Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik.

(1)

diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Fisika

oleh Aryanti Lestari

NIM 1000327

JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


(2)

Pada Pokok Bahasan Optik

Oleh

Aryanti Lestari

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

© Aryanti Lestari 2014

Universitas Pendidikan Indonesia

Juli 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,


(3)

PENERAPAN METODE LEVELS OF INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN

SCIENTIFIC REASONING SISWA

PADA POKOK BAHASAN OPTIK disetujui dan disahkan oleh pembimbing:

Pembimbing I

Dr.Setiya Utari, M.Si. NIP. 196707251992032002

Pembimbing II

Drs. Harun Imansyah, M.Ed. NIP. 195910301986011001

Mengetahui,

Ketua Jurusan Pendidikan Fisika

Dr. Ida Kaniawati, M.Si. NIP. 196807031992032000


(4)

Aryanti Lestari, 2014

Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

HALAMAN COVER

LEMBAR PENGESAHAN

LEMBAR PERNYATAAN ... i

ABSTRAK... ii

KATA PENGANTAR... iii

UCAPAN TERIMAKASIH ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I ... 1

PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Rumusan Masalah ... 7

D. Tujuan Penelitian ... 8

E. Manfaat Penelitian ... 8

F. Struktur Organisasi Penelitian ... 9

BAB II ... 10

KETERKAITAN PENDEKATAN LEVELS OF INQUIRY DENGAN PENINGKATAN SCIENTIFIC REASONING SISWA PADA POKOK BAHASAN OPTIK ... 10

A. Inkuiri ... 10

B. Levels of Inquiry ... 13

C. Penalaran ... 26

D. Scientific Reasoning ... 28


(5)

Aryanti Lestari, 2014

Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

METODOLOGI PENELITIAN ... 35

A. Lokasi dan Subjek Sampel Penelitian ... 35

B. Desain Penelitian ... 36

C. Metode Penelitian ... 40

D. Definisi Operasional ... 40

E. Instrumen Penelitian ... 42

F. Proses Pengembangan Instrumen Penelitian ... 44

G. Teknik Pengumpulan Data ... 46

H. Teknik Analisis Instrumen ... 47

I. Teknik Pengolahan Data ... 59

BAB IV... 63

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 63

A. Hasil Penelitian ... 63

1. Analisis Karakteristik Instrumen Tes Scientific Reasoning ... 63

2. Scientific Reasoning Siswa ... 69

a.Scientific Reasoning Siswa Secara Keseluruhan ... 70

b.Scientific Reasoning Siswa Pada Setiap Aspek ... 71

c.Scientific Reasoning Siswa Pada Setiap Pokok Bahasan Optik ... 81

3. Persentase Lembar Kegiatan Siswa (LKS) ... 82

a.Persentase LKS Pada Aspek Proportional Reasoning ... 82

b.Persentase LKS Pada Aspek Corelational Reasoning ... 83

c.Persentase LKS Pada Aspek Control of Variabel ... 84

d.Persentase LKS Pada Aspek Causal Reasoning ... 84

e.Persentase LKS Pada Aspek Deductive Reasoning ... 85


(6)

Aryanti Lestari, 2014

Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

b. Keterlaksanaan Metode Levels of Inquiry Pertemuan Kedua ... 95

c. Keterlaksanaan Metode Levels of Inquiry Pertemuan Ketiga ... 98

B. Diskusi dan Pembahasan ... 103

1. Scientific Reasoning Siswa ... 103

2. Scientific Reasoning Siswa Pada Setiap Aspek ... 104

3. Scientific Reasoning Pada Setiap Pokok Bahasan ... 116

4. Keterlaksanaan Pendekatan Levels of Inquiry ... 117

a. Keterlaksanaan Metode Levels of Inquiry Pertemuan Pertama... 118

b. Keterlaksanaan Metode Levels of Inquiry Pertemuan Kedua ... 119

c. Keterlaksanaan Metode Levels of Inquiry Pertemuan Ketiga ... 121

BAB V ... 123

SIMPULAN DAN SARAN... 123

A. Simpulan ... 123

B. Saran ... 124

DAFTAR PUSTAKA ... 125


(7)

Aryanti Lestari, 2014

Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ANALISIS SCIENTIFIC REASONING DALAM PENERAPAN PENDEKATAN LEVELS OF INQUIRY PADA POKOK BAHASAN

OPTIK Aryanti Lestari

NIM.1000327

Pembimbing I: Dr.Setiya Utari, M.Si. Pembimbing II : Drs. Harun Imansyah, M.Ed.

Jurusan Pendidikan Fisika, FPMIPA UPI

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh permasalahan rendahnya scientific reasoning siswa pada mata pelajaran Fisika, khususnya pada aspek proportional reasoning, correlational reasoning, control of variabel, causal reasoning, deductive reasoning, dan hypothetical deductive reasoning. Permasalahan tersebut didasarkan pada hasil studi literatur dan hasil studi pendahuluan. Rendahnya scientific reasoning siswa tersebut dikarenakan dalam pembelajaran kurang memfasilitasi siswa dalam melatihkan kemampuan berpikir dan kemampuan melakukan penyelidikan serta kurang diberikannya soal-soal yang melatihkan keterampilan berpikir tingkat tinggi. Oleh karena itu dilakukan penelitian mengenai penerapan metode levels of inquiry untuk mengetahui peningkatan scientific reasoning siswa SMP setelah diterapkannya metode tersebut. Sampel penelitian ini adalah 40 orang siswa kelas VIII F yang terdapat disalah satu SMP Negeri di Kota Bandung. Sampel penelitian tersebut diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling. Metode penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dengan desain penelitian yaitu one-group pretest-posttestdesign. Penelitian ini mengacu pada aspek scientific reasoning yaitu proportional reasoning, correlational reasoning, control of variabel, causal reasoning, deductive reasoning, dan hypothetical deductive reasoning. Instrumen yang digunakan untuk mengukur scientific reasoning siswa adalah 24 soal pilihan ganda bertingkat dua tentang materi optik. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa scientific reasoning siswa mengalami peningkatan setelah diterapkan pendekatan levels of inquiry sebesar 52,71% dan nilai effect size sebesar 3,9 dengan kategori besar.


(8)

Aryanti Lestari, 2014

Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ANALYSIS SCIENTIFIC REASONING ON IMPLEMENTATION LEVELS OF INQUIRY APPROACH IN OPTICS

Aryanti Lestari NIM. 1000327

Promotor1 : Dr. SetiyaUtari, M.Si PromotorII: Drs. HarunImansyah, M.Ed

Department of Physics Education

ABSTRACT

This research background by the low of scientific reasoning student on physics subject especially on the aspect of proportional reasoning, correlational reasoning, control of variabel, causal reasoning, deductive reasoning, and hypothetical deductive. It could be seen from the result of literature study and preliminary study. The low of scientific reasoning student was caused by physics learning has not facilitated student in training thinking abilityand not given question about the training of scientific reasoning. Therefore, the purpose of this research was to knowing increase scientific reasoning after applied levels of inquiry. Sample of this research were 40 students of VIII F in one of junior high school in Bandung. This sample was taken with purposive sampling. The research method is quantitative and design research is one group pretest-postest. This research is refer to proportional reasoning, correlational reasoning, control of variabel, causal reasoning, deductive reasoning, dan hypothetical deductive reasoning. Scientific reasoning instrument consist 24 two tier multiple choice about optics. Based on analyzed result showed that scientific reasoning was increased after implementing levels of inquiry as big as 52,71% and the effect size was 3,9 with large category, this means that the implementation of levels of inquiry gave a large contribution to improving scientific reasoning.


(9)

1

Aryanti Lestari, 2014

Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pada abad 21 ini, merupakan abad yang penuh dengan persaingan dalam segala bidang termasuk dalam bidang pendidikan. Namun tidak sejalan dengan hal tersebut, prestasi siswa di Indonesia berada dalam kategori rendah terutama prestasi pada bidang sains dan matematika. Trends in Mathematics and Science Study (TIMSS) yang merupakan studi internasional mengenai prestasi matematika dan sains siswa Sekolah Menengah Pertama, menunjukkan bahwa prestasi sains siswa di Indonesia pada tahun 1999 berada pada urutan ke 32 dari 38 negara, tahun 2003 menduduki urutan ke 37 dari 46 negara, tahun 2007 menduduki urutan ke 35 dari 49 negara, sedangkan pada tahun 2011 prestasi sains Indonesia berada di urutan ke 40 dari 42 negara. Hal tersebut menunjukkan bahwa kemampuan sains di Indonesia berada dalam kategori rendah. Wono (dalam Kompas, 2012) menyatakan bahwa rendahnya kemampuan sains siswa tersebut salah satunya disebabkan oleh penalaran (scientific reasoning) siswa Indonesia yang masih rendah.Scientific reasoning merupakan suatu kemampuan yang sangat penting dan dibutuhkan oleh siswa karena berkaitan dengan bagaimana cara siswa dalam menyelesaikan soal-soal yang berkaitan dengan materi pelajaran yang nantinya akan berdampak pada prestasi siswa, sehingga dibutuhkan suatu solusi untuk memperbaiki kondisi tersebut.Faktor yang mungkin menjadi penyebab rendahnya scientific reasoning siswa antara lain (1) proses pembelajaran kurang memfasilitasi siswa untuk dapat melatihkan kemampuan scientific reasoning; (2) siswa Indonesia pada umumnya kurang dilatihkan dalam menyelesaikan soal-soal dengan karakteristik seperti soal scientific reasoning.

