HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DENGAN KONFORMITAS PADA REMAJA SKRIPSI

  

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DENGAN

KONFORMITAS PADA REMAJA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

  

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh:

  

Bernadetta Desy Sulistyowati

019114125

  

HALAMAN MOTTO

Karena itu Aku berkata kepadamu : apa saja yang

kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah

menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu.

  (Markus 11: 24)

Mintalah, maka akan diberikan kepadamu;

carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka

pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang

yang meminta, menerima dan setiap orang yang

mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok,

baginya pintu dibukakan.

  (Matius 7 : 7-8)

HALAMAN PERSEMBAHAN

  Kupersembahkan skripsi ini kepada : Bunda Maria dan Tuhan Yesus

Bapak dan ibuku tercinta,

Henricus Wijatmiko, my lovelly husband.

  

My little princess, Armella.

Para sahabat dan teman-temanku

  

ABSTRAK

Bernadetta Desy Sulistyowati (2009). Hubungan Antara Harga Diri Dengan

Perilaku Konformitas Pada Remaja. Jogjakarta; Fakultas Psikologi; Jurusan

Psikologi; Universitas Sanata Dharma.

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana hubungan antara

harga diri dengan perilaku konformitas pada remaja. Masa remaja merupakan

puncak emosionalitas. Pada masa ini juga berkembang sikap conformity, yaitu

kecenderungan untuk mengikuti opini, pendapat, nilai, kebiasaan, kegemaran, atau

keinginan orang lain. Remaja yang merasa dirinya diterima oleh sosial akan

merasa berharga dan akan menerima diri apa adanya. Hipotesis yang diajukan

adalah ada hubungan negatif antara harga diri dengan perilaku konformitas pada

remaja.

  Subyek penelitian ini adalah 56 orang siswa SMAK Sang Timur

Yogyakarta. Pengumpulan data dilakukan dengan penyebaran skala harga diri dan

perilaku konformitas. Koefisien reliabilitas skala harga diri sebesar 0,949 dan

perilaku konformitas sebesar 0,926. Analisis data penelitian menggunakan analisis

korelasi Product Moment.

  Hasil analisis data penelitian diperoleh koefisien korelasi (r) sebesar

  • -0,415 dan nilai signifikansi sebesar 0,001 (p<0,050). Nilai koefisien korelasi

    yang bernilai negatif menunjukkan semakin tinggi harga diri yang dimiliki remaja

    maka semakin rendah tingkat konformitasnya. Harga diri pada subjek penelitian

    sebagian besar (41,10%) termasuk dalam kategori tinggi. Tingkat konformitas

    pada subjek penelitian sebagian besar (55,40%) termasuk dalam tingkat yang

    rendah.

  Kata kunci: harga diri, konformitas, remaja

  

ABSTRACT

Bernadetta Desy Sulistyowati (2009). The Relationship between Self-Esteem

and Conformity Behavior in Adolescent. Yogyakarta; Faculty of Psychology;

Psychology Department; Sanata Dharma University.

  This research is aimed at defining the relationship between self-esteem and

conformity behavior in adolescent. Adolescent is emotionality peak. During this

period, conformity behavior also develops. It means adolescent tends to follow

other people’s opinions, ideas, values, habits, hobbies, or desires. Adolescent

perceiving him/herself as socially received will feel valuable and accept

him/herself as is. Proposed hypothesis will be negative relationship between self-

esteem and conformity behavior in adolescent.

  Subjects of this research are 56 students of SMAK Sang Timur

Yogyakarta. Data collection is conducted by scale distribution of self-esteem and

conformity behavior. Reliability coefficient of self-esteem scale is 0.949 and

conformity behavior scale is 0.926. Data is analyzed using Product Moment

correlation analysis.

  Results of analysis on research data show correlation coefficient (r) at -

0.415 and significant value at 0.001 (p<0.050). Negative value of correlation

coefficient show that adolescent’s higher self-esteem will cause lower level of

conformity. Self-esteem of most research subjects (41.10%) is categorized high.

Level of conformity on most research subjects (55.40%) is included into low

level.

  Keywords: self-esteem, conformity, adolescent

KATA PENGANTAR

  Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala

kasih dan karunia-Nya yang telah diberikan, sehingga akhirnya penulis dapat

menyelesaikan penyusunan skripsi yang sederhana ini.

  Tujuan penyusunan skripsi ini adalah untuk melengkapi salah satu syarat

guna menyelesaikan pendidikan pada jurusan Psikologi Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  Penulis menyadari bahwa tanpa kasih dan karunia-Nya serta dorongan

baik moril maupun spiritual dari banyak pihak, skripsi ini tidak mungkin dapat

terselesaikan. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada :

  

1. Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan selaku Dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk membimbing penyusunan skripsi ini.

  

2. Ibu Sylvia Carolina MYM., S.Psi., M.Si. selaku Kaprodi yang selalu

memberikan dorongan dan jalan keluar kepada penulis dalam menghadapi kendala dalam penyelesaian skripsi ini.

