PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN ARIAS.

(1)

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

MELALUI MODEL PEMBELAJARAN ARIAS

(Studi Eksperimen pada Salah Satu SMP Negeri di Bandung Barat)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh:

SONYA FANNY TAURAN NIM. 0907661

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG


(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul “Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama melalui Model Pembelajaran ARIAS” beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pegutipan dengan cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku. Atas pernyataan ini, saya akan menanggung resiko/sanksi yang diberikan kepada saya, jika di kemudian hari ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya.

Bandung, Januari 2013 Yang membuat pernyataan


(3)

(4)

ABSTRAK

Judul Penelitian : Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama melalui Model Pembelajaran ARIAS

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh masih kurangnya hasil belajar siswa Sekolah Menengah Pertama dalam pelajaran matematika. Hal ini disebabkan masih terdapat siswa- siswa yang memiliki kemampuan pemahaman dan penalaran matematis yang rendah. Dalam penelitian ini, penulis mencoba menggunakan model pembelajaran ARIAS (Assurance, Relevance, Interest,

Assessement, Satisfaction) sebagai salah satu alternatif pembelajaran dalam upaya

meningkatkan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis siswa. Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas VIII SMP Negeri 1 di Cisarua Bandung Barat. Tujuan dari penelitian ini yaitu: 1) apakah peningkatan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model ARIAS lebih baik daripada peningkatan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis siswa yang memperoleh model pembelajaran biasa; 2) apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis siswa berdasarkan klasifikasi kemampuan awal matematis (atas, tengah dan bawah); 3) bagaimana sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan model pembelajaran ARIAS. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Randomised Pretest Postest Control Group Design. Instrumen yang digunakan

dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis, yaitu: 1) tes tertulis dalam bentuk uraian untuk mengukur kemampuan pemahaman dan penalaran matematis siswa; dan 2) non tes dalam bentuk angket skala sikap dan lembar observasi. Analisis data yang dilakukan adalah uji normalitas,uji homogenitas, uji perbedaan dua rata-rata dan uni Anova dua jalur.

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa 1) peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model ARIAS lebih baik daripada peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran biasa; 2) peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model ARIAS secara signifikan lebih baik daripada peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran biasa; 3) terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa berdasarkan klasifikasi kemampuan awal matematis (kelompok atas, tengah dan bawah); 4) terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa berdasarkan klasifikasi kemampuan awal matematis (kelompok atas, tengah dan bawah); 5) siswa-siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model ARIAS memiliki sikap positif terhadap pelajaran matematika dan pembelajaran dengan model ARIAS; dan 6) kegiatan pembelajaran dengan model ARIAS mendapat respon yang baik dari guru.


(5)

DAFTAR ISI

JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN PERNYATAAN

ABSTRAK……… i

KATA PENGANTAR………. ii

UCAPAN TERIMAKASIH……… iii

DAFTAR ISI………... v

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ………... 1

B. Rumusan Masalah ………... 14

C. Tujuan Penelitian……….. 14

D. Manfaat Penelitian ………... 15

E. Definisi Operasional………... 16

F. Hipotesis Penelitian………... 18

BAB II. KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Pemahaman Matematis ………... 20

B. Kemampuan Penalaran Matematis ………... 22

C. Model Pembelajaran ARIAS ………... 25

D. Pembelajaran Biasa ( Pembelajaran Tradisional)………... 37

E. Teori Pendukung ………... 38

F. Penelitian yang relevan ……….... 41

BAB III. METODE PENELITIAN A. Desain penelitian ……….... 44


(6)

C.1. Populasi Penelitian………... 46

C.2. Sampel Penelitian………... 46

D. Instrumen Penelitian ………... 46

D.1. Bentuk Tes ………... 47

D.1.1. Analisis Validitas Butir soal……….. 48

D.1.2. Analisis Reliabilitas Tes………... 51

D.1.3. Analisis Daya Pembeda Butir Soal……… 52

D.1.4. Analisis Tingkat Kesukaran Butir Soal…………. 53

D.2. Bentuk Non Tes………... 55

D.2.1. Angket Sikap Siswa ………... 55

D.2.2. Lembar Observasi ………. 56

E. Pengembangan Bahan Ajar ……….. 57

F. Teknik Pengumpulan Data………... 57

G. Teknik Analisa Data ………... 58

G.1. Analisis Data Gain Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematis... 58

G.2. Uji Normalitas ……….. 59

G.3. Uji Homogenitas ………. 59

G.4. Uji Perbedaan Rata-rata ………. 60

G.5. Uji Anova Dua Jalur ….………. 62

H. Prosedur Penelitian……….………... 63

H.1. Tahap Persiapan ……… 63

H.2. Tahap Pelaksanaan Penelitian ………... 64

H.3. Tahap Analisa Data……….. 64

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian………... 66

A.1. Deskripsi Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematis Siswa………... 66

A.2. Kemampuan Pemahaman Matematis……… 69


(7)

A.2.2. Uji Hipotesis………. 72

A.3. Kemampuan Penalaran Matematis……… 79

A.3.1. Analisis Prasyarat………. 79

A.3.2. Uji Hipotesis………. 82

A.4. Skala Sikap Siswa………. 90

A.5. Hasil Observasi………. 92

B. Pembahasan Hasil Penelitian……….... 95

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan………... 105

B. Saran………... 106


(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Prosedur Penelitian………. 65

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran……….. 113 Lampiran 2 Lembar Kegiatan Siswa………. 153 Lampiran 3 Instrumen tes………. 174

Lampiran 4 Skala Sikap……… 186 Lampiran 5 Lembar Observasi……….. 191 Lampiran 6 Hasil Analisis Uji Coba Tes Pemahaman dan Penalaran Matematis……….. 195

Lampiran 7 Rekapitulasi Hasil Pretes, Postes dan Gain……… 207

Lampiran 8 Hasil Analisis Uji Normalitas dan Homogenitas……… 214

Lampiran 9 Hasil Analisis Uji Perbedaan Dua Rata-rata……… 229

Lampiran 10 Hasil Analisis Uji Anova Dua Jalur………. 242

Lampiran 11 Distribusi Skor Skala Sikap dan Pedoman Penskoran Skala Sikap………. 247


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Model Weiner tentang keterkaitan antara Variabel Bebas dan

Variabel Terikat ……… 45

Tabel 3.2 Kriteria Penilaian Kemampuan Pemahaman Matematis……... 47

Tabel 3.3 Kriteria Penilaian Kemampuan Penalaran Matematis……… 48

Tabel 3.4 Interpretasi Koefisien Validitas………. 49

Tabel 3.5 Hasil Perhitungan Validitas Butir Soal………. 50

Tabel 3.6 Interpretasi Derajat Reliabilitas Tes ……… 51

Tabel 3.7 Interpretasi Daya Pembeda Butir Soal……….. 52

Tabel 3.8 Hasil Perhitungan Daya Pembeda Butir Soal……… 53

Tabel 3.9 Interpretasi Tingkat Kesukaran Butir Soal……… 54

Tabel 3.10 Hasil Perhitungan Tingkat Kesukaran Butir Soal………. 55

Tabel 3.11 Kriteria Gain Ternormalisasi ……… 58

Tabel 4.1 Hasil Tes Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematis berdasarkan Model Pembelajaran dan Kemampuan Awal Matematis Siswa……… 67

Tabel 4.2 Uji Normalitas Hasil Pretes, Postes dan Gain Ternormalisasi Kemampuan Pemahaman Matematis………. 70

Tabel 4.3 Uji Homogenitas Hasil Pretes, Postes dan Gain Ternormalisasi Kemampuan Pemahaman Matematis………. 71

Tabel 4.4 Uji Perbedaan Dua Rata-Rata Gain Ternormalisasi Kemampuan Pemahaman Matematis………. 72

Tabel 4.5 Analisis Varians Gain Ternormalisasi Kemampuan Pemahaman Matematis berdasarkan Klasifikasi Kemampuan Awal Matematis Siswa………. 74

Tabel 4.6 Hasil ANOVA Dua Jalur Gain Ternormalisasi Kemampuan Pemahaman Matematis antara Kelompok berdasarkan Klasifikasi Kemampuan Awal Matematis Siswa…... 75 Tabel 4.7 Hasil Uji Perbedaan Dua Rata-rata Gain Ternormalisasi


(10)

Kemampuan Pemahaman Matematis antara Kelompok

berdasarkan Klasifikasi Kemampuan Awal Matematis Siswa…... 77 Tabel 4.8 Hasil Uji Perbedaan Dua Rata-rata Gain Ternormalisasi

Kemampuan Pemahaman Matematis antara Kelompok

berdasarkan Klasifikasi Kemampuan Awal Matematis Siswa…... 77 Tabel 4.9 Uji Normalitas Hasil Pretes, Postes dan Gain Ternormalisasi

Kemampuan Penalaran Matematis………. 80 Tabel 4.10 Uji Homogenitas Hasil Pretes, Postes dan Gain Ternormalisasi

Kemampuan Penalaran Matematis……… 81 .Tabel 4.11 Uji Perbedaan Dua Rata-Rata Gain Ternormallisasi

Kemampuan Penalaran Matematis……… 82 Tabel 4.12 Analisis Varians Gain Ternormalisasi Kemampuan

Penalaran Matematis berdasarkan Klasifikasi Kemampuan

Awal Matematis Siswa………. 84 Tabel 4.13 Hasil ANOVA Dua Jalur Gain Ternormalisasi

Kemampuan Penalaran Matematis antara Kelompok

berdasarkan Klasifikasi Kemampuan Awal Matematis Siswa…... 85 Tabel 4.14 Hasil Uji Perbedaan Dua Rata-rata Gain Ternormalisasi

Kemampuan Penalaran Matematis antara Kelompok

berdasarkan Klasifikasi Kemampuan Awal Matematis Siswa…... 87 Tabel 4.15 Hasil Uji Perbedaan Dua Rata-rata Gain Ternormalisasi

Kemampuan Penalaran Matematis antara Kelompok

berdasarkan Klasifikasi Kemampuan Awal Matematis Siswa…. 87 Tabel 4.16 Distribusi Skor Skala Sikap Siswa terhadap

Pelajaran Matematika ………. 91

Tabel 4.17 Distribusi Skor Skala Sikap Siswa terhadap

Pelajaran dengan Model ARIAS ……… 92 Tabel 4.18 Hasil Observasi terhadap Aktivitas Guru………... 93 Tabel 4.19 Hasil Observasi terhadap Aktivitas Siswa………... 94


(11)

(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia adalah persaingan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk mampu berperan dalam persaingan ini, sumber daya manusia yang berkualitas dalam pendidikan sangat diperlukan agar sanggup menghadapi tantangan kehidupan di masa depan.

