for democracy where the spirit of citizenship and humanity emanating from the ideals and values of democracy are put into the actual practice by learners and teachers as well. In such a classroom learners and teachers should collaboratively develop and share democratic climate where decision making process is acquired and learned".

Profil konseptual kelas pendidikan kewarganegaraan yang digagaskan di atas, harus dikembangkan untuk menggantikan kelas pendidikan kewarganegaraan sebagai pendidikan demokrasi saat ini yang bersifat lebih dominatif dan indoktrinatif. Dengan demikian para guru dan siswa dapat melakukan refleksi betapa bermanfaatnya nilai dan prinsip demokrasi diterapkan dalam kehidupan di sekolah yang diintegrasikan dengan kehidupan di dalam masyarakatnya. Di situlah kelas pendidikan demokrasi benar-benar dikembangkan sebagai laboratorium demokrasi yang tidak dibatasi oleh dinding ruangan kelas. Begitu


(9)

pula pendapat yang disampaikan oleh Malik Fajar (2004: 6-8) bahwa:

“PKn sebagai wahana untuk mengembangkan kemampuan, watak dan karakter warganegara yang demokratis dan bertanggungjawab, PKn memiliki peranan yang amat penting. Mengingat banyak permasalahan mengenai pelaksanaan PKn sampai saat ini, maka arah baru PKn perlu segera dikembangkan dan dituangkan dalam bentuk standar nasional, standar materi serta model-model pembelajaran yang efektif dalam mencapai tujuannya”. Adapun salah satu hal yang perlu diperhatikan sebagai arah baru yaitu: Kelas PKn sebagai laboratorium demokrasi. Melalui PKn, pemahaman, sikap, dan perilaku demokratis dikembangkan bukan semata-mata melalui ”mengajar demokrasi” (teaching democraty), tetapi melalui model pembelajaran yang secara langsung menerapkan cara hidup berdemokrasi (doing democray). Penilaian bukan semata-mata dimaksudkan sebagai alat kendali mutu tetapi juga sebagai alat untuk memberikan bantuan belajar bagi siswa/mahasiswa sehingga dapat lebih berhasil di masa depan. Evaluasi dilakukan secara menyeluruh termasuk portofolio siswa dan evaluasi diri yang lebih berbasis kelas.

Pernyataan di atas mengandung makna bahwa pembelajaran PKn selayaknya dapat membekali siswa dengan pengetahuan dan keterampilan intelektual yang memadai serta pengalaman praktis agar memiliki kompetensi dan efektivitas dalam berpartisipasi. Sehingga Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Pendidikan demokrasi dapat mengembangkan cita-cita, nilai, prinsip, dan pola perilaku demokrasi dalam diri individu warganegara, dalam tatanan iklim yang demokratis.

Namun yang menjadi masalah utama dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah penggunaan metode atau model pembelajaran dalam menyampaikan materi pelajaran secara tepat, yang memenuhi muatan tatanan nilai, agar dapat diinternalisasikan pada diri siswa serta mengimplementasikan hakekat pendidikan nilai dalam kehidupan sehari-hari-belum memenuhi harapan seperti yang diinginkan. Hal ini berkaitan dengan kritik masyarakat terhadap materi pelajaran PKn yang tidak bermuatan nilai-nilai praktis tetapi hanya bersifat


(10)

politis atau alat indoktrinasi untuk kepentingan kekuasaan pemerintah. Metode pembelajaran dalam Proses Belajar Mengajar (PBM) terkesan sangat kaku, kurang fleksibel, kurang demokratis, dan guru cenderung lebih dominan one way method. Guru PKn mengajar lebih banyak mengejar target yang berorientasi pada nilai ujian akhir, di samping masih menggunakan model konvensional yang monoton, aktivitas guru lebih dominan daripada siswa, akibatnya guru seringkali mengabaikan proses pembinaan tatanan nilai, sikap, dan tindakan; sehingga mata pelajaran PKn tidak dianggap sebagai mata pelajaran pembinaan warga negara yang menekankan pada kesadaran akan hak dan kewajiban tetapi lebih cenderung menjadi mata pelajaran yang jenuh dan membosankan. Oleh karena itu guru PKN dituntut untuk lebih professional dalam penyelenggaraan pembelajaran yang inovatif, dari mulai persiapan dan perencanaan pembelajaran, bahan ajar, media pembelajaran, pendekatan dan model pembelajaran sampai pada tahap evaluasi, yang semuanya tentunya mengarah pada situasi dan kondisi pembelajaran yang demokratis, sehingga dapat membentuk budaya demokrasi di lingkungan sekolah.

Budaya demokrasi membutuhkan orang-orang atau masyarakat demokratis yaitu masyarakat yang memiliki dan menjalankan nilai-nilai demokrasi dalam kehidupannya dalam arti memiliki sikap dan perilaku demokratis. sikap dan perilaku demokratis itu tidak tumbuh dengan sendirinya juga tidak dapat begitu saja diwariskan dari orang tua kepada anak-anaknya. Namun sikap dan perilaku demokratis harus ditanamkan, diajarkan dan disosialisasikan kepada generasi muda, salah satunya melalui sekolah sebagai tempat belajar berdemokrasi. Untuk selanjutnya dipraktikan dan diamalkan dalam kehidupan bersama sehingga


(11)

kepribadian demokrasi yang tercermin dalam sikap dan perilkau demokratis akan terbentuk di lingkungan sekolah.

Berdasarkan pemikiran diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan sebuah penelitian mengenai peran PKN dalam meningkatkan sikap demokratis dikalangan siswa, yang dilakukan di SMAN 2 Garut. Penelitian yang akan dilakukan dilatarbelakangi oleh proses pembelajaran PKN di SMAN 2 Garut yang cenderung banyak dilaksanakan melalui model pembelajaran konvensional dengan menggunakan metode ceramah dimana guru mendominasi pada saat proses PBM PKN. Selanjutnya peneliti uraikan data hasil penilaian instrumen pra penelitian mengenai pandangan siswa terhadap pembelajaran PKN di SMAN 2 Garut sebagai berikut :

Tabel 1.1

INSTRUMEN PRA PENELITIAN

PANDANGAN TENTANG PEMBELAJARAN PKN DI SMAN 2 GARUT

Jumlah Responden 40 orang siswa terdiri dari 20 orang siswa kelas XI dan 20 0rang siswa kelas X, responden diambil secara acak dari setiap kelas

No Pernyataan

Alternatif Jawaban

Selalu Sering Jarang Tidak

Pernah 1. Materi PKN dikaitkan dengan pengalaman

hidup siswa. 2,5% 5% 77,5% 15%

2. Materi pembelajaran PKN bersifat aktual,

sesuai dengan kehidupan sehari-hari. 0% 37,5% 50% 12,5% 3. Guru selalu memberikan contoh yang sesuai

dengan persoalan yang terdapat di masyarakat 22,5% 22,5% 45% 10% 4. Guru PKN menerapkan model pembelajaran


(12)

5. Guru PKN menerapkan model pembelajaran yang dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.

10% 20% 47,5% 22,5%

6. Guru PKN menerapkan model pembelajaran yang dapat menempatkan siswa sebagai subyek/pusat dalam pembelajaran.

2,5% 12,5% 25% 60% 7.

Guru PKN menerapkan metode ceramah 62,5% 25% 12,5% 0% 8. Guru mendominasi pada saat proses PBM

PKN 75% 12,5% 7,5% 5%

9. Pembelajaran PKN cenderung membosankan

/menjenuhkan 37,5% 42,5% 17,5% 20%

10. Siswa tidak aktif saat proses pembelajaran

PKN 25% 55% 10% 10%

Hasil penilaian instrumen pra penelitian mengenai pandangan siswa terhadap pembelajaran PKN di SMAN 2 Garut secara lengkap terlampir.

Dari data di atas diketahui bahwa pembelajaran PKN di SMAN 2 Garut masih didominasi oleh guru yang ditunjukkan oleh data hasil sejumlah 75 % yang memilih PBM PKN selalu di dominasi oleh guru, begitu pula guru PKN diketahui tidak menggunakan model pembelajaran yang bervariasi yang ditunjukkan oleh data sejumlah 70% menyatakan jarang.

Dengan demikian untuk penelitian selanjutnya dilakukan melalui penerapan model pembelajaran yang secara langsung menerapkan cara hidup berdemokrasi (doing democray) dengan membudayakan suasana belajar demokratis yang lebih menekankan pada aktivitas siswa yang tinggi dalam belajar. Guru dan siswa berupaya untuk secara aktif mencari masalah-masalah yang aktual di lingkungan sekolah, masyarakat bangsa dan negara yang selanjutnya dikemas dalam model pembelajaran aktif dan variatif. Sehingga pembelajaran PKN diharapkan akan menambah kegairahan, semangat, motivasi, dan minat siswa untuk mengikuti pelajaran dan dapat meningkatkan sikap


(13)

demokratis pada siswa sebagai perwujudan budaya demokrasi di lingkungan sekolah. Oleh karena itu penulis menyusun penelitian ini dengan judul: Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Demokratis Berbasis Kontekstual Terhadap Peningkatan Sikap Demokratis (Studi Quasi Experiment Pada Kelas PKN Sebagai Laboratorium Demokrasi Di Kelas X SMAN 2 Garut)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah sejauhmana pengaruh efektifitas kelas PKN sebagai laboratorium demokrasi melalui penerapan model pembelajaran demokratis dengan menggunakan materi berbasis kontekstual, jika dibandingkan dengan pembelajaran PKN dengan menggunakan model pembelajaran konvensional dan tidak mengembangkan materi PKN berbasis kontekstual terhadap upaya peningkatan sikap demokratis pada siswa SMA. Agar masalah tersebut dapat diteliti secara akurat maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Apakah terdapat perbedaan peningkatan sikap demokratis siswa yang mendapat penerapan model pembelajaran demokratis serta pengembangan materi pembelajaran berbasis kontekstual dengan siswa yang mendapat penerapan model pembelajaran konvensional pada pembelajaran PKN?