3. Bapak Minta Istono, S.Psi., M.Si. selaku dosen penguji I yang telah memberikan kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini.

  

5. Bapak dan Ibu yang tanpa henti-hentinya memberikan dorongan dan perhatian

serta dengan setia menunggu hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsinya.

  

6. Suamiku, yang tanpa lelah memberikan bantuan, kasih dan pengertiannya

dalam menyelesaikan skripsi ini. Tanpa kamu mungkin skripsi ini tidak akan pernah terselesaikan.

  7. Little princes Armella, kamulah motivasiku nak.

  

8. Mas Gandung , mbak Nanik, ,mas Muji, mas Doni, terima kasih atas

bantuannya selama ini.

  

9. Temen-temenku, Nyit-nyit, Jelly, Rini, Anas, Mira, Silva, yang selalu kemana-

mana bareng pas udah deadline, will miss you all guys.

  

10. Dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang

tidak mungkin disebutkan satu-persatu, terima kasih semuanya.

  Penulis menyadari bahwa skrisi ini masih terdapat banyak kekurangan dan

jauh dari sempurna, mengingat masish sangat terbatasnya pengetahuan maupun

wawasan yang penulis miliki. Kritik dan saran yang membangun akan sangat

penulis hargai.

  Akhirnya, dengan segala kesederhanaanya, skripsi ini dipersembahkan kepada pembaca maupun pihak-pihak yang memerlukannya.

  

DAFTAR ISI

Halaman Halaman Judul..................................................................................................... i

  Halaman Persetujuan Dosen Pembimbing .......................................................... ii

Halaman Pengesahan Penguji ............................................................................. iii

Halaman Motto.................................................................................................... iv

Halaman Persembahan ........................................................................................ v

Halaman Pernyataan Keaslian Karya.................................................................. vi

Abstrak ................................................................................................................ vii

Abstract ............................................................................................................... viii

Halaman Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah..................................................... ix

Kata Pengantar .................................................................................................... x

Daftar Isi.............................................................................................................. xii

Daftar Tabel ........................................................................................................ xiii

  

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1

A. Latar Belakang........................................................................................ 1 B. Rumusan Masalah .................................................................................. 7 C. Tujuan Penelitian .................................................................................... 7 D. Manfaat Penelitian .................................................................................. 8

BAB II DASAR TEORI ....................................................................................... 9

A. Konformitas ............................................................................................ 8

  1. Definisi Konformitas ........................................................................ 9

  2. Aspek Konformitas Pada Remaja..................................................... 11

  3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konformitas ............................. 15

  2. Aspek-aspek Harga Diri ................................................................... 24

  4. Pengaruh Harga Diri ......................................................................... 26

  C. Remaja .................................................................................................... 27

  

D. Dinamika Hubungan Antara Harga Diri dengan Konformitas Pada

Remaja .................................................................................................... 32 E. Hipotesis.................................................................................................. 34

  

BAB III METODE PENELITIAN........................................................................ 35

A. Jenis Penelitian ....................................................................................... 35 B. Variabel Penelitian.................................................................................. 35 C. Definisi Operasional ............................................................................... 35 D. Subjek Penelitian .................................................................................... 36 E. Metode dan Alat Pengumpulan Data ...................................................... 37 F. Pengujian Instrumen................................................................................ 38 G. Metode Analisis Data.............................................................................. 42

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...................................... 43

A. Pelaksanaan Penelitian............................................................................ 43 B. Hasil Penelitian ....................................................................................... 43

  1. Deskripsi Data Penelitian.................................................................... 43

  2. Kategorisasi Skor Skala ...................................................................... 44

  3. Uji Asumsi .......................................................................................... 46

  4. Uji Hipotesis ....................................................................................... 48

  C. Pembahasan............................................................................................. 49

  

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN................................................................ 53

A. Kesimpulan ............................................................................................. 53

  

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Distribusi Aitem Skala Harga Diri ..................................................... 37

  

Tabel 2 Distribusi Aitem Skala Konfomitas ................................................... 38

Tabel 3 Distribusi Aitem Skala Harga Diri Pada Saat Uji Coba..................... 40

Tabel 4 Distribusi Aitem Skala Konformitas Pada Saat Uji Coba.................. 41

Tabel 5 Tabel Mean dan Standar Deviasi ....................................................... 43

Tabel 6 Kategorisasi Skor pada Skala Harga diri............................................ 45

Tabel 7 Kategorisasi Skor pada Skala Konformitas........................................ 46

Tabel 8 Ringkasan Uji Normalitas .................................................................. 47

Tabel 9 Hasil Uji Linieritas ............................................................................. 47

Tabel 10 Hasil Uji Hipotesis ............................................................................. 48

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang menyenangkan, masa yang paling

  berkesan dalam hidup. Kenangan saat remaja merupakan kenangan yang tidak mudah dilupakan. Fase ini ditandai dengan kebutuhan remaja akan pertemanan dan keinginan remaja untuk selalu mengikuti trend-trend yang ada agar tidak dicap kuper (kurang pergaulan). Remaja diidentikkan pula dengan dunia pertemanan yang terkadang keluar dari batasan norma pergaulan. Oleh sebab itu pada fase ini sebetulnya remaja masih membutuhkan bimbingan baik dari lingkungan keluarganya maupun dari lingkungan sekitarnya.