Dugaan tersebut didukung berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan disalah satu SMP Negeri di kota Bandung. Berdasarkan


(10)

Aryanti Lestari, 2014

Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

hasil wawancara dengan salah satu guru Fisika, beliau mengatakan bahwa“pembelajaran Fisika masih belum berbasis inkuiri dimana siswa jarang melakukan kegiatan eksperimen, serta guru masih kesulitan untuk melatihkan scientific reasoning karena tipe soal yang digunakan masih

berbentuk hafalan dan hitungan”. Selain itu, berdasarkan hasil wawancara dengan siswa juga didapatkan infomasi bahwa soal yang dilatihkan kurang menuntut siswa untuk berpikir lebih tinggi sehingga menyebabkan siswa kebanyakan cenderung hanya menghafal rumus.

Sedangkan berdasarkan hasilobservasi di sekolah yang sama, ditemukan fakta bahwa kegiatan pembelajaran yang dilakukan di sekolah belum bisa memfasilitasi siswa untuk mengembangkan scientific reasoning. Hal tersebut terlihat selama pembelajaran masih belum menekankan pada keterampilan siswa dalam berargumen sehingga menyebabkan siswa tidak mampu mengungkapkan gagasan atau ide yang dimilikinya. Selain itu kegiatan pembelajaran hanya sebatas penyampaian materi secara verbal kemudian menuliskan hal-hal yang dianggap penting di papan tulis. Meskipun sesekali guru melontarkan pertanyaan kepada siswa dalam proses pembelajaran, namun hanya beberapa siswa saja yang sering merespon sehingga scientific reasoning siswa dalam pembelajaran berjalan secara tidak menyeluruh. Selain itu, pada saat pembelajaran jarang mengkaitkan materi pembelajaran dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

Maka berdasarkan hasil studi pendahuluan, dapat disimpulkan bahwa kegiatan pembelajaran masih belum dapat memfasilitasi dalam hal melatihkan dan mengukurscientific reasoning. Belum terfasilitasinya pembelajaran menyebabkan siswa belum mampu mengkonstruksi pengetahuannya secara mandiri, sehingga menyebabkan pengetahuan siswa menjadi kurang bermakna. Padahal seharusnya, ketika siswa mampu mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, maka pembelajaran akan lebih terkesan bermakna sehingga dapat diingat dalam jangka panjang. Selain itu tidak adanya fasilitas dalam melatihkan scientific reasoning menyebabkan


(11)

Aryanti Lestari, 2014

Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ketidakmampuan dalam mengungkap sejauh mana scientific reasoning siswa. Oleh karena itu, diperlukan suatu solusi untuk memecahkan masalah tersebut agar pembelajaran Fisika menjadi lebih bermakna dan agar kemampuan sains siswa Indonesia tidak tertinggal dari bangsa lain.

Masalah di atas sesuai dengan yang diungkapkan oleh Cartono dan Nuryani, R (dalam Rizkiana, 2012, hlm.1-2):

“... Guru kurang melatihkan kemampuan bernalar atau berpikir, khususnya keterampilan tingkat tinggi. Soal-soal yang diberikan oleh guru pada saat ulangan juga kurang menuntut siswa untuk menggunakan keterampilan berpikir tingkat tinggi...”

Selain itu, Bbybee & Fuchs (dalam IIPERC, 2012) juga menyatakan bahwa:

“... pendidikan harus lebih ditekankan pada kemampuan bernalar sains bukan hanya pada konten sains saja.

Sebenarnya pengembangan fasilitas pembelajaran untuk melatihkan scientific reasoning terus dilakukan, salah satu diantaranya adalah pengembangan fasilitas pembelajaran yang dilakukan oleh Shofiyah, dkk (2013). Selain pengembangan fasilitas pembelajaran, pengembangan instrumen untuk mengukur scientific reasoning pun terus dilakukan terbukti dengan adanya tes terstandar yang dibuat oleh Anton.E. Lawson. Namun tes terstandar tersebut bersifat terbatas, artinya belum dapat mengungkapkan scientific reasoning siswa pada pokok bahasan yang berbeda.Agar dapat memecahkan masalah tersebut maka pembelajaran perlu melibatkan siswa dalam proses penemuan. Dengan dilibatkannya siswa dalam proses penemuan, berartimemfasilitasi siswa dalam melatihkan scientific reasoning. Sedangkan untuk mengukur sejauh manascientific reasoning pada pokok bahasan yang berbeda, peneliti mencoba membuat suatu instrumen tes yang disesuaikan dengan materi dan kurikulum yang berlaku. Pengembangan instrumen yang dilakukan oleh peneliti ini sejalan dengan apa yang diungkapan oleh Koenig, dkk (2012) yang menyatakan bahwa “to assess SR abilities, we opted to modify the LCTSR for use by removing questions that were not relevant to our


(12)

Aryanti Lestari, 2014

Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

course, along with some of the secondary reasoning question. We replaced these question with ones that expanded the questions sets for the ability

domains targeted in the course”.

Adapun salah satu solusi yang memungkinkan untuk memfasilitasi dalam melatihkan scientific reasoning adalah inkuiri. Inkuri sendiri merupakan suatu proses penyelidikan. Namun, untuk membangun scientific reasoning dengan menggunakan inkuiri harus bersifat sistematis dimulai dari kemampuan terendah sampai kemampuan tertinggi yang dikenal sebagai pendekatanlevels of inquiry. Penerapan pendekatanlevels of inquiry untuk melatihkan scientific reasoningsiswa ini juga diungkapkan oleh Dahar (1996, hlm.107) yang menyatakan bahwa belajar dengan penemuan dapat meningkatkan penalaran ilmiah (scientific reasoning) dan kemampuan berpikir siswa secara bebas.

Dalam jurnalnya yang berjudul Levels of inquiry: Hierarchies of pedagogical practices and inquiry processesyang diterbitkan pada tahun 2005, Wenning menjelaskan bahwainquiry harus disampaikan secara sistematis agar proses transfer pengetahuan berjalan secara efektif. Adapun tahapan dalam pembelajaran levels of inquiry terdiri dari tahapan discovery learning, interactive demonstration, inquiry lesson, inquiry laboratory, real-word application, dan hypothetical inquiry. Sementara dalam jurnal pada tahun 2010 yang berjudul “Levels of Inquiry: Using Inquiry

Spectrum Learning Sequences to teach science”, Wenning menjelaskan bahwa kemampuan inkuiri terdiri dari lima tingkatan, yaitu kemampuan paling dasar, kemampuan dasar, kemampuan menengah, kemampuan terpadu, dan kemampuan lanjutan. Selain itu, berdasarkan hasil diskusi dengan peneliti, Wenning berpendapat bahwa levels of inquiry memungkinkan untuk dapat meningkatkan high order thinking skills siswa. Salah satu yang termasuk kedalam high order thinking skills adalah scientific reasoning. Dalam diskusi dengan Anton. E. Lawson juga


(13)

Aryanti Lestari, 2014

Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

menyatakan bahwa biasanya untuk melatihkan scientific reasoningmenggunakan inkuiri.

Penerapan pendekatanlevels of inquiry tersebut pernah dilakukan oleh beberapa peneliti, diantaranya adalah Lawson(dalam Shofiyah dkk,2013) menyatakan bahwa penggunaan pendekatan inkuiri dapat meningkatkan penalaran siswa. Pernyataan yang sama juga diajukan oleh Dolan dan Grady (dalam Feri, 2012) yang menyatakan bahwa pengajaran dengan pendekatan inkuiri berpotensi mendorong siswa untuk bernalar secara ilmiah. Selain itu, Ketut (2010) juga menyatakan bahwa pembelajaran yang berbasis inkuiri cukup dapat meningkatkan penguasaan konten Fisika dan penalaran ilmiah(scientific reasoning).

Adapun salah satu pokok bahasan Fisika yang dijadikan objek penelitian adalah optik. Optik merupakan salah satu materi yang cukup penting dalam pembelajaran Fisika. Hal tersebut disebabkan karena bahasan optik sangat erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Namun pada kenyataannya, berdasarkan hasil observasi dan wawancara terdahulu yang pernah dilakukan di salah satu SMP di kota Bandung, siswa sering merasa kesulitan terkait dengan bahasan optik. Hal tersebut mungkin dikarenakan bahasan optik merupakan bahasan yang bersifat abstrak sehingga pemahaman konsep siswa masih kurang baik. Padahal seharusnya menurut teori Piaget (Dahar, 1996, hlm. 155) pada usia SMP, seharusnya siswa sudah mampu mempelajari konsep yang bersifat abstrak.

Maka berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan suatu penelitian mengenai implementasi pendekatanlevels of inquiry pada pembelajaran Fisika SMP pada materi optik untuk melihat dan mengukur sejauh manascientific reasoningsiswa. Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah dalam penelitian ini seluruh tahapan dalam pendekatanlevels of inquiry diterapkan dalam satu kali pertemuan dan dalam penelitian ini selain memfasilitasi siswa juga untuk menyediakan instrumen untuk mengukurscientific reasoning pada pokok bahasan optik. Adapun tahapan-tahapan yang digunakan didasarkan pada


(14)

Aryanti Lestari, 2014

Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

tingkat intelektual siswa yang menjadi sampel penelitian.Sedangkan tahapan dalam pengembangan instrumen dilakukan dengan memvalidasi soal yang telah dibuat. Sehingga peneliti mengajukan suatu penelitian yang berjudulAnalisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan

Levels of InquiryPada Pokok Bahasan Optik

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah pembelajaran yang belum dapat memfasilitasi siswa dalam melatihkan dan mengukur scientific reasoning siswa SMP.

