POTENSI EKOWISATA DI KAWASAN TAMAN BURU GUNUNG MASIGIT KAREUMBI.

(1)

Marina Bela Norika, 2014

POTENSI EKOWISATA DI KAWASAN TAMAN BURU GUNUNG MASIGIT KAREUMBI

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

No.Daftar FPIPS: 4328/UN.40.2

POTENSI EKOWISATA DI KAWASAN TAMAN BURU

GUNUNG MASIGIT KAREUMBI

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhisalah Satu Syarat Menempuh Ujian Siding

Sarjana Pendidikan Jurusan Pendidikan Geografi

oleh :

Marina Bela Norika NIM 1004880

JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI

FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG 2014


(2)

No.Daftar FPIPS: 4328/UN.40.2

Marina Bela Norika, 2014

POTENSI EKOWISATA DI KAWASAN TAMAN BURU GUNUNG MASIGIT KAREUMBI

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

POTENSI EKOWISATA DI KAWASAN KONSERVASI TAMAN BURU GUNUNG MASIGIT KAREUMBI

Oleh

Marina Bela Norika

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Departemen Pendidikan Geografi Fakultas

Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

© Marina Bela Norika 2014

Universitas Pendidikan Indonesia

Oktober 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang,

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian,


(3)

No.Daftar FPIPS: 4328/UN.40.2

Marina Bela Norika, 2014

POTENSI EKOWISATA DI KAWASAN TAMAN BURU GUNUNG MASIGIT KAREUMBI

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

PONTESI EKOWISATA DI KAWASAN KONSERVASI TAMAN BURU GUNUNG MASIGIT KAREUMBI

MARINA BELA NORIKA (1004880)

DISAJIKAN DAN DISETUJUI OLEH

PEMBIMBING I

Prof. Dr. H. Darsiharjo, MS NIP. 19620921 198603 1 005

PEMBIMBING II

Bagja Waluya, M.Pd NIP. 19721024 200112 1 001

Mengetahui

Ketua Departemen Pendidikan Geografi

Dr. Hj. Epon Ningrum, M.Pd NIP. 19620304 198704 2 001


(4)

Marina Bela Norika, 2014

POTENSI EKOWISATA DI KAWASAN TAMAN BURU GUNUNG MASIGIT KAREUMBI

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

POTENSI EKOWISATA DI KAWASAN KONSERVASI TAMAN

BURU GUNUNG MASIGIT KAREUMBI

Marina Bela Norika, Darsiharjo¹,Bagja Waluya²

JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI

FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

mariinabela@gmail.com

ABSTRAK

Indonesia memiliki potensi dan kekayaan alam yang bernilai tinggi dalam pasar industri wisata alam, khusunya ekowisata. Sebagai bentuk wisata yang sedang trend, ekowisata mempunyai kekhususan tersendiri yaitu mengedepankan konservasi lingkungan, pendidikan lingkungan, kesejahteraan penduduk lokal dan menghargai budaya lokal.

Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi ditunjuk menjadi taman buru dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 29/Kpts/Um/5/1976 pada tanggal 15 Mei 1976, dan ditetapkan menjadi taman buru dengan Surat keputusan Menteri Kehutanan No. 298/Kpts-II/98 pada tanggal 27 februari 1998. Taman Buru ini berlandaskan pada unsur konservasi dan hutan lindung, dan mengedepankan unsure ekowisata di dalamnya.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif dan menggunakan teknik pengharkatan dan presentase dalam melakukan analisis data. Populasi penelitian ini adalah seluruh Kawasan Konservasi Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi dengan sampel 100 responden dimana 50 responden wisatawan, 12 responden pengelola dan 38 dari masyarakat sekittar kawasan.

Hasil penelitian menunjukan bahwa adanya potensi ekowisata dalam aspek fisik, aksesibiltas dan sarana prasarana, dimana setiap aspek memiliki keunggulan masing-masing. Dibuatkannya Peta Zonasi Ekowisata pada Kawasan Konservasi Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi disesuaikan dengan kondisi dilapangan dengan teori yang ada. Upaya pengelola dalam pengembangan kawasan berjalan cukup baik mesti tanpa bantuan pihak pemerintah namun pengelola dapat mengembangkan kawasan walaupun dengan hasil yang belum maksimal. Pengelola membuat program wali pohon dan penangkaran rusa sebagai upaya untuk pelestarian flora dan fauna yang ada dikawasan agar tidak terjadi kepunahan ekosistem bila nanti daya tark wisata berburu telah dibuka.


(5)

Marina Bela Norika, 2014

POTENSI EKOWISATA DI KAWASAN TAMAN BURU GUNUNG MASIGIT KAREUMBI

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

POTENTIAL FOR ECOTOURISM IN PROTECTED AREAS OF THE MOUNTAIN HUNTING PARKS mASIGIT kAREUMBI

Marina Bela Norika, Darsiharjo¹,Bagja Waluya²

JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI

FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

mariinabela@gmail.com

ABSTRAK

Indonesia has the potential and the natural resources of high value in the market for nature tourism industry, especially ecotourism. As a form of tourism that is a trend, ecotourism has its own specificities which promote environmental conservation, environmental education, the welfare of local residents and appreciate the local culture.

Hunting Parks Mount Masigit Kareumbi appointed a hunting park by the Decree of the Minister of Agriculture No. 29 / Kpts / Um / 5/1976 on May 15, 1976, and is set into a hunting park by decree of the Minister of Forestry No. 298 / Kpts-II / 98 on 27 February 1998. Hunting Parks are based on elements of conservation and protection, and promoting ecotourism elements in it.

This research was conducted by using descriptive methods and use techniques pengharkatan and percentages in the analysis of data. The population of this study are all Conservation Areas Hunting Parks Mount Masigit Kareumbi with a sample of 100 respondents of which 50 tourists respondents, 12 respondents and 38 from the community manager sekittar region.

The results showed that the potential for ecotourism in the physical aspect, accessibility and infrastructure, where every aspect has the advantages of each. Dibuatkannya Zoning Map Ecotourism at Conservation Areas Hunting Parks Mount Masigit Kareumbi adapted to field conditions with the existing theory. Efforts manager in the development of the area should be well enough to walk without the aid of the government, but the management can develop the area even though the results were not maximized. Business guardian tree and making the program as a deer breeding efforts for the preservation of flora and fauna region in order to prevent the extinction of ecosystems when will power Tark hunting tours have been opened.


(6)

Marina Bela Norika, 2014

POTENSI EKOWISATA DI KAWASAN TAMAN BURU GUNUNG MASIGIT KAREUMBI

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 9

C. Rumusan Masalah Penelitian ... 10

D. Tujuan Penelitian ... 10

E. Manfaat Penelitian ... 10

F. Struktur Organisasi Skripsi ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

A. Kepariwisataan Geografi... 12

B. Syarat Kepariwisataan... 15

1. Definisi Kepariwisataan ... 15

2. Bentuk Pariwisata ... 17

3. Jenis Pariwisata ... 17

4. Objek dan Daya Tarik ... 19

5. Sarana Kepariwisataan ... 20

6. Potensi Alam dan Budaya Sebagai Objek Kepariwisataan ... 21

C. Ekowisata ... 22

1. Pengertian Ekowisata ... 22

2. Masalah Ekowisata ... 29

3. Kebijakan-kebijakan Ekowisata di Indonesia ... 31

4. Pengertian Kawasan Konservasi ... 34


(7)

Marina Bela Norika, 2014

POTENSI EKOWISATA DI KAWASAN TAMAN BURU GUNUNG MASIGIT KAREUMBI

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB III METODE PENELITIAN ... 49

A. Lokasi Penelitian ... 49

B. Populasi Dan Sampel ... 51

C. Metode Penelitian ... 53

D. Variabel Penelitian ... 54

E. Definisi Operasional ... 55

F. Teknik Pengumpulan Data ... 56

G. Instrumen Penelitian ... 57

H. Alat Pengumpuan Data ... 58

I. Teknik Pengolahan Data ... 58

J. Teknik Analisis Data ... 59

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 71

A. Kondisi Geografis Daerah Penelitian ... 71

1. Letak dan Luas Lokasi Penelitian ... 71

2. Iklim ... 71

3. Topografi ... 74

4. Penggunaan Lahan ... 76

5. Hidrologi ... 77

B. Sejarah Kawasan Konservasi Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi ... 77

C. Daya Tarik Wisata di Kawasan Konservasi Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi ... 83

D. Aktivitas Yang dilakukan Wisatawan di Daya Tarik Wisata Kawasan Konservasi Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi ... 84

E. Fasilitas Wisata Kawasan Konservasi Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi ... 85

F. Aksesibilitas Menuju Kawasan Konservasi Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi ... 86

G. Kemenarikan Daya Tarik Wisata Menurut Persepsi Wisatawan ... 87


(8)

Marina Bela Norika, 2014

POTENSI EKOWISATA DI KAWASAN TAMAN BURU GUNUNG MASIGIT KAREUMBI

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

I. Zonasi Ekowisata di Kawasan Konservasi Taman Buru Gunung

Masigit Kareumbi ... 95

J. Upaya Pengelola Ekowisata di Kawasan Konservasi Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi ... 96

K. Analisis Hasil Penelitian ... 101

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 103

A. Kesimpulan ... 103

B. Saran ... 105

DAFTAR PUSTAKA ... 106


(9)

Marina Bela Norika, 2014

POTENSI EKOWISATA DI KAWASAN TAMAN BURU GUNUNG MASIGIT KAREUMBI

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Jenis Satwa Liar yang Dapat Ditetakan Sebagai Satwa Buru

Berdasarkan Penggolongan Satwa Buru ... 44

Tabel 2. 2 Daftar Taman Buru yang Telah Ditetapkan Di Indonesia ... 47

Tabel 3. 1 Variabel Penelitian ... 55

Tabel 3. 2 Harkat Kelas dan Kriteria Pengharkatan Suhu ... 60

Tabel 3. 3 Harkat Kelas dan Kriteria Pengharkatan Curah Hujan ... 61

Tabel 3. 4 Harkat Kelas dan Kriteria Pengharkatan Pencemaran Udara ... 61

Tabel 3. 5 Harkat Kelas dan Kriteria Pengharkatan Bentuk Lahan ... 61

Tabel 3. 6 Harkat Kelas dan Kriteria Tutupan Vegetasi ... 62

Tabel 3. 7 Harkat Kelas dan Kriteria Kualitas Air ... 62

Tabel 3. 8 Harkat Kelas dan Kriteria Jarak Sumber Air Dari Daya Tarik Wisata ... 62

Tabel 3. 9 Harkat Kelas dan Kriteria Jenis Jalan ... 63

Tabel 3. 10 Harkat Kelas dan Kriteria Waktu Tempuh ... 63

Tabel 3. 11 Harkat Kelas dan Kriteria Kondisi Jalan ... 64

Tabel 3. 12 Harkat Kelas dan Kriteria Transportasi (Angkutan Umum) ... 64

Tabel 3. 13 Harkat Kelas dan Kriteria Pengharkatan Akomodasi ... 65

Tabel 3. 14 Harkat Kelas dan Kriteria Pengharkatan Restoran/ Rumah Makan ... 65

Tabel 3. 15 Harkat Kelas dan Kriteria Fasilitas Kebersihan ... 65

Tabel 3. 16 Harkat Kelas dan Kriteria Sarana Kesehatan ... 66

Tabel 3. 17 Harkat Kelas dan Kriteria Tempat Ibadah ... 66

Tabel 3. 18 Harkat Kelas dan Kriteria Tempat Parkir ... 66

Tabel 3. 19 Nilai Kesesuaian Ekowisata Untuk Aspek Fisik... 67

Tabel 3. 20 Nilai Kesesuaian Ekowisata Untuk Aspek Aksesibilitas ... 68

Tabel 3. 21 Nilai Kesesuaian Ekowisata Untuk Aspek Sarana dan Prasarana ... 68

Tabel 3. 22 Penilaian Potensi Fisik yang Menunjang Potensi Ekowisata... 69 Tabel 3. 23 Penilaian Potensi Aksesibilitas yang Menunjang Potensi