  Masa remaja merupakan masa topan badai (strum und drag) yang mencerminkan kebudayaan modern yang penuh gejolak akibat pertentangan nilai-nilai. Pada masa ini terdapat kegoncangan pada individu remaja terutama dalam melepaskan nilai-nilai yang lama dan memperoleh nilai-nilai yang baru untuk mencapai kedewasaan. Nilai-nilai lama berasal dari lingkungan keluarga dimana remaja dibesarkan. Nilai-nilai lama tersebut akan berubah seiring dengan terjadinya proses sosialisasi remaja di luar lingkungan keluarganya

  2

lebih sering untuk menghabiskan waktunya dengan teman-temannya karena

menurut mereka teman akan memenuhi kebutuhannya (Hurlock, 1995).

  Dalam perkembangan sosialnya remaja cenderung memisahkan diri

dari orangtuanya dan lebih banyak menghabiskan waktu dengan teman sebaya

(Monks, dkk, 1996). Teman menjadi figur contoh yang penting bagi remaja.

Keinginan remaja untuk selalu berada dalam kelompoknya tersebut akan

mengakibatkan remaja bersikap konform terhadap kelompoknya, Palmer

(Mappiare, 1983). Hal itu menyebabkan terjadinya konformitas pada remaja.

  Konformitas kadangkala berdampak negatif jika remaja tidak pandai

memilih teman bergaul. Kasus-kasus yang banyak dijumpai menunjukkan

kenakalan remaja seperti tawuran, corat-coret dinding, merokok dan minum-

minuman keras. Kasus lain yang sempat menjadi headline sejumlah media

adalah munculnya geng sekolah yang menamai dirinya Geng Nero (neko-neko

dikeroyok) yang anggotanya semuanya masih duduk di kelas 1 SMA Pati,

Jawa Tengah. Fenomena Geng Nero lebih banyak diberitakan di media

sebagai bentuk kekerasan diantara remaja putri. Anak diluar geng ini kerapkali

mendapat ujian atau hukuman hanya karena persoalan sepele, ada sedikit

kesalahan, atau ingin menjadi anggota geng ini.

  Fenomena geng pada remaja pria ternyata juga tak kalah

menghebohkan masyarakat. Salah satunya adalah fenomena geng motor.

  3

juga menyangkut aspek internalisasi nilai peran jender yang berlangsung

dalam domain keluarga dan sekolah. Berdasarkan pengamatan sejumlah media

yang mengungkapkan profil-profil anggota geng motor dari kota-kota di

Indonesia terungkap bahwa sebagian besar dari geng-geng tersebut terlibat

dengan kegiatan kriminal baik itu perampokan, curanmor, hingga tindakan-

tindakan yang berujung fatal semisal pengeroyokan hingga pembunuhan.

  Masa remaja merupakan puncak emosionalitas, yaitu perkembangan

emosi yang tinggi. Mencapai kematangan emosional merupakan tugas

perkembangan yang sangat sulit bagi remaja. Proses pencapaiannya sangat

dipengaruhi oleh kondisi sosio-emosional lingkungannya, terutama

lingkungan keluarga dan kelompok teman sebaya. Pada masa ini, juga

berkembang sikap conformity, yaitu kecenderungan untuk menyerah atau

mengikuti opini, pendapat, nilai, kebiasaan, kegemaran, atau keinginan orang

lain. Peer group, pembentukan kelompok, membuat kelompok-kelompok

yang sama dengan karakteristik dirinya, ingin menonjolkan kelompok mereka,

merupakan masa perkembangan di usia-usia ini. Keinginan untuk bisa sama

dengan yang lain, untuk bisa diterima oleh suatu kelompok cukup tinggi. Hal

ini membuat seseorang akan bersedia melakukan apapun, selama ia bisa

diterima oleh kelompok tersebut karena rasa ingin diakui cukup tinggi pada

masa-masa ini. Bagi sebagian orang, mereka yang akan dikucilkan oleh

  4 Konformitas merupakan hasil interaksi yang terjadi di saat seseorang

menampilkan perilaku tertentu karena setiap orang menampikan perilaku

tersebut (Sears, 1993). Konformitas dapat pula diartikan sebagai penyesuaian

diri dengan masyarakat dengan cara mengindahkan norma dan nilai

masyarakat (Soekanto, 2000). Menurut Mappiare (1983) salah satu sifat

remaja yang kondusif untuk terjadi konformitas adalah kebutuhan berteman

yang kuat. Remaja melakukan penyesuaian untuk mendapat persetujuan atau

penerimaan, agar disukai dan terhindar dari penolakan teman sebayanya.