Pendidikan yang diharapkan bangsa Indonesia merupakan salah satu sarana untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas ternyata tidak terlepas dari berbagai permasalahan. Berdasarkan data dari Global Competitiveness Report dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2011, Indonesia masih berada di bawah peringkat 40. Hal ini menunjukkan bahwa daya saing Indonesia temasuk dalam bidang pendidikan masih rendah dibandingkan dengan Negara lainnya di dunia, dan juga beberapa Negara di Asia Tenggara (Wikipedia). Pemerintah harus mampu merancang suatu program pendidikan yang dapat mengembangkan dan meningkatkan sumber daya manusia, mampu menjunjung tinggi nilai kebudayaan bangsa serta mampu mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia. Usaha pemerintah yang telah dan terus menerus dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan secara nasional, antara lain melalui berbagai pendidikan dan pelatihan, peningkatan kompetensi guru, pengembangan


(13)

pengadaan buku dan alat pelajaran, perbaikan sarana dan prasarana pendidikan serta peningkatan mutu manajemen sekolah.

Penerapan dan pengembangan kurikulum yang mengalami revisi hingga sekarang menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) juga merupakan usaha pemerintah, dalam hal ini Depdiknas untuk meningkatkan mutu pendidikan. Selain itu adanya perbaikan dalam proses pembelajaran yang berpusat pada siswa, berorientasi pada proses, guru sebagai fasilitator, serta pengembangan materi yang berfokus pada berpikir tingkat tinggi. Peningkatan mutu pendidikan diarahkan untuk meningkatkan kualitas manusia seutuhnya melalui olah hati, olah pikir, olah rasa dan olah raga agar memiliki daya saing dalam menghadapi tantangan-tantangan global.

Salah satu mata pelajaran yang perlu mendapat perhatian dalam KTSP yaitu pelajaran matematika. Depdiknas (2003) menyatakan bahwa pembelajaran matematika bertujuan untuk mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang, melalui latihan, bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, efisien dan efektif. Untuk mencapai tujuan itu, pemerintah melalui Permen Diknas nomor 22 dan 23 tahun 2006 telah menetapkan Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan untuk mata pelajaran matematika. Secara garis besar Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan pada pelajaran matematika meliputi kemampuan pemahaman, penalaran, komunikasi, dan pemecahan masalah matematis serta sikap menghargai matematika dalam kehidupan.


(14)

Sumarmo (dalam Saragih, 2007) menjelaskan bahwa kemampuan-kemampuan yang dituliskan di atas merupakan daya matematis (mathematical

power) atau keterampilan matematis (doing math). Keterampilan matematis

(doing math) berhubungan dengan karakteristik matematika yang dapat digolongkan dalam berpikir tingkat rendah dan berpikir tingkat tinggi. Aktivitas yang termasuk berpikir tingkat rendah adalah kegiatan melaksanakan operasi hitung sederhana, menerapkan rumusan matematika secara langsung, dan mengikuti prosedur (algoritma) yang baku. Aktivitas yang termasuk berpikir tingkat tinggi adalah kemampuan memahami ide matematika secara lebih mendalam, mengamati data dan menggali ide yang tersirat, menyusun konjektur, analogi, dan generalisasi, menalar secara logis, menyelesaikan masalah (problem

solving), berkomunikasi secara matematis, dan mengaitkan ide matematis dengan

kegiatan intelektual lainnya.

Namun ada beberapa kenyataan yang menunjukkan bahwa hasil pencapaian siswa pada pelajaran matematika masih tergolong rendah. Hal ini dapat terlihat pada hasil Ujian Nasional maupun hasil PISA dan TIMSS. Permen Diknas 75 Tahun 2009 menyatakan bahwa peserta UN SMP/MTs dan SMA/SMK dinyatakan lulus, jika memiliki nilai rata-rata minimal untuk setiap mata pelajaran 5,50 yang diujikan, dengan nilai 4,00 untuk paling banyak dua mata pelajaran dan minimal 4,25 untuk mata pelajaran lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa standar pencapaian penguasan kompetensi termasuk mata pelajararan matematika juga masih tergolong rendah. Hasil survey TIMSS (Trends in International


(15)

matematika yaitu peringkat ke 35 dari 46 negara, sedangkan tahun 2007 mendapat peringkat 36 dari 49 negara. Sedangkan berdasarkan hasil PISA (Programme for

International Student Assessment) tahun 2009, peringkat siswa Indonesia pada

pelajaran matematika yaitu ranking 61 dari 65 negara (Litbang Kemdikbud, 2011). Kemenangan siswa-siswa di berbagai ajang olimpiade internasional, tidak membuat kualitas siswa Indonesia meningkat. Justru sebaliknya, sekitar 76,6

persen siswa setingkat SMP ternyata dinilai ”buta” matematika (Pranoto dalam

Latief, 2011).

Lebih lanjut Pranoto (dalam Latief, 2011) menegaskan bahwa sejak tahun 2003 dihitung dari skala 6, kemampuan matematika siswa Indonesia hanya berada di level kedua, dan selama tujuh tahun, kondisi itu tak berubah. Selanjutnya

dikatakan bahwa “kegiatan bermatematika yang dituntut dunia adalah

bermatematika utuh, sedangkan yang dilakukan siswa kita hanyalah parsial. Selain itu, proses belajar matematika di Indonesia masih berpusat pada penyerapan pengetahuan tanpa pemaknaan. Padahal, yang dituntut di dunia global justru berpusat pada pemanfaatan hasil belajar matematika dalam kehidupan, yaitu

pemahaman, keterampilan, dan karakter”.

Sutama (dalam Latief, 2011) menjelaskan bahwa kesenjangan lain di lapangan, guru dalam mengajar Matematika sering kurang memerhatikan kemampuan awal siswa. Guru tidak melakukan pengajaran bermakna dengan metode pengajaran yang kurang variatif dan terkesan membosankan. Hal ini mengakibatkan motivasi belajar siswa sulit ditumbuhkan dan pola belajarnya cenderung menghafal.


(16)

Kegiatan belajar mengajar di kelas merupakan bagian dari proses pendidikan. Kerjasama antara guru dan siswa sangat menentukan berhasilnya kegiatan pembelajaran. Namun secara umum masih terdapat persoalan dalam kegiatan pembelajaran. Kondisi-kondisi siswa yang masih terjadi dalam kegiatan pembelajaran matematika adalah kurangnya motivasi dan minat belajar, cenderung pasif, cemas, takut dan tidak berani untuk mengungkapkan gagasan, pertanyaan atau jawaban baik secara lisan maupun tulisan dalam menyelesaikan soal maupun memampilkannya. Hal ini menimbulkan anggapan siswa bahwa sulit untuk belajar matematika, bahkan ada yang tidak menyukainya.

Dewasa ini masih terdapat guru yang menggunakan pendekatan tradisional dalam pembelajaran matematika sehingga siswa belum terarahkan untuk memahami sendiri konsep-konsep matematika yang sedang dipelajari. Siswa cenderung menghafalkan konsep-konsep matematika yang dipelajarinya tanpa memahami dengan benar. Hal lain yang terjadi dalam pelaksanaan pembelajaran adalah demi menyelesaikan materi sesuai alokasi waktu yang ditentukan, terkadang guru terus saja berpindah ke rencana pelaksanaan pembelajaran yang berikutnya, sehingga penguasaan kompetensi yang dicapai oleh siswa kurang atau tidak tuntas.

Sehubungan dengan keberhasilan dalam pembelajaran matematika, maka siswa diharapkan dapat menguasai kompetensi matematika. Pentingnya penguasan kompetensi matematika oleh siswa merupakan tujuan dari pembelajaran matematika. Kemampuan dan keterampilan matematika tidak hanya digunakan pada saat mempelajari matematika, tetapi dapat dimanfaatkan dalam


(17)

menyelesaikan berbagai persoalan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sejalan dengan pernyataan Wahyudin (2008) bahwa pada masa sekarang ini para siswa sekolah menengah harus mempersiapkan diri untuk hidup dalam masyarakat yang menuntut pemahaman dan apresiasi yang signifikan terhadap matematika.

Pemahaman matematis yang merupakan bagian dari kompetensi matematika perlu dikembangkan oleh siswa saat mempelajari matematika. Menurut Herdian (2010), pemahaman matematis memberikan pengertian bahwa materi-materi yang diajarkan kepada siswa bukan hanya sebagai hafalan, namun lebih dari itu dengan pemahaman siswa dapat lebih mengerti akan konsep materi pelajaran itu sendiri. Pemahaman matematis juga merupakan salah satu tujuan dari setiap materi yang disampaikan oleh guru, sebab guru merupakan pembimbing siswa untuk mencapai konsep yang diharapkan. Hal ini sejalan dengan pendapat Hudoyo (dalam Herdian, 2010) bahwa tujuan mengajar adalah agar pengetahuan yang disampaikan dapat dipahami oleh siswa. Pendidikan yang baik adalah usaha yang berhasil membawa siswa kepada tujuan yang ingin dicapai, yaitu agar materi yang disampaikan dipahami sepenuhnya oleh siswa.

Penalaran matematis juga merupakan salah satu kompetensi matematika yang memiliki keterkaitan yang sangat kuat dan tidak dapat dipisahkan dengan materi matematika dan pemahaman matematis. Depdiknas (2002) menyatakan bahwa materi matematika dipahami melalui penalaran dan penalaran dipahami dan dilatihkan melalui belajar matematika. Menurut Herdian (2010), “penalaran adalah proses berpikir yang dilakukan dengan satu cara untuk menarik


(18)

kesimpulan. Kesimpulan yang bersifat umum dapat ditarik dari kasus-kasus yang

bersifat individual”.

Dari beberapa pengertian di atas, dapat dilihat bahwa kemampuan pemahaman dan penalaran matematis sangat diperlukan dalam memahami suatu persoalan baik dalam pelajaran matematika, ataupun dalam pelajaran lain, serta dalam kehidupan sehari-hari. Baroody (dalam Dahlan, 2004) menyatakan bahwa pemahaman dan penalaran dapat meningkatkan hasil belajar. Selanjutnya, jika siswa diberi kesempatan untuk menggunakan keterampilan bernalarnya dalam melakukan pendugaan-pendugaan berdasarkan pengalamannya sendiri, maka siswa akan lebih mudah memahami konsep. Jika siswa diberikan permasalahan dengan menggunakan benda-benda nyata, melihat pola, mereformulasikan dugaan dengan pola yang sudah diketahui dan mengevaluasinya, maka hasil yang diperoleh siswa lebih informatif. Hal ini akan membantu siswa dalam memahami proses yang disiapkan dengan cara doing mathematics dan eksplorasi matematika.