(10)

Marina Bela Norika, 2014

POTENSI EKOWISATA DI KAWASAN TAMAN BURU GUNUNG MASIGIT KAREUMBI

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Ekowisata ... 69

Tabel 3. 24 Penilaian Potensi Sarana dan Prasarana yang Menunjang Potensi Ekowisata ... 69

Tabel 3. 25 Penilaian Potensi Fisik, Aksesibilitas, Sarana dan Prasarana yang Menunjang Potensi Ekowisata ... 70

Tabel 4. 1 Kelas Kemiringan Lereng ... 74

Tabel 4. 2 Presentase Penggunaan Lahan Kawasan Konservasi Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi ... 76

Tabel 4. 3 Persepsi Wisatawan Tentang Potensi Kawasan Konservasi Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi ... 88

Tabel 4. 4 Pembobotan Potensi Fisik ... 92

Tabel 4. 5 Pembobotan Potensi Aksesibilitas ... 93

Tabel 4. 6 Pembobotan Potensi Sarana dan Prasarana ... 94

Tabel 4. 7 Tingkat Pendidikan Pengelolah Ekowisata Kawasan Konservasi Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi ... 96


(11)

Marina Bela Norika, 2014

POTENSI EKOWISATA DI KAWASAN TAMAN BURU GUNUNG MASIGIT KAREUMBI

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Peta Wilayah Kawasan Konservasi Taman Buru Gunung

Masigit Kareumbi ... 72

Gambar 4.2 Peta Kemiringan Lereng Kawasan Konservasi Taman Buru

Gunung Masigit Kareumbi ... 75

Gambar 5.3 Peta Penggunaan Lahan Kawasan Konservasi Taman Buru

Gunung Masigit Kareumbi ... 78

Gambar 4.4 Peta Zonasi Ekowisata Kawasan Konservasi Taman Buru

xGunung Masigit Kareumbi ... 97


(12)

1

Marina Bela Norika, 2014

POTENSI EKOWISATA DI KAWASAN TAMAN BURU GUNUNG MASIGIT KAREUMBI

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pariwisata adalah sektor yang memiliki manfaat dalam mendorong laju pertumbuhan ekonomi di Negara berkembang sebagaimana yang diungkapkan

Hakim (2004, hlm.5) bahwa “ di Negara-negara yang tingkat perkonomiannya dikategorikan berkembang, sektor pariwisata secara aktif dipromosikan sebagai

kunci dari pertumbuhan ekonomi”. Dengan kata lain sektor pertanian di Negara

berkembang seperti Indonesia mempunyai peran yang besar dalam pertumbuhan ekonomi.

Indonesia memiliki potensi alam yang sangat tinggi, dimana jika pemanfaatannya tidak dilestarikan dan dijaga maka potensi alam yang melimpah ini bisa habis begitu saja tanpa pemanfaatan yang baik. Dalam upaya pemanfaatan dan pelsetarian sumber daya alam diberlakukan pengelolaan sumber daya alam yang mana difokuskan pada hal pemanfaatan atau eksploitasi sumber daya alam dan perlindungan atau konservasi. banyak kebijakan dibuat oleh pemerintah dalam upaya pelestarian diantara dengan menetapkan kawasan-kawasan yang harus dilindungi dan kawasan-kawasan-kawasan-kawasan tertentu yang dapat dijadikan sebagai kawasan yang dapat dieksplotasi. Akan tetapi bukan berarti kawasan-kawasan tertentu yang dijadikan kawasan yang bisa dieksploitasi bisa dipamnfaatan secara berlebihan namun harus berdasarkan aspek-aspek yang telah ditetapkan pemerintah agar kawasan-kawasan tersebut bisa tetap dilestarikan.

Sementara itu dalam rangka perlindungan seabagimana yang tercatat oleh biro perencanaan departemen kehutanan Indonesia 1996/1997dalam Nugroho (2011,hal.12), berbagai kawasan kemudian ditetapkan sebagai kawasan lindung ataupun kawasan konservasi seperti hutan lindung, kawasan bergambut, kawasan resapan air, sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau/waduk, kawasan sekitar mata air, kawasan suaka alam (termasuk, cagar alam), kawasan suaka alam laut dan lainnya, mangrove, taman nasional, taman hutan raya, taman


(13)

2 Marina Bela Norika, 2014

POTENSI EKOWISATA DI KAWASAN TAMAN BURU GUNUNG MASIGIT KAREUMBI

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

wisata alam, kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan, kawasan rawan bencana alam. Kawasan-kawasan tersebut kini marak dijadikan lokasi eksploitasi


(14)

3 Marina Bela Norika, 2014

POTENSI EKOWISATA DI KAWASAN TAMAN BURU GUNUNG MASIGIT KAREUMBI

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

yang mana jika hal ini terus dibiarkan akan berdampak pada kekayaan alam itu senidiri.

Banyak komentar kurang baik yang ditujukan pada pemerinntah yang dianggap kurang serius dalam pelaksanaan pencegahan dalam memberlakukan peraturan pemerintah yang ditetapkan untuk pelestarian kawasan yang dilindungi. Pemerintah seringkali beranggapan bahwa kurangnya terlaksana kebijakan-kebijakan yang ditetapakan karena luasnya kawasan Indonesia yang menjadikan hambatan bagi pemerintah untuk melaksanakan kebjikan tersebut. akan tetapi hal ini juga termasuk dalam sulitmya birokrasi yang ada didalam pemerintah itu sendiri dimana dari dalam instansinya saja sudah sulit diberlakukan kebijakan dan begitu pulan yang terjadi diluar intasi yang kerap sulit dilakukan kebijakan. Kebijakan terpusat telah mematikan potensi dari pemerintah daerah, masyarakat lokal atau adat, maupun potensi jangka panjang dari keberlanjutan dan kelestarian sumber daya alam dan kawasan konservasi itu sendiri.

Populasi manusia yang terus berkembang setiap tahunnya menyebabkan kebutuhan akan pariwisata semakin meningkat sedangkan suatu objek wisata itu bersifat statis atau titak bertambah. Awalnya perkembangan wisata secara besar-besaran ini diyakini tidak mengganggu lingkungan dan tidak menimbulkan polusi.Namun, banyak temuan-temuan yang mengindikasikan bahwa aktivitas wisata (dalam banyak hal) sangat merugikan ekosistem, terutama ekosistem destinasi wisata setempat.Dalam banyak kasus, tempat-tempat yang dulunya indah dan digunakan sebagai tujuan favorit wisata menjadi tercemar oleh logam berat dan bahan-bahan kimia berbahaya lainnya. Perkembangan dan pertumbuhan wisatawan yang besar dan tidak terkontrol, telah mendorong laju kerusakan habitat dan erosi pantai. Dampak tidak langsung lainnya,sebagaiama yang diungkapkan Lindberg (1995) dalam Nugroho (2011,hal.15) yakni ekploitasi terhadap bentuk-bentuk kehidupan yang ada


(15)

4 Marina Bela Norika, 2014

POTENSI EKOWISATA DI KAWASAN TAMAN BURU GUNUNG MASIGIT KAREUMBI

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

di daerah wisata. Kini seiring berjalannya waktu mulai terasa efek negatif dari pariwisata masal yaitu kerusakan-kerusakan lingkungan.

Di tengah dinamika ekonomi dunia, globalisasi ekonomi yang belum tuntas, kenaikan harga minyak dunia, serta tarik menarik kepentingan ekonomi dunia maju dan dunia ketiga, telah berkembang suatu jenis jasa wisata yang memberi jaminan bagi terciptanya kesejahteraan.Sektor usaha tersebut dikenal dengan ecotourism atau ekowisata. Indonesia memiliki potensi alam yang sangat tinggi, dimana jika pemanfaatannya tidak dilestarikan dan dijaga maka potensi alam yang melimpah ini bisa habis begitu saja tanpa pemanfaatan yang baik. Dalam upaya pemanfaatan dan pelsetarian sumber daya alam diberlakukan pengelolaan sumber daya alam yang mana difokuskan pada hal pemanfaatan atau eksploitasi sumber daya alam dan perlindungan atau konservasi. taman nasional sewbagi kawasan yang digunakan untuk pelestarian sumber daya alam kini menawarkan wisata yang berbasis ekowisata. Taman nasional yang menawarkan wisata ekologis banyak diminati wisatawan, hal ini karena adanya pergeseran paradigma kepariwisataan internasional dari bentuk pariwisata masal (mass tourism) ke wisata minat khusus yang disebut ekowisata. Oleh karena itu timbulah gagasan baru dalam pengembangan pariwisata yang disebut dengan pembangunan pariwisata berkelanjutan yaitu pembangunan pariwisata yang lebih mengedepankan kelestarian lingkungan. Hal ini senada dengan

yang diungkapkan oleh Damanik & Weber (2006, hlm.8) bahwa “kegiatan pariwisata

yang bertanggungjawab terhadap kesejahteraan masyarakat lokal dan pelestarian lingkungan sangat ditekankan dan merupakan ciri khas ekowisata.”

Potensi Indonesia dalam penerapan konsep ekowisata sangat besar karena masih banyak keindahan alam yang masih alami dan belum dimanfaatkan, seperti yang dikemukakan oleh Nugroho (2011, hlm.3) bahwa:

Indonesia memiliki potensi keindahan dan kekayaan alam yang bernilai tinggi dalam pasar industry wisata alam, khususnya ekowisata.Sebagai bentuk wisata yang sedang


(16)

5 Marina Bela Norika, 2014

POTENSI EKOWISATA DI KAWASAN TAMAN BURU GUNUNG MASIGIT KAREUMBI

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

trend, ekowisata mempunyai kekhususan tersendiri yaitu mengedepankan konservasi lingkungan, pendidikan lingkungan, kesejahteraan penduduk lokal dan menghargai budaya lokal.

Melihat pernyataan di atas, dengan kekayaan alam Indonesia yang tinggi, menjadikan potensi yang besar untuk melaksanakan ekowisata, agar potensi kekayaan alam di Indonesia ini tetap lestari dan dapat dirasakan oleh generasi yang akan datang.

Jawa barat adalah salah satu provinsi dari 34 provinsi yang ada di Indonesia. Wilayah Jawa Barat memiliki kekayaan alam yang sangat indah untuk dikunjungi, mulai dari pegunungan hingga pantai menawarkan keindahan yang luar biasa. Ibu kota Provinsi Jawa Barat adalah Bandung dimana Bandung mempunyai potensi pariwisata yang sangat besar, baik dari sisi keindahan alam maupun kekayaan budayanya. Keindahan alam seperti pegunungan, situ, waduk, curug hingga hutan menawarkan pemandangan yang indah dan menarik untuk dikunjungi.Budaya yang mendominasi di daerah Bandung adalah budaya Sunda.Keramahannya, bahasa, kesenian, nilai-nilai tradisional yang unik menjadi potensi pariwisata yang menarik untuk dikunjungi. Selain memiliki keindahan alam dan keunikan budaya Bandung mimilki posisi yang cukup strategis kerena berdekatan denga ibu kota Negara Indonesia yaitu Jakarta. Dengan posisi tersebut membuat minat wisatawan untuk berkunjung ke daerah Bandung menjadi besar karena berdekatan dengan Jakarta yang menjadi pintu masuk wisatawan mancanegara ke Indonesia, dan dapat menjadikan variasi wisata oleh para wisatawan.Wisatawan dapat berwisata di pantai yang terletak di daerah Jakarta dilanjutkan dengan berwisata ke Bandung untuk menikmati keindahan alamnya.