2. Apakah terdapat pengaruh yang berarti antara penerapan model pembelajaran demokratis dengan peningkatan sikap demokratis siswa?


(14)

3. Apakah terdapat pengaruh yang berarti antara pengembangan materi pembelajaran PKN berbasis kontekstual dengan peningkatan sikap demokratis siswa?

4. Bagaimana respon guru dan siswa terhadap penerapan model pembelajaran demokratis dengan mengembangkan materi pembelajaran berbasis kontekstual dalam pembelajaran PKN?

C. Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan pengaruh dan keefektifan kelas PKN sebagai laboratorium demokrasi melalui penerapan model pembelajaran demokratis dengan mengembangan materi PKN berbasis kontekstual dengan pembelajaran PKN melalui penerapan model pembelajaran konvensional tanpa pengembangan materi pelajaran PKN berbasis kontekstual dalam upaya meningkatkan sikap demokratis siswa SMA. Adapun secara khusus tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui perbedaan peningkatan sikap demokratis siswa yang mendapat penerapan model pembelajaran demokratis serta pengembangan materi pembelajaran PKN berbasis kontekstual dengan yang mendapat penerapan model pembelajaran konvensional pada pembelajaran PKN. 2. Untuk mengetahui pengaruh yang signifikan antara penerapan model


(15)

3. Untuk mengetahui pengaruh yang signifikan antara pengembangan materi pembelajaran PKN berbasis kontekstual dengan peningkatan sikap demokratis siswa

4. Untuk mengetahui respon guru dan siswa terhadap penerapan model pembelajaran demokratis dengan mengembangkan materi pembelajaran PKN berbasis kontekstual dalam pembelajaran PKN.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis atau keilmuan maupun praktis atau empiris. Adapun manfaat-manfaat tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :

a. Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran khususnya dalam mengembangkan salah satu mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan yaitu Inovasi Pembelajaran PKN.

b. Praktis

1. Diketahuinya perbedaan peningkatan sikap demokratis siswa yang mendapat model pembelajaran demokratis serta pengembangan materi pembelajaran berbasis kontekstual dengan siswa yang mendapat penerapan model pembelajaran konvensional pada pembelajaran PKN.

2. Diketahuinya pengaruh yang signifikan antara penerapan model pembelajaran demokratis dengan peningkatan sikap demokratis siswa.


(16)

3. Diketahuinya pengaruh yang signifikan antara pengembangan materi pembelajaran PKN berbasis kontekstual dengan peningkatan sikap demokratis siswa.

4. Diketahuinya respon guru dan siswa terhadap penerapan model pembelajaran demokratis dengan mengembangkan materi pembelajaran PKN berbasis kontekstual dalam pembelajaran PKN.

E. Asumsi dan Hipotesis

Dalam upaya membangun budaya demokrasi membutuhkan orang-orang atau masyarakat demokratis yaitu masyarakat yang memiliki dan menjalankan nilai-nilai demokrasi yang secara aktual diwujudkan dalam sikap dan perilakunya dalam kehidupannya sehari-hari. sikap demokratis itu tidak tumbuh dengan sendirinya juga tidak dapat begitu saja diwariskan dari orang tua kepada anak-anaknya. Namun nilai-nilai demokrasi harus ditanamkan, diajarkan dan disosialisasikan kepada generasi muda, salah satunya melalui sekolah sebagai tempat belajar berdemokrasi. Di dalam penelitian ini, sebagai titik tolak dalam berfikir, penulis berpedoman pada asumsi sebagai berikut :

a. PKn sebagai wahana untuk mengembangkan kemampuan, watak dan karakter warganegara yang demokratis dan bertanggungjawab, PKn memiliki peranan yang amat penting. Mengingat banyak permasalahan mengenai pelaksanaan PKn sampai saat ini, maka arah baru PKn perlu segera dikembangkan dan dituangkan dalam bentuk standar nasional, standar materi serta model-model pembelajaran yang efektif dalam mencapai tujuannya”. Adapun salah satu hal


(17)

yang perlu diperhatikan sebagai arah baru yaitu: Kelas PKn sebagai laboratorium demokrasi. Melalui PKn, pemahaman, sikap, dan perilaku demokratis dikembangkan bukan semata-mata melalui ”mengajar demokrasi” (teaching democraty), tetapi melalui model pembelajaran yang secara langsung menerapkan cara hidup berdemokrasi (doing democray). Penilaian bukan semata-mata dimaksudkan sebagai alat kendali mutu tetapi juga sebagai alat untuk memberikan bantuan belajar bagi siswa sehingga dapat lebih berhasil di masa depan. Evaluasi dilakukan secara menyeluruh termasuk portofolio siswa dan evaluasi diri yang lebih berbasis kelas. Malik Fadjar (2004: 6-8)

b. Untuk melakukan pendidikan demokrasi diperlukan dua prasayarat, yaitu: 1) Kultur sekolah yang demokratis, yang mengilhami nilai-nilai cita-cita, prinsip-prinsip demokrasi. Sekolah merupakan laboratorium masyarakat demokratis atau sebuah mini society dan, 2) Kurikulum sekolah yang demokratis, terutama ilmu-ilmu sosial yang memadai untuk mengembangkan demokrasi. Henry P. Broughton dalam Zamroni (2001 : 46) c. Pendidikan Kewarganegaraan adalah program pendidikan yang berintikan

demokrasi politik yang diperluas dengan sumber-sumber pengetahuan lainnya, pengaruh-pengaruh positif dari pendidikan sekolah, masyarakat, dan orang tua, yang kesemuanya itu diproses guna melatih para siswa untuk berpikir kritis, analitis, bersikap dan bertindak demokratis dalam mempersiapkan hidup demokratis yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Somantri (2001:289)

Adapun hipotesis penelitian yang penulis tetapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :


(18)

1. Terdapat perbedaan sikap demokratis antara siswa yang mendapat penerapan model pembelajaran demokratis dengan pengembangan materi pembelajaran berbasis kontekstual dengan yang mendapat model pembelajaran konvensional tanpa pengembangan materi pembelajaran berbasis kontekstual pada pembelajaran PKN.

2. Terdapat pengaruh yang berarti antara penerapan model pembelajaran demokratis dengan peningkatan sikap demokratis siswa.

3. Terdapat pengaruh yang berarti antara pengembangan materi pembelajaran PKN berbasis kontekstual dengan peningkatan sikap demokratis siswa

4. Terdapat respon yang positif dari guru dan siswa terhadap penerapan model pembelajaran demokratis dengan mengembangkan materi pembelajaran berbasis kontekstual pada pembelajaran PKN.


(19)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan dua pendekatan yaitu kuantitatif dan kualitatif dengan pola the dominant-less dominant design dari cresswell (1994:177). Bagian pertama dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, dan langkah selanjutnya menggunakan paradigma tambahan dengan pendekatan kualitatif untuk pendalaman dalam penelitian ini. Pada tahap ini ditambahkan metode wawancara dan observasi.

Pendekatan kuantitatif dilakukan untuk memperoleh pengaruh serta uji beda antar variabel, dengan cara menyebarkan angket tentang variabel yang diperlukan. Sebelum data yang sebenarnya diperoleh terlebih dahulu uji coba instrumen di kelas yang berbeda, untuk mendapatkan hasil validitas dan reliabilitas instrumen penelitian. Pendekatan kualitatif dilakukan untuk memperoleh data sejauhmana respon siswa dan guru tentang penerapan metode pembelajaran yang diteliti. Adapun data diperoleh melalui observasi dan wawancara terhadap guru dan siswa. Dalam pelaksanaannya, pendekatan kualitatif tidak terbatas hanya sampai interprestasi tentang arti data itu, akan tetapi meliputi analisa terhadap interprestasi arti data itu. Karena itulah dapat terjadi sebuah penyelidikan deskriftif, sebagaimana yang dikemukakan oleh Cresswell (1994:15), bahwa :


(20)

“Qualitative research in an inquiry process of understanding based on distinct methodological traditions of inquiry that explore on distinct or human problem. The researcher builds of informans and conduct the study in a natural setting”.

Pada umumnya persamaan sifat dari segala bentuk penyelidikan deskriptif digunakan karena masalah yang sedang diteliti merupakan masalah yang sedang berlangsung sekarang. Adapun pada prisipnya penelitian kualitatif menekankan pada setiap temuan, sehingga temuan itu semakin valid sebelum dinobatkan sebagai teori. Demikian upaya yang ditempuh untuk memperoleh kesimpulan.

Untuk pendekatan kuantitatif dilakukan melalui metode quasi eksperimen, sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Gall dan Borg (2003:402) menegaskan bahwa penelitian quasi eksperimen merupakan : “A type exsperiment in which research participants are not randomly assigned to the exsperimental and control groups”. Maksudnya bahwa dalam penelitian quasi eksperimen individu tidak dipilih secara acak untuk mempunyai peluang yang sama baik dalam kelompok uji coba maupun kelompok kontrol. Adapun desain eksperimen yang peneliti lakukan adalah Pretest-Posttest, Non-Equivalent Control Group Design. Dengan merujuk pada pendapat Cresswell (1994:132), yaitu :

“In this design a popular approach to quasi exsperimental group A and the control B are selected without random assignment. Both groups take a pretest and posttest and only the exsperimental group received the treatment”.

