PERBEDAAN KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DUSUN DEKORO SEBELUM DAN SESUDAH MENJADI SENTRA INDUSTRI RAMBAK KULIT KERBAU

  

PERBEDAAN KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT

DUSUN DEKORO SEBELUM DAN SESUDAH MENJADI

SENTRA INDUSTRI RAMBAK KULIT KERBAU

Studi Kasus

  Dusun Dekoro RT 01 RW 3 Banyuwangi Bandongan Magelang

  

SKRIPSI

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

  Program Studi Pendidikan Ekonomi Oleh:

  Deska Widayanti NIM : 07 1324 019

  

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

SAYA PERSEMBAHKAN KARYA INI KEPADA

  Sumber kekuatan dan andalnku Tuhan Yesus Kristus Keluarga kecilku tersayang.......

  

Ayah ISWANTO, S.Pd

Ibu NGATIJEM, S.Pd, K

Dosen, karyawan dan sahabat tercinta Pendidikan Ekonomi 2007

Almamaterku tercinta UNIVERSITAS SANATA DHARMA

  

Kel Besar Sudiwiyono & Kel Besar Muh Ndori

  

MOTTO

Tahu bahwa kita tahu apa yang kita

ketahui bahwa kita tidak tahu apa yang

tidak kita ketahui itulah pengetahuan

sejati….

  

(Copernicus)

  

ABSTRAK

PERBEDAAN KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT

DUSUN DEKORO SEBELUM DAN SESUDAH MENJADI

SENTRA INDUSTRI RAMBAK KULIT KERBAU

  Deska Widayanti Universitas Sanata Dharma

  Yogyakarta 2013

  Tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkap dan menganalisis perbedaan yang terjadi dalam bidang sosial ekonomi sebelum dan sesudah adanya industri rambak dari kuit kerbau di wilayah Dusun Dekoro dalam hal tingkat pendapatan keluarga, jumlah pengangguran, jumlah keluarga miskin.

  Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2013 di Dusun Dekoro RT 01 RW 3 Banyuwangi Bandongan Magelang. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian eksplanatif. Populasi dari penelitiaan ini adalah kelapa keluarga masyarakat Dusun Dekoro yang berjumlah 30 kepala keluarga. Sampel diambil dengan tehnik sampel jenuh. Tehnik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kuesioner, wawancara, dan dokumentasi. Data dianalisis dengan menggunakan Uji Paired Sample t-test .

  Dari hasil analisi data, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : Sesudah menjadi daerah sentra industri rambak dari kulit kerbau, tingkat pendapatan keluarga masyarakat Dusun Dekoro meningkat dari Rp 1.540.000 tiap kepala keluarga untuk tiap bulannya menjadi Rp 2.365.000 atau sekitar 53,57%. Sesudah menjadi daerah sentra industri rambak dari kulit kerbau Tingkat pengangguran masyarakat Dusun Dekoro mengalami penurunan dari 15 kepala keluarga menjadi 11 kepala keluarga dan sesudah menjadi daerah sentra industri rambak dari kulit kerbau, jumlah keluarga miskin di Dusun Dekoro mengalami penurunan dari 6 kepala keluarga menjadi 1 kepala keluarga.

  ABSTRACT THE DIFFERENCE OF SOCIAL AND ECONOMIC CONDITION OF DEKORO

VILLAGE BEFORE AND AFTER BEING THE INDUSTRIAL CENTER OF CRUMBED BUFFALO LEATHER

  Deska Widayanti Sanata Dharma University

  Yogyakarta 2013

  

The purpose of this study is to reveal and analyze the differences which occur in the

social and economic condition before and after the existence of the industrial centers of crumbed buffalo leather in Dekoro village especially in terms of: total family income communities, the . level of unemployment, and the numbers of poor families

This research was conducted in March 2013 in Dekoro village RT 01 RW 3

  Banyuwangi Bandongan Magelang. The research method is explanative

  . The population of this research are 30 heads of family in Dekoro village. The samples were taken by a saturated sample technique. Data collection techniques in this study were questionnaires, interviews, and documentation. Data were analyzed by using Paired Sample t- test.