Bergeser ke wilayah Bandung Timur, tidak banyak orang yang tahu bahwa Bandung memiliki Hutan Taman Buru Nasional yang merupakan 1 dari 15 Taman Buru yang ada di Indonesia, dimana lokasi taman buru tersebut berada pada daerah


(17)

6 Marina Bela Norika, 2014

POTENSI EKOWISATA DI KAWASAN TAMAN BURU GUNUNG MASIGIT KAREUMBI

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

administratif Kabupaten Bandung, Kabupaten Garut, dan Kabupaten Sumedang yakni Kawasan Konservasi Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi. Sebagai salah satu upaya konservasi sumber daya alam hayati dan hewani berupa satwa liar telah ditempuh melalui penetapan kawasan hutan konservasi-taman buru yang merupakan bentuk pemanfaatan satwa liar yang dilaksanakan dalam bentuk perburuan. Hingga saat ini, perburuan satwa buru masih berjalan kurang teratur dan masih banyak terjadi perburuan tanpa izin, yang mengancam kelestarian satwa.

Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi ditunjuk menjadi taman buru dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 29/Kpts/Um/5/1976 pada tanggal 15 Mei 1976, dan ditetapkan menjadi taman buru dengan Surat keputusan Menteri Kehutanan No. 298/Kpts-II/98 pada tanggal 27 februari 1998. Kawasan Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi ini memiliki luas 12.443,1 Ha.

Karena termasuk kawasan konservasi, kawasan ini menjadi tanggung jawab Departemen Kehutanan.Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam.Balai Besar Konservasi dan Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Barat.Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi. Sekarang, taman buru ini berada di bawah koordinasi Bidang Wilayah II dan Seksi Konservasi Wilayah III BBKSDA Jabar.

Pada April 2008, BBKSDA mengeluarkan Surat Keputusan No. 750/BBKSDA JABAR/1/2008, dimana Wanadri menjadi mitra dalam pengelolaan Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi. Dalam Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan Peraturan Pemerintah No. 34 tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana pengeloaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan, Taman Buru ditetapkan fungsinya sebagai kawasan hutan konservasi. Dengan demikian, Taman Buru ditinjau dari aspek konservasi sejajar dengan kawasan hutan konservasi lainnya seperti Taman Wisata, Taman Hutan Raya, Taman Nasional, Cagar Alam dan Suaka Margasatwa. Di sisi lain, sesuai dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 1967 tentang ketentuan Pokok Kehutanan, yaitu


(18)

7 Marina Bela Norika, 2014

POTENSI EKOWISATA DI KAWASAN TAMAN BURU GUNUNG MASIGIT KAREUMBI

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

berdasarkan fungsinya hutan Negara dibagi kedalam empat tipe (Hutan Lindung, Hutan Produksi, Hutan Suaka Alam dan Hutan Wisata), Taman Buru diklasifikasikan sebagai hutan wisata, karena di dalamnya terdapat satwa buru yang memungkinkan terselenggaranya perburuan yang teratur bagi kepentingan olahraga berburu dan rekreasi. Berdasarkan PP No. 13 Tahun 1994 tentang Perburuan Satwa Buru, dijelaskan bahwa Taman Buru adalah kawasan hutan yang ditetapkan sebagi diselenggarakan perburuan secara teratur.

Kondisi Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi yang masih belum dikelola secara maksimal merupakan sebuah tantangan yang harus dihadapi oleh berbagai pihak terutama pemerintah, untuk mewujudkan pariwisata berburu yang berkelanjutan di masa depan. Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi saat ini direncanakan untuk dikelola dengan pendekatan yang mengacu pada konsep dasar berupa konsep pembangunan kawasan dan ekowisata yang berkelanjutan.

Perencanaan ini diperlukan karena Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi sangat luas dan belum terkoordinasi dengan baik untuk dapat diawasi. Sementara itu, telah terjadi banyak penyalahgunaan kawasan pada masa lalu yang tidak hanya merugikan pihak pengelola, tapi juga masyarakat secara umum, mengingat kawasan Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi adalah kawasan konservasi yang menjadi penyangga kehidupan di daerah sekitarnya.

Ada beberapa keunggulan lainnya yang menarik dari Taman Buru Gunung Kareumbi Masigit ini diantaranya :

1. Konservasi (wali pohon)

2. Penelitian dan pengembangan flora dan fauna 3. Pengembangan biakan rusa

4. Ekowisata

5. Pemberdayaan masyarakat 6. Ekosistem


(19)

8 Marina Bela Norika, 2014

POTENSI EKOWISATA DI KAWASAN TAMAN BURU GUNUNG MASIGIT KAREUMBI

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

7. Diklat (mitigasi bencana)

Dari ketujuh keunggulan yang ada di Taman Buru Gunung Kareumbi Masigit ini salah satu keunggulan yang menarik perhatian peneliti yakni ekowisata, dimana pada kawasan taman buru ini pengeksploitasian terhadap flora dan fauna dilakukan, namun berada pada kawasan konservasi dimana sebagaimana yang tertulis pada UU No.5 tahun 1990 dimana tujuan konservasi yakni:

1. Perlindungan Sistem Penyangga Kehidupan

Menurut Pitana dan Gayatri (2005) dalam Nugroho (2011,hal.43) dalam menata fungsi dan peruntukan kawasan hutan sebagaimana telah dituangkan dalam Tata Guna Hutan, kawasan hutan tetap seluas 113 juta ha telah dialokasikan peruntukannya sebagai berikut:

a. Hutan Lindung : 30 juta ha b. Hutan Suaka dan Wisata : 19 juta ha c. Hutan Produksi : 64 juta ha 2. Pengawetan Keananekaragaman Hayati

Berdasarkan angka tersebut, strategi perlindungan sistem penyangga kehidupan telah diakomodasikan dalam kawasan lindung seluas 30 juta ha, hutan suaka/wisata seluas 19 juta ha, serta sebagian hutan produksi yang berupa jurang, daerah mata air, tepi pantai, tepi sungai yang merupakan daerah yang dilindungi. Dengan demikian, sekurang-kurangnya terdapat sekitar 50 juta ha kawasan hutan atau sekitar 44 % dari kawasan hutan tetap atau bila dibandingkan dengan luas daratan Indonesia sekitar 26 % yang merupakan wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan.

Pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, dalam pembangunan kehutanan diwujudkan melalui bentuk :

a. Konservasi di luar kawasan (ex-situ), antara lain dengan melakukan pemeliharaan dan pembiakan tumbuhan atau satwa di tempat penangkaran, kebun binatang, taman burung, arboretum, taman hutan raya. Disamping itu juga


(20)

9 Marina Bela Norika, 2014

POTENSI EKOWISATA DI KAWASAN TAMAN BURU GUNUNG MASIGIT KAREUMBI

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dilakukan dengan penetapan jenis-jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi, pembatasan dalam pemungutan, dan pengenaan sangsi bagi yang melanggarnya, b. Konservasi di dalam kawasan (in-situ), dilakukan dalam bentuk penetapan dan

pengelolaan kawasan suaka alam (cagar alam dan suaka margasatwa) dan zona inti taman nasional. Negara Indonesia memiliki Cagar Alam sebanyak 167 unit seluas 6,35 juta ha. tersebar di seluruh propinsi, Suaka Margasatwa sebanyak 44 unit dengan luas 2,7 juta ha., 24 unit Taman Nasional dengan luas sekitar 6,8 juta ha Nugroho (2011,hal.51).

3. Pemanfaatan Secara Lestari

Konsep ini diterapkan pada kawasan hutan produksi. Di bidang pengusahaan hutan, dikenal adanya sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) dan Tebang Habis Dengan Permudaan Buatan (THPB). Kedua sistem tersebut pada prinsipnya juga menganut strategi pemanfaatan secara lestari.Pada bidang pemungutan hasil hutan non kayu, khususnya satwa, juga menganut strategi tersebut antara lain dengan penetapan quota tangkap dan quota pemasaran (khususnya ekspor). Pembatasan ini juga dimaksudkan jangan sampai kegiatan pemungutan melampaui daya dukung alamnya. Prinsip yang dianut dalam rangka pemungutan satwa di alam adalah untuk menjaga keseimbangan antara daya dukung habitat dengan populasi satwanya. Sebagai contoh, penangkapan kerbau liar di Baluran dapat dilakukan sekitar 200-300 ekor per tahun agar daya dukung habitat dapat menjamin perkembangan kerbau liar di alam secara baik. Dalam kegiatan penangkaran satwa, kewajiban melakukan restocking sebanyak 10 % dari anakan untuk dikembalikan ke alam, juga merupakan tindakan pembatasan pemanfaatan yang bernafaskan kelestarian.

Sejalan dengan tujuan ekowisata itu sendiri dimana wisata alam berdampak ringan yang menyebabkan terpeliharanya spesies dan habitatnya secara langsung dengan peranannya dalam pelestarian dan atau secara tidak langsung dengan memberikan pandangan kepada masyarakat setempat, untuk membuat masyarakat


(21)

10 Marina Bela Norika, 2014

POTENSI EKOWISATA DI KAWASAN TAMAN BURU GUNUNG MASIGIT KAREUMBI

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

setempat dapat menaruh nilai, dan melindungi wisata alam dan kehidupan lainnya sebagai sumber pendapatan).

Seperti yang telah dijabarkan, hal ini berbanding terbalik dengan tujuan konservasi dan ekowisata yang pada dasarnya mengedepankan pada pelestarian flora dan fauna. Oleh karena itu, peneliti lebih menitik beratkan pada potensi ekowisata yang berada pada kawasan konservasi taman buru.

B. Identifikasi Masalah

Peneliti telah memfokuskan penelitian terhadap permasalahan yang terjadi dengan berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas. Untuk lebih memperjelas maksud serta batasan masalah yang akan diteliti, sehingga peneliti merumuskan beberapa hal terkait penelitian yang akan dilaksanakan sebagai berikut :

1. Potensi ekowisata ada di Kawasan Koservasi Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi sangat menarik perhatian peneliti hal ini mendorong peneliti mengambil judul penelitian ini adalah “Potensi Ekowisata di Kawasan Koservasi

Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi”

2. Pengembangan yang berwawasan ekowisata perlu dibuatkan zonasi-zonasi untuk perencanaan pengembangan infrastruktur yang mengahsilkan sebuah peta zonasi Kawasan Koservasi Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi.

3. Peran pengelola untuk pengembangan ekowisata tanpa merusak apa yang sudah ada di Kawasan Koservasi Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan sebelumnya maka di ambil rumusan permasalahan sebagai berikut :

1. Potensi apa saja yang mendukungKawasan Konservasi Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi sebagai ekowisata ?

2. Bagaimana zonasi ekowisata yang ada di Kawasan Konservasi Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi ?


(22)

11 Marina Bela Norika, 2014

POTENSI EKOWISATA DI KAWASAN TAMAN BURU GUNUNG MASIGIT KAREUMBI

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3. Bagaimana upaya dari pengelola agar tidak terjadi kepunahan bagi flora dan fauna yang ada di Kawasan Konservasi Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi ?

