IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN SENI TERPADU, UNTUK MENINGKATKAN APRESIASI DAN KREASI SENI RUPA TERAPAN TRADISIONAL DAERAH SETEMPAT : Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas X SMA Negeri I Karangnunggal, Tahun Pembelajaran 2009/2010, Kabupaten Tasikmal

(1)

iv

D A F T A R I S I

ABSTRAK ………. i

KATA PENGANTAR ……….. ii

DAFTAR ISI ………..…... iv

DAFTAR TABEL .. ………. vii

DAFTAR GAMBAR ………..……….. ix

DAFTAR LAMPIRAN ………..……….. xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……….. 1

1. Realitas Pembelajaran Seni Rupa Terapan Tradisional Daerah Setempat di SMA Negeri Karangnunggal Kelas X……… 2

2. Data-data Hasil Pengamatan Awal (Data Pra-siklus) ………... 3

B. Identifikasi Masalah. ………... 25

C. Rumusan Masalah ……….……… 26

D. Tujuan Penelitian ………. 27

E. Manfa’at Penelitian ……….. 27

F. Kerangka Pemikiran ………. 29

BAB II P E M B E L A J A R A N S E N I R U P A A. Pembelajaran Seni Rupa di SMA ………. 31

1. Pengertian dan Pemahaman Pembelajaran ………... 31

2. Tipe-tipe Pembelajaran ………. 33

3. Pengertian dan Pemahaman Pembelajaran Seni Rupa di SMA ……. 34

4. Model-model Pembelajaran Seni Rupa ………. 37

B. Model Pembelajaran Seni Terpadu………... 38

1. Pengertian Model Pembelajaran Terpadu ………. 39


(2)

v

3. Karakteristik Pembelajaran Terpadu ………. 42

4. Tujuan Pembelajaran Terpadu ……….. 44

5. Manfaat Pembelajaran Terpadu ………. 45

6. Model-model Pembelajaran Terpadu ……… 46

C. Apresiasi dan Kreativitas ………. 48

1. Apresiasi ………... 48

2. Kreativitas (Creativity) ………. 55

D. Seni Rupa Terapan Tradisional ………... 57

1. Pengertian Seni Rupa Terapan Tradisional Daerah Setempat ……... 58

2. Seni Rupa Terapan Tradisional Daerah Setempat merupakan Bagian dari Tradisi Budaya Sunda ……… 60

3. Jenis-jenis Seni Rupa Terapan Tradisional Daerah Setempat………. 64

E. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ……… 70

1. Pengertian Penelitian Tindakan ………. 71

2. Perbedaan Penelitian Tindakan dengan Penelitian Biasa ………….. 71

3. Landasan Teoretis Penelitian Tindakan ……… 73

4. Langkah-langkah Penelitian Tindakan ……….. 74

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Setting Penelitian. ……….. 78

B. Subjek Penelitian ………. 79

C. Model dan Strategi Penelitian ………. 80

D. Variabel Penelitian ………... 81

E. Indikator Penelitian ………. 82

F. Identifikasi Bidang Fokus Penelitian ……….. 83

G. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ………... 84

H. Analisis Data dan Interpretasi Data ………. 87


(3)

vi 1. Tindakan Pendahuluan Pra-siklus ………. 89

2. Siklus Awal ………... 90

3. Siklus Tengah dan Siklus Akhir ……… 91

BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Persiapan Penelitian ……….. 92

B. Konsep dan Strategi Penelitian ………. 93

C. Permasalahan Pembelajaran Seni Rupa Terapan Tradisional Daerah

Setempat Saat Ini ……….. 95

Identifikasi Permasalahan Pra-siklus ………. 95

D. Faktor-faktor yang Melatarbelakangi Kondisi Awal ………... 101

E. Peningkatan Pembelajaran Seni Rupa Terapan Tradisional Daerah

Setempat melalui Implementasi Model Pembelajaran Seni Terpadu …… 103

1. Siklus-Awal ………... 103

2. Siklus- Tengah ……… 117

3. Siklus – Akhir ………. 126

F. Hasil Peningkatan Pembelajaran Seni Terpadu (Kesimpulan Siklus) …... 135

1. Kesimpulan dari Tindakan Siklus Akhir ……… 136

2. “Ke-Runutan” Hasil Tindakan Siklus dengan Pendapat para Ahli …. 136

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan ……….………. 144

B. Saran – saran ... 148

DAFTAR PUSTAKA ……… 149


(4)

(5)

viii A. Data Pra-Siklus: Permasalahan Pembelajaran dengan Model Konvensional:

1. Hasil Angket Siswa:

2. Hasil Wawancara dengan Guru Seni Budaya Kelas X

3. Nilai Raport Seni Budaya Kelas X Semester-1

a. Kelas X Mandiri-1

b. Kelas X Mandiri-2

B. Rekapitulasi Data Pra-Siklus.

C. Deskripsi Data Pra Siklus.

D. Data Siklus: Hasil Penelitian Pembelajaran dengan Model Seni Terpadu:

1. Langkah-langkah Pembelajaran Seni Terpadu-Jenis Terkait (Connect Art Learning Moddle)

a. Analisis Silabus

b. Analisis Bahan Ajar (Seni Budaya Tradisional)

c. Pembuatan Peta Konsep

d. Penentuan Tema Pembelajaran

e. Analisis Tema Pembelajaran Seni Terpadu

f. Pembuatan Skenario Pembelajaran Seni Terpadu.

g. Pelaksanaan Pembelajaran

h. Penilaian

1) PenilaianProses Pembelajaran.


(6)

ix

2. Langkah-langkah Pembelajaran Seni Terpadu- Jenis Terjala (Webbed Art Learning Moddle)

a. Analisis Silabus

b. Analisis Bahan Ajar (Seni Budaya Tradisional)

c. Pembuatan Peta Konsep

d. Penentuan Tema Pembelajaran

e. Analisis Tema Pembelajaran Seni Terpadu

f. Pembuatan Skenario Pembelajaran Seni Terpadu.

g. Pengelompokan Siswa

h. Pembagian Tugas/ Peran.

i. Latihan Kelompok Terpadu

j. Latihan Gabungan Kelompok Terpadu

k. Penyajian Seni Terpadu

3. Siklus Awal a. Perencanaan

b. Pelaksanaan

c. Pengamatan

d. Refleksi

4. Siklus Tengah a. Perencanaan

b. Pelaksanaan


(7)

x d. Refleksi

5. Siklus Akhir a. Perencanaan

b. Pelaksanaan

c. Pengamatan

d. Refleksi

E. Rekapitulasi Data Hasil Penelitian Tindakan Kelas. F. Deskripsi Data Hasil Penelitian Tindakan Kelas


(8)

BAB I

P E N D A H U L U A N

A. Latar Belakang Masalah

Keanekaragaman multikultur (adat istiadat, tata cara, bahasa, kesenian, kerajinan dan keterampilan daerah) merupakan ciri khas yang merperkaya nilai-nilai kehidupan bangsa Indonesia. Keanekaragaman tersebut harus seialu dilestarikan dan dikembangkan dengan tetap mempertahankan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia melalui upaya pendidikan.

Tujuan pendidikan nasional merupakan target pencapaian pendidikan yang bersifat umum. Pencapaiannya ditentukan oleh ketercapaian tujuan institusional, tujuan kurikuler, dan tujuan instruksional dari setiap pokok bahasan yang dikembangkan secara sistematis dan tepat sasaran.

Pembelajaran Seni Rupa terapan tradisional merupakan bagian dari pembelajaran Pendidikan Seni Budaya yang memiliki peran strategis dalam pencapaian tujuan pendidikan nasional, dalam penyajiannya perlu dikaji dan diteliti untuk mencapai tujuan yang maksimal dan bermakna bagi peserta didik.

“Mengawali tulisan ini mari kita renungkan pernyataan Tilaar (1999:177) mengatakan bahwa pendidikan nasional dewasa ini telah terpisah dari kebudayaan, baik kebudayaan daerah maupun kebudayaan nasional. Hal ini perlu diintegrasikan kembali sehingga pendidikan betul-betul hidup, dihidupi, dan menghidupi kebudayaan. Sesungguhnya pendidikan adalah proses sosialisasi, enkulturasi, dan internalisasi yang harus dilakukan melalui pembelajaran untuk membangun apresiasi dan kreasi peserta didik. Pembelajaran apresiasi seni rupa tradisi dapat dilakukan dengan sosialisasi, enkulturasi, dan internalisasi nilai-nilai seni pada peserta didik. (Martono | December 29, 2009, Pembelajaran seni


(9)

Apa yang diungkapkan Martono menanggapi pernyataan Tilaar (1999:177) bahwa Pendidikan Nasional dewasa ini telah terpisah dari kebudayaan, menarik perhatian peneliti untuk mencari tahu sejauh mana kebenaran dari pernyataan tersebut. Benar atau tidaknya pernyataan tersebut akan sangat berpengaruh positif atau negatif terhadap kondisi Pendidikan Nasional pada umumnya, dan Pendidikan Seni Budaya pada khususnya, mengingat faktor kebudayaan merupakan titik sentral dan pusat kendali peradaban manusia dari masa ke masa.

Untuk membuktikan hal tersebut, peneliti mengadakan pengamatan langsung pelaksanaan pembelajaran seni rupa terapan tradisional di SMA Negeri I Karangnunggal. Data yang diperoleh menjadi data pra-siklus sebagai bahan penelitian berikutnya.

1. Realitas Pembelajaran Seni Rupa Terapan Tradisional Daerah Setempat di SMA Negeri I Karangnunggal Kelas X

Sesuai dengan fungsinya, mata pelajaran Seni Rupa (Seni Budaya) yang bersifat “Multikultural” mengandung makna pendidikan seni harus mampu menumbuhkembangkan kesadaran dan kemampuan apresiasi siswa terhadap beragam budaya Daerah, Nusantara dan Mancanegara.

Proses pembelajaran Seni Rupa terapan tradisional di SMA Negeri I Karangnunggal, sekarang ini menggunakan model pembelajaran seni terpisah


(10)

(rupa,musik, tari dan drama) diajarkan secara mandiri meliputi seluruh aspek pembelajaran mulai dari standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian dan sumber serta alat pembelajaran, bahkan diajarkan oleh guru yang berlainan, dari setiap bidang seni. Hal ini merupakan kebiasaan umum yang terjadi di setiap sekolah.

Untuk mengetahui kondisi pembelajaran seni rupa terapan tradisional dengan menggunakan model pembelajaran ”Seni Terpisah”, peneliti melakukan pengamatan melalui tiga cara, yaitu wawancara langsung terstruktur dengan guru seni budaya kelas X, penyebaran angket kepada siswa kelas X, dan melalui Studi

Dokumenter Nilai Raport Seni Budaya Kelas X, semester I, Tahun Pelajaran

2009/2010.

Data tersebut untuk selanjutnya digunakan sebagai titik awal penelitian pada tahapan berikutnya sebagai data pra- siklus.

2. Data-data Hasil Pengamatan Awal (Data Pra-Siklus)

Berikut ini adalah data-data hasil observasi langsung dengan sumber penelitian yang memegang peranan serta berpengaruh langsung terhadap proses pembelajaran Seni Rupa terapan tradisional daerah setempat, yaitu guru mata pelajaran Seni Budaya, siswa kelas X dan data dokumenter berupa nilai raport mata pelajaran Seni Budaya kelas X semester-1.

