Peningkatan Kemampuan Pemahaman Konsep dan Penalaran Induktif Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pendekatan Generatif.

(1)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR DIAGRAM ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 10

1.3 Tujuan Penelitian ... 11

1.4 Hipotesis Penelitian ... 12

1.5 Manfaat Penelitian ... 13

1.6 Definisi Operasional... 14

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pemahaman Konsep ... 15

2.2 Penalaran Induktif ... 16

2.3 Sikap Siswa terhadap Matematika ... 21

2.4 Pendekatan Generatif dalam Pembelajaran Matematika ... 22

2.5 Pembelajaran Konvensional ... 27

2.6 Teori yang Mendukung terhadap Pembelajaran Generatif ... 27

2.7 Hasil Penelitian yang Relevan ... 29

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ... 31


(2)

3.3 Variabel Penelitian ... 33

3.4 Materi atau Bahan Ajar ... 33

3.5 Instrumen Penelitian ... 34

3.6 Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 42

3.7 Teknik Analisis data ... 48

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 55

4.1.1 Kemampuan Pemahaman Konsep ... 59

4.1.2 Kemampuan Penalaran Induktif ... 66

4.1.3 Korelasi Antara Kemampuan Pemahaman Konsep dan Penalaran Induktif Siswa ... 74

4.1.4 Sikap Siswa ... 76

4.2 Pembahasan ... 96

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 104

5.2 Saran ... 105

DAFTAR PUSTAKA ... 106

LAMPIRAN: LAMPIRAN A ... 110

LAMPIRAN B ... 192

LAMPIRAN C ... 207

LAMPIRAN D ... 212

LAMPIRAN E ……….. 226


(3)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kriteria Penilaian Pemahaman Konsep ... 35

Tabel 3.2 Kriteia Penilaian Penalaran ... 35

Tabel 3.3 Klasifikasi Koefisien Korelasi ... 37

Tabel 3.4 Klasifikasi Derajat Reliabilitas ... 38

Tabel 3.5 Klasifikasi daya Pembeda ... 39

Tabel 3.6 Klasifikasi Indeks kesukaran ... 40

Tabel 3.7 Hasil Uji Coba tes Kemampuan Pemahaman Konsep dan Penalaran Induktif ………. 40

Tabel 3.8 Jadual Pelaksanaan Penelitian pada Kelas Eksperimen ... 44

Tabel 3.9 Kriteria Indeks Gain ... 48

Tabel 4.1 Statistik Deskriptif Skor Pemahaman Konsep ... 56

Tabel 4.2 Statistik Deskriptif Skor Penalaran Induktif …… ………. 57

Tabel 4.3 Uji Normalitas Rata-rata Skor Pretes dan Postes Kemampuan Pemahaman Konsep ... 60

Tabel 4.4 Uji Homogenitas Varians Skor Pretes dan Postes Kemampuan Pemahaman Konsep ... 61

Tabel 4.5 Uji Normalitas Rata-rata Skor N_Gain Kemampuan Pemahaman Konsep ... 62

Tabel 4.6 Uji Homogenitas Varians Skor N_Gain Kemampuan Pemahaman Konsep ………. 63

Tabel 4.7 Hasil Uji Kesamaan Dua Rata-rata N_Gain Kemampuan Pemahaman Konsep ... 65

Tabel 4.8 Klasifikasi Skor N_Gain Pemahaman Konsep ……….. 66

Tabel 4.9 Uji Normalitas Rata-rata Skor Pretes dan Postes Kemampuan Penalaran Induktif ... 68


(4)

Tabel 4.10 Uji Homogenitas Varians Skor Pretes dan Postes Kemampuan

Penalaran Induktif ... 69 Tabel 4.11 Uji Normalitas Rata-rata Skor N_Gain Kemampuan Penalaran

Induktif ... 70 Tabel 4.12 Uji Homogenitas Varians Skor N_Gain Kemampuan Penalaran

Induktif ……….. 71 Tabel 4.13 Hasil Uji Kesamaan Dua Rata-rata N_Gain Kemampuan Penalaran

Induktif ... 72 Tabel 4.14 Klasifikasi Skor N_Gain Penalaran Induktif ..……….. 73 Tabel 4.15 Korelasi Antara Peningkatan Kemampuan Pemahaman Konsep dan

Penalaran Induktif Siswa ... 75 Tabel 4.16 Sikap Siswa terhadap Matematika Menggunakan Pendekatan

Generatif ... 77 Tabel 4.17 Sikap Siswa terhadap Pembelajaran Matematika ... 78 Tabel 4.18 Sikap Siswa terhadap Pembelajaran dengan Pendekatan Generatif .. 80 Tabel 4.19 Sikap Siswa terhadap Pembelajaran dengan Pendekatan Generatif

Dalam Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep …………. 83 Tabel 4.20 Sikap Siswa terhadap Pembelajaran dengan Pendekatan Generatif

Dalam Meningkatkan Kemampuan Penalaran Induktif ……… 85 Tabel 4.21 Hasil Pengamatan terhadap Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran

Dengan Pendekatan Generatif ……….. 87 Tabel 4.22 Hasil Pengamatan terhadap Aktivitas Guru dalam Pembelajaran


(5)

DAFTAR DIAGRAM


(6)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Aktivitas Siswa pada Tahap Eksplorasi ... 91

Gambar 4.2 Aktivitas Siswa pada Tahap Memfokuskan ... 92

Gambar 4.3. Aktivitas Siswa pada Tahap Tantangan ... 93


(7)

(8)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Matematika sebagai salah satu disiplin ilmu mempunyai peranan penting dalam menentukan masa depan. Matematika dapat memberikan kontribusi mulai dari hal yang sederhana seperti perhitungan dasar dalam kehidupan sehari-hari sampai hal yang kompleks dan abstrak seperti penerapan analisis numerik dalam bidang teknik dan sebagainya. Untuk dapat melakukan semua itu diperlukan pemikir-pemikir yang kompeten, yang mampu menguasai dunia ilmu pengetahuan dan mampu berpikir tingkat tinggi. Pemikir yang mampu mengkomunikasikan pemikirannya, mampu mengkoneksikan ide-ide dalam keilmuannya sendiri ataupun dengan bidang lain, serta mampu bernalar dengan baik untuk menarik kesimpulan yang tepat dalam menyelesaikan persoalan. Kemampuan-kemampuan tersebut diperlukan dalam memecahkan masalah yang dihadapi di dalam kehidupan. Oleh karena itu, pembelajaran matematika di sekolah harus mampu mengembangkan potensi yang dimiliki siswa, sehingga mereka mampu mengerjakan dan memahami matematika dengan benar.

Karakteristik mata pelajaran matematika adalah obyek pembicaraannya abstrak, pembahasannya mengandalkan tata nalar, pengertian/konsep atau pernyataan/sifat sangat jelas berjenjang sehingga terjaga konsistensinya, melibatkan perhitungan atau pengerjaan (operasi) serta dapat dialihgunakan dalam


(9)

berbagai aspek keilmuan maupun kehidupan sehari-hari, sehingga belajar matematika membutuhkan pemahaman terhadap konsep dasar matematik secara benar walaupun sulit untuk mencapainya.

Tujuan umum pembelajaran matematika yang dirumuskan National Council of Teacher Mathematics (2000) yaitu : belajar untuk bernalar, belajar untuk memecahkan masalah, belajar untuk mengaitkan ide, pembentukan sikap positif terhadap matematika. Matematika sebagai bagian dari kurikulum sekolah tentunya diarahkan untuk mendukung tercapainya tujuan pendidikan tersebut.

Adapun tujuan umum pendidikan matematika pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yaitu agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut:

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.


(10)

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. (Depdiknas, 2006).

Menurut Sumarmo (2002) pendidikan matematika pada hakekatnya memiliki dua arah pengembangan yaitu untuk memenuhi kebutuhan masa kini dan masa datang. Untuk kebutuhan masa kini, pembelajaran matematika mengarah kepada pemahaman matematika dan ilmu pengetahuan lainnya. Untuk kebutuhan di masa yang akan datang mempunyai arti lebih luas yaitu memberikan kemampuan nalar yang logis, sistematis, kritis dan cermat serta berpikir objektif dan terbuka yang sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari serta menghadapi masa depan yang selalu berubah. Sehingga diharapkan dengan keterampilan yang dimilikinya, siswa mampu memberikan kemampuan penalaran yang sangat diperlukan di masyarakat.

Pembelajaran matematika yang berorientasi pada tujuan dan hakekat tersebut, pelaksanaannya di depan kelas tidak cukup membekali siswa dengan berbagai pengetahuan matematika tetapi lebih dari itu diperlukan adanya upaya nyata yang dilakukan secara intensif untuk menumbuhkembangkan kemampuan memperoleh pengetahuan matematika dengan menemukan sendiri maupun secara berkolaborasi serta kemampuan menerapkannya dalam situasi masyarakat moderen.


(11)

Menurut Sumarmo (2000), untuk mendukung proses pembelajaran matematika, diperlukan perubahan pandangan, yaitu: (1) dari pandangan kelas sebagai kumpulan individu ke arah kelas sebagai masyarakat belajar, (2) dari pandangan pencapaian jawaban yang benar saja ke arah logika dan peristiwa matematika sebagai verifikasi, (3) dari pandangan guru/dosen sebagai pengajar ke arah guru/dosen sebagai pendidik, motivator, fasilitator, dan manajer belajar, (4) dari penekanan pada mengingat prosedur penyelesaian ke arah pemahaman dan penalaran matematika melalui penemuan kembali (reinvention), (5) dari memandang dan memperlakukan matematika sebagai kumpulan konsep dan prosedur yang terisolasi ke arah hubungan antar konsep, ide matematika, dan aplikasinya baik dalam matematika sendiri, bidang ilmu lainnya maupun dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut hasil survey IMSTEP-JICA (Ulya, 2007), satu di antara penyebab rendahnya kualitas pemahaman siswa dalam matematika karena pembelajaran matematika hanya berfokus pada hal-hal yang sesuai dengan contoh-contoh yang dikerjakan oleh guru. Penelitian lain menyatakan bahwa peserta Indonesia memperoleh skor yang rendah dalam menyelesaikan soal-soal tidak rutin (pemecahan masalah atau masalah matematik yang membutuhkan penalaran) yaitu hanya sekitar 25%. Namun mereka relatif lebih baik dalam menyelesaikan soal-soal tentang fakta dan prosedur (Mullis, et al. 2000).