Pendapat tersebut di atas menyatakan bahwa dalam menggunakan pendekatan quasi eksperimen, untuk menentukan kelas kontrol dan kelas eksperimen tanpa pemilihan secara acak , kedua kelas diberi pre test dan post tes dan hanya kelas eksperimen yang diberi perlakuan. Hal itu sejalan dengan


(21)

pendapat Gall dan Borg (2003:402), yaitu sebagai berikut :

“The most commonly used quasi-exsperimental design in educational research is the non-equivalent control-group design in this research participants are not randomly assigned to the experimental and control groups, and both groups take a pretest and a postest. Expect for random assignment, the steps involved in thes design are the same as for the pretest-postest experimental control-group design”.

Desian penelitian yang dimaksud terdiri dari satu kelompok eksperimen dan satu kelompok kontrol. Penelitian ini dimulai dengan adanya pretest sebelum perlakuan diberikan. Karena adanya pretest, maka pada desain penelitian tingkat kesetaraan kelompok turut diperhitungkan. Pretest dalam desain penelitian ini juga dapat digunakan untuk pengontrolan secara statistik (statistical control) serta dapat digunakan untuk melihat pengaruh perlakuan terhadap capaian skor (gain score). Post tes diberikan setelah pelaksanaan perlakuan diberikan pada kelas eksperimen, namun post tes diberikan juga pada kelas kontrol.

Tabel 3.1 Desain Penelitian

Sumber : Creswell (1994) Research Design: Qualitative and Quantitative Approaches

Keterangan :

O = pre tes dan post tes

X = Perlakuan mengajar dengan model pembelajaran demokratis A = kelas eksperimen

B = kelas kontrol, diambil dengan menggunakan teknik cluster sampling.

Group A 0 X 0


(22)

Pada bagan di atas terlihat bahwa kelompok eksperimen diberi perlakuan sedangkan kelompok kontrol tidak diberi perlakuan, keduanya diuji baik pre tes maupun post tes. Pre test dilaksanakan dengan tujuan untuk melihat bahwa baik kelas kontrol maupun kelas eksperimen memiliki tingkat homogenitas yang sama terutama aspek tingkat akademis siswa sehari-hari dalam pembelajaran PKN. Sedangkan pengujian post tes dipergunakan untuk membuktikan bahwa kelompok eksperimen yang diberi perlakuan dengan model pembelajaran demokratis berpengaruh signifikan terhadap peningkatan sikap demokratis siswa.

B. Prosedur Penelitian 1. Tahap Persiapan Penelitian

a. Melakukan studi pendahuluan yang meliputi kajian teori tentang pembelajaran demokratis, materi/konsep pembelajaran berbasis kontekstual dan sikap demokratis.

b. Menyusun perangkat pembelajaran yang meliputi analisis SK-KD, Desain Pembelajaran, Desain Penilaian, Silabus dan RPP.

c. Penyusunan Instrumen Penelitian dan pemberian skor instrumen penelitian d. Melakukan uji coba instrumen penelitian

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

a. Mengadakan pre test pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen untuk mengetahui sikap demokratis siswa pada awal pelaksanaan penelitian. b. Menerapkan model pembelajaran demokratis melalui motode-metode pembelajaran yang bercirikan demokratis dengan menggunakan materi


(23)

pembelajaran berbasis kontekstual pada kelas eksperimen. Sedangkan pada kelas kontrol diterapkan model pembelajaran konvensional tanpa menggunakan materi pembelajaran berbasis kontekstual.

c. Memberikan post test pada kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk mengetahui tingkat sikap demokratis siswa setelah mendapat perlakuan. d. Melakukan wawancara terhadap guru dan siswa untuk meminta tanggapan

terhadap penerapan model-model pembelajaran demokratis dan pengembangan materi PKN berbasis kontekstual.

3. Tahap Pengolahan dan Analisis Data

a. Memilih dan memisahkan serta mentally data yang berasal dari responden, selanjutnya memberikan skor terhadap data yang berasal dari angket dan skala sikap, kemudian memasukan skor ke dalam tabel yang sudah disediakan.

b. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan peningkatan sikap demokratis siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol dilakukan analisis kuantitatif melalui uji statistik non parametrik, dalam hal ini penulis menggunakan uji Mann Whitney.

c. Sedangkan untuk mengetahui pengaruh variabel model pembelajaran demokratis dan pengembangan materi PKN berbasis kontekstual terhadap sikap demokratis siswa digunakan analisis uji korelasi Product Moment Pearson.


(24)

Gambar 3.1. Alur Penelitian

Studi Pendahuluan mengenai pembelajaran PKN di SMAN 2 Garut

Merumuskan masalah dan menentukan tujuan penelitian

Studi literatur tentang :

• Buku-buku yang berkaitan dengan PKN sebagai pendidikan Demokrasi dan kompetensi kewarganegaraan

• Model-model pembelajaran demokratis

• Sikap dan perilaku demokratis

Implementasi Model Pembelajaran Demokratis pada

pembelajaran PKN Penyusunan instrumen penelitian

model pembelajaran demokratis dan sikap demokratis

Uji coba, validasi, Revisi

Kelompok Eksperimen

Tes Akhir (Post Test)

Tes Awal (Pre Test) Kelompok

kontrol

Angket Model

Pembelajaran Konvensional

Model Pembelajaran Demokratis

Analisis

Wawancara/ Observasi Temuan


(25)

C. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 2 Garut yang bertempat di Jalan Guntur No. 3 Kecamatan Leles Kabupaten Garut. Adapun alasan pemilihan lokasi penelitian ini adalah karena berdasarkan pada penelitian awal yang dilakukan peneliti khususnya pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, selama ini pembelajaran cenderung konvensional, pembelajaran didominasi oleh guru, dan guru PKN diketahui tidak menggunakan model pembelajaran yang bervariasi. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah kelas PKN di SMAN 2 Garut sejumlah 24 kelas, masing-masing tingkatan kelas terdiri dari 8 kelas. Pengklasifikasian kelas di SMAN 2 Garut menggunakan kriteria yang menunjukkan perlakuan yang seimbang terhadap keadaan siswa, karena disekolah ini tidak ada kelas unggulan. Sampel yang diambil sebanyak dua kelas yaitu satu kelas kontrol dan satu kelas eksperimen. Adapun yang menjadi alasan pengambilan sampel pada kelas tersebut adalah karena siswa di kedua kelas tersebut berdasarkan pada data penilaian awal guru yang menunjukkan adanya kesetaraan kemampuan yaitu dilihat dari prestasi, karakter dan kepribadian siswa. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik cluster sampling. Menurut Rozaini Nasution (2003: 55) bahwa Cluster Sampling adalah:

“Pengambilan sampel yang dilakukan terhadap sampling unit, dimana sampling unitnya terdiri dari satu kelompok (cluster). Tiap item (individu) di dalam kelompok yang terpilih akan diambil sebagai sampel. Cara ini dipakai bila populasi dapat dibagi dalam kelompok-kelompok dan setiap karakteristik yang dipelajari ada dalam setiap kelompok”.

Selanjutnya untuk lebih jelasnya mengenai lokasi, populasi dan sampel penelitian yang peneliti lakukan dapat dilihat dalam tabel berikut ini:


(26)

Tabel 3.2

Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian

Lokasi Populasi Sampel

SMA Negeri 2 Garut di Jalan Guntur No. 3 Kec. Leles- Garut

Seluruh kelas di SMAN 2 Garut, yang terdiri dari 24 kelas dengan rincian jumlah siswa per kelas adalah sebagai berikut :

Kelas X1=38 orang; X2=38orang; X3=38 orang; X4=38 orang; X5=38 orang; X6=38 orang; X7=38 orang; X8=38 orang;

XI Bahasa = 28 orang;

XI IPA1= 44 orang ; XI IPA2= 44 orang; XI IPA3= 43 orang; XI IPA4= 43 orang; XI IPS1= 40 orang; XI IPS2= 40 orang; XI IPS3= 40 orang; XII Bahasa=28 orang; XIIIPA1=44 orang; XIIIPA2=44 orang; XIIIPA3=43 orang ; XIIIPA4=43 orang ; XIIIPS1=38 orang ; XIIIPS2=38 orang ; XIIIPS3= 40 orang; Jadi jumlah seluruh siswa di SMAN 2 Garut adalah 944 orang.

Jumlah anggota sampel yang diambil dari populasi adalah terdiri dari dua kelas yaitu :

• Kelas X1 = 38 orang sebagai kelas

eksperimen, dan • Kelas X4 = 38 orang

sebagai kelas kontrol.

