KEMBALIKAN MUHAMMADIYAH KEPADAKU

KOLOM

KEMBALIKAN
MUHAMMADIYAH KEPADAKU
IBNU WAZIR

fsp

litm
erg
er.
co
m)

Muballigh. Mereka pun makin merasa memiliki Muhammadiyah.
Bukan hanya orang miskin yang merasa memiliki Muhammadiyah. Orang-orang kaya pun merasa memiliki Muhammadiyah.
Sebab Muhammadiyah dapat dijadikan medan amal. Setiap Muhammadiyah memanggil, mereka dengan segera mau memberikan sumbangan harta bendanya, tanpa disuruh lagi. Mereka
percaya kepada keihlasan dan kejujuran, keluguan para pengurus
Muhammadiyah. Dan sering tanpa diminta para orang kaya pun
mewakafkan tanah-tanahnya kepada Muhammadiyah. Maka tak
mengherankan jika pada basis-basis Muhammadiyah dengan

mudah tumbuh sekolah, rumah sakit, masjid, musholla dan sebagainya. Dan makin mereka mendermakan harta untuk Muhammadiyah, makin bertambah pula harta mereka, karena mereka
makin bersemangat ketika berniaga dan ketika melakukan usaha.
Orang-orang pintar dalam masyarakat juga banyak yang
merasa memiliki Muhammadiyah. Di samping karena ada yang
pernah merasakan menjadi anak didik Muhammadiyah, juga
karena mereka setuju dengan semangat Islam berkemajuan dan
Islam moderat yang diperjuangkan Muhammadiyah. Mereka juga
merasa dihargai ketika berada di Muhammadiyah. Dan ketika
orang pintar pun ada dan banyak menjadi pejabat maka mereka
tetap merasa memiliki Muhammadiyah. Sebab dalam berdakwah,
orang Muhammadiyah tidak pernah menyakiti hati, terkenal santun
dan cerdas dalam memilih kata-kata bernas.
Itulah sepenggal kisah sukses Muhammadiyah merebut hati
orang miskin, orang kaya dan orang pintar di negeri ini. Semua
sama-sama mendapat tempat, terayomi, dan mereka tidak
menemukan ada pemimpin yang mau memonopoli Muhammadiyah. Muhammadiyah adalah milik semua anggota, simpatisan, masyarakat bahkan bangsa Indonesia. Tidak ada kelompok
elite yang memonopoli Muhammadiyah, memaksakan tafsir
tunggal atas perjuangan Muhammadiyah dan tidak saling
melempar api kata-kata hanya karena ingin berebut kedudukan.
Sekarang, di pelosok-pelosok, seperti di pelosok Kulon Progo,

di sekitar tanah kelahiran Pak AR Fakhruddin masih banyak masyarakat bawah yang merasa memiliki Muhammadiyah seutuhnya.
Mereka tidak perlu berteriak; ”Kembalikan Muhammadiyah
kepadaku!” Sebab Muhammadiyah memang masih berada
dalam diri mereka dan menjadi milik mereka. Hanya saja, orangorang miskin di kota, termasuk orang kaya yang menjadi miskin
karena dimiskinkan oleh negara yang akhir-akhir ini, sepertinya
kurang mendapat perhatian dari Muhammadiyah, kalau berani,
akan berteriak, “ Kembalikan Muhammadiyah kepadaku!”
Masalahnya, bagaimana mengembalikan Muhammadiyah
kepada mereka?l

De
mo
(

Vi
sit

htt
p:/
/w

w

w.

pd

P

ada tahun 1960-an, setahun sebelum berlangsungnya
muktamar, murid-murid sekolah Muhammadiyah sudah
merasa memiliki Muhammadiyah. Mereka melihat poster
muktamar sudah dipasang di mana-mana, termasuk di dinding
sekolah mereka. Dengan gembira mereka menyanyikan lagu
Mars Muktamar yang menerbitkan semangat berjuang. Di setiap
upacara bendera, dan hampir setiap pagi mereka menyanyikan
Mars Muktamar yang diciptakan berdasar hasil lomba. Poster
karya pemenang lomba pun mereka amati dengan penuh perhatian.
Di saat genting, murid-murid Muhammadiyah pun makin
merasa memiliki Muhammadiyah. Mereka berlatih Tapak Suci
dan bangga melihat senior atau pelatihnya punya sisi telapak tangan

kuat bisa menghancurkan tumpukan bata merah. Dan ketika pawai,
anak-anak SD ini dengan bangga mengenakan seragam Tapak
Suci, merah, tidak mengenal takut. Padahal orangtua mereka
saja berdebar-debar dan kadang cemas melihat perkembangan
politik yang tidak jelas dan cenderung menekan umat Islam. Untung
waktu itu Bung Karno yang memang pernah aktif di Muhammadiyah berani meneriakkan slogan, “Sekali Muhammadiyah
tetap Muhammadiyah.” Slogan ini bergema ke seluruh Tanah Air,
menggerakkan gelombang kebanggaan dan kepercayaan diri
semua aktivis dan simpatisan Muhammadiyah.
Pada zaman itu, orang-orang miskin juga merasa memiliki
Muhammadiyah. Ada yang memiliki Muhammadiyah karena punya anak lelaki banyak dan si bungsu baru saja mengikuti khitanan
massal. Gratis dan pulang dapat baju, sarung, peci, uang, ikut arakarakan meriah keliling kota. Mereka tergembirakan dengan hadirnya Muhammadiyah. Tentu orang miskin yang memang benarbenar kurang mampu seperti ini berharap agar anak-anaknya, adik
si bungsu, nantinya juga dapat diikutkan dalam khitanan massal.
Dan ketika sakit, mereka juga bisa berharap pada Muhammadiyah
karena zaman itu berobat di Balai Pengobatan Muhammadiyah
cukup murah biayanya. Kadang malah ada pengobatan gratis.
Pada saat yang sama, pengajian-pengajian Muhammadiyah
yang diikuti masyarakat bawah di kampung-kampung dan desa
suasananya teduh dan segar. Orang datang ke pengajian dengan
kepala pening karena memikirkan hutang dan harga barang

kebutuhan yang makin mahal, mereka pulang penuh optimisme
atas hidup. Para muballighnya betul-betul bisa melakukan siraman
ruhani. Tidak pernah muballighnya menjelek-jelekkan orang lain,
memanas-manasi dan menuduh-nuduh pihak lain. Juga tidak
pernah menyindir-nyindir secara kasar pada orang yang masih
malas shalat misalnya. Dengan muballigh yang telah mengendap
jiwanya dan telah mampu mengolah kearifan sikapnya seperti itu
maka umat pun dengan suka rela mengikuti anjuran sang

SUARA MUHAMMADIYAH 18 / 95 | 16 - 30 SEPTEMBER 2010

37