Lemahnya penalaran matematik siswa ini tidak lepas dari kurangnya kesempatan dan tidak dibiasakannya siswa melakukan kegiatan bernalar dalam


(12)

proses belajarnya. Menurut Sabandar (2007) soal-soal atau permasalahan matematika yang sifatnya menantang itu akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk memberdayakan segala kemampuan yang dimilikinya atau menggunakan keterampilan berpikir tingkat tinggi.

Baroody (Dahlan, 2004) mengungkapkan bahwa terdapat beberapa keuntungan apabila siswa diperkenalkan dengan penalaran, karena dapat secara langsung meningkatkan hasil belajar siswa. Keuntungan tersebut adalah jika siswa diberi kesempatan untuk menggunakan keterampilan bernalarnya dalam melakukan pendugaan-pendugaan berdasarkan pengalamannya sendiri, maka siswa akan lebih mudah memahami konsep. Misalnya siswa diberikan permasalahan dengan menggunakan benda-benda nyata, melihat pola, mereformulasikan dugaan tentang pola yang sudah diketahui dan mengevaluasinya, sehingga hasil yang diperoleh lebih informatif. Hal ini akan lebih membantu siswa dalam memahami proses yag telah disiapkan dengan cara doing mathematics dan eksplorasi matematika.

Dari pernyataan tersebut muncul pertanyaan “bagaimana kemampuan siswa dalam kemampuan pemahaman konsep dan bernalar dalam matematika?, apakah terdapat hubungan antara kemampuan pemahaman konsep dan penalaran induktif?”. Penalaran siswa berpengaruh terhadap kinerja matematikanya, yaitu terhadap peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematikanya, sehingga kemampuan penalaran siswa merupakan salah satu bagian yang penting dan perlu dikembangkan.


(13)

Idealnya aktivitas pembelajaran tidak hanya difokuskan pada upaya mendapatkan pengetahuan sebanyak-banyaknya, melainkan juga bagaimana menggunakan segenap pengetahuan yang didapat untuk menghadapi situasi baru atau memecahkan masalah-masalah khusus yang ada kaitannya dengan bidang studi yang dipelajari. Mengacu pada pandangan konstruktivisme yang memandang bahwa pembelajaran merupakan suatu proses, situasi dan upaya yang dirancang guru sehingga membuat siswa dapat belajar. Guru harus berperan sebagai fasilitator, motivator dan manager di kelas.

Kenyataan menunjukkan bahwa pembelajaran matematika umumnya masih berlangsung secara tradisional dengan karakteristik berpusat pada guru, menggunakan pendekatan yang bersifat ekspositori sehingga guru lebih mendominasi proses aktivitas kelas sedangkan siswa pasif, selain itu latihan yang diberikan lebih banyak soal-soal yang bersifat rutin sehingga kurang melatih daya nalar, dan kemampuan berpikir siswa hanya pada tingkat rendah (Hutagalung, 2009). Pembelajaran yang dikembangkan guru selama ini kurang mendukung berkembangnya kemampuan bernalar siswa, pembelajaran bersifat satu arah, anak tidak terlibat secara aktif dalam menggali konsep-konsep atau ide-ide matematik secara mendalam dan bermakna, sehingga siswa menerima pengetahuan dalam bentuk yang sudah jadi dan lebih bersifat hafalan.

Pembelajaran matematika selama ini kurang melibatkan siswa secara aktif, sebagaimana dikemukakannya bahwa “pembelajaran matematika selama ini disampaikan kepada siswa secara informatif, artinya siswa hanya memperoleh informasi dari guru saja sehingga derajat “kemelekatannya” juga dapat dikatakan


(14)

rendah” (Turmudi, 2008). Pembelajaran seperti ini sering dilakukan oleh banyak guru dalam keseharian sehingga memungkinkan kemampuan pemahaman konsep dan penalaran induktif siswa tidak tergali dan tidak berkembang secara maksimal disamping menimbulkan kebosanan dan merusak minat siswa. Akhirnya, anak tidak terlatih dalam memecahkan masalah-masalah yang menantang yang penyelesaiannya membutuhkan dan melibatkan kemampuan pemahaman konsep, penalaran induktif, berpikir kritis, sistematik, logis dan kreatif.

Terdapat beberapa alasan bahwa kemampuan pemahaman konsep dan penalaran induktif siswa perlu dikembangkan dalam dalam pembelajaran matematika, karena sesuai dengan tujuan instruksional dan pandangan bahwa matematika adalah produk dan proses. Pemahaman konsep dalam pembelajaran matematika perlu diperhatikan karena melalui pemahaman konsep, siswa dapat mengorganisasi dan mengkonsolidasi berfikir matematikanya, yang akhirnya dapat membawa siswa pada pemahaman yang mendalam tentang konsep matematika yang telah dipelajari. Penalaran perlu mendapatkan perhatian khusus dari guru karena melalui penalaran yang benar akan diperoleh pengetahuan yang bermakna bagi siswa.

Upaya peningkatan kemampuan pemahaman konsep dan penalaran induktif siswa perlu mendapat perhatian dan usaha yang serius dari guru. Guru sebagai salah satu faktor penting penentu keberhasilan pembelajaran berperan dalam merencanakan, mengelola, mengarahkan dan mengembangkan materi pembelajaran termasuk di dalamnya pemilihan model, pendekatan yang


(15)

digunakan sangat menentukan jenis interaksi pembelajaran bagi siswa sekaligus keberhasilan pengajaran matematika. Hal ini senada dengan pendapat Wahyudin (2003:6) bahwa salah satu cara untuk mencapai hasil belajar yang optimal dalam mata pelajaran matematika adalah jika para guru menguasai materi yang akan diajarkan dengan baik dan mampu memilih strategi atau metode pembelajaran dengan tepat dalam setiap proses pembelajaran.

Selain pemahaman konsep dan penalaran induktif, faktor lain yang harus diperhatikan adalah sikap positif siswa terhadap matematika. Sikap siswa terhadap matematika erat kaitannya dengan minat siswa terhadap matematika, siswa yang berminat terhadap matematika maka ia akan suka mengerjakan tugas matematika, ini menandakan bahwa siswa tersebut bersikap positif terhadap matematika. Menyadari pentingnya sikap positif siswa terhadap matematika maka guru memiliki peranan penting untuk dapat menumbuhkan sikap tersebut dalam diri siswa, salah satunya adalah melalui pembelajaran yang dikembangkan dalam kelas. Pemilihan strategi atau pendekatan yang tepat akan dapat menumbuhkembangkan sikap positif siswa terhadap matematika. Sejalan dengan hal tersebut, maka aspek sikap dalam penelitian ini menjadi perhatian peneliti sehubungan dengan penggunaan pendekatan pembelajaran dengan pendekatan generatif.

Menyadari keadaan tersebut maka meningkatkan kemampuan pemahaman konsep dan kemampuan bernalar dalam hal ini penalaran induktif siswa perlu mendapat perhatian guru dalam pembelajaran matematika. Guru mempunyai


(16)

peranan penting untuk dapat menumbuhkan kemampuan tersebut, salah satunya adalah melalui pembelajaran yang dikembangkan dalam kelas. Pemilihan strategi atau pendekatan yang tepat akan dapat menumbuhkembangkan sikap positif siswa terhadap matematika (Wena, 2008). Dari pernyataan tersebut, timbul pertanyaan : pendekatan pembelajaran yang bagaimanakah yang dapat mengakomodasi peningkatan kemampuan-kemampuan tersebut ?

Salah satu alternatif yang sesuai untuk meningkatkan kemampuan pemahaman konsep dan penalaran dalam hal ini penalaran induktif yaitu dengan menggunakan strategi pembelajaran generatif. Tahapan-tahapan yang terdapat dalam strategi pembelajaran generatif dapat membuat siswa untuk belajar menjadi aktif dalam mengkonstruksikan pengetahuannya. Disamping itu melalui pembelajaran generatif tercipta suatu iklim belajar, siswa mendapatkan kebebasan dalam mengajukan ide-ide, pertanyaan-pertanyaan dan masalah-masalah sehingga belajar matematika lebih efektif dan bermakna (Chairhany, 2007).

Pendekatan generatif berlandaskan pada paham konstruktivisme, dengan asumsi dasar bahwa pengetahuan dikonstruksi dalam pikiran siswa. Dalam pendekatan pembelajaran generatif diharapkan siswa sendiri yang aktif mengkonstruksi dan mengembangkan konsep matematika, sedangkan guru hanya sebagai fasilitator, organisator, dan motivator. Pendekatan pembelajaran generatif mempunyai empat tahapan, yaitu tahap persiapan, tahap menfokuskan, tahap tantangan, dan tahap aplikasi.