  

From the analysis of the data, it can be concluded as follows : After the industrial center

of crumbed buffalo leather exists in Dekoro village, the family’s income increases from

Rp 1.540.000 per month for each head of family to Rp 2.365.000 or approximately 53,57%. After the industrial center of crumbed buffalo leather exists in Dekoro village, the unemployment decreases from 15 heads of family to 11 heads of household. After the industrial center of crumbed buffalo leather exists in Dekoro village, the number of poor people decreases from 6 to 1 head of the family.

KATA PENGANTAR

  Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan penyertaan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul :

  

“PERBEDAAN KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DUSUN DEKORO

SEBELUM DAN SESUDAH MENJADI SENTRA INDUSTRI RAMBAK KULIT

KERBAU”.

  Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Ekonomi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  Selama penyusunan skripsi ini, penulis mendapat banyak bimbingan, saran, masukan dan dukungan dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini penulis ingin menghaturkan rasa hormat dan terima kasih kepada :

  1. Tuhan Yesus Kristus yang selalu menuntun setiap langkah perjalanan penulis, dan selalu memberikan yang penulis butuhkan.

  2. Bapak Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

  3. Bapak Indra Darmawan S.E., M.Si. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberi ijin kepada penulis untuk mengerjakan skripsi ini.

  4. Bapak Indra Darmawan S.E., M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Ekonomi, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberi ijin kepada penulis untuk mengerjakan skripsi ini.

  5. Bapak Dr Teguh Dalyono ,M.S selaku dosen pembimbing pertama, yang dengan sabar dan penuh perhatian memberi dorongan dan arahan kepada penulis.

  6. Bapak Y.M.V Mudayen, S.Pd ,M.Sc selaku dosen pembimbing dua yang telah dengan sabar memberikan dorongan, saran, kritik dan kesediaan meluangkan waktu dalam menyelesaikan skripsi ini.

  7. Bapak Joko Wicoyo selaku pembimbing abstrak dalam bahasa Inggris.

  DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL ..............................................................................................i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................................ii HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iii HALAM PERSEMBAHAN ................................................................................. iv HALAMAN MOTTO ............................................................................................ v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .............................................................. vi LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA

  ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ............................................ vii ABSTRAK .......................................................................................................... ..viii

  ........................................................................................................... ix

  ABSTRACT

  KATA PENGANTAR ........................................................................................... x DAFTAR ISI......................................................................................................... xii

  BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1 B. Batasan Masalah .................................................................................. 3 C. Rumusan Masalah ................................................................................. 3 D. Definisi Operasional ............................................................................. 4 E. Tujuan Penelitan .................................................................................. 4 F. Manfaat Penelitian ................................................................................ 5 BAB II Tinjauan Pustaka ...................................................................................... 7 A. Industri Kecil ....................................................................................... 7

  1. Pengertian Industri Kecil .................................................................. 7

  2. Klasifikasi Industri Kecil .................................................................. 8

  3. Tujuan Pengembangan Industri Kecil ............................................... 9

  4. Wilayah Sentra Industri .................................................................. 10

  B. Indikator-Indikator Sosial Ekonomi .................................................... 12

  1. Pendapatan...................................................................................... 12

  3. Tingkat Kemiskinan ....................................................................... 16

  C. Penelitian Terdahulu Penelitian Terdahulu ......................................... 24

  D. Kerangka Teori ................................................................................... 24

  E. Hipotesis Penelitian ............................................................................. 28

  BAB III METODE PENELITIAN ...................................................................... 29 A. Jenis Penelitian ................................................................................... 29 B. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................. 30 C. Subjek dan Objek ................................................................................ 30

  1. Subjek ............................................................................................. 30

  2. Objek .............................................................................................. 31

  D. Populasi dan Sampel ........................................................................... 31

  1 Populasi ........................................................................................... 31

  2. Sampel ............................................................................................ 32

  E. Variabel Indikator dan Batasan Istilah ................................................ 32

  F. Data Penelitian .................................................................................... 33

  G. Teknik Pengumpulan Data .................................................................. 34

  H. Teknik Analisis Data .......................................................................... 35

  BAB IV GAMBARAN UMUM........................................................................... 38 A. Sejarah Perkembangan Rambak Kulit Kerbau di Magelang............... 38 B. Proses Produksi Rambak Kulit Kerbau di Magelang........................... 39 C. Sumber Daya Manusia. ....................................................................... 41 D. Pemasaran Hasil Produksi .................................................................. 43 BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ............................................ 47 A. Deskripsi Responden Penelitian .......................................................... 47 B. Deskripsi Data Penelitian .................................................................... 51 C. Analisis Data ....................................................................................... 58 D. Pembahasan ........................................................................................ 65 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 68 A. Kesimpulan ......................................................................................... 68 B. Saran ................................................................................................... 69 C. Keterbatasan Penelitian ...................................................................... 71 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 72