Objektivitas data pra-siklus akan menentukan ketepatan rancangan penelitian dan tindakan penelitian pada tahapan berikutnya.


(11)

a. Data Hasil Wawancara dengan Guru Seni Budaya Kelas X

Tabel 1. 1: Data Hasil Wawancara Formal Terstruktur dengan Guru Seni Budaya Kelas X, SMAN I Karangnunggal, Kab. Tasikmalaya. (Sumber: Hasil Penelitian Pra- Siklus)

No

Komponen Pembelajaran

Seni Budaya

Permasalahan

Proses Pembelajaran Seni Tradisional

1 Silabus Seni

Budaya

a. Pembelajaran Apresiasi dan Ekspresi terpisah di semester satu dan dua.

b. Kurangnya alokasi waktu.

2 Bahan Ajar

a. Kurang buku referensi /sumber,

b. Tumpang tindih materi apresiasi dari setiap cabang seni. c. Tema pembelajaran praktek di semester dua tidak

nyambung dengan pembelajaran apresiasi di semester satu.

3

Sarana dan Prasarana Pembelajaran

a. Terlalu banyak dan tidak efesien, karma masing-masing cabang seni tidak berhubungan dalam tema

pembelajaran.

4

Sikap siswa dalam pembelajaran

a. Kurang antusias, b. Tidak mandiri,

c. Minta diperdalam praktek dari salah satu cabang seni yang diminatinya, dan menolak untuk praktek cabang seni tertentu.

Deskripsi data hasil wawancara dengan guru Seni Budaya Kelas X, sebagai berikut:

1) Kendala pada silabus seni Budaya

Pembelajaran Apresiasi dan Ekspresi terpisah di semester satu dan dua. Serta kurangnya alokasi waktu.


(12)

a) Bagaimana meramu sistimatika Kompetensi Dasar (KD) dalam silabus serta mencari inovasi model pembelajaran yang bisa memadukan antara pembelajaran Apesiasi dengan pembelajaran berekspresi?

b) Bagaimana menyusun Strategi pembelajaran agar waktu yang tersedia efesien dan efektif?

2) Kendala pada Bahan Ajar

Kurang buku referensi /sumber, tumpang tindih materi apresiasi dari setiap cabang seni. Tema pembelajaran praktek di semester dua tidak nyambung dengan pembelajaran apresiasi di semester satu.

Bahan Penelitian yang dapat dilakukan adalah “Bagaimana mengidentifikasi dan mengembangkan bahan ajar seni tradisional agar semakin luas, tidak tumpang tindih karena disajikan dalam pembelajaran yang terpisah dan lebih bermakna”.

3) Kendala pada Sarana dan Prasarana Pembelajaran

Terlalu banyak dan tidak efesien, karena masing-masing cabang seni tidak berhubungan dalam tema pembelajaran.

Bahan Penelitian yang dapat dilakukan adalah “Bagaimana mencari tema pembelajaran yang bisa menggunakan sarana dan prasarana pembelajaran yang berguna untuk setiap bidang seni”.


(13)

Kurang antusias, tidak mandiri, minta diperdalam praktek dari salah satu cabang seni yang diminatinya, dan menolak untuk praktek cabang seni tertentu.

Bahan Penelitian yang dapat dilakukan adalah “Bagaimana menciptakan model pembelajaran agar minat siswa dalam pembelajaran seni tradisional meningkat”

b. Data hasil Angket Siswa kelas X M-1 dan X M-2

Data-data yang diungkap dari siswa melalui angket adalah sebagai berikut:

1) Bagaimana nilai rapot Seni Budaya semester-1, yang anda

dapatkan, memuaskan, cukup puas atau tidak memuaskan?

2) Pembelajaran seni tradisional yang paling menarik bagi anda,

apakah Seni Rupa tradisional, Seni Musik tradisional, Seni Tari tradisional, Seni Teater tradisional?

3) Pembelajaran Seni Tradisional yang paling tidak menarik bagi

anda, apakah Seni Rupa tradisional, Seni Musik tradisional, Seni Tari tradisional, Seni Teater tradisional?

4) Ketertarikan/ ketidaktertarikan anda terhadap seni tradisional

tersebut, apakah karena materi pembelajarannya, cara guru mengajarnya, atau alat pembelajarannya, tidak sesuai/ sesuai dengan minat dan bakat anda?


(14)

5) Materi pelajaran praktek seni tradisional yang anda inginkan, apakah disesuaikan dengan bakat dan minat anda, semua cabang seni dipraktekan untuk semua siswa, atau mengikuti ketentuan dari guru?

Dari angket tersebut diperoleh data, sebagaimana tertera dalam tabel berikut ini:

Tabel 1.2: Rekapitukasi Data hasil Angket Siswa. (Sumber: Hasil Penelitian Pra-Siklus)

No.Urt/ No. Soal

Pilihan Jawaban/ Jumlah Siswa yang

Memilih

Jml Keterangan

A B C D

1 7 39 10 - 56

Nilai rapot puas: 7 orang. Nilai rapot cukup puas: 39 orang Nilai rapot tidak puas: 10 orang

2 9 16 14 17 56 Seni yang paling menarik, seni Drama

17 orang.

3 34 4 17 1 56 Seni yang paling tidak menarik, Seni

Rupa 34 orang.

4 6 10 2 38 56

Pembelajaran tidak menarik: Tidak sesuai minat: 38 orang Cara mengajar : 10.

5 42 8 6 - 56

Materi Praktek seni: Pilihan sendiri: 42 orang Semua cabang seni: 8 orang Mengikuti guru: 6 orang


(15)

1) Nilai rapot hasil Partial Conventional Art Learning Model dalam pembelajaran seni tradisional termasuk katagori “kurang” karena hanya 12,5% yang menyatakan puas. Artinya pembelajaran seni tradisional dengan

Partial Conventional Art Learning Model tidak berhasil.

2) Minat siswa terhadap pembelajaran seni tradisional, paling banyak memilih Seni Drama tradisional yaitu; 30%, ini berarti Seni Drama sebagai pusat minat dalam pembelajaran seni tradisional.

3) Pilihan siswa paling tidak suka seni tradisional, yaitu Seni Rupa sebanyak 60%, berarti pembelajaran Seni Rupa tradisional dengan model Partial

Conventional Art Learning Model tidak berhasil, karena sebanyak 60% siswa

menyatakan paling tidak menyukai pembelajaran seni rupa secara terpisah. 4) Pembelajaran seni tradisional tidak menarik, karena tidak sesuai dengan

minat dan bakat, dipilih terbanyak, yaitu 68%, berarti Partial Convensional

Art Learning Moddle tidak mengakomidir minat dan bakat siswa, artinya

pembelajaran tidak berhasil.

5) Materi praktek seni tradisional, ditentukan hasil pilihan siswa sendiri sesuai minat, dipilih terbanyak yaitu 75%, berarti siswa sangat menginginkan minat dan bakatnya disalurkan dalam pembelajaran seni tradisional.Hanya 14% siswa yang menginginkan materi praktek semua cabang seni diajarkan.


(16)

Pendiskripsian berdasarkan data nilai raport, hasil pembelajaran Partial

Conventional Art Learning Model, adalah sebagai berikut:

1) Rendahnya nilai KKM

Nilai KKM yang ditargetkan sebesar 65, dinilai rendah, karena KKM ideal adalah 75. Rendahnya nilai KKM berdasarkan hasil perhitungan dengan indikator Kompleksitas – Daya dukung – Intake.

2) Ketuntasan Pembelajaran tidak 100%

Walaupun nilai KKM rendah, ternyata ketuntasan tidak 100%, di kelas M-1 sebanyak 4 orang tidak tuntas, dan kelas X M – 2, sebanyak 6 orang tidak tuntas. Seandainya mengejar target nilai KKM ideal 75, maka di kelas X M-1 hanya 1 orang yang tuntas, dan di kelas X M-2 tidak ada siswa yang tuntas.

3) Nilai rata-rata rendah

Kelas X M-1=67.5 dan Kelas X M-2=66.07. Nilai rata-rata ini dinilai rendah, dibandingkan dengan prosentase ketuntasan sebesar 86% di kelas X M-1, dan 79% di kelas X M-2.

4) Rendahnya Katagori Nilai Afektif

Nilai Afektif di kelas X M-1 katagori B (baik) =32%, dan katagori C (sedang)=68%.Nilai Afektif di kelas X M-2, katagori B (baik)=21%. dan katagori C (sedang)=79%.


(17)

3. Permasalahan Proses Pembelajaran Seni Rupa Terapan Tradisional dengan menggunakan Model Pembelajaran Seni Terpisah (Partial Conventional Art

Learning Model)

Terdapat permasalahan dalam proses pembelajaran seni rupa terapan tradisional di SMA Negeri I Karangnunggal, dengan menggunakan model pembelajaran seni terpisah. Permasalahan tersebut meliputi permasalahan langsung dari model pembelajaran itu sendiri dan permasalahan tidak langsung yang meliputi aspek kurikulum, guru dan peserta didik.Untuk lebih jelasnya permasalahan tersebut, peneliti gambarkan dalam tabel di bawah ini.

Bagan 1.3: Permasalahan Pembelajaran Seni Budaya Tradisional dengan Partial Conventional Art

Learning Model.(Sumber: Hasil Penelitian Pra-Siklus.

Permasalahan Pembelajaran Partial Conventional Art Learning Model

1. Permasalahan terpisahnya Pembelajaran setiap bidang seni .

2. Permasalahan terpisahnya Pembelajaran Apresiasi dan Ekspresi .

3. Tidak mengakomidir Bakat dan Minat Siswa.

4. Tidak sesuai dengan karakteristik Seni Tradisional.

5. Pembelajaran kurang Bermakna.

Permasalahan PROSES PEMBELAJARAN SENI RUPA TERAPAN TRADISIONAL DI SMA NEGERI I KARANGNUNGGAL

Dampak dari Permasalahan:

APRESIASI dan KREASI SISWA dalam Pembelajaran Seni Budaya Tradisional RENDAH

Permasalahan LANGSUNG Permasalahan TIDAK LANGSUNG P e rm a sa la h a n K U R IK U LU M P e rm a sa la h a n P E S E R T A D ID IK P e rm a sa la h a n G U R U


(18)

Deskripsi dari permasalahan tersebut, sebagai berikut:

a. Permasalahan Langsung

1) Permasalahan Terpisahnya Pembelajaran dari setiap Bidang Seni

Partial Conventional Art Learning Model menyajikan pembelajaran dari

setiap bidang seni secara terpisah. Hal ini merupakan kebiasaan umum yang terjadi di setiap sekolah terutama di SMA Kabupaten Tasikmalaya, karena memang kenyataan silabus produk BSNP dari setiap cabang seni ditampilkan terpisah.

Dalam pembelajaran seni tradisional, dampak yang dirasakan berdasarkan data yang ada, hasil pembelajaran jadi kurang bermakna, karena tidak sesuai dengan karakteristik seni tradisional yang pada umumnya tampil terpadu dari setiap bidang seni.