(17)

Guru sebagai fasilitator, organisator, dan motivator pelaksana proses pembelajaran matematika, harus dapat memilih pendekatan pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan karakteritik matematika sehingga memungkinkan tumbuhnya kemampuan pemahaman konsep dan kemampuan penalaran induktif siswa. Sebagai fasilitator, guru menyiapkan perangkat pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk menemukan sendiri konsep, prinsip, dan prosedur melalui serangkaian aktifitas pembelajaran. Sebagai organisator, guru harus mampu mengelola jalannya proses pembelajaran termasuk cara-cara mengintervensi untuk mengarahkan siswa dalam memahami konsep, prinsip, dan prosedur. Sebagai motivator, guru memberikan motivasi kepada siswa yang kurang aktif di dalam proses pembelajaran, dengan demikian proses pembelajaran akan menjadi aktif.

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang ”Peningkatan Kemampuan Pemahaman Konsep dan Penalaran Induktif Siswa Sekolah Menengah Pertama melalui Pendekatan Generatif”.

1.2Rumusan Masalah

Mengacu pada uraian yang telah dituangkan pada latar belakang masalah, maka masalahnya mengarah pada pengembangan kemampuan pemahaman konsep dan penalaran induktif siswa SMP. Dengan demikian, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :


(18)

1. Apakah peningkatan kemampuan pemahaman konsep siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan generatif lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional ?

2. Apakah peningkatan kemampuan penalaran induktif siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan generatif lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional ?

3. Adakah korelasi antara peningkatan kemampuan pemahaman konsep dan penalaran induktif siswa ?

4. Bagaimana sikap siswa terhadap matematika sehubungan dengan pembelajaran melalui pendekatan generatif ?

5. Aspek apa yang menjadi kendala dalam pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan generatif untuk meningkatkan kemampuan pemahaman konsep dan kemampuan penalaran induktif ?

1.3Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang pengaruh pembelajaran dengan pendekatan generatif terhadap peningkatan kemampuan pemahaman konsep dan penalaran induktif siswa SMP dan mengidentifikasi sikap siswa terhadap matematika, sikap siswa terhadap pembelajaran dengan pendekatan generatif dalam meningkatkan kemampuan pemahaman konsep, serta sikap siswa terhadap pembelajaran dengan pendekatan generatif dalam meningkatkan kemampuan penalaran induktif, sikap siswa


(19)

terhadap pembelajaran dengan pendekatan generatif. Secara lebih rinci penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menelaah peningkatan kemampuan pemahaman konsep siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan generatif dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

2. Menelaah peningkatan kemampuan penalaran induktif siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan generatif dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

3. Mendeskripsikan korelasi antara peningkatan kemampuan pemahaman konsep dan penalaran induktif siswa.

4. Mendeskripsikan sikap siswa terhadap matematika sehubungan dengan pembelajaran melalui pendekatan generatif.

5. Mendeskripsikan aspek yang menjadi kendala dalam pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan generatif untuk meningkatkan kemampuan pemahamn konsep dan kemampuan penalaran induktif.

1.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teoritis diselaraskan dengan rumusan masalah dalam penelitian ini, maka hipotesis penelitian yang diajukan adalah sebagai berikut :


(20)

1. Peningkatan kemampuan pemahaman konsep siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan generatif lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

2. Peningkatan kemampuan penalaran induktif siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan generatif lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

3. Terdapat korelasi yang positif antara peningkatan kemampuan pemahaman konsep dan penalaran induktif siswa.

1.5Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan masukan bagi semua pihak, terutama bagi guru, siswa dan para peneliti selanjutnya yang bekaitan dengan penelitian ini. Secara rinci manfaat penelitian ini ialah:

1. Bagi peneliti, memberikan gambaran/informasi tentang peningkatan kemampuan pemahaman konsep dan kemampuan penalaran induktif siswa SMP melalui pembelajaran dengan pendekatan generatif.

2. Bagi siswa, diharapkan dapat menikmati proses pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan generatif guna meningkatkan kemampuan pemahaman konsep dan penalaran induktif.

3. Bagi guru bidang studi matematika, diharapkan dapat menggunakan pendekatan generatif untuk menciptakan nuansa belajar yang bermakna.


(21)

4. Bagi semua pihak yang berkepentingan untuk dapat dijadikan bahan rujukan dalam penelitian selanjutnya

1.6 Definisi Operasional

1. Pendekatan generatif

Pendekatan generatif adalah suatu pendekatan pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif mengkonstruksi pengetahuan, yang terdiri atas 4 tahap yaitu tahap eksplorasi, tahap memfokuskan, tahap tantangan, dan tahap aplikasi.

2. Pemahaman konsep

Pemahaman konsep adalah kemampuan menerapkan konsep matematika pada situasi yang cocok disertai alasan. Indikator yang dapat digunakan untuk mengukur kemampuan pemahaman konsep yaitu : (a) Mengklasifikasi objek-objek menurut sifat-sifat tertentu (sesuai dengan konsepnya), (b) Memberi contoh dan non contoh dari konsep, (c) Menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu, (d) Mengaplikasikan konsep pemecahan masalah.

3. Penalaran induktif

Kemampuan penalaran induktif yang dikaji dalam penelitian ini meliputi analogi dan generalisasi. Analogi adalah proses penarikan kesimpulan atas dasar keserupaan dengan cara membandingkan dua hal yang berlainan. Generalisasi adalah penarikan kesimpulan umum dari data atau fakta-fakta yang diberikan atau yang ada.


(22)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk melihat apakah pembelajaran dengan menggunakan pendekatan generatif dapat meningkatkan kemampuan pemahaman konsep dan penalaran induktif siswa? Pengukuran kemampuan pemahaman konsep dan penalaran induktif ini dilakukan terhadap kelompok siswa yang diberi perlakuan (eksperimen) dan kelompok siswa sebagai pembanding (kontrol).

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan bentuk desain kelompok kontrol pretes – postes. Desain penelitian yang dilakukan adalah The Randomized Pre-test Pos-test Control Group Design. Dipilih dua sampel kelas yang homogen secara acak, dan kepada mereka disajikan pembelajaran yang berbeda.

A : O X O O O Keterangan :

A : Acak

O : Observasi pretes / postes

X : Pembelajaran dengan pendekatan generatif

Dalam penelitian ini, kelompok eksperimen selanjutnya disebut sebagai kelas eksperimen dan kelompok kontrol disebut sebagai kelas kontrol. Tindakan


(23)

pembelajaran yang dirancang baik pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol langsung dilaksanakan oleh peneliti di kelas. Hal ini dilakukan agar tindakan pembelajaran yang telah rencanakan oleh peneliti dapat dilaksanakan dengan maksimal.

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian

Menurut Baroody (dalam Dahlan, 2004), bahwa pembelajaran matematika yang menggunakan penalaran harus sudah diberikan sejak dini. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka peneliti memutuskan untuk melaksanakan penelitian terhadap siswa Sekolah Menengah Pertama.

Penelitian ini adalah studi eksperimen yang dilaksanakan di SMPN 3 Cianjur dengan populasi keseluruhan siswa SMP Negeri 3 Cugenang-Cianjur tahun pelajaran 2009/2010. Pemilihan sampel dilakukan dengan teknik Randomized Cluster Sampling. Pemilihan dilakukan dengan cara mengundi ketiga tingkat kelas pada populasi, dan pilihan jatuh pada kelas VII. Di SMP tersebut terdapat enam kelas VII, dilakukan pemilihan secara acak lagi dan didapatkan kelas VII-E dan kelas VII-F. Dipilih lagi secara acak kedua kelas tersebut untuk menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol, didapatkan kelas VII-F dengan jumlah siswa 35 orang sebagai kelas eksperimen dan kelas VII-E sebanyak 35 orang sebagai kelas kontrol, sehingga sampel dalam penelitian ini berjumlah 70 siswa. Materi dalam penelitian ini adalah segitiga dan segiempat.


(24)

3.3Variabel Penelitian

Terdapat dua variabel pada penelitian ini yaitu variabel bebas (independent variable) dan variabel terikat (dependent variable). Variabel bebas adalah variabel yang dapat dimodifikasi sehingga dapat mempengaruhi variabel lain, sedangkan variabel terikat adalah hasil yang diharapkan setelah terjadi modifikasi pada variabel bebas. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan generatif sebagai variabel bebasnya, dan variabel terikatnya adalah kemampuan siswa dalam pemahaman konsep dan penalaran induktif.

Dalam setiap pelaksanaan penelitian tidak menutup kemungkinan akan muncul variabel-variabel luar yang akan mempengaruhi variabel terikat yang disebut variabel extraneous, misalnya guru, waktu belajar dan lain sebagainya. Variabel luar yang terjadi dalam penelitian ini diasumsikan tidak mempengaruhi secara signifikan (berarti) terhadap variabel terikat yaitu peningkatan kemampuan pemahaman dan penalaran induktif siswa.

3.4 Materi atau Bahan Ajar

Penyusunan dan pengembangan materi atau bahan ajar merupakan bagian yang sangat penting dari suatu proses pembelajaran. Pengembangan bahan ajar diarahkan agar siswa memiliki kesempatan untuk belajar secara maksimal melalui pembeljaran dengan pendekatan generatif dalam membangun penguasaan pemahaman konsep dan penalaran induktif serta ide-ide matematis melalui proses berpikir yang dibangun baik secara mandiri terutama melalui pembelajaran dalam


(25)

kelompok atau antar kelompok. Materi atau bahan ajar penelitian ini ialah pada pokok bahasan segitiga dan segiempat.

Bahan ajar untuk kelompok eksperimen dikembangkan dalam bentuk lembar kerja siswa (LKS) untuk 9 pertemuan. LKS ini berisi ringkasan materi, bahan kerja kelompok, dan tugas individu. Sedangkan bahan ajar untuk kelompok kontrol menggunakan bahan ajar sebagaimana yang telah dipersiapkan oleh guru seperti biasanya.

