PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN INKUIRI MODEL ALBERTA.

(1)

PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN

INKUIRI MODEL ALBERTA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh

Siti Khozanatu Rohmah 0900722

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIK DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


(2)

PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN

INKUIRI MODEL ALBERTA

Oleh

Siti Khozanatu Rohmah

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

© Siti Khozanatu Rohmah 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Januari 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

SITI KHOZANATU ROHMAH

PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN

INKUIRI MODEL ALBERTA

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING:

Pembimbing I,

Dr. Kusnandi, M.Si L NIP.196903301993031002

Pembimbing II,

Drs. Asep Syarif Hidayat, M.S NIP. 195804011985031001

Mengetahui,

Ketua Jurusan Pendidikan Matematika

Drs. Turmudi, M.Ed, M.Sc, Ph.D NIP. 196101121987031003


(4)

ABSTRAK

Siti Khozanatu Rohmah (0900722)

Jurusan Pendidikan Matematika, Universitas Pendidikan Indonesia

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa Sekolah Menengan Pertama (SMP) mengingat pentingnya penalaran dimiliki siswa sebagai cara berpikir dalam memecahkan masalah matematika maupun masalah kehidupannya. Namun nyatanya kemampuan penalaran matematis siswa di Indonesia masih rendah. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu yang ditujukkan untuk meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa SMP dengan menggunakan pembelajaran Inkuiri Model Alberta. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII pada salah satu SMP di Lembang. Materi yang dibahas adalah materi Relasi dan Fungsi. Pembelajaran Ekspositori dilakukan sebagai perlakuan di kelas kontrol, sedangkan pada kelas eksperimen menggunakan pembelajaran inkuiri model alberta. Namun, walaupun demikian permasalahan yang disajikan pada kedua kelas sama-sama permasalahan yang bersifat kontekstual. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa N-Gain kelas eksperimen (0,5088) lebih besar dari N-Gain kelas kontrol (0,4352), namun setelah uji statistik dilakukan, tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang belajar dengan menggunakan pembelajaran inkuiri model alberta dibandingkan dengan pembelajaran ekspositori, kualitas peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa di kedua kelas berada pada kriteria sedang, serta pada umumnya siswa memberikan respon positif terhadap pembelajaran inkuiri model alberta.

Kata kunci: Pembelajaran Inkuiri Model Alberta, Pembelajaran Ekspositotri, Kemampuan Penalaran Matematis


(5)

ABSTRACT

Siti Khozanatu Rohmah (0900722)

Mathematics Education Department, Indonesia University of Education

This research aims to enhance mathematical reasoning ability of Junior High School students considering the importance of students' reasoning as a way of thinking in solving mathematical problems as well as their life problems. In fact, students' mathematical reasoning ability in Indonesia is still low. This research is a study of a quasi-experiment intended to increase mathematical reasoning ability of Junior High School students by using Alberta Inquiry Learning Model. The sample in this research is grade VIII at one of Junior High School in Lembang. The material covered is Relation and Function. Expository learning is implemented as a treatment in control class, whereas in experiment class it uses Alberta inquiry learning model. However, the problems presented in both classes are contextual problem. Based on the research results, N-Gain in experiment class (0,5088) is greater than N-Gain in control class (0,4352), however, after the statistical tests performed, there was no difference in mathematical reasoning ability enhancement of students who learn mathematics by using alberta inquiry learning model compared to the expository learning, the enhancement quality of students' mathematical reasoning ability in both classes are medium, as well as, generally, the students give positive response toward Alberta inquiry learning model.

Keywords: Alberta Inquiry Learning Model, Expository Learning, Mathematical Reasoning Ability


(6)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMAKASIH... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR DIAGRAM ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Definisi Operasional... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Penalaran Matematis ... 8

B. Pembelajaran Ekspositori ... 12

C. Pembelajaran Inkuiri ... 13

D. Pembelajaran Inkuiri Model Alberta ... 17

E. Hasil Penelitian Relevan ... 23

F. Hipotesis Penelitian ... 23

BAB III METODE PENELITIAN A. Metode dan Desai Penelitian ... 24

B. Populasi dan Subjek Penelitian ... 25

C. Variabel Penelitian ... 25


(7)

E. Instrumen Penelitian... 26

F. Prosedur Penelitian... 33

G. Tehnik Pengolahan Data ... 34

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 40

B. Pembahasan ... 52

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 57

B. Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 59

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 62


(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Matematika merupakan mata pelajaran yang wajib dipelajari di sekolah, baik Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, maupun Sekolah Menengah Kejuruan. Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) disebutkan bahwa tujuan matematika dipelajari di sekolah menengah adalah untuk pemecahan masalah (problem-solving), penalaran (reasoning), komunikasi (communication), dan menghargai kegunaan matematika.

Menurut Suryadi (2012:35), kontribusi pendidikan matematika dapat ditinjau dari tiga hal yaitu dari kebutuhan perkembangan anak, masyarakat, dan dunia kerja. Ketiga dimensi kebutuhan ini dapat dicapai melalui pendidikan matematika. Hal ini dilihat dari sejumlah pandangan mengenai makna matematika serta kemampuan yang bisa dikembangkan, diantaranya matematika sebagai cara dan alat berpikir. Karena cara berpikir yang dikembangkan dalam matematika menggunakan kaidah-kaidah penalaran yang konsisten dan akurat, maka cara berpikir matematika dapat digunakan sebagai alat berpikir yang sangat efektif untuk memandang berbagai permasalahan termasuk diluar matematika sendiri. Dilihat dari tujuan dan kontribusi matematika dipelajari di sekolah, dapat disimpulkan bahwa kemampuan penalaran penting dimiliki siswa untuk membekali mereka cara berpikir dalam menghadapi suatu permasalahan.

Berdasarkan definisi matematika, Tinggih (Tim MKPBM, 2001:18) menyatakan bahwa matematika sebagai ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar. Dalam artian matematika dalam aktivitasnya lebih menekankan dalam dunia rasio (penalaran). Ruseffendi (Tim MKPBM, 2001:18) juga mengungkapkan hal yang senada, menurutnya matematika terbentuk sebagai hasil pemikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses dan penalaran. Dengan demikian matematika erat sekali kaitannya dengan penalaran.


(9)

Keraf (Shadiq, 2004: 2) menjelaskan bahwa penalaran merupakan proses berpikir yang berusaha menghubungkan fakta-fakta atau evidensi-evidensi yang diketahui menuju kepada suatu kesimpulan. Penalaran merupakan suatu kegiatan, suatu proses atau suatu aktivitas berpikir untuk menarik kesimpulan atau membuat pernyataan baru yang benar berdasarkan pada beberapa pernyataan baru yang kebenarannya telah dibuktikan atau diasumsikan sebelumnya. Menurut Mullis (Suryadi, 2012:23) penalaran matematika mencakup kemampuan menemukan konjektur, analisis, evaluasi, generalisasi, koneksi, sintesis, pemecahan masalah tidak rutin, dan jastifikasi atau pembuktian. Komponen-komponen ini saling berkaitan satu dengan lainnya.

Matematika dengan penalaran tidak dapat dipisahkan, materi matematika dipahami melalui penalaran dan penalaran dilatihkan melalui belajar matematika. Sumarmo (2010:2) mengungkapkan diantara karakteristik matematika adalah sifatnya yang menekankan pada proses deduktif yang memerlukan penalaran logis dan aksiomatik, yang diawali dengan proses induktif yang meliputi penyusunan konjektur, model matematika, analogi dan atau generalisasi, melalui pengamatan terhadap sejumlah data. Ball and Bass (Alberta Learning,2010:8) juga mengungkapkan bahwa:

Reasoning is a “basic skill” of mathematics and is necessary for a number

of purposes – to understand mathemati-cal concepts, to use mathematical

ideas and procedures flexibly, and to reconstruct once understood, but forgotten mathematical knowledge.