2) Permasalahan Terpisahnya Aktivitas Pembelajaran Apresiasi dan Ekspresi Penyajian Model Konvensional Partial memisahkan antara faktor Apresiasi di semester-1 dan faktor Ekspresi di semester-2. Hal ini merupakan suatu proses pembelajaran yang kurang bermakna bagi siswa, sebab kegiatan apresiasi dan berekspresi merupakan satu paket kegiatan yang tidak bisa dipisahkan.

Dalam pembelajaran seni, apresiasi merupakan penguasaan sebuah konsep yang nampak pada sebuah karya, dan konsep tersebut bisa terkuasai dengan sempurna (tidak verbalisme) apabila diekspresikan ke dalam sebuah karya. Untuk itu aktivitas apresiasi harus langsung diikuti oleh proses berekspresi.


(19)

a) Kelemahan dalam Aktivitas Pembelajaran Apresiasi Seni Tradisional

Model Pembelajaran yang digunakan sekarang ini pada umumnya menggunakan Partial Conventional Art Learning Model, dimana setiap cabang seni diajarkan secara terpisah, baik oleh seorang guru, maupun oleh beberapa orang guru. Hal ini memiliki beberapa kelemahan, yaitu tidak mengakomidir bakat dan minat siswa, serta tidak sesuai dengan karakteristik seni tradisional.

Apresiasi siswa kurang bermakna karena Seni Tradisi/ Budaya Tradisi yang tadinya tampil utuh dalam sebuah sistem penyajian, dipecah menjadi 4 bagian (Rupa, Musik, Tari, Drama), akibatnya intisari, filosopi, dan simbolisasi (iconisasi) yang terdapat di dalamnya tidak dapat diapresiasi secara utuh, malahan yang sangat dikhawatirkan akan terjadi salah penafsiran dari para siswa yang sangat awam tentang ketradisian.

Terjadi tumpang tindih penyajian konsep ketradisian, karna pada dasarnya substansi ketradisian dari setiap cabang seni sama,misalnya tradisi

Tatanen, tradisi Kaulinan, tradisi Helaran, tradisi Pakakas, tradisi Keagamaan,

tradisi pergaulan dan lain-lain.

b) Kelemahan Aktivitas Pembelajaran Berekspresi Seni Tradisional

Kreatifitas siswa dalam berkarya rendah, karena tidak didukung oleh sebuah tema yang aplikatif dari kebiasaan atau kehidupan sehari-hari. Kreatifitas Seni Musik tradisi siswa akan lebih tinggi dan menarik, apabila disatukan dengan Seni Tari tradisi, Seni Teater tradisi atau seni Rupa tradisi, atau sebaliknya.


(20)

Suasana pembelajaran praktek tidak menarik, membosankan bahkan terasa membebani bagi siswa yang merasa dalam cabang seni tersebut tidak berbakat.

3) Permasalahan tidak Mengakomidir Bakat dan Minat Siswa dalam

Pembelajaran

Siswa tidak diakomodasi untuk menentukan pilihan bidang seni yang disukainya, terutama dalam pembelajaran praktek. Hal ini bertentangan dengan ”Prinsip Pengembangan Silabus Seni Budaya”, yaitu Prinsip Fleksibilitas.

Fleksibel dalam pembelajaran Seni Budaya adalah keseluruhan komponen silabus dapat mengakomodasi keragaman peserta didik, serta dinamika perubahan yang terjadi di sekolah, dan tuntutan masyarakat.

Pilihan materi pembelajaran yang menyenangkan, menarik, dan dapat memberikan motivasi dan inovasi dari peserta didik, serta memberikan kesempatan berekspresi kepada peserta didik sesuai dengan bakat, minat dan potensi”.

Tipe Pembelajaran Pengembangan Potensi menurut ”Psikologi Romantik Naturalism”mengungkapkan bahwa, Peserta didik mempunyai sejumlah potensi, intelektual, sosial, komunikasi, fisik, dsb. Potensi-potensi tersebut perlu dikembangkan menjadi kecakapan-kecakapan. Pembelajaran disesuaikan dengan minat, kebutuhan dan potensi peserta didik” (Sukmadinata.N.S. 2005:33).

4) Permasalahan Pembelajaran tidak sesuai dengan Karakteristik Seni

Tradisional

Proses pembelajaran Seni Rupa terapan tradisional tidak akan menghasilkan sikap apresiatif yang sempurna dan bermakna apabila diinformasikan terpotong-potong dari perannya dalam suatu kegiatan tradisi.


(21)

a) Pacul tidak bisa dipisahkan dari kegiatan Tatanen.

b) Lisung tidak bisa dipisahkan dari kegiatan nutu dan Tutunggulan.

c) Kukudaan dari pelepah pisang, tidak bisa dipisahkan dari kaulinan urang lembur.

d) Kendang tidak bisa dipisahkan dari musik Gamelan, dan lain-lain.

Karakteristik Seni Tradisional antara lain tampil utuh menyeluruh dan saling berkaitan antara unsur rupa, musik, tari dan dramanya, baik itu pada tradisi budaya (Tradisi Pertanian/ tatanen, Tradisi Pergaulan, Tradisi Perayaan/ Helaran dan Tradisi Permainan/Kaulinan ). Misalnya kita lihat pada penampilan seni tradisonal pergaulan ”Gondang”:

a) Unsur Seni Rupa Terapan Tradisionalnya yaitu: Lisung atau Jubleg, Halu,

Nyiru,Tata Busana ( kabaya, pangsi, iket, tiung dan lain lain).

b) Unsur Seni Musik Tradisional : jenis-jenis pupuh, Rayak-rayak, Lagu-lagu

Sisindiran, Tutunggulan, musik Gamelan dan lain-lain.

c) Unsur Seni Tari Tradisional: Ketuk Tilu, Silat, Jaipongan dan lain-lain.

d) Unsur seni Drama Tradisional: Bermain peran dalam dialog antara remaja laki-laki dengan remaja perempuan.

Oleh karena itu Partial Conventional Art Learning Model tidak akan menghasilkan apresiasi dan kreasi yang maksimal dan bermakna dari peserta didik dalam materi pembelajaran seni rupa terapan tradisional.


(22)

5) Permasalahan “B Tradisional yang l Indikasi bah mengapresiasi” keber sendiri, sangat dipe Tradisional Daerah s berikut ini.

Bagan 1.4: Fak Des

a) Apa tujuannya

Apa tujuan ya tradisional ap tujuan tersebut

BAGAIMANA

MENYAMPAIKANN MODEL PEMBELAJARA

SIAPA

PENYAMPAINYA? PENERIMANYA?

“Bagaimana menciptakan Pembelajaran Seni g lebih Bermakna”.

bahwa para siswa/ lulusan “menyadari” bermaknaan karya Seni Rupa Terapan Tradisi ipengaruhi oleh proses pembelajaran Seni h setempat yang mengacu kepada “analisis

aktor-faktor Penentu Kebemaknaan Pembelajaran Seni R eskripsi Peneliti)

ya?

yang akan dicapai, dan materi pembelajaran s apa yang harus disampaikan kepada peserta but bisa tercapai?

FAKTOR-FAKTOR PENENTU KEBERMAKNAAN

APA

TUJUANNYA? MATERI AJARNYA?

MEN

MATERI P HARUS D

DIMA

TEMPAT BE

ANA ?

ANNYA? JARANNYA? YA?

A?

ni Rupa Terapan

ri” dan “mampu isional daerahnya ni Rupa Terapan is Wh Question”

ni Rupa. (Sumber:

n seni rupa trepan rta didik, supaya

MENGAPA?

RI PELAJARAN ITU S DISAMPAIKAN?

IMANA?

BELAJARNYA?


(23)

b) Siapa yang akan menyampaikannya? Siapa yang akan menerimanya? Dalam hal ini harus dikaji lebih dalam bahwa guru sebagai penyampainya harus seperti apa, dan siswa sebagai penerimanya dalam kondisi seperti apa?

c) Bagaimana cara menyampaikannya?

Dalam hal ini “Model Pembelajaran” apa yang akan digunakan untuk menyajikan materi pembelajaran seni rupa tersebut supaya efektif, efesien dan bermakna bagi siswa dalam kehidupannya. Dari sejumlah model pembelajaran yang sudah ada, kita bisa memilihnya salah satu, dan menggunakannya baik secara langsung, atau masih memerlukan inovasi dan modifikasi tertentu disesusaikan dengan karakteristik materi pelajaran seni rupa itu sendiri.

d) Apa saja faktor pendukungnya?

Faktor pendukung berbentuk sarana dan prasarana yang diperlukan dalam penyampaian materi seni rupa, serta kondisi yang ada disekitar siswa berada. Hal ini sesuai dengan pendapat Sukmadinata. N.S. (2005; 26) bahwa:

Proses pendidikan mendapatkan dukungan dari lingkungan fisik berupa sarana prasarana serta fasilitas yang digunakan. Tersedianya sarana prasarana dan fasilitas fisik dalam jenis dan kualitas yang

memadai, akan sangat mendukung berlangsungnya proses

Pendidikan yang efektif. Kekurangan sarana prasarana dan fasilitas fisik, akan menghambat proses Pendidikan, dan menghambat pencapaian hasil yang maksimal.


(24)

Jawabannya digunakan untuk perumusan tujuan sebelum pembelajaran

dilaksanakan, dan evaluasi pencapaian tujuan, diakhir proses

pembelajaran.

Dari analisis Wh Question tersebut, dalam hal ini peneliti merasa tertarik untuk mengamati model pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran tersebut, yaitu penggunaan “Partial Conventional Art Learning

Model” (Model Pembelajaran Seni Konvensional Terpisah).

b. Permasalahan Pelengkap

Selain permasalahan pokok, dalam pembelajaran seni tradisional dan pembelajaran seni budaya yang lainnya, ada permasalahan yang lainnya, yaitu: Permasalahan Kurikulum Seni Budaya, permasalahan Guru Seni Budaya, dan permasalahan Siswa SMA.

1) Permasalahan Kurikulum Seni Budaya SMA

Kurikulum mata pelajaran Seni Budaya berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan satu paket pembelajaran yang terdiri dari empat (4) sub-mata pelajaran yaitu Seni Rupa, Seni Musik, Seni Tari dan Seni Drama yang masing-masing sub-mata pelajaran tersebut memiliki beberapa aspek persamaan dan perbedaan yang harus dimanfa’atkan.

Pemanfaatan persamaan dan perbedaan karakteristik tersebut sangat tergantung dari inovasi dan kreativitas guru mata pelajaran yang tidak terlalu terpaku pada konsep kurikulum yang ditentukan oleh BSNP.


(25)

Persamaan dan perbedaan dari setiap sub-mata pelajaran tersebut, yaitu:

a) Setiap Bidang Seni memiliki Karakteristik yang Berbeda

Tabel 1.5: Karakteristik dari setiap Cabang Seni.(Sumber : Cut Kamaril. 2005:1.11)

No Cabang

Seni Bentuk Ungkapan Keterampilan Dasar

Jenis Aktivitas atau Karya yang

Dihasilkan

1 Seni

Rupa Rupa/ Bentuk

Motorik Halus Koordinasi Mata dan Tangan.

Melukis, Menggambar, Mencetak, dll

2 Seni

Musik Vokal/Instrumen

Motorik Halus Koordinasi Mata, Tangan dan Telinga

Bernyanyi dan Bermain Musik Instrument

3 Seni

Tari Gerak

Motorik Halus dan Kasar Koordinasi seluruh tubuh.