  Konformitas menurut Rakhmat (2003) adalah produk interaksi antara

faktor-faktor situasional dan faktor personal. Faktor-faktor situasional yang

menentukan konformitas meliputi kejelasan situasi, konteks situasi cara

menyampaikan penilaian, karakteristik sumber pengaruh ukuran kelompok,

dan kesepakatan kelompok, sedangkan personal yang erat kaitannya dengan

konformitas meliputi usia, jenis kelamin, stabilitas emosional,

otoritarianisme, kecerdasan, motivasi, dan harga diri. Terkait dengan harga

diri, Sears (1994) berpendapat bahwa kepercayaan diri yang lemah

mempengaruhi tingkat konformitas. Faktor yang sangat mempengaruhi rasa

percaya diri dan tingkat konformitas adalah tingkat keyakinan orang tersebut

pada kemampuannya sendiri untuk menampilkan suatu reaksi. Semakin

lemah kepercayaan seseorang akan penilaiannya sendiri, semakin tinggi

  5 Harga diri merupakan penilaian diri yang dibuat oleh seseorang

terhadap dirinya yang sifatnya relatif tetap, yang diperoleh dari interaksinya

dengan lingkungan dan dari penerimaan, penghargaan dan perlakuan orang

terhadap dirinya (Coopersmith, 1967). Menurut Branden (1987), harga diri

terdiri dari dua komponen yaitu perasaan akan kompetensi pribadi dan

perasaan akan harga diri pribadi. Jadi, harga diri merupakan gabungan dari

rasa percaya diri (self confidence) dan harga diri (self respect). Masa yang

paling penting dan menentukan perkembangan harga diri seseorang adalah

pada masa remaja. Pada masa inilah terutama seseorang akan mengenali dan

mengembangkan seluruh aspek dalam dirinya.

  Harga diri terbentuk oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal

yang mempengaruhi harga diri meliputi aspek psikologis individu yang

menyangkut keberhasilan atau kegagalan yang dialami dan mekanisme

pertahanan diri yang berkembang berdasarkan pengalaman-pengalaman yang

telah dilalui individu terhadap kekuatan, kompetisi, nilai-nilai dan kebaikan.

Faktor eksternal yang mempengarhi harga diri meliputi aspek lingkungan

baik keluarga sebagai tempat sosialisasi pertama anak maupun lingkungan

sosial yaitu interaksi individu dengan lingkungan sosialnya.

  Selain faktor internal dan eksternal, perbedaan jenis kelamin juga

berpengaruh pada tingkat harga diri seseorang. Penelitian Kimmel (dalam

  6

tingkat harga diri pria sedikit lebih tinggi dari pada wanita. Hal ini dapat

terjadi karena streoripe gender yang melekat pada perbedaan jenis kelamin,

sehingga ada perbedaan perlakuan yang diterima sejak kecil dan berpengaruh

pada pembentukan harga diri seseorang.

  Penelitian mengenai konformitas telah banyak dilakukan oleh

penelitian sebelumnya, diantaranya oleh Lokiteswara (2006). Lokiteswara

(2006) meneliti tentang Studi Hubungan Konformitas Kelompok Dengan

Gaya Hidup Clubbing Pada Remaja yang menyimpulkan bahwa terdapat

hubungan yang sangat signifikan antara konformitas kelompok dengan gaya

hidup clubbing pada remaja. Penelitian yang sejenis juga dilakukan oleh

Rochadi (2004) yang meneliti hubungan konformitas dengan perilaku

merokok pada remaja Sekolah SMU Negeri di 5 Wilayah DKI Jakarta. Hasil

penelitian Rochadi (2004) menyimpulkan bahwa ada 6 tipe perilaku merokok

remaja yaitu tipe sosialisasi, tipe eksistensi, tipe santai, tipe konpensasi, dan

tipe kebutuhan. Bentuk konformitas perokok tipe sosialisasi, tipe eksistensi,

tipe santai adalah bentuk konformitas kerelaan sedangkan tipe kebutuhan

bentuk konformitas penerimaan.

  Penelitian mengenai hubungan harga diri dengan konformitas juga

pernah dilakukan oleh Amilia (2005) yang meneliti hubungan antara harga

diri dengan konformitas dalam partisipasi kegiatan ekstrakurikuler pada siswa

  7 kelompok, sedangkan penelitian sebelumnya meneliti konformitas dalam partisipasi kegiatan ekstrakurikuler.

  Berdasarkan uraian tersebut, penting untuk dikaji lebih jauh tentang konektivitas harga diri terhadap konformitas pada remaja dengan subjek yang variatif. Pada penelitian ini peneliti memfokuskan permasalahan pada hubungan antara harga diri dengan konformitas pada remaja dengan memfokuskan aspek konformitas pada kelompok secara umum. Peneliti mencoba untuk mengetahui apakah ada hubungan antara harga diri dengan konformitas pada remaja guna mendukung hasil penelitian-penelitian sebelumnya.

  B. Rumusan Masalah Berdasarkan dari uraian latar belakang tersebut, ada permasalahan yang dapat dirumuskan yaitu: Apakah ada hubungan antara harga diri dengan konformitas pada remaja?