Kemampuan penalaran siswa di Indonesia masih tergolong rendah, berdasarkan laporan hasil study TIMSS 2007 yang dilakukan di 59 negara termasuk Indonesia, menunjukkan bahwa kemampuan penalaran siswa di Indonesia mendapat skor 405 dari 500 skor rata-rata TIMSS, berada di bawah Cina yang mendapat skor 591 (Mullis et all., 2008:121).

Salah satu penyebab rendahnya kemampuan penalaran yang dimiliki siswa ialah proses pembelajaran saat ini. Turmudi (2010:2) mengungkapkan bahwa pembelajaran matematika di negeri ini seringkali ditafsirkan sebagai kegiatan yang dilaksanakan guru, ia mengenalkan subjek, memberikan satu atau dua contoh, lalu ia mungkin menanyakan satu atau dua pertanyaan, dan pada


(10)

3

umumnya meminta siswa yang biasanya mendengarkan secara pasif untuk menjadi aktif dengan memulai mengerjakan latihan yang diambil dari buku.

Selain itu Silver (Turmudi, 2010:3) menuturkan pada umumnya dalam pembelajaran matematika, para siswa menonton bagaimana gurunya mendemonstrasikan penyelesaian soal-soal matematika di papan tulis dan siswa menyalin apa yang telah ditulis oleh gurunya. Dengan proses pembelajaran yang seperti itu akhirnya siswa terbiasa menonton dan menyalin, mereka tidak dibiasakan untuk berpikir dan bernalar. Sehingga wajar jika kemampuan penalaran siswa masih rendah.

Menurut Sumarmo (2010:14) Pembelajaran matematika menganut prinsip belajar sepanjang hayat, prinsip siswa belajar aktif, dan prinsip “learning how to

learn”. Prinsip belajar sepanjang hayat merupakan hakikat matematika seutuhnya.

Prinsip learning to how to learn yaitu belajar memahami, belajar berbuat atau melaksanakan, dan belajar hidup dalam kebersamaan. Sedangkan prinsip belajar aktif menganut pada pengertian belajar sesuatu yang dilakukan oleh siswa, bukan sesuatu yang dilakukan terhadap siswa.

Oleh karena itu, untuk meningkatkan kemampuan penalaran siswa diperlukan proses pembelajaran yang mampu memberi kesempatan kepada siswa untuk menarik kesimpulan secara logis; memberikan penjelasan menggunakan gambar, fakta, sifat, dan hubungan yang ada; memperkirakan solusi; melihat pola dari masalah yang disajikan dalam pembelajaran, mengajukan conjecture, mengujinya, dan membuat generalisasi; memberikan argumen yang valid dalam proses pembuktian sederhana; yang semua itu merupakan indikator kemampuan penalaran.

Terdapat sebuah metode pembelajaran yang menjadi perhatian para pakar pendidikan di dunia. Metode pembelajaran tersebut adalah metode inkuiri. Istilah inkuiri berasal dari bahasa Inggris “inquiry” yang berarti suatu penyelidikan. Metode ini muncul sekitar tahun 1960-an, ide pokok pembelajaran inkuiri berasal dari pemikiran Dewey. Namun dengan istilah yang berbeda yaitu berpikir reflektif yang mempunyai maksud sebagai kemampuan berpikir dalam melakukan usaha yang aktif, hati-hati, dan pengujian secara tepat terhadap keyakinan seseorang


(11)

atau pengetahuan tertentu berdasarkan dukungan dan kenyataan. Menurut Kuhne (Alberta Learning, 2004:1) proses pembelajaran dengan metode inkuiri dapat meningkatkan kreativitas, sikap positif dan meningkatkan rasa percaya diri, sehingga berdampak pada sikap kemandirian dalam belajar. Banyak sekali model inkuiri yang dikembangkan dibelahan dunia saat ini, diantaranya model inkuiri yang dikembangkan oleh Lembaga Pendidikan Alberta, di Alberta, Kanada. Sehingga selanjutnya disebut pembelajaran inkuiri model Alberta. Tahapan pembelajaran inkuiri model alberta menurut Donham (Alberta Learning, 2004:10) ada enam tahapan, yaitu merencanakan (planning), pengambilan (retrieving), menyelesaikan (processing), mencipta (creating), berbagi (sharing) dan menilai (evaluating) serta refleksi (Reflecting) di setiap tahap yang dilalui.

Pada tahap perencanaan (planning), siswa diarahkan agar dapat mengidentifikasi topik yang akan dipelajari, mengidentifikasi sumber informasi apa saja yang dapat digunakan selama penyelidikan, untuk selanjutnya siswa diharapkan dapat membuat atau menyusun perencanaan penyelesaian berdasarkan data yang diperolehnya. Tahap kedua adalah pengambilan (retrieving), pada tahap ini siswa memilih dan mencari sumber-sumber yang terkait dengan apa yang mereka selidiki. Baik informasi mengenai apa yang pernah mereka pelajari ataupun yang belum pernah mereka pelajari. Selanjutnya, jika data dirasa sudah cukup, masalah dipecahkan pada tahap penyelesaian (processing), yaitu tahap ketiga. Pada tahap keempat yaitu mencipta (creating), siswa merevisi dan mengedit kembali pekerjaannya hingga diperoleh sebuah kesimpulan mengenai pengetahuan yang baru, serta memikirkan cara bagaimana jawabannya tersebut ditampilkan kepada teman-temannya. Pada tahap kelima yaitu berbagi (sharing), jawaban-jawaban yang diperoleh selanjutnya didiskusikan dengan teman-teman yang lain. Tahap terakhir yaitu menilai (evaluating), pada tahap ini siswa diarahkan memeriksa keseluruhan jawaban. Adapun untuk refleksi (reflecting) siswa melakukannya pada tiap tahap yang dilalui. Siswa berpikir mengenai apa yang mereka pikirkan, lakukan dan rasakan.

Penelitian mengenai penggunaan pembelajaran Inkuiri Model Alberta pernah dilakukan oleh Apiati (2012) yang menunjukkan adanya peningkatan


(12)

5

kemampuan pemecahan masalah siswa SMP dan respon positif dari siswa terhadap pembelajaran inkuiri model Alberta, namun belum dikaji mengenai kemampuan-kemampuan lain seperti halnya kemampuan penalaran matematis. Selain itu, dari penelitian Ghani (2007) juga menunjukkan bahwa siswa yang belajar dengan menggunakan metode inkuiri terbimbing model alberta mengalami peningkatan kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang belajar dengan metode inkuiri bebas dimodifikasi model alberta dan metode Ekspositori. Selain itu, respon yang diberikan siswa terhadap pembelajaran metode inkuiri model alberta menunjukkan respon yang positif.

Berdasarkan pemaparan di atas, penulis tertarik untuk mengkaji pengaruh pembelajaran inkuri model Alberta terhadap peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa SMP.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran Inkuiri Model Alberta lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran Ekspositori?

2. Bagaimana kualitas peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran Inkuiri Model Alberta dan siswa yang memperoleh pembelajaran Ekspositori?