D. Tujuan Penelitian

Setiap penelitian pasti memiliki tujuan-tujuan tertentu, adapun tujuan dilaksanakannya penelitian ini antara lain:

1. Menganalisis Potensi yang mendukung Kawasan Konservasi Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi sebagai ekowisata

2. Memetakan zonasi ekowisatadi Kawasan Konservasi Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi

3. Mengidentifikasi upaya dari pengelola agar tidak terjadi kepunahan bagi flora dan fauna yang ada di Kawasan Konservasi Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi

E. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi dunia akademis khususnya dan masyarakat luas pada umumnya. Manfaat dari penelitian antara lain :

1. Manfaat Teoritis, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan untuk memperkaya ilmu Geografi Pariwisata dalam hal mengenai pariwisata dalam bentuk ekowisata, pengembangan ekowisata, mengetahui potensi-potensi ekowisata serta pembuatan zonasi untuk wilayah ekowisata dan hasil kajian diharapkan dapat dijadikan referensi guna penelitian lebih lanjut tentang potensi ekowisata di kawasan Konservasi Taman Buru Gunung Masigit, selain itu dapat memberikan pengetahuan tentang ekowisata kepada masyarakat maupun wisatawan.

2. Manfaat Praktis, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi pengelola dan pemerintah setempat dalam hal pengelolaan dan pengembangan daya tarik wisata di kawasan Konservasi Taman Buru Gunung Masigit.


(23)

12 Marina Bela Norika, 2014

POTENSI EKOWISATA DI KAWASAN TAMAN BURU GUNUNG MASIGIT KAREUMBI

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

F. Struktur Organisasi Skripsi BAB I PENDAHULUAN

Bab 1 menguraikan mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional serta struktur organisasi skripsi.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Bab 2 menguraikan tentang teori-teori yang mendukung penelitian dan diharapkan dapat menjawab masalah penelitian. Hal-hal yang dijabarkan dalam bab ini yaitu Peran dan Fungsi Taman Nasional, Wisata Edukasi, Ekowisata dan Wisatawan.

BAB III PROSEDUR PENELITIAN

Bab 3 menguraikan tentang lokasi penelitian, populasi dan sampel, metode penelitian, variabel penelitian, definisi operasional, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, alat pengumpul data, teknik pengolahan data, teknik analisis data serta alur pemikiran penelitian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab IV membahas mengenai potensi ekowisata yang ada di Kawasan Konservasi Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi, zonasi ekowisata dan upaya pelestarian flora dan fauna oleh pengelola

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab V berisikan tentang kesimpulan yang didapat penulis setelahmelakukan penelitian ini, serta tidak lupa dicantumkan pula beberapasaran yang diharapkan dapat berguna bagi keberlangsungan pengelolaan wilayah tersebut


(24)

49

Marina Bela Norika, 2014

POTENSI EKOWISATA DI KAWASAN TAMAN BURU GUNUNG MASIGIT KAREUMBI

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Kawasan Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi merupakan kawasan seluas 12.420,70 Ha ini terletak pada area yang menjadi kewenangan tiga kabupaten yaitu Kabupaten Bandung, Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Garut. Sebagian besar area berada di Sumedang dan Garut. Secara geografis

Kawasan Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi ini terletak antara 6° 51 31” sampai 7° 00 12” LS dan 107° 50 30 sampai 108° 1 30” BT dengan batas -batasnya adalah sebagai berikut :sebelah utara wilayah Kabupaten Sumedang dan Garut, sebelah barat wilayah Kabupaten Bandung sebelah selatan wilayah Kabupaten Garut sebelah timur wilayah Kabupaten Garut dan Sumedang.

Aksesibiltitas menuju Kawasan Taman Buru Gunung Masigit relative sulit karena jalan kabupaten yang mengarah ke kawasan relative rusak dan lebar jalan yang sempit, serta jarak yang cukup jauh dari pusat kota.Kawasan ini merupakan Daerah Aliran Sungai (DAS) Cimanuk yang juga menjadi penyangga bagi sungai Citarum, sungai terbesar di Jawa Barat. Dalam kawasan ini terdapat pula beberapa sumber air berupa sungai diantaranya adalah Sungai Cigunung, Cikantap, Cimanggu, Cihanyawar, Citarik Cideres, Cileunca, Cianten, Cikayap, Cibayawak, Cibangau, Cisereh dan Cimacan. Dapat ditambahkan juga Sungai Cideres, Citarik dan Cimulu.

Topografi kawasan umumnya berbukit sampai bergunung-gunung dengan puncak tertinggi gunung Karenceng ± 1.763 m dpl. Menurut klasifikasi iklim Schmidt Ferguson, kawasan ini termasuk tipe iklim C dengan curah hujan rata-rata per tahun 1900 mm, kelembaban udara berkisar antara 60 – 90 % dan temperatur rata-rata 23º C.

Hutan alam Masigit Kareumbi di dominasi oleh jenis Pasang(Quercussp.),Saninten (Castanea argentea), Puspa (Schima walichii),


(25)

50

Rasamala (Altingia excelsea). Sedangkan tumbuhan bawahnya terdiri dari tepus (Zingiberaceae),

Congok (Palmae), Cangkuang (Pandanaceae) dan lain-lain.Dari jenis liana dan epiphyt yang terdapat di kawasan ini adalah Seuseureuhan (Piper aduncum), Angbulu (Cironmera anbalqualis), Anggrek Merpati (Phalaenopsis sp), Anggrek Bulan (Phalaenopsis amabilis), Kadaka (Drynaria sp), dan lain-lain. Hutan tanaman ± 40 % didomonir oleh jenis pinus (Pinus merkusii), Bambu (Bambusa sp), dan Kuren (Acasia decurens).

Jenis-jenis fauna yang ada di kawasan TB G. Masigit Kareumbi antara lain: Babi hutan (Sus vitatus), Rusa Tutul (Axis axis), Kijang (Muntiacus muntjak), Anjing hutan (Cuon javanica), Macan tutul (Panthera pardus), Kucing hutan (Felis bengalensis), Ayam hutan (Gallus sp), Kukang (Nycticebus coucang), Bultok (Megalaema zeylanica), Kera (Macaca fascicularis), Lutung (Tracypithecus auratus) dan Burung Walik (Chalcophals indica).

Terdapat beberapa pintu masuk untuk menuju Kawasan Konservasi Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi yang terdapat dalam tiga wilayah administrasi berikut beberapa pintu masuk menuju Kawasan Konservasi Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi :

1. Kawasan Wisata: Bandung–Rancaekek–Bypass Cicalengka–Sindangwangi– Tanjungwangi, jarak ± 43 Km.

2. Cipancar: Bandung–Sumedang–Cipancar jarak ± 47 Km, ke lokasi ± 1,5 Km 3. Cibugel: Bandung–Limbangan–Cibugel jarak ± 68 Km, Cibugel- lokasi ±3

Km

Adapun route yang dapat ditempuh untuk menuju pintu masuk Kawasan Konservasi Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi selengkapnya adalah sebagai berikut:

1. Pintu Masuk Blok KW. (Cigoler)Ditempuh dengan route jalan Bandung – Cicalengka – Sindangwangi – Tanjungwangi – Blok KW. Jarak kota Bandung

– Cicalengka ± 30 Km, menggunakan jalan raya propinsi atau dengan kereta api. Dari Cicalengka menuju Sindangwangi (± 13 Km) dengan jalan beraspal


(26)

51

hotmix dalam kondisi baik (2009), dari Sindangwangi melintasi Kp. Leuwiliang menuju pintu masuk Blok KW (±2 Km) berupa jalan aspal kelas III dengan kondisi relative rusak dan sempit. Dari pintu masuk menuju blok KW ±1 km jalan berbatu makadam dengan kondisi agak jelek. Lokasi KW dapat dilalui dicapai oleh kendaraan roda empat, truk tentara dan bis mini (30 seat).status : pintu masuk dibuka

2. Pintu masuk CIbugel / Cikudalabuh. Dapat ditempuh melalui route Bandung

– Balubur Limbangan – Cibugel (±68 Km), atau melalui route Bandung – Sumedang – Darmaraja – Cibugel (±72 Km), jalan beraspal dengan kondisi baik. Dari Cibugel menuju lokasi Cikudalabuh (±3 Km) jalan berbatu dengan kondisi relative rusak. Status : pintu masuk tidak dibuka

3. Pintu Masuk Ciceuri. Ditempuh melalui route Bandung – Tanjungsari – Haurgombong – Ciceuri (±28 Km), sebagian kondisi jalan dari Haurgombong menuju lokasi Blok Ciceuri (±3 Km) berbatu dengan kondisi baik. Status : pintu masuk tidak dibuka

4. Pintu Masuk Cipancar. Ditempuh melalui route Bandung – Sumedang menuju CIpancar (±47 Km) dengan jalan beraspal kondisi baik, selanjutnya dari Cipancar ke lokasi (± 1,5 Km) dengan kondisi jalan relative rusak. Status: pintu masuk tidak dibuka.

Pintu masuk utama menuju lokasi yang sudah dikelola oleh Manajemen

adalah yang melalui Cicalengka.Lokasi pintunya disebut “KW” yang merupakan singkatan dari “Kawasan Wisata“. Pintu ini terletak di kampung Leuwiliang, Desa

Tanjungwangi, Kecamatan Cicalengka, Kabupaten Bandung.KW dapat dicapai lebih kurang 14 km dari Kecamatan Cicalengka, atau sekitar 90 menit berkendara dari Bandung. Jarak dari pintu tol.Jarak dari Tol Pasteur sampai KW adalah 62 kilometer.

B. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Menurut Sugiyono (2011, hlm.61) “populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk mempelajari dan kemudian ditarik


(27)

52

Populasi adalah himpunan individu atau objek yang banyaknya terbatas atau tidak terbatas Tika (2005, hlm.24). Populasi geografi adalah himpunan individu atau objek yang masing-masing mempunyai sifat atau cirri geografi yang sama bisa berbentuk fisik maupun nonfisik.

Populasi dalam penelitian ini adalah Seluruh Kawasan Konservasi Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi

2. Sampel

Menurut Supangat (2010, hlm.4) mengartikan sampel sebagai berikut: sampel adalah bagian dari populasi (contoh), untuk dijadikan sebagai bahan penelaah dengan harapan contoh yang diambil dari populasi tersebut dapat mewakili (representative) terhadap populasinya.Sedangkan Menurut Tika (2005, hlm.24) mengemukakan bahwa sampel adalah bagian dari objek atau individu-individu yang mewakili populasi.

Sampel pada penelitian ini terdiri dari Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah wisatawan dan masyarakat sekitar Pariwisita di Kawasan Konservasi Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi.

Menurut Tika (2005,hlm.29) nonprobability sampling adalah “cara pengambilan sampel dengan tidak member kemungkinan atau kesempatan yang sama bagi setiap unsur untuk dipilih karena tidak diketahui atau dikenal jumlah

populasi sebenarnya”salah satu teknik yang terdapat di dalam nonprobability sampling adalah sampling accidental.Menurut Sugiyono (2008, hlm.85) sampling accidental adalah “teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan/insidental bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel bila dipandang orang yang kebetulan ditemui cocok sebagai sumber data. Endista (2008, hlm.15) mengemukakan sampling accidental adalah “ sampel tidak terencana dan penggamabaran hasil dari pengumpulan data tersebut tidak didasarkan pada suatu metode yang baku. Berdasarkan pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sampling accidental adalah teknik pengambilan sampel berdasarkan kebetulan dan tidak terencana dan sampelnya bisa siapa saja.

Penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yang mendeskripsikan atau menggambarkan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat dan hubungan suatu fenomen yang ada di daerah penelitian.Oleh karena itu,


(28)

53

penelitian deskriptif digunakan untuk menganalisis Potensi Ekowisata di Kawasan Koservasi Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi.