Sumber: STAP Tata Usaha SMA Negeri 2 Garut

D. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Variabel Penelitian

Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Variabel Bebas (variable independent/X) adalah model pembelajaraan demokratis (X1) dan pengembangan materi PKN berbasis kontekstual (X2) b. Variabel Terikat (variable dependent/Y) adalah sikap demokratis

Adapun pola hubungan antar variabel penelitian dapat digambarkan sebagai berikut :


(27)

Gambar 3.2

Hubungan antar variabel

r X1Y

r X2Y Keterangan :

X1 = Variabel Model Pembelajaraan Demokratis

X2 = Pengembangan Materi PKN Berbasis Kontekstual Y = Sikap Demokratis

r X1Y = Koefisien Korelasi Variabel dari X1 dan Y r X1Y = Koefisien Korelasi Variabel dari X2 dan Y

2. Definisi Operasional Variabel

Untuk menghindari kesalahpahaman dan mengundang penafsiran yang berbeda, maka peneliti sampaikan definisi operasional dari variabel penelitian, sebagai berikut :

a. Model pembelajaran demokratis (X1)

Dalam Kurikulum dan Hasil Belajar Model Pembelajaran Diknas (2004:25) dinyatakan bahwa pembelajaran demokratis secara filosofis merupakan pembelajaran yang “membebaskan” daripada pembelajaran yang sifatnya “membelenggu” siswa sebagai pebelajar. Ciri pembelajarannya adalah bersifat dialogis antara guru dan siswa, tidak ada dominasi dari guru. Siswa sebagai

X1

Y X2


(28)

subyek belajar dapat memaksimalkan inisiatif, pemikiran, gagasan, ide, kreativitas, dan karya. Pembelajaran yang memberikan kesempatan seluas-luasnya untuk menjadi subjek dalam proses pembelajaran. Pembelajaran yang demokratis adalah suatu bentuk upaya menjadikan sekolah sebagai pusat kehidupan demokrasi melalui proses pembelajaran yang demokratis. Secara singkat model pembelajaran demokratis merupakan proses pembelajaran yang dilandasi oleh nilai-nilai demokrasi, yaitu: (1) Penghargaan terhadap kemampuan., (2) menjunjung keadilan (3) Menerapkan persamaan kesempatan, dan memperhatikan keragaman peserta didik

b. Pengembangan Materi Pembelajaran Berbasis Kontekstual (X2)

Komalasari (2010:38) menyatakan bahwa materi pembelajaran yang dikembangkan secara kontekstual memiliki karakteristik tersendiri, dimana dalam pemilihan fakta, konsep, prinsip dan prosedur yang harus dibelajarkan kepada siswa hendaknya memperhatikan keterkaitan dengan konteks lingkungan dimana siswa berada yang meliputi berbagai bidang/lingkungan kehidupan. Semuanya itu seharusnya menjadi bahan pertimbangan guru dalam mengorganisasikan materi pembelajaran, sehingga materi pembelajaran terkait dengan kehidupan siswa, digali dari kehidupan siswa, bermamfaat bagi siswa dalam memecahkan masalah di lingkungan kehidupannya, materi pembelajaran juga sesuai dengan kebutuhan siswa. Sehingga materi pembelajaran bermakna secara luas bagi kehidupan siswa dan masyarakat di sekitarnya.

c. Sikap Demokratis (Variable Dependent/variabel terikat/ Y)


(29)

sikap siswa yang dilandasi nilai-nilai demokrasi, yaitu (1) penghargaan terhadap kemampuan, (2) menjunjung tinggi keadilan, (3) menerapkan persamaan kesempatan dan (4) memperhatikan keragaman. Dalam praktiknya para pendidik hendaknya memposisikan peserta didik sebagai insan yang harus dihargai kemampuannya dan diberi kesempatan untuk mengembangkan potensinya.

Selanjutnya secara skematik mengenai operasionalisasi variabel dapat dilihat pada tabel (terlampir).

E. Pengembangan Instrumen Penelitian

Untuk menganalisis ada tidaknya hubungan atau pengaruh pembelajaran demokratis terhadap peningkatan sikap demokratis siswa, maka peneliti membuat dua macam instrumen penelitian yaitu sejumlah skala sikap dan angket.

a. Angket

Angket disebarkan kepada siswa di kelas eksperimen dan dipergunakan untuk memperoleh data atau informasi dari siswa, mengenai sejauhmana minat dan motivasi siswa terhadap penerapan model pembelajaran demokratis pada pembelajaran PKN. Angket juga dipergunakan untuk memperoleh data atau informasi dari siswa mengenai sejauhmana penggunaan konsep/materi PKN berbasis kontekstual dalam meningkatkan sikap demokratis siswa. Untuk menyusun angket ini penulis mempergunakan indikator mengenai efektivitas penerapan model pembelajaran demokratis pada pembelajaran PKN, yaitu :

1. Tahap pengkondisian awal pembelajaran 2. Tahap pembentukan konseptual


(30)

3. Tahap pembentukan kelompok kerja 4. Tahap proses kerja kelompok

5. Tahap presentasi kelompok 6. Tahap refleksi dan reinforcement 7. Tahap penutupan pembelajaran 8. Suasana belajar mengajar

9. Norma /peraturan yang berlaku dalam pembelajaran

10. Peranan guru dan siswa (fasilitator, mediator, motivator dan evaluator) 11. Relasi dan interaksi edukatif berpola demokratis – partisipatif – dialogis 12. Pola pikir kritis – kreatif – reflektif berasaskan kebebasan berpendapat 13. Mengedepankan kolaborasi model pembelajaran inovatif ,aktif dan kooperatif 14. Iklim belajar mengedepankan prinsip 5 M (menyenangkan, mengasyikkan,

mencerdaskan, menguatkan dan memanusiakan)

15. Sarana/media dan sumber yang mendukung pembelajaran

16. Hasil belajar yang dicapai langsung, dengan cara guru mengarahkan para pelajar pada tujuan yang diharapkan.

17. Hasil belajar lainnya yang dihasilkan oleh sebuah proses belajar mengajar, tanpa pengarahan langsung dari guru.

Selanjutnya sejumlah indikator yang penulis gunakan untuk menyusun instrumen penelitian mengenai materi PKN berbasis kontekstual, yaitu :

1. Materi pembelajaran berkaitan dengan konteks lingkungan siswa berada. 2. Materi pembelajaran berkaitan dengan materi pelajaran lain secara terpadu. 3. Materi pembelajaran mampu diaplikasikan dalam kehidupan siswa.


(31)

4. Materi pembelajaran memberikan pengalaman langsung melalui kegiatan penemuan (inquiry)

5. Materi pembelajaran dapat mengembangkan kemampuan kerjasama. 6. Materi pembelajaran mengembangkan kemampuan mandiri.

7. Materi pembelajaran mengembangkan kemampuan refleksi.

8. Materi pembelajaran disesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa 9. Materi pembelajaran bersifat aktual, sesuai dengan perkembangan IPTEK. 11.Materi pembelajaran diorganisasikan dari pengalaman praktis menuju teoritis. 12.Materi pembelajaran disampaikan dari hal-hal yang mudah dipahami ke hal-hal yang sulit dipahami.

Angket disusun dengan menggunakan bentuk pilihan ganda dengan lima option jawaban. Pemberian skor dilakukan dengan menggunakan skala penilaian SSHA (Survey of Study Habits and Attudes) dengan skala berikut : option selalu diberi nilai 5; option sering diberi nilai 4; option kadang-kadang diberi nilai 3, option jarang diberi nilai 2, option tidak pernah diberi nilai 1.

b. Skala Sikap

Skala sikap yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah skala sikap model Likert yang terdiri dari lima skala. Skala ini dipergunakan untuk mengukur kecakapan-kecakapan demokratis yang mencerminkan sikap demokratis siswa. Di dalam mengukur skala sikap ini penulis berpedoman pada sejumlah indikator dari sikap demokratis, yaitu sebagai berikut :

1. Sikap mengutamakan kepentingan umum/ negara di atas kepentingan pribadi dan golongan.


(32)

2. Rela berkorban untuk negara atau kepentingan umum

3. Tanggap dan berani mengemukakan pendapat dengan baik dan benar

4. Toleran atau menghargai dan menghormati pendapat orang lain yang berbeda 5. Bersikap kritis terhadap pendapat orang lain

6. Bekerja sama dan berbagi kesempatan (sharing) 7. Mematuhi aturan main (sportifitas)

8. Cerdas dan penuh pertimbangan dalam mengambil keputusan 9. Menghormati hak orang lain

10. Menghormati kekuasaan yang sah 11. Bersikap adil dan tidak diskriminatif

12. Menjaga dan melaksanakan amanah dengan penuh tanggung jawab

Skala sikap disusun dengan menggunakan bentuk pilihan ganda dengan lima option jawaban. Option-option dalam skala sikap disusun sebagai berikut : option sangat setuju diberi nilai 5; option setuju diberi nilai 4; option ragu-ragu diberi nilai 3; option tidak setuju diberi nilai 2; dan option sangat tidak setuju diberi nilai 1. Sebaliknya untuk pernyataan yang berbentuk negatif, maka penilaiannya adalah sebagai berikut : option sangat setuju diberi nilai 1; option setuju diberi nilai 2; option ragu-ragu diberi nilai 3; option tidak setuju diberi nilai 4; dan option sangat tidak setuju diberi nilai 5.

F. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data

Pendekatan kuantitatif digunakan untuk menganalisis perbedaan pengaruh peningkatan sikap demokratis siswa yang mendapat penerapan model


(33)

pembelajaran demokratis dengan yang mendapat penerapan pembelajaran konvensional. Serta untuk menganalisis perbedaan pengaruh peningkatan sikap demokratis yang mendapat materi pembelajaran PKN yang berbasis kontekstual dengan yang tidak mendapatkan pembelajaran yang berbasis kontekstual.

Adapun teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah quesioner/ angket, skala sikap, wawancara, studi dokumentasi dan observasi. Teknik-teknik tersebut dijelaskan lebih jauh pada uraian sebagai berikut :

a. Angket

Pengumpulan data dengan jalan mengajukan suatu daftar pernyataan tertulis kepada sejumlah individu dan individu yang diberi daftar pernyataan tersebut diminta untuk memberikan jawaban secara tertulis pula. Pada penelitian ini digunakan sejumlah angket langsung dan tertutup. Dikatakan angket langsung, karena individu yang diberi angket tersebut adalah orang yang diinginkan langsung datanya yaitu siswa. Dikatakan angket tertutup, karena pertanyaan - pertanyaan dalam angket sudah disediakan alternatif - alternatif jawaban dan siswa tinggal memilih salah satu jawaban tersebut. Pada penelitian ini angket digunakan untuk mengetahui minat dan motivasi siswa terhadap model pembelajaran demokratis pada pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. b. Skala Sikap

Skala sikap yang peneliti pergunakan dalam penelitian ini adalah skala sikap model Likert yang terdiri dari 5 skala. Skala ini dipergunakan untuk mengukur peningkatan sikap demokratis siswa.


