IMPLEMENTASI MODEL PENGEMBANGAN NILAI-NILAI DEMOKRASI MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF BAGI UPAYA PENUMBUHAN SIKAP WARGA NEGARA YANG DEMOKRATIS : Studi Deskriptif Analitik dalam Pembelajaran PKn di SMAN 1 Pontianak.

(1)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN……… . ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ……… iv

ABSTRACT……….. v

KATA PENGANTAR ... vi

UCAPAN TERIMA KASIH ... vii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 20

C. Tujuan Penelitian ... 21

D. Manfaat Penelitian ... 22

E. Metode Penelitian ... 23

F. Lokasi dan Subyek Penelitian ... 24

BAB II PERWUJUDAN NILAI-NILAI DEMOKRASI MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF DALAM PKn A. Konsep Dasar Nilai ... 25

B. Temuan Penelitian Terdahulu ... 33

C. Nilai-Nilai Demokrasi ………... ... 39


(2)

ii

E. Nilai-Nilai Demokrasi Dalam Pendidikan Umum ... 136

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ……… ... 144

B. Lokasi dan Subyek Penelitian ……… ... 164

C. Definisi Operasional ………... 165

D. Instrumen Penelitian ……….... 167

E. Teknik Pengumpulan Data ……… ... 174

F. Teknik Analisis Data ……… ... 177

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Data Penelitian ………. 181

B. Pembahasan Hasil Penelitian ……….. ... 220

C. Hasil Penelitian Pengembangan Nilai-Nilai Demokrasi Melalui Pembelajaran Kooperatif bagi Upaya Penumbuhan Sikap Warga Negara yang Demokratis …….. ... 232

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI ………. 300

A. Simpulan ……… 300

B. Rekomendasi……… .... . 304

DAFTAR PUSTAKA ………. 306


(3)

iii

DAFTAR TABEL

Tabel Nama Tabel Halaman

2.1 Mean Respons to the Instructional Strategies Evaluation ………… 35

2.2 Nilai-Nilai Inti Demokrasi dan Nilai-Nilai Terkait ………... 63

2.3 Sintak Model Pembelajaran Kooperatif ………. 127

2.4 Model Awal RPP ……… 129

3.1 Kisi-Kisi Instrumen Penelitian ……… 168

4.1 Profil Lulusan dan Siswa yang Melanjutkan di Perguruan Tinggi SMA Negeri Pontianak ………. 185

4.2 Jumlah Siswa SMA Negeri 1 Pontianak Berdasarkan Kelas dan Rombongan Belajar ……….. 186

4.3 Kualifikasi Pendidikan dan Status Kepegawaian ……….. 187

4.4 Struktur Kurikulum Kelas X SMA Negeri 1 Pontianak ………….. 189

4.5 Struktur Kurikulum Kelas XI dan XII Program IPA SMA Negeri 1 Pontianak ……….. 190

4.6 Struktur Kurikulum Kelas XI dan XII Program IPS SMA Negeri 1 Pontianak ……….. 191

4.7 Penambahan Jam Pelajaran ……….. 192

4.8 Lima Kelompok Mata Pelajaran dalam Standar Isi ……….. 194

4.9 Model RPP Guru PKn SMA Negeri 1 Pontianak ……… 200

4.10 RPP dan Skenario Pembelajaran Kooperatif (Validasi Ahli) ……. 206

4.11 RPP dan Skenario Pembelajaran Kooperatif yang Telah Dikembangkan……….. 234


(4)

iv

4.13 Paired Samples Statistics ………. 247

4.14 Paired Samples Tes ……… 248

4.15 RPP dan Skenario Pembelajaran (Pertemuan ke 1) ………. 250

4.16 RPP dan Skenario Pembelajar (Pertemuan ke 2) ……….. 254

4.17 Paired Samples Statistics ……….. 265

4.18 Paired Samples Test ……….. 266

4.19 Paired Samples Statistics ………. 268

4.20 Paired Samples Test ……….. 269

4.21 RPP dan Skenario Pembelajaran (Pertemuan ke 1) ………. 271

4.22 RPP dan Skenario Pembelajara (Pertemuan ke 2) ….………... 275

4.23 Model Akhir Pembelajaran Kooperatif (Uji Coba Terbatas) …….. 279

4.24 Model Akhir Pembelajaran Kooperatif (Uji Coba Luas) ………….. 280

4.25 Model Akhir Pembelajaran Kooperatif (Final) ………. 281

4.26 Skenario Pembelajaran Kooperatif Model Akhir ……….. 282

4.27 Paired Samples Statistics ……… 285

4.28 Paired Samples Test ……… 285

4.29 Paired Samples Statistics ……… 286

4.30 Paired Samples Test . ……….. 286

4.31 Pandangan Siswa terhadap Model Pembelajaran Kelompok ……… 287

4.32 Pandangan Guru terhadap Model Pembelajaran Kelompok ………. 291


(5)

v

DAFTAR GAMBAR

Gambar Nama Gambar Halaman

2.1 Kategori Nilai Dikonstruksi ... 31

3.1 Langkah –Langkah (alur) Penelitian ……….. ... 150

3.2 Model Konseptual dari Pengembangan Nilai-Nilai Demokrasi ... 153

3.3 Mekanisme EDS untuk Menganalis Dampak Penelitian ... 154

3.4 Implementasi Model Pengembangan Nilai-Nilai Demokrasi Melalui Pembelajaran Kooperatif ………... 159

3.5 Komponen-Komponen Analisi Data: Model Interaktif ……… 178

4.1 Model Awal Pengembangan Nilai-Nilai Demokrasi ……… 205

4.2 Model Akhir Pengembangan Nilai-Nilai Demokrasi Melalui Pembelajaran Kooperatif dalam PKn ………. 283


(6)

vi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Lampiran 1: Gambar Lokasi Penelitian ……… 317

2. Lampiran 2: Pengembangan Siabus ………. 323

3. Lampiran 3: Panduan Wawancara Kepada Guru PKn ………. 326

4. Lampiran 4: Instrumen Observasi ……… 328

5. Lampiran 5: Kuesioner Pandangan Siswa Terhadap Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif ……... 330

6. Lampiran 6: Kuesioner Pandangan Guru Terhadap Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif ……... 331

7. Lampiran 7: Hasil Pretes dan Postes Uji Coba Terbatas 1 dan 2 ….. 332

8. Lampiran 8: Hasil Pretes dan Postes Keseluruhan Uji Coba Terbatas ………. 333

9. Lampiran 9: Hasil Pretes dan Postes Uji Coba Luas ke 1 …………. 334

10. Lampiran 10: Hasil Pretes dan Postes Uji Coba Luas ke 2 ………….. 335

11. Lampiran 11: Hasil Pretes dan Postes Keseluruhan Uji Coba Lebih Luas ……… 336

12. Lampiran 12: Soal Pretes dan Postes ……….. 337

13. Lampiran 13: Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian …... 349

14. Lampiran 14: Izin Studi Lapangan / Penelitian ……….. 350

15. Lampiran 15: Permohonan Izin Melakukan Observasi/Penelitian …. 351 16. Lampiran 16: SK Pembimbing Disertasi ……… 352


(7)

1

B A B I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia sejak proklamasi 17 Agustus

1945 hingga sepakat menyatakan diri bahwa kehidupan bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara harus diatur dengan sistem pemerintahan dari rakyat,

oleh rakyat, dan untuk rakyat. Namun, praktik demokrasi dalam sejarah

ketatanegaraan pemerintahan Indonesia mengalami ketidakstabilan karena selalu

terjadi perubahan-perubahan sistem, mulai demokrasi parlemeter, demokrasi

terpimpin, hingga demokrasi Pancasila. Sistem tersebut telah

mengimplementasikan demokrasi secara berbeda sehingga terdapat hal-hal yang

bersifat positif maupun hal-hal yang negatif dan bertentangan antara esensi

demokrasi dengan pelaksanaan di lapangan. Oleh karena itu, “sudah sewajarnya

kekurangan tersebut mendapatkan kritik dari bebarapa kalangan terhadap

pemerintahan yang berkuasa berkaitan dengan praktek demokrasi dan hasil-hasil

yang dicapainya. Ketika pemerintah merespon sebaliknya, maka akan muncul

perlawanan yang dapat menyebabkan terjadinya krisis politik dan pemerintahan.

Seperti kasus pemerintahan Orde Baru,yaitu selama kurang lebih 32 tahun peran

legislatif, eksekutif, dan yudikatif lebih cenderung berada satu tangan, sistem

pemerintahan yang birokratik dan sentralistik menyebabkan terjadinya

monoloyalitas. Rakyat tidak berani untuk mengambil prakarsa dan inisiatif

mengemukakan gagasan dan berbeda pendapat. Apalagi mengoreksi kekeliruan


(8)

masyarakat maupun warga negara. Rakyat tertekan dan bergerak melakukan

perlawanan sehingga pada tahun 1998 jatuhnya kekuasaan rezim Orde Baru yang

elitis dan otoriter oleh gerakan reformasi yang menuntut demokratisasi dalam berbagai dimensi kehidupan kemasyarakatan dan kebangsaan.

Reformasi yang dilakukan juga menimbulkan sejumlah ekses negatif

terhadap kehidupan masyarakat dan bangsa. Kebebasan yang kebablasan tanpa

kendali dan keteraturan serta kesewenangan (Davis dan Mayer, 2000:126),

sehingga terjadi fenomena di masyarakat, yaitu manusia cenderung bertindak

otoriter, arogan, egois, dan unjuk rasa yang anarkis, brutal, mengeluarkan

kata-kata yang tidak pantas atau tidak santun sering menjadi santapan ketidaksetujuan

mereka terhadap suatu kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah. Banyak

terjadi peristiwa atau fenomena yang menyimpang bahkan sama sekali tidak

demokratis. “Sering terjadi demonstrasi yang berujung kerusuhan atau kebebasan pers yang berujung pada pertikaian dan saling membuka aib”

(http://www.kencus.com/2009/05/transformasi), sehingga meruntuhkan karakter bangsa, hancurnya nilai-nilai moral dan nilai-nilai demokrasi. Dalam ha ini: 1)

mudah berkembangnya tindakan kekerasan, seperti tampak dalam pelanggaran

hak asasi manusia, 2) belum kuatnya penghargaan dan toleransi terhadap

pluralisme serta mudah terjadinya konflik sosial (Sopiah, 2009: 185). Peran

lembaga pendidikan (sekolah) dalam membina nilai-nilai demokrasi dan budaya

demokrasi terlihat lemah. Sentuhan-sentuhan pendidikan termasuk proses

pembelajaran terasa sangat dangkal dan kurang menyentuh makna perkembangan


(9)

Mulai dari tingkat SD hingga SLTA, peserta didik telah dibiasakan untuk

menjadi “anak mami” yang manis, manutan, dan dilarang bertanya. Ruang belajar

telah berubah fungsi menjadi tembok pemasung yang membelenggu kebebasan

berpikir, berkreasi, bernalar, berinisiatif, dan berimajinasi. Beratnya beban

kurikulum yang mesti dituntaskan telah membuat proses belajar-mengajar

menjadi kehilangan ruang berdiskusi, berdialog, dan berdebat, guru menjadi

satu-satunya sumber belajar. Sedangkan, di tingkat perguruan tinggi, mahasiswa

dibutakan dari persoalan-persoalan politik praktis, mesti berkutat memburu ilmu

di puncak menara gading yang hendak dijadikan “robot” penguasa dalam

mengejar ambisi pertumbuhan ekonomi dan daya saing bangsa. Akibatnya, setelah

lulus mereka menjadi asing ditengah-tengah rakyat, tidak paham bahasa rakyat.