C. Metode Penelitian

Penelitian memerlukan suatu metode untuk memudahkan penulisdalam proses pengumpulan dan menampilkan data hasil penelitian yang dilakukan. Penggunaan metode dalam penelitian begitu penting karena akan berdampak terhadap kebutuhan suatu penelitian.

Penelitian menurut Surachmad dalam Tika (2005, hlm.1) mendefinisikan bahwa penelitian atau penyelidikan sebagai kegiatan ilmiah mengumpulkan pengetahuan baru dari sumber-sumber primer, dengan tekanan tujuan pada penemuan prinsip-prinsip umum, serta mengadakan ramalan generalisasi di luar sampel yang diselidiki.

Metode penelitian menurut Nawawi (dalam Tika 2005, hlm.2) mendefinisikan bahwa metode penelitian adalah ilmu yang memperbincangkan metode-metode ilmiah dalam menggali kebenaran pengetahuan, sedangkan menurut Hadi (dalam Tika 2005,hlm.2) metode penelitian adalah pelajaran yang memperbincangkan metode-metode ilmiah untuk suatu penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.

Menurut Surakhmad (1982, hlm.139) penelitian deskriptif tidak terbatas hanya sampai pada pengumpulan data dan penyusunan data, tetapi meliputi pula analisis dan interpretasi data itu sendiri.Penggunaan metode deskriptif ditujukan untuk menganalisis data yang diperoleh dari penelitian di lapangan.Hal ini tentunya dilakukan atas dasar asumsi bahwa penelitian ini dirancang dengan tujuan mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan status gejala pada saat penelitian dilakukan.

Salah satu hal yang termasuk dalam metode ini adalah proses pengumpulan data. Teknik pengumpulan data dapat ditampilkan dalam bentuk tabel, grafik, daftar, dan peta sehingga analisis dan penafsiran data tersebut memiliki makna dan akhirnya membuat kesimpulan-kesimpulan penelitian yang lebih lanjut. Surakhmad (1982, hlm.139) menyatakan bahwa Metode deskriptif esensinya membandingkan persamaan dan perbedaan fenomena tertentu lalu mengambil studi komparatif atau mengukur sesuatu dimensi seperti dalam berbagai bentuk studi kuantitatif, angket, tes, interview, dan lain-lain atau


(29)

54

mengadakan klasifikasi, ataupun mengadakan penilaian, menetapkan standar (normatif), menetapkan hubungan dan kedudukan (status) satu unsur dengan unsur lain.

Penulis menggunakan metode deskriptif dalam peneltian ini karena metode deskriptif merupakan suatu metode yang tepat dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu setting kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Penulis bermaksud mengidentifikasi Potensi Ekowisata di Kawasan Konservasi Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi.

D. Variable Penelitian

Variabel penelitian menurut Hadi dalam Arikunto (2006, hlm.116) mendefinisikan bahwa variabel merupakan objek penelitian yang bervariasi. Sedangkan menurut Rafi'i (1981, hlm.8) istilah variabel mengandung arti ukuran, sifat atau ciri yang dimiliki oleh anggota-anggota suatu kelompok atau suatu set yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok atau set yang lain. Jadi variabel adalah objek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. Variabel yang digunakan dalam peneltian ini ditampilan pada Tabel III.1 Variabel Penelitian.

Tabel 0.1 Variabel Penelitian

Variabel Sub variabel Indikator

Lingkungan Iklim

Morfologi Hidrologi Flora Fauna

Masyarakat Ekologi

Ekowisata Sosial

Ekonomi

Pendidikan Pengalaman berpariwisata

Pemahaman akan lingkungan

Manajemen Pengelolaan

Sarana dan prasarana Promosi


(30)

55 E. Definisi Operasional

Wardiyanta (2006,hal.13) menyatakan “ definisi operasional adalah suatu informasi ilmiah yang digunakan oleh peneliti untuk mengukur suatu variable

yang merupakan hasil penjabaran dari sebuah konsep.” Selain itu Singarimbun (1987, hlm.46) mengemukakan “definisi operasional adalah unsur penelitian yang

memberitahukan bagaimana caranya mengukur suatu variable.”Jadi definisi

operasial adalah petunjuk dalam mengukur suatu variabel.

Untuk menghindari kesalahan pembaca dalam menafsirkan penelitian yang

berjudul “Potensi Ekowisata di Kawasan Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi” Defisini operasional dalam penelitian ini dimaksudkan untuk menyamakan persepsi dan makna dari istilah-istilah yang perlu diberikan batarasan antara lain :

1. Ekowisata adalah kegiatan wisata yang berbeda dengan wisata pada umumnya karena dalam ekowisata lebih mengedepankan konservasi lingkungan, pendidikan lingkungan, kesejahteraan penduduk local dan menghargai budaya lokal.

2. Konservasi adalah pelestarian atau pelindungan (Kamus Besar Bahasa Indonesia ). Maksud dari konservasi disini adalan konservasi di Kawasan Ta- man Buru Masigit Kerumbi.

3. Taman buru (game park) adalah sebentuk kawasan konservasi yang dipersiapkan selain untuk tujuan pelestarian, juga untuk mengakomodir kebutuhan perburuan satwa. Dengan demikian, kawasan taman buru memang dibangun untuk keperluan perburuan satwa yang sudah ditentukan jenisnya, dan disertai persyaratan-persyaratannya.

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: 1. Observasi

Menurut Narbuko dan Achmadi (2009, hlm.70) “metode observasi adalah alat pengumpul data yang dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat

secara sistematik gejala-gejala yang diselidiki.” Tika (2005, hlm.44) menyatakan

metode observasi adalah “cara dan teknik pengumpulan data dengan melakukan pengamatan dan pecatatan sistematis terhadap gejala atau fenomena yang ada


(31)

56

bahwa metode observasi adalah cara untuk mendapatkan data melalui pengamatan dan pencatatan mengenai fenomena yang terdapat di lokasi penelitian.

2. Wawancara

Menurut Fathoni (2006, hlm.49) “wawancara adalah teknik pengumpulan

data melalui proses tanya jawab lisan yang berlangsung satu arah, artinya pertanyaan datang dari pihak yang mewawancara dan jawaban diberikan oleh

yang diwawancara.” Tika (2005, hlm.49) mengemukakan wawancara adala “metode pengumpulan data dengan cara tanya jawab yang dikerjakan dengan sistematis dan berlandaskan pada tujuan penelitian.” Dapat disimpulkan

wawancara adalah cara untuk mendapatkan data melalui Tanya jawab yang terdiri dari dua orang atau lebih secara langsung dimana dalam proses tersebut dengan tujuan untuk mengambil informasi atau keterangan. Melalui wawancara ini akan diperoleh data mengenai peran pengelola dalam menerapkan prinsip ekowisata, hambatan dalam pelaksanaan prinsip ekowisata dan jumlah pengelola objek wisata.

3. Angket/kuesioner

Menurut Narbuko dan Achmadi (2009, hlm.76) menyatakan “kuesioner

atau angket adalah suatu daftar yang berisikan rangkaian pertanyaan mengenai

suatu masalah atau bidang yang akan diteliti.”Ada pula Usman dan Akbar (2006, hlm.60) menyatakan “angket adalah daftar pertanyaan atau pertanyaan yang dikirimkan kepada responden, baik secara langsung atau tidak langsung.”Jadi, angket adalah sekumpulan pertanyaan yang dipersiapkan peneliti untuk dijawab langsung oleh responden terkait masalah yang sedang diteliti oleh peneliti.

4. Studi literature dan dokumentasi

Fathoni (2006, hlm.112) menyatakan studi dokumentasi adalah teknik pengumpulan data dengan mempelajari catatan-catatan mengenai data pribadi responden, seperti yang dilakukan oleh seorang psikolog dalam meneliti perkembangan seorang klien melalui catatan pribadinya. Usman dan akbar (2006, hlm.73) menyatakan studi dokumentasi adalah pengumpulan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen. Studi dokumentasi dapt diartikan teknik pengumpulan data yang diambil dari berbagai sumber data seperti dokumen, buku, catatan dan lain-lain.


(32)

57 G. Instrument Penelitian

Untuk mengumpulkan data penelitian ini, instrument penelitian yang akan digunakan diantaranya adalah kamera digital untuk merekam gambar dan suara dari objek penelitian dan juga informan. Instrumen lain yang akan digunakan adalah pedoman wawancara (interview guideline) dan angket. Pedoman wawancara dan angket ini digunakan untuk mengetahui potensi ekowisata.Pelaksanaan kegiatan atraksi wisata menurut pengelola maupun pengunjung yang datang ke tempat tersebut. Kekuatan dan kelemahan dari atraksi wisata yang ada di Kawasan taman Buru Gunung Masigit Kareumbi. Sehingga ketika telah terkumpul semua data yang dibutuhkan dapat di analisis dan diberi perbaikan jika perlu ada yang di benahi guna meningkatkan kualitas Kawasan taman Buru Gunung Masigit Kareumbi.

H. Alat Pengumpulan Data

Peralatan yang dibutuhkan untuk membantu dalam pengumpulan data di dalam penelitian ini adalah :

1. Peta Dasar

a. Peta rupabumi

b. Peta Kawasan taman Buru Gunung Masigit Kareumbi. 2. Kamera Digital, untuk mendokumentasikan kegiatan di lapangan 3. Alat Tulis, untuk mencatat hasil penelitian lapangan

4. Pedoman Wawancara, sebagai acuan untuk melakukan kegiatan wawancara dengan obyek penelitian.

I. Teknik Pengolahan Data

Data-data yang telah dikumpulkan oleh peneliti, maka langkah selanjutnya yaitu dianalisis.Pengolahan data yang dimaksudkan yaitu mengubah data yang bersifat mentah menjadi data yang lebih halus sehingga mudah dipahami oleh pembaca. Lamgkah-lvangkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Tahap Persiapan

Langkah ini dilakukan dalam rangka mempersiapkan data yangtelah didapatkan di lapangan untuk di olah lebih lanjut.Pengecekan kembali data merupakan langkah awal dalam tahap persiapan. Setelah dilakukan pengecekan


(33)

58

ulang, selanjutnya menyusun data-data dengan rapi sehingga dapat memudahkan peneliti untuk memilih data yang akan digunakan.

a. Editing

Langkah ini dilakukan untuk memilahkan serta memisahkan mana data yang dianggap relavan dengan masalah penelitian yang sedang dilakukan atau tidak relevan. Tujuan lain dari editing yaitu untuk menghilangkan kemungkinan kesalahan-kesalahan yang terdapat pada administratif di lapangan serta bersifat evaluasi dan koreksi.

b. Coding

Langkah ini dilakukan setelah tahap editing.Coding lebih bersifat mengklasifikasikan jawaban dari para responden yang telah diambil maupun informasi yang didapatkan berdasarkan berbagai kategori untuk dilakukannya proses analisis.

c. Skoring

Skoring merupakan langkah dalam proses penentuan skor atas setiap jaw- aban dari setiap responden yang dijadikan sampel dari penelitian serta dilakukan dengan membuat beberapa klasifikasi yang cocok tergantung terhadap pemahaman dari responden.

d. Tabulasi Data

Tabulasi data merupakan langkah yang dilakukan setelah tahap editing serta coding.Tabulasi data dilakukan dengan melakukan penyusunan data dan analisis data ke dalam bentuk Tabel dengan kategori yang telah ditentukan.Skala Likert merupakan salah sati metode analisis data yang digunakan dalam melakukan tabulasi data.

e. Interpretasi Data

Langkah ini dilakukan dalam rangka mendeskripsikan data yang telah diperoleh yang telah melalui beberapa tahap seperti tahap editing, coding, scoring untuk pada akhirnya di tabulasikan serta di analisis untuk memberikan gambaran terhadap data atau informasi yang didapat dari para responden yang dijadikan sampel penelitian.