3. Bagaimana sikap siswa terhadap penerapan pembelajaran Inkuiri Model Alberta?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut:

1. Mengkaji peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran Inkuiri Model Alberta dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajan Ekspositori.


(13)

2. Mengkaji kualitas peningkatan penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran Inkuiri Model Alberta dan siswa dengan pembelajaran Ekspositori.

3. Mengkaji sikap siswa terhadap penerapan pembelajaran Inkuiri Model Alberta.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberi manfaat, diantaranya:

1. Bagi siswa, memberikan pengalaman dan pembelajaran baru yang berbeda dari biasanya yaitu dengan pembelajaran Inkuiri Model Alberta.

2. Bagi guru, memberikan inspirasi untuk menggunakan pembelajaran baru yaitu pembelajaran Inkuiri Model Alberta, dan bisa dijadikan rujukan bagi mereka dalam proses pembelajaran.

3. Bagi sekolah, hasil penelitian ini bisa digunakan oleh sekolah, jika perlu, bisa juga sekolah mengembangkannya di mata pelajaran lain.

4. Bagi dunia pendidikan, mampu meningkatkan mutu dan kwalitas dunia pendidikan dengan dikembangkannya pembelajaran Inkuiri Model Alberta ini.

E. Definisi Operasional

a. Inkuiri Model Alberta merupakan pembelajaran Inkuiri yang tahapan-tahapannya sesuai dengan model Alberta yang dikemukakan oleh Dohman dalam Alberta Learning (2004). Tahapan-tahapan tersebut ialah: (a) tahap perencanaan (planning); (b) tahap mengambil (retrieving); (c) tahap menyelesaikan (processing); (d) tahap mencipta (creating); (e) tahap berbagi (sharing); dan (f) tahap menilai (evaluating); serta refleksi (reflecting) disetiap tahap. Siswa diberikan masalah yang bersifat kontekstual dan diselesaikan sesuai dengan tahapan tersebut.

b. Pembelajaran Ekspositori yang digunakan pada kelas kontrol adalah pembelajaran yang berpusat pada guru sebagai sumber belajar yang dominan. Guru lebih banyak menggunakan waktunya di kelas untuk menyampaikan materi, berdiskusi secara langsung antara guru dan murid, dan memberikan


(14)

7

beberapa situasi masalah yang bersifat kontekstual untuk diselesaikan siswa. Kemudian guru membahas masalah tersebut serta menarik beberapa kesimpulan berdasarkan materi yang telah disampaikan diawal pembelajaran. c. Kemampuan penalaran matematis merupakan kemampuan untuk menarik

kesimpulan berdasarkan data-data atau bukti-bukti serta mampu mengkontruksi argumen secara logis dari tentang dan dengan objek matematik. Indikator penalaran yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah indikator penalaran menurut NCTM (2000) untuk siswa kelas 6 – 8 sebagai berikut: (i) Mengkontruksi dan mengevaluasi argumen matematika, (ii) Memeriksa atau menguji suatu pola atau struktur untuk menemukan keteraturan, (iii) Membuat generalisasi dan konjektur terhadap keteraturan yang ditemukan, dan (iv) Mengevaluasi konjektur.


(15)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pembelajaran Inkuiri Model Alberta dalam meningkatkan kemampuan penalaran matematik siswa SMP. Pengaruh pembelajaran tersebut dilihat dengan cara membandingkan peningkatan kemampuan penalaran matematik siswa pada kelas Inkuiri model Alberta dan kelas Ekspositori.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain kuasi eksperimen karena siswa tidak dikelompokan secara acak, tetapi menggunakan acak kelas, hal ini disebabkan siswa sudah dikelompokan pada kelas-kelas tertentu dan tidak memungkinkan untuk dilakukan acak siswa. Kuasi eksperimen cara yang paling cocok jika dalam penelitian eksperimen pengelompokan siswa secara acak tidak diperbolehkan (Rusefendi, 2010:52). Desain ini mempunyai kelompok control, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen. (Sugiyono, 2012:114)

Dalam penilitian ini diambil sampel dua kelas dengan pembelajaran berbeda. Kelompok pertama, diberikan pembelajaran dengan metode inkuiri model Alberta (X), sedangkan kelompok kedua sebagai kelompok pembanding menggunakan pembelajaran Ekspositori yang sering digunakan saat ini. Dengan demikian, desain eksperimen dalam penelitian ini dapat digambar sebagai berikut:

Kelas eksperimen: 0 X 0

Kelas kontrol : 0 0

Keterangan:

0 = Tes awal (pre test) / Tes Akhir (post test)


(16)

25

B. Populasi dan Subjek Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMP kelas VIII dari sebuah SMP Negeri yang ada di Lembang. Populasi ini dipilih karena beberapa pertimbangan diantanya adalah kelas VII baru memasuki masa adaptasi antara sekolah SD dengan SMP, sedangkan kelas IX sudah memfokuskan diri untuk mengikuti ujian nasional.

Adapun sampel yang akan diambil dalam penelitian ini adalah kelas 8-G menjadi kelas eksperimen dan kelas 8-H menjadi kelas kontrol.

C. Variabel Penelitian

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Inkuiri Model Alberta, sedangkan variable terikatnya adalah kemampuan penalaran matematis siswa.

D. Perangkat Pembelajaran

Bahan ajar dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang disusun pada penelitian ini ada dua buah, yaitu RPP kelas eksperimen dan RPP kelas kontrol. RPP kelas eksperimen disusun dengan menggunakan langkah-langkah pembelajaran yang sesuai dengan pembelajaran Inkuiri Model Alberta, sedangkan RPP pada kelas kontrol di susun sesuai dengan langkah-langkah pembelajar Ekspositori. RPP disusun masing-masing untuk 4 kali pertemuan.

2. Lembar Kegiatan Kelompok (LKK)

Lembar kegiatan kelompok (LKK) berisi cerita dan pertanyaan-pertanyaan yang membimbing siswa untuk menuju pada sebuah kesimpulan suatu konsep. Pertanyaan-pertanyaan yang diberikan dijawab dengan menyelidiki cerita yang disajikan. Cerita yang disajikan merupakan situasi kontekstual dari materi Relasi dan Fungsi. LKK hanya digunakan di kelas eksperimen.

Pada kelas kontrol situasi kontekstual yang diberikan di kelas eksperimen hanya digunakan sebagai latihan soal bagi siswa, sedangkan untuk mengetahui


(17)

materi mengenai Relasi dan Fungsi melalui pemaparan dari pemateri dan menggunakan buku sumber.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen tes adalah alat untuk mengevaluasi kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik siswa dalam matematika. Dalam penelitian ini digunakan instrumen evaluasi tes, yaitu tes pretest-postest; dan instrumen evaluasi non-tes yaitu, angket sikap siswa terhadap pembelajaran Inkuiri Model Alberta.

1. Instrumen Tes

Dalam penelitian ini, tes diberikan dalam dua tahap, yaitu pada awal (sebelum masuk materi) dan pada akhir (setelah pemberian materi), atau dengan kata lain pemberian pretest-postest. Di mana tes awal (pretest) untuk mengetahui sejauh mana kemampuan penalaran siswa, dan tes akhir (posttest) untuk mengetahui kemampuan penalaran siswa setelah mendapatkan perlakuan pembelajaran inkuiri model Alberta.