Dalam kondisi demikian, out-put pendidikan kita tidak mampu menginternalisasi

dan mengapresiasi nilai-nilai demokrasi karena pikiran dan emosi mereka

dijauhkan dari ruang berdialog maupun menghargai perbedaan pendapat sebagai

salah satu esensi demokrasi. Demikian pula, iklim belajar di kelas berlangsung

monoton, dan membosankan siswa.

Belajar dari pengalaman buruk semacam itu, maka dunia pendidikan perlu

diberi ruang yang cukup untuk membangun budaya demokrasi bagi peserta didik,

sehingga kelak mereka sanggup menjadi demokrat sejati yang punya rasa malu,

rendah hati, berjiwa besar, toleran, memiliki landasan etik, moral, dan spiritual

yang kokoh ketika bertarung dalam rimba politik. Banyak tantangan krusial dan

perubahan global seiring dengan akselerasi keluar-masuknya berbagai kultur dan


(10)

akan ikut menjadi penentu citra, kredibilitas, dan akseptabilitas bangsa kita

sebagai salah satu komunitas masyarakat dunia. Artinya, mau atau tidak, dunia

pendidikan dalam mencetak sumber daya manusia yang bermutu dan profesional

harus mempersiapkan generasi yang demokratis, sehingga memiliki sikap

resistence yang kokoh di tengah-tengah “konflik peradaban” (clash of civilization). Pertama, sikap demokratis harus menjadi salah satu aspek yang hendak dicapai dalam tujuan pendidikan. Kedua, kurikulum yang diberlakukan

harus memberikan ruang yang cukup bagi peserta didik untuk belajar

menginternalisasi dan mengapresiasi nilai-nilai demokrasi dengan memberikan

kemerdekaan untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan lewat debat, diskusi,

dan adu argumentasi dengan tetap mengacu pada nilai kebenaran dan nilai luhur

baku. Ketiga, para birokrat dan praktisi pendidikan dituntut “good-will”nya untuk

memberikan teladan cara-cara berdemokrasi yang sehat. Dalam iklim masyarakat

kita yang masih cenderung paternalistik, contoh dan tindakan nyata akan lebih

bermakna ketimbang retorika maupun ucapan verbal lainnya.

Tidak kalah pentingnya, iklim demokrasi pun harus sudah mulai

ditumbuhkan dalam lingkungan keluarga dan masyarakat, sehingga institusi

pendidikan lebih maksimal mengembangsuburkannya. Apabila iklim demokrasi

tumbuh secara kondusif yang pada gilirannya akan menjadi sebuah budaya

(culture), maka rasa sakit hati, dendam, mencari-cari “kambing-hitam” akibat kekalahan dalam sebuah demokrasi tak akan terjadi, yang menang pun tidak akan


(11)

yang indah dan niscaya bagi warga negara yang berkepribadian luhur dan

demokratis.

Gambaran ideal manusia Indonesia yang berkepribadian luhur terdapat

dalam tujuan pendidikan nasional yaitu :

Mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi masyarakat yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU No.20 Tahun 2003, Bab II pasal 3).

Dalam Undang-Undang tersebut, istilah demokrasi secara eksplisit

dinyatakan sebagai tujuan akhir dari sistem pendidikan nasional di Indonesia,

yaitu membentuk warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

Selanjutnya dalam Amandemen UUD 1945, pasal 28C ayat 1 dinyatakan bahwa

“setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan

dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu

pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas

hidupnya dan kesejahteraan umat manusia.

Dalam hal ini, setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan

dengan memberikan kesempatan mengembangkan kemampuannya agar menjadi

warga negara yang cerdas, berkarakter dalam bingkai masyarakat Indonesia yang

maju, bersatu, rukun, damai, dinamis, toleran, sejahtera, adil dan makmur, dan

bersikap demokratis. Aunurrahman (2009: 118) menyatakan bahwa “warga negara

yang demokratis adalah warga negara yang menampilkan prilaku selalu


(12)

bersama”. Prilaku atau sikap demokratis dalam kehidupan bersama orang lain,

yaitu: bersikap adil dalam segala hal, menampilkan kebebasan yang bertanggung

jawab, selalu mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan,

menghargai dan menghormati sesama, dan mengutamakan toleransi dalam

kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, prilaku dan sikap demokratis akan

terbentuk melalui pendidikan demokratis. “Pendidikan bersentuhan langsung

dengan pengembangan eksistensi manusia menjadi pilar utama untuk tumbuh dan

berkembangnya demokrasi” (Sumantri, 2009:11), sehingga, pendidikan mampu

melahirkan manusia-manusia “demokratis” (Zamroni, 2007: 155). Tanpa dengan

manusia-manusia yang memegang teguh nilai-nilai demokrasi, masyarakat

demokratis hanya akan merupakan impian belaka. Sebagaimana dikatakan

Srijanti, dkk. (2009: 49), bahwa “kehidupan demokrasi tidak akan datang, tumbuh

dan berkembang dengan sendirinya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa

dan bernegara”. Demokrasi memerlukan usaha nyata setiap warga negara dan

perangkat pendukungnya dan dijadikannya demokrasi sebagai pandangan hidup

(way of life) dalam kehidupan bernegara, berbangsa dan bermasyarakat.

Ramayulis (2008:332) menegaskan bahwa “demokrasi adalah pandangan hidup

yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama

bagi semua warga negara”

Dengan demikian, pendidikan demokratis merupakan hal yag tidak dapat

ditawar-tawar lagi untuk terus diupayakan, dilaksanakan melalui proses

pembelajaran, baik melalui pendidikan sekolah (school- based civic education)


(13)

2004 : 116). Dewey (dalam Zamroni, 2000:30), mengatakan bahwa “demokrasi

adalah pandangan hidup yang dicerminkan dengan perlunya partisipasi dari

seluruh warga yang sudah dewasa dalam membentuk nilai-nilai yang mengatur

kehidupan bersama”. Dengan demikian, demokrasi adalah menetapkan

dasar-dasar kebebasan dan persamaan terhadap individu-individu yang tidak

membedakan asal, jenis, agama, dan bahasa dalam kehidupan bersama.

Oleh karena itu, demokrasi merupakan suatu fenomena yang sangat

menarik untuk dicermati oleh semua pihak, lebih-lebih lagi oleh para pemimpin

yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab besar untuk membawa

masyarakat dan bangsanya mencapai kemajuan-kemajuan yang diharapkan

sebagaimana kemajuan-kemajuan yang telah dicapai dan diraih oleh

bangsa-bangsa lain yang lebih maju. Kepekaan para pemimpin pada tingkat atas, sampai

kepada para pemegang otoritas pada level bawah menjadi sangat penting, karena

bilamana hal ini tidak mendapat perhatian secara sungguh-sungguh justru akan

menjadi bumerang bagi upaya peningkatan kesadaran warga negara dalam

kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Disisi lain fenomena ini,

akan memberikan manfaat sebagai peluang untuk meningkatkan kesadaran akan

hak dan kewajiban sebagai warga negara, yaitu kesadaran akan pentingnya

keikutsertaan semua pihak untuk mendukung terwujudnya cita-cita bangsa yang

menginginkan dan bahkan mendambakan kemajuan dalam situasi dan tatanan

kehidupan yang kondusif, damai dan harmonis.

Tatanan kehidupan yang demokrasi itu sangat membutuhkan kultur


(14)

agar membudaya dalam kepribadian setiap warga negara. Sementara itu, unsur

kultur demokrasi yang ditampilkan oleh masyarakat sipil masih lemah.

Sebenarnya, kultur demokrasi merupakan suatu keharusan karena berkaitan

dengan budaya politik. Menurut Winataputra dan Budimansyah (2007: 219-220)

bahwa: “secara teoritik di Indonesia diperlukan pengembangan konsep civic

culture atau budaya warga negara pancasila karena sangat erat kaitannya dengan perkembangan democratic civil siciety atau masyarakat madani pancasila sebagai

masyarakat sipil yang demokratis”. “Pemikiran bahwa budaya politik berkaitan

dengan demokrasi telah meluas pengaruhnya dengan dipublikasikannya “The

Civic culture” oleh Almond dan Verba, tahun 1963” (Inglehart, 2000: 91). Oleh karena itu, nilai-nilai demokrasi perlu disosialisasikan, diinternalisasikan, bahkan

dibudayakan. Atau dengan ungkapan lain perlu dilakukan pembudayaan

demokrasi kepada generasi dan khususnya para siswa melalui pendidikan dan

pembelajaran di sekolah seperti Pendidikan Kewarganegaraan (PKn).

Pembudayaan demokrasi adalah mensosialisasikan demokrasi kepada generasi

muda maupun peserta didik (siswa) sehingga menjadi budaya.

Pembelajaran PKn yang syarat dengan nilai-nilai moral dan nilai-nilai

demokrasi yang diterapkan di sekolah selalu berorientasi pada aspek kognitif dan

kurang menyentuh aspek-aspek apektif, prilaku dan sikap siswa sehingga

pembelajaran dirasakan kering dan kurang menarik. Metode pembelajaran yang

cendrung doktriner dan monolog yang selama ini perlu ditinjau ulang dari segi

karakter belajar dan tahap-tahap perkembangan peserta didik karena


(15)

siswa secara intelektual maupun emosional serta belum sesuai dengan kebutuhan

atau tingkat perkembangan siswa (Wahab, 2007:706). Pada hal, para siswa perlu

dilatih bersikap demokratis di kelas sehingga terbentuklah budaya demokrasi

dalam kehidupan sehari-hari dengan memberikan pencerahan dalam pembelajaran

PKn yang dimulai dari: penataan materi, metode dan model pembelajaran yang

dialogis, menarik dan menyenangkan maupun skenario pembelajaran yang

berpusat pada siswa (student centered) dalam mengembangkan ketiga aspek

belajar (kognitif, apektif, dan psikomotor) dalam upaya mencapai tujuan dan hasil

belajar PKn secara kaffah. Dengan ungkapan lain, terbinanya siswa sebagai warga

negara yang baik (good citizen) yang yang cerdas, emosional dan sosial, memiliki

keadaban demokratis (Rosyada, dkk.2007: 2-3).

Dengan tumbuh dan berkembangnya demokrasi yang pada akhir-akhir ini

semakin mendapat sambutan dari semua pihak yang perlu didukung sehingga

semangat yang berkobar untuk menuju kearah demokratisasi itu akan menjadi

moment yang lebih baik. Prinsip ini sebenarnya tidak boleh terlepaskan dari

pemantapan sikap yang menaruh respek serta penghormatan pada demokrasi dan

hak asasi manusia sehingga tatanan kehidupan warga negara selalu dalam koridor

nilai-nilai demokrasi.