  C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang hubungan antara harga diri dengan konformitas pada remaja.

  8 D. Manfaat Penelitian

  1. Manfaat Teoritis Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberi tambahan terhadap kemajuan ilmu pengetahuan khususnya Psikologi Sosial yang berkenaan dengan konformitas.

  2. Manfaat Praktis

  a. Bagi Remaja Diharapkan hasil penelitian ini dijadikan tolak ukur bagi remaja bahwa konformitas sering terjadi dalam kehidupan mereka dan dapat menimbulkan dampak positif maupun negatif.

  b. Bagi Penulis Merupakan kesempatan bagi penulis untuk mengkaji secara lebih mendalam tentang psikologi remaja dan psikologi sosial khususnya pada perkembangan harga diri remaja.

BAB II DASAR TEORI A. Konformitas

1. Definisi Konformitas

  Sugiyarta (2002) menerangkan bahwa konformitas merupakan hasil interaksi sosial dan proses sosial dalam kehidupan manusia bermasyarakat akan memunculkan perilaku-perilaku kesepakatan (konformitas) sebagai bentuk aturan bermain bersama. Penyesuaian-penyesuaian perilaku yang disepakati bersama sebagai pedoman dalam kehidupan. Hal ini menyangkut perilaku kepatuhan. Individu melakukan konformitas dalam rangka mencari equillibrium dalam kehidupan bermasyarakat.

  Lebih lanjut Rakhmat (2003) menjelaskan bahwa bila sejumlah orang dalam kelompok mengatakan atau melakukan sesuatu, ada kecenderungan para anggota untuk mengatakan dan melakukan hal yang sama. Konformitas adalah perubahan perilaku atau kepercayaan menuju norma kelompok sebagai akibat dari tekanan kelompok. Konformitas adalah produk interaksi antara faktor-faktor situasional dan faktor personal.

  Menurut Santrock (1998) konformitas mempengaruhi berbagai aspek

  

teman-teman atau kelompoknya. Apabila seorang remaja mempunyai

konformitas yang tinggi terhadap kelompoknya maka ia akan cenderung

melakukan hal yang sama dengan yang dilakukan kelompoknya dan

begitupun sebaliknya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa masa

remaja merupakan masa dimana seseorang mempunyai gejolak yang

meningkat untuk mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi di dalam

kehidupan seseorang.

  Konformitas berarti penyesuaian diri dengan masyarakat dengan cara

mengindahkan norma dan nilai masyarakat (Soekanto, 2000). John M

Shepard seperti dikutip oleh Sunarto (2004) mendefinisikan konformitas

sebagai tipe interaksi sosial dimana individu berperilaku sesuai harapan

kelompok. Konformitas tidak hanya bertindak atau bertingkah laku seperti

yang orang lain lakukan, tetapi juga terpengaruh bagaimana orang lain

bertindak (Kiesler & Kiesler, 1969).

  Laki-laki cenderung berperilaku sesuai dengan apa yang diharapkan

dari laki-laki dan perempuan berperilaku seperti harapan orang dari

perempuan. Berperilaku sebagai laki-laki atau perempuan lebih

disebabkan karena identitas diri sebagai laki-laki atau perempuan yang

diberikan kepada kita melalui sosialisasi. Bayi laki-laki dan bayi

perempuan diperlakukan berbeda, diberikan pakaian berbeda,diberi harapan-harapan masyarakatnya, sejalan dengan kecenderungan manusia dalam kehidupan berkelompok membentuk norma sosial.

  Dari uraian mengenai berbagai pengertian konformitas di atas, dapat disimpulkan bahwa konformitas adalah suatu bentuk sikap penyesuaian diri seseorang dalam masyarakat/kelompok karena dia terdorong untuk mengikuti kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang sudah ada atau perilaku yang diubah untuk menyesuaikan diri dengan harapan kelompok.

2. Aspek Konformitas Pada Remaja

  Konformitas sebuah kelompok acuan dapat mudah terlihat dengan adanya ciri-ciri yang khas. Sears (1991) mengemukakan secara eksplisit bahwa konformitas remaja ditandai dengan adanya tiga hal sebagai berikut: a. Kekompakan Kekuatan yang dimiliki kelompok acuan menyebabkan remaja tertarik dan ingin tetap menjadi anggota kelompok. Eratnya hubungan remaja dengan kelompok acuan disebabkan perasaan suka antara anggota kelompok serta harapan memperoleh manfaat dari keanggotaannya.

  Semakin besar rasa suka anggota yang satu terhadap anggota yang

  1) Penyesuaian diri, kekompakan yang tinggi menimbulkan tingkat konformitas yang semakin tinggi. Alasan utamanya adalah bahwa bila orang merasa dekat dengan anggota kelompok lain, akan semakin menyenangkan bagi mereka untuk mengakui kita, dan semakin menyakitkan bila mereka mencela kita. kemungkinan untuk menyesuaikan diri akan semakin besar bila kita mempunyai keinginan yang kuat untuk menjadi anggota sebuah kelompok tertentu.