Adapun variabel bebas dalam penelitian ini adalah pendekatanlevels of inquiry, sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini adalah scientific reasoning siswa. Sedangkan batasan masalah untuk memperjelas permasalahandalam penelitian ini adalah pendekatanlevels of inquiry dalam penelitian inimerupakan hierarki pembelajaran yang terdiri dari tahapan discovery learning, interactive demonstration, inquiry lesson, inquiry laboratory, real-word application, dan hypothetical inquiry untuk mengajarkan sains secara sistematis yang berfungsi untuk mendapatkan pemahaman ilmiah dan keterampilan proses melalui penyelidikan ilmiah dan belajar dari pengalaman (Wenning, 2011, hlm.10). Namun dalam penelitian ini tahapan levels of inquiry yang digunakan hanya sampai pada tahapan inquiry laboratory. Hal tersebut disesuaikan dengan objek dalam penelitian ini yang merupakan siswa pada jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP). Untuk melihat keterlaksanaan penerapan pendekatanlevels of inquiry dengan mengunakan lembar observasi dan transkrip pembelajaran berupa rekaman pembelajaran selama pendekatanlevels of inquiry diterapkan.

Scientific reasoning dalam penelitian ini merupakan suatu proses kemampuan berpikir dan memberikan suatu alasan melalui kegiatan inkuiri, eksperimen, menarik kesimpulan berdasarkan fakta-fakta dan argumentasi untuk menyusun dan merubah (memodifikasi) suatu teori


(15)

Aryanti Lestari, 2014

Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

tentang alam maupun social (Bao et al, 2009). Scientific reasoning yang digunakan berdasarkan pada kerangka yang dirumuskan oleh Jing Han yang merupakan hasil pengembangan dari Lawson. Adapun aspek yang digunakan dalam penelitian ini hanya terdiri dari enam aspek yang diantaranya adalah: proportional reasoning (kemampuan dalam menentukan dan membandingkan rasio), correlational reasoning(kemampuan dalam menentukan apakah dua variabel atau dua kejadian saling berhubungan atau tidak), control of variables (pemisahan dan pengontrolan variabel),causal reasoning (kemampuan untuk menentukan sebab dan akibat terjadinya sesuatu kejadian atau peristiwa), deductive reasoning (kemampuan untuk menarik kesimpulan), dan hypothetical-deductive reasoning (kemampuan untuk menguji teori hipotesis). Untuk mengukur scientific reasoning siswa, peneliti membuat suatu instrumen tes scientific reasoning yang sebelumnya sudah divalidasi dan dibandingkan dengan tes terstandar. Adapun pemilihan aspek tersebut disesuai dengan materi Fisika yang diteliti.

C. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut Bagaimana analisis scientific reasoning pada pokok bahasan optik setelah diterapkan pendekatan levels of inquiry?”

Rumusan masalah ini dapat dijabarkan menjadi pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana hasil analisis tesscientific reasoning pada pokok bahasan optik?

2. Bagaimana peningkatanscientific reasoning siswa setelah diterapkan pendekatanlevels of inquiry?

3. Bagaimana peningkatan scientific reasoning siswa setelah diterapkan pendekatanlevels of inquiry pada setiap aspek?


(16)

Aryanti Lestari, 2014

Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

4. Bagaimana peningkatan scientific reasoning siswa setelah diterapkan pendekatanlevels of inquirypada setiap sub konsep optik?

5. Bagaimana keterlaksanaan pembelajaran dengan menggunakan pendekatanlevels of inquiry?

D. Tujuan Penelitian

Dari latar belakang serta rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui hasil analisistes scientific reasoning pada pokok bahasan optik

2. Mengetahui seberapa besarpeningkatan scientific reasoning siswa setelah diterapkan pendekatanlevels of inquiry.

3. Mengetahui seberapa besar peningkatan scientific reasoning siswa setelah diterapkan pendekatanlevels of inquiry pada setiap aspek. 4. Mengetahui seberapa besar peningkatan scientific reasoning siswa

setelah diterapkan pendekatanlevels of inquirypada sub konsep optik. 5. Mengetahui keterlaksanaan pembelajaran dengan menggunakan

pendekatanlevels of inquiry.

E. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bukti empirik tentang potensi penggunaan pendekatanlevels of inquiry dalam memberikan suatu alternatif solusi terkait dengan masalah yang terjadi dan menyediakan instrumen tes untuk mengukur scientific reasoning pada pokok bahasan optik, serta untuk mengetahui sejauh mana peningkatan scientific reasoning siswa agar dapat tercapai keberhasilan proses pembelajaran yang telah ditetapkan serta nantinya dapat digunakan oleh


(17)

Aryanti Lestari, 2014

Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

berbagai pihak yang berkepentingan seperti guru, praktisi pendidikan, peneliti, dan lain-lain sebagai pendukung, pembanding, atau bahkan dapat menjadi rujukan penelitian sejenis.

F. Struktur Organisasi Penelitian

Struktur organisasi skripsi ini terdiri dari:

Bab I berisi mengenai uraian tentang pendahuluan dari skripsi yang berisi latar belakang penelitian, identifikasi masalah penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian dan manfaat atau signifikasi penelitian, serta struktur organisasi penelitian.

Bab II berisi kajian pustaka mengenai kajian pustaka tentang inkuiri, levels of inquiry,scientific reasoning), dan hubungan antara pendekatanlevels of inquiry terhadap peningkatan scientific reasoning.

Bab III berisi penjabaran yang rinci mengenai pendekatan penelitian termasuk beberapa komponen lainnya, yaitu lokasi dan subjek populasi atau sampel penelitian, desain penelitian, pendekatan penelitian, definisi operasional, instrumen penelitian, proses pengembangan instrument, teknik pengumpulan data hingga analisis data.

Bab IV penjabaran hasil penelitian dan pembahasan terdiri berisi dua hal utama yaitu hasil pengolahan atau analisis data dan pembahasan atau analisis temuan.

Bab V merupakan simpulan dan saran yang menyajikan penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil analisis temuan penelitian.


(18)

35

Aryanti Lestari, 2014

Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi dan Subjek Sampel Penelitian

Sekolah yang dipilih sebagai lokasi penelitian adalah salah satu Sekolah Menengah Pertama (SMP) di kota Bandung. Adapun alasan pemilihan sekolah tersebut sebagai lokasi penelitian dikarenakan adanya kesesuaian materi dan waktu penelitian yang telah direncanakan dengan materi dan waktu penelitian yang telah ditetapkan oleh salah satu guru Fisika di sekolah tersebut serta sekolah tesebut memiliki laboratorium yang cukup luas dan cukup lengkap. Selain itu, peneliti juga pernah melakukan studi pendahuluan tentang pembelajaran Fisika di sekolah tersebut untuk mengetahui scientific reasoning siswa.

Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII yang berada di lokasi penelitian. Populasi adalah keseluruhan objek penelitian. Sedangkan sampel dalam penelitian ini adalah salah satu kelas VIII yang berjumlah 40 orang yaitu siswa kelas VIII F. Sampel dalam penelitian ini dipilihsecara nonrandom sampling. Adapun teknik pengambilannya berdasarkan pertimbangan tertentu (purposive sampling). Hal tersebut disebabkan karena pengambilan sampel tidak memberi peluang atau kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel (Sugiyono, 2011, hlm.84). Selain itu pertimbangan pengambilan sampel juga disebabkan karena kelas yang dipilih merupakan kelas yang homogen dan mengacu pada pertimbangan mengenai hasil studi pendahuluan, hal tesebut dilihat dari nilai rata-rata kelas pada nilai ulangan yang diberikan oleh guru dan adanya rekomendasi guru bidang studi Fisika yang mengajar di kelas VIII yang mengetahui keadaan siswa disetiap kelas.


(19)

Aryanti Lestari, 2014

Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu B. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan untuk melihat peningkatanscientific reasoning siswa adalah desain penelitian one group pretest-postest design. One group pretest-postest design adalah sampel penelitian diberi perlakuan selama waktu tertentu. Sebelum diberi perlakuan, sampel dites terlebih dahulu yang disebut dengan pretest. Kemudian setelah diberi perlakuan sampel dites kembali yang disebut dengan postest. Tes yang diberikan bertujuan untuk mengetahui scientific reasoning siswa. Perbedaan antara hasil pretest dan postest merupakan pengaruh dari perlakuan yang diberikan (Luhut Panggabean, 1996, hlm. 31; Suharsimi Arikunto, 1998: 84). Fraenkel et al. (2012, hlm.269) juga menyatakan bahwa “in the one group pretest-postest design, a single group is measure or observed not only after being exposed to a treatment of some sort , but also before”. Dalam desain one group pretest-postest, kelompok dalam penelitian tidak hanya diukur dan diamati setelah treatment dilakukan tetapi juga diukur dan diamati sebelum diberikan treatment. Adapun bagan dari one group pretest-postest adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1 Desain One Group Pretest-Postest

Pretest Treatment Postest

T1 X T2

Keterangan :

T1 : Tes awal (pretest) sebelum diberikan perlakuan

T2 : Tes akhir (postest) setelah diberikan perlakuan

X : Perlakuan pada kelompok eksperimen yaitu dengan menerapkan pendekatanlevels of inquiry


(20)

Aryanti Lestari, 2014

Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Pemilihan desain tersebut disebabkan karena: (1) disesuaikan dengan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui peningkatan scientific reasoning siswa SMP setelah diterapkan pendekatan levels of inquiry, (2) disesuaikan dengan teknik sampling yang digunakan yaitu purposive sampling; (3) keterbatasan peneliti untuk dapat mengontrol semua variabel luar yang mungkin mempengaruhi penelitian.Adapun prosedur penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Tahap Persiapan

Kegiatan yang akan dilakukan dalam tahap ini adalah :

1. Menentukan sekolah yang akan dijadikan tempat penelitian.

2. Menghubungi pihak sekolah untuk perijinan akan diadakannya penelitian disekolah tersebut.

3. Menghubungi guru Fisika.

4. Melaksanakan studi pendahuluan di sekolah yang dijadikan tempat penelitian, meliputi observasi dan wawancara dengan guru dan siswa.