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi pada dasawarsa terakhir ini sangat pesat sehingga mempengaruhi perkembangan yang juga terjadi pada beberapa sektor. Begitu juga pada mata pencaharian masyarakat Indonesia. Banyaknya muncul mata

  pencaharian baru di Indonesia merupakan salah satu faktor yang timbul akibat dampak dari perkembangan jaman. Tingkat pendapatan yang semakin sulit membuat masyarakat Indonesia harus lebih berfikir kreatif agar dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka.

  Salah satunya adalah industri yang terdapat di sebuah desa tepatnya di Dusun Dekoro RT 01 RW 3 Banyuwangi Bandongan Magelang ini. Mayoritas warganya bermata pencaharian sebagai pembuat rambak dari kulit kerbau. Mereka sengaja memilih menekuni usaha ini karena jenis usaha ini masih jarang ditemui, selain itu hasil yang didapatkan juga lumayan besar.

  Karena hasil dari industri pembuatan rambak dari kulit kerbau ini mampu mencukupi kebutuhan warga di Dusun Dekoro RT 01 RW 3 Banyuwangi Bandongan Magelang ini, sehingga mereka memilih untuk menekuni dan memperluas pemasaran usaha mereka ini dari yang tadinya hanya disekitar tempat tinggal mereka kini bisa merambah hingga ke beberapa daerah seperti di Solo dan Jogjakarta dan usaha ini biasa hanya dipasarkan dari mulut kemulut sehingga belum begitu luas.

  Industri pembuatan rambak dari kulit kerbau ini awalnya tidak berjalan dengan lancar, karena adanya beberapa faktor kendala yang dihadapi para pembuat rambak ini, di antaranya sulitnya mendapatkan kulit kerbau karena diketahui sekarang ini sudah sangat jarang dijumpai orang

  • – orang yang beternak kerbau, kemudian proses pembuatannya
mengolah kulit dari binatang yang biasanya digunakan untuk membajak sawah ini, musim hujan juga mempengaruhi industri ini karena menghambat proses pengeringan, dan juga masih banyaknya masyarakat yang belum mengetahui tentang rambak dari kulit kerbau ini sehingga pemasarannyapun terhambat karena masyarakat pada umumnya hanya mengetahui rambak yang terbuat dari kulit sapi, kemudian opini dari masyarakat pula yang menganggap kerbau sebagai binatang kotor karena selalu terkena lumpur sehingga mengurangi minat para konsumen untuk mengkonsumsi makanan ini padahal rasa yang ditawarkan justru malah lebih enak. Hal

  • – hal tersebut itulah yang kemudian menjadi pertimbangan para warga pembuat rambak dari kulit kerbau untuk lebih memperhatikan usahanya dan lebih memperbaiki serta meningkatkan kualitas rambak dari kulit kerbaunya agar dapat dipasarkan lebih luas lagi.

  Keadaan perekonomian dari masyarakat didusun ini yang juga menjadi faktor utama akan munculnya usaha ini dimana masyarakat di dusun Dekoro yang ingin lepas dari kondisi ekonomi yang pas-pasan.

  Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, peneliti ingin mengetahui lebih mendalam mengenai “Perbedaan Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Dusun Dekoro RT

  01 RW 3 Banyuwangi Bandongan Magelang sebelum dan sesudah menjadi sentra industri rambak dari kulit kerbau”

B. Batasan Masalah

  Berdasarkan latar belakang masalah yang peneliti sampaikan, maka dalam penelitian yang dilakukan oleh peneliti dibatasi hanya dalam hal kondisi sosial ekonomi masyarakat yang meliputi aspek pendapatan, pengangguran, dan jumlah keluarga miskin di Dusun Dekoro RT 01 RW 3 Banyuwangi Bandongan Magelang.

  C. Rumusan Masalah

  1. Apakah ada perbedaan tingkat pendapatan keluarga masyarakat Dusun Dekoro sebelum dan sesudah menjadi daerah sentra industri rambak dari kulit kerbau?