Pemahaman dan penalaran matematis merupakan bagian penting dalam pembelajaran bermakna. Menurut Ausubel (dalam Herdian, 2010) bahwa belajar bermakna jika informasi yang akan dipelajari siswa disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa, maka siswa dapat mengkaitkan informasi barunya dengan srtuktur kognitif yang dimilikinya. Hal ini berarti siswa dapat menghubungkan pengetahuan yang akan dipelajari dengan pengetahuan yang telah dimiliki sehingga ia lebih mudah memahami materi yang dipelajarinya.

Pembelajaran matematika menjadi bermakna jika siswa dimotivasi agar mampu mengkonstruksi sendiri pemahaman dari pengetahuan yang sedang


(19)

dipelajarinya. Dalam proses pembentukan pengetahuan, diperlukan kemampuan penalaran matematis. Setelah memahami suatu permasalahan matematika yang sedang dipelajari, siswa dengan kemampuan bernalarnya diharapkan dapat mengambil kesimpulan umum berdasarkan data-data yang diketahui, maupun berdasarkan keserupaan sifat data, dan memberikan alasannya. Sebaliknya, jika siswa telah mengetahui aturan-aturan umum, maka ia mampu menyelesaikan suatu permasalahan yang dihadapi berdasarkan aturan-aturan itu.

Selain kemampuan pemahaman dan penalaran matematis, sikap positif siswa terhadap matematika juga merupakan kompetensi yang perlu diperhatikan dalam upaya peningkatan hasil belajar siswa. Sebagaimana yang telah dituliskan dalam standar isi dan standar kompetensi lulusan untuk mata pelajaran matematika, sikap siswa dalam menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan berhubungan dengan memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Tidak adanya sikap-sikap di atas, dapat berakibat adanya siswa yang tidak senang terhadap matematika apalagi memahami dan menalar konsep yang dipelajari. Hal ini sejalan dengan pernyataan Siskandar (2008) bahwa siswa secara efektif akan memperoleh kemampuan dalam menyelesaikan soal-soal matematika yang bekenaan dengan pemahaman terhadap fakta, konsep, prosedur dan keterampilan dalam mengerjakan operasi hitung, jika memiliki sikap positif terhadap pelajaran matematika dan memiliki motivasi dalam belajar matematika.

Menurut Sabandar (2008), seseorang akan sulit untuk mempelajari matematika, jika ia tidak memandang matematika sebagai subjek yang penting


(20)

untuk dipelajari manfaatnya untuk berbagai hal. Sedangkan menurut Ruseffendi (2006), siswa bersikap positif dapat ditunjukkan dengan mengikuti pelajaran dengan sungguh-sungguh, menyelesaikan tugas dengan baik, berpartisipasi aktif dalam diskusi, mengerjakan tugas-tugas rumah dengan tuntas dan selesai pada waktunya, dan merespon dengan baik tantangan dari bidang studi. Sikap positif terhadap matematika berkolerasi positif dengan prestasi belajarnya.

Pemahaman dan penalaran matematis yang merupakan bagian dari kompetensi matematika sangat perlu dikembangkan oleh siswa saat mempelajari matematika. Hal ini disebabkan oleh beberapa fakta yang menunjukkan bahwa kemampuan pemahaman dan penalaran yang masih belum memuaskan. Hasil penelitian Wahyudin (1999) menunjukkan bahwa salah satu kecenderungan yang mengakibatkan sejumlah siswa gagal dalam menguasai pokok-pokok bahasan matematika adalah karena kurangnya kemampuan bernalar yang logis dalam menyelesaikan persoalan matematika yang diberikan. Priatna (2003), Somatanaya (2005), dan Muin (2005) menemukan bahwa kualitas kemampuan pemahaman dan penalaran matematika siswa Sekolah Menengah Pertama masih tergolong rendah. Hutajulu (2010), Nasution (2010), dan Wildan (2010) menemukan bahwa kemampuan pemahaman dan penalaran matematis siswa Sekolah Menengah Atas berada dalam katagori sedang.

Piaget (dalam Suherman, dkk., 2003) berpendapat bahwa perkembangan kognitif pada tahap operasi konkret (concrete-operational stage) berlangsung kira-kira dari usia 7 sampai 11 tahun atau setingkat SD. Pada tahap ini anak telah memahami operasi logis dengan bantuan benda-benda konkrit. Selanjutnya pada


(21)

tahap operasi formal (formal operational stage) yang berlangsung kira-kira sejak usia 11 tahun ke atas. Pada tahap ini anak sudah mampu melakukan penalaran dengan hal-hal abstrak. Penalaran yang terjadi dalam struktur kognitifnya telah mampu hanya dengan menggunakan simbol-simbol, ide-ide, abstraksi dan generalisasi.

Perkembangan dari tahap operasi konkret ke tahap operasi formal tidak langsung sempurna, tetapi dapat terjadi secara bertahap. Kondisi yang bisa terjadi pada tahun-tahun pertama ketika anak berada pada tahap operasi formal yaitu kemampuan berpikir secara abstrak masih belum berkembang seutuhnya. Anak masih memerlukan bantuan benda-benda konkrit sebagai alat peraga dalam memahami konsep. Dewasa ini masih terdapat anak-anak yang memasuki tahap operasi formal lebih lambat daripada anak yang lain. Misalnya ada siswa-siswa yang sudah di bangku SMP, namun perkembangan kemampuan berfikirnya masih berada pada tahap operasi konkrit. Pembelajaran yang hanya menekankan pada simbol-simbol dan hal-hal yang bersifat verbal akan sulit dipahami oleh mereka. Agar perkembangan kognitif siswa berjalan optimal, maka guru perlu memperhatikan kemampuan berpikir siswa dan menumbuhkan motivasi belajar siswa terhadap matematika.

Guru memiliki peran untuk memotivasi siswa agar kemampuan pemahaman dan penalaran matematis dapat ditanamkan dan dikembangkan dengan baik. Siswa diharapkan mampu memahami, menalar dan memecahkan masalah matematika yang menjadi dasar untuk mempelajari matematika di tingkat yang lebih tinggi. Oleh karena itu guru perlu memikirkan, mencari gagasan baru


(22)

dan kreatif untuk mengembangkan cara penyajian materi pelajaran matematika di sekolah. Kemampuan seorang guru dalam memilih metode, pendekatan, model dan media yang tepat dalam penyajian materi pelajaran merupakan salah satu penunjang keberhasilan dalam kegiatan pembelajaran yang bermakna. Hal di atas sesuai dengan pernyataan Wahyudin (2003) bahwa salah satu cara untuk mencapai hasil belajar yang optimal dalam pelajaran matematika adalah jika para guru menguasai materi yang akan diajarkan dengan baik dan mampu memilih strategi atau metode pembelajaran dengan tepat dalam setiap proses pembelajaran. Upaya guru untuk membangun dan meningkatkan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis adalah dengan menggunakan model pembelajaran yang dapat memotivasi siswa untuk memiliki rasa percaya diri, menarik minat siswa agar dapat memahami konsep dan melatih siswa untuk bernalar. Hal ini diperkuat dengan pernyatan Meece & Blumenfeld (dalam Suciati, 1990) bahwa jika guru mengajar dengan cara yang menarik, menantang siswa berpikir dan berperan aktif, maka itu akan mempengaruhi motivasi siswa secara positif, sedangkan jika guru tidak bersemangat, tidak kreatif dan cenderung membosankan dalam mengajar, maka akibatnya motivasi siswa akan menjadi rendah.

Salah satu model pembelajaran telah dikembangkan dalam upaya untuk memotivasi dan mengaktifkan siswa dalam kegiatan pembelajaran adalah model pembelajaran ARIAS. Model pembelajaran ARIAS merupakan modifikasi dari model ARCS (Attention, Relevance, Confidence, Satisfaction) yang dikembangkan oleh Keller dan Kopp (Keler & Kopp, 1987). Ada lima komponen


(23)

dari model pembelajaran ARIAS yaitu assurance (percaya diri), relevance (relevan), interest (minat/perhatian), assessment (penilaian), dan satisfaction (kepuasan/rasa bangga).

Model pembelajaran ARIAS merupakan suatu kegiatan pembelajaran untuk menanamkan rasa percaya diri pada siswa, relevan dengan aktivitas pengalaman siswa, dan berusaha membangkitkan minat/perhatian siswa. Selanjutnya penilaian terhadap siswa diadakan selama proses pembelajaran dan di akhir pembelajaran, dan pemberian penguatan positif untuk menumbuhkan rasa bangga/puas atas hasil yang dicapai siswa. Model pembelajaran ARIAS dapat digunakan sebagai salah satu alternatif pembelajaran dalan upaya peningkatan pemahaman dan penalaran matematis siswa.

Strategi yang dapat dilakukan dalam komponen pembelajaran ini adalah

Assurance (percaya diri), yaitu guru menginformasikan siswa mengenai

pembelajaran, prasyarat kinerja dan kriteria penililaian, memberikan kesempatan yang menantang dan berarti bagi pembelajaran yang berhasil, menghubungkan kesuksesan belajar dengan usaha dan kemampuan siswa. Relevance (relevan), yaitu guru memberikan informasi tentang kompetensi yang akan dicapai, mengemukakan tujuan dan manfaat pelajaran bagi kehidupan siswa dimasa sekarang dan akan datang, mengizinkan siswa untuk mempresentasikan hasil kerja secara lisan atau tertulis untuk mengakomodasi kebutuhan dan gaya belajar yang berbeda-beda, memberi contoh-contoh yang berhubungan dengan kehidupan nyata serta menghubungkan pengetahuan dan aktivitas pengalaman siswa. Interest (minat/perhatian), yaitu guru memberikan kejutan untuk merangsang persepsi,


(24)

mengajukan pertanyaan atau masalah untuk diselesaikan, dan memberi kesempatan kepada siswa untuk berpatisipasi aktif dalam menyelesaikan masalah, mengadakan demonstrasi, mengadakan variasi dalam kegiatan pembelajaran, atau menggunakan media/alat peraga sehingga menarik perhatian siswa, menggunakan cerita atau biografi yang terkait dengan materi yang dipelajari. Assessment (penilaian), yaitu guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menilai diri mengenai apa yang sudah atau belum dipahami, mengadakan penilaian terhadap teman seperti kegiatan tanya jawab atau memeriksa pekerjaan teman, memberikan evaluasi tertulis dan menginformasikan hasil evaluasi kepada siswa. Satisfaction (kepuasan/rasa bangga), yaitu dorongan dan dukungan dalam diri siswa dari

pengalaman belajar, penghargaan secara verbal (ucapan “luar biasa” atau “bagus

sekali”) maupun non-verbal (senyuman, tepuk tangan, hadiah) kepada siswa atas

kemampuan mereka dalam menyelesaikan kerja.

