Kembalikan Baliku sebagai Daerha Bebas Rabies.

wAHANA | No.79 Th.XXVIII Nopember 2012

KEMBALIKAN BALIKU BALIKU
Sebagai Daerah Bebas Rabies
I Ketut Berata, FKH Unud
Predikat pulau Bali sebagai pulau sorga tampaknya semakin menjauh dari
kenyataan yang ada, terutama sejak merebaknya penyakit rabies. Hewan penular rabies
(HPR) yang utama adalah anjing, yang merupakan hewan multifungsi bagi masyarakat
Bali. Hewan anjing dikenal sebagai hewan paling setia pada pemeliharanya. Dalam
kisah Mahabharata pun diceritakan bagaimana Yudistira membalas kesetiaan anjingnya
(asu) dengan mengajaknya ke sorga ketika mencapai moksah. Tetapi sayang, si penjaga
sorga tidak memperkenankan Yudistira masuk sorga, jika tetap membawa anjingnya.
Rupanya penjaga pintu sorga mengetahui bahwa anjing merupakan pembawa utama
virus rabies, sehingga sorga tetap aman dan damai, karena bebas dari ancaman rabies.
Lalu, bagaimana penjaga pintu pulau sorga dan ‘Yudistira-yudistira” yang memasukkan
HPR ke pulau sorga (Bali) ?
Dampak dari Penyakit Rabies
Penyakit rabies (penyakit anjing gila) merupakan penyakit zonosis yang sangat
ditakuti karena sifat penyakitnya dapat membunuh hewan atau manusia penderita
akibat infeksi virus pada susunan syaraf pusat. Sebagaimana hasil penelitian, distribusi
sel-sel terinfeksi virus rabies, diketahui bahwa dalam otak penderita yang telah mati

dilaporkan terbanyak ditemukan pada bagian hipokampus. Hipokampus merupakan
bagian tengah otak yang berfungsi sebagai pusat memori. Keadaan inilah menyebabkan
anjing penderita rabies dapat berubah sifat dari setia menjadi garang kepada segala
benda yang ada di sekitarnya termasuk pada tuannya sekalipun.
Berbagai faktor yang menyebabkan pulau Bali sangat rentan terhadap wabah
penyakit rabies di Bali saat ini. Secara sosiologis budaya masyarakat Bali sangat dekat
dengan anjing karena bebagai perannya seperti peran penjaga rumah, hewan
kesayangan dan untuk keperluan upakara. Rasio populasi manusia dan anjing di Bali
yang cukup tinggi akibat budaya memelihara anjing setiap pekarangan, menyebabkan
risiko penularan rabies dapat lebih cepat meluas. Selain itu budaya masyarakat yang
membuang/mengusir anjing betina ke luar pekarangan, menyebabkan anjing betina
wAHANA | No.79 Th.XXVIII Nopember 2012

yang diliarkan akan cenderung beranak-pinak tanpa terkontrol dengan karakter liar.
Keadaan ini memungkinkan banyaknya anjing-anjing liar di tempat-tempat tidak
berpenghuni, semak-semak maupun tempat pembuangan akhir (TPA). Tetapi mereka
akan ke pemukiman penduduk jika mencari makanan. Perkelahian antara anjing liar
dan anjing peliharaan yang sesaat dan tidak terkontrol ini, sangat memungkinkan
terjadinya penularan rabies antar HPR.
Dampak negatif penyakit rabies terhadap pariwisata Bali sangatlah nyata. Selain

anjing sebagai HPR utama yang berkeliaran, beberapa objek wisata alam berupa kera,
kelelawar dan HPR lainnya, juga merupakan faktor risiko meluasnya wabah rabies.
Wisatawan yang paham tentang penularan rabies tentu berfikir untuk datang ke Bali.
Secara logika dapat menurunkan citra Bali dan sekaligus menurunkan pendapatan
masyarakat Bali jika tidak dilakukan langkah-langkah pembebasan Bali dari penyakit
rabies.
Upaya Mempertahankan Bali sebagai Daerah Bebas Rabies
Berbagai upaya telah dilakukan untuk mempertahankan Bali sebagai daerah
bebas rabies. Upaya tersebut baik berupa peraturan daerah maupun kegaiatan-kegiatan
yang bersifat menggali potensi anjing lokal Bali, sehingga anjing dari luar Bali tidak
masuk ke Bali. Pada Simposium Nasional Rabies yang diadakan di Denpasar tahun
1984 dilaporkan bahwa ada 6 Propinsi yang digolongkan zona bebas rabies termasuk
Propinsi

Bali

(SK.Menteri

Pertanian


RI

No.363/Kpts/Um/5/1982).