  2. Apakah ada perbedaan tingkat pengangguran masyarakat Dusun Dekoro sebelum dan sesudah menjadi daerah industri rambak dari kulit kerbau?

  3. Apakah ada perubahan jumlah keluarga miskin di Dusun Dekoro sebelum dan sesudah menjadi daerah industri rambak dari kulit kerbau?

  D. Definisi Operasional

  Agar tidak terjadi kesalahan dalam menafsirkan variabel dalam penelitian maka perlu dijelaskan identifikasi antara masing-masing variabel dalam penelitian yaitu :

  1. Pendapatan, yaitu hasil yang diterima oleh kepala keluarga yang bekerja disektor industri rambak dari kulit kerbau dalam bentuk nominal yang diterima dalam jangka waktu per bulan. Variabel ini dinyatakan dalam bentuk rupiah per bulan.

  2. Penggangguran, yaitu jumlah orang yang tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan.

  Variabel ini dinyatakan dengan jumlah kepala keluarga yang tidak memiliki pekerjaan dalam berbagai lapangan pekerjaan yang ada.

  3. Jumlah keluarga miskin, yaitu jumlah kepala keluarga yang memiliki pendapatan kurang dari 1$ per hari, hal ini didasarkan pada acuan bank dunia.

  E. Tujuan Penelitian

  1. Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan tingkat pendapatan keluarga masyarakat Dusun Dekoro sebelum dan sesudah menjadi daerah sentra industri rambak dari kulit kerbau.

  2. Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan tingkat pengangguran masyarakat Dusun Dekoro sebelum dan sesudah menjadi daerah industri rambak dari kulit kerbau.

  3. Untuk mengetahui ada tidaknya perubahan jumlah keluarga miskin di Dusun Dekoro sebelum dan sesudah menjadi daerah industri rambak dari kulit kerbau.

F. Manfaat Penelitian

  1. Bagi pemerintah Dengan penelitian ini pemerintah kota Magelang mendapat berbagai informasi yang dibutuhkan, sehingga mampu memberikan tanggapan yang baik bagi kemajuan mata pencaharian masyarakatnya yang berbasis usaha ini. Dengan memberikan kebijakan yang bertujuan untuk mengembangkan usaha dari kulit kerbau ini sehingga mampu bersaing dengan usaha lain yang berkembang secara pesat.

  2. Bagi penjual Dengan penelitian ini dapat menjadi gambaran tentang perkembangan usaha rambak dari kulit kerbau wilayah kota Magelang sehingga dapat memotivasi para penjual untuk mengembangkan usahanya.

  3. Bagi peneliti Penelitian ini sangat bermanfaat bagi peneliti, karena peneliti secara langsung mengikuti proses penelitian dari awal hingga akhir. Sehingga memperoleh pengalaman dan pengetahuan serta mampu menerapkan berbagai ilmu dan teori-teori yang telah dipelajari diperkuliahan yang berhubungan dengan Pengaruh Usaha Rambak dari Kulit Kerbau di Dusun Dekoro RT 01 RW 3 Banyuwangi Bandongan Magelang terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Dusun Dekoro RT 01 RW 3 Banyuwangi Bandongan Magelang sehingga dapat dikembangkan dan memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar.

  4. Bagi Universitas Sanata Dharma Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan sekaligus masukan bagi penelitian selanjutnya dan menjadi tambahan referensi bagi perpustakaan Universitas Sanata Dharma.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Kecil

1. Pengertian Industri Kecil

  Industri kecil adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan, yang jumlah karyawan / tenaga kerjanya berjumlah antara 5-19 orang, industri genteng dan peternakan juga termasuk dalam industri kecil (UU No. 20 Pasal 1 Tahun 2008). Hasil industri tidak hanya berupa barang, tetapi juga dalam bentuk jasa. Industri kecil menurut ensiklopedi Indonesia adalah bagian dari proses produksi yang tidak secara langsung atau mendapatkan barangbarang atau bahan dasar secara kimiawi sehingga menjadikan lebih berharga untuk dipakai manusia. Untuk memberikan batasan yang jelas pada industri, selain dibedakan pengubahan dan pengolahan bahan, juga diperhitungkan suatu kriteria lain; kompleksitas dari peralatan yang dipakai perusahaan yang mengambil bahan dasar dari alam, kemudian langsung mengolahnya melalui peralatan mekanis yang komplek disebut industri. Menurut (Abdurachmat dan Maryani, 1997:27), industri dipakai untuk menunjukkan semua kegiatan pengolahan dalam memproduksi barang kebutuhan. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, industri adalah kegiatan memproses atau mengolah barang dengan menggunakan sarana dan peralatan, misalnya mesin (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1996 :121). Menurut UU No.