Uraian di atas memberikan gambaran bahwa untuk mencapai hasil belajar matematika yang baik, perlu adanya motivasi yang dapat menumbuhkan dan mengembangkan sikap positif siswa terhadap matematika melalui model pembelajaran ARIAS, sehingga diharapkan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis dapat meningkat. Hal inilah yang menarik perhatian penulis

untuk melakukan penelitian dengan judul “Peningkatan Kemampuan Pemahaman

dan Penalaran Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama melalui Model


(25)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model ARIAS lebih baik daripada peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran biasa?

2. Apakah peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model ARIAS lebih baik daripada peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran biasa?

3. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa berdasarkan klasifikasi kemampuan awal matematis (atas, tengah dan bawah)?

4. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa berdasarkan klasifikasi kemampuan awal matematis (atas, tengah dan bawah)?

5. Bagaimana sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan model pembelajaran ARIAS?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan penelitian ini adalah:


(26)

1. Untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model ARIAS lebih baik daripada peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran biasa?

2. Untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model ARIAS lebih baik daripada peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran biasa?

3. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa berdasarkan klasifikasi kemampuan awal matematis (atas, tengah dan bawah)?

4. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa berdasarkan klasifikasi kemampuan awal matematis (atas, tengah dan bawah)?

5. Untuk mengetahui bagaimana sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan model pembelajaran ARIAS?

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam pengembangan pembelajaran matematika antara lain:

1. Bagi siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model ARIAS, dapat memiliki motivasi belajar yang lebih baik lagi sehingga memperoleh


(27)

peningkatan dalam hasil belajar khususnya peningkatan pemahaman dan penalaran matematis.

2. Bagi guru matematika dapat menggunakan pembelajaran dengan model ARIAS sebagai acuan dalam memperluas dan memperkaya wawasan dalam pembelajaran matematika.

3. Bagi peneliti dapat menjadikan penelitian ini menjadi rujukan untuk melakukan penelitian selanjutnya yang relevan.

E. Definisi Operasional

Agar tidak terjadi perbedaan pengertian dalam penelitian ini, maka akan didefinisikan beberapa istilah yang digunakan dalam rumusan masalah sebagai berikut:

1. Kemampuan pemahaman matematis adalah kemampuan menyatakan ulang sebuah konsep, mengerjakan perhitungan secara algoritmik, Mengkaitkan suatu konsep dengan konsep yang lainnya, dan mengaplikasikan konsep atau alogaritma dalam pemecahan masalah.

2. Kemampuan penalaran matematis adalah kemampuan memberikan alasan terhadap kebenaran solusi, menggunakan pola untuk menganalisis situasi matematis dan membuat generalisasi, melakukan manipulasi matematika, dan memperkirakan jawaban dan proses solusi.

3. Model pembelajaran ARIAS adalah model pembelajaran yang meliputi lima komponen yaitu:


(28)

a. Assurance (percaya diri), yaitu guru menginformasikan siswa mengenai

pembelajaran, prasyarat kinerja dan kriteria penililaian (Learning

Requirement), memberikan kesempatan yang menantang dan berarti bagi

pembelajaran yang berhasil (Success Opportunities), menghubungkan kesuksesan belajar dengan usaha dan kemampuan siswa (Personal

Responsibility).

b. Relevance (relevan), yaitu guru memberikan informasi tentang kompetensi

yang akan dicapai, mengemukakan tujuan dan manfaat pelajaran bagi kehidupan siswa dimasa sekarang dan akan datang (Goal Orientation), mengizinkan siswa untuk mempresentasikan hasil kerja secara lisan atau tertulis untuk mengakomodasi kebutuhan dan gaya belajar yang berbeda-beda (Motive Matching), memberi contoh-contoh yang berhubungan dengan kehidupan nyata serta menghubungkan pengetahuan dan aktivitas pengalaman siswa (Familiarity).

c. Interest (minat/perhatian), yaitu guru memberikan kejutan untuk

merangsang persepsi (Perceptual Arousal), mengajukan pertanyaan atau masalah untuk diselesaikan(Inquiry Arousal), dan memberi kesempatan kepada siswa untuk berpatisipasi aktif (Active Participation) dalam menyelesaikan masalah, mengadakan demonstrasi, mengadakan variasi dalam kegiatan pembelajaran, atau menggunakan media/alat peraga sehingga menarik perhatian siswa (Variability), menggunakan cerita atau biografi yang terkait dengan materi yang dipelajari (Specific Examples).


(29)

d. Assessment (penilaian), yaitu guru memberi kesempatan kepada siswa

untuk menilai diri mengenai apa yang sudah atau belum dipahami, mengadakan penilaian terhadap teman seperti kegiatan tanya jawab atau memeriksa pekerjaan teman, memberikan evaluasi tertulis dan menginformasikan hasil evaluasi kepada siswa.

e. Satisfaction (kepuasan/rasa bangga), yaitu dorongan dan dukungan dalam

diri siswa dari pengalaman belajar (Intrinsic Reinforcement), Extrinsic

Reward berupa penghargaan secara verbal (ucapan “luar biasa” atau

“bagus sekali”) maupun non-verbal (senyuman, tepuk tangan, hadiah)

kepada siswa atas kemampuan mereka dalam menyelesaikan kerja.

4. Pembelajaran Biasa adalah pembelajaran yang bersifat informatif, yaitu guru menjelaskan konsep dengan cara ceramah, siswa mendengarkan dan mencatat penjelasan yang disampaikan guru, mengerjakan latihan secara individu. Siswa diminta bertanya apabila tidak mengerti materi yang diberikan. Di akhir pembelajaran guru membuat rangkuman dan memberi tugas terhadap materi yang diajarkan.

F. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan, maka hipotesis yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model ARIAS lebih baik daripada peningkatan


(30)

kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran biasa.

2. Peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model ARIAS lebih baik daripada peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran biasa. 3. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa berdasarkan klasifikasi kemampuan awal matematis (atas, tengah dan bawah). 4. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa berdasarkan klasifikasi kemampuan awal matematis (atas, tengah dan bawah).


(31)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Disain Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis siswa melalui model pembelajaran ARIAS. Pengukuran kemampuan pemahaman dan penalaran matematis siswa dilakukan kepada dua kelas siswa yang dipilih secara acak. Pengukuran dilakukan sebanyak dua kali yaitu sebelum dan sesudah pembelajaran. Dua kelas siswa yang diamati dalam penelitian ini, yaitu kelas yang diberi perlakuan (kelas eksperimen) dan kelas siswa sebagai pembanding (kelas kontrol).

Disain yang digunakan dalam penelitian ini adalah Randomized Pre-tes

Post-test Control Group Design sebagai berikut:

A O X O

A O O

Keterangan:

A: Pemilihan sampel secara acak

O: Pre-test dan Post-test (tes kemampuan pemahaman dan penalaran matematis) X: Perlakuan dengan model pembelajaran ARIAS

B. Variabel Penelitian

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi skor kemampuan pemahaman dan penalaran matematis siswa, data tentang sikap siswa terhadap


(32)

pembelajaran dengan model ARIAS, dan data tentang observasi selama pembelajaran . Oleh karena itu, variabel-variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas dan variabel terikat dan. Adapun yang menjadi variabel bebas adalah pembelajaran dengan model ARIAS dan pembelajaran biasa, sedangkan variabel terikat adalah kemampuan pemahaman dan penalaran matematis.

Dalam penelitian ini disertakan klasifikasi kemampuan awal matematis siswa (atas, tengah, dan bawah). Keterkaitan antara variabel bebas dan variabel terikat disajikan dalam Tabel Weiner (Saragih, 2007) sebagai berikut :

Tabel 3.1

Model Weiner tentang keterkaitan antara Variabel Bebas dan Variabel Terikat

Kemampuan yang diukur

Kemampuan Pemahaman

Kemampuan Penalaran

Model Pembelajaran PA PB PA PB

Kelompok Siswa

Atas KPAA KPAB KNAA KNAB

Tengah KPTA KPTB KNTA KNTB

Bawah KPBA KPBB KNBA KNBB

KPA KPB KNA KNB

Keterangan:

PA : Pembelajaran dengan model ARIAS PB : Pembelajaran Biasa

Contoh:

KPAA: Kemampuan pemahaman matematis siswa kelompok atas dengan pembelajaran model ARIAS.


(33)

KNAB: Kemampuan penalaran matematis siswa kelompok atas dengan pembelajaran biasa.

KPBA: Kemampuan pemahaman matematis siswa kelompok bawah dengan pembelajaran model ARIAS.

KPA: Kemampuan pemahaman matematis siswa dengan pembelajaran model ARIAS.

KNB: Kemampuan penalaran matematis siswa dengan pembelajaran biasa.

C. Populasi dan Sampel Penelitian C.1. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Cisarua di Bandung Barat tahun ajaran 2011-2012 yang terdiri dari 9 kelas.

C.2. Sampel Penelitian

Sampel dalam penelitian ini dikelompokkan dalam dua kelas yaitu kelas VIII-A sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII-B sebagai kelas kontrol. Kelas- kelas tersebut dipilih secara acak dari 9 kelas yang ada oleh peneliti dan guru mata pelajaran matematika di tempat penelitian.

D. Instrumen Penelitian

Untuk mengukur kemampuan pemahaman dan penalaran matematis siswa, maka instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis yaitu: 1) tes tertulis berbentuk uraian untuk mengetahui kemampuan pemahaman dan


(34)

penalaran matematis siswa, dan 2) non tes dalam bentuk angket skala sikap dan lembar observasi.