(34)

d. Wawancara

Dalam Suharsimi (1989:52) dinyatakan bahwa teknik wawancara adalah cara mengumpulkan data tentang siswa yang dilakukan dengan mengadakan percakapan antara pewawancara (guru) dengan siswa yang sedang dikumpulkan datanya. Wawancara ini ditujukan untuk mengetahui sejauhmana respon guru dan siswa terhadap pengaruh model pembelajaran demokratis dengan mengembangkan materi pembelajaran berbasis kontekstual terhadap peningkatan sikap demokratis.

e. Observasi

Di dalam pengertian psikologi, observasi atau yang disebut dengan pengamatan, meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap obyek dengan menggunakan seluruh alat indra. Jadi mengobservasi adalah pengamatan langsung melalui penglihatan, penciuman, pendengaran, peraba dan pengecap. Di sini guru sebagai peneliti melakukan pengamatan terhadap segala fenomena yang muncul dalam pembelajaran PKN sehingga guru dapat mengetahui sejauhmana peningkatan sikap demokratis pada siswa . Teknik observasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah observasi dengan menggunakan format yang sudah disiapkan sehingga peneliti tinggal memberi tanda √ pada lembar observasi.

Selanjutnya setelah instrumen penelitian ini selesai disusun kemudian diujikan kelapangan untuk kemudian diuji validitas dan reliabilitasnya. Selanjutnya dalam pengolahan data dilakukan hal-hal berikut ini :


(35)

− − − = ] ) ( ].[ ) ( [ ) ).( ( 2 2 2 2 Y Y N X X N Y X XY N rXY

1. Validitas Instrumen

Berkaitan dengan pengujian validitas instrumen, Arikunto (1995:63) menjelaskan bahwa yang dimaksudkan dengan validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat keandalan atau kesahihan suatu alat ukur. Menurut Sugiyono (2004 : 137) instrumen dikatakan valid berarti dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Untuk koefisien validitas digunakan rumus korelasi Product Moment Pearson berikut :

Keterangan :

rxy = koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y

N = banyaknya responden X = skor tiap item angket Y = skor total angket

(Sundayana, 2010 : 61)

Setelah diperoleh nilai koefisien validitas, kemudian untuk mengetahui apakah butir angket tersebut valid atau tidak, selanjutnya dilakukan pengujian dengan menggunakan uji t , dengan rumus sebagai berikut:

Nilai thitung yang dihasilkan kemudian dibandingkan dengan ttabel pada taraf nyata

sebesar α = 0,05 dan derajat kebebasan sebesar dk = n – 2. Adapun kriteria instrumen tersebut dikatakan valid, jika nilai thitung > ttabel; atau dengan

2 1 2 r n r thitung − − =


(36)

membandingkan nilai probabilitas yang dihasilkan pada uji dua pihak (sig. 2 tailed) < α = 0,05 maka butir angket tersebut valid. (Sundayana, 2010 : 69)

2. Reliabilitas Instrumen

Pengujian reliabilitas bertujuan untuk melihat ketetapan atau keajegan alat ukur yang digunakan. Untuk mengukur reliabilitas angket, digunakan rumus Cronbach Alpha (Sundayana, 2010 : 70), yaitu:

Keterangan :

r11 = reliabilitas instrumen

n = banyaknya butir pertanyaan Σ Si2 = jumlah varians item

St2 = varians total

Untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas ini digunakan tolak ukur dari Guilford dalam Sundayana (2010 : 71), yaitu :

Tabel 3.3

Klasifikasi Koefisien Korelasi Koefisien Korelasi (r) Interpretasi

0,00 ≤ r < 0,20 0,20 ≤ r < 0,40 0,40 ≤ r < 0,60 0,60 ≤ r < 0,80 0,80 ≤ r ≤ 1,00

Kecil Rendah Sedang/Cukup

Tinggi Sangat tinggi Sumber : Sundayana (2010:71) 3. Hasil Uji Coba Instrumen

Pelaksanaan uji coba instrumen dilakukan terhadap 30 siswa yang pernah mendapatkan metode pembelajaran demokratis dan pengembangan materi PKN

        −       −

=

2

2 11 1 1 t i s s n n r


(37)

berbasis kontekstual, tetapi siswa tersebut tidak termasuk dalam sampel penelitian yang dilakukan secara acak. Adapun instrumen penelitian yang diujicobakan adalah instumen A mengenai model pembelajaran demokratis (X1),

dan instrumen B berisi mengenai pengembangan materi PKN berbasis kontekstual (X2) dan instrumen C berisi sikap demokratis siswa (Y).

Instrumen A, terdiri dari 50 butir pertanyaan dengan lima alternatif jawaban, dengan skor jawaban dalam bentuk data ordinal. Skor jawaban bernilai 5 untuk jawaban yang paling tinggi sampai bernilai 1 untuk jawaban yang paling rendah. Dari hasil pengujian terungkap bahwa terdapat empat butir angket yang tidak valid, yaitu nomor 13, 27, 40 dan 49; sehingga untuk keperluan penelitian lebih lanjut maka variabel model pembelajaran demokratis digunakan 46 butir angket. Analisis lebih lanjut dapat dilihat pada lampiran.

Adapun besarnya koefisien reliabilitas untuk variabel X1 sebesar 0,9262 sehingga menurut interpretasinya termasuk yang reliabilitas yang tinggi.

Instrumen B, mengenai pengembangan pembelajaran PKN berbasis kontekstual, terdiri dari 20 butir angket dengan lima alternatif jawaban, dengan skor jawaban dalam bentuk data ordinal. Skor jawaban bernilai 5 untuk jawaban yang paling tinggi sampai bernilai 1 untuk jawaban yang paling rendah. Dari hasil pengujian ternyata, terdapat satu butir angket yang tidak valid, yaitu nomor 16; sehingga untuk keperluan penelitian lebih lanjut maka variabel pengembangan materi PKN berbasis kontekstual digunakan 19 butir angket. Adapun besarnya koefisien reliabilitasnya untuk variabel X2 sebesar 0,8922 sehingga menurut


(38)

Instrumen C, mengenai sikap demokratis siswa, terdiri dari 50 butir angket dengan lima alternatif jawaban, dengan skor jawaban dalam bentuk data ordinal. Skor jawaban bernilai 5 untuk jawaban yang paling tinggi sampai bernilai 1 untuk jawaban yang paling rendah. Dari hasil pengujian ternyata, terdapat tiga butir angket yang tidak valid, yaitu nomor 1, 15, dan nomor 32; sehingga untuk keperluan penelitian lebih lanjut maka variabel sikap demokratis siswa digunakan 47 butir angket. Adapun besarnya koefisien reliabilitasnya untuk variabel Y sebesar 0,9391 sehingga interpretasinya termasuk reliabilitas yang sangat tinggi.

G. Teknik Analisis Data

Untuk pengolahan data, langkah awal adalah menghitung nilai rata-rata (mean), median, modus (mode), nilai minimum dan nilai maksimum. Setelah deskripsi diketahui, maka untuk penyajian datanya penulis menyajikannya dalam bentuk histogram dan lengkungan kurva. Teknik pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini yakni sebagai berikut:

1. Deskripsi variabel dengan maksud untuk rnenggambarkan kondisi setiap variabel berdasarkan jawaban dari responden dengan pemberian skor masing-masing butir angket 1 s.d. 5. Untuk keperluan interpretasi skor rata-rata maka dibuatkan pedoman interpretasi sebagai berikut: Rentang = 5-1 = 4 ; Panjang interval: 4/5 = 0,8. Jadi kategori interpretasi datanya sebagai berikut:


(39)

Tabel 3.4

Pedoman Penarikan Interpretasi Rata-rata Kualitas Variabel No Rentang Kualitas Nilai /Skor Kuantitas

1 1,00 – 1,79 Sangat Rendah

2 1,80 - 2,69 Rendah

3 2,60 – 3,39 Cukup

4 3,40 – 4,19 Tinggi

5 4,20 - 5,00 Sangat tinggi

Sumber : Sundayana (2010 : 90)

H. Teknik Uji Hipotesis

1. Deskripsi peningkatan hasil belajar/peningkatan sikap demokratis siswa Setelah dilakukan pretes dan postes, kemudian skor butir angket dijumlahkan untuk mendapatkan skor total dari masing-masing siswa. Setelah skor total jawaban siswa diketahui baik dari sebelum dan sesudah model pembelajaran demokratis, maka dihitung nilai peningkatannya dengan gain ternormalisasi. Rumus gain ternormalisasi (normalized gain) menurut Meltzer (2002) dalam Sundayana (2010) sebagai berikut:

pretes skor ideal skor pretes skor -posttes skor (g) sasi Ternormali Gain =

Adapun kriteria peningkatan / gain ternormalisasi sebagai berikut: Tabel 3.5

Kriteria Nilai Gain

Kriteria Nilai Gain

tinggi ≥ 0,7

sedang 0,3 ≤ N Gain < 0,7

rendah < 0,3


(40)

2. Teknik Uji Perbedaan Peningkatan Sikap Demokratis Antara Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Selanjutnya untuk melihat perbedaan peningkatan sikap demokratis dilakukan analisis data uji perbedaan dengan teknik data yang dilakukan adalah uji Mann-Whithney. Sebelum dilakukan uji perbedaan dua rata-rata mengenai perbedaan peningkatan sikap demokratis siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol, terlebih dahulu dilakukan perhitungan mengenai deskripsi data (mean, median, modus, data terkecil, data terbesar, range, dll) serta sebaran data uji dari kedua kelompok yang dibandingkan.