Menari

4 Seni

Drama

Suara, Gerak Tubuh, mimik.

Olah Vokal, Olah

Tubuh, Olah Rasa Ekting

Data tersebut dapat dideskripsikan sebagai berikut:

Perbedaan karakteristik dari setiap cabang seni terdapat pada jenis media yang diolahnya, yaitu Seni Rupa medianya bentuk/rupa, Seni Musik medianya suara (vocal dan instrument), Seni Tari medianya gerak, dan Seni Teater medianya akting.

Implementasi model konvensional memandang bahwa perbedaan media ini seakan-akan kelompok mata pelajaran seni budaya ini terpisah-pisah, tidak memiliki kesatuan dalam pembelajarannya.


(26)

Permasalahan seperti ini akan berdampak kurangnya apresiasi dan kreasi siswa terhadap pembelajaran karena terombang-ambing dalam materi pembelajaran yang semu, bersatu tetapi terpisah, terpisah tetapi bersatu. Dalam hal ini guru seni budaya harus kreatif dan inovatif dalam mencari strategi pembelajaran.

b) Memiliki Jumlah Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar (KD) yang

Banyak

Tabel 1.6: Jumlah Standar Kompetensi (KD) Seni Budaya dari Setiap Cabang Seni di Kelas X (Sumber: Silabus Seni Budaya SMA)

No Cabang Seni

Jumlah Standar Kompetensi

Jumlah

Apresiasi

Ekspresi

1 Seni Rupa 4 KD 7 KD 11 KD

2 Seni Musik 6KD 5 KD 11 KD

3 Seni Tari 5 KD 6 KD 11 KD

4 Seni Teater 6 KD 8 KD 14 KD

Jumlah 21 KD 26 KD 47 KD

Data tersebut deskripsi adalah sebagai berikut:

Kompetensi Dasar (KD) merupakan target pencapaian minimal pembelajaran yang harus diraih oleh peserta didik. Banyaknya jumlah Kompetensi Dasar yang harus dicapai oleh peserta didik, berdasarkan pengalaman di lapangan, hanya 25% saja yang dapat disajikan.


(27)

Berdasarkan data di atas, jumlah KD yang harus diajarkan sebanyak 47 KD, kalau dianalisis akan menghasilkan prediksi sebagai berikut :

Tabel 1.7: Analisis Kesesuaian Jumlah KD dengan Alokasi Waktu (Sumber: Silabus Seni Budaya SMA Kelas X)

Jumlah KD Alokasi Waktu

Ideal

Alokasi Waktu yang Tersedia

Kekurangan Alokasi Waktu

47 butir KD

188 jam pelajaran

44 jam pelajaran (25%)

144 jam pelajaran (75%)

Data tersebut deskripsi adalah sebagai berikut:

Seandainya harus diajarkan semuanya, ini merupakan hal mustahil, karena jumlah 47 butir KD, alokasi waktu ideal yang dibutuhkan 188 Jam Pelajaran, alokasi Waktu yang ada 44 jam pelajaran (25%), maka Kekurangan alokasi waktunya adalah 144 Jam. Jadi Jumlah KD yang bisa diajarkan hanya 12 KD atau hanya 25% dari seluruh jumlah KD yang harus diajarkan.

Seandainya hanya diajarkan satu cabang seni untuk semua siswa dalam satu kelas, artinya: Siswa yang minat dan bakatnya terakomidir hanya 25%, dan siswa yang bakatnya tidak terakomidir hanya 75% .

Maka 75% siswa yang apresiasi dan kreasinya rendah terhadap pembelajaran seni Budaya karena bakat dan minatnya tidak terakomidir.

2) Permasalahan Guru Seni Budaya

Pembelajaran Seni Budaya secara ideal, sulit diajarkan oleh seorang guru, yang harus memiliki keahlian dari semua cabang seni. Dampaknya keempat


(28)

bidang seni diajarkan secara parsial dan otoriter tanpa mempertimbangkan bakat dan minat siswa.

Tabel 1.8: Keadaan Guru Seni SMA di Kabupaten Tasikmalaya.

(Sumber : MGMP Seni Budaya SMA Kabupaten Tasikmalaya /Desember; 2009).

Jml SMA

Jml Guru Seni

(ideal)

Jml Guru Seni (yang ada)

Jml. Guru Seni yang

layak

Jml. Guru Seni yang tidak layak

Kekurangan Guru Seni yang layak

39 buah 156 orang 43 orang 27 orang 16 orang 129 orang

Deskripsi Data:

Guru Seni Budaya di SMA/SMK se-Kabupaten Tasikmalaya, sangat kurang, dari 39 buah SMA, idealnya satu sekolah harus ada 4 orang guru seni budaya, yaitu guru Seni Rupa, Seni Musik, Seni Tari dan Seni Teater. Jumlah guru seni SMA se-kabupaten idealnya harus ada 156 orang. Kenyataan yang ada hanya 43 orang, dan yang layak (memiliki ijazah Pendidikan Seni) hanya 27 orang, jadi di Kabupaten Tasikmalaya kekurangan guru seni budaya yang layak sebanyak 129 orang.

Dari sejumlah guru yang ada baik yang layak atau tidak layak pada umumnya guru Seni Budaya sulit menentukan materi pokok pembelajaran, kendala yang ada disamping kurangnya buku referensi sebagai sumber bahan ajar, juga pengalaman, pengetahuan dan kepedulian guru Seni Budaya itu sendiri, diakui sangat terbatas. Kondisi pembelajaran seperti ini terdapat pada semuanya,


(29)

terutama Seni terapan tradisional, baik untuk daerah setempat, nusantara dan mancanegara.

Kesulitan yang lainnya pada pengadaan sumber, bahan dan alat pembelajaran seni tardisional.

Dapat disimpulkan bahwa kompetensi guru Seni Budaya pada kenyataannya mereka kurang memahami ruang lingkup materi pembelajaran, kurang memahami tujuan pembelajaran, kurang inovativ dalam menyusun strategi pembelajaran serta kurang memahami kondisi psikhologis siswa.

2) Permasalahan Siswa SMA

Kondisi peserta didik di SMA, yang berada pada masa ”Period of

Decision”dan bertipe ”Haptik” memiliki bakat dan minat yang heterogen.

Keinginan Siswa untuk menentukan pilihannya terhadap cabang seni tertentu, sesuai dengan bakat dan minatnya, terhambat oleh kondisi keterbatasan guru seni yang ada baik dari sisi kwantitas maupun kwalitasnya.

Berikut ini adalah data bakat dan minat siswa terhadap setiap bidang seni, dan data perbandingan minat siswa terhadap seni tradisional dengan seni modern, hasil penyebaran angket kepada siswa SMA Negeri I Karangnunggal, kelas X Mandiri-1 dan kelas Mandiri-2.

a) Bakat dan Minat siswa terhadap setiap Bidang Seni

Bakat siswa terhadap suatu bidang seni selalu sejalan dengan minat siswa untuk menyukai dan lebih mendalami cabang seni tersebut. Bakat tersebut bukan hal yang bias dipaksakan, tetapi merupakan potensi diri yang dimilikinya.


(30)

Tabel 1.9: Pemetaan Bakat dan Minat dari setiap Cabang Seni, di Kelas X

Mandiri-1&2, Tahun Pelajaran 2009/2010, SMAN I

Karangnunggal. (Sumber: Hasil Penelitian Pra-Siklus)

Jumlah Siswa

Bakat dan Minat Siswa

Keterangan

Sn.Rupa Sn.Musik Sn.Tari Sn.Teater

56 siswa

1.60% 2.92% 2.60% 2.96% Peminat terbanyak Seni

Teater, paling sedikit Seni Rupa.

Deskripsi Data:

Dari 56 orang siswa yang diteliti melalui angket, ada 9 orang siswa memilih Seni Rupa (1.60%), 16 orang siswa memilih Seni Musik (2,92%), 14 orang siswa memilih Seni Tari (2.60%), dan 17 orang siswa memilih Seni Teater (2.96%).

Dengan kondisi tersebut, maka minat tertinggi siswa terhadap seni teater, dan minat terendah terhadap Seni Rupa. Artinya”Apresiasi siswa terhadap pembelajaran Seni Rupa terapan tradisional sangat rendah”

b) Perbandingan Bakat dan Minat Siswa terhadap Seni Tradisional dengan Seni Modern

Berikut ini peneliti tampilkan hasil penelitian melalui angket, tentang perbandingan apresiasi peserta didik terhadap seni budaya tradisional dan modern yang ada di daerahnya sendiri.


(31)

Hasil Penelitian sebagai berikut :

Gambar 1.10: Grafik Apresiasi Siswa terhadap Seni Tradisi dan Modern. Hasil Penelitian terhadap Siswa SMAN I Karangnunggal, Tgl 18 Januari 2010. (Sumber: Hasil Penelitian Pra-Siklus)

Keterangan:

21% peserta didik, apresiasi terhadap seni tradisional “tinggi”, dibandingkan dengan apresiasinya terhadap seni modern.

60% peserta didik apresiasi terhadap seni tradisional “rendah”, dibandingkan dengan apresiasinya terhadap seni modern.

19% peserta didik apresiasinya “berimbang” antara seni tradisional dan seni modern.

Deskripsi Data:

Attention peserta didik kurang mengenal kondisi seni tradisional di

lingkungannya, dalam arti peserta didik lebih menyukai seni modern daripada seni tradisional.

B . I d e n t i f i k a s i M a s a l a h

Berdasarkan uraian di atas, permasalahan dapat diidentifikasi, sebagai berikut:

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70%

Prosentase

1 Seni Tradisional 2 Seni Modern. 3 Seimbang

a

b


(32)

1. Pendidikan nasional dewasa ini telah terpisah dari kebudayaan, baik kebudayaan daerah maupun kebudayaan nasional. Hal ini perlu diintegrasikan kembali sehingga pendidikan betul-betul hidup, dihidupi, dan menghidupi kebudayaan.

2. Fungsi edukatif pembelajaran Seni Rupa multi lingual, multi dimensional dan multi kultural belum tercapai.

3. Proses pembelajaran Seni Rupa dewasa ini belum bermakna.

4. Pembelajaran Seni Rupa terapan tradisional tidak cocok menggunakan model

pembelajaran Seni Terpisah (Conventional Partial Art Learning Model) karena:

a. Pembelajaran dari setiap cabang seni terpisah.

b. Pembelajaran apresiasi dipisahkan dengan pembelajaran berekspresi, tidak sesuai dengan karakteristik seni tradisional.

c. Kelemahan dalam pembelajaran apresiasi seni tradisional. d. Kelemahan dalam pembelajaran berekspresi seni tradisional.

e. Tidak bersifat “Fleksibilitas” artinya tidak mengakomidir bakat dan minat siswa.

Untuk mengetahui dan mengatasi permasalahan tersebut, kami mencoba mengadakan Penelitian Tindakan Kelas di Kelas X SMA Negeri I Karangnunggal, Kabupaten Tasikmalaya, dengan mengambil judul penelitian: “IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN SENI TERPADU, UNTUK MENINGKATKAN APRESIASI DAN KREASI SENI RUPA TERAPAN TRADISIONAL DAERAH SETEMPAT PADA SISWA SMA KELAS X”


(33)

(Penelitian Tindakan Kelas di SMA Negeri I Karangnunggal, Kabupaten Tasikmalaya Kelas X).

C. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dijelaskan berdasarkan pertanyaan penelitian, yaitu: 1. Bagaimana proses pembelajaran “Seni Rupa Terapan Tradisional Daerah

Setempat” di SMA Negeri I Karangnunggal yang ada saat ini?

2. Faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi permasalahan proses

pembelajaran “Seni Rupa Terapan Tradisional Daerah Setempat” di SMA Negeri I Karangnunggal?

3. Bagaimana meningkatkan proses pembelajaran “Seni Rupa Terapan

Tradisional Daerah Setempat” di SMA Negeri I Karangnunggal, agar apresiasi dan kreatifitas siswa, meningkat?

4. Bagaimana hasil implementasi model pembelajaran Seni Terpadu pada proses

pembelajaran Seni Rupa Terapan Tradisional di SMA Negeri Karangnunggal Kelas X?

D. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan pertanyaan penelitian maka tujuan penelitian adalah:

1. Mengidentifikasi permasalahan proses pembelajaran “Seni Rupa Terapan Tradisional Daerah Setempat” di SMA Negeri I karangnunggal yang ada saat ini.

2. Mengidentifikasi latar belakang permasalahan proses pembelajaran “Seni Rupa Terapan Tradisional Daerah Setempat” di SMA Negeri I karangnunggal


(34)

3. Mencari solusi, bagaimana meningkatkan Apresiasi dan Kreativitas siswa kelas X SMA Negeri I Karangnunggal, dalam pembelajaran Seni Rupa Terapan Tradisional Daerah Setempat.

4. Mengidentifikasi hasil peningkatan Apresiasi dan kretivitas siswa dalam proses pembelajaran “Seni Rupa Terapan Tradisional Daerah Setempat” di SMA Negeri I karangnunggal, melalui implementasi model pembelajaran Seni Terpadu.

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat bagi Siswa

a. Siswa memahami strategi pembelajaran, untuk mengkondisikan diri dalam

proses pembelajaran yang akan dilakukannya.

b. Hasil pembelajaran lebih bermakna bagi siswa, sebagai bekal

kehidupannya di masa yang akan datang.

c. Apresiasi dan kreatifitas siswa lebih berkwalitas, untuk pencapaian performen dan kompetensi yang maksimal.

d. Bakat dan minat siswa terakomidir. untuk mengembangkan potensi diri dan kepribadiannya.

2. Manfaat bagi Guru Seni Budaya

a. Guru memahami konsep dan strategi pembelajaran, untuk meningkatkan keterampilannya dalam pembelajaran Seni Budaya.

b. Guru mampu menciptakan pembelajaran Seni Rupa yang lebih bemakna .

c. Guru mampu berperan sebagai pelestari Budaya tradisi dan transformator kepada para siswa sebagai generasi penerus.


(35)

d. Guru mengetahui, memahami dan mampu melaksanakan pembelajaran seni terpadu di sekolahnya.

e. Guru mampu memanfa’atkan waktu yang tersedia, lebih efesien dan efektif, untuk mengatasi kurangnya alokasi waktu yang ada sekarang ini. f. Kekurangan guru Seni Budaya dapat teratasi, untuk menyalurkan bakat

dan minat siswa kepada setiap cabang seni.

g. Peranan guru sebagai pembimbing dalam pelaksanaan proses

pembelajaran lebih tepat dan terarah.

h. Guru tidak selalu harus menggunakan waktu dan tempat di dalam kelas, tetapi dapat memanfaatkan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar, untuk pengembangan wawasan guru tentang kebudayaan tradisional. i. Guru dapat menggelar hasil pembelajaran dalam acara-acara perhelatan di

sekolah, untuk mempersiapkan acara-acara pergelaran di sekolah.

3. Manfaat untuk Pengurus dan Anggota MGMP Seni Budaya

a. Menjadikan hasil penelitian ini sebagai acuan untuk meningkatkan profesi guru Seni Budaya di lingkungannya.

b. Menjadikan hasil penelitian ini sebagai solusi untuk menjawab

permasalahan pembelajaran Seni Budaya.

c. Menjadikan hasil penelitian ini sebagai bahan untuk dikembangkan kea rah yang lebih baik.

4. Manfaat untuk para Kepala SMA

a. Menjadikan hasil penelitian ini sebagai sarana supervisi untuk pembinaan guru seni Budaya di sekolahnya.


(36)

b. Menjadikan hasil penelitian ini sebagai sarana untuk mewadahi minat dan bakat siswanya dalam bentuk ekstra kurikuler yang dikembangkan oleh guru Seni Budaya.

F. Kerangka Pemikiran

Tujuan utama penelitian tindakan kelas adalah untuk mengatasi permasalahan proses pembelajaran. Menanggulangi kondisi saat ini tentang apresiasi dan kreasi siswa dalam pembelajaran Seni Budaya, (Seni Rupa) tradisional, melalui “Peningkatan Proses Pembelajaran Seni Terpadu, di SMA Kelas X, menjadi sentral penelitian permasalahan dalam ini.

Keputusan peneliti menjadikan permasalahan ini sebagai bahan penelitian, dilatarbelakangi oleh kesulitan-kesulitan dan hambatan-hambatan dalam proses pembelajaran seni budaya (seni rupa) tradisional yang berakibat kepada hasil pembelajaran yang kurang bermakna bagi siswa.

Jenis penelitian yang dilakukan adalah jenis “Penelitian Tindakan Kelas” dengan ciri utamanya adalah adanya tindakan dalam bentuk siklus, refleksi diri dan studi komparatif, bertujuan untuk memperbaiki proses pembelajaran Seni Rupa Terapan Tradisional daerah setempat dengan model pembelajaran Partial

Conventional Art Learning Model dengan model pembelajaran Seni Terpadu

(Integratted Art Learning Model) secara langsung, terarah dan dapat langsung dilaksanakan.


(37)

Tabel 1.1: Alur Pikir Penelitian

G. Sistematika Penulisan

Sistematika Penulisan dalam penelitian ini disesuaikan dengan aturan Penelitian Tindakan Kelas, adalah sebagai berikut:

SIKLUS – 2/ Alat Pembelajaran “Market”

PERENCANAAN Penyusunan RPP Siklus-2, dengan pokok bahasan

Seni Rupa Terapan Tradisional dan sub pokok bahasan “Budaya

Padumukan” (Aspek Pembelajaran disesuaikan dengan hasil

Refleksi siklus-1) PELAKSANAAN Pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar disesuaikan dengan RPP. PENGAMATAN Mengamati Kegiatan

Guru Mengajar & Siswa Belajar

REFLEKSI

Bagaimana Apresiasi Siswa dalam pembelajaran setelah ada penyempurna -an pada pembelajaran siklus-2. Kekurangan apa yang masih

harus ditindaklanjuti.

SIKLUS AKHIR Perencanaan Pelaksanaan Pengamatan

Refleksi SIKLUS – 2/ Alat Pembelajaran “Market” SIKLUS TENGAH

PENDESKRIPSIAN Mendeskripsikan hal-hal yang bisa disimpulkan, dan mendeskripsikan hal-hal

yang harus ditindak lanjuti. PRA-SIKLUS.

IDENTIFIKASI BIDANG FOKUS PENELITIAN

PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA AWAL

SIKLUS AWAL Pembelajaran Seni Terpadu Jenis

Terkait”Budaya Padumukan”

PERENCANAAN Persiapan Instrumen pengumpulan data.

Analisis Silabus. Analisis Bahan Ajar.

Analisis sarana pendukung. Penyusunan RPP Siklus-1 PELAKSANAAN

Pelaksanaan Kegia -tan Belajar Mengajar apresiasi, kreasi dan

Penyajian.

PENGAMATAN Mengamati Kegiatan

Guru Mengajar & Siswa Belajar REFLEKSI

Berapa, siapa dan mengapa siswa yang berhasil, dan yang tidak berhasil. Solusi apa yang

akan dilaksanakan pada Siklus– 2


(38)

Bab. I, Pendahuluan, terdiri dari Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Pemikiran dan Sistematika Penulisan.

Bab. II, Pembelajaran Seni Rupa, terdiri dari Pembelajaran Seni Rupa di SMA, Model Pembelajaran Seni Terpadu, Apresiasi dan Kreativitas, Seni Rupa Terapan Tradisional, dan Penelitian Tindakan Kela.

Bab.III, Metodologi Penelitian, terdiri dari Seting Penelitian, Subjek Penelitian, Model dan Strategi Penelitian, Variabel Penelitian, Indikator Penelitian, Identifikasi Bidang Fokus Penelitian, Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data, Analisis Data dan Interpretasi Data, Prosedur Penelitian.

Bab IV, Pembahasan Hasil Penelitian, terdiri dari Persiapan Penelitian, Konsep dan Strategi Penelitian, Permasalahan Pembelajaran Seni Rupa Terapan Tradisional Daerah Setempat Saat Ini, Faktor-faktor yang Melatarbelakangi Kondisi Awal, Peningkatan Pembelajaran Seni Rupa Terapan Tradisional Daerah Setempat melalui Implementasi Model Pembelajaran Seni Terpadu, dan Hasil Peningkatan Pembelajaran Seni Terpadu.

Bab V, Simpulan dan Saran terdiri dari Simpulan dan Saran tentang Penelitian.

Di bagian akhir dilengkapi dengan Daftar Pustaka dan Lampiran-lampiran.


(39)

7 7

METODOLO GI PE NELITI AN

Metode penelitian yang digunakan mengacu kepada bidang topik penelitian yaitu “Peningkatan Proses Pembelajaran Seni Terpadu, untuk mengembangkan apresiasi dan kreasi siswa di SMA Kelas X”.

Jenis penelitian yang dilakukan adalah jenis penelitian tindakan kelas (PTK), dengan harapan, baik proses maupun hasilnya bisa langsung merekomendasi kekurangan yang ada dalam pembelajaran seni rupa terapan tradisional daerah setempat. Konsep tersebut sesuai dengan pandangan Teori Pasca Modern bahwa:

“Penelitian biasa kurang memberikan sumbangan terhadap perbaikan praktik pelaksanaan pengajaran, tetapi penelitian tindakan secara alamiah memberikan perbaikan-perbaikan langsung sesuai dengan situasi dan kondisi nyata” (Sukmadinata. 2005: 143)

Ciri utama PTK adalah adanya tindakan yang berulang dengan metode refleksi diri dan studi komparatif, bertujuan untuk memperbaiki “Model Pembelajaran Konvensional Parsial”, yang secara umum biasa dilaksanakan dalam pembelajaran Seni Budaya, dimana pembelajaran dilaksanakan terpisah dari masing-masing cabang seni yang ada.

Tentang ciri utama PTK salah satunya, adalah : “Melakukan tindakan dan mendapatkan hasil positif dari perubahan yang dilakukan dalam lingkungan kerja atau tugasnya”(Sukmadinata, 2005:141)


(40)

7 7

1. Tempat Penelitian.

Tempat penelitian merupakan lokasi dilaksanakannya penelitian sebagai sumber diperolehnya data yang diperlukan dalam penelitian. Dalam hal ini tempat penelitian adalah SMAN I Karangnunggal Kabupaten Tasikmalaya, yang berstatus Sekolah Katagori Mandiri (SKM) dan Rintisan Sekolah Bertarap Internasional (RSBI) beralamat di Jl.Raya Karangnunggal, Desa/ Kecamatan Karangnunggal Kabupaten Tasikmalaya No. Tlp (0265) 580256.