D.1. Bentuk Tes

Tes ini terdiri dari seperangkat tes kemampuan pemahaman dan penalaran matematis berbentuk soal uraian. Adapun kriteria penskoran terhadap jawaban tes ini mengadopsi holistic scoring rubrics (Cai dan Jakabcsin, 1996) seperti pada Tabel 3.2 dan Tabel 3.3 sebagai berikut :

Tabel 3.2

Kriteria Penilaian Kemampuan Pemahaman Matematis

Skor Kriteria

4

3

2

1

0

Memahami konsep dengan lengkap atau

menggunakan konsep dalam menjawab soal dengan lengkap dan benar.

Memahami konsep hampir lengkap atau

menggunakan konsep dalam menjawab soal hampir lengkap.

Memahami konsep kurang lengkap atau

menggunakan konsep dalam menjawab soal kurang lengkap.

Memahami konsep atau menggunakan konsep matematika sangat terbatas. Jawaban sebagian besar mengandung perhitungan yang salah.


(35)

Tabel 3.3

Kriteria Penilaian Kemampuan Penalaran Matematis

Skor Kriteria

4

3

2

1

0

Dapat menjawab semua aspek pertanyaan tentang penalaran dan dijawab dengan benar dan jelas atau lengkap.

Dapat menjawab hampir semua aspek pertanyaan tentang penalaran dan dijawab dengan benar.

Dapat menjawab hanya sebagian aspek pertanyaan tentang penalaran dan dijawab dengan benar.

Menjawab tidak sesuai dengan aspek pertanyaan tentang penalaran atau menarik kesimpulan salah.

Tidak ada jawaban.

Sebelum tes dipergunakan dalam penelitian ini, maka terlebih dahulu dibuat kisi-kisi soal yang dilanjutkan dengan menyusun soal dan kunci jawaban serta aturan pemberian skor untuk tiap butir soal. Selanjutnya soal diuji coba untuk mengetahui validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda tiap soal. Uji coba tes pemahaman dan penalaran matematis dilakukan di SMP Negeri 1 Parongpong, Bandung Barat. Selanjutnya analisa hasil uji coba tes tersebut dengan menggunakan program Anates V4.

D.1.1. Analisis Validitas Butir Soal

Sebuah soal dikatakan valid apabila mempunyai dukungan yang besar terhadap skor total. Rumus yang digunakan untuk menghitung validitas butir soal


(36)

adalah korelasi product moment dari Pearson dalam Arikunto (2009) yaitu sebagai berikut:

  

 

2 2

2

 

2

xy

n xy x y

r

n x x n y y

   

     

keterangan:

rxy = koefisien korelasi antara variabel x dan variabel y

n = banyaknya sampel x = skor tes per item

y = skor total tiap responden

Interpretasi tentang besarnya koefisien validitas menurut Suherman dan Kusumah (1990) seperti pada Tabel 3.4 sebagai berikut:

Tabel 3.4

Interpretasi Koefisien Validitas

Koefisien Validitas Interpretasi rxy Validitas sangat tinggi rxy Validitas tinggi

rxy Validitas sedang rxy Validitas rendah

rxy Validitas sangat rendah


(37)

Berdasarkan hasil perhitungan pada Lampiran 6, maka diperoleh nilai validitas butir soal uji coba tes pemahaman dan penalaran matematis seperti yang disajikan dalam Tabel 3.5 sebagai berikut:

Tabel 3.5

Hasil Perhitungan Validitas Butir Soal

Jenis Tes Nomor Soal Koefisien Korelasi Interpretasi

Pemahaman Matematis

1 0.593 Validitas Sedang

2 0.742 Validitas Tinggi

3 0.217 Validitas Rendah

4 0.596 Validitas Sedang

5 0.718 Validitas Tinggi

6 0.675 Validitas Tinggi

Penalaran Matematis

1 0.769 Validitas Tinggi

2 0.663 Validitas Tinggi

3 0.597 Validitas Sedang

4 0.778 Validitas Tinggi

5 0.670 Validitas Tinggi

Berdasarkan hasil perhitungan pada Lampiran 6 dan disajikan dalam tabel di atas, soal pemahaman matematis nomor 3 memiliki validitas yang


(38)

rendah dan tidak signifikan. Jadi soal tersebut tidak digunakan sebagai instrumen tes dalam penelitian ini.

D.1.2. Analisis Reliabilitas Tes

Suatu tes dikatakan reliabel atau mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi apabila tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap. Rumus yang digunakan adalah rumus Alpha dalam Arikunto (2009) sebagai berikut:

               

2

2

1 1 1

1 t i n n r

Keterangan : = reliabilitas yang dicari

n = banyak soal

∑ = jumlah varians skor tiap item 2

t

 = varians total

Interpretasi derajat reliabilitas menurut katagori Guilford dalam Suherman dan Kusumah (1990) sebagai berikut:

Tabel 3.6

Interpretasi Derajat Reliabilitas Tes

Derajat Reliabilitas Interpretasi

r11 0.20 Reliabilitas sangat rendah 0.20 r11 0.40 Reliabilitas rendah 0.40 r11 0.70 Reliabilitas sedang 0.70 r11 0.90 Reliabilitas tinggi 0.90 r11 1.00 Reliabilitas sangat tinggi


(39)

Berdasarkan hasil perhitungan pada Lampiran 6, maka nilai reliabilitas tes pemahaman matematis yang diperoleh adalah 0.76. Hal ini berarti tes tersebut mempunyai reliabilitas tinggi. Demikian pula nilai reliabilitas tes penalaran matematis adalah 0.73. Hal ini berarti tes tersebut mempunyai reliabilitas tinggi.

D.1.3. Analisis Daya Pembeda Butir Soal

Daya pembeda soal adalah kemampuan soal untuk dapat membedakan antar siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Pembagian kelompoknya yaitu 27% untuk kelompok atas dan 27% untuk kelompok bawah (Sudijono, 1996). Rumus yang digunakan dalam Depdiknas (2003) yaitu sebagai berikut:

A B

A

X X

DP

S

Keterangan : DP = daya pembeda A

X = rata-rata skor kelompok atas XB = rata-rata skor kelompok bawah

A

S = skor maksimum

Hasil perhitungan diinterpretasikan dengan klasifikasi menurut Suherman dan Kusumah (1990 ) sebagai berikut:

Tabel 3.7

Interpretasi Daya Pembeda Butir Soal

Daya pembeda Interpretasi Sangat Jelek


(40)

Jelek

Cukup

Baik

Sangat Baik

Berdasarkan hasil perhitungan pada Lampiran 6, maka diperoleh nilai daya pembeda butir soal uji coba tes pemahaman dan penalaran matematis seperti yang disajikan dalam Tabel 3.8 sebagai berikut:

Tabel 3.8

Hasil Perhitungan Daya Pembeda Butir Soal

Jenis Tes Nomor Soal Daya Pembeda Interpretasi

Pemahaman Matematis

1 0.328 Cukup

2 0.359 Cukup

3 0.078 Jelek

4 0.547 Baik

5 0.500 Baik

6 0.656 Baik

Penalaran Matematis

1 0.391 Cukup

2 0.406 Baik

3 0.234 Cukup

4 0.609 Baik

5 0.578 Baik


(41)

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Rumus yang digunakan untuk mengetahui tingkat kesukaran soal dalam Depdiknas (2003) yaitu sebagai berikut:

X TK

S

Keterangan:

TK = tingkat kesukaran

X = rata-rata skor seluruh siswa S = skor maksimum ideal

Hasil perhitungan diinterpretasikan dengan klasifikasi menurut Suherman dan Kusumah (1990) sebagai berikut :

Tabel 3.9

Interpretasi Tingkat Kesukaran Butir Soal

Tingkat Kesukaran Interpretasi

Soal terlalu sukar 0. Soal sukar Soal sedang Soal mudah

Soal terlalu mudah

Berdasarkan hasil perhitungan pada Lampiran 6, maka diperoleh tingkat kesukaran butir soal uji coba tes pemahaman dan penalaran matematis seperti yang disajikan dalam Tabel 3.10 sebagai berikut:


(42)

Tabel 3.10

Hasil Perhitungan Tingkat Kesukaran Butir Soal Jenis Tes Nomor Soal Tingkat Kesukaran Interpretasi

Pemahaman Matematis

1 0.789 Mudah

2 0.695 Sedang

3 0.914 Sangat mudah

4 0.617 Sedang

5 0.547 Sedang

6 0.516 Sedang

Penalaran Matematis

1 0.445 Sedang

2 0.688 Sedang

3 0.539 Sedang

4 0.508 Sedang

5 0.430 Sedang

D.2. Bentuk Non Tes D.2.1. Angket Sikap Siswa

Angket ini diberikan kepada siswa-siswa dalam kelas eksperimen setelah tes akhir (post-test) untuk mengetahui sikap mereka terhadap pembelajaran


(43)

dengan model ARIAS. Skala yang digunakan pada angket ini adalah skala Likert dengan empat pilihan jawaban terhadap seperangkat pernyataan yang berhubungan dengan pembelajaran dengan model ARIAS. Empat pilihan jawaban atas pernyataan tersebut yaitu: sangat setuju (SS), setuju (S), Tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS). Pemberian skor dibedakan antara pernyataan yang bersifat positif dan pernyataan yang bersifat negatif. Untuk pernyataan yang bersifat positif diberikan SS = 4, S = 3, TS = 2, dan STS = 1. Sedangkan untuk pernyataan negatif diberikan SS = 1, S = 2, TS = 3, dan STS = 4. Dalam menganalisis hasil skor skala sikap, skala kualitatif tersebut ditransfer ke dalam skala kuantitatif.

Selanjutnya dilakukan analisa skala sikap siswa ini dengan cara mencari rata-rata skor dari setiap jawaban yang diberikan siswa, dan mencari rata-rata skor item pernyataan sikap siswa. Rata-rata skor dari setiap jawaban yang diberikan siswa, dan rata-rata skor setiap item pernyataan kemudian dibandingkan dengan skor netral. Jika rata-rata skor siswa kurang dari skor netral, maka artinya siswa mempunyai sikap negatif. Sebaliknya jika rata-rata skor siswa lebih dari skor netral, maka artinya siswa mempunyai sikap positif.

Demikian juga untuk rata-rata kelas skor sikap siswa dibandingkan dengan rata-rata kelas skor sikap netral. Jika rata-rata kelas skor sikap siswa kurang dari rata-rata skor netral, maka artinya siswa mempunyai sikap negatif. Sebaliknya jika rata-rata kelas skor sikap siswa lebih dari rata-rata skor netral, maka artinya siswa mempunyai sikap positif terhadap pernyataan-pernyataan tersebut. Angket skala sikap dapat dilihat pada Lampiran 4.