J. Teknik Analisis Data


(34)

59 a. Pengharkatan (scoring)

Pengharkatan (scoring) merupakan teknik analisis data kuantitatif yang digunakan untuk memberikan nilai pada masing-masing karakteristik parameter dari sub-sub variabel agar dapat dihitung nilainya.

Parameter dari variabel yang dapat dinilai meliputi iklim, penggunaan lahan, jenis tanah, struktur geologi, gidrologi, fasilitas wisata, aksesibilitas, respon dan partisipasi masyarakat. Peringkat masing-masing parameter dari sub variabel diturunkan dalam beberapa kategori yaitu :

1. Harkat nilai tertinggi untuk parameter yang memenuhi semua criteria yang dijadikan indicator

2. Harkat nilai terendah untuk parameter yang kurang memenuhi kriteria.

Teknik pengolahan data dalam penelitian ini adalah dengan metode kuantitatif dan metode kualitatif yang digunakan untuk memberikan nilai pada masing-masing karakteristik parameter pada sub-sub variabel agar dapat dihitung nilainya berdasarkan kategori yaitu 5 untuk kelas sangat baik, nilai 4 untuk kelas baik, nilai 3 untuk kelas sedang, nilai 2 untuk kelas kurang baik , nilai 1 untuk kelas buruk.

1. Pengharkatan untuk Aspek Fisik

Pengharkatan pada aspek fisik bertujuan untuk melihat nilai atau harkat pada faktor fisik yang menjadi variabel dalam penelitian ini dan dianggap meunjang pengembangan ekowisata yang menyangkut kondisi alam. Perharkatan untuk aspek fisik seperti iklim yang terdiri dari suhu, curah hujan dan keadaan pencemaran udara dan morfologi yang terdiri dari bentuk lahan dan tutupan vegetasi dapat dilihat pada pada Tabel III.2, III.3, III.4, III.5, III.6, . Sedangkan Hidrologis yang terdiri dari kualitas air, jarak sumber air dari daya tarik wisata dapat dilihat pada Tabel III.7, III.8.

a) Iklim

Tabel 0.2

Harkat Kelas dan Kriteria Pengharkatan Suhu

Harkat Kelas Kriteria(0C)

5 Sangat Baik 28-30

4 Baik 25-27

3 Cukup 22-24


(35)

60

1 Sangat Kurang <20

Sumber: Diadaptasi dari beberapa sumber Tahun 2014

Tabel 0.3

Harkat Kelas dan Kriteria Pengharkatan Curah Hujan

Harkat Kelas Kriteria (mm)

5 Sangat Baik 1.001-1.500

4 Baik 1.501-2.000

3 Cukup 2.001-2500

2 Kurang Baik 2.501-3.000

1 Sangat Kurang 3.000-3.500

Sumber: Diadaptasi dari beberapa sumber Tahun 2014 Tabel 0.4

Harkat Kelas dan Kriteria Pengharkatan Pencemaran Udara Harkat Kelas Kriteria

5 Sangat Baik Tidak terjadi pencemaran

4 Baik Terjadi pencemaran yang disebabkan oleh salah satu polusi ((alam (kebakaran hutan), industri (limbah indutri textil), sampah (anorganik dalam jumlah besar),

kebisingan(kendaraan bermotor))

3 Cukup Terjadi pencemaran yang disebabkan oleh 2 polusi ((alam (kebakaran hutan), industri (limbah indutri textil), sampah (anorganik dalam jumlah besar),

kebisingan(kendaraan bermotor))

2 Kurang Terjadi pencemaran yang disebabkan oleh 3 polusi ((alam (kebakaran hutan), industri (limbah indutri textil), sampah (anorganik dalam jumlah besar),

kebisingan(kendaraan bermotor)) 1 Sangat

Kurang

Terjadi pencemaran yang disebabkan oleh 4 polusi ((alam (kebakaran hutan), industri (limbah indutri textil), sampah (anorganik dalam jumlah besar),

kebisingan(kendaraan bermotor)) Sumber: Diadaptasi dari beberapa sumber Tahun 2014

b) Morfologi

Tabel 0.5

Harkat Kelas dan Kriteria Pengharkatan Bentuk Lahan Harkat Kelas Kriteria

5 Sangat Baik Hutan yang berada di bawah lereng gunung

4 Baik Berada dibawah lereng gunung dan kaki perbukitan 3 Cukup Bentuk lahan berada dibawah kaki perbukitan 2 Kurang Bentuk lahan berupa dataran alluvial

1 Sangat

Kurang

Bentuk daratan berupa daratan alluvial , orientasi pegunungan


(36)

61 Tabel 0.6

Harkat Kelas dan Kriteria Tutupan Vegetasi Harkat Kelas Kriteria

5 Sangat Baik Jenis flora hutan (Pepohonan dan semak), yang sangat luas sehingga sinar matahari tidak dapat menembus tanah)

4 Baik Jenis flora hutan (Pepohonan dan semak), yang luas sehingga sinar matahari dapat menembus tanah namun hanya sedikit)

3 Cukup Jenis flora yang cukup luas sehingga sinar matahari dapat menembus tanah

2 Kurang Jenis flora rumput dan pohon-pohon kecil yang tidak luas dan matahari dapat menembus tanah secara langsung

1 Sangat

Kurang

Tidak ada flora

Sumber: Diadaptasi dari beberapa sumber Tahun 2014

c) Hidrologis

Tabel 0.7

Harkat kelas dan Kriteria Kualitas Air Harkat Kelas Kriteria

5 Sangat Baik Kualitas air sangat baik yaitu air yang bersih tanpa ada pencemaran yang dapat digunakan untuk air minum secara langsung tanpa diolah dulu

4 Baik Kualitas air baku yang bersih baik untuk minum, rumah tangga dan dapat dimanfaatkan untuk keperluan lain

3 Cukup Kualitas air yang baik namun warna air kencerung kecoklatan dapat digunakan untuk keperluan perikanan dan peternakan dan dapat dimanfaatkan untuk keperluan lainnya

2 Kurang Kualitas air yang baik namun warna air coklat untuk keperluan pertanian dan dapat dimanfaatkan untuk usaha perkotaan, industri dan tenaga listrik

1 Sangat

Kurang

Kualitas air yang tidak dapat digunakan untuk membantu kebutuhan sehari-hari

Sumber: Diadaptasi dari beberapa sumber Tahun 2014

Tabel 0.8

Harkat kelas dan Kriteria Jarak Sumber Air dari Daya Tarik Wisata Harkat Kelas Kriteria

5 Sangat baik 0-3 km

4 Baik 3,1-5 km

3 Cukup 5,1-7 km


(37)

62

1 Sangat kurang Lebih dari 11 km Sumber: Diadaptasi dari beberapa sumber Tahun 2014

2. Pengharkatan untuk Aspek Aksesibiltas

Ada beberapa halyang mempengaruhi aksesibilitas suatu tempat yaitu jenis jalan, kondisi jalan, waktu tempuh, transportasi dan tarif angkutan.Semakin baik aksesibiltas suatu objek wisata, wisatawan yang berkunjung dapat semakin banyak jumlahnya. Sebaiknya, jika aksesibilitasnya kurang baik, wisatawan akan merasa berbagai hambatan dalam kunjungan yang dilakukan. Pengharkatan untuk aspek aksesibilitas meliputi jenis jalan, waktu tempuh, kondisi jalan, dan jenis transfortasi yang dapat dilihat pada Tabel 3.9, 3.10, 3.11, 3.12

d) Aksesibilitas

Tabel 0.9

Harkat kelas dan Kriteria Jenis Jalan Harkat Kelas Kriteria

5 Sangat baik Jalan arteri primer dengan lebar badan jalan tidak kurang dri 8 meter

4 Baik Jalan kolektor didesain dengan lebar badan jalan tidak kurang dari 7 meter

3 Sedang Jalan loka primer didesain dengan lebar badan jalan tidak kurang dari 6 meter

2 Kurang Jalan lokal didesain dengan lebar badan jalan tidak kurang dari 3,5 meter

1 Sangat kurang Jalan tanah

Sumber: Diadaptasi dari beberapa sumber Tahun 2014

Tabel 0.10

Harkat Kelas dan Kriteria Waktu Tempuh Harkat Kelas Kriteria

5 Sangat baik Laju kendaraan dengan kecepatan sangat tinggi (minimum 100km/jam)

4 Baik Laju kendaraan dengan kecepatan tinggi (minimum 80km/jam)

3 Sedang Laju kendaraan dengan kecepatan sedang (60km/jam) 2 Kurang Laju kendaraan dengan kecepatan lambat (20km/jam)

1 Sangat

kurang

Laju kendaraan dengan kecepatan sangat lambat (20km/jam)

Sumber: Diadaptasi dari beberapa sumber Tahun 2014

Tabel 0.11

Harkat Kelas dan Kriteria Kondisi Jalan Harkat Kelas Kriteria

5 Sangat baik Jalan beraspal dengan kondisi sangat baik, tidak bergelombang dan dapat dilalui dengan berbagi


(38)

63 jenis kendaraan

4 Baik Jalan beraspal dengan kondisi baik dan dapat dilalui kendaraan roda empat tanpa adanya kesulitan 3 Cukup Jalan beraspal dengan kondisi bergelombang dan

sedikit berlubang, terbatas untuk kendaran roda empat

2 Kurang baik Jalan perkerasan atau jalan aspal yang telah mengalami kerusakan sehingga menghambat perjalanan

1 Sangat kurang Jalan dengan kondisi sangat rusak dan sulit dilalui Sumber: Diadaptasi dari beberapa sumber Tahun 2014

Tabel 0.12

Harkat Kelas dan Kriteria Transportasi (Angkutan Umum)

Harkat Kelas Kriteria

5 Sangat baik Tersedia angkutan yang dapat membawa wisatawan dengan mudah dan dengan harga yang terjangkau serta kondisi kendaraan yang memadai

4 Baik Tersedia angkutan yang dapat membawa wisatwan dengan mudah dan dengan harga yang terjangkau dengan kondisi kendaraan kurang memadai

3 Cukup baik Tersedia angkutan yang dapat membawa wisatawan, tidak terdapat jadwal yang jelas dan ongkos yang relatif mahal dengan kondisi kendaraan yang tidak memadai

2 Kurang baik Tersedia angkutan dengan kondisi tidak memadai dan sulit untuk ditemukan juga dengan harga yang relatif mahal 1 Sangat kurang Tidak terdapat kendaraan

Sumber: Diadaptasi dari beberapa sumber Tahun 2014

e) Sarana dan Prasarana

Kategori yang diberikan untuk pengharkatan sarana dan prasana ini adalah 5 untuk nilai tertinggi dengan kelas sangat memadai, 4 untuk kelas memadai, 3 untuk kelas sedang, 2 untuk kelas kurang memadai, dan 1 untuk kelas sangat tidak memadai. Pengharkatan aspek sarana dan prasarana meliputi akomodasi, rumah makan, fasilitas kebersihan, sarana kesehatan, tempat ibadah, dan tempat parkir yang dapat dilihat pada tabel III.13, III.14, III.15, III.16, III.17, III.18.