2. Waktu Penelitian.

Waktu penelitian dilakukan secara bertahap mulai bulan Desember 2009, sampai dengan bulan April 2010, dengan rincian sebagai berikut :

a. Persiapan : Desember 2009.

b. Pelaksanaan : Januari – Maret 2010.

c. Penulisan laporan : Pebruari – April 2010, secara bertahap.

3. Pelaksana Penelitian

Penelitian dilaksanakan oleh tim MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) Seni Budaya SMAN I Karangnunggal, dengan anggotanya sebanyak 3 orang, yaitu :

a. Undang Saipul R. S.Pd (peneliti/ ketua MGMP),bidang mata Seni Rupa.

b. Hayatul Hakim SPd (anggota), spesialis mata pelajaran Seni Rupa dan Teater. c. Nina Sandra SPd (anggota), spesialis mata pelajaran Seni Musik dan Tari.


(41)

7 7

Sampel merupakan kelompok-kelompok kecil (cluster) dari yang mewakili sebuah populasi. Unsur-unsur dalam cluster sipatnya tidak homogen. Tiap Cluster mempunyai anggota yang heterogen menyerupai/ mewarnai populasinya.

Dari 8 (delapan) Kelas X yang ada peneliti memilih kelas X Mandiri-1 dan X Mandiri-2 sebagai sampel, karena memiliki derajat kondisi dan kompetensi yang seimbang dalam berbagai faktor, yaitu :

Tabel 3.1 Kondisi Kelas X Mandiri -1 dan Mandiri-2, SMAN I Karangunggal, Kabupaten Tasikmalaya, Tahun Pelajaran 2009/2010.

No Karakteristik

Kelas Kls. M-1 Kls.M-2 Keterangan

1 Jumlah Siswa

Wanita : 21 Pria : 7 Jumlah : 28

Wanita : 20 Pria : 8 Jumlah : 28

Wanita: 41 Pria : 15 Jumlah : 56

2

Kemampuan Akademik

Kel. Atas : 5 Kel. Sedang :15 Kel. Bawah : 8

Kel. Atas : 6 Kel. Sedang : 16 Kel. Bawah : 7

Kel.Atas : 11 Kel.Sedang : 31 Kel.Bawah : 15

4 Kelengkapan penunjang pembelajaran. Satu set perlengkapan ICT (Komputer, In-focus, TV, VCD) Satu set perlengkapan ICT (Komputer, In-focus, TV, VCD) Inventaris Kelas

5 Kelengkapan

alat kesenian Seperangkat gamelan. Satu set Angklung Seperangkat gamelan. Satu set Angklung Inventaris Kelas


(42)

7 7

1. Model Penelitian.

Metode penelitian adalah Penelitian Tindakan Kelas/ PTK (Classroom

Action Reserch/ CAR). Model PTK yang digunakan dalam penelitian ini adalah

model Deborah South pada tahapan pra-siklus dan model Stephen Kemmis, pada tahapan in-siklus, sebagaimana diungkapkan, bahwa :

Model South D. (2000) langkah-langkahnya meliputi: identifikasi suatu daerah focus masalah – pengumpulan data – analisis dan interpretasi data – perencanaan tindakan’.Stephen Kemmis (1990) mengembangkan bagan spiral penelitian yang juga memasukan modelnya Lewin. Model Kemmis meliputi, pengamatan, perencanaan, tindakan pertama, monitoring, refleksi, berfikir ulang, evaluasi. (Sukmadinata, N.S .2005:145)

7

Bagan73.277:7Perpaduan7Langkah-langkah7Penelitian7Deborah7South7pada7Pra-Siklus,7dan7langkah-langkah7Stephen7Kemmis7pada7Siklus.7 7

7 PENENTUAN7

BIDANG7FOCUS7

PENGUMPULAN7 DATA7

ANALISIS7&7 INTERPREYASI7 DATA7

PRA - SIKLUS

Perencanaan7

Pengamatan7

Refleksi77 Siklus7-717 Pelaksanaan7 Perencanaan7

Disimpulkan,atau7dilanjutkan…??7

Pengamatan7


(43)

7 7

Strategi penelitian adalah sebagai berikut :

a. Penelitian menunjuk pada sebuah objek kegiatan pembelajaran seni rupa terapan tradisional daerah setempat, dengan menggunakan metodologi tertentu, dalam hal ini “Model Pembelajaran Seni Terpadu” untuk memperoleh data, atau meningkatkan mutu pembelajaran, baik dari segi proses maupun hasil.

b. Tindakan menunjuk pada suatu gerak kegiatan yang sengaja dilakukan, dengan tujuan tertentu. Dalam hal ini penelitian dilaksanakan dalam rangkaian siklus.

c. Kelas dalam hal ini tidak terikat pada pengertian ruangan kelas, tetapi menunjuk pada suatu kelompok siswa yang lebih specifik, yaitu kelompok yang bersifat heterogen dengan beragam bakat dan minat yang bevariasi terhadap cabang-cabang seni yang ada.

D. Variabel Penelitian

Variabel penelitian sesuai dengan judul penelitian yaitu ““Peningkatan

Proses Pembelajaran Seni Terpadu, untuk Meningkatkan Apresiasi dan Kreasi Seni Rupa Terapan Tradisional Daerah Setempat Siswa SMA Kelas X”, maka

variabelnya adalah :

1. Model Pembelajaran Seni Terpadu

2. Apresiasi dan Kreasi


(44)

7 7

Target penelitian adalah Peningkatan mutu pembelajaran Seni Terpadu dan Peningkatan Apresiasi serta Kreasi siswa dalam Pembelajaran Seni Rupa Terapan Tradisional , yang indikator-indikatornya sebagai berikut :

1. Peningkatan mutu pembelajaran Seni Terpadu:

a. Strategi pembelajaran mudah dipahami oleh siswa dan guru.

b. Proses pembelajaran menarik dan menyenangkan, sesuai dengan bakat dan minat siswa.

c. Hasil pembelajaran lebih bermakna, baik aspek kognitifnya, psikhomotor dan afektifnya, sesuai dengan karakteristik Seni Rupa yang multimedia, multidimensi dan multikultural.

2. Peningkatan Apresiasi dan Kreasi siswa dalam Pembelajaran Seni Rupa Terapan Tradisional :

a. Ketuntasan belajar siswa meningkat, dengan acuan angka standar

“Kriteria Ketuntasan Minimal” (KKM). Angka KKM tersebut merupakan nilai rata-rata dari nilai kognitif, psikhomotor dan afektif minimal 75 (tujuh puluh lima).

b. Apresiasi dan kreasi siswa dalam pembelajaran seni rupa terapan tradisional daerah setempat, meningkat, antara lain:

1) Siswa bisa memilih sendiri jenis seni yang sesuai dengan bakat dan minatnya, pada kegiatan pembelajaran berekspresi.

2) Siswa lebih memperhatikan dan menyenangi proses pembelajaran.


(45)

7 7

menyelesaikan tugasnya secara mandiri, tepat waktu dan merasa puas dengan hasil pekerjaannya.

5) Siswa mampu menyajikan hasil karyanya dalam bentuk pengalaman nyata secara langsung.

F. Identifikasi Bidang Fokus Masalah.

Bidang fokus masalah yang diteliti adalah bentuk “Implementasi Model Pembelajaran Seni Terpadu” dalam pokok bahasan pembelajaran “Seni Rupa Terapan Tradisional Daerah Setempat”. Hal ini dikatakan bahwa: “Kegiatan diawali dengan langkah mengidentifikasi bidang fokus masalah yang akan diteliti dan dikembangkan”(Sukmadinata, 2005:147)

Permasalahan apresiasi dan kreasi seni tradisional dijadikan sebagai bidang pembelajaran dengan alasan karena apresiasi dan kreasi dalam pembelajaran seni merupakan hal yang sangat strategis untuk mengembangkan kemampuan siswa (baik dalam aspek kognitif, psikhomotor maupun afektif).

Dampak Rendahnya Apresiasi dan kreasi dalam Pembelajaran Seni Tradisional berpengaruh kepada aspek psikhologis berupa motivasi dan minat belajar seni tradisional tidak nampak, akhirnya siswa tidak tahu dan tidak akan menghargai (tidak apresiasiatif) terhadap seni tradisional daerahnya sendiri, khususnya tentang seni rupa terapan tradisional. Akibat dari kurangnya sikap apresiatif maka berpengaruh langsung kepada kreasi siswa serta penyajian karya seni tradisional baik pergelaran atau pameran.


(46)

7 7

karya kepada lingkungan manusia diluar dirinya sendiri, dengan harapan ada proses empati terhadapnya dari orang lain. Hal tersebut akan terjadi seandainya karya seni yang disajikan berkwalitas, dan apabila terjadi sebaliknya, maka bukan empati yang dia dapatkan melainkan antipati.

Dengan kondisi yang demikian artinya target pembelajaran yang diterakan dalam kompetensi dasar tidak tercapai, dan bisa disimpulkan bahwa rendahnya apresiasi merupakan kegagalan dalam pembelajaran seni itu sendiri. Hal ini sesuai dengan pendapat Nana Syaodih Sukmadinata, (2005:147) bahwa:”Dalam pendidikan dan kurikulum, bidang masalah dipilih adalah yang paling besar sumbangannya terhadap mutu hasil Pendidikan”.

Solusi pembelajaran seni terpadu berupa fokus pembelajaran “terintegrasi” baik aspek apresiasi, ekspresi dan penyajian dalam seni rupa (jenis terkait), maupun terintegrasi rupa, musik, tari dan drama dalam sebuah tema (jenis terjala). ”Dalam pembelajaran masih bisa diidentifikasi dan dipilih beberapa fokus seperti pembelajaran inkuiri-diskaveri, pemecahan masalah, kontektual, eksperiensial, terintegrasi, dsb (Sukmadinata, 2005: 147).

G. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data.

Bentuk data yang dikumpulkan untuk keperluan penelitian ini merupakan ragam data lengkap yang saling memperkuat objektivitas hasil penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian tindakan tidak hanya satu, tetapi menggunakan multi teknik atau multi instrument. Data tersebut berupa data pra-siklus dan data dalam siklus.


(47)

7 7

penelitian, dan sebagai bahan perbaikan dalam tindakan siklus. Sedangkan data siklus digunakan untuk menguji keberhasilan tindakan, serta sebagai bahan perbaikan pada tahapan siklus selanjutnya.

1. Teknik Pengumpulan Data:

a. Data pra-siklus:

1) Data Kualitatif: Teknik Pengungkapannya berupa: a) Siswa, dengan teknik pengedaran angket.

b) Guru, Seni Budaya kelas X dengan teknik Wawancara Formal

Terstruktur.

2) Data Kuantitatif: Teknik Dokumen Arsif, dari nilai raport Seni Budaya kelas X semester-1.

b. Data siklus (in siklus date):

1) Data Kualitatif: Teknik pengalaman melalui Observasi partisipatif:

a) Observasi Kesesuaian RPP dengan KD dan Tema Pembelajaran.

b) Observasi Aktivitas Guru dalam Pembelajaran.

c) Observasi Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran. 2) Data Kuantitatif: Teknik pengujian melalui tes tertulis. c. Data Pasca Siklus:

1) Data Dokumen Arsip.

a) Data hasil Observasi. b) Data hasil Angket. c) Data hasil Tes.