Instrumen tes yang digunakan berbentuk subjektif (uraian/ essay) untuk mengetahui sejauh mana kemampuan penalaran siswa dalam menyelesaikan sebuah permasalahan. Sebelum instrumen tes digunakan dalam penelitian, instrumen tersebut dikonsultasikan pada dosen pembimbing. Kemudian setelah disetujui, instrumen tes tersebut diuji-cobakan kepada siswa di luar sampel, dengan karakter siswa yang mirip dengan sampel. Uji coba instrumen tes ini dilakukan pada kelas IX di SMP yang sama tempat penelitian berlangsung.

Setelah uji coba instrumen test dilakukan, hasil dari uji coba tersebut diolah dengan menggunakan AnatesV4 untuk mengetahui validitas, reliabilitas, indeks kesukaran, maupun daya pembeda dari sola tersebut. Adapun uraian dari hasil uji coba instrumen test adalah sebagai berikut.

a. Validitas soal

Suherman (2003:102) menyatakan bahwa suatu instrument tes atau alat evaluasi dikatakan valid (absah, shahih, akurat) apabila alat tersebut mampu


(18)

27

mengevaluasi apa yang seharusnya dievaluasi. Oleh karena itu, menurutnya keabsahan tergantung pada sejauh mana ketepatan instrumen tes atau alat evaluasi tersebut dalam melaksanakan fungsinya.

Validitas empirik soal ditentukan berdasarkan nilai koefisien validitas dengan menggunakan produk moment raw score oleh rumus:

2 2 2 2

( ( ) )( ( ) )

i i

xy

i i

n x y x y

r

n x x n y y

  

     

Keterangan: xy

r = Koefisien validitas

n

= Jumlah siswa

i

x y

= Jumlah skor total ke-i dikalikan skor setiap siswa

i

x

= Jumlah total skor soal ke-i

y

= Jumlah skor total siswa

2

i x

 = Jumlah total skor kuadrat ke-i

2

y

 = Jumlah total skor kuadrat siswa

Dalam hal ini nilai diartikan sebagai koefisien validitas, sehingga kriterianya dapat ditunjukan dalam tabel berikut.

Tabel 3.1

Interpretasi Validitas Nilai

Nilai Keterangan

0,09 ≤ 1,00 Validitas sangat tinggi 0,70 ≤ 0,90 Validitas tinggi 0,40 ≤ 0,70 Validitas sedang 0,20 ≤ 0,40 Validitas rendah 0,00 ≤ 0,20 Validitas sangat rendah

< 0,00 Tidak Valid (Suherman, 2003:113)


(19)

Dengan menggunakan AnatestV4 validitas soal diperoleh seperti dalam tabel berikut ini.

Tabel 3.2

Hasil Uji Validitas Nilai Butir Soal No. Soal Nilai Keterangan

1 0,749 Validitas tinggi 2 0,585 Validitas sedang 3 0,804 Validitas tinggi 4 0,593 Validitas sedang

Berdasarkan tabel 3.2 diperoleh bahwa validitas soal no. 1 dan 3 memiliki interpretasi tinggi, sedangkan untuk soal no. 2 dan 4 memiliki interpretasi sedang. Dengan demikian soal yang diujikan memiliki validitas yang baik.

b. Reliabilitas soal

Suherman (2003:131) menyatakan reliabilitas merupakan suatu alat ukur atau alat evaluasi dimaksudkan sebagai suatu alat yang memberikan hasil yang tetap sama (konsisten, ajeg). Menurutnya juga hasil dari pengukuran relatif akan sama, meski diberikan oleh orang yang berbeda, waktu yang berbeda dan tempat yang berbeda. Suatu alat evaluasi dikatakan baik bila reliabilitasnya tinggi.

Alat evaluasi yang telah valid maka alat evaluasi itu juga telah reliabel, namun jika suatu alat evaluasi itu reliabel belum tentu alat evaluasi tersebut valid. Untuk mengetahui tinggi rendahnya reliabilitas tes evaluasi tersebut, maka kita harus menghitung koefisien reliabilitasnya.

Adapun cara penghitungan reliabilitas ada beberapa cara, namun dalam penelitian ini akan digunakan perhitungan reliabilitas dengan cara alpha (Cronbach Alpha) karena dengan asumsi bahwa tes evaluasi uraian atau subjek cocok menggunakan perhitungan Alpha dalam penentuan reliabilitasnya. Dengan rumus Alpha sebagai berikut:

2

11 1 2

i s n

r    


(20)

29

Keterangan:

r11 = realibilitas instrumen n =banyak butir soal

2

i s

= jumlah varians skor setiap soal

2

t

s = varians skor total dimana,

 

2 2 2 X X n s n     keterangan: 2 s =varians 2

X

= jumlah skor kuadrat setiap item X

 = jumlah skor setiap item n = jumlah subjek

Dalam hal ini nilai diartikan sebagai nilai reliabilitas, kriterianya dapat ditunjukan dalam tabel berikut.

Tabel 3.3

Interpretasi Reliabilitas Nilai

Nilai Keterangan

≤ 0,20 Reliabilitas sangat rendah 0,20 ≤ 0,40 Reliabilitas rendah 0,40 ≤ 0,70 Reliabilitas sedang 0,70 ≤ 0,90 Reliabilitas tinggi 0,90 ≤ 1,00 Reliabilitas sangat tinggi Sumber: Suherman (2003:139)


(21)

Berdasarkan hasil dari pengolahan AnatestV4 diperoleh reliabilitas butir soal yang diperoleh adalah 0,72, dengan demikian reliabilitas soal berkategori tinggi.

c. Daya Pembeda

Daya pembeda (DP) menurut Suherman (2003:159) berfungsi untuk mengetahui perbedaan kemampuan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa berkemampuan rendah. Daya pembeda memiliki nilai yang berkisar 0 sampai 1. Semakin besar nilai DP, semakin besar pula pembeda antara siswa pandai dan siswa yang kurang. Dalam penelitian yang akan menggunakan instrument tes uraian (subjektif), maka penentuan daya pembeda dapat menggunakan rumus, sebagai berikut:

A B

X X

DP

SMI  

Keterangan:

DP = Daya Pembeda A

X = Rata-rata skor siswa kelompok atas B

X = Rata-rata skor siswa kelompok bawah

SMI = Skor Maksimal Ideal

Dalam hal ini nilai DP diartikan sebagai nilai daya pembeda, sehingga kriterianya dapat ditunjukan dalam tabel berikut,

Tabel 3.4

Interpretasi Daya pembeda Nilai DP

Nilai Keterangan

DP ≤ 0,00 Daya pembeda sangat jelek 0,00 DP ≤ 0,20 Daya pembeda jelek 0,20 DP ≤ 0,40 Daya pembeda cukup 0,40 DP ≤ 0,70 Daya pembeda baik 0,70 DP ≤ 1,00 Daya pembeda sangat baik Sumber: Suherman (2003:161)


(22)

31

Dengan menggunakan AnatestV4 daya pembeda tiap butir soal disajikan pada tabel berikut.

Tabel 3.5

Hasil Uji Daya Pembeda Butir Soal

No. Soal Nilai Keterangan

1 0,43 Daya pembeda baik

2 0,42 Daya pembeda baik

3 0,48 Daya pembeda baik

4 0,50 Daya pembeda baik

Berdasarkan tabel 3.5 di atas, maka diketahui bahwa semua butir soal memiliki daya pembeda yang baik.

d. Indeks Kesukaran

Suherman menyebutkan bahwa dalam konteks indeks kesukaran (IK) tidak dikenal soal baik dan soal buruk, karena soal yang mudah dapat dianggap sebagai soal yang baik atau soal yang buruk begitupun untuk soal yang sukar, tergantung pada kondisi serrta tujuan tes tersebut. hanya ada soal yang buruk yaitu soal yang terlalu mudah maupun soal yang terlalu sulit. Soal yang terlalu mudah menyebabkan semua siswa dapat menjawab benar termasuk siswa yang berada di kelompok bawah kemampuannya. Soal yang terlalu susah menyebabkan semua siswa tidak dapat menjawab dengnan benar termasuk siswa terpandai di kelas tersebut.