Nilai-nilai demokrasi tidak dapat berkembang sendiri tanpa didukung oleh

komponen-komponen kehidupan lain yang kondusif dan secara sadar harus pula

diupayakan untuk dipelihara dan ditumbuhkembangkan di dalam kehidupan


(16)

APNIEVE (1998: 56) mengatakan bahwa “demokrasi tidak mungkin tanpa

perdamaian, dan perdamaian yang sebenarnya tidak mungkin tanpa demokrasi”.

Transisi demokrasi yang telah berlangsung beberapa waktu terakhir ini

telah menunjukkan perubahan-perubahan yang signifikan di dalam kehidupan

masyarakat dan rakyat Indonesia dan di dunia. Untuk itu, perlu perbaikan sistem

politik demokrasi suatu pemerintahan. Perbaikannya meliputi dua hal, yaitu

institusi (struktur) demokrasi dan perilaku (kultur) demokrasi. Menurut Winarno

(2008:110-111) bahwa “kematangan budaya politik akan tercapai bila ada

keserasian antara struktur dengan kultur”. Membangun masyarakat dan warga

negara yang demokratis berarti usaha menciptakan keserasian antara struktur yang

demokrasi dengan kultur yang demokrasi. Warga negara yang demokratis akan

terwujud bila di negara tersebut terdapat institusi demokrasi dan sekaligus

berjalannya prilaku demokrasi. Indonesia telah memiliki struktur atau institusi

demokrasi menunjuk pada tersedianya lembaga-lembaga politik demokrasi yang

siap seperti pemerintahan, parlemen, lembaga pemilu, organisasi politik, lembaga

swadaya masyarakat, dan media massa yang terbuka dan bertanggung jawab

dalam melaksanakan tugasnya masing-masing. Sedangkan kultur demokrasi

merupakan budaya demokrasi yang perlu dibangun dan dikembangkan dalam

masyarakat melalui pendidikan.

Budaya adalah sikap hidup manusia dalam hubungannya dengan alam dan

lingkungan hidupnya (Ranjar, 2006:9). Parsons memandang budaya sebagai


(17)

dianggap sebagai sistem sosial, karena mereka membentuk suatu keseluruhan

yang bersatu dengan memperhatikan nilai-nilai, norma, dan tujuan serupa.

Untuk membudayakan nilai-nilai demokrasi diperlukan suatu teori. Karena

itu, teori adalah ilmu pengetahuan empiric sebagai konsep dari apa yang ada pada

mereka (Bachtiar, 2010:357). Parsons (dalam Lawang, 1986:114) mengemukakan

teori yang umum sifatnya (general theory) mengenai tindakan sosial. Sistem

budaya merupakan orientasi nilai dasar tentang nilai-nilai demokrasi yang akan

disosialisasikan maupun diinternalisasikan dan pola normatif merupakan

pembentukan prilaku atau sikap demokratis yang diinternalisasikan dalam struktur

kepribadian para peserta didik. Norma sikap demokratis diwujudkan dalam

hubungan sosial atau interaksi sosial masing-masing peserta didik.

Pandangan Parsons tentang tindakan manusia itu bersifat voluntaristik,

artinya karena tindakan itu didasarkan pada dorongan kemauan, dengan

mengindahkan nilai, ide dan norma yang disepakati. Tindakan individu manusia

memiliki kebebasan untuk memilih sarana (alat) dan tujuan yang akan dicapai itu

dipengaruhi oleh lingkungan atau kondisi-kondisi, dan apa yang dipilih tersebut

dikendalikan oleh nilai dan norma (Wagiyo, 2007 )

Oleh karena itu, pendidikan dihadapkan pada tuntutan yang semakin berat,

terutama dalam mempersiapkan peserta didik sebagai warga negara untuk mampu

menghadapi berbagai dinamika perubahan yang berkembang seperti pergeseran

aspek nilai dalam kehidupan masyarakat. Semua bentuk perubahan ini tentu

membawa konsekuensi logis, yaitu sekurang-kurangnya warga negara harus


(18)

menyesuaikan diri, bahkan berperan dalam mendorong terjadinya

perubahan-perubahan yang positif. Diharapkan, setiap warga negara tersebut tidak terjerat

pada pergeseran nilai yang menjurus ke arah perubahan negatif dan merugikan

diri sendiri, yaitu “manusia menjadi cenderung bertindak otoriter, arogan, egois

individualistik, materialistis, sekuler, mendewakan ciptaannya sendiri serta lupa

dan bahkan bersombong diri terhadap Maha Penciptanya.

Ditambah lagi “hilangnya keberpihakan negara pada nilai-nilai keadilan

dan padamnya ketaatan pada hukum, berkembang menjadi salah satu persoalan

serius yang mengancam keberlangsungan demokrasi di negeri ini” (LP3 Unmuh,

2002: 2). Demikian pula, peran lembaga pendidikan dalam membina nilai-nilai

demokrasi dan budaya demokrasi terlihat lemah. Sentuhan-sentuhan pendidikan

termasuk proses pembelajaran terasa sangat dangkal dan kurang menyentuh

makna-makna sesungguhnya terutama terhadap perkembangan kepribadian

peserta didik.

Mencermati berbagai kecenderungan yang dikemukakan di atas,

pendidikan umum melihat bahwa pengembangan potensi-potensi individu harus dilakukan secara menyeluruh dan terpadu. Jika dipandang dari kelahirannya

pendidikan umum hadir sebagai reaksi terhadap dan adanya spesialisasi yang

berlebihan dan pada gilirannya menjadikan ”pendidikan cenderung lebih peduli

pada pengembangan satu aspek kepribadian tertentu saja, bersifat partikular dan

parsial” (Henry, 1952: 2). Artinya adanya fragmentaris kurikulum, tidak ada

kesatuan pengalaman siswa, cenderung mengabaikan kemanusiawian siswa, ada


(19)

Oleh karena itu, pendidikan umum mengambil tanggung jawab

mengembangkan peserta didik dalam lingkup skala yang lebih luas, baik

berkenaan dengan nalar-nalar emosional, sosial, dan nilai-nilai maupun

intelektual. Dengan ungkapan lain, ”pendidikan umum (general education)

didefinisikan sebagai process of engenering essential meaning” (Phenix, 1964:

5-6). Sedangkan Tim Senat Universitas Conecticut-USA, pada tanggal 12 Mei 2003

bahwa telah menyetujui sebuah definisi yang komprehensif mengenai general

education sebagai berikut:

Pendidikan umum adalah pendidikan yang memiliki cakupan yang luas dalam ilmu pengetahuan dan memerlukan kemampuan intelektual yang baik, keahlian estetik serta pencapaian prestasi dalam kemanusiaan. Pendidikan umum terdapat pemahaman dan apresiasi terhadap keberagaman jenis ilmu pengetahuan (ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, politik, humaniora, sejumlah aplikatif dan seni). Kajian-kajian pendidikan umum memandang bahwa

pengetahuan, kemampuan dan keterampilan yang terlalu sempit dan terlalu dibatasi oleh sekat-sekat keahlian tertentu saja tidak lagi memadai untuk menanggapi dan menjawab berbagai realitas persoalan yang demikian dinamis dan kompleks.

Dalam keadaan demikian kemampuan-kemampuan personal, etika, nilai,

moral dan studi-studi integratif merupakan keseluruhan yang sangat dibutuhkan

pada setiap tahapan pendidikan. Oleh sebab itu, pendidikan umum memandang

upaya-upaya pendidikan harus meningkatkan kesatuan yang komprehensif untuk

meningkatkan kemampuan intelektual-rasional (kognitif), keterampilan dalam arti

yang luas (psikomotor), dan kemampuan emosional atau perasaan, serta kesadaran

tentang nilai-nilai.

Menurut Rokeach (1973:5), bahwa nilai adalah:

An enduring bilief (suatu keyakinan abadi) dan mode of conduct or end-state of existence (yang menjadi rujukan bagi cara bertingkah laku atau tujuan akhir eksistensi) serta conception of the preferable (yang merupakan konsepsi yang lebih baik) maupun that is personally or socially preferable


(20)

(tentang segala sesuatu yang secara personal dan sosial dipandang lebih baik).

Selanjutnya Shaver dan Strong (1982:17) mendefinisikan nilai sebagai:

Oour standards and principles for judging worth. They are the criteria by whice we judge “things” (people objects, ideas, actions, and situations) to be good, wortwile, desirable; or in the other hand, bad, wortless, despicable; or, of course, somewhere ini between these extremes.

Berdasarkan pengertian ini, nilai adalah sejumlah ukuran dan

prinsip-prinsip yang kita gunakan untuk menentukan keberhargaan sesuatu. Standard dan

prinsip-prinsip tersebut digunakan untuk menilai segala sesuatu (baik itu orang,

objek, gagasan, tindakan, maupun situasi) sehingga hal-hal tersebut bisa dikatakan

baik, berharga, dan layak; dan atau tidak baik, tidak berguna dan hina, atau segala

sesuatu yang berada di antara titik ekstrim keduanya. Dalam hal ini, Elmubarok

(2008:7) membagi bahwa “nilai dalam 2 (dua) kelompok yaitu (1) nilai-nilai

nurani (values of being) dan (2) nilai-nilai memberi (values of giving)”. Nilai-nilai

nurani adalah nilai yang ada dalam diri manusia yang kemudian berkembang

menjadi perilaku serta cara memperlakukan orang lain. Contoh: kejujuran,

keberanian, cinta damai, keandalan diri, dan lain-lain. Sedangkan nilai-nilai

memberi adalah nilai yang perlu dipraktikkan atau diberikan yang kemudian akan

diterima sebanyak yang diberikan. Contoh: setia, dapat dipercaya, hormat, cinta,

kasih sayang, dan lain-lain. Meskipun terdapat berbagai persepsi atau pandangan

yang seringkali berbeda tentang arti atau konsep nilai, namun secara umum dapat

dipahami bahwa nilai sangat berperan di dalam menentukan cara pandang,

perilaku, motivasi, bahkan menentukan kualitas hidup, arah atau tujuan seseorang.


(21)

dan demi nilai ini seseorang bersedia menderita, berkorban, mempertahankan, dan

bahkan bersedia mati”. Bahkan Sauri (2008:28) menegaskan bahwa nilai adalah

suatu keyakinan mengenai cara bertingkah laku dan tujuan akhir yang diinginkan

individu, dan digunakan sebagai prinsip atau standar dalam hidupnya”.

Sebagaimana yang ditegaskan oleh Frankel (1977:6), bahwa “nilai adalah sebagai

an ide a concept about what someone thinks is important in life”. Nilai artinya suatu gagasan atau konsep tentang segala sesuatu yang diyakini seseorang penting

dalam kehidupan. Sebagai contoh: kebebasan dan tanggung jawab adalah suatu

gagasan atau konsep yang dipandang penting bagi kehidupan demokrasi oleh

hampir semua orang. Zamroni (2001) mengatakan bahwa pengetahuan dan

kesadaran akan nilai demokrasi itu meliputi tiga hal:

1) kesadaran bahwa demokrasi adalah pola kehidupan yang paling menjamin hak-hak warga masyarakat itu sendiri, demokrasi adalah pilihan terbaik diantara yang buruk tentang pola hidup bernegara, 2) demokrasi sebuah learning proses yang lama dan tidak sekadar meniru dari masyarakat lain, 3) kelangsungan demokrasi tergantung pada keberhasilan mentransformasikan nilai-nilai demokrasi pada masyarakat.