3.5 Instrumen Penelitian

Untuk memperoleh data dalam penelitian ini dikembangkan instrumen penelitian yang terdiri dalam dua jenis yaitu tes dan non-tes. Instrumen jenis tes merupakan tes kemampuan pemahaman konsep dan penalaran induktif untuk mengukur kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal matematika yang berhubungan dengan pemahaman konsep dan penalaran induktif. Sedangkan instrumen non-tes terdiri dari skala sikap siswa yang digunakan untuk mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran dengan pendekatan generatif, pedoman observasi dan pedoman wawancara untuk guru (observer).

3.5.1 Tes Kemampuan Pemahaman Konsep dan Tes Penalaran Induktif Tes kemampuan pemahaman konsep dan tes penalaran induktif yang digunakan adalah tes berbentuk uraian. Tes diberikan sebelum dan sesudah perlakuan terhadap kelas kontrol dan kelas eksperimen. Pemilihan bentuk tes ini dilakukan untuk lebih mengungkap secara lebih mendalam kemampuan pemahaman konsep dan penalaran induktif siswa pada kedua kelas. Untuk


(26)

memberikan skor terhadap jawaban dari tes, berikut ini adalah skor rubrik untuk kemampuan pemahaman konsep dan kemampuan penalaran induktif yang diadopsi oleh Holistic scoring rubrics (Cai, Lane dan Jacabcsin, 1996) sebagai berikut :

Tabel 3.1

Kriteria Penilaian Pemahaman Konsep

Skor Kriteria

4 3 2 1 0

Memahami konsep dengan lengkap, menerapkannya secara tepat, memberikan contoh dan bukan contoh dari konsep dengan tepat. Memahami konsep hampir lengkap, menerapkannya secara tepat, memberikan contoh dan bukan contoh dari konsep hampir lengkap. Memahami konsep kurang lengkap, menerapkannya secara tepat, memberikan contoh dan bukan contoh dari konsep kurang lengkap Salah memahami dan menerapkan konsep

Tidak ada jawaban

Tabel 3.2

Kriteria Penilaian Penalaran

Skor Kriteria

4 3 2 1 0

Dapat menjawab semua aspek pertanyaan tentang penalaran dan dijawab dengan benar dan jelas/ lengkap

Dapat menjawab hampir semua aspek pertanyaan tentang penalaran dan dijawab dengan benar

Dapat menjawab hanya sebagian aspek pertanyaan tentang penalaran dan dijawab dengan benar

Menjawab tidak sesuai atas aspek pertanyaan tentang penalaran atau menarik kesimpulan salah

Tidak ada jawaban

Untuk kepentingan penelitian ini, penyusunan tes kemampuan pemahaman konsep dan penalaran induktif ditempuh langkah-langkah sebagai berikut:

a. Membuat kisi-kisi soal yang berisi sub pokok bahasan, indikator, soal, nomor soal, serta kemampuan pemahaman konsep dan penalaran induktif yang diukur


(27)

c. Menilai validasi isi soal yang berkaitan dengan kesesuaian antara indikator dengan soal, validasi konstruk, dan kebenaran kunci jawaban oleh dosen pembimbing dan rekan mahasiswa S-2

d. Mempertimbangkan keterbacaan soal yang dilakukan oleh rekan S-2, untuk mengetahui apakah soal-soal tersebut dapat dipahami dengan baik atau tidak e. Mengujicobakan tes dan dilanjutkan dengan menghitung validasi tes, validasi

item, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda.

Analisis Validitas, Reliabilitas, Daya Pembeda, dan Tingkat Kesukaran Instrumen.

Setelah instrumen jadi, kemudian dilakukan ujicoba untuk mengecek keterbacaan soal dan untuk mengetahui derajat validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda instrumen. Ujicoba dilakukan pada siswa kelas VIII pada salah satu SMP Negeri di Cianjur.

a. Analisis Validitas Tes

Validitas merupakan salah hal yang penting dalam menentukan instrumen penelitian. Menurut Ruseffendi (1994) suatu instrumen dikatakan valid bila instrumen itu, untuk maksud dan kelompok tertentu, mengukur apa yang semestinya diukur.

Validitas muka suatu alat evaluasi berkenaan dengan keabsahan susunan kalimat atau kata-kata dalam soal sehingga jelas pengertiannya atau tidak menimbulkan tafsiran lain (Suherman, 1990).


(28)

            −             −             − =

= = = = = = = 2 1 1 2 1 2 1 2

1 1 1

n i i n i i n i n i i i n i n i i n i i i i xy y y n x x n y x y x n r

Untuk mengukur validitas muka instrumen yang digunakan dalam penelitian ini, peneliti mencobakan instrumen kepada siswa lain yang tidak menjadi sampel dalam penelitian, tujuannya adalah untuk mengetahui apakah instrumen yang digunakan dapat difahami dengan benar oleh siswa dan tidak menimbulkan salah pengertian.

Penentuan tingkat validitas isi soal dilakukan dengan cara menghitung koefisien korelasi antara alat evaluasi yang digunakan dengan alat ukur lain yang telah dilaksanakan dan diasumsikan memiliki validitas yang tinggi.

Rumus yang digunakan untuk menghitung validitas adalah:

dengan: rxy = koefisien validitas

xi = nilai siswa

yi = nilai rata-rata ulangan harian siswa

n = banyaknya siswa

Tabel 3.3

Klasifikasi Koefisien Korelasi Menurut Suherman (1990)

Besarnya rxy Interpretasi

0,90 < rxy≤ 1,00

0,70 < rxy≤ 0,90

0,40 < rxy≤ 0,70

0,20 < rxy≤ 0,40

0,00 < rxy≤ 0,20

rxy = 0,00

Validitas sangat tinggi (sangat baik) Validitas tinggi (baik)

Validitas sedang (cukup) Validitas rendah (jelek)

Validitas sangat rendah (sangat jelek) Tidak valid


(29)

          −       − =

= 2 1 2 11 1 1 total n i i s s n n r

Ada dua langkah yang dilakukan dalam perhitungan validitas soal, yaitu menghitung validitas soal secara keseluruhan dan menghitung validitas item soal. Selanjutnya untuk menentukan validitas item, maka digunakan perhitungan korelasi antara skor masing-masing item dengan skor total.

b. Analisis Reliabilitas Tes

Selain validitas, reliabilitas juga mempengaruhi terhadap pemilihan instrumen. Reliabilitas suatu instrumen menunjukkan keajegan suatu instrument yang digunakan. Sebagaimana diungkapkan oleh Suherman (1990), suatu alat evaluasi dikatakan reliabel jika hasil evaluasi tersebut relatif tetap jika digunakan untuk subjek yang sama pada waktu yang berbeda.

Rumus yang digunakan untuk menghitung reliabilitas yaitu rumus Alpha:

dengan: n = banyaknya soal

2

i

s = varians skor tiap soal

2

total

s = varians skor total

Tabel 3.4

Klasifikasi Derajat Reliabilitas Menurut Suherman (1990)

Besarnya r11 Interpretasi

r11≤ 0,20

0,20 < r11≤ 0,40

0,40 < r11≤ 0,70

0,70 < r11≤ 0,90

0,90 < r11≤ 1,00

Derajat reliabilitas sangat rendah Derajat reliabilitas rendah Derajat reliabilitas sedang Derajat reliabilitas tinggi Derajat reliabilitas sangat tinggi


(30)

SMI x x DP= ab

SMI x IK = c. Daya Pembeda

Menurut Suherman (1990) Daya Pembeda suatu butir soal menyatakan seberapa jauh kemampuan butir soal tersebut mampu membedakan antara siswa yang dapat menjawab soal dan siswa yang tidak dapat menjawab soal.

Rumus yang digunakan untuk menghitung daya pembeda soal adalah:

dengan xa = rata-rata skor kelompok atas,

xb = rata-rata skor kelompok bawah

SMI = skor maksimal ideal

Tabel 3.5

Klasifikasi Daya Pembeda (dalam Suherman, 1990) Besarnya DP Interpretasi DP ≤ 0,00

0,00 < DP ≤ 0,20 0,20 < DP ≤ 0,40 0,40 < DP ≤ 0,70 0,70 < DP ≤ 1,00

Sangat jelek Jelek

Cukup Baik

Sangat baik

d. Indeks Kesukaran

Menurut Suherman (1990), indeks kesukaran menyatakan derajat kesukaran suatu butir soal. Rumus untuk menentukan indeks kesukaran yaitu :


(31)

Tabel 3.6

Klasifikasi Indeks Kesukaran (dalam Suherman, 1990) Besarnya IK Interpretasi

IK = 0,00 0,00 < IK ≤ 0,30 0,30 < IK ≤ 0,70 0,70 < IK < 1,00

IK = 1,00

Soal terlalu sukar Soal sukar Soal sedang Soal mudah Soal terlalu mudah

Dari hasil pengujian instrumen yang dilakukan oleh peneliti, dengan memperhatikan nilai validitas soal, nilai reliabilitas soal, daya pembeda dan indeks kesukaran, maka dapat disimpulkan bahwa instrumen yang dibuat cukup baik untuk digunakan dalam penelitian. Hasil uji coba tes pemahaman konsep dan penalaran induktif dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Pengolahan data bisa dilihat di Lampiran C.