  2) Perhatian terhadap kelompok, peningkatan koformitas terjadi karena anggotanya enggan disebut sebagai orang yang menyimpang. Seperti yang telah kita ketahui, penyimpangan menimbulkan resiko ditolak. Orang yang terlalu sering menyimpang pada saat-saat yang penting diperlukan, tidak menyenangkan, dan bahkan bisa dikeluarkan dari kelompok.

  Semakin tinggi perhatian seseorang dalam kelompok semakin serius tingkat rasa takutnya terhadap penolakan, dan semakin kecil kemungkinan untuk tidak meyetujui kelompok.

  b. Kesepakatan Pendapat kelompok acuan yang sudah dibuat memiliki tekanan kuat sehingga remaja harus loyal dan menyesuaikan pendapatnya

  Tingkat kepercayaan terhadap mayoritas akan menurun bila terjadi perbedaan pendapat, meskipun orang yang berbeda pendapat itu sebenarnya kurang ahli bila dibandingkan anggota lain yang membentuk mayoritas. Bila seseorang sudah tidak mempunyai kepercayaan terhadap pendapat kelompok, maka hal ini dapat mengurangi ketergantungan individu terhadap kelompok sebagai sebuah kesepakatan.

2) Persamaan pendapat, Bila dalam suatu kelompok terdapat satu orang saja tidak sependapat dengan anggota kelompok yang lain maka konformitas akan turun. Kehadiran orang yang tidak sependapat tersebut menunjukkan terjadinya perbedaan yang dapat berakibat pada berkurangnya kesepakatan kelompok. Jadi dengan persamaan pendapat antar anggota kelompok maka konformitas akan semakin tinggi.

3) Penyimpangan terhadap pendapat kelompok, bila orang mempunyai pendapat yang berbeda dengan orang lain dia akan dikucilkan dan dipandang sebagai orang yang menyimpang, baik dalam pandangannya sendiri maupun dalam pandangan orang lain. Bila orang lain juga mempunyai pendapat yang berbeda, dia tidak akan dianggap menyimpang dan tidak akan dikucilkan. Jadi kesimpulan c. Ketaatan Tekanan atau tuntutan kelompok acuan pada remaja membuatnya rela melakukan tindakan walaupun remaja tidak menginginkannya. Bila ketaatannya tinggi maka konformitasnya akan tinggi juga. 1) Tekanan karena ganjaran, ancaman, atau hukuman. Salah satu cara untuk menimbulkan ketaatan adalah dengan meningkatkan tekanan terhadap individu untuk menampilkan perilaku yang diinginkan melalui ganjaran, ancaman, atau hukuman karena akan menimbulkan ketaatan yang semakin besar. Semua itu merupakan insentif pokok untuk mengubah perilaku seseorang.

  2) Harapan orang lain, seseorang akan rela memenuhi permintaan orang lain hanya karena orang lain tersebut mengharapkannya. Dan ini akan mudah dilihat bila permintaan diajukan secara langsung. Harapan-harapan orang lain dapat menimbulkan ketaatan, bahkan meskipun harapan itu bersifat implisit. Salah satu cara untuk memaksimalkan ketaatan adalah dengan menempatkan individu dalam situasi yang terkendali, dimana segala sesuatunya diatur sedemikian rupa sehingga ketidaktaatan merupakan hal yang hampir tidak mungkin timbul. kekompakan, kesepakatan dan ketaatan karena definisinya lebih mendekati pada definisi konformitas pada remaja.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konformitas

  Faktor-faktor yang menentukan sejauh mana seseorang mengikuti

tekanan konformitas menurut Sears, dkk (1994) adalah sebagai berikut:

a. Kurangnya Informasi Orang lain merupakan sumber informasi yang penting. Seringkali mereka mengetahui sesuatu yang tidak kita ketahui; dengan melakukan apa yang mereka lakukan, kita akan memeperoleh manfaat dari pengetahuan mereka.

  b. Kepercayaan terhadap kelompok Dalam situasi konformitas, individu mempunyai suatu pandangan dan kemudian menyadari bahwa kelompoknya menganut pandangan yang bertentangan. Individu ingin memberikan informasi yang tepat. Oleh karena itu, semakin besar kepercayaan individu terhadap kelompok sebagai sumber informasi yang benar, semakin besar pula kemungkinan untuk menyesuaikan diri terhadap kelompok.

  c. Kepercayaan diri yang lemah Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi rasa percaya diri dan tingkat konformitas adalah tingkat keyakinan orang tersebut pada tinggi tingkat konformitasnya. Sebaliknya, jika dia merasa yakin akan kemampuannya sendiri akan penilaian terhadap sesuatu hal, semakin turun tingkat konformitasnya.

  d. Rasa takut terhadap celaan sosial Celaan sosial memberikan efek yang signifikan terhadap sikap individu karena pada dasarnya setiap manusia cenderung mengusahakan pesetujuan dan menghindari celaan kelompok dalam setiap tindakannya. Tetapi, sejumlah faktor akan menentukan bagaimana pengaruh persetujuan dan celaan ibi terhadap tingkat konformitas individu.

  e. Rasa takut terhadap penyimpangan Rasa takut dipandang sebagai orang yang menyimpang merupakan faktor dasar hampir dalam semua situasi sosial. Kita tidak mau dilihat sebagai orang yang lain dari yang lain, kita tidak ingin tampak seperti orang lain. Kita ingin agar kelompok tempat kita berada menyukai

kita, memperlakukan kita dengan baik dan bersedia menerima kita.

  f. Kekompakan kelompok Konformitas juga dipengaruhi oleh eratnya hubungan antara individu dengan kelompoknya. Kekompakan yang tinggi menimbulkan konformitas yang semakin tinggi.