Dalam penelitian ini, tes yang digunakan adalah berupa uraian (subjektif) sehingga untuk penghitungan IK, dapat menggunakan rumus berikut,

X IK

SMI

Keterangan:

IK = Indeks Kesukaran X = Rata-rata


(23)

Dalam hal ini nilai IK diartikan sebagai nilai indeks kesukaran, sehingga kriterianya dapat ditunjukan dalam tabel berikut.

Tabel 3.6

Interpretasi Indeks Kesukaran Nilai IK

Nilai Kriteria

IK = 0,00 Soal terlalu sukar

0,00 < IK ≤ 0,30 Soal sukar 0,30 < IK ≤ 0,70 Soal sedang 0,70 < IK < 1,00 Soal mudah

IK = 1,00 Soal terlalu mudah Sumber: Suherman (2003:170)

Dengan menggunakan AnatestV4 daya pembeda tiap butir soal disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 3.7

Hasil Uji Daya Pembeda Butir Soal

No. Soal Nilai Keterangan

1 0,49 Soal sedang

2 0,46 Soal sedang

3 0,58 Soal sedang

4 0,42 Soal sedang

Berdasarkan tabel 3.7 di atas, maka diketahui bahwa semua butir soal memiliki indeks kesukaran yang sedang.

Dari hasil pengolahan hasil uji instrumen yang menggunakan anatestV4 ini menunjukkan bahwa ke empat butir soal yang diujikan layak untuk digunakan dalam penelitian.

2. Angket

Angket atau kuesioner adalah lembar pernyataan-pernyataan yang dimaksudkan untuk mengetahui menilai responden berkenaan dengan aspek


(24)

33

afektif sikap terhadap pembelajaran matematika. Dalam penelitian ini, angket digunakan untuk mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran metode inkuiri model Alberta. Adapun angket yang digunakan menggunakan skala Likert, di mana respon dari setiap pernyataan atau pertanyaan yang diajukan dalam angket ini dinyatakan dalam bentuk: sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS).

F. Prosedur Penelitian

Prosedur dalam penelitian ini akan meliputi 4 tahapan, yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, tahap analisis data, dan tahap pembuatan kesimpulan. Dengan penjelasan sebagai berikut,

1. Tahap persiapan

a. Menyusun proposal penelitian.

b. Melaksanakan seminar proposal penelitian.

c. Membuat instrumen test kemampuan penlaran matematik siswa dan angket yang akan digunakan pada penelitian.

d. Membuat Rencana Pelaksanaan Penelitian (RPP) dan Lembar Kegiatan Kelompok (LKK).

e. Membuat lembar observasi untuk mengetahui keterlaksanaan pembelajaran di kelas eksperimen.

f. Melakukan bimbingan kepada dosen pembimbing, baik pandangan tentang instrumen maupun LKK.

g. Melakukan bimbingan kepada dosen pembimbing, guna meminta masukan terkait RPP, LKS, dan media pembelajaran yang akan digunakan dalam penelitian;

h. Membuat surat pengantar izin penelitian kepada pihak yang terkait (Ketua Jurusan Pendidikan Matematika, Pembantu Dekan I, dan Kepada Sekolah tempat penelitian dilaksanakan), guna mempermudah jalannya penelitian;


(25)

j. Berkonsultasi dengan guru mengenai kelas yang akan digunakan untuk penelitian.

2. Tahap pelaksanaan

a. Melakukan pretest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk mengukur kemampuan awal penalaran matematik siswa dikedua kelas sama atau berbeda.

b. Melaksanakan pembelajaran sesuai dengan jadual dan materi pelajaran yang telah ditentukan. Pada kelas eksperimen menggunakan pembelajaran Inkuiri model Alberta dan kelas kontrol menggunakan pembelajaran ekspositori.

c. Pada saat pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) pada kelas eksperimen, Peneliti meminta teman untuk mengobservasi, guna mengisi lembar observasi yang telah dipersiapkan peneliti.

d. Melakukan posttest pada kelas yang dijadikan kelas eksperimen dan kelas kontrol pada penelitian ini.

e. Memberikan angket kepada siswa kelas eksperimen, guna mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran yang telah dilakukan.

3. Tahap analisis data

a. Mengumpulkan hasil data yang diperlukan baik kualitatif (angket dan lembar observasi) maupun kuantitatif (evaluasi tes siswa berupa hasil pengerjaan siswa pada soal pretest-postest);

b. Mengolah dan menganalisis data yang telah dikumpulkan, guna menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini;

4. Tahap pembuatan kesimpulan

Membuat kesimpulan terhadap hasil penelitian berdasarkan hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya.

G. Teknik Pengolahan Data

Dalam penelitian ini, diperoleh beberapa data yaitu lembar evaluasi tes (pretest-postest) siswa, serta lembar evaluasi non-tes (angket). Analisis data skor pada hasil pretest-postest siswa untuk mengukur kemampuan penalaran siswa,


(26)

35

guna menguji hipotesis dalam penelitian ini. Pengolahan data tes menggunakan bantuan software Statistical Products and Solution Services (SPSS) versi 18.

Adapun untuk mengetahui sikap siswa kelas eksperimen terhadap metode inkuiri model alberta dengan analisis data non-test, yaitu berupa lembar angket untuk siswa.

Adapun perincian analisis dari masing-masing data (evaluasi tes dan non-tes) akan dijelaskan, berikut ini:

1. Penolahan Data Kuantitatif a. Analisis Data Skor Pretest

1. Uji Normalitas

Uji normalitas ini dilakukan untuk mengetahui bahwa data yang akan diolah memiliki sampel yang berdistribusi normal atau tidak, dengan menggunakan uji kolgomorov-smirnov.

2. Uji Homogenitas Varians

Jika sampel telah berdistribusi normal, maka dapat dilanjutkan pengolahan data ini dengan menguji homogenitas varians. Pengujian homogenitas varians ini untuk mengetahui bahwa sampel memiliki variansi homogen atau tidak, dengan menggunakan uji Levene.

3. Jika sampel telah berdistribusi normal dan memiliki varians yang homogen, maka dilanjutkan pengolahan data ini dengan pengujian t dengan uji Indenpendent sample t-test.

4. Jika sampel berdistribusi normal, namun tidak memiliki varians yang homogen, maka dilanjutkan pengolahan data ini dengan pengujian t dengan varians tidak sama.

5. Jika sampel tidak berdistribusi normal, atau salah satunya, maka pengolahan data menggunakan analitis statistika non-parametrik. Pengujian ini menggunakan Mann Whitney.


(27)

b. Analisis Data Skor Postest

1. Uji Normalitas

Uji normalitas ini dilakukan untuk mengetahui bahwa data yang akan diolah memiliki sampel yang berdistribusi normal atau tidak, dengan menggunakan uji kolgomorov-smirnov.

2. Uji Homogenitas Varians

Jika sampel telah berdistribusi normal, maka dapat dilanjutkan pengolahan data ini dengan menguji homogenitas varians. Pengujian homogenitas varians ini untuk mengetahui bahwa sampel memiliki variansi homogen atau tidak, dengan menggunakan uji Levene.