Tabel 0.13

Harkat Kelas dan Kriteria Pengahrakatan Akomodasi Harkat Kelas Kriteria

5 Sangat memadai

Terdapat hotel berbintang 1s/d 5 dengan kualitas pelayanan dan fasilitas yang ilengkap

4 Memadai Terdapat hotel non bintang 1 s/d 5 dengan kualitas pelayanan dan fasilitas setara hotel berbintang 1 s/d 3 3 Cukup Tersedia penginapan, mess, wisma, guess house


(39)

64 berbintang

2 Kurang Tersedia penginapan dengan fasilitas kurang memadai

1 Sangat Kurang Tidak tersedia penginapan Sumber : Diadaptasi dari beberapa sumber tahun 2014

Tabel 0.14

Harkat Kelas dan Kriteria Pengaharkatan Restoran/Rumah Makan

Harkat Kelas Kriteria

5 Sangat memadai Tersedia restoran dengan fasilitas lengkap dan ditunjang oleh karyawan yang propesional dibidang restoran

4 Memadai Tersedia restoran dengan fasilitas dan karyawan yang memadai

3 Sedang Tersedia rumah makan dengan fasilitas dan pelayanan setingkat restoran

2 Kurang memadai Tersedia rumah makan dengan fasilitas kurang memadai

1 Sangat tidak memadai Tersedia rumah makan dengan fasilitas dan pelayanan kurang memadai

Sumber : Diadaptasi dari beberapa sumber Tahun 2014 Tabel 0.15

Harkat Kelas dan Kriteria Fasilitas Kebersihan

Harkat Kelas Kriteria

5 Sangat memadai Tersedia fasilitas kebersihan di lokasi dengan jarak sangat dekat dengan kondisi yang memadai

4 Memadai Tersedia di lokasi. Jarak dekat dengan kondisi memadai

3 Sedang Tersedia di sekitar lokasi, jarak cukup jauh, dengan kondisi yang cukup memadai 2 Kurang memadai Tersedia di sekitar lokasi, jarak cukup

jauh,dengan kondisi yang tidak memadai 1 Sangat tidak memadai Tidak tersedia fasilitas kebersihan

Sumber : Diadaptasi dari beberapa sumber Tahun 2014

Tabel 0.16

Harkat Kelas dan Kriteria Sarana Kesehatan

Harkat Kelas Kriteria

5 Sangat memadai Tersedia di lokasi, jarak sangat dekat dengan kualitas dan pelayan sangat lengakap

4 Memadai Tersedia di lokasi, jarak dekat dengan kualitas dan pelayanan cukup lengkap

3 Sedang Tersedia di sekitar lokasi, jarak cukup jauh, kualitas dan pelayanan cukup lengakap 2 Kurang memadai Tersedia di sekitar lokasi, jarak cukup jauh,


(40)

65

1 Sangat tidak memadai Tidak tersedia sarana kesehatan Sumber : Diadaptasi dari beberapa sumber Tahun 2014

Tabel 0.17

Harkat Kelas dan Kriteria Tempat Ibadah

Harkat Kelas Kriteria

5 Sangat memadai Tersedia dilokasi, dengan fasilitas dan kondisi yang sangat layak untuk digunakan

4 Memadai Tersedia dilokasi, dengan fasilitas dan kondisi yang layak untuk digunakam

3 Sedang Tersedia di sekitar lokasi, dengan fasilitas dan kondisi yang kurang memadai

2 Kurang memadai Tersedia di sekitar lokasi dengan fasilitas yang tidak memadai

1 Sangat tidak memadai Tidak tersedia sama sekali Sumber : Diadaptasi dari beberapa sumber Tahun 2014

Tabel 0.18

Harkat Kelas dan Kriteria Tempat Parkir

Sumber : Diadaptasi dari beberapa sumber Tahun 2014

Dalam penelitian ini ditentukan bobot terbesar untuk aspek fisik adalah 35 dan terkecil adalah 7.Bobot terbesar untuk aspek aksesibilitas adalah 20 dan terkecil 4.Bobot terbesar untuk aspek sarana dan prasarana adalah 30 dan terkecil adalah 6.Nilai tiap criteria dalam penelitian ini ditetapkan dengan scoring.Skor terendah untuk keseluruhan aspek yaitu 1 dan tertinggi 5.Sedangkan skor berkisar antara 1 sampai 5 dimana besarnya nilai masing-masing kriteria merupakan jumlah dari nilai tiap-tiap parameter yang berkaitan.

Setelah dilalukan pengharkatan terhadap potensi kawasan langkah berikutnya adalah melalakukan analisis terhadap pengembangan kawasan yang berpatokan pada harkat dan parameter-parameter yang telah ditentukan. Analisis ini untuk mengetahui seberapa besar potensi yang adal di Kawasan Konservasi

Harkat Kelas Kriteria

5 Sangat memadai Tersedia di lokasi, dengan fasilitas dan kondisi yang sangat layak untuk digunakan 4 Memadai Tersedia di lokasi, dengan fasilitas dan

kondisi baik yang layak untuk digunakan 3 Sedang Tersedia di sekitar lokasi, dengan fasilitas

dan kondisi yang kurang memadai

2 Kurang memadai Tersedia di sekitar lokasi yang tidak memadai 1 Sangat tidak memadai Tidak tersedia sama sekali


(41)

66

Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi sehingga dapat dilakukan pengembangan dan pengelolaan dengan ketentuan kelas sebagai berikut :

Kelas I : Potensi tinggi/sangat menunjang Kelas II : Potensi sedang/menunjang

Kelas III : Potensi rendah/kurang menunjang Kelas IV : Tidak menunjang

Tabel III.19, III.20 dan III.21 berikut merupakan nilai kesesuaian lahan untuk potensi fisik, aksesibilitas dan sarana prasarana.

Tabel 0.19

Nilai Kesesuaian Ekowisata Untuk Aspek Fisik No Parameter

Terendah Tertinggi

Nilai Skor Nilai Skor

1 Suhu 1 7 5 35

2 Curah Hujan 1 7 5 35

3 Kebersihan Udara 1 7 5 35

4 Bentuk Lahan 1 7 5 35

5 Tutupan Vegetasi 1 7 5 35

6 Kualitas Air 1 7 5 35

7 Jarak Sumber Air 1 7 5 35

Sumber : Hasil Pengolahan (2014)

Tabel 0.20

Nilai Kesesuaian Ekowisata Untuk Aspek Aksesibilitas

No Parameter Terendah Tertinggi

Nilai Skor Nilai Skor

1 Jenis Jalan 1 4 5 20

2 Waktu Tempuh 1 4 5 20

3 Jarak Tempuh 1 4 5 20

4 Transportasi 1 4 5 20

Sumber : Hasil Pengolahan 2014

Tabel 0.21

Nilai Kesesuaian Ekowisata Untuk Aspek Saran dan Prasarana

No Parameter Terendah Tertinggi

Nilai Skor Nilai Skor

1 Akomodasi 1 6 5 30

2 Rumah Makan/Restoran 1 6 5 30

3 Sarana Kebersihan 1 6 5 30

4 Sarana Kesehatan 1 6 5 30

5 Tempat Peribadatan 1 6 5 30

6 Tempat Parkir 1 6 5 30


(42)

67

Penentuan kelas potensi dukungan terhadap pengembangan ekowisata dilakukan dengan menentukan panjang interval dari hasil perhitungan skor masing-masing variabel dengan menggunakan rumus interval yang dikemukakan oleh Subana,dkk (2000,hal.40).

P =

P : Panjang Interval R : Rentang Jangkauan K : Banyaknya Kelas

Berdasarkan rumus interval tersebut kemudian ditentukan kelas-kelas potensi dukungan dengan ketentuan sebagaimana digambarkan pada Tabel 3.22 berikut :

Tabel 0.22

Penilaian Potensi Fisik yang menunjang Potensi Ekowisata

Kelas Tingkat penilaian Potensi

Jenjang Rata-rata Kelas

Pemerian

I Sangat Menunjang 29-35 Suatu kawasan yang sangat tinggi potensi dukungan terhadap ekowisata berdasarkan parameter-parameter yang sudah ditetapkan II Menunjang 22-28 Suatu kawasan yang tinggi potensi dukungan

terhadap ekowisata berdasarkan parameter-parameter yang sudah ditetapkan

III Kurang menunjang 15-21 Suatu kawasan yang kurang potensi dukungan terhadap ekowisata berdasarkan parameter-parameter yang sudah ditetapkan

IV Tidak menunjang 7-14 Suatu kawasan yang tidak terdapat potensi dukungan terhadap ekowisata berdasarkan parameter-parameter yang sudah ditetapkan

Sumber : Hasil Pengolahan 2014

Tabel 0.23

Penilaian Aksesibilitas yang Menunjang Potensi Ekowisata

Kelas Tingkat penilaian Potensi

Jenjang Rata-rata Kelas

Pemerian

I Sangat Menunjang 29-35 Suatu kawasan yang sangat tinggi potensi dukungan terhadap ekowisata berdasarkan parameter-parameter yang sudah ditetapkan II Menunjang 22-28 Suatu kawasan yang tinggi potensi dukungan

terhadap ekowisata berdasarkan parameter-parameter yang sudah ditetapkan

III Kurang menunjang 15-21 Suatu kawasan yang kurang potensi dukungan terhadap ekowisata berdasarkan parameter-parameter yang sudah ditetapkan

IV Tidak menunjang 14-Jul Suatu kawasan yang tidak terdapat potensi dukungan terhadap ekowisata berdasarkan parameter-parameter yang sudah ditetapkan


(43)

68 Tabel 0.24

Penilaian Sarana dan Prasarana yang Menunjang Potensi Ekowisata

Kelas Tingakat Penilaian Potensi

Jenjang Rata-rata Kelas

Pemerian

I Sangat Menunjang 25-30 Suatu kawasan yang sangat tinggi potensi dukungan sarana dan prasarana terhadap ekowisata berdasarkan parameter

II Menunjang 19-24 Suatu kawasan yang tinggi potensi dukungan sarana dan prasarana terhadap ekowisata berdasarkan parameter

III Kurang Menunjang 13-18 Suatu kawasan yang kurang potensi dukungan sarana dan prasarana terhadap ekowisata berdasarkan parameter

IV Tidak Menunjang 6-12 Suatu kawasan yang tidak terdapat potensi dukungan sarana dan prasarana terhadap ekowisata berdasarkan parameter

Sumber : Hasil Pengolahan 2014

Tabel 0.25

Penilaian Potensi Fisik, Aksesibilitas, dan Sarana Prasarana yang Menunjang Pontesi Ekowisata

Kelas Tingkat Penilaian Potensi

Jenjang rata-rata Kelas

Pemerian

I Sangat Menunjang 83-100 Suatu daya tarik yang sangat menujang potensi fisik, aksesibilitas dan sarana prasarana yang menunjang terhadap pengembangan ekowisata berdasarkan parameter

II Menunjang 63-80 Suatu daya tarik yang menujang potensi fisik, aksesibilitas dan sarana prasarana yang menunjang terhadap pengembangan ekowisata berdasarkan parameter

III Kurang menunjan 43-60 Suatu daya tarik yang kurang menujang potensi fisik, aksesibilitas dan sarana prasarana yang menunjang terhadap pengembangan ekowisata berdasarkan parameter

IV Tidak Menunjang 20-40 Suatu daya tarik yang tidak menujang potensi fisik, aksesibilitas dan sarana prasarana yang menunjang terhadap pengembangan ekowisata berdasarkan parameter-parameter yang ditetapkan


(1)