Pendidikan begitu penting perannya membantu dan mengarahkan peserta

didik mengembangkan kapasitas kemampuan intelektual dan kepribadiannya.

Bahkan sekolah merupakan suatu sistem sosial manusia yang saling berinteraksi

antara satu dengan yang lainnya. Menurut Dewey dalam (Zamroni, 2007: 155),

bahwa :

Democracy has to be born a new in each generation and education is its midwife’. Secara lebih umum, Plato dan Aristoteles menyatakan :” Bagaimana keadaan negara, begitulah keadaan sekolah”, “ Apa yang kamu inginkan untuk negara, kamu harus juga menyediakan untuk sekolah”. Oleh karena itu, sekolah merupakan lembaga yang strategis menumbuhkembangkan nilai-nilai demokrasi sehingga terbentuk sikap warga negara yang demokratis.


(22)

Melalui upaya pendidikan di sekolah, diharapkan akan terlahir kualitas

generasi masa depan yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga cerdas

secara emosional, spiritual, dan sosial. Sebagaimana yang dikatakan Sauri

(2002;49), bahwa ”sebagai institusi sosial, sekolah memiliki peranan dan fungsi

tersendiri”. Sekolah berperan membimbing, mengarahkan siswa untuk mengenal,

memahami, dan mengaktualisasikan pola hidup yang berlaku dalam masyarakat.

Tirtahardja (1994: 18), juga menegaskan bahwa “beranjak dari filosofi, maka

setiap anak atau siswa dikarunia benih untuk bergaul, dan dapat saling

berkomunikasi yang pada hakikatnya terkandung unsur saling memberi dan

menerima”. Dengan demikian, pendidikan yang diselenggarakan di sekolah

mampu menopang tumbuhnya iklim civil society (masyarakat madani) yang

demokratis di Indonesia. Sesuai dengan makna pendidikan sebagai proses yang

sadar dan terencana, dan sosialisasi nilai-nilai demokrasi dilakukan secara

terencana, terprogram, terorganisasi. Semuanya ini merupakan kegiatan

pendidikan yang mengarah pada terwujudnya manusia Indonesia seutuhnya yang

berkepribadian. Subarkah (2009), mengatakan bahwa “kini tumbuh kebutuhan

baru untuk mencari bentuk pendidikan politik dalam bentuk pendidikan

kewarganegaraan yang lebih cocok untuk latar pendidikan”, sehingga diharapkan

benar-benar dapat meningkatkan kedewasaan seluruh warganegara yang mampu

berpikir, bersikap, dan bertindak sesuai dengan cita-cita, nilai dan prinsip

demokrasi, yang pada gilirannya dapat meningkatkan kualitas kehidupan


(23)

Namun kenyataannya bahwa “praktik pelaksanaan pendidikan di sekolah

masih seringkali terdapat persepsi keliru bahwa upaya pengembangan

aspek-aspek nilai ini hanya merupakan kewajiban guru-guru bidang studi tertentu saja”

(Saad, 2001: 30), sehingga ada guru-guru yang mengasuh bidang studi yang lain

merasa bahwa mereka hanya bertanggung jawab mengajarkan materi pelajaran

yang menjadi muatan bidang studi yang diajarkannya saja. Sesungguhnya

pertumbuhan dan perkembangan peserta didik merupakan tujuan yang ingin

dicapai oleh semua sekolah dan guru, dan itu berarti sangat keliru jika guru hanya

bertanggung jawab menyampaikan materi pelajaran pada bidang studinya saja.

Pada hal, setiap guru memegang peranan strategis terutama dalam upaya

membentuk watak bangsa melalui pengembangan kepribadian dan nilai-nilai

demokrasi peserta didiknya secara kaffah.

Meskipun pengembangan nilai-nilai demokrasi secara keseluruhan

menjadi tanggung jawab semua guru, kepala sekolah bahkan seluruh pengurus

sekolah, tentu guru-guru agama dan dan khususnya guru-guru Pendidikan

Kewarganegaraan (PKn) memiliki tanggung jawab yang lebih besar dan spesifik.

Sapriya dan Winataputra (2004 : 117) menjelaskan bahwa “arah pengembangan

pendidikan kewarganegaraan bertujuan untuk mengembangkan kehidupan yang

demokratis”. Dalam hal ini dilakukan dengan cara merangsang partisipasi aktif

warga negara dalam masyarakat dan membelajarkan kemampuan pengambilan

keputusan politik dalam sistem demokrasi konstitusional. Sejalan dengan itu,

Sopiah (2009: 184) mengatakan bahwa “pengembangan PKn ke depan sebagai


(24)

sebatas mengembangkan warga negara yang demokratis, tetapi juga hendak

mengembangkan pemberdayaan warga negara (citizen empowerment), memfungsikan sebagai pendidikan multicultural, memperkokoh nasionalisme

dengan menekankan pendekatan political nation untuk melengkapi pendekatan

lama political nation. Pendidikan demokrasi melalui PKn difokuskan pada

peletakkan dasar yang kokoh bagi berkembangnya civil society sebagai basis

negara demokrasi.

Demikian pula, Veldhuis (1998) menyatakan bahwa “keberhasilan

demokrasi umumnya ditentukan partisipasi masyarakat dalam proses dan dalam

respon dari sistem kebutuhan yang populer”. Lebih lanjut dikatakannya, bahwa

warga negara yang demokratis tidak dilahirkan melainkan diciptakan (dibuat)

dalam proses sosialisasi tentang nilai-nilai tersebut sehingga menjadi manusia

yang berharga atau bernilai.

Dengan demikian, demokrasi harus dipelajari dan perlu dipelihara serta

diwariskan kepada dari satu generasi ke generasi berikutnya. Hal ini adalah tugas

praktisi pendidikan atau guru, dan juga ahli politik dan pemerintahan baik melalui

lembaga kemasyarakatan maupun lembaga persekolahan. Oleh karena itu,

sangatlah tepat bahwa “tugas pendidikan di sekolah secara substantif menyangkut

sosialisasi, diseminasi, dan aktualisasi konsep, sistem, nilai, budaya, dan praktik

demokrasi melalui pendidikan” (Azra, 2001), sehingga bertujuan mempersiapkan

dan penumbuhan sikap warga negara yang demokratis. Untuk hal itu, “nilai-nilai

demokrasi harus disemaikan, ditanamkan dan dipupuk dan dibesarkan melalui


(25)

warga negara” (Majelis Dikti Litbang PP Muhammadiyah, 2002:i), dan “nilai-niai

demokrasi sesungguhnya sangat diperlukan untuk mengembangkan kehidupan

yang demokratis” (Aunurrahman, 2009 : 120).

Berdasarkan dari paparan pada bagian latar belakang ini maka dapat

dipahami bahwa, (1) pendidikan dan pembelajaran memainkan peran penting

dalam membentuk sikap warga negara yang demokratis, yaitu warga negara yang

mampu hidup bersama dalam suasana kebebasan, kedamaian, kekeluargaan dan

keharmonisan. Namun dalam kenyataannya, ternyata pendidikan belum mampu

merealisasikan peran tersebut. Hal ini terbukti dari historis sejarah kepemimpinan

nasional yang memasung nilai-nilai demokrasi (32 tahun pemerintahan ORBA).

(2) Pembelajaran kooperatif sebagai pendekatan pembelajaran dimaksudkan

untuk mengedepankan pola pembelajaran yang berpusat pada siswa (student

centered) guna mengurangi atau paling tidak menyeimbangkan peran guru dan siswa dalam pembelajaran PKn. Namun, selama ini, pembelajaran PKn

cenderung berpusat pada guru dengan teknik ceramah, dan tanya jawab sehingga

kurang optimal terjadi interaksi edukatif yang intensif, baik antara siswa dengan

guru, maupun siswa dengan sesama siswa dan dengan lingkungan pembelajaran.

Pada hal, bila dilihat dari dimensi tujuan pembelajaran PKn, maka pola

pembelajaran yang ideal dikembangkan adalah membelajarkan siswa agar mereka

memahami nilai-nilai moral termasuk nilai-nilai demokrasi sehingga mampu

menerapkannya atau mengimplementasikan dalam kegiatan sehari-hari. (3)

SMAN 1 Pontianak sebagai salah lembaga pendidikan sesungguhnya bertanggung


(26)

mengaplikasikan nilai-nilai demokrasi dalam prilakunya sehari-hari, namun

selama ini yang dipraktikkan di SMAN 1 Pontianak belum begitu kondusif bagi

pembinaan nilai-nilai demokrasi.

Untuk mencapai hal tersebut, guru harus berupaya membelajarkan siswa

melalui pembelajaran kooperatif yang sangat cocok dan terbaik untuk

mengarahkan, menggerakkan, dan membimbing siswa dalam mengembangkan

nilai-nilai demokrasi sehingga diharapkan akan tumbuh sikap warga negara yang

demokratis dalam kehidupan sehari-hari bersama orang lain.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan paparan di atas maka permasalahan utama dalam peneitian ini

adaaha, ” Model Pengembangan Nilai-Nilai Demokrasi Melalui Pembelajaran

Kooperatif yang bagaimanakah yang dapat menumbuhkan sikap warga negara

yang demokratis dalam pembelajaran PKn ? ” Dari permasalahan utama tersebut

selanjutnya dirinci menjadi beberapa pertanyaan penelitian, yaitu :

1. Bagaimanakah proses dalam upaya mengembangkan nilai-nilai demokrasi

yang termuat dalam kurikulum PKn bagi upaya menumbuhkan sikap warga

negara yang demokratis ?

2. Bagaimanakah mengembangkan skenario pembelajaran kooperatif dalam

pengembangan nilai-nilai demokrasi kepada siswa ?

3. Aktivitas-aktivitas apa sajakah yang dilakukan siswa dalam pembelajaran

kooperatif untuk membentuk sikap yang demokratis ?

4. Sarana dan media apa sajakah yang menunjang dalam pembelajaran


(27)

5. Bagaimanakah proses evaluasi bagi penentuan keberhasilan kegiatan

pembelajaran demokrasi terhadap siswa di sekolah ?

6. Bagaimanakah hasil pengembangan nilai-nilai demokrasi bagi upaya

menumbuhkan sikap siswa yang demokratis ?

C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan model pengembangan

nilai-nilai demokrasi melalui pembelajaran koperatif untuk menumbuhkan sikap warga

negara yang demokratis. Secara khusus tujuan penelitian ini, yaitu ingin

mengetahui:

1. Proses dalam upaya mengembangkan nilai-nilai demokrasi yang termuat

dalam kurikulum PKn bagi upaya menumbuhkan sikap warga negara yang

demokratis

2. Skenario pembelajaran kooperatif dalam pengembangan nilai-nilai

demokrasi kepada siswa.