3. Jika sampel telah berdistribusi normal dan memiliki varians yang homogen, maka dilanjutkan pengolahan data ini dengan pengujian t. 4. Jika sampel berdistribusi normal, namun tidak memiliki varians yang

homogen, maka dilanjutkan pengolahan data ini dengan pengujian t dengan varians tidak sama.

5. Jika sampel tidak berdistribusi normal, atau salah satunya, maka pengolahan data menggunakan analitis statistika non-parametrik. Pengujian ini menggunakan Mann Whitney.

c. Analisis Data Skor Gain Ternormalisasi

Penganalisisan data skor Gain ternormalisasi dilakukan untuk menguji hipotesis, bahwa peningkatan kemampuan kelas eksperimen pada saat pretest-postest memiliki perbedaan yang signifikan. Menurut princhard (Firmansari, 2011: 52) bahwa skor Gain ternormalisasi yaitu perbandingan dari skor Gain aktual dengan skor Gain maksimum dikurangi skor pretest. Skor Gain actual yaitu skor Gain yang diperoleh siswa, sedangkan skor Gain maksimum yaitu skor Gain tertinggi yang mungkin diperoleh siswa. Dengan demikian, rumus untuk mengetahui nilai Gain ternormalisasi adalah, sebagai berikut:

Keterangan: <g> : nilai Gain ternormalisasi (Hake, 1999:1)


(28)

37

Hasil dari perolehan indeks gain tiap siswa baik di kelas eksperimen maupun kontrol kemudian data yang diperoleh diuji statistik untuk melihat signifikansi peningkatan kemampuan penalaran matematik siswa. Uji yang dilakukan diantaranya:

a. Uji Normalitas

Uji normalitas ini dilakukan untuk mengetahui bahwa data Gain ternormalisasi ini yang akan diolah memiliki sampel yang berdistribusi normal atau tidak, dengan menggunakan uji kolgomorov-smirnov.

b. Uji Homogenitas Varians

Jika sampel telah berdistribusi normal, maka dapat dilanjutkan pengolahan data Gain ternormalisasi ini dengan menguji homogenitas varians. Pengujian homogenitas varians ini untuk mengetahui bahwa sampel memiliki variansi homogen atau tidak.

c. Jika sampel telah berdistribusi normal dan memiliki varians yang homogen, maka dilanjutkan pengolahan data ini dengan pengujian t.

d. Jika sampel berdistribusi normal, namun tidak memiliki varians yang homogen, maka dilanjutkan pengolahan data ini dengan pengujian t dengan varians tidak sama.

e. Jika sampel tidak berdistribusi normal, atau salah satunya, maka pengolahan data menggunakan analitis statistika non-parametrik. Pengujian ini menggunakan Mann Whitney.

d. Analisis Data Kualitas Peningkatan Penalaran Matematik Siswa

Kualitas peningkatan kemampuan penalaran matematik siswa kelas eksperimen dapat dilihat berdasarkan skor Gain ternormalisasi, dengan interpretasi indeks Gain disajikan dalam tabel 3.8.


(29)

Tabel 3.8

Klasifikasi Interpretasi Indeks Gain

Gain Ternormalisasi Kriteria

g ≤ 0,30 Rendah 0,30 < g ≤ 0,70 Sedang

g > 0,70 Tinggi

(Sumber: Hake, 1999: 1)

2. Analisis Data Kualitatif

Data kualitatif pada penelitian ini adalah data angket. Angket yang akan dianalisis, perlu untuk mengubah skalanya, dari kualitatif menjadi kuantitatif. Dengan langkah awal, pemberian skor pada setiap jawaban siswa. Dalam pemberian skor penelitian ini menggunakan skala Likert, dengan skor yang diberikan untuk setiap pernyataan negatif adalah 1 poin untuk jawaban sangat setuju (SS), 2 poin untuk jawaban setuju (S), 4 poin untuk tidak setuju (T), dan 5 poin untuk sangat tidak setuju (ST). Sedangkan untuk pernyataan positif adalah 5 poin untuk jawaban sangat setuju (SS), 4 poin untuk jawaban setuju (S), 2 poin untuk tidak setuju (T), dan 1 poin untuk sangat tidak setuju (STS).

Untuk pengolahan skor dan penafsirannya yaitu dengan menghitung rata-rata skor tersebut untuk setiap siswa pada setiap aspek dan rata-rata-rata-rata setiap aspek. Adapun kriteria penilaian menurut Suherman (2003, 237) adalah jika rata-rata diatas tiga, kriterianya positif dan jika rata-rata dibawah tiga kriterianya negatif.

Setelah sikap siswa dikategorikan dengan negatif atau positif, sikap itu dipersentasekan dengan menggunakan rumus sebagai berikut,

Keterangan: p : persentase jawaban

f : frekuensi jawaban n : banyak responden


(30)

39

Kriteria yang diberikan pada penafsiran tersebut di sajikan dalam tabel 3.9.

Tabel 3.9

Interpretasi Persentase Angket

Besar Persentase Tafsiran

P = 0 % Tidak ada

0 % < p ≤ 25 % Sebagian kecil 25 % < p < 50 % Hampir setengahnya

p = 50 % Setengahnya

50 % < p ≤ 75 % Sebagian besar 75% < p < 100 % Pada umumnya

p = 100 % Seluruhnya


(31)

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan temuan dalam penelitian ini, diperoleh kesimpulan sebagai berikut.

1. Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa baik di kelas dengan pembelajaran Inkuiri Model Alberta maupun kelas Ekspositori, hal ini dimungkinkan karena siswa merasa cemas ketika mengalami kesulitan dalam menyelesaikan permasalahan untuk menemukan sebuah konsep ketika belajar dengan pembelajaran Inkuiri Model Alberta, serta beberapa siswa yang langsung menyerah ketika menghadapi kesulitan tersebut. Hal ini mempengaruhi motivasi siswa dalam belajar. Selain itu, sajian masalah yang diberikan baik di kelas Inkuiri Model Alberta maupun di kelas Ekspositori sama-sama menggunakan situasi masalah yang kontekstual. 2. Kualitas peningkatan kemampuan penalaran di kelas Inkuiri Model Alberta

maupun di kelas Ekspositori berada dalam kualitas sedang.

3. Pada umumnya siswa memberikan respon positif terhadap penerapan pembelajaran Inkuiri Model Alberta.

B. Saran

1. Bagi peneliti selanjutnya ketika akan mengimplementasikan pembelajaran dengan Inkuiri Model Alberta hendaknya lebih memperhatikan perasaan seperti halnya kecemasan dan motivasi siswa serta menyiapkan scaffolding khusus untuk menangani perasaan siswa pada tiap fase seperti pembawaan yang santai dari guru dengan diputarnya musik klasik, atau disisipkan kata-kata motivasi baik dalam LKK maupun diucapkan secara langsung seperti kata “Jika salah, perbaiki. Jika gagal, coba lagi. Namun, jika menyerah

semuanya selesai”.

2. Melihat respon siswa yang positif terhadap pembelajaran Inkuiri Model Alberta, dapat dipertimbangkan untuk mengimplementasikannya dalam pembelajaran matematika di sekolah, walaupun peningkatan penalaran


(32)

58

matematis siswa tidak berbeda signifikan dibandingkan dengan pembelajaran Ekspositori yang diberikan situasi masalah kontekstual.