2. Teknik Korelasi antar Variabel

Teknik analisis data yang dipergunakan adalah teknik analisis dengan menggunakan analisis korelatif, agar diperoleh gambaran mengenai masing-masing variabel X dan Y, digunakan analisis dengan cara penentuan kelompok berdasarkan perbandingan nilai skor responden dengan nilai ideal. Uji hipotesis hubungan antar variabel penelitian dilakukan melalui uji korelasi Product Moment Pearson.

Untuk mengetahui apakah koefisien korelasi tersebut signifikan atau tidak, maka dilanjutkan dengan uji t; dengan kriteria jika nilai thitung lebih kecil ttabel

maka koefisien korelasi tersebut tidak signifikan; atau jika nilai thitung≥ ttabel maka

koefisien korelasi tersebut signifikan. Adapun kriteria pengujian menggunakan SPSS, jika nilai sig. (2-tailed) < α = 0,05; maka koefisien korelasi tersebut signifikan; atau jika nilai sig. (2-tailed) ≥ α = 0,05 maka koefisien korelasi tersebut tidak signifikan.


(41)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan atas keseluruhan pembahasan serta beberapa temuan yang diperoleh selama penelitian dilaksanakan, maka peneliti dapat menarik kesimpulan secara umum bahwa, penerapan model pembelajaran demokratis dengan pengembangan materi pembelajaran PKN berbasis kontekstual dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap peningkatan sikap demokratis siswa. Dimana PBM ditandai dengan aktifitas dan kreatifitas siswa yang tinggi serta terjadi dialog interaksi antara guru dengan siswa serta siswa dengan siswa. Selanjutnya penulis mencoba menarik beberapa kesimpulan secara khusus, yaitu sebagai berikut :

1. Terdapat perbedaan yang signifikan antara peningkatan sikap demokratis siswa yang belajar dengan mendapatkan penerapan model pembelajaran demokratis dengan mengembangkan materi pembelajaran PKN berbasis kontekstual bila dibandingkan dengan siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional. Dimana peningkatan sikap demokratis siswa yang belajar dengan mendapatkan penerapan model pembelajaran demokratis dengan pengembangan materi pembelajaran PKN berbasis kontekstual lebih baik bila dibandingkan dengan siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional.


(42)

demokratis dengan peningkatan sikap demokratis siswa. Besarnya pengaruh model pembelajaran demokratis terhadappeningkatan sikap demokratis siswa 21,16%. Hal ini mengandung arti bahwa, model pembelajaran demokratis dapat memberikan kontribusi atau pengaruh sebesar 78,84 % terhadap peningkatan sikap demokratis siswa. Adapun faktor lainnya selain model pembelajaran demokratis yang juga dapat mempengaruhi sikap demokratis siswa diantaranya dapat berupa faktor peranan guru, sifat atau watak siswa, kebiasaan, lingkungan keluarga, masyarakat, sekolah, dan lain-lain.

3. Terdapat pengaruh yang signifikan antara pengembangan materi pembelajaran PKN berbasis kontekstual dengan peningkatan sikap demokratis siswa. Besarnya pengaruh pengembangan materi pembelajaran PKN berbasis kontekstual terhadap peningkatan sikap demokratis siswa sebesar 18,49%. Hal ini mengandung arti bahwa, pengembangan materi pembelajaran PKN berbasis kontekstual dapat memberikan kontribusi atau pengaruh sebesar 81,51 % terhadap peningkatan sikap demokratis siswa. Adapun faktor lainnya selain pengembangan materi pembelajaran PKN berbasis kontekstual yang juga dapat mempengaruhi sikap demokratis siswa diantaranya dapat berupa faktor peranan guru, sifat atau watak siswa, kebiasaan, lingkungan keluarga, masyarakat, sekolah, dan lain-lain.

4. Respon siswa dan guru positif terhadap penerapan model pembelajaran demokratis dengan pengembangan materi pembelajaran PKN berbasis kontekstual pada proses pembelajaran PKN, dimana hasil belajar yang dapat diperoleh siswa setelah model pembelajaran demokratis dilaksanakan dalam


(43)

pembelajaran PKN adalah siswa dapat meningkatkan motivasi, partisipasi, interaksi dan siswa lebih aktif dan kreatif

B. Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang telah diuraikan di atas, maka dapat dikemukakan beberapa rekomendasi dalam penerapan model pembelajaran demokratis dan pengembangan materi pembelajaran PKN berbasis kontekstual dalam rangka meningkatkan sikap demokratis siswa, yaitu:

1. Depdiknas

a. Calon guru PKN diberi bekal tentang konsep, strategi, dan model yang tepat untuk penyampaian materi tentang pembentukan karakter bangsa dan sikap demokratis.

b. Penyelenggaraan seminar perlu diadakan dengan menghadirkan nara sumber yang kompeten khususnya tentang pembelajaran dan sikap demokratis. c. Kegiatan sosialisasi tentang sikap demokrasi melalui mata pelajaran PKN

perlu dilaksanakan dalam muatan materinya, agar pembentukan karakter bangsa, menuju warga negara yang baik dapat terwujud

2. Kepala Sekolah

a. Kepala Sekolah hendaknya mampu mengarahkan dan melakukan supervisi terhadap guru PKN agar guru mampu “memanej” pembelajaran PKn yang diawali dengan merencana dengan baik rencana pembelajaran yang akan digunakan dalam proses pembelajaran di kelas.

b. Kepala Sekolah hendaknya mengaktifkan kegiatan Musyawarah Guru Mata Pelajaran PKN, sehingga melalui kegiatan MGMP guru dapat bertukar


(44)

pikiran (sharing) mengenai proses pembelajaran atau hasil belajar yang diharapkan dapat meningkatkan sikap demokratis siswa.

c. Kepala sekolah perlu memfasilitasi segala keperluan sarana dan prasarana (media, sumber dan tempat) yang dapat mendukung terselenggaranya proses pembelajaran demokratis, agar mudah terjangkau oleh siswa saat pembelajaran berlangsung serta memberikan kesempatan penambahan waktu, karena untuk mengantisipasi keterbatasan waktu pembelajaran PKN. 3. Guru PKN

a. Dalam pembelajaran PKN, guru harus kreatif mengembangkan materi PKN dengan mengangkat isu-isu yang aktual di kelas, baik dari lingkungan sekolah, daerah, nasional, maupun global. Dengan membawa isu-isu aktual di dalam kelas diharapkan akan menambah kegairahan, semangat, motivasi, dan minat siswa untuk mengikuti pelajaran.

b. Dalam proses pembelajaran PKN , guru hendaknya menggunakan berbagai media pengajaran, agar tidak terjadi kesesatan dalam proses komunikasi perlu digunakan sarana yang membantu proses komunikasi, dan

c. Untuk memperluas temuan penelitian, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut berkenaan dengan upaya peningkatan sikap demokratis siswa, yaitu mencari faktor-faktor lain selain penerapan model pembelajaran demokratis berbasis kontekstual yang berpengaruh terhadap peningkatan sikap demokratis siswa. Salah satu faktor tersebut adalah peranan guru pada saat proses pembelajaran berlangsung yang cenderung berpengaruh terhadap pengembangan sikap demokratis seseorang.


(45)

DAFTAR PUSTAKA

Al Muchtar, Suwarma, dkk. (2007). Strategi Pembelajaran PKn. Jakarta : UT Arikunto, Suharsimi. (1995). Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktik,

Jakarta: PT. Bina Aksara

Azis Wahab (2006). “Pengembangan Konsep dan Paradigma Baru PKn Indonesia Bagi Terbinanya Warga Negara Multidimensional” dalam Budimansyah & Syaifullah (ed) (2006). Pendidikan Nilai Moral Dalam Dimensi PKN. Bandung: Lab PKn FPIPS UPI.

Azwar, Saifudin. (1995). Sikap Manusia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Bakry, Ms Noor. (2002). Pendidikan Kerwarganegaraan (Kewiraan). Yogyakarta: Liberty.

Bafadal, Ibrahim. (2003). Manajemen Peningkatan Mutu Sekolah Dasar: dari Sentralisasi menuju Desentralisasi. Jakarta: Bumi Aksara.

Beyer, E.L. (1988). Creating Democratic Classrooms, The Struggle to Integrated Theory & Practice, Teacher College. New York and London : Colombia Univercity.

Borg, W.R. and Gall, M.D. (1983). Educational Research: An Introduction. London: Longman, Inc.

Branson, M.S. (1998). The Role of Civic Education. Calabasas: CCE.

Budimansyah dan Suryadi (2008), PKN dan Masyarakat Multikultural, Bandung : Program Studi PKN, SPs UPI

Budimansyah, Dasim. (2002). Model Pembelajaran dan Penilaian Portofolio, Bandung, PT. Genesindo.

Budimansyah, Dasim, (2009), Inovasi Pembelajaran Project Citizen. Bandung: Program Studi PKN SPS UPI Bandung.

Chamim, Asykuri Ibn. et.al. (2003). Civic Education: Pendidkan Kewarganegaraan Menuju Kehidupan Yang Demokratis dan berkeadaban. Yogyakarta: Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan (Diktilitbang) Pimpinan Pusat Muhammadiyah.


(46)

Creswell J.W. (1994), Research Design: Qualitative and Quantitative Approaches, Sage Publication, Thousen Oaks.