Tabel 3.7

Hasil Uji Coba Tes Kemampun Pemahaman Konsep dan Penalaran Induktif

No Soal Korelasi Skor Butir dengan Skor Total (Interpretasi) Relia-bilitas (Inter-pretasi) Daya Pembeda (Interpretasi) Tingkat Kesukaran (Interpretasi) Kesimpulan 1 0,68 (cukup)

0,84 (tinggi)

0.39 (cukup) 0,72 (mudah) Dipakai 2 0,77 (baik) 0.47 (baik) 0,65(sedang) Dipakai 3 0,75 (baik) 0.33 (cukup) 0,50 (sedang) Dipakai 4 0,61 (cukup) 0.28 (cukup) 0,53 (sedang) Dipakai 5 0,90 (baik) 0.61(baik) 0,56 (sedang) Dipakai 6 0,69 (cukup) 0.28 (cukup) 0,25 (sukar) Dipakai

3.5.2 Skala Sikap

Skala sikap adalah sekumpulan pernyataan atau pertanyaan yang harus dilengkapi oleh responden dengan memilih jawaban atau menjawab pertanyaan melalui jawaban yang sudah disediakan atau melengkapi kalimat dengan jalan mengisi. Untuk mengetahui validitas isi dari angket yang digunakan, peneliti


(32)

            −             −             − =

= = = = = = = 2 1 1 2 1 2 1 2

1 1 1

n i i n i i n i n i i i n i n i i n i i i i xy y y n x x n y x y x n r

melakukan konsultasi dengan dosen pembimbing mengenai isi dari angket sehingga angket yang dibuat sesuai dengan indikator-indikator yang telah ditentukan, dan akan memberikan informasi-informasi yang dibutuhkan.

Untuk menentukan validitas muka, peneliti meminta kepada 5 orang siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Cugenang untuk membaca dan memberikan masukan mengenai penulisan pernyataan-pernyataannya. Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah angket yang dibuat dapat difahami oleh siswa serta kalimatnya tidak membingungkan siswa. Sedangkan untuk menentukan validitas item angket menggunakan rumus :

Keterangan : rxy = koefisien validitas, xi = skor item

yi = skor total item, dan n = banyaknya item

Dengan kriterianya: apabila nilai korelasinya lebih dari 0,3 maka item angket dinyatakan valid, tetapi jika nilai korelasinya kurang dari 0,3 maka item angket dinyatakan tidak valid (Sugiyono, 2001).

Untuk menentukan reliabilitas angket menggunakan rumus:

b b i r r r + = 1 2 ,

Keterangan : ri = relibilitas internal angket


(33)

3.5.3 Lembar Observasi

Maulana (Putri, 2006) menyatakan, ”Observasi adalah suatu cara pengumpulan data yang menginventarisasikan data tentang sikap siswa dalam belajarnya, sikap guru, serta interaksi antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa selama proses pembelajaran berlangsung”. Observasi dalam penelitian ini dilakukan terhadap kelas eksperimen untuk melihat aktivitas siswa dan guru, interaksi antara siswa dan guru, dan interaksi antar siswa dalam pembelajaran dengan menggunakan pendekatan generatif. Data yang diperoleh dari observasi tersebut diharapkan dapat menemukan hal-hal yang tidak teramati oleh peneliti ketika penelitian berlangsung.

3.5.4 Lembar Wawancara untuk Guru (Observer)

Lembar wawancara yang diberikan kepada guru (observer) setelah postes digunakan untuk mendapatkan informasi tentang aspek-aspek kesulitan yang dialami siswa selama pembelajaran dengan pendekatan generatif.

3.6 Posedur Pelaksanaan Penelitian

Secara rinci tahapan pelaksanaan penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut: 3.6.1 Tahap Persiapan Penelitian

Tahapan persiapan penelitian ini diantaranya: menyusun instrumen penelitian dan melaksanakan bimbingan dengan dosen pembimbing akademik, mengujicobakan instrumen kepada siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Cugenang, mengajukan surat ijin melaksanakan penelitian kepada Direktur Pascasarjana


(34)

Universitas Pendidikan Indonesia, dan menemui Kepala SMP Negeri 3 Cugenang yang beralamat di jalan Raya Rancagoong, Ds padaluyu kec. Cugenang kab. Cianjur untuk meminta ijin melaksanakan penelitian di sekolah tersebut.

3.6.2 Tahap Pelaksanaan Penelitian

Setelah mendapat ijin penelitian dari Kepala SMP Negeri 3 Cugenang, selanjutnya peneliti memilih sampel penelitian. Terdapat 6 kelas siswa kelas VII di SMP Negeri 3 Cugenang. Dari keenam kelas dipilih secara acak sebanyak dua kelas yang dijadikan sampel penelitian. Selanjutnya dari kedua kelas tersebut dipilih secara acak untuk menentukan kelas yang akan dijadikan sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol. Seluruh siswa yang terpilih sebagai sampel penelitian, yaitu siswa yang ada dikedua kelas tersebut diberi tes awal, tujuannya untuk mengukur kemampuan awal siswa pada kedua kelompok tersebut.

Penelitian dilanjutkan dengan memberikan perlakuan yang berbeda pada kedua kelompok tersebut. Siswa yang berada pada kelompok eksperimen diberi perlakuan dengan pendekatan generatif, sedangkan siswa yang berada pada kelompok kontrol diberi perlakuan dengan pembelajaran konvensional. Setelah perlakuan selesai, seluruh siswa diberikan tes akhir, untuk melihat seberapa besar peningkatan kemampuan pemahaman konsep dan penalaran induktif siswa pada masing-masing kelas. Untuk kelas eksperimen siswa diberikan angket skala sikap, untuk mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran matematika yang menggunakan pendekatan generatif. Untuk guru diberikan lembar wawancara untuk mengetahui aspek-aspek yang menjadi kendala dalam pembelajaran dengan


(35)

pendekatan generatif. Jadual pelaksanaan penelitian selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.8 berikut :

Tabel 3.8

Jadual Pelaksanaan Penelitian pada Kelas Eksperimen No Hari/tanggal Waktu Kegiatan

1 Jumat/

16 April 2010 07.30 – 09.00 Pretes 2 Sabtu/

17 April 2010 07.30 – 09.30

Pembelajaran I : Mengidentifikasi sifat-sifat segitiga berdasarkan sisi-sisinya dan besar sudutnya

3 Rabu/

23 April 2010 07.30 – 09.00

Pembelajaran II : Menemukan jumlah sudut segitiga yaitu 1800.

4 Selasa/

24 April 2010 07.30 – 09.00

Pembelajaran III : Membuat kesimpulan dari setiap langkah-langkah dalam melukis garis tinggi, garis bagi, garis berat dan garis sumbu suatu segitiga

5 Rabu/

30 April 2010 07.30 – 09.00

Pembelajaran IV: Membuat kesimpulan dari setiap langkah-langkah dalam melukis segitiga yang diketahui tiga sisinya, dua sisi satu sudut apitnya atau satu sisi dan dua sudut

6 Sabtu/

01 Mei 2010 07.30 – 09.00

Pembelajaran V :

• Menemukan rumus keliling dan luas segitiga

• Menyelesaikan masalah yang melibatkan penerapan luas dan keliling segitiga.

7 Jumat/

07 Mei 2010 07.30 – 09.00

Pembelajaran VI : Mengidentifikasi sifat-sifat persegi panjang, persegi, dan jajargenjang

8 Sabtu/

08Mei 2010 07.30 – 09.00

Pembelajaran VII : Mengidentifikasi sifat-sifat trapesium, belah ketupat, dan layang-layang

9 Jumat/

14 Mei 2010 07.30 – 09.00

Pembelajaran VIII :

• Menemukan rumus keliling dan luas dari persegi panjang, persegi, dan jajargenjang

• Menentukan keliling dan luas dari persegi panjang, persegi, dan jajargenjang

10 Sabtu/

15 Mei 2010 07.30 – 09.00

Pembelajaran IX :

• Menemukan rumus keliling dan luas dari trapesium, belah ketupat, dan layang-layang

• Menentukan keliling dan luas dari trapesium, belah ketupat, dan layang-layang

11 Jumat/

21Mei 2010 07.30 – 09.00 Postes 12 Sabtu/

22Mei 2010 07.30 – 09.00

Pengisian skala sikap untuk siswa dan wawancara dengan guru


(36)

3.6.2.1Pembelajaran dengan Pendekatan Generatif pada Kelas Eksperimen Pada pertemuan pertama dilaksanakan pretes kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, hasilnya diperiksa untuk mengetahui kemampuan awal mereka dalam pemahaman konsep dan penalarn induktif. Selanjutnya kepada siswa kelas eksperimen, peneliti menginformasikan bahwa pertemuan berikutnya mereka akan mengikuti pembelajaran dengan pendekatan generatif.

Sebanyak 35 siswa dalam kelas eksperimen dikelompokkan menjadi sembilan kelompok belajar. delapan kelompok masing-masing terdiri dari empat siswa dan satu kelompok terdiri dari tiga siswa. Pengelompokan siswa dilakukan dengan melihat hasil ulangan harian sebelumnya dan hasil pretes yang baru dilaksanakan. Pengelompokan diupayakan memenuhi syarat heterogen baik kemampuan maupun jenis kelamin. Setelah pretes dilaksanakan, peneliti menginformasikan nama-nama anggota kelompok, setiap kelompok diberi kebebasan menentukan nama kelompoknya dengan tema para ahli matematika.

Dalam penilitian ini, peneliti bertindak sebagai guru yang menyajikan pembelajaran dengan pendekatan generatif di kelas eksperimen. Selama pembelajaran di kelas eksperimen, peneliti didampingi oleh guru lain yang bertindak sebagai observer yang melakukan observasi terhadap pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan generatif. Setiap pertemuan dilaksanakan pembelajaran pendekatan generatif dengan mengikuti tahap-tahap sebagai berikut: I. Tahap Pendahuluan :

Tahap apersepsi dilakukan selama 10 menit. Pada tahap apersepsi, guru memberikan pengarahan apersepsi, motivasi, menyampikan indikator


(37)

pembelajaran yang akan dipelajari pada pertemuan tersebut, mengelompokkan siswa secara heterogen, dan membagikan LKS.