(33)

Alberta Learning. (2004). Focus on Inquiry: a teacher’s guided to implementing inquiry based learning. Edmonton, Canada. Tersedia: http://www.lrc.learning.gov.ob.ca [15 Oktober 2012] Ahmadi, dkk., (2011). Strategi pembelajaran berorientasi KTSP. Jakarta:

Prestasi Pustaka

Aisyah, S. (2011). Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah untuk meningkatkan Kemampuan Nalar Logis Siswa SMP. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI: tidak diterbitkan. Apiati, V., (2012). Peningkatan Kemampuan Pemahaman Dan

Pemecahan Masalah Matematis Siswa Melalui Metode Inkuiri Model Alberta. Tesis Sekolah Pasca Sarjana UPI: Tidak diterbitkan.

Blackburn, Davidson. (1994). Terapi Kognitif untuk depresi dan kecemasan suatu pentunjuk bagi praktisi. Semarang: IKIP Semarang Press

Brodie. (2010). Teaching Mathematical Reasoning in Secondary School Classrooms. South Africa. Tersedia: www.springer.com [27 November 2012]

Ghani, R. A., (2007). Pengaruh Pembelajaran Metode Inkuiri Model Alberta Terhadap Kemampuan Pemahaman Dan Pencegahan Masalah Matematika Siswa Sekolah Menengah Atas. [Online]. Tersedia: http://digilib.upi.edu/ [15 Nopember 2012]

Hake, R. (1999). Analyzing Change / Gain Score. [online]. Tersedia: http://www.physics.indiana.edu/~sdi/AnalyzingChange-Gain.pdf [12 Desember 2013]

Harste, Short. (2002). Inquiry as a stance on curriculum. University of Arizona: USA

Kartini. (2010). Pembelajaran Inkuiri Model Alberta untuk Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematis Siswa Sekolah Menengah Atas. Disertasi Sekolah Pasca Sarjana UPI: Tidak diterbitkan.

Kusnandi. (2012). Penalaran Matematik. [Online]. Tersedia: http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._MATEMATIK


(34)

60

A/196903301993031-KUSNANDI/Penalaran_Matematika_SMP.pdf

Mullis, I., et al. (2008). TIMSS 2007 internasional mathematics report: findings from IEA’s trend in internasional mathematics and science study at the fourth and eight grades. [Online]. Tersedia: http://timss.bc.edu/timss2007/PDF/TIMSS2007_InternationalMath ematicsReport.pdf [12 Juni 2012]

National Council of Teacher of Mathematics (NCTM). (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Reston, Virginia: NCTM. Nurjannah. (2013). Pendekatan Pembelajaran Ekspositori. [online]

tersedia: http://amalianurjannah.files.wordpress.com/2013/05/11-pendekatan-pembelajaran-ekspositori.pdf [20 Nopember 2013] Priatna. N. (2012). Penalaran Matematika. [Online]. Tersedia:

http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._MATEMATIK

A/196303311988031-NANANG_PRIATNA/Penalaran_Matematika.pdf [19 November 2012]

Rifqiawati, dkk., (2012). Pembelajaran Berbasis Inkuiri. Makalah dan Rancangan Pembelajaran. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Rustaman, N. Y., (2005). “Perkembangan Penelitian Pembelajaran

Berbasis Inkuiri dalam Pendidikan Sains”. Makalah dipresentasikan dalam Seminar Nasional II Himpunan Ikatan Sarjana dan Pemerhati Pendidikan IPA Indonesia Bekerjasama dengan FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia Bandung, 22-23 Juli 2005.

Ruseffendi, E. T. (2010). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-eksakta lainnya. Bandung: Tarsito.

Sanjaya, W., (2010). strategi pembelajaran berorientasi standar proses pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Shadiq, F. (2004). “Pemecahan Masalah, Penalaran, dan Komunikasi”.

Paket Disampaikan pada Diklat Intruktur/Pengembangan Matematika SMA jenjang Dasar Tanggal 6 s.d 19 Agustus 2004 di PPPG Matematika.

Shadiq, F. (2007). Penalaran atau Reasoning. Mengapa Perlu dipelajari Para Siswa di Sekolah?. Yogyakarta: PPPPTK


(35)

JICA-Universitas Indonesia.

---. (2008). Hands Out Belajar Pembelajaran Matematika. Universitas Pendidikan Indonesia: tidak diterbitkan.

Sumarmo, U. (2010). Berpikir dan Disposisi Matematika: Apa, Mengapa, Dan Bagaimana Dikembangkan Pada Peserta Didik. Bandung: FPMIPA UPI.

Suryadi, D., (2012). Membangun Budaya baru dalam berpikir matematika. Bandung: Rizqi Press

Tim MKPBM. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA-Universitas Pendidikan Indonesia.

Turmudi. (2010). “Pembelajaran Matematika Kini dan Kecenderungan

Masa Mendatang”. Dipublikasikan dalam buku bunga rampai pembelajaran MIPA, JICA FPMIPA, 2010.

TWT. (2005). Teaching and Learning Strategies Inquiry-based Learning.

[online]. Tersedia:

http://www.ndtwt.org/Blackboard/P2SST2/inqu.htm [19 November 2012]

Wahyudin. (2008). “Pembelajaran dan Model-Model Pembelajaran”.

Pelengkap untuk meningkatkan kompetensi pedagogis para guru dan calon guru profesional.

Walle. (2008). Sekolah Dasar Dan Menengah Matematika Pengembangan Pengajaran. Jakarta: Erlangga.

Wardhani, S. Analisis SI dan SKL Mata Pelajaran Matematika SMP/MTs Untuk Optimalisasi Pencapaian Tujuan. Yogyakarta: PPPPTK Uyanto, S., (2009). Pedoman Analisis Data Dengan SPSS. Bandung:

Graha Ilmu.

Yoong, W. K. (2006). Enhancing Mathematical Reasioning at Secondary School Level. [Online]. Tersedia: http://math.nie.edu.sg [19 November 2012]


(1)

39

Siti Khozanatu Rohmah, 2014

Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pembelajaran Inkuiri Model Alberta

Kriteria yang diberikan pada penafsiran tersebut di sajikan dalam tabel 3.9. Tabel 3.9

Interpretasi Persentase Angket Besar Persentase Tafsiran

P = 0 % Tidak ada

0 % < p ≤ 25 % Sebagian kecil 25 % < p < 50 % Hampir setengahnya

p = 50 % Setengahnya

50 % < p ≤ 75 % Sebagian besar 75% < p < 100 % Pada umumnya

p = 100 % Seluruhnya


(2)

Siti Khozanatu Rohmah, 2014

Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pembelajaran Inkuiri Model Alberta

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan temuan dalam penelitian ini, diperoleh kesimpulan sebagai berikut.

1. Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa baik di kelas dengan pembelajaran Inkuiri Model Alberta maupun kelas Ekspositori, hal ini dimungkinkan karena siswa merasa cemas ketika mengalami kesulitan dalam menyelesaikan permasalahan untuk menemukan sebuah konsep ketika belajar dengan pembelajaran Inkuiri Model Alberta, serta beberapa siswa yang langsung menyerah ketika menghadapi kesulitan tersebut. Hal ini mempengaruhi motivasi siswa dalam belajar. Selain itu, sajian masalah yang diberikan baik di kelas Inkuiri Model Alberta maupun di kelas Ekspositori sama-sama menggunakan situasi masalah yang kontekstual. 2. Kualitas peningkatan kemampuan penalaran di kelas Inkuiri Model Alberta

maupun di kelas Ekspositori berada dalam kualitas sedang.