Dahl, R. (1992). Demokrasi dan Pengkritiknya; Yayasan Obor Indonesia

Djahiri AK. (1988). Analisis Temuan Penelitian Pandangan Guru PPKn SLTP dan SMU Serta Implikasinya Terhadap Pembaharuan, Kurikulum PPKN 1994. Bandung : Lab PPKn FPIPS UPI.

Edward S. AL. (1957), Techniques of Attitude Scale Construction, New York, Apleton - Century - Crofts, Inc.

Gandal, M, Finn, Jr.CE. (1992) Freedom Papers : Teaching Democracy, USA : Uneted States Information Agency.

Garforth, F.W. (Ed). (1966), An Introduction and Commentary, in John Dewey Selected Educational Writings. Heineman. London.

Harsono, (2004). Pengantar Problem Based Learning, Medika Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada

Komalasari, Kokom (2010). Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi, Bandung: PT Refika Aditama.

Khoiron. et.al. (1987). Pendidikan Politik Bagi Warga Negara. Yogyakarta: LKIS.

Lickona, T. (1992). Educating for Character, New York: Bantam Books.

Nasution, Rozaini. (2003). Teknik Sampling. Digitized by USU digital library Sumut: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Nurhadi, Agus Gerrad Senduk, (2003). Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK, Penerbit Universitas Negeri Malang: Malang. Rosyada, Dede. et.al. (2003). Pendidikan Kewarganegaraan: Civic Education

Demokrasi, Hak Asasi Manusia Masyarakat Madani. Jakarta: Prenada Media

Rusman. (2011). Model-Model Pembelajaran, Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada.

Sapriya dan Winataputra, U.S. (2004), Pendidikan Kewarganegaraan; Model Pengembangan Materi dan Pembelajaran. Bandung; Laboratorium PKn, FPIPS UPI Bandung.


(47)

Somantri, Numan. (2001). Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sparingga, Daniel. (2000). Paradigma Baru Pengemasan Pendidikan Yang Demokratis Ditinjau Dari Segi Sosiologi. Malang, IPTP.

Sudjana. (1990). Metode Statistika. Bandung : Tarsito.

Suharsimi, A. (1989). Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: PT. Bina Aksara.

Sugiyono. (2011). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta

Sundayana, Rostina.(2010). Statistika Penelitian Pendidikan. Garut: STKIP Garut Press.

Suriakusumah. (1992). Pengantar Pendidikan Kewarganegaraan dan Masalah Warganegara. Bandung: IKIP Bandung.

Suparno, Paul, dkk. (1999). Pendidikan Dasar yang Demokratis – Suatu Usulan Untuk Reformasi Pendidikan Dasar di Indonesia, Penerbit Universitas Sanata Dharma : Yogyakarta

Tilaar, HAR, et, al, (2006). Dimensi-Dimensi Hak Asasi Manusia dalam Kurikulum Persekolahan Indonesia. Bandung, PT. Alumni

Winataputra, Udin S dan Dasim Budimansyah. 2007. Civic Education:L Konteks, Landasan, Bahan Ajar dan Kultur Kelas. Bandung: Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan.

Zahorik, John A. (1995). Contructivist Teaching (Fastback 390). Bloomington Indiana: Phi Delta Kappa Educational Foundation

Zamroni. (2001). Pendidikan Untuk Demokrasi: Tantangan Menuju Civil Society. Yogyakarta: Bigraf Publishing.

Nn ."http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_Belajar_Behavioristik" hing ini Higher Education. London: Paul Chapman Publising, diunduh tanggal 25-04-2011. Pranata, pembelajaran kontruktivisme, tersedia http://puslit.petra. ac.id/journals /

interior/ 2008/05/31

Palle Qvist. Democratic learning A definition. Aalborg University. Terdapat di www.plan.aau.dk/~palle/pbldl/def_dem.pdf diunduh tanggal 6-16-2009


(48)

Co-Mimbar Pendidikan. Pemikiran Filsafat John Dewey. Tersedia : (http://education foreve blogs.ie/ kepemimpinan- demokratis- di-dalam- kelas-/2006/09/03).

Sumber Tesis, Desertasi, makalah dan Pengukuhan Guru Besar :

Fajar, Malik. (2004). “ Pendidikan Kewarganegaraan Menuju Nation and Character Bulding”, Semiloka Nasional tentang Revitalisasi Nasionalisme Indonesia Menuju Character and Nation Building, tanggal 18 Mei 2004. Komalasari, K. (2008). Pengaruh Pembelajaran Kontekstual Dalam PKN

Terhadap Kompetensi Kewarganegaraan Siswa SMP. Disertasi. Bandung : SPS UPI. Tidak Diterbitkan.

Suryadi, Ace, dan Somardi. (2000). Pemikiran Ke arah Rekayasa Kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan. Makalah disajikan dalam seminar The Needs for New Indonesian Civic Education. Bandung: CICED

Sadiman, Arif S. (2001). Paradigma Baru Pengemasan Pendidikan yang Demokratis Ditinjau dari Segi Aspek Kebijakan, Makalah Seminar Nasional Teknologi Pembelajaran di Malang.

Winataputra, H. Udin S. (2009). Diknas Model 2002-2007 . Makalah Seminar Nasional Jurusan PPKn UPI Bandung.

Winataputra, U.S. (2001) Jatidiri Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana Sistemik Pendidikan Demokrasi. Ringkasan Desertasi Doktor Pada FPIPS UPI Bandung : tidak diterbitkan.

Winataputra, H. Udin S. Desember (2003) “Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana Sistematik Perndidikan Demokrasi: Paradigma Baru Dalam Era Reformasi” . Makalah Seminar Nasional Jurusan PPKn FIP Universitas Negeri Malang

Zamroni. (2002). Demokrasi dan Pendidikan dalam Transisi: Perlunya Reorientasi Pengajaran Ilmu-Ilmu Sosial di Sekolah Menengah. Dalam Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial. Universitas Negeri Yogyakarta

Zuriah, Nurul dkk. (2008). Analisis Model Teoritik Inovasi Pembelajaran Berbasis Demokratisasi di Lingkungan Pendidikan Dasar, Laporan Hasil Penelitian Fundamental Tahap 1 tahun 2006, Ditbinlitabmas Dikti dan Lemlit UMM.


(49)

Artikel Jurnal :

Budimansyah (2007), Pendidikan Demokrasi Sebagai Konteks Civic Education Di Negara Berkembang, ACTA CIVICUS Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan, Volume 2 Nomor 2 April 2009, Bandung : SPS PKN UPI

Center for Indonesian Civic Education (CICED), (1999) Concluding Remark : Conference on Civic Education for Civil Society, Bandung

Center for Civic Education/CCE (1994). Civitas: National Standars for Civics and Government. Calabasas. CCE

ICCE. (2007). Pendidikan Kewarganegaraan: Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani. Jakarta: UIN

Quigley, C.N., Buchanan, Jr. J. H., Bahmueller, C.F. (1991). Civitas: A Frame Work for Civic Education. Calabasas: Center for Civic Education

Setiawan, D. (2009), Paradigma PKN Demokratis di Era Global, ACTA CIVICUS Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan, Volume 2 April 2009, Bandung : SPS PKN UPI

Winataputra, Udin S, Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Perspektif Internasional, ACTA CIVICUS Jurnal PKN, Volume 1, Nomor 1, Oktober 2007, Bandung : SPS PKN UPI

Sumber Perundang-Undangan :

Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU tentang Sisdiknas).

Ditjen Dikdasmen Depdiknas RI. 2003. Pendidikan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning (CTL). Jakarta : Ditjen Dikdasmen Depdiknas Depdiknas, (2003). Mata Pelajaran Kewarganegaraan, Jakarta: Dirjen

Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Menengah Umum Depdiknas.

Depdiknas. 2004. Kurikulum dan Hasil Belajar. Jakarta: Dikmenum

Depdiknas, 2006, Standar Kompetensi Kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan tahun 2006, Jakarta, Depdiknas


(50)

Depdiknas. 2006. Model – Model Pembelajaran yang Efektif. Bahan Sosialisasi KTSP. Jakarta. Depdiknas

Permendiknas No 22 tahun 2006 tentang Standar Isi. Lampiran Standar Isi PKN Depdiknas. 2007. Pedoman Pengembangan Silabus dan model, Jakarta:Depdiknas Depdiknas, (2007). Pedoman Umum: Sekolah sebagai wahana Pengembangan

Warga Negara Yang Demokratis dan Bertanggungjawab Melalui PKN. Jakarta : Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.

Ditjen PMPTK Depdiknas (2008), Strategi Pembelajaran Pendidikan kewarganegaraan Dan Ilmu Pengetahuan Sosial, Jakarta : Depdiknas


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Al Muchtar, Suwarma, dkk. (2007). Strategi Pembelajaran PKn. Jakarta : UT Arikunto, Suharsimi. (1995). Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktik,

Jakarta: PT. Bina Aksara

Azis Wahab (2006). “Pengembangan Konsep dan Paradigma Baru PKn Indonesia Bagi Terbinanya Warga Negara Multidimensional” dalam Budimansyah & Syaifullah (ed) (2006). Pendidikan Nilai Moral Dalam Dimensi PKN. Bandung: Lab PKn FPIPS UPI.

Azwar, Saifudin. (1995). Sikap Manusia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Bakry, Ms Noor. (2002). Pendidikan Kerwarganegaraan (Kewiraan). Yogyakarta: Liberty.

Bafadal, Ibrahim. (2003). Manajemen Peningkatan Mutu Sekolah Dasar: dari Sentralisasi menuju Desentralisasi. Jakarta: Bumi Aksara.

Beyer, E.L. (1988). Creating Democratic Classrooms, The Struggle to Integrated Theory & Practice, Teacher College. New York and London : Colombia Univercity.

Borg, W.R. and Gall, M.D. (1983). Educational Research: An Introduction. London: Longman, Inc.