(44)

D.2.2. Lembar Observasi

Lembar observasi digunakan oleh salah seorang guru matematika di tempat penelitian sebagai observer untuk mengamati aktivitas siswa dan guru selama proses pembelajaran berlangsung pada kelas eksperimen yang mendapatkan pembelajaran dengan model ARIAS. Lembar observasi dapat dilihat pada Lampiran 5.

E. Pengembangan Bahan Ajar

Perangkat pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini mengacu kepada tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui apakah terdapat peningkatan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran ARIAS. Perangkat pembelajaran tersebut meliputi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan bahan ajar berupa Lembar Kerja Siswa (LKS). Bahan ajar tersebut dikembangkan dari pokok bahasan yang terdapat pada Kurikulum yang berlaku di sekolah yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Pokok bahasan yang dipilih dalam pembelajaran adalalah Kubus dan Balok.

F. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan menggunakan tes, angket skala sikap dan lembar observasi. Data yang berhubungan dengan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis siswa dikumpulkan melalui tes


(45)

yaitu pretes dan postes. Data yang berhubungan dengan sikap siswa dalam pembelajaran dengan model ARIAS dikumpulkan melalui angket siswa. Sedangkan data tentang pengamatan terhadap aktifitas siswa dan guru dalam pembelajaran dengan model ARIAS dikumpulkan melalui lembar observasi.

G. Teknik Analisa Data

G.1. Analisis Data Gain Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematis

Untuk mengetahui besarnya peningkatan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol, maka dilakukan analisis terhadap hasil tes awal (pre-test) dan tes akhir (post-test). Analisis dilakukan dengan menggunakan rumus gain ternormalisasi menggunakan rata-rata (average normalized gain) yang oleh Hake (2007) dianggap lebih efektif sebagai berikut:

Keterangan:

: gain ternormalisasi rata-rata : persentasi skor pre-test rata-rata : persentasi skor post-test rata-rata

Selanjutnya hasil perhitungan gain diinterpretasikan dengan menggunakan kriteria sebagai berikut:

Tabel 3.11


(46)

Gain Ternormalisasi rata-rata Interpretasi Tinggi

Sedang

Rendah

G.2. Uji Normalitas

Uji normalitas data skor tes kemampuan pemahaman dan penalaran matematis dalam penelitian ini menggunakan PASW Statistics 18 yaitu uji

Shapiro-Wilk, karena uji ini adalah uji yang paling kuat untuk semua jenis ukuran

disribusi dan sampel (Razali & Wah, 2011). Langkah-langkah pengujian sebagai berikut:

1. Menentukan hipotesis yang akan diuji. H0: Skor tes kemampuan pemahaman dan penalaran matematis pada kelas eksperimen dan kelas kontrol berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

2. Menentukan nilai signifikansi ( = 0.05).

3. Mengolah data yang diperoleh dengan menggunakan PASW Statistics 18 :

Normality.

4. Perhatikan hasil output.

5. Jika pada kolom sig. nilainya lebih dari , maka Ho diterima.

G.3. Uji Homogenitas

Uji homogenitas varians antara kelas eksperimen dan kelas kontrol dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah varians kedua kelas sama atau


(47)

berbeda. Untuk menguji homogenitas varians data skor tes pemahaman dan penalaran matematis dalam penelitian ini menggunakan PASW Statistics 18 yaitu

Levene’s Test. Langkah-langkah pengujian sebagai sebagai berikut:

1. Menentukan hipotesis yang akan diuji. H0: Varians kelas eksperimen dan kelas kontrol sama (homogen).

2. Menentukan nilai signifikansi ( = 0.05).

3. Mengolah data yang diperoleh dengan menggunakan PASW Statistisc 18:

Levene’s Test.

a. Perhatikan hasil output.

b. Perhatikan kolom sig. dan baris Based on Mean.

c. Jika pada kolom sig. nilainya lebih dari , maka H0 diterima.

G.4. Uji perbedaan Rata-rata

Uji perbedaan rata digunakan untuk menguji perbedaan antara rata-rata data gain kelas eksperimen dan rata-rata-rata-rata data gain kelas kontrol. Jika Jika populasi kedua kelas berdistribusi normal dan homogen, maka uji statistik yang digunakan adalah uji-t dengan menggunakan PASW Statistics 18 : Independent

Sample T-Test. Jika ada hasil perhitungan data yang tidak berdistribusi normal

atau tidak homogen, maka uji statistik yang digunakan adalah uji non-parametrik:

Mann-Whitney.

Untuk menguji hipotesis 1 dan hipotesis 2, maka akan dilakukan analisis statistik pengujian perbedaan rata-rata dua sampel sebagai berikut:


(48)

H0: Peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model ARIAS tidak berbeda dengan peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran biasa.

H1: Peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model ARIAS lebih baik daripada peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran biasa.

Hipotesis 2:

H0: Peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model ARIAS tidak berbeda dengan peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran biasa.

H1: Peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model ARIAS lebih baik daripada peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran biasa.

Hipotesis yang akan diuji adalah : H0 :

H1 : Keterangan:

: rata-rata gain kemampuan pemahaman atau penalaran matematis kelas eksperimen.


(49)

: rata-rata gain kemampuan pemahaman atau penalaran matematis kelas kontrol.

G.5. ANOVA Dua Jalur

Untuk menguji hipotesis 3 dan hipotesis 4 akan dilakukan analisis ANOVA dua jalur dengan menggunakan PASW Statistics 18: General Linear Model-

Univariate- Posthoc.

Hipotesis 3:

H0 : Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa berdasarkan klasifikasi kemampuan awal matematis (atas, tengah dan bawah).

H1: Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa berdasarkan klasifikasi kemampuan awal matematis (atas, tengah dan bawah).

Hipotesis 4:

H0 : Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa berdasarkan klasifikasi kemampuan awal matematis (atas, tengah dan bawah).

H1 : Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa berdasarkan klasifikasi kemampuan awal matematis (atas, tengah dan bawah).


(50)

H0 :

H1 :    Keterangan:

: rata-rata gain kemampuan pemahaman atau penalaran matematis kelompok atas

: rata-rata gain kemampuan pemahaman atau penalaran matematis kelompok tengah

: rata-rata gain kemampuan pemahaman atau penalaran matematis kelompok bawah

H. Prosedur Penelitian

Prosedur Penelitian ini dikelompokkan dalam tiga tahap, yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap analisa data.

H.1. Tahap Persiapan

Adapun hal-hal yang dilakukan pada tahap persiapan adalah sebagai berikut:

1. Melakukan studi pendahuluan dengan mengidentifikasi masalah yang terjadi dalam pembelajaran di sekolah, merumuskan masalah, dan melakukan kajian pustaka terhadap teori-teori yang berkaitan dengan model pembelajaran ARIAS.

2. Menyusun rencana pembelajaran dan instrumen penelitian.


(51)

4. Mengurus perizinan terkait dengan penelitian.

5. Memilih dua kelas dari kelas VIII SMP Negeri 1 Cisarua, Bandung Barat untuk dijadikan kelas eksperimen dan kelas kontrol.

H.2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilakukan pada semester genap 2011-2012 di SMP Negeri 1 Cisarua, Bandung Barat. Tahap pelaksanaan penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Memberikan tes awal (pre-test) kemampuan pemahaman dan penalaran matematis untuk mengetahui pengetahuan awal siswa.

2. Melakukan kegiatan pembelajaran dilaksanakan berdasarkan jadwal dan jam pelajaran matematika yang ditetapkan. Pembelajaran dengan model ARIAS dilakukan pada kelas eksperimen, dan pembelajaran biasa dilakukan pada kelas kontrol.

3. Memberikan tes akhir (post-test) kemampuan pemahaman dan penalaran matematis dilaksanakan setelah semua kegiatan pembelajaran berakhir pada kedua kelas.

4. Memberikan angket kepada siswa kelas eksperimen, untuk mengetahui sikap siswa terhadap model pembelajaran ARIAS.

H.3. Tahap Analisa Data

Adapun hal- hal yang dilakukan pada tahap analisa data adalah sebagai berikut:


(52)

2. Memberikan kesimpulan dan rekomendasi.

Secara garis besar tahap pelaksanaan penelitian ini digambarkan dalam diagram alur sebagai berikut:

Gambar 3.1. Prosedur Penelitian

Gambar 3.1. Prosedur Penelitian Studi Pendahuluan:

Identifikasi Masalah, Perumusan Masalah, dan Kajian Pustaka

Penyusunan Rencana Pembelajaran dan instrumen, uji coba instrumen dan analisis hasil uji coba

Pembelajaran dengan Model ARIAS, angket siswa dan observasi

(Kelas Eksperimen) Pembelajaran Biasa

(Kelas Kontrol)

Pelaksanaan Post-test Pemahaman Matematis dan Penalaran Matematis

Pengolahan Data

Analisa Data

Penarikan Kesimpulan dan Rekomendasi Pelaksanaan Pre-test Pemahaman Matematis dan Penalaran Matematis


(53)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa data dan temuan dalam penelitian ini, maka penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model ARIAS lebih baik daripada peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran biasa.

2. Peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model ARIAS lebih baik daripada peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran biasa. 3. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa berdasarkan klasifikasi kemampuan awal matematis (atas, tengah dan bawah). 4. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa

berdasarkan klasifikasi kemampuan awal matematis (atas, tengah dan bawah). 5. Secara umum, siswa-siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model

ARIAS memiliki sikap positif terhadap pelajaran matematika dan pembelajaran dengan model ARIAS.

6. Kegiatan pembelajaran dengan model ARIAS mendapat respon yang baik dari guru.


(54)

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penulis mengajukan beberapa saran sebagai berikut:

1. Pembelajaran dengan model ARIAS dapat dijadikan salah satu alternatif pembelajaran matematika dalam upaya untuk meningkatkan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis siswa di Sekolah Menengah Pertama. 2. Peneliti menyarankan agar dalam penelitian selanjutnya, calon peneliti dapat

menggunakan pembelajaran dengan model ARIAS untuk meningkatkan kemampuan matematis lainnya, seperti kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis.


(55)

DAFTAR PUSTAKA

Akinsola, M.K. & Olowojaiye, F.B. (2008). Teacher Instructional Metods and Student Attitudes Towards Mathematics. International Electronic Journal

of Mathematics Education. Vol.3, No.1, February 2008.