3. Pada umumnya siswa memberikan respon positif terhadap penerapan pembelajaran Inkuiri Model Alberta.

B. Saran

1. Bagi peneliti selanjutnya ketika akan mengimplementasikan pembelajaran dengan Inkuiri Model Alberta hendaknya lebih memperhatikan perasaan seperti halnya kecemasan dan motivasi siswa serta menyiapkan scaffolding khusus untuk menangani perasaan siswa pada tiap fase seperti pembawaan yang santai dari guru dengan diputarnya musik klasik, atau disisipkan kata-kata motivasi baik dalam LKK maupun diucapkan secara langsung seperti kata “Jika salah, perbaiki. Jika gagal, coba lagi. Namun, jika menyerah semuanya selesai”.

2. Melihat respon siswa yang positif terhadap pembelajaran Inkuiri Model Alberta, dapat dipertimbangkan untuk mengimplementasikannya dalam pembelajaran matematika di sekolah, walaupun peningkatan penalaran


(3)

58

Siti Khozanatu Rohmah, 2014

Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pembelajaran Inkuiri Model Alberta

matematis siswa tidak berbeda signifikan dibandingkan dengan pembelajaran Ekspositori yang diberikan situasi masalah kontekstual.


(4)

Siti Khozanatu Rohmah, 2014

Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pembelajaran Inkuiri Model Alberta

DAFTAR PUSTAKA

Alberta Learning. (2004). Focus on Inquiry: a teacher’s guided to implementing inquiry based learning. Edmonton, Canada. Tersedia: http://www.lrc.learning.gov.ob.ca [15 Oktober 2012]

Ahmadi, dkk., (2011). Strategi pembelajaran berorientasi KTSP. Jakarta: Prestasi Pustaka

Aisyah, S. (2011). Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah untuk meningkatkan Kemampuan Nalar Logis Siswa SMP. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI: tidak diterbitkan.

Apiati, V., (2012). Peningkatan Kemampuan Pemahaman Dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Melalui Metode Inkuiri Model Alberta. Tesis Sekolah Pasca Sarjana UPI: Tidak diterbitkan.

Blackburn, Davidson. (1994). Terapi Kognitif untuk depresi dan kecemasan suatu pentunjuk bagi praktisi. Semarang: IKIP Semarang Press

Brodie. (2010). Teaching Mathematical Reasoning in Secondary School Classrooms. South Africa. Tersedia: www.springer.com [27 November 2012]

Ghani, R. A., (2007). Pengaruh Pembelajaran Metode Inkuiri Model Alberta Terhadap Kemampuan Pemahaman Dan Pencegahan Masalah Matematika Siswa Sekolah Menengah Atas. [Online]. Tersedia: http://digilib.upi.edu/ [15 Nopember 2012]

Hake, R. (1999). Analyzing Change / Gain Score. [online]. Tersedia: http://www.physics.indiana.edu/~sdi/AnalyzingChange-Gain.pdf [12 Desember 2013]

Harste, Short. (2002). Inquiry as a stance on curriculum. University of Arizona: USA

Kartini. (2010). Pembelajaran Inkuiri Model Alberta untuk Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematis Siswa Sekolah Menengah Atas. Disertasi Sekolah Pasca Sarjana UPI: Tidak diterbitkan.

Kusnandi. (2012). Penalaran Matematik. [Online]. Tersedia: http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._MATEMATIK


(5)

60

Siti Khozanatu Rohmah, 2014

Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pembelajaran Inkuiri Model Alberta

A/196903301993031-KUSNANDI/Penalaran_Matematika_SMP.pdf

Mullis, I., et al. (2008). TIMSS 2007 internasional mathematics report: findings from IEA’s trend in internasional mathematics and science study at the fourth and eight grades. [Online]. Tersedia: http://timss.bc.edu/timss2007/PDF/TIMSS2007_InternationalMath ematicsReport.pdf [12 Juni 2012]

National Council of Teacher of Mathematics (NCTM). (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Reston, Virginia: NCTM. Nurjannah. (2013). Pendekatan Pembelajaran Ekspositori. [online]

tersedia: http://amalianurjannah.files.wordpress.com/2013/05/11-pendekatan-pembelajaran-ekspositori.pdf [20 Nopember 2013]

Priatna. N. (2012). Penalaran Matematika. [Online]. Tersedia: http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._MATEMATIK

A/196303311988031-NANANG_PRIATNA/Penalaran_Matematika.pdf [19 November 2012]

Rifqiawati, dkk., (2012). Pembelajaran Berbasis Inkuiri. Makalah dan Rancangan Pembelajaran. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Rustaman, N. Y., (2005). “Perkembangan Penelitian Pembelajaran

Berbasis Inkuiri dalam Pendidikan Sains”. Makalah

dipresentasikan dalam Seminar Nasional II Himpunan Ikatan Sarjana dan Pemerhati Pendidikan IPA Indonesia Bekerjasama dengan FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia Bandung, 22-23 Juli 2005.

Ruseffendi, E. T. (2010). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-eksakta lainnya. Bandung: Tarsito.

Sanjaya, W., (2010). strategi pembelajaran berorientasi standar proses pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Shadiq, F. (2004). “Pemecahan Masalah, Penalaran, dan Komunikasi”. Paket Disampaikan pada Diklat Intruktur/Pengembangan Matematika SMA jenjang Dasar Tanggal 6 s.d 19 Agustus 2004 di PPPG Matematika.

Shadiq, F. (2007). Penalaran atau Reasoning. Mengapa Perlu dipelajari Para Siswa di Sekolah?. Yogyakarta: PPPPTK


(6)

Siti Khozanatu Rohmah, 2014

Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pembelajaran Inkuiri Model Alberta

Suherman, E. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: JICA-Universitas Indonesia.

---. (2008). Hands Out Belajar Pembelajaran Matematika. Universitas Pendidikan Indonesia: tidak diterbitkan.

Sumarmo, U. (2010). Berpikir dan Disposisi Matematika: Apa, Mengapa, Dan Bagaimana Dikembangkan Pada Peserta Didik. Bandung: FPMIPA UPI.

Suryadi, D., (2012). Membangun Budaya baru dalam berpikir matematika. Bandung: Rizqi Press

Tim MKPBM. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA-Universitas Pendidikan Indonesia.

Turmudi. (2010). “Pembelajaran Matematika Kini dan Kecenderungan

Masa Mendatang”. Dipublikasikan dalam buku bunga rampai

pembelajaran MIPA, JICA FPMIPA, 2010.

TWT. (2005). Teaching and Learning Strategies Inquiry-based Learning.

[online]. Tersedia:

http://www.ndtwt.org/Blackboard/P2SST2/inqu.htm [19 November 2012]

Wahyudin. (2008). “Pembelajaran dan Model-Model Pembelajaran”. Pelengkap untuk meningkatkan kompetensi pedagogis para guru dan calon guru profesional.

Walle. (2008). Sekolah Dasar Dan Menengah Matematika Pengembangan Pengajaran. Jakarta: Erlangga.

Wardhani, S. Analisis SI dan SKL Mata Pelajaran Matematika SMP/MTs Untuk Optimalisasi Pencapaian Tujuan. Yogyakarta: PPPPTK Uyanto, S., (2009). Pedoman Analisis Data Dengan SPSS. Bandung:

Graha Ilmu.

Yoong, W. K. (2006). Enhancing Mathematical Reasioning at Secondary School Level. [Online]. Tersedia: http://math.nie.edu.sg [19 November 2012]