68 Tabel 0.24

Penilaian Sarana dan Prasarana yang Menunjang Potensi Ekowisata

Kelas Tingakat Penilaian Potensi

Jenjang Rata-rata Kelas

Pemerian

I Sangat Menunjang 25-30 Suatu kawasan yang sangat tinggi potensi dukungan sarana dan prasarana terhadap ekowisata berdasarkan parameter

II Menunjang 19-24 Suatu kawasan yang tinggi potensi dukungan sarana dan prasarana terhadap ekowisata berdasarkan parameter

III Kurang Menunjang 13-18 Suatu kawasan yang kurang potensi dukungan sarana dan prasarana terhadap ekowisata berdasarkan parameter

IV Tidak Menunjang 6-12 Suatu kawasan yang tidak terdapat potensi dukungan sarana dan prasarana terhadap ekowisata berdasarkan parameter Sumber : Hasil Pengolahan 2014

Tabel 0.25

Penilaian Potensi Fisik, Aksesibilitas, dan Sarana Prasarana yang Menunjang Pontesi Ekowisata

Kelas Tingkat Penilaian Potensi

Jenjang rata-rata Kelas

Pemerian

I Sangat Menunjang 83-100 Suatu daya tarik yang sangat menujang potensi fisik, aksesibilitas dan sarana prasarana yang menunjang terhadap pengembangan ekowisata berdasarkan parameter

II Menunjang 63-80 Suatu daya tarik yang menujang potensi fisik, aksesibilitas dan sarana prasarana yang menunjang terhadap pengembangan ekowisata berdasarkan parameter

III Kurang menunjan 43-60 Suatu daya tarik yang kurang menujang potensi fisik, aksesibilitas dan sarana prasarana yang menunjang terhadap pengembangan ekowisata berdasarkan parameter

IV Tidak Menunjang 20-40 Suatu daya tarik yang tidak menujang potensi fisik, aksesibilitas dan sarana prasarana yang menunjang terhadap pengembangan ekowisata berdasarkan parameter-parameter yang ditetapkan


(2)

Marina Bela Norika, 2014

POTENSI EKOWISATA DI KAWASAN TAMAN BURU GUNUNG MASIGIT KAREUMBI

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB I

KESIMPULAN DAN SARAN

Berlandaskan pada hasil penelitian dan pembahasan mengenai “Potensi Ekowisata di Kawasan Konservasi Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi” maka

penulis akan mengemukakan beberapa kesimpulan dan rekomendasi mengenai hasil penelitian yang telah dilakukan.

A. Kesimpulan

1. Potensi Ekowisata di Kawasan Konservasi Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi

a. Potensi Fisik

Bedasarkan hasil pembobotan potensi fisik di Kawasan Konservasi Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi, total bobot teringgi untuk potensi fisik ada pada daya tarik wisata Wali Pohon adalah 203 dengan rata-rata 29.Dan dengan jumlah ini termasuk kedalam kategori potensi tinggi atau sangat menunjang. Posisi kedua ada pada daya tarik wisata Hutan Buru memiliki bobot 198 dengan rata-rata 28 yang tergolong kedalam kategori potensi sedang atau menunjang. Pada posisi ketiga ada pada daya tarim wisata Outbond memiliki bobot 182 dengan rata-rata 26 yang tergolong dalam kategori potensi sedang atau menunjang. Pada posisi ke empat ada pada daya tarik wisata Rumah pohon memiliki jumlah bobot 175 dengan rata-rata 25 yang tergolong kedalam kategori potensi sedang atau menunjang. Pada posisi kelima ada pada daya tarik wisata Camping Ground memiliki bobot 161 dengan rata-rata 23 yang tergolong dalam kategori potensi sedang atau menunjang. Pada posisi ke enam ada pada daya tarik wisata Penangkaran rusa memiliki bobot 154 dengan rata-rata 22 yang tergolong dalam kategori potensi sedang atau menunjang.

b. Potensi Aksesibilitas

Berdasarkan hasil pembobotan potensi aksesibilitas ekowisata di Kawasan Konservasi Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi, total bobot tertinggi potensi aksesibilitas ada pada daya tarik wisata wali pohon adalah 32 dengan rata-rata 8 yaitu tergolong dalam kategori tidak menunjang. Rumah pohon memiliki bobot


(3)

Marina Bela Norika, 2014

POTENSI EKOWISATA DI KAWASAN TAMAN BURU GUNUNG MASIGIT KAREUMBI

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

32 dengan rata-rata yaitu 8 tergolong dalam kategori tidak menunjang.Hutan Buru memiliki bobot 16 dengan rata-rata 4 tergolong dalam kategori tidak menunjang.Camping ground memiliki bobot 32 dengan rata-rata 8 tergolong dalam ketegori tidak menunjang. Penangkaran rusa memiliki bobot 32 dengan rat-rata 8 tergolong kategori tidak menunjang begitu juga dengan outbond yang memiliki bobot 32 dengan rata-rata 8 tergolong dalam kategori tidak menunjang.

c. Potensi Sarana dan Prasarana

Total bobot saran dan prasarana untuk daya tarik Wali pohon adalah 78 dengan rata-rata 13 yang tergolong dalam kategori kurang menunjang. Rumah pohon adalah 78 dengan rata-rata 13 yang tergolong dalam kategori kurang menunjang.Hutan Buru adalah 78 dengan rata-rata 13 yang tergolong dalam kategori kurang menunjang.Camping Ground adalah 78 denga rata-rata 13 yang tergolong dalam kategori kurang menunjang.Penangkaran Rusa adalah 78 dengan rata-rata 13 yang tergolong dalam kategori kurang menunjang. Outbond adalah 78 dengan rata-rata 13 yang tergolong dalam kategori kurang menunjang.

2. Zonasi Ekowisata di Kawasan Konservasi Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi

Terdapat empat zonasi yang berdasarkan pemikiran dari Choy (1998, hlm 183) mengenai zonasi ekowisata dibedakan dalam empat zonasi yaitu zona inti, zona penyangga, zona pelayanan dan zona pengembangan.

a. Zona Inti : dimana atraksi/daya tarik wisata utama ekowisata.

b. Zona Antara (Buffer Zone) : dimana kekuatan daya tarik ekowisata dipertahankan sebagai ciri-ciri dan karakteristik ekowisata yaitu mendasarkan lingkungan sebagai yang harus dihindari dari pembangunan dan pengembangan unsur-unsur teknologi lain yang akan merusak dan menurunkan daya dukung lingkungan dan tidak sepadan dengan ekowisata. c. Zona Pelayanan : wilayah yang dapat dikembangkan berbagai fasilitas yang

dibutuhkan wisatawan, sepadan dengan kebutuhan ekowisat

d. Zona Pengembangan : areal dimana berfungsi sebagai lokasi budidaya dan penelitian pengembangan ekowisata.


(4)

Marina Bela Norika, 2014

POTENSI EKOWISATA DI KAWASAN TAMAN BURU GUNUNG MASIGIT KAREUMBI

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Keempat zonasi dituangkan dalam bentuk Peta Zonasi Kawasan Konservasi Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi.

3. Upaya Pengelola agar tidak terjadi kepunahan bagi flora dan fauna yang ada di Kawasan Konservasi Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi

Pengelola membuat program wali pohon yang berguna untuk penanaman kembali hutan yang ada di Kawasan Konservasi Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi dan Pengelola membuat penangkaran Rusa untuk menjaga habibat rusa, serta mengembangbiakan rusa dimana rusa tersebut akan dijadikan hewan buru, dan bila hutan buru telah terlaksana ekosistem di dalam hutan tidak akan tergantunggu.

B. Rekomendasi

Adapun rekomendasi yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Dalam pengembangannya Kawasan Konservasi Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi telah cukup berkembang, namun kurang didukung oleh aksesibilitas serta sarana dan prasana yang menyulitkan wisatawan sehingga perlu adanya perbaikan aksesibilitas dan sarana prasarana untuk memudahkan wisatawan.

b. Meningkatkan upaya promosi dengan menggunakan media yang lebih efektif c. Penambahan jumlah sumber daya manusia yang ahli dan professional dalam

bidang ekowisata

d. Memperbaiki hubungan dengan pemerintah setempat agar tidak terjadi kesewewenang-wewenangan dalam pengembangan Kawasan

e. Menambah daya tarik wisata, diadakannya tiket masuk kawasan, adanya program pemberian makan rusa untuk wisatawasan agar menarik perhatian wisatawan yang lebih besar


(5)

Marina Bela Norika, 2014

POTENSI EKOWISATA DI KAWASAN TAMAN BURU GUNUNG MASIGIT KAREUMBI

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachmat, Idris dan Enok Maryani.(1998). Geografi Ekonomi. Bandung: Jurusan pendidikan Geografi. FPIPS IKIP

Arikunto, S.(2009). Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta

Damanik, Janianton. & Weber, H. F. (2006). Perencanaan Ekowisata, Dari teori ke Aplikasi. Yogyakarta : Andi

Endista, Amiyella. (2008). Teknik Pengambilan Sampel.[Online]. Tersedia:http://berandakami.wordpress.com [3 Februari 2014]

Fathoni, Abdurrahmat. (2006). Metodelogi Penelitian dan Teknik Penyusan Skripsi. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Hakim, Luchman.(2004). Dasar-dasar Ekowisata.Malang : Bayumedia Publishing Maryani, E (2009). Dimensi Geografi Dalam Kepariwisataan Dan Relevansinya Dengan Dunia Pendidikan. Bandung. UPI

Narbuko, Cholid. & Achmadi, Abu. (2009). Metode Penelitian. Jakarta: Sinar Grafika Offset

Nugroho, Iwan. (2011). Ekowisata dan Pembangunan Berkelanjutan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Pendit, N (2002) Ilmu Pariwisata. Jakarta: Pradnya Paramira

Pendit,S Nyoman. (2003). Ilmu Pariwisata Sebuah Pengantar Perdana.Jakarta : PT. Pradnya Paramita

Pitana, I Gede.& Diarta, I Ketut Surya.(2009). Pengantar Ilmu Pariwisata. Yogyakarta: Andi

Sasmaya.(2012) Pengembangan Ekowisata Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi melalui Pendekatan Sumber Daya Alam. Pada jurusan Management Resort and Leisure FPIPS UPI: Tidak diterbitkan


(6)

Marina Bela Norika, 2014

POTENSI EKOWISATA DI KAWASAN TAMAN BURU GUNUNG MASIGIT KAREUMBI

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Sastrayuda, Gumelar. (2010). Strategi Pengembangan dan Pengelolaan Resort and Leisure .Hand Out pada Mata Kuliah Konsep Resort.Manajemen Resort dan Leisure FPIPS UPI Bandung.

Sembiring. (2000) Masalah Ekowisata di Indonesia.[Online]. Tersedia di: http://library.usu.ac.id/download/fp/hutan-iskandar2.pdf. Diakses 15 Juli 2014 Sugiyono.(2009). Metode Penelitian Pendidikan. Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta

Tika, M.Pabundu. (2005). Metode Penelitian Geografi. Jakarta: Bumi Aksara Usman, Husaini. Akbar, Purnomo Setady. (2006). Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: PT Bumi Aksara

Wardiyanta.(2006). Metode Penelitian Pariwisata. Yogyakarta: Andi

Yoeti, A Oka (1996). Pemasaran Pariwisata. Jakarta : PT. Pradnya Paramita Yoeti, A Oka (2006). Tours and Travel.Jakarta : PT. Pradnya Paramita

Yoeti, A Oka (2008). Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata.Jakarta : PT. Pradnya Paramita

Yoeti, Oka A, (1990). Perencanaan Dalam Pengembangan Pariwisata. Jakarta: PT. Pradnya Paramita