Tersedia: http://www.iejme.com/012008/d4.pdf

Arikunto, S. (2009). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Bergqvist, T., Lithner, J., &Sumpter, L. (2006). Upper Secondary Students’ Task

Reasoning.International Journal of Mathematical Education in Science and Technology, Vol. 00, No. 00, September 2006, 1–9. Tersedia:

http://snovit.math.umu.se/forskning/Didaktik/Rapportserien/060904VR1.pdf Cai, J.L. & Jakabcsin, M.S. (1996). Communication in Mathematics K-12 And

Beyond. Virginia : NCTM.

Dahlan, J.A. (2004). Meningkatkan Kemampuan Penalaran Dan Pemahaman

Matematik Siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama melalui Pendekatan Open-Ended. Disertasi PPs UPI. Bandung: Tidak dipublikasikan.

Depdiknas. (2002). Ringkasan Kegiatan Belajar Mengajar. Jakarta: Depdiknas. Depdiknas. (2003). Kurikulum 2004, Standar Kompetensi, Mata Pelajaran

Matematika Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah. Jakarta: Pusat

Kurikulum, Balitbang Depdiknas.

Driscoll, M. (2000). Psychology of Learning for Instruction. Needham Heights, MA: Allyn & Bacon.

Faizah, U. (2011). Efektifitas Model pembelajaran ARIAS (Assurance, Relevance,

Interest, Assessment, Satisfaction) dengan Media Lingkungan dalam Meningkatkan Hasil Belajar Peserta Didik Materi Pokok Himpunan.

Skripsi Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo,Semarang. Tersedia:

http://library.walisongo.ac.id/digilib/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jtp tiain-gdl-unnatulfai-5385

Hake, R.R. (2007). Should We Measure Change? Yes!.

Tersedia: http://www.physics.indiana.edu/~hake/MeasChangeS.pdf

Hamidah.(2008). Efektivitas Pembelajaran Model ARIAS Disertai Liquid Crystal

Display (LCD) pada Materi Aritmatika Sosial Di Kelas VII. Skripsi FKIP


(56)

Hamidah.(2010). Pengaruh Model Pembelajaran ARIAS Terhadap Kemamuan

Pemahaman Matematis Siswa SMP Ditinjau Dari Tingkat Kecerdasan Emosional. Tesis SPS UPI. Bandung: Tidak Diterbitkan.

Hopkins, C. D. & Antes, R. L. (1990). Classroom Measurement and Evaluation. Itasca, Illinois: F.E. Peacock Publisher, Inc.

Herdian. (2010). Kemampuan Pemahaman Matematika. Tersedia:

http://herdy07.wordpress.com/2010/05/27/kemampuan-pemahaman-matematis/

Herdian. (2010). Kemampuan Penalaran Matematika. Tersedia:

http://herdy07.wordpress.com/2010/05/27/kemampuan-penalaran-matematis/

Hutajulu, M. (2010). Peningkatan Kemampuan Pemahaman Dan Penalaran

Matematika Siswa Sekolah Menengah Atas Melalui Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing. Tesis SPs UPI. Bandung: Tidak dipublikasikan.

Istianah, I. (2009). Pengaruh Penerapan Pembelajaran ARCS (Attention,

Relevance, Confidence, Satisfaction) Terhadap Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematika Siwa Sekolah Menengah Pertama. Skripsi UPI.

Bandung: Tidak dipublikasikan

Jacob, C. (2003). Pemecahan Masalah, Penalaran Logis, Berpikir Kritis &

Pengkomunikasian. Universitas Pendidikan Indonesia. Tidak Diterbitkan.

Keller, J. M. & Koop, T.W. (1987). An Application of the ARCS Model of

Motivational Design, dalam Charles M. Reigeluth (ed), Instructional

theories in action, 289-319. Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum Associates, Publishers.

Keller, J.M. (1999). Motivation in cyber learning environments. International

Journal of Educational Technology, 1, 7-30.

Knowlton, A., Savage, T. & Shellnut, B. (1998). Using the ARCS Model to Design

Multimedia College Engineering Courses. Paper presented at the National

Convention of the Association for Educational Communications and Technology, St. Louis, MO.

Latief, M. (2011). Matematika Dan Guru Yang Membosankan. Kompas. Tersedia: http://edukasi.kompas.com/read/2011/01/06/17533529/Matematika.dan.Guru .yang.Membosankan.

Latief, M. (2011). 76.6 Persen Siswa SMP Buta Matematika. Kompas. Tersedia: http://edukasi.kompas.com/read/2011/01/31/19444535/76.6.Persen.Siswa. SMP.Buta.Matematika


(57)

Lienda, Y. (2009). Pembelajaran Matematika dengan menggunakan Model

Pembelajaran ARIAS (Assurance, Relevance, Interest, Assessment, Satisfaction) dalam Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar dan Motivasi Siswa. Skripsi UPI Bandung: Tidak dipublikasikan.

Mills, R.J. & Sorensen, N. (2004). Kids CollegeTM 2004: An Implementation of the ARCS Model of Motivational Design. Manuscript. Utah State University.

Tersedia: http://www.contentedits.com/img.asp?id=1706

Muin. A. (2005). Pendekatan Metakognitif untuk Meningkatkan Kemampuan

Matematika Siswa SMA. Tesis SPs UPI. Bandung: Tidak dipublikasikan.

Nasution, S.L. (2010). Pembelajaran Matematika Melalui Pendekatan

Ketrampilan Metakognitif dengan Model Advance Organizer Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama. Tesis SPs UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.

NCTM. (1989). Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics. Reston, Virginia.

NCTM. (2000). Princip And Standards for School Mathematics. Reston, Virginia. Priatna, N. (2003). Kemampuan Penalaran Induktif dan Deduktif serta Kaitannya

dengan Pemahaman Matematik Siswa Kelas 3 Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri di Kota Bandung. Disertasi PPs UPI . Bandung : Tidak

Dipublikasikan.

Razali, N.M. & Wah, Y.B. (2011). Power Comparisons Of Shapiro-Wilk, Kolmogorov-Smirnov, Lilliefors and Anderson-Darling Test. Journal of

Modeling Statistical dan Analytics Vol.2 No.1, 21-33, 2011.Faculty of

Computer and Mathematical Sciences. Universiti Teknologi MARA. Selangor, Malaysia. Tersedia: http://instatmy.org.my/downloads/e-jurnal%202/3.pdf

Rodgers, D.L.,& Thorton, B.J.W. (2005). The Effect of Instructional Media On Learner Motivation. International Journal of Instructional Media Vol.32

(4).Tersedia:

https://pantherfile.uwm.edu/simonec/public/Motivation%20retention%20arti cles/Articles/Rodgers_EffectOfInstuctionalMedia.pdf

Ruseffendi, E.T. (1991). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan

Kompetensinya Dalam Pengajaran Matematika Untuk Meningkatkan CBSA.


(58)

Sabandar. J. (2008). Pembelajaran Matematika Sekolah Dan Permasalahan

Ketuntasan Belajar Matematika. Pidato Pengukuhan Sebagai Guru Besar

dalam Bidang Pendidikan Dan Ilmu Pengetahuan Alam, UPI. Bandung: Tidak dipublikasikan.

Saragih, S. (2007). Mengembangkan Kemampuan Berpikir Logis Dan Komunikasi

Matematik Siswa SMP Melalui Pendekatan Matematika Realistik. Disertasi.

UPI : Tidak Diterbitkan.

Siskandar. (2008). Sikap dan Motivasi Siswa dalam kaitan dengan Hasil Belajar Matematika di SD. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan No. 072 Tahun

ke-14, Mei 2008.

Slavin, R.E. (1988). Educational Psychology (Theory Into Practice). 2nd edition. Prentice Hall, Englewood Cliff, New Jersey.

Small, R. (2000). Motivation in Instructional Design. Teacher Librarian. 27(5), 29-31.

Somatanaya, A.A.G. (2005). Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis

Siswa SLTP melalui Pembelajaran dengan Metode Inkuiri. Tesis PPs UPI.

Bandung: Tidak dipublikasikan.

Sopah,D. (1998). Studi Tentang Model Peningkatan Motivasi Berprestasi Siswa. Laporan Penelitian. Palembang: Lembaga Penelitian Universitas Sriwijaya. Suciati. (1990). Belajar dan Pembelajaran 2. Jakarta: Universitas Terbuka.

Depdiknas.

Sudijono, A. (1996). Pengantar evaluasi pendidikan. Jakarta: PT Raja Grapindo Persada.

Sudrajat, A. (2008). Penilaian Hasil Belajar. Tersedia:

http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/05/01/penilaian-hasil-belajar/ Suherman,E., dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.

Bandung : UPI.

Suherman,E. & Kusumah, Y.S. (1990). Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung : Wijayakusumah.

Sumarmo, U.(2005). Pengembangan Berpikir Matematik Tingkat Tinggi Siswa

SLTP dan SMU serta Mahasiswa Strata Satu Melalui Berbagai Pendekatan Pembelajaran. Lemlit UPI. Bandung: Laporan Penelitian.


(59)

Sumarno, A. (2011). Penilaian Diri (Self Assessment) dalam Pendidikan

Karakter. Tersedia: http://blog.elearning.unesa.ac.id/alim-sumarno/penilaian

-diri-self-assessment-dalam-pendidikan-karakter.

Suzuki, K. (1995). On the framework of designing and developing "appealing instruction": The ARCS Motivation Model. Japanese Journal of

Educational Media Research, 1(1), 50-6.

Turmudi. (2007). Persepsi Guru Terhadap Inovasi Pembelajaran Matematika

Sekolah Menengah Pertama di Kota Bandung (ExploratoryFactor Analysis). Makalah Seminar Nasional. Universitas Pendidikan Indonesia.

Tersedia:

http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR.PEND.MATEMATIKA/ 196101121987031-TURMUDI/F17-Makalah2007 SEMNAS.pdf

Wahyudin (1999). Kemampuan Guru Matematika, Calon Guru Matematika dan

Siswa dalam Mata Pelajaran Matematika. Disertasi UPI. Bandung: Tidak

Dipublikasikan.

Wahyudin (2003). Peranan Problem Solving. UPI Bandung.

Wahyudin (2008). Pembelajaran Dan Model-model Pembelajaran. Diktat Kuliah. Bandung: Tidak diterbitkan.

Wildan, I. (2010). Pengaruh Pembelajaran Inkuiri Model Silver Terhadap

Kemampuan Pemahaman Matematis Dan Penalaran Logis Siswa Sekolah Menengah Atas di Kabupaten Bandung. Tesis SPs UPI. Bandung: Tidak

diterbitkan.