5. Studi literatur mengenai hal-hal yang akan dikaji.

6. Melakukan studi kurikulum mengenai pokok bahasan yang akan digunakan dalam penelitian.

7. Merumuskan masalah yang akan dikaji dalam penelitian. 8. Menetapkan sampel penelitian.

9. Menyiapkan perangkat pembelajaran mengenai pokok bahasan yang akan dijadikan materi penelitian dan disesuaikan dengan menggunakan pendekatanlevels of inquiry.

10. Membuat dan menyusun instrumen penelitian berupa soal scientific reasoning pada pokok bahasan optik.

11. Menjudgement instrument penelitian. 12. Merevisi kembali hasiljudgment. 13. Melakukan revisi pada instrumen.


(21)

Aryanti Lestari, 2014

Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

14. Melakukan uji instrumen

b. Tahap Pelaksanaan

Kegiatan pada tahap pelaksanaan dilakukan dengan menggunakan pendekatanlevels of inquiry, adapun kegiatannya sebagai berikut : 1. Menentukan kelas eksperimen.

2. Melakukan pretest.

3. Memberikan perlakuan dengan cara menerapkan pendekatanlevels of inquiry pada kelas eksperimen.

4. Melakukan pengamatan atau observasi selama proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatanlevels of inquiry.

5. Melakukan postest.

c. Tahap Akhir

1. Mengolah dan menganalisis data berupa analisis karakteristik instrumen, hasil pretest dan postest, serta menilai lembar keterlaksanaan kegiatan siswa dan guru.

2. Memberikan kesimpulan berdasarkan hasil yang diperoleh dari pengolahan data.

3. Memberikan rekomendasi – rekomendasi terhadap aspek penelitian yang kurang memadai.


(22)

Aryanti Lestari, 2014

Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Gambar 3.1 Alur Penelitian

Melaksanakan studi literature & studi kurikulum

Melaksanakan studi pendahuluan

Mengembangkan instrument penelitian Menyiapkan perangkat pembelajaran Merumuskan masalah &Menetapkan sampel penelitian

Menentukan sekolah tempat penelitian

Membuat surat izin studi pendahuluan, Menghubungi pihak sekolah dan guru fisika

Melaksanakan studi pendahuluan

Menjudgement instrumen, revisi instrumen

Menentukan kelompok

Pretest

Penggunaan pendekatan levels of inquiry

Postest


(23)

Aryanti Lestari, 2014

Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu C. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan serangkaian cara ilmiah yang dilakukan untuk menjawab permasalahan dan mencapai tujuan dalam suatu penelitian ilmiah. Hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan metode penelitian yang akan digunakan adalah kesesuaian pendekatan tersebut dengan rumusan permasalahan serta tujuan penelitian yang hendak dicapai. Berdasarkan hal tersebut, maka metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif.Pendekatan kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah metodepre-experiment.Metode pre-experimentmerupakan metode yang bersifat menguji pengaruh suatu variabel terhadap variabel lain tanpa adanya penyamaan karakteristik (random) dan tanpa adanya pengontrolan variabel sama sekali.Adapun analisis dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif.

D. Definisi Operasional 1. Levels Of Inquiry

Pendekatanlevels of inquiry yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan inkuiri yang dijelaskan oleh Carl. J Wenning. Secara umum, levels of inquiry merupakan suatu metode pengajaran yang bertujuan untuk mengembangkan pengetahuan dan pemahaman siswa mengenai penyelidikan ilmiah, sebagaimana ilmuwan mempelajari alam (Wenning, 2005, hlm.3). Carl. J Wenning dalam tulisannya yang berjudul Levels Of Inquiry: Hierarchies of pedagogical practices and inquiry process menyatakan bahwa tahapan dalam inkuiri terdiri dari enam macam yang diantaranya adalah discovery learning, interactive demonstration, inquiry lesson, inquiry lab, real world application,dan hypotetical inquiry (Wenning, 2005). Dalam penelitian ini, hanya empat tahapan yang diterapkan dalam proses pembelajaran yang dilakukan selama tiga kali pertemuan. Keterlaksanaan setiap tahapan inkuiri


(24)

Aryanti Lestari, 2014

Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

tersebut diukur dengan menggunakan lembar observasi keterlaksanaan levels of inquiry dan video transkrip pembelajaran dengan menggunakan pendekatanlevels of inquiry.

2. Scientific Reasoning

Scientific Reasoning merupakansuatu kemampuan berpikir dan memberikan suatu alasan melalui kegiatan inkuiri, eksperimen, menarik kesimpulan berdasarkan fakta-fakta dan argumentasi untuk menyusun dan merubah (memodifikasi) suatu teori tentang alam maupun sosial (Baoet al, 2009). Scientific reasoning yang digunakan didasarkan pada kerangka yang dirumuskan oleh Jing Han yang merupakan hasil pengembangan dari Lawson. Adapun aspek yang digunakan dalam penelitian ini hanya terdiri dari 6 aspek yang diantaranya adalah: proportional and ratio reasoning (kemampuan dalam menentukan dan membandingkan rasio),correlational reasoning ( kemampuan dalam menentukan apakah dua variabel atau dua kejadian saling berhubungan atau tidak),control of variables (pemisahan dan pengontrolan variabel), causal reasoning (Kemampuan dalam menentukan hubungan sebab akibat terjadinya sesuatu kejadian atau peistiwa), deductive reasoning(kemampuan dalam menarik kesimpulan), dan hypothetical-deductive reasoning (kemampuan untuk menguji teori hipotesis).Scientific reasoning dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan tes penalaran ilmiah modifikasi (MLCTSR) yang dikembangkan oleh peneliti berdasarkan konten materi yang dipelajari. Adapun untuk menentukan seberapa besar peningkatan scientific reasoning dilakukan dengan menghitung persentase berdasarkan skor pretest-postest dan effect size (d).


(25)

Aryanti Lestari, 2014

Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu E.Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Modification Lawson Classroom Test Of Scientific Reasoning (MLCTSR)

Dalam penelitian ini, kemampuan penalaran ilmiah (scientific reasoning) siswa diukur dengan menggunakanModified Lawson Classroom Test Of Scientific Reasoning (MLCTSR). MLCTSR merupakan suatu tes yang dikembangkan oleh penelitiberdasarkan Lawson Classroom Test of Scientific Reasoning (LCTSR) oleh Anton. E. Lawson. LCTSR yang dikembangkan oleh Lawson menggunakan tes pilihan ganda dua tingkat yang mencakup pertanyaan konten dan alasan. Yang dimanaLCTSRstandar yang dirilis pada tahun 2000 terdiri dari 24 soal pilihan ganda dua tingkat. Kemudian peneliti memodifikasinya sesuai dengan konten yang berbasis konsep Fisika yaitu optik yang disesuaikan dengan kompetensi dasar, kompetensi inti, dan kerangka penilaian LCTSR. Untuk pengembangan instrumen akan dijelaskan pada bagian proses pengembangan instumen. Perangkat tes MLCTSR yang digunakan dalam penelitian ini terdapat pada Lampiran 3.4.

Adapun distribusi soal pada setiap aspek yang digunakan berdasarkan hasil pengembangan instrumen dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 3.2 Distribusi Soal Pada Setiap Aspek

Aspek No Soal

Proportional Reasoning 2, 4, 19, 27, 30 Correlational Reasoning 5, 12, 34, 36, 39

Control of Variabel 7, 8, 15, 16 Causal Reasoning 9, 18, 23, 25, 38, 40 Deductive Reasoning 42, 45


(26)

Aryanti Lestari, 2014

Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa proporsi jumlah soal yang digunakan untuk setiap aspek scientific reasoning tidak merata. Pada saat pembuatan soal, peneliti berusaha untuk membuat soal dengan proporsi jumlah soal yang sama untuk setiap aspeknya. Namun seiring dengan berjalannya waktu setelah melewati uji validitas konstruk, validitas isi dan validitas empiris maka proporsi soal menjadi demikian. Pembuatan soal baru tidak mungkin dilakukan karena keterbatasan waktu peneliti.

2. Lembar Observasi Keterlaksanaan Levels Of Inquiry

Lembar observasi keterlaksanaan dalam penelitian ini, digunakan untuk mengetahui sejauh mana keterlaksanaan aktivitas yang dilakukan guru dan siswa selama pembelajaran berlangsung. Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah pendekatanlevels of inquiry telah diterapkan dengan baik atau tidak. Lembar keterlaksanaan pendekatanlevels of inquirypada penelitian ini menggunakan metodechecklist(√) dengan skala Guttman (ya-tidak). Adapun cara yang harus dilakukan untuk mengisi lembar keterlaksanaan adalah dengan mengamati aktivitas guru dan siswa selama pembelajaran berlangsung. Lembar observasi keterlaksanaan pendekatanlevels of inquiry yang digunakan dalam penelitian ini terdapat pada Lampiran 3.7.

3. Transkrip Video Pembelajaran

Transkrip video pembelajaran merupakan enskripsi dialog-dialog yang terjadi selama proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan levels of inquiryyang terekam dengan menggunakan video pembelajaran. Hasil transkrip pembelajaran dapat digunakan untuk mendukung, memperkuat, serta mempertajam hasil dan analisis. Transkrip video dalam penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 4.5.