(48)

7 7

a) Foto Kegiatan Pembelajaran.

b) Video Pergelaran Gending Karesmen “Sangkuriang Meuntas Jaman”

2. Instrumen Pengumpulan Data.

Instrumen pengumpulan data sesuai dengan penggunaannya terbagi kedalam dua kelompok, yaitu kelompok instrument pra-siklus dan kelompok instrument pelaksanaan penelitian tindakan. (terlampir).

a. Kelompok Instrumen Pra-siklus:

1) Angket untuk siswa.

2) Pedoman Wawancara formal terstruktur bagi guru Seni Budaya kelas X.

3) Dokumentasi Nilai Raport Seni Budaya Kelas X Semester 1, berupa nilai

Psikomotor dan Afektif, hasil pembelajaran Apresiasi Seni Tradisional Daerah Setempat.

b. Kelompok Instrumen Pelaksanaan Penelitian Tindakan.

1) Rencana Program Pembelajaran (RPP) dari setiap siklus.

2) Lembar Observasi Kesesuaian RPP dengan Kompetensi Dasar dan Tema Pembelajaran.

3) Lembar Observasi Aktivitas Guru dalam Pembelajaran.

4) Lembar Observasi Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran.

5) Angket Kegiatan Refleksi dari setiap siklus.

6) Lembar Soal.


(49)

7 7

Di dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK), data yang dianalisis adalah data kongkrit/ realistis dan apa adanya. Sukmadinata, N.S (2005: 155) menyatakan bahwa: “ Analisis dan Interpretasi data diperlukan untuk merangkumkan apa yang telah diperoleh, menilai apakah data tersebut berbasis kenyataan, teliti, ajeg, dan benar”

Proses analisis data dilakukan hal-hal sebagai berikut :

1. Nilai test dianalisis dengan system skoring, nilai rata-rata dan berdasarkan standarisasi nilai ketuntasan minimal (KKM=75), untuk kemudian diperbandingkan antara hasil data awal, nilai test siklus-1 dan siklus -2. Hasilnya dideskripsikan dan diinterpretasikan dalam bentuk pemaknaan verbal, dan dicatat dalam bentuk grafik atau table.

2. Data hasil observasi dan wawancara dianalisis dengan cara refleksi dan deskrifsi, antaralain mengorganisasikan data, menjabarkannya kedalam unit-unit, melakukan sintesa. menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, membuat kesimpulan sebagai hasil refleksi hal-hal apa saja yang perlu atau tidak perlu diperbaiki pada siklus berikutnya.

I. Prosedur Penelitian.

Prosedur penelitian yang dilakukan merupakan penggabungan Deborah South dan Stephen Kemis. Langkah-langkah Deborah South peneliti gunakan pada tahapan awal, yaitu Identifikasi Bidang Fokus Masalah, Pengumpulan Data, Analisis dan Interpretasi Data, serta Penyusunan Rencana.


(50)

7 7

permasalahan, mengumpulkan data awal berupa wawancara dengan guru seni budaya kelas X, angket siswa, dan nilai rapot Seni Budaya kelas X, semester I , serta menyusun rencana tindakan yang akan dilaksanakan.

Prosedur penelitian mengacu pada langkah-langkah pelaksanaan penelitian tindakan yang disarankan oleh Sukmadinata, NS (2005; 146), yaitu :

1. Identifikasi Bidang Fokus Masalah.

2. Pengumpulan Data.

3. Analisis dan Interpretasi Data.

4. Penyusunan Rencana.

5. Pelaksanaan.

Merujuk kepada saran tersebut yaitu untuk menambah langkah pelaksanaan, dalam hal ini peneliti menggunakan langkah-langkah Stephen Kemmis, yaitu pengamatan, perencanaan, tindakan pertama, monitoring (pengamatan), refleksi, berpikir ulang, dan evaluasi.

Dari langkah-langkah tersebut dibuat alur pikir penelitian yang akan dijadikan sebagai pola/ pedoman dalam pelaksanaan penelitian ini berbentuk spiral, dalam arti berbentuk pola kegiatan yang sama dan berulang namun mengandung inti permasalahan yang berkembang. Sesuai ungkapan Sukmadinata, N.S ((2005:141), bahwa: “Penelitian tindakan menggabungkan kegiatan penelitian atau pengumpulan data. Kegiatan ini dilakukan secara timbal balik membentuk spiral : rencana, tindakan, pengamatan, dan refleksi”


(51)

7 7

1. Tindakan Pendahuluan Pra-Siklus:

a. Identifikasi Bidang Fokus Penelitian.

b. Pengumpulan dan Analisis Data Awal (Data Pra-siklus). SIKLUS – 2/ Alat Pembelajaran “Market”

PERENCANAAN Penyusunan RPP Siklus-2, dengan pokok bahasan

Seni Rupa Terapan Tradisional dan sub pokok bahasan “Budaya

Padumukan” (Aspek Pembelajaran disesuaikan dengan hasil

Refleksi siklus-1) PELAKSANAAN Pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar disesuaikan dengan RPP. PENGAMATAN Mengamati Kegiatan

Guru Mengajar & Siswa Belajar

REFLEKSI

Bagaimana Apresiasi Siswa dalam pembelajaran setelah ada penyempurna -an pada pembelajaran siklus-2. Kekurangan apa yang masih

harus ditindaklanjuti.

SIKLUS7AKHIR7 Perencanaan7 Pelaksanaan7 Pengamatan7

Refleksi7 SIKLUS – 2/ Alat Pembelajaran “Market” SIKLUS TENGAH

PENDESKRIPSIAN Mendeskripsikan hal-hal yang bisa disimpulkan, dan mendeskripsikan hal-hal

yang harus ditindak lanjuti. IDENTIFIKASI BIDANG FOKUS

PENELITIAN

PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA AWAL

Pembelajaran Seni Terpadu Jenis Terkait”Budaya Padumukan”

PERENCANAAN Persiapan Instrumen pengumpulan data.

Analisis Silabus. Analisis Bahan Ajar.

Analisis sarana pendukung. Penyusunan RPP Siklus-1 PELAKSANAAN

Pelaksanaan Kegia -tan Belajar Mengajar apresiasi, kreasi dan

Penyajian.

PENGAMATAN Mengamati Kegiatan

Guru Mengajar & Siswa Belajar

7

REFLEKSI Berapa, siapa dan mengapa siswa yang berhasil, dan yang tidak berhasil. Solusi apa yang

akan dilaksanakan pada Siklus– 2


(52)

7 7

yang terdapat pada buku laporan prestasi pembelajaran siswa (bulu raport) semester ke-1 dari dua kelas, yang merupakan data nilai hasil pembelajaran seni budaya dengan menngunakan “model pembelajaran seni budaya konvensional parsial”, data hasil angket siswa, dan data hasil wawancara dengan guru seni Budaya kelas X.

2 . S i k l u s A w a l

Model pembelajaran yang digunakan pada siklus-1 adalah “Model Pembelajaran Seni Terpadu – bentuk Model Terkait (Connected Art Learning

Moddle)”, dimana dalam pembelajaran satu cabang seni yaitu seni rupa

mengaitkan antara unsur Apresiatif- dan Ekspressif yang terdiri aspek kreasi dan penyajian. Tindakan siklus berikutnya disesuaiakan dengan hasil refleksi dari setiap siklus.

Jenis tindakan dari setiap siklus pada dasarnya sama, yaitu :

a. Perencanaan :

1) Menganalisis silabus.

2) Menyusun Peta Konsep Pembelajaran untuk menentukan Tema

Pembelajaran.

3) Menyusun Skenario Pembelajaran.

b. Pelaksanaan :

Pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar sesuai RPP siklus-1.

c. Pengamatan :


(53)

7 7

d. Refleksi :

Berapa, Siapa Dan Mengapa Siswa Yang Berhasil, Dan Yang Tidak Berhasil. Apa yang perlu di deskrifsikan dan solusi apa yang Akan dilaksanakan pada Siklus berikutnya.

3. Siklus Ten gah d an Si klus Ak hir.

Tahapan tindakan pada siklus tengah dan akhir, sama dengan siklus awal yaitu:

a. Perencanaan.

b. Pelaksanaan

c. Pengamatan.

d. Refleksi.

Adapun bentuk tindakannya merupakan bentuk perbaikan dari hasil refleksi pada siklus sebelumnya. Langkah-langkah tindakan disesuaikan dengan hasil refleksi pada siklus awal.


(54)

S I M P U L A N D A N S A R A N

A . S i m p u l a n

Simpulan yang peneliti paparkan mengacu kepada pertanyaan penelitian yang

telah dirumuskan pada bab I. Penjabaran oprasionalnya adalah:

1. Permasalahan Pembelajaran Seni Rupa Terapan Tradisional Daerah Setempat

saat ini.

2. Faktor-faktor yang melatarbelakangi Permasalahan Pembelajaran Seni Rupa

Terapan Tradisional Daerah Setempat saat ini.

3. Peningkatan Pembelajaran Seni Rupa Terapan Tradisional Daerah Setempat

melalui Implementasi model pembelajaran Seni Terpadu.

4. Hasil Implementasi Pembelajaran Seni Rupa Terapan Tradisional Daerah

dengan model pembelajaran Seni Terpadu.

Berdasarkan hasil analisis data dari tiga siklus yang sudah dilaksanakan

dalam penelitian tindakan kelas ini, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah:

1. Permasalahan proses pembelajaran “Seni Rupa Terapan Tradisional Daerah

Setempat” yang ada saat ini, adalah:

a. Pembelajaran “Seni Rupa Terapan Tradisional Daerah Setempat”Tidak sesuai


(55)

saling berkaitan antara unsur Rupa, Musik, Tari dan Drama, baik dalam tradisi

budaya Tatanen, Padumukan, Helaran, Religi, maupun Kaulinan urang

Lembur.

Proses pembelajaran Seni Rupa terapan tradisional daerah setempat yang

dilaksanakan sekarang ini tidak menginformasikan seni tradisional secara

utuh, sehingga hasil pembelajaran tidak sempurna, apresiasi siswa kurang

bermakna dan memungkinkan terjadinya kesalahpahaman bentuk dan konsep

seni tradisi yang harus dijaga keaslian dan kelestariannya.

b. Pembelajaran “Seni Rupa Terapan Tradisional Daerah Setempat” saat ini

kurang disenangi oleh siswa SMA, karena siswa dipaksakan untuk belajar

seni tradisional yang tidak sesuai dengan bakat dan minatnya. Akibatnya

apresiasi dan kreasi siswa dalam pembelajaran seni rupa terapan tradisional

daerah setempat, “Rendah”.

c. Hasil pembelajaran “Seni Rupa Terapan Tradisional Daerah Setempat” saat

ini di SMA kurang berdampak positif terhadap pencapaian tujuan pendidikan

yang bersifat multikultural, karena hasil pembelajaran seni tradisional di SMA

kurang bermakna bagi siswa, baik aspek kognitif, psikomotor maupun aspek

afektifnya.