II. Kegiatan inti :

Pada Tahap eksplorasi berlangsung 60 menit yang terdiri dari empat tahap. Tahap pertama yaitu orientasi, dalam waktu 10 menit siswa diberikan kesempatan untuk mengenali topik yang akan dibahas, memberikan ide gagasan tentang topik tersebut, selanjutnya guru menilai dan mengkasifikasi gagasan dari siswa sebagai titik tolak pembelajaran.

Tahap kedua yaitu memfokuskan, selama 10 menit siswa diarahkan untuk mengkonstrusi konsep yang akan dipelajari melalui pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya menggali informasi, kemudian siswa melakukan kegiatan untuk lebih mengenal materi-materi yang digunakan untuk mengajukan pertanyaan terhadap konsep tersebut sehingga menjadi luas.

Tahap ketiga yaitu tantangan, selama 30 menit siswa diberikan kesempatan untuk melakukan sharing idea antar siswa sehingga siswa dapat membandingkan gagasannya dengan siswa lainnya.

Tahap keempat yaitu aplikasi, selama 10 menit siswa diajak untuk dapat memecahkan masalah dengan menggunakan konsep barunya yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.

III. Penutup

Siswa diberikan kesempatan untuk menyimpulkan kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan, diberikan pekerjaan rumah, dan guru memberitahukan materi yang akan dibahas untuk pertemuan berikutnya.


(38)

3.6.2.2Pembelajaran pada Kelas Kontrol

Kelas ini mempelajari materi yang sama yaitu segitiga dan segiempat, dan kelas ini diperlakukan sebagai pembanding. Keseluruhan rangkaian kegiatan penelitian mulai dari awal hingga akhir disajikan pada bagan 3.1 berikut.

Diagram 3.1 Diagram Alur Pelaksanaan Penelitian Pengumpulan

data

Analisis data

Laporan dan Kesimpulan Kelas kontrol

Identifikasi masalah Studi pendahuluan

Kelas Eksperimen

Postes

Penyusunan modul, penyusunan instrumen, validasi, uji coba instrumen

& perbaikan instrumen

Penentuan sampel & pretes

Pembelajaran dengan pendekatan generatif Pembelajaran

konvensional

Observasi, skala sikap, dan wawancara


(39)

3.7 Teknik Analisa Data

Setelah penelitian dilaksanakan, maka diperoleh data sebagai berikut : a. Data nilai pretes kemampuan pemahaman konsep dan penalaran induktif

siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol

b. Data nilai postes kemampuan pemahaman konsep dan penalaran induktif siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol

c. Data skala sikap kelas eksperimen

d. Data hasil observasi pembelajaran dengan pendekatan generatif e. Data hasil wawancara dengan guru.

Skor yang diperoleh dari hasil tes siswa sebelum dan sesudah diberi perlakuan pembelajaran dengan pendekatan generatif, dianalisis dengan cara membandingkan skor siswa yang diperoleh dari hasil tes siswa sebelum dan setelah diberi perlakuan pembelajaran konvensional. Besarnya peningkatan sebelum dan sesudah pembelajaran dihitung dengan rumus gain ternormalisasi yang dikembangkan oleh Meltzer. 2002 sebagai berikut:

Gain ternormalisasi (g) =

pretes skor ideal skor

pretes skor postes skor

− −

Dengan kriteria indeks gain seperti tabel 3. 8 di bawah ini : Tabel 3.9

Kriteria Indeks Gain Skor Gain Interpretasi

g < 0,3 Rendah 0,3 ≤ g < 0,7 Sedang g ≥ 0,7 Tinggi


(40)

Untuk mengetahui benar tidaknya kemampuan pemahaman konsep dan penalaran induktif kelompok eksperimen lebih menyebar dibanding kelompok kontrol perlu diuji secara statistik. Pengolahan dan analisis data hasil tes kemampuan pemahaman konsep dan penalaran induktif menggunakan SPSS 17,0 dengan tahapan-tahapan sebagai berikut :

3.7.1 Uji Normalitas

Menguji normalitas distribusi skor tes awal, tes akhir dan N_Gain dengan menggunakan uji statistik Shapiro-Wilk. menggunakan SPSS 17,0 for Windows pada taraf signifikansi 0,05. Hipotesis nol dan tandingannya yang akan diuji adalah:

H0 : Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal H1 : Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi tidak normal Kriteria pengujian ialah: Tolak H0 jika nilai Signifikansi <

Langkah-langkah pengujiannya sebagai berikut :

1. Menentukan hipotesis yang akan diuji, H0 : skor tes kemampuan pemahaman konsep dan penalaran induktif kedua kelas berasal dari populasi yang

berdistribusi normal

2. Menentukan nilai α (ditentukan α = 0,05)

3. Mengolah data yang diperoleh dengan menggunakan SPSS 17,0 4. Output hasil SPSS 17,0 sebagai berikut :

Kelas Shapiro-Wilk

Statistic df Sig.

……. ………... ………

……… ………

……… ………

……… ………


(41)

3.7.2 Uji Homogenitas

Pengujian homogenitas variansi antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah variansi kedua kelompok sama atau berbeda. Uji statistiknya menggunakan Levene’s test dengan menggunakan SPSS 17,0 pada taraf signifikansi 0,05.

Hipotesis nol dan tandingannya yang akan diuji adalah:

H0 : Varians populasi skor kelompok eksperimen dan kelompok kontrol homogen

H1 : Varians populasi skor kedua kelompok eksperimen dan kelompok kontrol tidak homogen

Dengan = Varians populasi kelompok eksperimen = Varians populasi kelompok kontrol

Kriteria pengujian ialah: Tolak H0 jika nilai Signifikansi < . Langkah-langkah pengujiannya sebagai berikut :

1. Menentukan hipotesis yang akan diuji, H0 : Variansi kedua kelas sama 5. Menentukan nilai α (ditentukan α = 0,05)

2. Mengolah data yang diperoleh dengan menggunakan SPSS 17,0 3. Output hasil SPSS 17,0 sebagai berikut :

Levene

Statistic df1 df2 Sig. ………….. Based on Mean …….. …….. …….. ……..


(42)

3.7.3 Uji Kesamaan Dua Rata-rata

Uji kesamaan dua rata-rata ini digunakan untuk menguji kesamaan antara dua rata-rata data, yaitu antara data kelas eksperimen dan data kelas kontrol. Jika populasi kedua kelompok berdistribusi normal dan homogen, maka uji statistik yang digunakan adalah uji-t dengan menggunakan SPSS 17,0 for Windows yaitu independent-sampel T Test. Uji kesamaan dua rata-rata skor postes dan N-Gain antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol menggunakan uji satu pihak (pihak kanan) untuk menguji rumusan hipotesis kerja:

H0 : H1 :

Ho : Skor rata-rata siswa yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan pendekatan generatif sama dengan skor siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan konvensional.

H1 : Skor rata-rata siswa yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan pendekatan generatif lebih baik dari pada skor siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan konvensional.

Dengan kriteria pengujian satu arah yaitu: tolak H0 jika nilai signifikansi < . 3.7.4 Uji Korelasi Antara Kemampuan Pemahaman Konsep dan

Kemampuan Penalaran Induktif Siswa

Uji korelasi digunakan untuk mengetahui tingkat keterkaitan antara dua variabel atau lebih yang diamati. Uji korelasi ini digunakan untuk pengujian statistik hipotesis penelitian ”terdapat korelasi yang positif antara kemampuan pemahaman konsep dan penalaran induktif siswa”.


(43)

Langkah-langkah uji korelasi: 1. Menentukan hipotesis

Hipotesis yang digunakan yaitu :

H0 : Tidak terdapat hubungan antara kemampuan pemahaman konsep dan penalaran induktif siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan generatif

H1 : Terdapat hubungan antara kemampuan pemahaman konsep dan penalaran induktif siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan generatif

Hipotesis yang akan diuji adalah : H0 : ρ =0

H1 : ρ ≠0

2. Menentukan nilai α

Pada penelitian ini ditentukan nilai α sebesar 0,05 dengan kriteria uji tolak H0 jika nilai signifikansi < α. Statistik uji yang digunakan yaitu statistik uji korelasi product momen Pearson dengan menggunakan SPSS 17,0 for windows

3. Perhatikan nilai Person Correlation

Nilai Person Correlation menunjukkan korelasi antara kemampuan pemahaman konsep dan penalaran induktif siswa.

3.7.5 Pengolahan Data Skala Sikap

Untuk menanalisis respon siswa terhadap pernyataan tiap butir skala sikap, dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: pemberian skor butir skala sikap


(44)

dengan berpedoman kepada model skala Likert, mencari skor netral butir skala sikap, membandingkan skor sikap siswa untuk setiap item, indikator dan klasifikasi skala sikap dengan sikap netralnya, untuk melihat kecenderungan sikap siswa. Sikap siswa dikatakan positif jika skor sikap siswa lebih besar dari sikap netralnya, sebaliknya disebut negatif jika skor sikap siswa lebih kecil dari skor netralnya.

3.7.6 Hasil Observasi

Data hasil observasi dianalisis untuk mengetahui aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung. Pada setiap pertemuan di kelas eksperimen yang pembelajarannya menggunakan pendekatan generatif, observasi dilakukan oleh guru matematika. Kegiatan pengamatan ini berpedoman pada lembar observasi dan tidak mengganggu atau mempengaruhi aktivitas siswa di kelas selama pembelajaran. Data hasil observasi dinyatakan dengan skor 4, 3, 2, 1, dan 0 untuk setiap aspek yang diobservasi, skor tertinggi menunjukkan aktivitas yang sering terjadi dan skor terendah menunjukkan aktivitas yang tidak pernah terjadi. Skor hasil observasi ini dianalisis dengan cara mencari rata-ratanya kemudian dibandingkan dengan skor netralnya.