(27)

Aryanti Lestari, 2014

Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 4. Lembar Kegiatan Siswa (LKS)

Lembar Kegiatan Siswa (LKS) merupakan lembaran tugas yang harus diselesaikan oleh siswa serta digunakan sebagai panduan bagi siswa dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran. Selain sebagai panduan, dalam penelitian ini LKS juga digunakan sebagai salah satu alat untuk mengukurscientific reasoning siswa. Berkaitan dengan fungsi LKS yang kedua, LKS digunakan untuk melihat sejauh mana terlatihkannya aspek scientific reasoning selama pembelajaran dengan menggunakan pendekatatan levels of inquiry.

LKS yang dibuat penulis untuk penelitian ini terdiri dari tiga buah LKSyang telah disesuaikan denganaspek scientific reasoning yang akan diukur dalam penelitian.Format LKS yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 2.2.

F. Proses Pengembangan Instrumen Penelitian

Pada penelitian ini, peneliti mengembangkan suatu alat ukur berupaModified Lawson’s Classroom Test of Scientific Reasoning (MLCTSR)yang digunakan untuk mengetahui peningkatan penalaran ilmiah (scientific reasoning) siswa.

1. Desain Penyusunan ModifiedLawson’s Classroom Test of Scientific

Reasoning (MLCTSR)

Penalaran ilmiah dalam penelitian ini, diukur dengan menggunakan ModifiedLawson’s Classroom Test of Scientific Reasoning (MLCTSR)yang merupakan tes pilihan ganda dua tingkat. Model penyusunan Modified Lawson’s Classroom Test of Scientific Reasoning (LCTSR) mengadaptasi dari Lawson’s Classroom Test of Scientific Reasoning (LCTSR) standar yang dirilis pada tahun 2000 terdiri dari 24 soal pilihan ganda dua tingkat yang terdiri dari pertanyaan konten dan alasan.Kemudian peneliti memodifikasinya sesuai dengan konten yang berbasis konsep Fisika. Adapun Indikator


(28)

Aryanti Lestari, 2014

Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dari Modified Lawson’s Classroom Test of Scientific Reasoning (LCTSR) yang digunakan adalah :

a. Control of variables (pemisahan dan pengontrolan variabel)

b. Correlational reasoning ( kemampuan dalam menentukan apakah dua variabel atau dua kejadian saling berhubungan atau tidak) c. Probabilistic reasoning (kemampuan dalam menginterpretasikan

data yang diperoleh berupa besarnya kemungkiann terjadiya suatu kejadian.

d. Causal reasoning (kemampuan dalam menarik kesimpulan)

e. Proportional reasoning (kemampuan dalam menentukan dan membandingkan rasio).

f. Hypothetical-deductive reasoning (kemampuan untuk menguji teori hipotesis)

Setelah soal Modified Lawson’s Classroom Test of Scientific Reasoning (MLCTSR) dibuat oleh peneliti, kemudian dikonsultasikan dengan dosen pembimbing dan di judgement kepada pakar materi, ahli evaluasi, serta guru Fisika. Setelah itu Modified Lawson’s Classroom Test of Scientific Reasoning (MLCTSR) diujikan ke lapangan.Adapun tahapan perancangan Modified Lawson’s Classroom Test of Scientific Reasoning (MLCTSR)adalah sebagai berikut:

1. Studi literatur dan analisis materi optik

2. Merumuskan indikator Lawson’s Test of Scientific Reasoning (LCTSR)

3. Menyusun Modified Lawson Test of Scientific Reasoning (MLCTSR)

4. Konsultasi dengan dosen pembimbing 5. Judgement dan revisi instrumen

6. Uji Coba Lawson’s Test of Scientifc Reasoning (MLCTSR)

7. Analisis butir soal dengan menghitung uji validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah soal yang dibuat layak atau tidak.


(29)

Aryanti Lestari, 2014

Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Setelah dilakukan analisis instrumen yang meliputi validitas, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran kemudian hasil validitas soal yang dibuat oleh peneliti dibandingkan dengan soal LCTSR yang dikembangkan oleh Lawson. Ketika nilai validitasnya tidak menunjukkan perbedaan yang jauh maka dapat dikatakan bahwa soal yang dibuat oleh peneliti layak untuk digunakan dalam mengukur scientific reasoning pada pokok bahasan optik. Adapun nilai reliabilitas yang didapatkan sebesar 0,69 dengan kategori tinggi. Hasil tersebut mendekati nilai reliabilitas pada LCTSR yaitu sebesar 0,76. Sehingga dapat dikatakan bahwa soal yang dibuat oleh peneliti dapat digunakan untuk mengukur scientific reasoning.

G. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, data yang diperoleh terdiri data tes scientific reasoning, data keterlaksanaan pendekatan levels o inquiry yang didapatkan melalui transkrip video pembelajaran dan lembar observasi keterlaksanaan, serta data penilaian LKS. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Tes

Menurut Suharsimi (2006, hlm. 150) tes adalah seretetan pertanyaan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu maupun kelompok. Dalam penelitian ini, jenis tes yang digunakan adalah tes scientific reasoning(MLCTSR). Tes ini digunakan untuk mengukur peningkatan scientific reasoning siswa sebelum dan sesudah treatment dilakukan. Waktu pelaksanaannya adalah 80 menit.


(30)

Aryanti Lestari, 2014

Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 2. Observasi

Observasi atau pengamatan adalah pengumpulan data dengan terjun langsung ke lapangan untuk mengamati secara langsung objek yang diteliti. Dalam penelitian ini, teknik observasi yang digunakan adalah teknik observasi nonpartisipan, dimana dalam hal ini peneliti tidak bertindak sebagai pengamat namun meminta dua orang bertindak sebagai pengamat independent artinya kedua orang tersebut hanya mengamati saja tanpa terlibat dalam proses pembelajaran. Bentuk observasi dalam penelitian ini merupakan observasi sistematik, artinya observasi tersebut telah dirancang secara sistematis mengenai hal-hal apa saja yang harus diobservasi lengkap dengan kategorinya. Setelah didapatkan data hasil observasi dari observer, kemudian peneliti menganalisis data tersebut dan menarik kesimpulan mengenai keterlaksanaan pendekatan levels of inquiry.

3. Metode Dokumentasi dengan Video Rekaman

Video rekaman digunakan untuk merekam kegiatan pembelajaran dengan penerapan pendekatan levels of inquiry. Dalam pelaksanaannya, peneliti meminta satu orang yang bertugas untuk merekam selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Setelah didapatkan video hasil rekaman, kemudian peneliti mentranskrip serta menganalisis video tersebut apakah tahapan levels of inquiry telah dilakukan dengan baik atau tidak.

H. Teknik Analisis Instrumen

Dalam suatu penelitian, instrumen penelitian harus memenuhi persyaratan tertentu. Persyaratan yang dimaksud adalah analisis terhadap instrumen yang akan digunakan, meliputi validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran. Oleh karena itu sebelum diberikan kepada sampel penelitian, instrumen harus


(31)

Aryanti Lestari, 2014

Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

diujicobakan terlebih dahulu. Setelah itu, maka instrumen ini dianalisis validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran.

1. Uji Validitas

Analisis validitas tes merupakan suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen (Suharsimi Arikunto, 2010, hlm. 211). Validitas berkenaan dengan ketepatan alat penilaian terhadap konsep yang dinilai sehingga betul-betul menilai kemampuan siswa.Frankel dan Wallen (dalam Rizkiana, 2012) menyatakan bahwa “validity has been defined to the appropriateness , meaningfulness, and usefulness of the specific inferences a researcher make base on the data they collect”. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tiga jenis uji validitas yakni validitas konstruk, validitas isi, dan validitas empiris.

a. Validitas Konstruk (Construk Validity)

Validitas konstruk merupakan validitas yang mengecek seberapa tepat kecocokan konsep-konsep yang tercermin dalam butir-butir tes terhadap maksud pengetesan sebenarnya pada suatu perangkat ukur (Budi, 2011, hlm. 102). Untuk mengukur validitas konstruk, tidak terlepas dari variabel konstruk. Variabel konstruk merupakan variabel yang tidak nyata berupa konsep-konsep pengertian atau bangun pengertian yang abstrak hasil konstruksi para ahli dibidang keilmuan tertentu. Prosedur dalam validitas konstruk harus memiliki rujukan atau referensi yang layak dan telah diketahui untuk digunakan sebagai pembanding dengan konstruk pada tes yang dibuat. Adapun jenis referensi yang digunakan adalah metode konvergen. Pencocokan secara konvergen adalah pencocokan konstruk yang terdapat dalam perangkat ukur dengan rujukan yang cocok. suatu instrumen dinilai memiliki validitas konstruk yang tinggi jika terdapat


(32)

Aryanti Lestari, 2014

Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

kecocokan butir-butir soal yang dibuat dengan perangkat ukur butir-butir tes yang telah valid menurut prosedur validitas.

b. Validitas Isi (Content Validity)

Validitas isi merupakan validitas yang akan mengecek kecocokan antara butir-butir tes yang dibuat dengan indikator, materi atau tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Butir tes dinyatakan valid, jika butir-butir soal yang dibuat secara tepat dapat mengukur indikator (Budi, 2011, hlm. 89). Sementara itu, validitas isi dari suatu tes adalah validitas yang diperoleh setelah dilakukan penganalisisan, penelusuran atau pengujian terhadap isi yang terkandung dalam tes tersebut. (Sudaryono, 2012, hlm. 140). Validitas isi sangat bergantung kepada dua hal yakni tes itu sendiri dan proses yang mempengaruhi dalam merespon tes tersebut.