  Namun, bila kelompok tidak bersatu akan tampak adanya penurunan tingkat konformitas.

  h. Ukuran kelompok Konformitas akan meningkat bila ukuran mayoritas yang sependapat juga meningkat, setidak-tidaknya sampai tingkat tertentu. Namun, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wilder (1977) disimpulkan bahwa pengaruh ukuran kelompok terhadap tingkat konformitas tidak terlalu besar, melainkan jumlah pendapat lepas (independent opinion) dari kelompok yang berbeda atau dari individu merupakan pengaruh utama. i. Keterikatan pada penilaian bebas Orang yang secara terbuka dan bersungguh-sungguh terikat suatu penilaian bebas akan lebih enggan menyesuaikan diri terhadap penilaian kelompok yang berlainan. Atau dengan kata lain keterikatan sebagai kekuatan total yang membuat seseorang mengalami kesulitan untuk melepaskan suatu pendapat. j. keterikatan terhadap Non-Konformitas Orang yang, karena satu dan lain hal, tidak menyesuaikan diri pada percobaan-percobaan awal cenderung terikat pada perilaku konformitas ini. Orang yang sejak awal menyesuaikan diri akan tetap tekanan kelompok. Konformitas adalah produk interaksi antara faktor- faktor situasional dan faktor personal. Faktor-faktor situasional yang menentukan konformitas adalah: kejelasan situasi, konteks situasi cara menyampaikan penilaian, karakteristik sumber pengaruh ukuran kelompok, dan kesepakatan kelompok. Selain faktor situasional tersebut, ada beberapa faktor personal yang erat kaitannya dengan konformitas.

  Faktor tersebut adalah: usia, jenis kelamin, stabilitas emosional, otoritarianisme, kecerdasan motivasi, dan harga diri.

  Dengan demikian menurut Rakhmat (2003) salah satu faktor yang mempengaruhi koformitas adalah harga diri. Semakin lemah kepercayaan seseorang akan penilaiannya sendiri, semakin tinggi tingkat konformitasnya. Sebaliknya, jika dia merasa yakin akan kemampuannya sendiri akan penilaian terhadap sesuatu hal, semakin turun tingkat konformitasnya.

4. Alasan Orang Melakukan Konformitas

  Terdapat dua alasan orang melakukan konformitas menurut Baron & Byrne (2005), yaitu: a. Normative influence, yaitu orang berkonformitas yang didasarkan pada kehendak atau keinginan seseorang untuk memenuhi harapan-harapan

  Normative influence ini didasarkan pada keinginan untuk disukai dan tidak ditolak oleh kelompok. Pengaruh secara normatif ini membuat kita melakukan perubahan tingkah laku untuk memenuhi harapan orang lan ataupun kelompok. Konformitas yang kita lakukan adalah berdasarkan norma sosial yang telah disepakati oleh kelompok.

  b. Informational influence, yaitu konformitas merupakan hasil dari adanya bukti tentang realita yang diberikan orang lain. Kecenderungan seseorang untuk lebih berkonformitas ketika merespon kemauan publik yang merefleksikan normative influence . Sedangkan kecenderungan untuk lebih berkonformitas pada pengambilan keputusan tugas merefleksikan informational influence.

  Informational influence ini didasarkan pada keinginan untuk merasa benar, sehingga seseorang lebih merujuk informasi dari orang lain ataupun pendapat kelompok sebagai referensi atau sebagai panduan opini dan tindakannya. Rujukan atas informasi orang lain inilah yang menjadi sumber kuat atas kecenderungan untuk melakukan konformitas. Ketergantungan ini juga membuat seseorang tidak dapat memutuskan ataupun menilai tentang diri sendiri, karena di dasarkan pada informasi orang lain.

  

manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial, tetapi juga sekaligus

makhluk individu. Sebagai makhluk sosial, manusia akan berhubungan

dengan manusia lain, sehingga mereka secara alami akan membentuk

suatu kelompok. Alasan atau motivasi seseorang masuk dalam suatu

kelompok dapat bervariasi. Oleh karena itu, dalam masyarakat kita dapat

menjumpai adanya berbagai macam kelompok yang berbeda satu dan

lainnya. Dengan tujuan yang berbeda, mereka masuk dalam kelompok

yang berbeda atau dengan minat yang berbeda, mereka masuk dalam

kelompok yang berbeda pula.