3. Aktivitas-aktivitas yang dilakukan siswa dalam pembelajaran kooperatif

untuk membentuk sikap yang demokratis.

4. Sarana dan media yang menunjang dalam pembelajaran kooperatif untuk

pengembangan nilai-nilai demokrasi.

5. Hasil pengembangan nilai-nilai demokrasi bagi upaya menumbuhkan sikap

siswa yang demokratis.

6. Proses evaluasi bagi penentuan keberhasilan kegiatan pembelajaran


(28)

D. MANFAAT PENELITIAN

Hasil-hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi

berbagai pihak:

1. Bagi pengembangan ilmu: Kontribusi Keilmuan Pendidikan Umum pada

tataran konseptual, penelitian ini diharapkan bisa memberikan sumbangan

pemikiran dalam mengkonstruksi atau menyusun muatan nilai yang

idealnya tercakup pada program pendidikan umum/nilai. Kemudian pada

tataran praktikal, model yang dihasilkan melalui penelitian ini diharapkan

bisa membantu proses dan cara-cara melakukan pembelajaran pada

pelaksanaan pendidikan umum.

2. Bagi sekolah hasil penelitian ini memberikan masukan-masukan bagi

upaya-upaya perbaikan dan penyempurnaan kegiatan-kegiatan

pembelajaran, terutama dalam mengembangkan inovasi atau model

pembelajaran, dan lebih khusus mengembangkan nilai-nilai demokrasi

dalam upaya menumbuhkan sikap warga negara yang demokratis. Hasil

penelitian ini diharapkan juga dapat menjadi salah satu bahan kajian guna

mengembangkan model-model pembelajaran yang lebih dinamis dan

inovatif sesuai dengan peran yang diemban oleh sekolah.

3. Bagi guru, khususnya guru PKn bahwa hasil penelitian ini dapat menambah

nuansa baru, terutama dalam melaksanakan praktik pembelajaran yang

memberikan penekanan lebih mendalam pada keaktifan siswa serta

penekanan pada bentuk pembelajaran yang diarahkan untuk


(29)

4. Bagi para peneliti, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi data dan

informasi awal untuk ditindaklanjuti dalam berbagai bentuk penelitian dan

pengembangan lanjutan dalam ruang dan kajian yang lebih luas.

E. METODE PENELITIAN

Penelitian ini lebih dititikberatkan pada upaya untuk mengkaji suatu

proses dan fenomena secara menyeluruh dan saling terkait. Pendekatan utama

yang digunakan adalah kualitatif. Mcmillan dan Schumacer (2001 : 398)

mengatakan bahwa “penelitian kualitatif didasarkan pada realitas merupakan

sesuatu yang bersifat ganda, saling berinteraksi, dan didalamnya terjadi pertukaran

pengalaman-pengalaman sosial, dan yang diinterpretasikan oleh setiap individu”.

Penelitian ini juga menggunakan pendekatan kuantitatif sehingga metode yang

digunakan adalah “Research and Development (R&D) dari Borg“ (1981 : Gall,

Gall & Borg, 2003). Model penelitian dan pengembangan adalah “a process used

develop and validate educational product”. Artinya suatu proses pengembangan dan memvalidasi hasil dari praktik-praktik pendidikan.

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk membuat dan

mengimplementasikan model pengembangan nilai-nilai demokrasi melalui

pembelajaran kooperatif untuk menumbuhkan sikap warga negara yang

demokratis.

Oleh karena itu, prosedur penelitian dan pengembangan dilakukan melalui

beberapa langkah secara berurutan, mulai dari mengumpulkan hasil-hasil

penelitian dan informasi, merencanakan bentuk penelitian yang akan


(30)

merivisi model, melakukan ujicoba lapangan, melakukan revisi produk,

melakukan uji coba lapangan secara operasional, melakukan revisi akhir terhadap

model, hingga melakukan desimenasi dan penyebaran.

F. LOKASI PENELITIAN DAN SUBYEK PENELITIAN

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan Kelas XI Sekolah Menengah Atas Negeri 1

Pontianak yang terletak di Jalan Kalimantan Kecamatan Pontianak

Selatan Kota Pontianak Provinsi Kalimantan Barat.

2. Subyek penelitian

Subyek dalam penelitian ini terdiri dari : a) Para siswa, b) Guru-guru


(31)

144

BAB III

METODE PENELITIAN

A. PENDEKATAN PENELITIAN

Penelitian ini dirancang untuk mengimplementasikan model

pengembangan nilai-nilai demokrasi melalui pembelajaran kooperatif. Sesuai

dengan rancangan penelitian tersebut, maka informasi dan fenomena-fenomena

yang terjadi dan ditemukan selama proses penelitian akan dipaparkan secara

naratif dan mendalam berdasarkan perspektif partisipan (dalam hal ini guru, dan

siswa). Dengan demikian, implementasi model pengembangan dapat diketahui

secara jelas dalam suatu proses secara menyeluruh. Disamping itu, dapat diketahui

pula dampak penelitian ini terhadap upaya penumbuhan sikap warga negara yang

demokratis, baik berkenaan dengan proses pengembangan nilai-nilai demokrasi

maupun penerapannya melalui pembelajaran kooperatif di sekolah. Model

pengembangan nilai-nilai demokrasi siswa, dan peningkatan pengetahuan serta

sikap yang demokratis melalui pembelajaran kooperatif sebagai salah satu model

pengembangan dalam pendidikan nilai.

Penelitian ini lebih dititik beratkan pada upaya untuk mengkaji suatu

proses dan fenomena secara menyeluruh dan saling terkait. Oleh karena itu,

pendekatan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

kualitatif. Mcmillan dan Schumacer (2001 : 398), mengungkapkan bahwa

“penelitian kualitatif didasarkan asumsi mengenai realitas merupakan sesuatu


(32)

pengalaman-pengalaman sosial yang diinterpretasikan oleh setiap individu”,

sehingga diyakini bahwa realitas sesungguhnya merupakan sebuah konstruksi

sosial ketika individu atau kelompok menemukan atau memperoleh sejumlah

makna dalam satu kesatuan yang spesifik, seperti dari beberapa peristiwa, orang,

proses atau tujuan. Karena itu, pendekatan kualitatif lebih melihat sesuatu

sebagaimana adanya dalam satu kesatuan yang saling terkait dan lebih

menekankan pada proses dari pada dampak atau hasil (Creswell, 1994 : 145).

Penelitian, yang hanya melihat proses tanpa mengkaji dampak dari suatu

model pengembangan, belum dapat mencapai kesimpulan yang komprehensif.

Oleh karena itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui dampak dari

pembelajaran kooperatif sebagai salah model bagi upaya penumbuhan sikap

warga negara yang demokratis.

Oleh karena itu, dalam penelitian ini selain menggunakan pendekatan

kualitatif sebagai pendekatan utama, juga menggunakan pendekatan kuantitatif.

Dengan kata lain, secara keseluruhan penelitian ini akan menggunakan

pendekatan kuantitatif dan kualitatif secara terpadu (mixing) agar mencapai hasil

yang optimal. Denzin (1970 dalam Branen, 1993 : 13) mengungkapkan bahwa

“kombinasi strategi dalam penelitian bertujuan menguji suatu masalah penelitian

yang sama sehingga akan meningkatkan perhatian terhadap validitas konklusi

yang diperkaya dengan data”. Karena itu, “sejumlah keterangan atau fakta

kualitatif mungkin dapat membantu mengurangi sesuatu yang tidak dapat

disimpulkan secara statistik (in a statistical sense) dari temuan-temuan kualitatif”


(33)

mengemukakan bahwa “tidak ada sesuatu yang paling benar karena sesungguhnya

kehidupan memiliki multi-faced”. Oleh karena itu, triangulasi dengan

mengkombinasikan multy-method akan lebih meningkatkan internal validity data,

dan berbagai fenomena atau peristiwa yang terjadi dan ditemukan dalam

penelitian akan diuraikan secara rinci dan mendalam. Hal tersebut sangat penting

karena dengan “ uraian yang rinci, spesifik, dan jelas maka objektivitas penelitian

akan semakin dapat diwujudkan (Gall & Borg, 2003 : Myrdal, 1981 : 23). Melalui

perspektif pendekatan kualitatif, penelitian memiliki tujuan yang sangat mendasar,

yaitu peneliti akan berhasil mendapatkan sejumlah data dan informasi yang

lengkap dan detail berdasarkan perspektif partisipan, terutama dari para siswa,

guru dan kepala sekolah. Makna dari setiap fenomena yang ditemukan

berdasarkan perspektif partisipan memiliki arti yang sangat penting untuk

memperoleh justifikasi bagi kelayakan aplikasi dan implementasi model

pengembangan nilai-nilai demokrasi dalam pembelajaran kooperatif sebagai

upaya penumbuhan sikap demokratis melaui suatu proses secara lebih luas. Atas

dasar itulah, kerangka pikir yang digunakan dalam penelitian ini adalah kerangka

pikir induktif sehingga kajian dalam studi ini akan dilihat sebagai keseluruhan

yang utuh.

Secara lebih spesifik, pendekatan kualitatif dalam penelitian ini digunakan

mulai dari kegiatan penelitian pendahuluan mengenai gambaram umum sekolah

termasuk visi, misi dan tujuan sekolah; jumlah guru dan siswa, gambaran umum

pembelajaran PKn serta untuk mendapat data dan informasi yang berkenaan


(34)

kegiatan penelitian pendahuluan dilakukan wawancara dengan Kepala SMAN 1

Pontianak. Sedangkan untuk mendapatkan data dan informasi yang berkenaan

dengan model pengembangan nilai-nilai demokrasi dengan melakukan wawancara

kepada guru PKn yang mengajar pada sekolah tempat yang akan dilaksanakan

model pengembangan. Selanjutnya merencanakan model pengembangan

nilai-nilai demokrasi yang dituangkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP)

bersama guru PKn, dan juga menentukan langkah-langkah pelaksanaan kegiatan

pembelajaran kooperatif yang dibelajarkan kepada para siswanya, melakukan

pengamatan partisipatif terhadap proses pembelajaran kooperatif, dan mengamati

perkembangan sikap dan prilaku siswa sebagai warga negara yang demokratis

melaui observasi, angket dan tes serta mewancarai guru PKn dan kuesioner yang

harus diisi oleh guru PKn yang terlibat dalam model pengembangan ini.

Kemudian menyajikan hasil model pengembangan nilai-nilai demokrasi melalui

pembelajaran kooperatif. Penyajian hasil model pengembangan ini bertujuan

untuk mengetahui perkembangan berbagai fenomena yang terjadi dalam upaya

penumbuhan sikap siswa sebagai warga negara yang demokratis pada

pembelajaran PKn di sekolah. Semua fenomena yang terjadi dan berkembang,

dan terus peneliti amati dan merupakan salah satu indikator penting untuk menilai

pengetahuan, pemahaman dan penguasaan siswa maupun guru sehingga diperolah

data yang bersifat kualitatif untuk dianalisis dan disajikan secara naratif.