Salah satu cara untuk memperoleh validitas isi adalah mencocokan antara materi dengan butir tes dengan cara mencocokan antara isi dengan indikator yang telah ditetapkan pada setiap topik pembelajaran (Budi, 2011, hlm. 90). Jika keseluruhan soal nampak mengukur apa yang seharusnya tes itu digunakan, maka validitas isi sudah terpenuhi. Cara lain yang dapat ditempuh untuk mengetahui validitas isi dari tes adalah dengan menyelenggarakan diskusi dengan ahli. Para pakar yang dipandang memiliki keahlian yang ada hubungannya dengan tes yang diujikan diminta pendapat dan rekomendasinya terhadap isi atau materi yang terkandung dalam tes tersebut. Hasil-hasil diskusi tersebut selanjutnya dijadikan acuan untuk memperbaiki dan menyempurnakan isi atau materi tes tersebut. Adapun salah satu cara yang digunakan untuk validasi ahli dengan menggunakan format skala kiraan (rating) dalam politomi.


(33)

Aryanti Lestari, 2014

Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Kecocokan Kecocokan

Rendah Tinggi

1 2,5 5

(Budi, 2011, hlm. 91) Dalam penelitian ini, untuk menguji validitas isi peneliti meminta tiga orang ahli untuk menjudgment instrumen yang telah dibuat. Tim ahli yang dimaksud merupakan 3 dosen jurusan pendidikan Fisika, yakni Achmad Samsudin,S.Pd, M.Pd, Dr. Andhy Setiawan, S.Pd, M.Si dan Muhamad Gina Nugraha, S.Pd, M.Si. Ketiga orang ahli tersebut diminta pendapatnya untuk mengecek kesesuaian antara soal dengan konsep, kesesuaian soal dengan aspek scientific reasoning dan indikator serta aspek penyajian soal. Selain ketiga ahli di atas, peneliti juga meminta salah seorang guru untuk menjudgement instrumen yang telah dibuat. Guru yang dimaksud adalah salah seorang guru di salah satu SMP di Kota Bandung, yakni Hutnal Bashori, M.Pd. Setelah dilakukan pengecekkan, penjudgment memberikan saran perbaikan dan penilaian terhadap soal tersebut dengan skala penilaian rating politomi 1 sampai 5. Hasil penilaian judgementahli dapat dilihat di Lampiran 3.1.

Peneliti melakukan dua kali tahap judgment kepada ahli yang sama yaitu tahap pertama pengecekkan, lalu direvisi oleh peneliti, kemudian di judgment kembali dan diberi penilaian, dan revisi akhir. Setelah dilakukan judgement selama dua kali, kemudian peneliti melakukan perhitungan dengan menggunakan rumus validitas isi menurut Aiken (2010, hlm 3) sebagai berikut:

� = ∑ �


(34)

Aryanti Lestari, 2014

Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Keterangan:

V = validitas isi; N = banyak ahli atau panelis; c = skor kategori tertinggi (s); ni = r-1 ; r = nilai rating yang diberikan ahli.

Untuk menginterpretasi nilai validitas isi yang diperoleh dari perhitungan di atas, maka digunakan pengklasifikasian validitas seperti yang ditunjukkan pada Tabel kriteria validitas di bawah ini:

Tabel 3.3 Kriteria Validitas Ahli

Hasil Validitas Kriteria validitas 0,80 < V ≤ 1,00 Sangat tinggi

0,60 < V≤ 0,80 Tinggi

0,40 < V≤ 0,60 Cukup

0,20 < V≤ 0,40 Rendah

0,00 < V≤ 0,20 Sangat rendah

Berikut ini disajikan hasil rekapitulasi validitas isi berdasarkan hasil judgement ahli:

Tabel 3.4 Rekapitulasi Hasil Judgement Ahli Kriteria

Validitas Nomor Soal

Jumlah Soal

Sangat Tinggi

1, 2, 3, 4, 5 ,6, 8, 15, 16, 20, 21, 23, 24, 29,

30, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 45 21

Tinggi

6, 7, 9, 11, 12, 13, 19, 22, 25, 26, 27, 28,

31, 33, 41, 42, 43, 44 18

Sedang 10, 14, 17, 18, 32, 40 6

Rendah - -

Sangat

Rendah - -

Tidak Valid - -

Berdasarkan Tabel 3.5 diketahui bahwa dari 45 soal, terdapat 46,67% soal berada pada kategori validitas sangat


(35)

Aryanti Lestari, 2014

Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

tinggi, 40% pada kategori tinggi, dan 13,33% berada pada kategori sedang.

c. Validitas Empiris

Selain melakukan uji validitas oleh ahli, peneliti juga melakukan uji coba instrumen tersebut ke salah satu kelas IX di SMP yang dijadikan lokasi penelitian. Hasil uji coba tersebut kemudian dihitung dengan menggunakan microsoft excel dengan teknik korelasi product moment dengan angka kasar yang dikemukakan Pearson sebagai berikut :

= �Σ − Σ Σ

(�Σ 2− Σ 2(�Σ 2− Σ 2

(Suharsimi Arikunto, 2009, hlm.72) Dengan :

= koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y = skor tiap butir soal

= skor total tiap butir soal N = jumlah siswa

Nilai Rxymenunjukkan indeks korelasi antara dua variabel yang dikorelasikan. Setiap nilai korelasi mengandung tiga makna, yaitu: (1) ada tidaknya korelasi, (2) arah korelasi, dan (3) besarnya korelasi. Ada tidaknya korelasi ditunjukkan dengan besarnya angka yang terdapat dibelakang koma. Jika angka tersebut terlalu kecil sampai empat angka di belakang koma, maka dapat dianggap bahwa antara variabel X dan variabel Y diabaikan. Sedangkan arah korelasi menunjukkan kesejajaran antara nilai variabel X dan variabel Y. Arah korelasi ini ditunjukkan oleh tanda hitung yang ada didepan indeks. Jika tandanya plus (+), maka arah korelasinya positif. Sedangkan jika tandanya negatif (-) maka arah korelasinya negatif. Untuk


(36)

Aryanti Lestari, 2014

Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

menginterpretasikan kriteria validitas, maka koefisien korelasi dikategorikan sebagai berikut:

Tabel 3.5 Kriteria Validitas

Koefisien Korelasi Kriteria validitas 0,80 < r ≤ 1,00 Sangat tinggi

0,60 < r ≤ 0,80 Tinggi

0,40 < r ≤ 0,60 Cukup

0,20 < r ≤ 0,40 Rendah

0,00 < r ≤ 0,20 Sangat rendah

(Suharsimi Arikunto, 2009, hlm.75) Berikut ini, akan disajikan rekapitulasi hasil validitas empiris berdasarkan hasil uji coba instrumen:

Tabel 3.6 Rekapitulasi Hasil Validitas Empiris Kriteria

Validitas Nomor Soal

Jumlah Soal

Sangat Tinggi 45 1

Tinggi 1, 2, 9, 12, 13, 21, 22, 38 8

Sedang 4, 8, 11, 14, 15, 18, 19, 20, 27, 28, 30, 31,

34, 39, 40, 43 16

Rendah 3, 5, 23, 25, 26, 29, 35, 36, 42 9 Sangat

Rendah 6, 7, 10, 16, 17, 24, 33, 37, 41, 44 10

Tidak Valid 32 1

Berdasarkan Tabel 3.7 diketahui bahwa berdasarkan hasil uji validitas empiris terdapat 2,22% soal berada pada kategori validitas sangat tinggi, 17,78% pada kategori tinggi, 35,56% berada dalam kategori sedang, 20% berada pada kategori rendah, 22,2 % berada pada kategori sangat rendah, dan 2,22% pada kategori tidak valid.


(37)

Aryanti Lestari, 2014

Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Untuk menentukan butir soal mana yang akan digunakan, peneliti menggunakan pertimbangan validitas uji coba dan validitas ahli. Hal tersebut dikarenakan ketika uji coba instrumen berlangsung, kondisi saat mengejakan kurang kondusif dan beberapa sampel kurang serius dalam mengerjakan. Sehingga penentuan butir soal tidak mungkin dilakukan berdasarkan hasil uji coba instrumen. Oleh karena itu, sebagai bahan pertimbangan peneliti menggunakan hasil validitas ahli untuk memutuskan butir soal mana yang akan digunakan dengan mencocokan antara hasil validitas ahli dan validitas hasil uji instrumen.

2. Reliabilitas

Reliabilitas adalah ukuran sejauh mana suatu alat ukur yang dapat memberikan gambaran yang benar dapat dipercaya tentang kemampuan seseorang (Suharsimi Arikunto, 2010, hlm. 221). Teknik analisis yang digunkan adalah teknik belah dua (Split-Half Technique) dengan bantuan Microsoft excel, Koefisien reliabilitas belahan tes dapat dihitung dengan menggunakan rumus korelasi angka kasar Pearson sebagai berikut:

11 12

= Σ 1 2− Σ 1 Σ 2 ( Σ 12− (Σ

1)2)( Σ 22−(Σx2)2)

Dengan:

n : banyak subjek; x1: kelompok data belahan pertama; dan x2: kelompok data belahan kedua

Untuk mengetahui koefisien reliabilitas alat evaluasi keseluruhan menggunakan rumus Spearman Brown yaitu:

11 = 2 1

2 1 2 (1 + 1

2 1 2 )


(38)

Aryanti Lestari, 2014

Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 1

2 1 2

merupakan korelasi antara skor-skor setiap belahan tes

11merupakan koefisien reliabilitas yang sudah disesuaikan.