Branson, M.S. (1998). The Role of Civic Education. Calabasas: CCE.

Budimansyah dan Suryadi (2008), PKN dan Masyarakat Multikultural, Bandung : Program Studi PKN, SPs UPI

Budimansyah, Dasim. (2002). Model Pembelajaran dan Penilaian Portofolio, Bandung, PT. Genesindo.

Budimansyah, Dasim, (2009), Inovasi Pembelajaran Project Citizen. Bandung: Program Studi PKN SPS UPI Bandung.

Chamim, Asykuri Ibn. et.al. (2003). Civic Education: Pendidkan Kewarganegaraan Menuju Kehidupan Yang Demokratis dan berkeadaban. Yogyakarta: Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan (Diktilitbang) Pimpinan Pusat Muhammadiyah.


(2)

Creswell J.W. (1994), Research Design: Qualitative and Quantitative Approaches, Sage Publication, Thousen Oaks.

Dahl, R. (1992). Demokrasi dan Pengkritiknya; Yayasan Obor Indonesia

Djahiri AK. (1988). Analisis Temuan Penelitian Pandangan Guru PPKn SLTP dan SMU Serta Implikasinya Terhadap Pembaharuan, Kurikulum PPKN 1994. Bandung : Lab PPKn FPIPS UPI.

Edward S. AL. (1957), Techniques of Attitude Scale Construction, New York, Apleton - Century - Crofts, Inc.

Gandal, M, Finn, Jr.CE. (1992) Freedom Papers : Teaching Democracy, USA : Uneted States Information Agency.

Garforth, F.W. (Ed). (1966), An Introduction and Commentary, in John Dewey Selected Educational Writings. Heineman. London.

Harsono, (2004). Pengantar Problem Based Learning, Medika Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada

Komalasari, Kokom (2010). Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi, Bandung: PT Refika Aditama.

Khoiron. et.al. (1987). Pendidikan Politik Bagi Warga Negara. Yogyakarta: LKIS.

Lickona, T. (1992). Educating for Character, New York: Bantam Books.

Nasution, Rozaini. (2003). Teknik Sampling. Digitized by USU digital library Sumut: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Nurhadi, Agus Gerrad Senduk, (2003). Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK, Penerbit Universitas Negeri Malang: Malang. Rosyada, Dede. et.al. (2003). Pendidikan Kewarganegaraan: Civic Education

Demokrasi, Hak Asasi Manusia Masyarakat Madani. Jakarta: Prenada Media

Rusman. (2011). Model-Model Pembelajaran, Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada.

Sapriya dan Winataputra, U.S. (2004), Pendidikan Kewarganegaraan; Model Pengembangan Materi dan Pembelajaran. Bandung; Laboratorium PKn, FPIPS UPI Bandung.


(3)

Somantri, Numan. (2001). Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sparingga, Daniel. (2000). Paradigma Baru Pengemasan Pendidikan Yang Demokratis Ditinjau Dari Segi Sosiologi. Malang, IPTP.

Sudjana. (1990). Metode Statistika. Bandung : Tarsito.

Suharsimi, A. (1989). Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: PT. Bina Aksara.

Sugiyono. (2011). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta

Sundayana, Rostina.(2010). Statistika Penelitian Pendidikan. Garut: STKIP Garut Press.

Suriakusumah. (1992). Pengantar Pendidikan Kewarganegaraan dan Masalah Warganegara. Bandung: IKIP Bandung.

Suparno, Paul, dkk. (1999). Pendidikan Dasar yang Demokratis – Suatu Usulan Untuk Reformasi Pendidikan Dasar di Indonesia, Penerbit Universitas Sanata Dharma : Yogyakarta

Tilaar, HAR, et, al, (2006). Dimensi-Dimensi Hak Asasi Manusia dalam Kurikulum Persekolahan Indonesia. Bandung, PT. Alumni

Winataputra, Udin S dan Dasim Budimansyah. 2007. Civic Education:L Konteks, Landasan, Bahan Ajar dan Kultur Kelas. Bandung: Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan.

Zahorik, John A. (1995). Contructivist Teaching (Fastback 390). Bloomington Indiana: Phi Delta Kappa Educational Foundation

Zamroni. (2001). Pendidikan Untuk Demokrasi: Tantangan Menuju Civil Society. Yogyakarta: Bigraf Publishing.

Nn ."http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_Belajar_Behavioristik" hing ini Higher Education. London: Paul Chapman Publising, diunduh tanggal 25-04-2011. Pranata, pembelajaran kontruktivisme, tersedia http://puslit.petra. ac.id/journals /

interior/ 2008/05/31

Palle Qvist. Democratic learning A definition. Aalborg University. Terdapat di www.plan.aau.dk/~palle/pbldl/def_dem.pdf diunduh tanggal 6-16-2009


(4)

Co-Mimbar Pendidikan. Pemikiran Filsafat John Dewey. Tersedia : (http://education foreve blogs.ie/ kepemimpinan- demokratis- di-dalam- kelas-/2006/09/03).

Sumber Tesis, Desertasi, makalah dan Pengukuhan Guru Besar :

Fajar, Malik. (2004). “ Pendidikan Kewarganegaraan Menuju Nation and Character Bulding”, Semiloka Nasional tentang Revitalisasi Nasionalisme Indonesia Menuju Character and Nation Building, tanggal 18 Mei 2004. Komalasari, K. (2008). Pengaruh Pembelajaran Kontekstual Dalam PKN

Terhadap Kompetensi Kewarganegaraan Siswa SMP. Disertasi. Bandung : SPS UPI. Tidak Diterbitkan.

Suryadi, Ace, dan Somardi. (2000). Pemikiran Ke arah Rekayasa Kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan. Makalah disajikan dalam seminar The Needs for New Indonesian Civic Education. Bandung: CICED

Sadiman, Arif S. (2001). Paradigma Baru Pengemasan Pendidikan yang Demokratis Ditinjau dari Segi Aspek Kebijakan, Makalah Seminar Nasional Teknologi Pembelajaran di Malang.

Winataputra, H. Udin S. (2009). Diknas Model 2002-2007 . Makalah Seminar Nasional Jurusan PPKn UPI Bandung.

Winataputra, U.S. (2001) Jatidiri Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana Sistemik Pendidikan Demokrasi. Ringkasan Desertasi Doktor Pada FPIPS UPI Bandung : tidak diterbitkan.

Winataputra, H. Udin S. Desember (2003) “Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana Sistematik Perndidikan Demokrasi: Paradigma Baru Dalam Era Reformasi” . Makalah Seminar Nasional Jurusan PPKn FIP Universitas Negeri Malang

Zamroni. (2002). Demokrasi dan Pendidikan dalam Transisi: Perlunya Reorientasi Pengajaran Ilmu-Ilmu Sosial di Sekolah Menengah. Dalam Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial. Universitas Negeri Yogyakarta

Zuriah, Nurul dkk. (2008). Analisis Model Teoritik Inovasi Pembelajaran Berbasis Demokratisasi di Lingkungan Pendidikan Dasar, Laporan Hasil Penelitian Fundamental Tahap 1 tahun 2006, Ditbinlitabmas Dikti dan Lemlit UMM.


(5)

Artikel Jurnal :

Budimansyah (2007), Pendidikan Demokrasi Sebagai Konteks Civic Education Di

Negara Berkembang, ACTA CIVICUS Jurnal Pendidikan

Kewarganegaraan, Volume 2 Nomor 2 April 2009, Bandung : SPS PKN UPI

Center for Indonesian Civic Education (CICED), (1999) Concluding Remark : Conference on Civic Education for Civil Society, Bandung

Center for Civic Education/CCE (1994). Civitas: National Standars for Civics and Government. Calabasas. CCE

ICCE. (2007). Pendidikan Kewarganegaraan: Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani. Jakarta: UIN

Quigley, C.N., Buchanan, Jr. J. H., Bahmueller, C.F. (1991). Civitas: A Frame Work for Civic Education. Calabasas: Center for Civic Education

Setiawan, D. (2009), Paradigma PKN Demokratis di Era Global, ACTA CIVICUS Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan, Volume 2 April 2009, Bandung : SPS PKN UPI

Winataputra, Udin S, Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Perspektif Internasional, ACTA CIVICUS Jurnal PKN, Volume 1, Nomor 1, Oktober 2007, Bandung : SPS PKN UPI

Sumber Perundang-Undangan :

Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU tentang Sisdiknas).

Ditjen Dikdasmen Depdiknas RI. 2003. Pendidikan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning (CTL). Jakarta : Ditjen Dikdasmen Depdiknas Depdiknas, (2003). Mata Pelajaran Kewarganegaraan, Jakarta: Dirjen

Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Menengah Umum Depdiknas.

Depdiknas. 2004. Kurikulum dan Hasil Belajar. Jakarta: Dikmenum

Depdiknas, 2006, Standar Kompetensi Kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan tahun 2006, Jakarta, Depdiknas


(6)

Depdiknas. 2006. Model – Model Pembelajaran yang Efektif. Bahan Sosialisasi KTSP. Jakarta. Depdiknas

Permendiknas No 22 tahun 2006 tentang Standar Isi. Lampiran Standar Isi PKN Depdiknas. 2007. Pedoman Pengembangan Silabus dan model, Jakarta:Depdiknas Depdiknas, (2007). Pedoman Umum: Sekolah sebagai wahana Pengembangan

Warga Negara Yang Demokratis dan Bertanggungjawab Melalui PKN. Jakarta : Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.

Ditjen PMPTK Depdiknas (2008), Strategi Pembelajaran Pendidikan kewarganegaraan Dan Ilmu Pengetahuan Sosial, Jakarta : Depdiknas