3.7.6 Hasil Wawancara dengan Guru (Observer)

Menganalisis hasil wawancara dengan guru (observer). Data dianalisis secara deskriptif dengan mengelompokkan berdasarkan kategori jawaban dari yang positif ke negatif. Dengan demikian kita dapat mengetahui pendapat observer mengenai pembelajaran matematika dengan pendekatan generatif.


(45)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada keseluruhan tahapan penelitian, diperoleh beberapa kesimpulan berkaitan dengan pengaruh pendekatan generatif terhadap kemampuan pemahaman konsep dan penalaran induktif siswa kelas VII-F di SMP Negeri 3 Cugenang-Cianjur tahun pelajaran 2009-2010 sebagai berikut :

1. Peningkatan kemampuan pemahaman konsep siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan generatif lebih baik daripada peningkatan kemampuan pemahaman konsep siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

2. Peningkatan kemampuan penalaran induktif siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan generatif generatif lebih baik daripada peningkatan kemampuan penalaran induktif siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

3. Terdapat korelasi yang positif antara peningkatan kemampuan pemahaman konsep dan penalaran induktif siswa

4. Siswa menunjukkan sikap positif terhadap matematika sehubungan dengan pembelajaran melalui pendekatan generatif

5. Aspek yang menjadi kendala dalam pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan generatif untuk meningkatkan kemampuan pemahaman konsep


(46)

dan penalaran induktif yaitu pada tahap tantangan dibutuhkan waktu yang cukup panjang untuk dapat menyelesaikan permasalahan/soal yang diberikan. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa pendekatan generatif dapat meningkatkan kemampuan pemahaman konsep dan penalaran induktif siswa. Kesimpulan tersebut dapat pula digeneralisasi untuk populasi yang memiliki karakteristik seperti siswa kelas VII-F di SMP Negeri 3 Cugenang-Cianjur tahun pelajaran 2009-2010.

5.2Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan mengenai pendekatan generatif, maka ada beberapa rekomendasi yang penulis kemukakan sehubungan dengan penelitian ini:

1. Bagi guru direkomendasikan agar menerapkan pendekatan generatif sebagai alternatif pembelajaran matematika di kelas, karena dapat meningkatkan kemampuan pemahaman konsep dan penalaran induktif siswa

2. Kemungkinan adanya kendala dalam pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan generatif, pada awal pembelajaran perlu diantisipasi oleh guru. Siswa tidak terbiasa dengan belajar mengeluarkan pendapat/ide, memecahkan soal-soal penalaran yang dianggap siswa sebagai soal yang rumit, dan berdiskusi, hal itu bisa menjadi hambatan dalam keberhasilan proses pembelajaran.

3. Penelitian terhadap pendekatan generatif ini direkomendasikan untuk dilanjutkan dengan aspek kemampuan yang lainnya, selain pemahaman konsep dan penalaran induktif.


(47)

DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah. (2002). Suatu Pembelajaran untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Analogi Matematika. Tesis UPI Bandung: Tidak diterbitkan Chairhany, S. (2008). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran

Logis Matematis Siswa MA Melalui Model Pembelajaran Generatif. Tesis Master Pendidikan PPs-UPI: tidak dipublikasikan.

Dahar, W. R, (1996). Teori-Teori Belajar. Erlangga. Jakarta.

Dahlan, J.A. (2004). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematika Siswa Sekolah Lanjutan Pertama Melalui Pendekatan Open-Ended. Disertasi Doktor PPS UPI Bandung: tidak dipublikasikan.

Depdiknas. Kurikulum SMP/MTs 2006. [Online].

http://www.puskur.net/produkpuskur/kurikulum/Matematika.pdf. [20 Mei 2008].

Fahinu. (2007). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis danKemandirian Belajar Matematika pada Mahasiswa Melalui Pembelajaran Generatif. Disertasi Doktor PPS UPI Bandung: tidak dipublikasikan.

Holil, A. (2008). Pembelajaran Generatif (MPG). [Online]. Tersedia: http://anwarholil.blogspot.com/2008/04/pembelajaran-generatif-mpg.html[28 Januari 2009]

Hulukati, E. (2005). Mengembangkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMP Melalui Model Pembelajaran Generatif. Disertasi Doktor PPS UPI Bandung: tidak dipublikasikan.

Hutagalung. J.B. (2009). Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan komunikasi matematis Siswa Sekolah menengah Atas Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe jigsaw. Tesis pada PPS UPI. Bandung: tidak diterbitkan.

Jacob, C (2003). Matematika Sebagai Penalaran (Suatu Upaya Meningkatkan kreativitas Berfikir). Bandung : UPI.


(48)

Meltzer, D. E. (2002). The Relationship between Mathematics Preparation and Conceptual Learning Gain in Physics: A Possible "Hidden Variable" in Diagnostic Pretest Scores. [Online], Tersedia: http://www.physics.iastate.edu/per/docs/Addendum_on_normalized_gai n.[28 November 2008]

Mullis, et all. (2000). TIMMS 1999: International Mathematics Report. Boston: the International Study center, boston College, lynch School of Education.

National council of Teacher of mathematics (NCTM), (2000). Principles and Standards for School mathematics. USA : NCTM.

Priatna, N. (2002) Jurnal Matematika atau Pembelajarannya “Analisis Kemampuan Penalaran Induktif dan Deduktif dalam Matematika pada Siswa Kelas 3 SLTP Assalam Kota Bandung. Edisi khusus Juli 2002. ……….. (2003). Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematika Siswa

Kelas 3 Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri di Kota Bandung. Disertasi Doktor PPS UPI Bandung: tidak dipublikasikan.

Putri, E. H. (2006). Pembelajaran Kontekstual Dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan koneksi Matematik Siswa SMP. Tesis Magister Pada SPS UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

Rahman, A. (2004). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Kemampuan Generalisasi Matematik Siswa SMA Melalui Pembelajaran Berbalik. Tesis pada PPS UPI. Bandung : tidak dipublikasikan.

Ruseffendi, E.T., (1991). Pengantar Kepada membantu Guru Mengembangkan kompetrensinya dalam Pendidikan Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung : Tarsito.

………. (1998). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan Dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. Semarang : IKIP Semarang Press.

……… (1998). Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung. IKIP Bandung Press

Sabandar, J. (2007). Berfikir Reflektif. Makalah pada seminar Nasional Matematika 2007. Bandung; Tidak dipublikasikan.


(49)

Soekadijo, G. R. (1999). Logika Dasar Tradisional, Sombolik dan Induktif. Jakarta: Gramedia.

Somatanaya, A. A. G. (2005). Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa SLTP melalui Pembelajaran dengan Metode Inkuiri. Tesis pada PPs UPI. Bandung : tidak dipublikasikan.

Suherman, E. (1990) Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Tarsito.

Suherman, E; Turmudi; dkk. (2001) Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Pendidikan Indonesia.

Suherman, E. (2003). Evaluasi Pengajaran Matematika. Bandung; UPI Sudjana. (1996). Metoda Statistik. Bandung : Tarsito

Sumarmo, U. (1987). Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa SMA Dikaitkan dengan Kemampuan Penalaran Logik Siswa dan Beberapa Unsur Proses Belajar Mengajar. Disertasi Doktor PPS UPI Bandung: tidak dipublikasikan.

Sumarmo, U. (1988). Menyusun dan Menganalisis Skala Sikap. Makalah pada Seminar Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA IKIP Bandung pada hari Rabu, 14 Desember 1988. Tidak diterbitkan.

……….. (2000). Kecenderungan Pembelajaran matematika pada Abad 21. Makalah pada Seminar di UNSWAGATI Tanggal 10 September 2000. Cirebon.

……….. (2002) Jurnal Matematika atau Pembelajarannya: “Pembelajaran Berfikir Tingkat Tinggi Matematika Pada Siswa Sekolah Dasar”. Edisi khusus Juli 2002.

... (2003). Pembelajaran Matematika untuk Mendukung Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Makalah disajikan pada pelatihan guru matematika di STKIP Siliwangi Cimahi. Bandung: tidak dipublikasikan. Suriadi (2006). Pembelajaran dengan Pendekatan Discovery yang Menekankan

Aspek Analogi Untuk Menigkatkan Pemahaman Matematik dan Kemampuan Berfikir Kritis Siswa SMA. Tesis UPI Bandung: Tidak diterbitkan.


(50)

Suriasumantri, P. (1998). Filsafat Ilmu sebuah pengantar populer. Jakarta : Sinar Harapan.

Turmudi. (2008). Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran matematika. Berparadigma Eksploratif dan Investigatif). Jakarta: lauser Cita Pustaka. Ulya, N. (2007). Upaya Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan komunikasi

Siswa SMP/MTs Melalui pembelajaran Kooperatif tipe team-games-Tournamentsn (TGT). Tesis magister pada SPS UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

Wahyudin, (1999). Kemampuan guru matematika, Calon Guru Matematika, dan Siswa dalam Mata Pelajaran Matematika. Disertasi. UPI Bandung : tidak dipublikasikan.

Wena, M (2008). Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta : Bumi Aksara.