Untuk

mempertahankan Bali sebagai daerah bebas rabies, maka terbit Surat Keputusan
Gubernur Bali No.443.34/14888/Binsos Mental/1982,

membentuk

tim koordinasi

pencegahan, pemberantasan dan penaggulangan rabies Propinsi Bali. Selanjutnya
melalui pengumuman Gubernur Propinsi Bali dengan No.443.34/180/Binsos Mental,
diumumkan kepada seluruh masyarakat, diantaranya : 1). Dilarang keras untuk
memasukkan anjing, kucing, kera dan sebangsanya ke daerah Bali. 2). Kepada pemilik
anjing, kucing, kera dan sebangsanya yang telah terlanjur memasukkannya ke Bali,
harus segera mendaftarkan hewan tersebut ke kantor Dinas Peternakanb masing-masing
Kabupaten. 3). Bagi pemilik anjing, kucing, kera dan sebangsanya beserta

keturunannya yang berasal dari luar Bali, agar menyerahkan hewan piaraannya tersebut

wAHANA | No.79 Th.XXVIII Nopember 2012

kepada pihak Karantina Kehewanan Wilayah Denpasar atau dikembalikan ke daerah
asal di luar Bali. 4) Bagi masyarakat yang mengetahui adanya anjing, kucing, krea dan
sebangsanya yang berasal dari luar Bali, untuk segera melaporkan kepada Kepala
Desa/Lurah atau Dinas Peternakan setempat. Selain itu beberapa peraturan yang
bersifat teknis diterbitkan guna menegaskan pentingnya mempertahankan Bali sebagai
daerah bebas rabies.
Dalam upaya membantu pemerintah Propinsi Bali untuk mempertahankan
Bali sebagai daerah bebas rabies, maka Program Studi Kedokteran Hewan (PSKH,
sebagai cikal bakal FKH) Universitas Udayana bekerjasama dengan Perhimpunan
Dokter Hewan Indonesia (PDHI) Cabang Bali dan Dinas terkait, menyelenggarakan
Kontes dan Pameran Anjing Bali mulai tahun 1985 dan diadakan setiap tahun.
Penyelengaraan Kontes dan Pameran Anjing Bali ini bertujuan untuk menunjukkan
bahwa di Bali juga ada jenis anjing yang penampilan dan kecerdasannya tidak kalah
dengan anjing ras luar Bali. Sehingga masyarakat penggemar anjing tidak lagi tergoda
untuk memasukkan anjing ras luar Bali ke Bali. Atas upaya penggalian potensi anjing
Bali, maka sejak 18 April 2006 anjing Bali diakui sebagai salah satu anjing ras yang

sejajar dengan anjing ras di dunia.
Bersamaan dengan perjuangan penggemar anjing Bali, para pakar dan
perhimpunan Kinologi Indonesia (Perkin) Bali, pada era reformasi muncul pula
kebijaksanaan Menteri Pertanian RI yang membolehkan masuknya anjing, kucing, kera
dan sebangsanya antar daerah bebas rabies. Dibolehkannya anjing ras luar Bali ke Bali,
menyebabkan beberapa kalangan pesimis mempertahankan Bali sebagai daerah bebas
rabies, walaupun disebutkan berasal dari daerah bebas rabies. Sebagaimana diketahui
bahwa lalulintas hewan termasuk anjing dan HPR lainnya sangat dinamis mengikuti
lalu lintas orang termasuk dari daerah tertular rabies ke daerah bebas rabies. Benar saja,
pada akhir tahun 2008, merebaklah wabah rabies di daerah Kuta Selatan, dimana
dilaporkan 4 orang meninggal dengan sejarah pernah tergigit anjing. Status adanya
wabah rabies di Bali ini ditetapkan dengan Peraturan Menteri Pertanian No.1637/2008
tertanggal 1 Desember 2008. Gubernur Bali menindaklanjuti dengan Peraturan
Gubernur No.88/2008 tentang peneutupan pemasukan dan pengeluaran anjing, kucing,

wAHANA | No.79 Th.XXVIII Nopember 2012

kera atau sebangsanya dari dan ke Propinsi Bali. Saat ini dilaporkan penyakit rabies
telah tersebar di seluruh Kabupaten/Kota di Bali.
Mengembalikan Bali Bebas Rabies

Berbagai upaya telah dilakukan mengembalikan Bali sebagai daerah bebas
rabies. Upaya penanggulangan rabies saat ini yaitu dengan vaksinasi massal HPR masih
sulit dilakukan secara serempak dan menyeluruh. Hal ini disebabkan oleh adanya
budaya memelihara anjing yang dilepas, sehingga pemiliknyapun sulit untuk
menangkap. Tindakan eliminasi HPR yang dilakukan juga menemui kendala terutama
anjing-anjing liar di semak-semak dan tempat-tempat yang sulit dijangkau. Oleh karena
itu, tindakan-tindakan tersebut harus dibarengi dengan peraturan yang ketat.
Mengembalikan peraturan pemerintah pusat maupun daerah Bali dalam mencegah,
memberantas dan menaggulangi rabies sangat penting diberlakukan seperti sebelum era
reformasi. Perlu adanya peraturan tentang kepemilikan dan tatacara pemeliharaan
hewan-hewan penular rabies. Seluruh komponen masyarakat Bali harus mendukung
dan berperan dalam membebaskan Bali dari penyakit rabies. Semoga Bali dapat
dikembalikan seutuhnya sebagai daerah bebas rabies.
Sumber Bacaan
1. Dharmawan, NS. 2009. Anjing Bali dan Rabies. Cetakan I. Arti Foundation
2. Eichenbaum, H., M. Hasselmo, U. Eden, C. Stern; N.J. Cohen; E. Miller; M. Shapiro;
2011. Center for Memory and Brain Participating Laboratories. Exciting News.Akses
tgl 2 Januari 2012
3. Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia Cabang Bali.1984. Kumpulan Makalah
Symposium Nasional Rabies. Denpasar 10-11 September 1984


wAHANA | No.79 Th.XXVIII Nopember 2012

wAHANA | No.79 Th.XXVIII Nopember 2012