Demikian pula, seluruh informasi yang diperoleh melalui kegiatan perencanaan,

pelaksanaan, implementasi, dan evaluasi model pengembangan nilai-nilai


(35)

melakukan evaluasi terbatas dan evaluasi lebih luas terhadap proses implementasi

model pengembangan nilai-nilai demokrasi melalui pembelajaran kooperatif yang

dilaksanakan oleh guru PKn di sekolah. Selain itu, peneliti juga mengamati proses

pembelajaran kooperatif secara terus menerus dan merekam seluruh hasil yang

dilakukan guru.

Sementara itu, pendekatan kuantitatif dikembangkan untuk mengetahui

dampak implementasi model pengembangan terhadap peningkatan pengetahuan

maupun wawasan tentang nilai-nilai demokrasi dalam proses pembelajaran

kooperatif pada mata pelajaran PKn, perkembangan nilai-nilai demokrasi

dikalangan siswa, dan peningkatan pemahaman terhadap model pengembangan

sebagai salah satu model pengembangan nilai. Dampak pengembangan model ini

dapat dilihat dengan menggunakan instrument kuesioner dan tes yang diberikan

kepada siswa yang mengikuti proses pembelajaran model pengembangan ini baik

sebelum (pretes) maupun sesudah (postes). Dalam penganalisisan data pretes dan

postes digunakan uji statistik. Sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai seperti

dikemukakan diatas, maka desain pendekatan kuantitatif yang sesuai dengan

penelitian ini adalah desain eksperimental (Campbell dan Stanley, 1963 :8).

Kombinasi antara pendekatan kualitatif dan kuantitatif diharapkan akan

menghasilkan kesimpulan akhir penelitian ini sebagai hasil analisis dari kedua

pendekatan tersebut dalam bentuk paparan yang saling melengkapi agar dapat

mewujudkan objektifitas dan validitas penelitian secara optimal.

Salah satu tujuan penelitian ini adalah membuat model pengembangan


(36)

Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan pemahaman secara cermat tentang

fenomena-fenomena yang terjadi dan berkembang sejalan dengan proses model

pengembangan. Selain itu, perlu pula dipahami bahwa dampak pengembangan

model tersebut bagi upaya penumbuhan sikap warga negara yang demokratis.

Dengan demikian, penelitian ini terarah pada dua tujuan mendasar, yaitu

mengungkapkan proses membuat model pengembangan yang saling terkait dan

mengetahui dampak dari implementasi model pengembangan tersebut dalam

pembelajaran.

Telah dijelaskan bahwa pendekatan kualitatif digunakan dalam penelitian

ini untuk mendapatkan data atau informasi yang berhubungan dengan proses

pembuatan model pengembangan. Sementara itu, pendekatan secara kuantitatif

dilakukan untuk mengetahui dampak model pengembangan nilai-nilai demokrasi

melalui pembelajaran kooperatif. Oleh karena itu, maka pada akhir kegiatan akan

dilakukan evaluasi melalui tes dan kuesioner yang telah dipersiapkan. Penelitian

yang dilakukan untuk mengetahui proses segaligus dampak model pengembangan

ini menjadi alasan mendasar digunakannya kombinasi antara pendekatan kualitatif

dan kuantitatif secara terpadu. Sesuai dengan tujuan tersebut maka penelitian ini

menggunakan metode Research and Development (R&D) dari Borg (1981 : Gall,

Gall & Borg, 2003). Proses penelitian dan pengembangan menurut Borg (1981 :

222) adalah “suatu penelitian yang dilakukan melalui beberapa langkah dan

prosedur secara berurutan”. Langkah-langkah tersebut meliputi: (1) studi

pendahuluan, (2) perumusan model konseptual, (3) validasi model konseptual, (4)


(37)

coba luas, (8) analisis dan pembahasan, (9) kesimpulan dan rekomendasi.

Langkah-langkah tersebut dituangkan dalam bentuk gambar seperti tampak pada

halaman berikut.

Gambar 3.1 : Langkah-langkah (alur ) Penelitian

Evaluasi & Revisi

Analisis/ Pembahasan

Uji Coba Luas

Revisi Model

Uji Coba Terbatas

Refleksi & Revisi Model Konseptual

Validasi Model Konseptual

Perumusan Model Konseptual

Studi Pendahuluan

MODEL AKHIR

MODEL IMPLEMENTASI

MODEL KONSEPTUAL


(38)

1. Studi Pendahuluan

Model pengembangan nilai-nilai demokrasi melalui penelitian ini

diharapkan dapat menjadi model yang aplikatif bagi upaya penumbuhan sikap

warga negara yang demokratis. Oleh karena itu, perlu dilakukan beberapa

langkah mulai dari upaya menemukan dan merumuskan model konseptual,

menemukan dan mengembangkan model implementatif hingga menemukan

model akhir setelah melalui sejumlah langkah uji coba, validasi, dan evaluasi.

Langkah awal yang dilakukan untuk menghasilkan model

konseptual adalah melakukan studi pendahuluan. Studi pendahuluan

diarahkan pada dua sasaran kegiatan pokok, yaitu mengkaji teori dari

bahan-bahan pustaka, baik berupa buku teks, jurnal, sumber-sumber hasil penelitian,

dan kajian lainnya yuang berkaitan langsung dengan model pengembangan,

dan melakukan pengkajian tempat penelitian, dalam hal ini adalah SMA

Negeri 1 Pontianak.

Pengkajian teori terutama diarahkan untuk memberikan landasan

yang kokoh terhadap implementasi model pengembangan nilai-nilai

demokrasi dalam penelitian ini. Beberapa aspek pokok tentang teori yang

dikaji melalui studi pendahuluan ini berhubungan dengan konsep dan

pemahaman mendasar tentang nilai-nilai demokrasi maupun pembelajaran

kooperatif dan sejumlah hasil penelitian yang mendukung efektivitas

implementasi model tersebut pada berbagai setting atau latar yang berbeda.

Sedangkan beberapa aspek pokok yang menjadi arah kajian terhadap lembaga


(39)

dikaji pula visi, misi, tujuan lembaga dan profil lulusan yang diharapkan.

Data kajian yang diperoleh melalui studi pendahuluan sangat berarti bagi

pembuatan dan penelitian model selanjutnya.

2. Perumusan Model Konseptual

Hasil analisis dari studi pendahuluan yang dilakukan, baik yang

berkenaan dengan kajian literatur maupun telaahan terhadap beberapa aspek

kelembagaan SMA Negeri 1 Pontianak, menjadi kerangka dasar dalam

perumusan model konseptual. Oleh karena itu, model konseptual yang

dirumuskan dalam penelitian ini adalah recana pelaksanaan pembelajaran

(RPP) merupakan model untuk pengembangan nilai-nilai demokrasi yang akan

diimplementasikan melalui pembelajaran kooperatif dalam Mata Pelajaran

PKn di SMA Negeri 1 Pontianak. Model konseptual ini mencakup beberapa

langkah yang saling terkait, mulai dari kegiatan awal atau perencanaan sampai

pada evaluasi model.

Berikut ini digambarkan model konseptual, yaitu model pengembangan


(40)

Gambar 3.2. Model Konseptual dari Model Pengembangan Nilai-Nilai

Demokrasi

Sesuai dengan rumusan konseptual, kegiatan awal meliputi persiapan

berbagai perangkat instrumen yang diperlukan dan penyusunan RPP. Proses

pelaksanaan meliputi kegiatan pokok berupa implementasi model melalui

pembelajaran kooperatif yang diikuti dengan pemantauan (monitoring) dan

pengecekan. Pada langkah ini, dilakukan pengamatan terhadap proses

pembelajaran PKn di sekolah dan melakukan wawancara dengan guru PKn

disekolah tersebut. Hasil pengamatan dan wawancara kemudian dianalisis

hingga menemukan tujuan dan aspek-aspek yang diamati dalam proses

pembelajaran PKn dan aspek-aspek pokok yang diperoleh melalui wawancara.

Semua kegiatan yang diamati oleh peneliti dan hasil-hasil monitoring ini

menjadi bagian dari sumber data dalam penelitian ini sehingga dapat

dirumuskan konsep model RPP yang akan dikembangkan setelah melalui

pengkajian dan evauasi.

PERENCANAAN/ PERSIAPAN

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN DAN

INSTRUMEN

IMPLEMENTASI (Pengumpulan data &

analisis temuan

Penyusunan Laporan

PEMAPARAN HASIL KEGIATAN AWAL PROSES PELAKSANAAN EVALUASI


(41)

Evaluasi dilakukan melalui pendekatan kuantitatif dengan melakukan

pengamatan dan pencatatan secara cermat tentang aspek-aspek pengetahuan

dan nilai-nilai demokrasi yang berkembang melalui pembelajaran kelompok

maupun hasil wawancara, hasil kuesioner kepada guru PKn serta para siswa.

Selain itu, evaluasi juga digunakan untuk mengadakan tes keberhasilan

pembelajaran nilai-nilai demokrasi.

Jika dianalisis dengan model transaksi pendidikan atau mekanisme EDS

(Effector, Detector, dan selector), model pengembangan nilai-nilai demokrasi

untuk mencapai tujuannya dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 3.3 Mekanisme EDS (Effector, Detector, Selector) untuk

menganalisis dampak penelitian (dimodifikasi Dari Somantri, 2001 : 78)

SISWA RPP PENGEMBANGAN

NILAI-NILAI DEMOKRASI

DI SMAN 1 PONTIANAK

EFFEKTOR PELAKSANAAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF /

PENGUMPULAN DATA (Pengamatan PBM & wawancara, analisis

temuan, diskusi hasil)

IMPLEMENTASI MODEL

EVALUASI MODEL melalui pengamatan langsung, wawancara, kuesioner, dan tes

SELECTOR

HASIL PENELITIAN 1. Peningkatan pemahaman

dan penguasaan terhadap nilai-nilai musyawarah, keadilan, kebebasan, persamaan, kemajemukan, dan nilai toleransi 2. Berkembangnya sikap

demokratis, bersikap adil, keberanian dan tanggung jawab, kebersamaan, kehangatan hubungan 3. Tumbuhnya budaya/prilaku demokratis siswa DETECTOR


(42)

Dampak pengembangan model yang diharapkan adalah meningkatnya

pemahaman dan penguasaan nilai-nilai demokrasi siswa di SMA Negeri 1

Pontianak sebagai effector. Model pengembangan nilai-nilai demokrasi dalam

penelitian ini merupakan salah satu upaya untuk penumbuhan sikap demokratis

siswa dalam proses pembelajaran nilai-nilai demokrasi PKn di sekolah. Oleh

sebab itu, model pengembangan ini dapat dikatakan juga sebagai bentuk transaksi

pendidikan. Perubahan yang diharapkan adalah: 1) meningkatnya pemahaman dan

penguasaan terhadap nilai-nilai musyawarah, keadilan, kebebasan, persamaan,

kemajemukan, dan nilai toleransi; 2) tumbuhnya sikap demokratis, yaitu bersikap

adil, keberanian dan tanggung jawab, kebersamaan, kehangatan hubungan; 3)

terbentuknya budaya dan prilaku demokratis di kalangan siswa. Oleh karena

itulah, perubahan ini masuk dalam kriteria detector. Penilaian selama proses

model pengembangan akan berguna jika diikuti dengan penilaian atas perubahan

yang terjadi pada sikap siswa yang demokratis di SMA Negeri 1 Pontianak.