Untuk menginterpretasikan derajat reabilitas instrumen dapat menggunakan tolak ukur seperti yang ditunjukkan pada Tabel kriteria reliabilitas di bawah ini:

Tabel 3.7 Interpretasi Reliabilitas

Koefisien Korelasi Kriteria validitas 0,81 < r ≤ 1,00 Sangat tinggi

0,61 < r ≤ 0,80 Tinggi

0,41 < r ≤ 0,60 Cukup

0,21 < r ≤ 0,40 Rendah

0,00 < r ≤ 0,20 Sangat rendah

(Suharsimi Arikunto, 2009, hlm. 75)

Berdasarkan perhitungan yang dilakukan dengan menggunakan rumus spearman brown maka diperoleh nilai reliabilitas yaitu 0,68 dengan kategori tinggi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa instrumen tes yang digunakan memiliki keajagean yang tinggi. Nilai reliabilitas yang didapatkan pula menunjukan bahwa nilai reliabilitas instrumen yang dibuat oleh peneliti mendekati nilai reliabilitas pada tes standar yang dibuat oleh Anton. E Lawson.

Secara keseluruhan hasil uji coba instrumen dipaparkan pada tabel di bawah ini:


(39)

Aryanti Lestari, 2014

Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

No Validitas Reliabilitas Hasil Validitas Ahli Keterangan

Nilai Kategori Nilai Kategori Nilai Kategori

1 0,6540681 tinggi 0,686070103 Tinggi 0,9166667 sgt tinggi Dibuang

2 0,6540681 tinggi 0,686070103 Tinggi 0,9791667 sgt tinggi Direvisi

3 0,3792965 rendah 0,686070103 Tinggi 0,9166667 sgt tinggi Dibuang

4 0,4601188 sedang 0,686070103 Tinggi 0,9166667 sgt tinggi Direvisi

5 0,3617508 rendah 0,686070103 Tinggi 0,8541667 sgt tinggi Direvisi

6 0,0087091 sgt rendah 0,686070103 Tinggi 0,6666667 tinggi Dibuang

7 0,0649737 sgt rendah 0,686070103 Tinggi 0,7708333 tinggi Direvisi

8 0,5533369 sedang 0,686070103 Tinggi 0,9166667 sgt tinggi Direvisi

9 0,7653017 tinggi 0,686070103 Tinggi 0,7916667 tinggi Dibuang

10 0,0298596 sgt rendah 0,686070103 tinggi 0,5833333 sedang Dibuang

11 0,4452136 sedang 0,686070103 tinggi 0,7083333 tinggi Direvisi

12 0,6540681 tinggi 0,686070103 tinggi 0,6666667 tinggi Direvisi

13 0,6775732 tinggi 0,686070103 tinggi 0,7916667 tinggi Dibuang

14 0,5513569 sedang 0,686070103 tinggi 0,4166667 sedang Dibuang

15 0,5774657 sedang 0,686070103 tinggi 0,9375 sgt tinggi Direvisi

16 0,0459284 sgt rendah 0,686070103 tinggi 0,8333333 sgt tinggi Direvisi


(40)

Aryanti Lestari, 2014

Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Tabel 3.8 Hasil Pengembangan Instrumen (Lanjutan)

18 0,5223582 sedang 0,686070103 Tinggi 0,5 sedang Direvisi

19 0,5062733 sedang 0,686070103 Tinggi 0,7708333 tinggi Direvisi

20 0,4143879 sedang 0,686070103 Tinggi 0,9583333 sgt tinggi Dibuang

21 0,646014 tinggi 0,686070103 Tinggi 0,8333333 sgt tinggi Dibuang

22 0,604635 tinggi 0,686070103 Tinggi 0,6875 tinggi Dibuang

23 0,263129 rendah 0,686070103 Tinggi 0,8125 sgt tinggi Direvisi

24 0,0469199 sgt rendah 0,686070103 Tinggi 0,8541667 sgt tinggi Dibuang

25 0,2155718 Rendah 0,686070103 Tinggi 0,7916667 tinggi Direvisi

26 0,2249966 Rendah 0,686070103 Tinggi 0,6666667 tinggi Dibuang

27 0,4117218 Sedang 0,686070103 Tinggi 0,75 tinggi Direvisi

28 0,5623561 Sedang 0,686070103 Tinggi 0,75 tinggi Dibuang

29 0,3334324 Rendah 0,686070103 Tinggi 0,9166667 sgt tinggi Dibuang

30 0,4608191 Sedang 0,686070103 Tinggi 1 sgt tinggi Direvisi

31 0,4336222 Sedang 0,686070103 Tinggi 0,75 tinggi Dibuang

32 -0,071044 tdk valid 0,686070103 Tinggi 0,5 sedang Dibuang

33 0,1687482 sgt rendah 0,686070103 Tinggi 0,7916667 Tinggi Dibuang


(41)

Aryanti Lestari, 2014

Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Tabel 3.8 Hasil Pengembangan Instrumen (Lanjutan)

35 0,2027631 Rendah 0,686070103 Tinggi 0,8333333 sgt tinggi Dibuang

36 0,3859159 Rendah 0,686070103 Tinggi 0,8541667 sgt tinggi Direvisi

37 0,164474 sgt rendah 0,686070103 Tinggi 0,9166667 sgt tinggi Dibuang

38 0,6208207 Tinggi 0,686070103 Tinggi 1 sgt tinggi direvisi

39 0,4854347 Sedang 0,686070103 Tinggi 0,8125 sgt tinggi Direvisi

40 0,4528709 Sedang 0,686070103 Tinggi 0,5 sedang Direvisi

41 0,1690333 sgt rendah 0,686070103 Tinggi 0,7083333 tinggi Dibuang

42 0,3316371 Rendah 0,686070103 Tinggi 0,7916667 tinggi Direvisi

43 0,5255915 Sedang 0,686070103 Tinggi 0,7291667 tinggi Direvisi

44 0,1400569 sgt rendah 0,686070103 tinggi 0,75 tinggi Direvisi


(42)

Aryanti Lestari, 2014

Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu I. Teknik Pengolahan Data

a. Pengolahan Lembar Keterlaksanaan Pendekatan

Pembelajaran Levels of Inquiry

Keterlaksanakan pendekatanlevels of inquiry dapat diketahui melalui persentase keterlaksanaannya. Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan untuk menghitung keterlaksanaan pendekatanlevels of inquiry adalah:

a) Menghitung jumlah checklist yang di isi oleh observer pada lembar keterlaksanaan pendekatanlevels of inquiry.

b) Menghitung persentase keterlaksanaan pendekatanlevels of inquiry pada setiap levelnya, dengan mengunakan persamaan:

% � � �� = �ℎ� � � � � � �

�ℎ ℎ� � × 100%

c) Menginterpretasikan keterlaksanaan pendekatanlevels of inquiry ada setiap tahapan dengan kriteria sebagai berikut:

Tabel 3.9 Interpretasi Keterlaksanaan % Kategori

Keterlaksanaan Pendekatan

Interpretasi

KM = 0 Tidak satupun kegiatan terlaksana 0 < KM < 25 Sebagian kecil kegiatan terlaksana

25 < KM < 50 Hampir setengah kegiatan terlaksana

KM = 50 Setengah kegiatan terlaksana 50 < KM < 75 Sebagian besar kegiatan terlaksana 75 < KM <100 Hampir seluruh kegiatan terlaksana

KM = 100 Seluruh kegiatan terlaksana


(43)

Aryanti Lestari, 2014

Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu b. Data Skor tes

Dalam penelitian ini, data skor digunakan untuk mengukur kemampuan scientific reasoning siswa. Adapun langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Pemberian skor

Skor untuk soal pilihan ganda ditentukan berdasarkan pendekatanright only, yaitu ketika jawaban benar diberi skor satu namun ketika jawaban salah diberi skor nol. Pemberian skor dihitung dengan menggunakan rumussebagai berikut :

=∑

Keterangan :

S = skor siswa; R= jawaban siswa

2. Menentukan Korelasi

Untuk menghitung korelasi antara baseline (pretest) dan intervention (postest) dengan menggunakan rumus korelasi product moment sebagai berikut:

12 =

Σ 1 2− Σ 1 Σ 2

( Σ 12− (Σ 1)2)( Σ 22−(Σx2)2)

Perhitungan nilai korelasi tersebut digunakan untuk menentukan rumus yang akan digunakan untuk menghitung nilai effect size.

c. PerhitunganEffect Size

Untuk menghitung besarnya peningkatan scientific reasoning dilakukan perhitungan dengan menggunakan effect size. Literacy Secretariat menyatakan effect size sebagai:

“... is one way to measure both improvement of a particular intervention.”