Yulaelawati. E. (2007). Kurikulum dan Pembelajaran (Filosofi, Teori dan


(1)

Hamidah.(2010). Pengaruh Model Pembelajaran ARIAS Terhadap Kemamuan Pemahaman Matematis Siswa SMP Ditinjau Dari Tingkat Kecerdasan Emosional. Tesis SPS UPI. Bandung: Tidak Diterbitkan.

Hopkins, C. D. & Antes, R. L. (1990). Classroom Measurement and Evaluation. Itasca, Illinois: F.E. Peacock Publisher, Inc.

Herdian. (2010). Kemampuan Pemahaman Matematika. Tersedia:

http://herdy07.wordpress.com/2010/05/27/kemampuan-pemahaman-matematis/

Herdian. (2010). Kemampuan Penalaran Matematika. Tersedia:

http://herdy07.wordpress.com/2010/05/27/kemampuan-penalaran-matematis/

Hutajulu, M. (2010). Peningkatan Kemampuan Pemahaman Dan Penalaran Matematika Siswa Sekolah Menengah Atas Melalui Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing. Tesis SPs UPI. Bandung: Tidak dipublikasikan.

Istianah, I. (2009). Pengaruh Penerapan Pembelajaran ARCS (Attention, Relevance, Confidence, Satisfaction) Terhadap Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematika Siwa Sekolah Menengah Pertama. Skripsi UPI. Bandung: Tidak dipublikasikan

Jacob, C. (2003). Pemecahan Masalah, Penalaran Logis, Berpikir Kritis & Pengkomunikasian. Universitas Pendidikan Indonesia. Tidak Diterbitkan. Keller, J. M. & Koop, T.W. (1987). An Application of the ARCS Model of

Motivational Design, dalam Charles M. Reigeluth (ed), Instructional theories in action, 289-319. Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum Associates, Publishers.

Keller, J.M. (1999). Motivation in cyber learning environments. International Journal of Educational Technology, 1, 7-30.

Knowlton, A., Savage, T. & Shellnut, B. (1998). Using the ARCS Model to Design Multimedia College Engineering Courses. Paper presented at the National Convention of the Association for Educational Communications and

Technology, St. Louis, MO.

Latief, M. (2011). Matematika Dan Guru Yang Membosankan. Kompas. Tersedia: http://edukasi.kompas.com/read/2011/01/06/17533529/Matematika.dan.Guru .yang.Membosankan.

Latief, M. (2011). 76.6 Persen Siswa SMP Buta Matematika. Kompas. Tersedia: http://edukasi.kompas.com/read/2011/01/31/19444535/76.6.Persen.Siswa.


(2)

Lienda, Y. (2009). Pembelajaran Matematika dengan menggunakan Model Pembelajaran ARIAS (Assurance, Relevance, Interest, Assessment, Satisfaction) dalam Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar dan Motivasi Siswa. Skripsi UPI Bandung: Tidak dipublikasikan.

Mills, R.J. & Sorensen, N. (2004). Kids CollegeTM 2004: An Implementation of the ARCS Model of Motivational Design. Manuscript. Utah State University. Tersedia: http://www.contentedits.com/img.asp?id=1706

Muin. A. (2005). Pendekatan Metakognitif untuk Meningkatkan Kemampuan Matematika Siswa SMA. Tesis SPs UPI. Bandung: Tidak dipublikasikan. Nasution, S.L. (2010). Pembelajaran Matematika Melalui Pendekatan

Ketrampilan Metakognitif dengan Model Advance Organizer Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama. Tesis SPs UPI. Bandung: Tidak diterbitkan. NCTM. (1989). Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics.

Reston, Virginia.

NCTM. (2000). Princip And Standards for School Mathematics. Reston, Virginia. Priatna, N. (2003). Kemampuan Penalaran Induktif dan Deduktif serta Kaitannya

dengan Pemahaman Matematik Siswa Kelas 3 Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri di Kota Bandung. Disertasi PPs UPI . Bandung : Tidak Dipublikasikan.

Razali, N.M. & Wah, Y.B. (2011). Power Comparisons Of Shapiro-Wilk, Kolmogorov-Smirnov, Lilliefors and Anderson-Darling Test. Journal of Modeling Statistical dan Analytics Vol.2 No.1, 21-33, 2011.Faculty of Computer and Mathematical Sciences. Universiti Teknologi MARA. Selangor, Malaysia. Tersedia: http://instatmy.org.my/downloads/e-jurnal%202/3.pdf

Rodgers, D.L.,& Thorton, B.J.W. (2005). The Effect of Instructional Media On Learner Motivation. International Journal of Instructional Media Vol.32 (4).Tersedia:

https://pantherfile.uwm.edu/simonec/public/Motivation%20retention%20arti cles/Articles/Rodgers_EffectOfInstuctionalMedia.pdf

Ruseffendi, E.T. (1991). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya Dalam Pengajaran Matematika Untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.


(3)

Sabandar. J. (2008). Pembelajaran Matematika Sekolah Dan Permasalahan Ketuntasan Belajar Matematika. Pidato Pengukuhan Sebagai Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Dan Ilmu Pengetahuan Alam, UPI. Bandung: Tidak dipublikasikan.

Saragih, S. (2007). Mengembangkan Kemampuan Berpikir Logis Dan Komunikasi Matematik Siswa SMP Melalui Pendekatan Matematika Realistik. Disertasi. UPI : Tidak Diterbitkan.

Siskandar. (2008). Sikap dan Motivasi Siswa dalam kaitan dengan Hasil Belajar Matematika di SD. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan No. 072 Tahun ke-14, Mei 2008.

Slavin, R.E. (1988). Educational Psychology (Theory Into Practice). 2nd edition. Prentice Hall, Englewood Cliff, New Jersey.

Small, R. (2000). Motivation in Instructional Design. Teacher Librarian. 27(5), 29-31.

Somatanaya, A.A.G. (2005). Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa SLTP melalui Pembelajaran dengan Metode Inkuiri. Tesis PPs UPI. Bandung: Tidak dipublikasikan.

Sopah,D. (1998). Studi Tentang Model Peningkatan Motivasi Berprestasi Siswa. Laporan Penelitian. Palembang: Lembaga Penelitian Universitas Sriwijaya. Suciati. (1990). Belajar dan Pembelajaran 2. Jakarta: Universitas Terbuka.

Depdiknas.

Sudijono, A. (1996). Pengantar evaluasi pendidikan. Jakarta: PT Raja Grapindo Persada.

Sudrajat, A. (2008). Penilaian Hasil Belajar. Tersedia:

http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/05/01/penilaian-hasil-belajar/ Suherman,E., dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.

Bandung : UPI.

Suherman,E. & Kusumah, Y.S. (1990). Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung : Wijayakusumah.

Sumarmo, U.(2005). Pengembangan Berpikir Matematik Tingkat Tinggi Siswa SLTP dan SMU serta Mahasiswa Strata Satu Melalui Berbagai Pendekatan Pembelajaran. Lemlit UPI. Bandung: Laporan Penelitian.


(4)

Sumarno, A. (2011). Penilaian Diri (Self Assessment) dalam Pendidikan Karakter. Tersedia: http://blog.elearning.unesa.ac.id/alim-sumarno/penilaian -diri-self-assessment-dalam-pendidikan-karakter.

Suzuki, K. (1995). On the framework of designing and developing "appealing instruction": The ARCS Motivation Model. Japanese Journal of

Educational Media Research, 1(1), 50-6.

Turmudi. (2007). Persepsi Guru Terhadap Inovasi Pembelajaran Matematika Sekolah Menengah Pertama di Kota Bandung (ExploratoryFactor Analysis). Makalah Seminar Nasional. Universitas Pendidikan Indonesia. Tersedia:

http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR.PEND.MATEMATIKA/ 196101121987031-TURMUDI/F17-Makalah2007 SEMNAS.pdf

Wahyudin (1999). Kemampuan Guru Matematika, Calon Guru Matematika dan Siswa dalam Mata Pelajaran Matematika. Disertasi UPI. Bandung: Tidak Dipublikasikan.

Wahyudin (2003). Peranan Problem Solving. UPI Bandung.

Wahyudin (2008). Pembelajaran Dan Model-model Pembelajaran. Diktat Kuliah. Bandung: Tidak diterbitkan.

Wildan, I. (2010). Pengaruh Pembelajaran Inkuiri Model Silver Terhadap Kemampuan Pemahaman Matematis Dan Penalaran Logis Siswa Sekolah Menengah Atas di Kabupaten Bandung. Tesis SPs UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.

Yulaelawati. E. (2007). Kurikulum dan Pembelajaran (Filosofi, Teori dan Aplikasi). Jakarta: Pakar Raya.


(5)

Laporan Daya Saing Global:

http://id.wikipedia.org/wiki/Laporan_Daya_Saing_Global Peringkat Daya Saing Indonesia 2011

http://www.bappenas.go.id/blog/?cat=107&paged=2

Kualitas Sumber Daya Manusia Jadi Kendala Pendidikan Indonesia

http://2011.web.dikti.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=931

:kualitas-sumber-daya-manusia-jadi-kendala-pendidikan-indonesia&catid=69:berita-terkait&Itemid=196

Permen Diknas 2009 tentang SKL Ujian Nasional SMP, SMA dan SMK http://www.scribd.com/doc/22393526/SKL-Ujian-Nasional-SMP-SMA-SMK-2010-Permen-75-Tahun-2009

Permen Diknas Nomor 23 Tahun 2006

http://ftp.unm.ac.id/permendiknas-2006/Nomor23Tahun2006.pdf Permen Diknas Nomor 22 Tahun 2006

ftp://ftp.unm.ac.id/permendiknas-2006/Nomor%2022%20Tahun%20...

http://litbang.kemdikbud.go.id/content/PERMEN%20NOMOR%2022%20TAHU N%202006%281%29.pdf

Survei Internasional PISA dan TIMSS litbang.kemdikbud.go.id/detail.php?id=215 ARCS Model of Motivational Design

http://www.learning-theories.com/kellers-arcs-model-of-motivational-design.html Keller’s ARCS Model of Motivation. (March 5, 2004). Instructional Technology Global Resources Network. Tersedia: http://www.ittheory.com/keller1.htm. http://kamusbahasaindonesia.org/paham

http://id.wikipedia.org/wiki/Penalaran

http://www.merriam-webster.com/dictionary/assurance http://www.ldoceonline.com/dictionary/attention www.foreignword.com/dictionary/engind/


(6)