Whidiarso, W. (2007). Uji Hipotesis Komparatif. [online] Tersedia:

http://elisa.ugm.ac.id/files/wahyu_psy/maaio0d2/Membaca_t-tes.pdf [27 Juni 2009]


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada keseluruhan tahapan penelitian, diperoleh beberapa kesimpulan berkaitan dengan pengaruh pendekatan generatif terhadap kemampuan pemahaman konsep dan penalaran induktif siswa kelas VII-F di SMP Negeri 3 Cugenang-Cianjur tahun pelajaran 2009-2010 sebagai berikut :

1. Peningkatan kemampuan pemahaman konsep siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan generatif lebih baik daripada peningkatan kemampuan pemahaman konsep siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

2. Peningkatan kemampuan penalaran induktif siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan generatif generatif lebih baik daripada peningkatan kemampuan penalaran induktif siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

3. Terdapat korelasi yang positif antara peningkatan kemampuan pemahaman konsep dan penalaran induktif siswa

4. Siswa menunjukkan sikap positif terhadap matematika sehubungan dengan pembelajaran melalui pendekatan generatif

5. Aspek yang menjadi kendala dalam pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan generatif untuk meningkatkan kemampuan pemahaman konsep


(2)

dan penalaran induktif yaitu pada tahap tantangan dibutuhkan waktu yang cukup panjang untuk dapat menyelesaikan permasalahan/soal yang diberikan. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa pendekatan generatif dapat meningkatkan kemampuan pemahaman konsep dan penalaran induktif siswa. Kesimpulan tersebut dapat pula digeneralisasi untuk populasi yang memiliki karakteristik seperti siswa kelas VII-F di SMP Negeri 3 Cugenang-Cianjur tahun pelajaran 2009-2010.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan mengenai pendekatan generatif, maka ada beberapa rekomendasi yang penulis kemukakan sehubungan dengan penelitian ini:

1. Bagi guru direkomendasikan agar menerapkan pendekatan generatif sebagai alternatif pembelajaran matematika di kelas, karena dapat meningkatkan kemampuan pemahaman konsep dan penalaran induktif siswa

2. Kemungkinan adanya kendala dalam pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan generatif, pada awal pembelajaran perlu diantisipasi oleh guru. Siswa tidak terbiasa dengan belajar mengeluarkan pendapat/ide, memecahkan soal-soal penalaran yang dianggap siswa sebagai soal yang rumit, dan berdiskusi, hal itu bisa menjadi hambatan dalam keberhasilan proses pembelajaran.

3. Penelitian terhadap pendekatan generatif ini direkomendasikan untuk dilanjutkan dengan aspek kemampuan yang lainnya, selain pemahaman konsep dan penalaran induktif.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah. (2002). Suatu Pembelajaran untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Analogi Matematika. Tesis UPI Bandung: Tidak diterbitkan Chairhany, S. (2008). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran

Logis Matematis Siswa MA Melalui Model Pembelajaran Generatif. Tesis Master Pendidikan PPs-UPI: tidak dipublikasikan.

Dahar, W. R, (1996). Teori-Teori Belajar. Erlangga. Jakarta.

Dahlan, J.A. (2004). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematika Siswa Sekolah Lanjutan Pertama Melalui Pendekatan Open-Ended. Disertasi Doktor PPS UPI Bandung: tidak dipublikasikan.

Depdiknas. Kurikulum SMP/MTs 2006. [Online].

http://www.puskur.net/produkpuskur/kurikulum/Matematika.pdf. [20 Mei 2008].

Fahinu. (2007). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis danKemandirian Belajar Matematika pada Mahasiswa Melalui Pembelajaran Generatif. Disertasi Doktor PPS UPI Bandung: tidak dipublikasikan.

Holil, A. (2008). Pembelajaran Generatif (MPG). [Online]. Tersedia: http://anwarholil.blogspot.com/2008/04/pembelajaran-generatif-mpg.html[28 Januari 2009]

Hulukati, E. (2005). Mengembangkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMP Melalui Model Pembelajaran Generatif. Disertasi Doktor PPS UPI Bandung: tidak dipublikasikan.

Hutagalung. J.B. (2009). Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan

komunikasi matematis Siswa Sekolah menengah Atas Melalui

Pembelajaran Kooperatif Tipe jigsaw. Tesis pada PPS UPI. Bandung: tidak diterbitkan.

Jacob, C (2003). Matematika Sebagai Penalaran (Suatu Upaya Meningkatkan kreativitas Berfikir). Bandung : UPI.


(4)

Meltzer, D. E. (2002). The Relationship between Mathematics Preparation and Conceptual Learning Gain in Physics: A Possible "Hidden Variable" in Diagnostic Pretest Scores. [Online], Tersedia: http://www.physics.iastate.edu/per/docs/Addendum_on_normalized_gai n.[28 November 2008]

Mullis, et all. (2000). TIMMS 1999: International Mathematics Report. Boston: the International Study center, boston College, lynch School of Education.

National council of Teacher of mathematics (NCTM), (2000). Principles and Standards for School mathematics. USA : NCTM.

Priatna, N. (2002) Jurnal Matematika atau Pembelajarannya “Analisis Kemampuan Penalaran Induktif dan Deduktif dalam Matematika pada Siswa Kelas 3 SLTP Assalam Kota Bandung. Edisi khusus Juli 2002. ……….. (2003). Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematika Siswa

Kelas 3 Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri di Kota Bandung. Disertasi Doktor PPS UPI Bandung: tidak dipublikasikan.

Putri, E. H. (2006). Pembelajaran Kontekstual Dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan koneksi Matematik Siswa SMP. Tesis Magister Pada SPS UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

Rahman, A. (2004). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Kemampuan Generalisasi Matematik Siswa SMA Melalui Pembelajaran Berbalik. Tesis pada PPS UPI. Bandung : tidak dipublikasikan.

Ruseffendi, E.T., (1991). Pengantar Kepada membantu Guru Mengembangkan kompetrensinya dalam Pendidikan Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung : Tarsito.

………. (1998). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan Dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. Semarang : IKIP Semarang Press.

……… (1998). Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung. IKIP Bandung Press

Sabandar, J. (2007). Berfikir Reflektif. Makalah pada seminar Nasional Matematika 2007. Bandung; Tidak dipublikasikan.


(5)

Soekadijo, G. R. (1999). Logika Dasar Tradisional, Sombolik dan Induktif. Jakarta: Gramedia.

Somatanaya, A. A. G. (2005). Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa SLTP melalui Pembelajaran dengan Metode Inkuiri. Tesis pada PPs UPI. Bandung : tidak dipublikasikan.

Suherman, E. (1990) Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Tarsito.

Suherman, E; Turmudi; dkk. (2001) Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Pendidikan Indonesia.

Suherman, E. (2003). Evaluasi Pengajaran Matematika. Bandung; UPI Sudjana. (1996). Metoda Statistik. Bandung : Tarsito

Sumarmo, U. (1987). Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa SMA Dikaitkan dengan Kemampuan Penalaran Logik Siswa dan Beberapa Unsur Proses Belajar Mengajar. Disertasi Doktor PPS UPI Bandung: tidak dipublikasikan.

Sumarmo, U. (1988). Menyusun dan Menganalisis Skala Sikap. Makalah pada Seminar Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA IKIP Bandung pada hari Rabu, 14 Desember 1988. Tidak diterbitkan.

……….. (2000). Kecenderungan Pembelajaran matematika pada Abad 21. Makalah pada Seminar di UNSWAGATI Tanggal 10 September 2000. Cirebon.

……….. (2002) Jurnal Matematika atau Pembelajarannya: “Pembelajaran Berfikir Tingkat Tinggi Matematika Pada Siswa Sekolah Dasar”. Edisi khusus Juli 2002.

... (2003). Pembelajaran Matematika untuk Mendukung Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Makalah disajikan pada pelatihan guru matematika di STKIP Siliwangi Cimahi. Bandung: tidak dipublikasikan. Suriadi (2006). Pembelajaran dengan Pendekatan Discovery yang Menekankan

Aspek Analogi Untuk Menigkatkan Pemahaman Matematik dan Kemampuan Berfikir Kritis Siswa SMA. Tesis UPI Bandung: Tidak diterbitkan.


(6)

Suriasumantri, P. (1998). Filsafat Ilmu sebuah pengantar populer. Jakarta : Sinar Harapan.

Turmudi. (2008). Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran matematika. Berparadigma Eksploratif dan Investigatif). Jakarta: lauser Cita Pustaka. Ulya, N. (2007). Upaya Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan komunikasi

Siswa SMP/MTs Melalui pembelajaran Kooperatif tipe team-games-Tournamentsn (TGT). Tesis magister pada SPS UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

Wahyudin, (1999). Kemampuan guru matematika, Calon Guru Matematika, dan Siswa dalam Mata Pelajaran Matematika. Disertasi. UPI Bandung : tidak dipublikasikan.

Wena, M (2008). Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta : Bumi Aksara.

Whidiarso, W. (2007). Uji Hipotesis Komparatif. [online] Tersedia: http://elisa.ugm.ac.id/files/wahyu_psy/maaio0d2/Membaca_t-tes.pdf [27 Juni 2009]


Dokumen yang terkait

PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA MELALUI PENDEKATAN SCIENTIFIC Peningkatan Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Konsep Siswa Melalui Pendekatan Scientific Terintegrasi pada Model Pembelajaran Problem Based Learning (PTK pada Siswa

0 5 16

PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA MELALUI PENDEKATAN SCIENTIFIC Peningkatan Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Konsep Siswa Melalui Pendekatan Scientific Terintegrasi pada Model Pembelajaran Problem Based Learning (PTK pada Siswa

0 3 18

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK DAN SIKAP POSITIF SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL.

0 2 41

PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PENDEKATAN OPEN-ENDED BERDASARKAN GENDER SISWA.

0 4 45

PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN INKUIRI MODEL ALBERTA.

1 7 35

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS MELALUI PENDEKATAN PROBING-PROMPTING.

2 2 34

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN ARIAS.

1 1 61

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PENALARAN MATEMATIK SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING.

0 1 40

PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DENGAN MODEL DISCOVERY LEARNING - repository UPI S MAT 1204275 Title

0 0 4

PENGARUH PENDEKATAN RME TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI

0 0 9