(44)

Aryanti Lestari, 2014

Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Berdasarkan hal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa effect size merupakan suatu ukuran bobot kontribusi suatu treatment yang dilakukan.Dalam Literacy Secretariat juga dijelaskan bahwa effect size digunakan untuk menghitung besar peningkatan. Hal yang sama juga dijelaskan oleh Schagen (2009) yang menjelaskan bahwa salah satu kegunaan dari effect size adalah untuk melihat peningkatan siswa dari waktu ke waktu dengan menggunakan tes yang sama. Dalam penelitian ini, untuk menghitung besar effect size, digunakan rumus single-participant research design studies. Adapun prosedur yang digunakan untuk menghitung effect size adalah dengan melakukan perhitungan hasil pretest dan postest.Cara yang digunakan untuk melakukan perhitungan effect size, adalah dengan menghitung besarnya korelasi kemudian mengukur rata-rata dan standar deviasi pretest dan postest.Rumus yang digunakan untuk menghitung besarnya effect size adalah sebagai berikut:

=

(M

I

-M

B

)/

(

2

+

2

)/2

Sigurdsson dkk (dalam Carl J.Dunst dkk, 2004, hlm 6)

Keterangan:

D = effect size MI = rata-rata postest MB = rata-rata pretest

SDI= standar deviasi intervention (postest); SDB= standar deviasi baseline (pretest)

Adapun kategori dalam effect size ditunjukkan pada tabel di bawah ini:


(45)

Aryanti Lestari, 2014

Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Tabel 3.10 Interpretasi Effect Size

Batasan Kategori

0,0 - 0,1 Tidak berpengaruh(negligilble effect) 0,2 – 0,4 Kecil(small effect)

0,5 – 0,7 Sedang(medium effect)

≤0,8 Besar(large effect)


(1)

Aryanti Lestari, 2014

Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan

Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data penelitian, dapat diketahui bahwa scientific reasoning pada pokok bahasan optik setelah diterapkan pendekatan levels of inquiry mengalami peningkatan. Selain itu, kontribusi treatment yang dilakukan pada lima dari enam aspek yang dilatihkan berada pada kategori besar. Adapun penjelasan dari kesimpulan di atas sebagai berikut:

1. Berdasarkan hasil analisis, instrumen tes scientific reasoning pada pokok bahasan optik dapat dikatakan layak untuk mengukur scientific reasoning siswa.

2. Peningkatan scientific reasoning siswa berada dalam kategori besar, sehingga pendekatanlevels of inquiry memiliki kontribusi yang besar dalam meningkatkan scientific reasoning.

3. Peningkatan scientific reasoning siswa pada setiap aspek rata-rata berada dalam kategori besar, sehingga pendekatanlevels of inquiry memiliki kontribusi yang besar dalam meningkatkan scientific reasoning pada setiap aspek.

4. Peningkatan scientific reasoning pada setiap pokok bahasan berada dalam kategori besar, sehingga pendekatanlevels of inquiry memiliki kontribusi yang besar dalam meningkatkan scientific reasoning pada setiap pokok bahasan.

5. Keterlaksanaan pendekatan levels of inquiry pada pembelajaran optik memiliki nilai rata-rata keterlaksanaan aktivitas guru dan aktivitas siswa berada pada kategori hampir seluruh kegiatan terlaksana


(2)

Aryanti Lestari, 2014

Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

B.Saran

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, ada beberapa saran yang diajukan, antara lain sebagai berikut:

1. Alangkah lebih baiknya jika instrumen tes scientific reasoning

yang dikembangkandi korelasikan dengan tes LCTSR standar dan diujikan berkali-kali untuk melihat reliabilitas tes yang dibuat.

2. Pembelajaran dengan menggunakan pendekatanlevels of inquiry terbukti dapat meningkatkan prestasi scientific reasoning siswa. Dengan demikian alangkah baiknya jika guru dalam pembelajaran Fisika dapat menerapkan pendekatanlevels of inquiry jika memang sesuai dengan materi yang akan disampaikan.

3. Untuk dapat mengembangkanscientific reasoning siswa dibutuhkan waktu yang cukup lama. Sehingga guru harus secara terus menerus menerapkan pembelajaran yang dapat melibatkan siswa dalam mengkonstruksi pengetahuannya, membuat siswa berperan aktif dalam pembelajaran, dan memotivasi siswanya. Dengan demikian semakin besar pola pembelajaran yang diterapkan maka akan semakin berkembangscientific reasoning siswa.

4. Frekuensi aspek scientific reasoning yang dilatihkan sebaiknya dibuat lebih proporsional dalam setiap pembelajaran sehingga tidak terjadi dominasi disalah satu aspek.

5. Jumlah soal yang dibuat pada setiap aspek sebaiknya dibuat proporsional agar tidak terjadi dominasi disalah satu aspek. 6. Sebaiknya setiap kelompok diamati oleh satu orang observer

sehingga pengamatan yang dilakukan menjadi lebih fokus. 7. Sebaiknya observer yang bertugas dalam merekam proses

pembelajaran memfokuskan pada salah satu kelompok sehingga dialog-dialog dalam pembelajaran menjadi lebih


(3)

125

Aryanti Lestari, 2014

Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

jelasdan tidak terpotong-potong. Namun aktivitas pembelajaran di kelas pun tetap direkam.

8. Sebaiknya alokasi waktu ketika menerapkan levels of inquiry


(4)

126 Aryanti Lestari, 2014

Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

Aiken, L.R. (1980). Content Validity and Reliability Of Single Items or Questionnaires. Educational and Psychological Measurement, 40, hlm. 955-959.

Arikunto, Suharsimi.(2009). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Arikunto,Suharsimi.(2010) .Prosedur Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Bao, et all. (2009). ” Learning and Scientific Reasoning”. Vol. 323.

sciencemag.org

Bao, et all. (2012). “International Partnership of Education Reasearch an

Communication (IIPERC)”[online]. Tersedia:

www.iperc.org/home/reasearch-sr/ [Januari 2014]

BSNP. (2010). PARADIGMA PENDIDIKAN NASIONAL ABAD XXI. Jakarta: BSNP.

Cartono. (2007). Assesment Dalam Pembelajaran Sains. (Disertasi Program Doktor Sekolah Pasca Sarjana). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Cohen, J. (1992). A Power Primer. Psychological Bulletin. 112 (1), hlm.155-159. Dahar, Ratna Wilis. (1988). “Teori-Teori Belajar”. Jakarta: Erlangga.

Dunst, C.J,dkk. (2004). Guidelines for Calculating Effect Sizes for Practice-Based Research Syntheses. Centerscope. 3(1).hlm.1-10.

Fraenkel, J.R, Wallen, N.E, & Hyun, H.H. (2012). How to Design and Evaluate Research in Education (eight ed). New York: Mc.Graw-Hill.

Han, Jing. (2013). “Scientific Reasoning: Research, Development, And

Assessment”. Disertasi pada The Ohio State University.

Koenig, Kathleen. (2010). Explicitly Targeting Pre-service Teacher Scientific Reasoning Abilities and Understanding of Nature of Science through an Introductory Science Course. Winter 2012 Vol. 21, No. 2.

Jailani. Peningkatan Prestasi Belajar Biologi Melalui Pemberdayaan Penalaran Siswa. Universitas Serambi Mekah.

Joyce, B., Weil., M., dan Calhoun, E. (2009) Models of Teaching. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.


(5)

127

Aryanti Lestari, 2014

Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Kompas.(2012).Prestasi Sains dan Matematika Indonesia Menurun.

[Online].Tersedia di:

http://edukasi.kompas.com/read/2012/12/14/09005434/Prestasi.Sains.dan .Matematika.Indonesia.Menurun . Diakses 31 Januari 2014.

Koswara, T. (2010). Penerapan Model Pembelajaran Konstruktivisme Dalam Pembelajaran Fisika Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa SMP. Skripsi Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Lawson, A. E. (1994). Science Teaching And The Development of Thinking.

California: Wadsworth Publishing Company Belmont.

Lawson, A.E. (1992). The Development of Reasoning Among College Biology Student A Review of Research. Journal of College Science Teaching,XXI (6) hlm. 338-346.

Megawati, Erlina. (2013). “Profil Kemampuan Inkuiri dan Kemampuan Berpikir Logis Siswa SMA Dalam Penerapan Levels of Inquiry Pada

Pembelajaran Fisika”.Skripsi, Universitas Pendidikan Indonesia,

Bandung.

Noperman, Feri. (2012). Penerapan Model Pembelajaran Group Investigation Berbasis Inquiry Pada Topik Keanekaragaman Tumbuhan Untu Meningkatkan Penalaran Dan Sikap Siswa Kelas X. Tesis pada pendidikan IPASekolah Pasca Sarjana UPI Bandung: tidak diterbitkan. Sanjaya, Wina. (2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses

Pendidikan. Jakarta: Prenada Media Group.

Shofiyah, dkk. (2013). Mengembangkan Penalaran Ilmiah (Scientific Reasoning) Siswa Melalui Model Pembelajaran 5E Pada Siswa Kelas X SMAN 15 Surabaya.Universitas Negeri Surabaya.

Sudaryono.(2012). Dasar-dasar Evaluasi Pembelajaran.Yogyakarta: Graha Ilmu. Sugiyono.(2011).Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan

Kuantitatif,Kualitatif,dan R&D.Bandung:Alfabeta.

Suma, Ketut (2010). “Efektivitas Pembelajaran Berbasis Inkuiri Dalam Peningkatan Pengusaan Konten Dan Penalaran Ilmiah Calon Guru Fisika”. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran, Jilid 43, Nomor 6, April 2010, hlm.47 – 55.

Suriasumantri, J.S, Hakim, Andi. (1984). “Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer”. Jakarta: Sinar Harapan


(6)

Aryanti Lestari, 2014

Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Wenning, Carl. (2005).” Levels of inquiry: Hierarchies of pedagogical practices and inquiry processes”.J. Phys. Tchr. Educ. Online.

Wenning,Carl. (2010). “Levels of inquiry: Using inquiry spectrum learning

sequences to teach science”.J. Phys. Tchr. Educ. Online

Wenning, Carl. J. (2011). “The Levels of Inquiry Model of Science Teaching”. Journal Physics Teacher Education Online, 6(2), hlm. 9-16.

Wenning, Carl. J & Vieyra, R. (2014). Intelectuall Skills. Draft: Belum diterbitkan.

Zimmerman, Corinne (2007). “The Development of Scientific Reasoning Skills: What Psychologists Contribute to an Understanding of Elementary Science Learning”. Illinois State University.

Zimmerman, Corinne (2007). “The development of scientific thinking skills in elementary and middle school”. elsevier.com/locate/dr.