Karena itulah, teknik-teknik evaluasi yang berkesinambungan berperan sebagai

selector untuk menilai perubahan-perubahan tersebut.

3. Validasi Model Konseptual

Validasi dilaksanakan untuk meningkatkan keyakinan terhadap

ketepatan model konseptual yang telah dirumuskan. Prosedur validasi model

konseptual ini dilakukan melalui konsultasi dan diskusi intensif terhadap para

ahli, dalam hal ini para dosen pembimbing (promotor, ko-promotor dan

pembimbing anggota) dan beberapa praktisi pendidikan menengah. Selain itu,


(43)

konseptual juga dilakukan melalui tukar pikiran (dialog) dengan sejumlah

teman sejawat yang telah memiliki pengalaman dalam pengembangan model

penelitian sejenis. Hasil konsultasi dan diskusi pemantapan model ini dapat

menjadi dasar pertimbangan bagi peneliti dalam melakukan evaluasi dan

refleksi pada tahap berikutnya.

4. Refleksi dan Revisi Model Konseptual

Pemikiran yang tertuang melalui berbagai saran yang diberikan oleh

berbagai pihak dalam proses validasi model konseptual merupakan bahan

pertimbangan yang sangat berharga bagi peneliti untuk melakukan revisi model

konseptual yang telah dirumuskan sebelumnya. Beberapa aspek pokok dan

mendasar yang merupakan revisi model konseptual adalah : pertama,

pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini sebelumnya hanya

menggunakan pendekatan kualitatif. Namun, selanjutnya berkembang menjadi

penggabungan atau perpaduan (mixing) dari pendekatan kualitatif dan

kuantitatif. Pendekatan kuantitatif dalam bentuk eksperimen terutama

diarahkan untuk mengukur perubahan pengetahuan dan nilai-nilai demokrasi

yang terjadi pada siswa sebagai akibat pengembangan model ini ; kedua,

sumber data dan aspek kajian makin diperluas, yaitu dengan mengkaji

kurikulum yang digunakan oleh SMA Negeri 1 Pontianak, terutama mata

pelajaran PPKn. Selain itu, sumber data tidak hanya berasal dari siswa yang

terlibat dalam model pengembangan, tetapi juga guru, kepala sekolah dan staf

di lingkungan SMA Negeri 1 Pontianak, yang telah diarahkan untuk menggali


(44)

bersumber dari buku maupun dari hasil-hasil penelitian sebelumnya. Selain

beberapa aspek pokok tersebut, terdapat perubahan teknis yang menyangkut

penuturan bahasa tulis dan sejumlah perbaikan teknis lainnya. Seluruh saran,

pemikiran positif, dan bahan refleksi dan evaluasi dalam tahap ini

menghasilkan model konseptual dalam kerangka penelitian ini. Pada tahap

berikutnya, model konseptual ini akan diujicobakan dengan mengikuti

langkah-langkah yang telah ditentukan dalam kerangka penelitian.

5. Uji Coba Terbatas

Uji coba terbatas dilakukan untuk melihat kelayakan suatu model

RPP agar dapat dikembangkan dalam ruang lingkup yang lebih luas, termasuk

mencermati kemungkinan timbulnya kendala dalam pengembangan yang lebih

luas. Pelaksanaan uji coba terbatas model pengembangan RPP ini dilakukan

guru mata pelajaran PKn yang membelajarkan siswa kelas XI IPA3 tahun

pelajaran 2010/2011. Siswa yang terlibat sebanyak 31 orang. Uji coba ini

dikembangkan pada mata pelajaran PKn.

Sesuai dengan prosedur perencanaan model RPP pengembangan

nilai-nilai demokrasi, siswa dibelajarkan melalui pembelajaran kooperatif oleh guru

mata pelajaran PKn. Peneliti melakukan koordinasi, kolaborasi dan kerja

sama. Pengumpulan data dilakukan melalui pengamatan terhadap proses

pembelajaran di kelas dan wawancara terhadap guru yang mengajar PKn.

Kegiatan akhir dari uji coba terbatas ini adalah menganalisis

temuan-temuan model RPP pengembangan nilai-nilai demokrasi untuk dilakukan


(45)

6. Revisi Model

Revisi model dilakukan berdasarkan catatan atau kesimpulan yang

diperoleh melalui proses uji coba terbatas yang telah dilakukan. Tujuan revisi

model ini adalah untuk menyempurnakan model sebelum uji coba dilakukan

secara luas.

Beberapa aspek temuan dari hasil uji coba terbatas menjadi dasar bagi

penyempurnaan model untuk pelaksanaan uji coba secara luas.

7. Uji Coba Secara Luas

Uji coba secara luas dalam penelitian merupakan langkah lebih lanjut

setelah melakukan revisi model dari proses uji coba terbatas. Alur kegiatan dari

implementasi model pengembangan nilai-nilai demokrasi melalui pembelajaran


(46)

Gambar 3.4 Implementasi Model Pengembangan Nilai-Nilai Demokrasi

Melalui Pembelajaran kelompok

Langkah-langkah operasional yang ditempuh dalam implementasi

pelaksanaan uji coba model secara luas digolongkan menjadi tiga langkah

pokok, yaitu kegiatan perencanaan, implementasi atau pelaksanaan, dan

evaluasi dengan beberapa aspek kegiatan yang menyertainya.

Pada tahap awal model pengembangan ini, kegiatan pokok yang

dilakukan adalah mempersiapkan berbagai hal yang berkaitan dengan model

yang akan dikembangkan. Hal-hal yang dilakukan adalah membahas

aspek-aspek kegiatan yang akan dilakukan, memformulasikan arah, sasaran, dan

tujuan kegiataan, dan mendiskusikan berbagai hal yang dianggap penting dan Penyajian materi

melalui pembelajaran

Kooperatif

Post Tes

Menyiapkan instr & kep. penel

Pengamat/wawanc ara Pre Tes

Pembahasan instrumen

Analisis Data Observasi partisipan

Wawancara (kepala sekolah, guru, dan siswa SMA Negeri 1)

Temuan, kesimpulan & dalil

penelitian Merancang

Kegiatan Penelitian


(47)

berkaitan langsung dengan implementasi model pengembangan nilai-nilai

demokrasi melalui pembelajaran kooperatif yang akan dilakukan. Kegiatan

berikutnya dalam tahap awal ini adalah menyusun RPP, mempersiapkan materi

pelajaran, mempersiapkan media, dan mempersiapkan penilaian pembelajaran

yang akan dilaksanakan dalam penelitian.

Pada tahap pelaksanaan, membentuk kelompok 4-6 orang setiap

kelompok siswa untuk melakukan kegiatan diskusi membahas nilai-nilai

demokrasi secara intensif. Kegiatan pembelajaran kelompok ini diamati oleh

peneliti agar terarah pada sasaran penelitian yang hendak dicapai, yaitu

menemukan model pengembangkan nilai-nilai demokrasi PPKn. Selain itu,

mengamati nilai-nilai yang ditampilkan siswa dalam proses pembelajaran

PPKn.

Pengumpulan data dalam proses uji coba luas ini ditempuh melalui dua

pendekatan, yaitu pendekatan kualitatif dan pendekatan kuantitatif. Melalui

pendekatan kualitatif, pengumpulan data dimulai dari proses perencanaan,

implementasi, dan evaluasi. Semua fenomena yang berkembang merupakan

data yang harus dikumpulkan secara lengkap agar peneliti dapat mengambil

kesimpulan akhir dari keseluruhan proses model pengembangan ini.

Sedangkan melalui pendekatan kuantitatif, proses uji coba model ini

diawali dengan pengelompokkan siswa menjadi tiga kelompok yang diambil

dari 3 kelas, yaitu kelas XI IPA1, Kelas XI IPA2 dan Kelas XI IPS1.

Penentuan kelompok dilakukannya secara acak berdasarkan kelas (kelompok


(1)

Huntington. P.Samuel.(1997). Gelombang Demokratisasi Ketiga. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti. Terjemahan dari judu Asli: The ThirdWape Democratization in the lates twintiets century (1989). Carl Albert Center, University of Oclahoma.

Inglehart Ronald. (2000). “Culture and Democracy” dalam Harrison Lawrence E, Huntington Samuel P (Eds). 2000. Culture Matter, How values Shape Human Progress. New York: Basic Book.

Ishak, S. Dkk. (1997). Materi pokok Pendidikan IPS di SD, Jakarta: Depdikbud Universitas Terbuka.

Johnson, D.W., Johnson, R.T., Holubec, E.J. (1994). Cooperatif Learning in the Classroom. USA: Association for Supervision and Curiculum.

Joyce B., Marshal W., Calhoun, E. (2000). Models Of Teaching (sixth Ed.) Allyn and Bacon. Johnson, David W. Dan Johnson, Roger T. (1994). Cooperation and Competition: Theory and

Research. Edina. MN: International Book Company.

---, (1998). Cooperative Learning and Sosial Independence Theory: Cooperative Learning – Together We Stand, Divided We All. (Online). Tersedia:

http://www.clcrc.com/pages/SIT.html (24 Pebruari 2001).

---, (1998). Promoting Safe Education and Community Environment: The Three Cs Program. (Online). Tersedia: http://www.clcrc.com/pages/promoting. html (24 Pebruari 2001).

---, (2001). The Cooperative Learning Center At The University of Minnesota. (Online). Tersedia:http://search.yahoo.com/bin/search?p=cooperative+ learning +research (24 Pebruari 2001).

---, (2001). Cooperative Learning, Values, and Culturally Plural Classrooms. (Online). Tersedia: http://www.clcrc.com/pages/cland. html (24 Pebruari 2001).

---, (2001). The Cooperative School. (Online). Tersedia: http://www.clcrc.com/pages/cs. html (24 Pebruari 2001).

---, (2001). Academic Contraversy. (Online). Tersedia:

http://www.clcrc.com/pages/academic. html (4 Maret 2001).

Johnson, David W. at.al. (1992). Coperative Learning: Increasing College Faculty Instructional Productivity. ERIC Digest. (Online). Tersedia:


(2)

Johnson, David W. Dan Johnson, Roger T. dan Stand, Mary Beth. (2000). Cooperative Learning Methodes: A Meta-Analysis. (Online). Tersedia: http://www.clcrc.com/pages/cl-

methodes.html (24 Pebruari 2001).

Joyce, Bruce dan Marsha Weil. (2000). Model of Teachings. (Six Ed) Boston: Allyn and Bacon. Kantor Prinsipal Unesco Untuk Kawasan Asia Pasifik dan Universitas Pendidikan Indonesia.

(2000). Belajar Untuk Hidup Bersama Dalam Damai dan Harmoni. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Kansil, C.S.T dan Kansil, Christine S.T, (2006). Modul Pancasila dan Kewarganegaraan, Jakarta : PT. Pradnya Paramita.