  Dengan memperhatikan hal-hal di atas, pada dasarnya seseorang

masuk dalam kelompok dengan tujuan memperoleh keuntungan, baik yang

bersifat psikologis maupun nonpsikologis. Menurut reinforcement theory,

seseorang berharap akan mendapatkan reward sebagai reinforcement

dalam interaksi pada kelompok. Artinya, keuntungan akan diperoleh di

dalam kelompok yang bersangkutan. Namun demikian, ada kemungkinan

bahwa seseorang masuk dalam kelompok dengan harapan memperoleh

keuntungan yang berada di luar kelompok. Dalam hal ini, kelompok

digunakan sebagai alat untuk memperoleh keuntungan dengan tujuan yang

terletak di luar kelompok. Dengan demikian, kita dapat menyimpulkan

bahwa tujuan yang ingin dicapai oleh seseorang yang masuk dalam

  Salah satu bentuk perilaku kelompok pada anak sekolah misalnya

kelompok geng sekolah. Fenomena geng di Sekolah Menengah Atas dan

geng motor merupakan salah satu bentuk perilaku konformitas pada

remaja. Masa remaja merupakan masa sensitif. Pada masa ini, remaja

mengalami kebingungan dalam mencari identitas. Menurut Erikson,

tahapan remaja usia 12-20 tahun sedang berada pada tahap pencarian

identitas vs kebingungan peran (ego identity vs role confusion) (Santrock,

2002).

  Masa remaja merupakan puncak emosionalitas, yaitu perkembangan

emosi yang tinggi. Mencapai kematangan emosional merupakan tugas

perkembangan yang sangat sulit bagi remaja. Proses pencapaiannya sangat

dipengaruhi oleh kondisi sosio-emosional lingkungannya, terutama

lingkungan keluarga dan kelompok teman sebaya. Dalam menghadapi

ketidanyamanan emosional tersebut, tidak sedikit remaja yang

mereaksinya secara defensif, sebagai upaya untuk melindungi kelemahan

dirinya. Reaksi yang diberikan biasanya tampail dalam tingkah laku

maladjustment, seperti: (1) agresif: melawan, keras kepala, bertengkar,

berkelahi dan senang mengganggu; dan (2) melarikan diri dari kenyataan:

melamun, pendiam, senang menyendiri, dan meminum minuman keras atau obat-obatan terlarang (Santrock, 2002). pembentukan kelompok, membuat kelompok-kelompok yang sama dengan karakteristik dirinya, ingin menonjolkan kelompok mereka, merupakan masa perkembangan di usia-usia ini. Keinginan untuk bisa sama dengan yang lain, untuk bisa diterima oleh suatu kelompok cukup tinggi, maka seseorang akan bersedia melakukan apapun, selama ia bisa diterima oleh kelompok tersebut. Pada masa-masa ini rasa ingin diakui cukup tinggi. Bagi sebagian orang, mereka yang akan dikucilkan oleh kelompok merupakan hal yang dapat menyebabkan stress, frustasi, dan rasa sedih (Santrock, 2002).

B. Harga Diri

1. Pengertian Harga Diri

  Harga diri menurut Coopersmith (1967) adalah suatu pendapat pribadi yang pantas, yang diekspresikan dalam sikap-sikap individu yang berpatokan pada dirinya sendiri. Brandshaw (1981) mengatakan bahwa harga diri merupakan penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri.

  Penilaian adalah perbandingan antra dirinya sendiri dengan suatu kelompok acuan, baik dalam kelompok dimana indivvidu menjadi anggota mapuan suatu kelompok dimana individu ingin menjadi anggota. Harga diri mempunyai pengaruh yang besar terhadap tingkah laku.

  

sebagai faktor yang dominan. Watson dkk (2002), menyatakan bahwa

harga diri merupakan suatu keadaan atau sifat kepribadian berdasar atas

evaluasi diri meliputi unsur kognitif, yaitu berkisar tentang pengetahuan

terhadap diri sendiri dan afektif, misalnya sejauhmana individu menyukai

diri sendiri. Secara fundamental harga diri didasarkan pada proses afektif,

terutama perasaan positif (feel good) atau negatif (feel bad) terhadap diri

sendiri.

  Baron dan Byrne (1997) berpendapat bahwa harga diri adalah

evaluasi diri yang dibuat oleh individu, yang dinyatakan dalam sikap

positif atau negatif terhadap dirinya sendiri. Hal ini merupakan

pengalaman yang sifatnya subjektif yang diperoleh dari perlakuan verbal

dan tingkah laku orang lain. Karena bersifat subjektif maka setiap individu

akan berbeda dalam menilai dan memilih aspek yang paling penting dalam

kehidupannya. Meskipun bersifat subjektif tetapi harga diri dapat dilihat

dari kombinasi jumlah global dan intensitas dari evaluasi yang dibuat oleh

individu. Evaluasi diri ini dibuat dan dipertahankan individu dalam jangka

waktu tertentu serta dipengaruhi oleh kejadian sehari-hari (Trzesniewski

dkk, 2003).