2. Faktor-faktor yang melatar belakangi permasalahan tersebut adalah proses


(56)

(Partial Conventional Art Learning Model) dimana seni tradisional diajarkan

terpisah dari masing-masing bidang seni (Seni Rupa, Musik, Tari dan Teater),

sehingga:

a. Sulit untuk mengembangkan bahan ajar, karena setiap bidang seni

memisahkan bahan ajarnya masing-masing dari sebuah seni tradisional

yang utuh, disesuaikan dengan bidangnya masing-masing.

b. Bahan ajar tumpang tindih dengan konsep yang kurang jelas dari

masing-masing bidang seni yang diajarkan.

c. Terjadi pemisahan aktivitas pembelajaran apresiasi dan kreasi pada sebuah

pokok bahasan, karena tidak diintegrasikan dalam sebuah “Tema

Pembelajaran”.

d. Sulit untuk menyajikan hasil pembelajaran yang berkualitas, baik dalam

bentuk pameran atau pergelaran, karena penyajian seni tradisi tidak sesuai

dengan karakteristiknya.

3. Peningkatan Pembelajaran Seni Rupa Terapan Tradisional Daerah Setempat

melalui Implementasi model pembelajaran Seni Terpadu.

Sesuai dengan hasil Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilakukan, “Model


(57)

Daerah Setempat” saat ini, yaitu “ Model Seni Terpadu” dapat:

a. Menyajikan pembelajaran seni tradisional sesuai dengan karakteristiknya.

b. Menyajikan pembelajaran yang disenangi para siswa, karena bakat dan

minatnya disalurkan sesuai dengan bidang seni yang ada dalam seni

tradisional tersebut.

c. Menyajikan hasil pembelajaran yang lebih bermakna bagi siswa, baik

aspek kognitif, psikomotor, maupun afektifnya.

d. Mengembangkan bahan ajar, karena seni tradisional ditampilkan secara

utuh, sesuai dengan karakteristiknya.

e. Memadukan aktivitas pembelajaran apresiasi dan kreasi disajikan secara

utuh dalam sebuah tema pembelajaran, sehingga peranannya sebagai

media pendidikan dapat saling menunjang dan melengkapi.

f. Menyajikan hasil pembelajaran yang berkualitas dalam bentuk pergelaran,

disesuaikan dengan kebutuhan acara atau tema-tema tertentu.

4. Hasil Implementasi Pembelajaran Seni Rupa Terapan Tradisional Daerah

dengan model pembelajaran Seni Terpadu.

Sesuai dengan hasil “Penelitian Tindakan Kelas” di SMA Negeri

Karangnunggal, Kabupaten Tasikmalaya, kelas X Mandiri-1 dan Mandiri-2,


(58)

Seni Rupa Terapan Tradisional Daerah Setempat”.

B . S a r a n

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan

pemikiran bagi semua pihak terutama guru Seni Budaya di SMA, yang ingin

meningkatkan profesinya sebagai guru yang mampu membuat pembelajaran Seni

Budaya lebih bermakna bagi siswa.

Adapun saran yang peneliti kemukakan adalah sebagai berikut:

1. Kepada seluruh “Stake holder” Pendidikan untuk lebih memperhatikan mata

pelajaran Seni Budaya, yang memiliki karakteristik yang berbeda dari mata

pelajaran yang lain yaitu bersipat “Multilingual, Multidimensional dan

Multikultural.

2. Kepada para ahli kurikulum terutama para pakar Seni Budaya, untuk lebih

objektif mempertimbangkan penyusunan silabus sebagai kerangka dasar

pembelajaran Seni Budaya, agar lebih bermakna bagi siswa.

3.

Kepada para Guru Seni Budaya, sebagai individu yang kreatif, untuk terus

meningkatkan profesi dan citranya, sebagai guru Seni Budaya yang mampu

memberikan makna dalam “belajar dengan seni,” “belajar melalui seni” dan


(1)

Menganalisis hasil test kognitif dan penilaian proses serta sikap. d. Refleksi :

Berapa, Siapa Dan Mengapa Siswa Yang Berhasil, Dan Yang Tidak Berhasil. Apa yang perlu di deskrifsikan dan solusi apa yang Akan dilaksanakan pada Siklus berikutnya.

3. Siklus Ten gah d an Si klus Ak hir.

Tahapan tindakan pada siklus tengah dan akhir, sama dengan siklus awal yaitu:

a. Perencanaan. b. Pelaksanaan c. Pengamatan. d. Refleksi.

Adapun bentuk tindakannya merupakan bentuk perbaikan dari hasil refleksi pada siklus sebelumnya. Langkah-langkah tindakan disesuaikan dengan hasil refleksi pada siklus awal.


(2)

BAB V

S I M P U L A N D A N S A R A N

A . S i m p u l a n

Simpulan yang peneliti paparkan mengacu kepada pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan pada bab I. Penjabaran oprasionalnya adalah:

1. Permasalahan Pembelajaran Seni Rupa Terapan Tradisional Daerah Setempat saat ini.

2. Faktor-faktor yang melatarbelakangi Permasalahan Pembelajaran Seni Rupa Terapan Tradisional Daerah Setempat saat ini.

3. Peningkatan Pembelajaran Seni Rupa Terapan Tradisional Daerah Setempat melalui Implementasi model pembelajaran Seni Terpadu.

4. Hasil Implementasi Pembelajaran Seni Rupa Terapan Tradisional Daerah dengan model pembelajaran Seni Terpadu.

Berdasarkan hasil analisis data dari tiga siklus yang sudah dilaksanakan dalam penelitian tindakan kelas ini, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah: 1. Permasalahan proses pembelajaran “Seni Rupa Terapan Tradisional Daerah

Setempat” yang ada saat ini, adalah:

a. Pembelajaran “Seni Rupa Terapan Tradisional Daerah Setempat”Tidak sesuai dengan karakteristik seni tradisional.


(3)

Karakteristik Seni/ Budaya tradisional tampil dalam sebuah tema yang utuh, saling berkaitan antara unsur Rupa, Musik, Tari dan Drama, baik dalam tradisi budaya Tatanen, Padumukan, Helaran, Religi, maupun Kaulinan urang

Lembur.

Proses pembelajaran Seni Rupa terapan tradisional daerah setempat yang dilaksanakan sekarang ini tidak menginformasikan seni tradisional secara utuh, sehingga hasil pembelajaran tidak sempurna, apresiasi siswa kurang bermakna dan memungkinkan terjadinya kesalahpahaman bentuk dan konsep seni tradisi yang harus dijaga keaslian dan kelestariannya.

b. Pembelajaran “Seni Rupa Terapan Tradisional Daerah Setempat” saat ini kurang disenangi oleh siswa SMA, karena siswa dipaksakan untuk belajar seni tradisional yang tidak sesuai dengan bakat dan minatnya. Akibatnya apresiasi dan kreasi siswa dalam pembelajaran seni rupa terapan tradisional daerah setempat, “Rendah”.

c. Hasil pembelajaran “Seni Rupa Terapan Tradisional Daerah Setempat” saat ini di SMA kurang berdampak positif terhadap pencapaian tujuan pendidikan yang bersifat multikultural, karena hasil pembelajaran seni tradisional di SMA kurang bermakna bagi siswa, baik aspek kognitif, psikomotor maupun aspek afektifnya.


(4)

umumnya masih menggunakan “Model Pembelajaran Konvensional Parsial” (Partial Conventional Art Learning Model) dimana seni tradisional diajarkan terpisah dari masing-masing bidang seni (Seni Rupa, Musik, Tari dan Teater), sehingga:

a. Sulit untuk mengembangkan bahan ajar, karena setiap bidang seni memisahkan bahan ajarnya masing-masing dari sebuah seni tradisional yang utuh, disesuaikan dengan bidangnya masing-masing.

b. Bahan ajar tumpang tindih dengan konsep yang kurang jelas dari masing-masing bidang seni yang diajarkan.

c. Terjadi pemisahan aktivitas pembelajaran apresiasi dan kreasi pada sebuah pokok bahasan, karena tidak diintegrasikan dalam sebuah “Tema Pembelajaran”.

d. Sulit untuk menyajikan hasil pembelajaran yang berkualitas, baik dalam bentuk pameran atau pergelaran, karena penyajian seni tradisi tidak sesuai dengan karakteristiknya.

3. Peningkatan Pembelajaran Seni Rupa Terapan Tradisional Daerah Setempat melalui Implementasi model pembelajaran Seni Terpadu.

Sesuai dengan hasil Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilakukan, “Model Pembelajaran Seni Terpadu” (Integratted Art Learning Model), mampu


(5)

mengatasi permasalahan pembelajaran “Seni Rupa Terapan Tradisional Daerah Setempat” saat ini, yaitu “ Model Seni Terpadu” dapat:

a. Menyajikan pembelajaran seni tradisional sesuai dengan karakteristiknya. b. Menyajikan pembelajaran yang disenangi para siswa, karena bakat dan

minatnya disalurkan sesuai dengan bidang seni yang ada dalam seni tradisional tersebut.

c. Menyajikan hasil pembelajaran yang lebih bermakna bagi siswa, baik aspek kognitif, psikomotor, maupun afektifnya.

d. Mengembangkan bahan ajar, karena seni tradisional ditampilkan secara utuh, sesuai dengan karakteristiknya.

e. Memadukan aktivitas pembelajaran apresiasi dan kreasi disajikan secara utuh dalam sebuah tema pembelajaran, sehingga peranannya sebagai media pendidikan dapat saling menunjang dan melengkapi.

f. Menyajikan hasil pembelajaran yang berkualitas dalam bentuk pergelaran, disesuaikan dengan kebutuhan acara atau tema-tema tertentu.

4. Hasil Implementasi Pembelajaran Seni Rupa Terapan Tradisional Daerah dengan model pembelajaran Seni Terpadu.

Sesuai dengan hasil “Penelitian Tindakan Kelas” di SMA Negeri Karangnunggal, Kabupaten Tasikmalaya, kelas X Mandiri-1 dan Mandiri-2, “Model Pembelajaran Seni Terpadu (Integratted Art Learning Model),


(6)

mampu meningkatkan “Apresiasi dan Kreasi” siswa dalam “Pembelajaran Seni Rupa Terapan Tradisional Daerah Setempat”.

B . S a r a n

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan pemikiran bagi semua pihak terutama guru Seni Budaya di SMA, yang ingin meningkatkan profesinya sebagai guru yang mampu membuat pembelajaran Seni Budaya lebih bermakna bagi siswa.

Adapun saran yang peneliti kemukakan adalah sebagai berikut:

1. Kepada seluruh “Stake holder” Pendidikan untuk lebih memperhatikan mata pelajaran Seni Budaya, yang memiliki karakteristik yang berbeda dari mata pelajaran yang lain yaitu bersipat “Multilingual, Multidimensional dan

Multikultural.

2. Kepada para ahli kurikulum terutama para pakar Seni Budaya, untuk lebih objektif mempertimbangkan penyusunan silabus sebagai kerangka dasar pembelajaran Seni Budaya, agar lebih bermakna bagi siswa.

3.

Kepada para Guru Seni Budaya, sebagai individu yang kreatif, untuk terus meningkatkan profesi dan citranya, sebagai guru Seni Budaya yang mampu memberikan makna dalam “belajar dengan seni,” “belajar melalui seni” dan “belajar tentang seni.”