Kerr, D (1999) Citizenship Education In The Curriculum: An International Review National Foundation For Educational Research (NFER) UK.

Killen, Roy. (1998). Effective Teaching Strategies: Lessons from Research and Practice. Australia: Social Science Press.

Kohlberg, L dan Candee, D. (1984). “The Relationship of Moral Judgement to Moral Action”, dalam Morality Moral Behavior, and Moral Development. (Kurtines, W.M. dan Gewirtz, J.L (ed). Canada: JohnWilley ands sons, Inc.

Komalasari, K (2008). Pengaruh Pembelajaran Kontekstual dalam Pendidikan Kewarganegaraan terhadap Kompetensi Kewarganegaraan Siswa SMP (Disertasi). Bandung : Program Pasca Sarjana UPI.

Kupperman, J.J. (1983). The Fondation of Morality. London: George Allen & Unwin.

Lasmawan, I. W. (1997). Pengembangan Model Cooperative Learning dalam Pembelajaran IPS di SD (Tesis Tidak Diterbitkan), Bandung: PPs IKIP Bandung.

Lawang, Robert M.Z. (1986). Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Jakarta: PT.Gramedia.

Lie, A. (2008). Cooperative Learnin:, Mempraktikan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas, Jakarta: PT Grasindo

Lincon, Y.S. & Guba, E.G. (1985). Naturalistik Inquiry. Beverly Hills, London : Sage Publications.

Lickona, T. (1992) Education For Character How Aur School Can Teach Respect and Responsibility, Bantam Books, New York.

Lubis, Yunawan, (2009). Pengembangan Kesadaran Berkonstitusi Warga Negara Muda Melalui PKn. Acta Civicus Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan, Volume 3, Nomor 1, Bandung: Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.


(3)

Martorella, P.H. (1994). Social Studies for Elemtary School Children Developing young Citizen, New York: MCK Milan.

Micklethwaith J and, Wooldridge A. (2000). A Future Perpect, The Challenge and Hidden promise of Globalzation. New York: Crown Publisher.

Mc.Conn, David. (1994). Implementing Computer Supported Cooperative Learning. London: Biddles Ltd.

Mc. Millan, J. H. & Schumacher, S. (2001). Research Education. New York : Longman.

Miles, M. B. dan Huberman, A.M. (1992). Analisis Data Kualitatif : Buku Sumber tentang Metode-Metode Baru. (Penerjemah : Tjetjep Rohendi Rohidi). Jakarta : UI-Press.

Morris, Rt Hon E. (2001). “Proffesionalism and Trust – the Future of Teachers and Teaching”. SME Departemen for Education an Skill. (Online). Tersedia:

http://www/askati.org.uk/pdfs/121101.pdf.

Moore, gary w. (1983). Developing and evaluating Educational Research. Boston: Litle Brown Company.

Mulyana, R. (2004). Pendidikan Nilai. Bandung: Alfebeta.

Megawangi, R (2004). Pendidikan Karakter. Jakarta : Indonesia Heritage Foundation. Nasution. (1996). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung : Tarsito.

Nurhadi, Agus GS. (2003). Pembelajaran Kontekstuals dan Penerapannya dalam KBK. Malang: Universersitas Negeri Malang (UMPRESS).

Nurmala, K dan Syaifullah (2009). Memahami Pendidikan Kewarganegaraan. Laboratorium PKn. Universitas Pendidikan Indonesia.

Oliver, D & Shaver, J.P. (1992). Teaching Public Issues in the High School, Boston: Houghton Miffilin.

Pranadji, Tri. (2004). Perspektif Pengembangan Nilai-Nilai Sosial-Budaya Bangsa, Jurnal AKP. Volume 2 No.4, Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Phenix, P.H. (1964). Realms of Meaning. New York: Mc. Graw Hill Book.

Ranjabar, Jacobus. (2006). Sistem Sosial Budaya Indonesia Suatu Pengantar. Bogor: Ghalia Indonesia.


(4)

Rokeah, Milton. (1973). The Nature of Human Values, New York: The Free Press.

Rosyada,dkk. (2005). Demokrasi, Hak Asasi Manusia, & Masyarakat Madani, Jakarta : Prenada Media.

Rosyada. (2007). Paradigma Pendidikan Demokrasi : Sebuah Model Pelibatan Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan, Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

Sanusi, A. (1983). Pendidikan Alternatif: Menyentuh Azas Dasar Persoalan Pendidikan dan Kemasyarakatan. Bandung: PT Grafindo Media Pratama.

Sapriya dan Winataputra, Udin S. (2004). Pendidikan Kewarganegaraan: Model Pengembangan Materi dan Pembelajaran. Bandung: Lab.PKn Jurusan PKn- FPIPS UPI Bandung.

Sauri, S. (2002). Pengembangan Strategi Pendidikan Berbahasa Santun di Sekolah (Studi Kasus di SMUN 2 Bandung), Disertasi Doktor pada SPs UPI Bandung: tidak diterbitkan.

---. (2006). Pendidikan Berbahasa Santun. Bandung: Genesindo.

Sopiah, Pipih. (2009). Pengaruh Aplikasi Pembelajaran PKn Berbasis Fortofolio Terhadap Pengembangand Budaya Kewarganegaraan, Acta Civicus Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan, Volume 2, Nomor 2, Bandung: Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.

Srijanti,dkk. (2009). Pendidikan Kewarganegaraan untuk Mahasiswa. Jakarta: Graha Ilmu. Subarkah, Muhamad. (2009). Paradigma Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Wahana

Sistemik Pendidikan Demokrasi. Tersedia. (http://muhamadsb-tekhnologipendidikan.blogspot.com/2009/03.

Sugiyono. (2008). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Penerbit CV, Alfabeta.

Sumaatmadja, Nursid. (2002). Konsep dan Eksistensi Pendidikan Umum. Bandung: FPS IKIP Bandung.

Suprijono, Agus. (2009). Cooperative Learning Teori dan Aplikasi Paikem, Surabaya: Pustaka Pelajar.

Syach, M. (2000). Psikologi Pendidikan Suatu pendekatan Baru, Bandung: Remaja Rosdakarya. Syaodih, Nana S. (2005). Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. (cetakan ke 7),

Bandung: Pt.Remaja Rosda Karya.

Slavin, Robert E. (1995). Coopertaive Learning, Teory, Research, and Practice, Scond Edition, Boston London: Ally and Bacon.


(5)

--- (1995). Research on Cooperative Learning and Achievement: What We Know What We Need to Know. http://www.succesforall. net/resources/ cooplearn.html (24 Pebruari 2001).

Stalh, Robert J. (1983). Cooperative Learning in Social Studies: Hand Book for Teacher. USA: Kane Publishing Service, Inc.

Seels, Barbara B, and Richey, Rita C, (1994). Instructional Technology The Definition and Domains of the Field. Washington DC: Association for Educational Communications and Technology.

Solihati, Etin, dan Raharjo, (2008). Cooperative Learning, Analisis Model Pembelajaran IPS, Jakarta: Bumi Aksara.

Somad, Abdul, M. (2007). Pengembangan Model Pembinaan Nilai-Nilai Keimanan dan Ketaqwaan Siswa Sekolah ( Studi Kasus Di SMAN 2 Bandung). Disertasi Doktor pada SPs UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Sukanta. (2007). Dalam Sidang Penentuan Simbol dan Logo Pendidikan Nilai Sekolah Pasca Sarjana UPI. Bandung.

Sumantri. E. (1996). Pendidikan IPS Ditinjau dari Perspektif Aktualisasinya: Strategi Pengembangan IPS dalam Menghadapi Abad XXI, Jakarta: IKIP Jakarta.

--- (2008). Seabad Kebangkitan Nasional, Revitalisasi dan Reaktualisasi Kebangkitan Nasional Menuju Indonesia Baru Yang Adil dan Sejahtera. Bandung: CV. Yasindo Multiaspek

--- (2009). Pendidikan Umum, Bandung : Program Studi Pendidikan Umum SPs UPI.

Somantri, M.N. (2001). Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. (dedi Supriadi dan Rohmat Mulyana, Eds). Bandung: Kerjasama PPS dan FPIPS UPI dengan PT. Remaja

Rosdakarya Bandung.

Suparlan Parsudi. (1999). Masyarakat Majemuk Indonesia, Potensi Konflik, dan pemecahannya. Makalah Simposium Satelit Kepedulian Universitas Indonesia (UI) Terhadap Integrasi Bangsa Indonesia 21 April 1999. Jakarta: Universitas Pendidikan Indonesia.

Taniredja, Tukiran., (2009). Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi Muhammadiyah, Bandung: CV. Alfabeta.

Tiler, R.W. (1950). Basic Principles of Curriculum and Instruction: Syllabus for Education 305. Chicago: University of Chicago Press.

UNESCO. (1993). Strategies and Methods for Teaching Values in the Context of Science and Technology. Bangkok: Principal Region Office for Asia and the Pacific.


(6)

UNESCO-APNIEVE. (2000). Belajar Untuk Hidup Bersama Dalam Damai dan Harmoni. Pendidikan Nilai untuk Perdamaian, Hak Asasi Manusia, Demokrasi dan Pembangunan Berkelanjutan untuk Kawasan Asia-Pasifik. Kantor Prinsipal Unesco untuk Kawasan Asia Pasifik, Bangkok & Universitas Pendidikan Indonesia

Undang-Undang No. 20 tahun 2003. Sistem Pendidikan Nasional. Bandung: Citra Umbara. Veldhuis, R.. (1998). The Art of Teaching Democracy: Teory. Journal CIVITAS, Sept-Oct. V.2.

No.5.

Wahab, Abdul Azis dan Sapriya (2008). Teori dan Landasan Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung: UPI PRESS SPs UPI.

---. (2006) Pengembangan Konsep dan Paradigma Pendidikan Kewarganegaraan Baru Indonesia Bagi Terbinanya Warga Negara Multidimensional Indonesia -70 tahun Prof. Kosasih Djahiri. Bandung: Lab PKn UPI.

Wantoro, T. (2008). Profil Pengembangan PKn sebagai Pendidikan Demokrasi, Acta Civicus Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan, Inovasi Pendidikan Kewarganegaraan dan Masyarakat Multikultural Demokratis, Volume 1, Nomor 2, Bandung: Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.

Wenglinsky, H. (2002). “How School Matter: The Link Between Teacher Classroom Practices and Student Academic Performance” Education Policy Analysis Archieve. (Online). Tersedia: http://epaa.asu.edu/epaa/v10n12/.

Winarno. (2008). Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan, Panduan Kuliah di Perguruan Tinggi, Jakarta : PT Bumi Aksara.

Winataputra, U.S. (2001). Jatidiri Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana Sitematik Pendidikan Demokrasi (Suatu Kajian Konseptual dalam Konteks Pendidikan IPS). Disertasi Doktor pada PPS IKIP Bandung: tidak diterbitkan.

Winataputra, U. S. dan Budimansyah. D (2007). Civic Education: Konteks, Landasan, Bahan Ajar dan Kultur Kelas, Bandung: Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan SPs UPI. Zamroni, (2007). Pendidikan dan Demokrasi dalam Transisi: Prakondisi Menuju Era