  20 ( Pasal 1 ) tahun 2008 tentang UMKM, pengertian usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. Kriteria yang dapat dipergunakan sebagai ukuran untuk menetapkan besar kecilnya seorang pengusaha atau suatu perusahaan tergantung dari sudut pandang penilai. Dari berbagai literatur kriteria untuk menentukan besar kecilnya suatu perusahaan antara lain besarnya modal yang dimiliki, kapasitas produksi, banyaknya tenaga buruh yang dipekerjakan, dan seberapa jauh dominasi perusahaan tersebut pada pasar untuk produk sejenis dan sebagainya.

  2. Klasifikasi Industri Kecil

  Menurut UU UMKM No. 20 tahun 2008 usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, yang memiliki beberapa kriteria antara lain :

  a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah).

  3. Tujuan Pengembangan Industri Kecil

  Beberapa tujuan dari adanya pengembangan industri antara lain sebagai berikut :

  a. Memperluas kesempatan kerja, dengan adanya pembangunan industri kecil semakin bertambah pula jumlah industri kecil maka akan semakin banyak tenaga kerja yang terserap oleh karena itu kesempatan kerja akan semakin bertambah.

  b. Meratakan kesempatan berusaha, dengan adanya pembangunan industri kecil maka semakin besar pula kesempatan bagi masyarakat untuk membuka usaha sesuai dengan keahlian mereka masing-masing. c. Menunjang pembangunan daerah, dengan adanya pembangunan industri kecil maka dapat membantu pembangunan daerah. Angka pengangguran berkurang dan pendapatan masyarakat menjadi meningkat yang menyebabkan PDB turut serta meningkat dimana hal ini dapat menyebabkan dana untuk pembangunan daerah bertambah.

  d. Memanfaatkan SDA dan SDM yang ada, dengan adanya pembangunan industri kecil maka SDA maupun SDM yang ada dapat lebih memiliki nilai guna, misalnya batu dari letusan gunung berapi yang semula hanya untuk bahan bangunan setelah ada para pengrajin batu, maka nilai batu menjadi semakin bertambah.

  Selain itu UU No. 20 (Pasal 4) Tahun 2008 menjelaskan prinsip dan pemberdayaan usaha kecil sebagai berikut : a. Penumbuhan kemandirian, kebersamaan, dan kewirausahaan usaha mikro, kecil, dan menengah untuk berkarya dengan prakarsa sendiri b. Perwujudan kebijakan publik yang transparan, akuntabel, dan berkeadilan

  c. Pengembangan usaha berbasis potensi daerah dan berorientasi pasar sesuai dengan kompetensi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah d. Peningkatan daya saing Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;dan e. Penyelenggaraan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian secara terpadu.

  Selain itu dalam UU No. 20 tahun 2008 juga dijelaskan tentang tujuan pemberdayaan UMKM adalah sebagai berikut :

  a. Mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang, berkembang, dan berkeadilan b. Mengembangkan kemampuan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah menjadi usaha yang tangguh dan mandiri c. Peran Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam pembangunan daerah, penciptaan lapangan kerja, pemerataan pendapatan, pertumbuhan ekonomi, dan pengentasan rakyat dari kemiskinan.

4. Wilayah Sentra Industri

  Dalam Surat Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM No: 32/Kep/M.KUKM/IV/2002, tanggal 17 April 2002 tentang Pedoman Penumbuhan dan Pengembangan Sentra UKM, SENTRA didefinisikan sebagai pusat kegiatan di kawasan/lokasi tertentu dimana terdapat UKM yang menggunakan bahan baku/sarana yang sama,menghasilkan produk yang sama/sejenis serta memiliki prospek untuk dikembangkan menjadi klaster.

  Dalam bukunya Strategi dan Agenda Pengembangan Usaha Kecil (Sjaifudin, 1995) memaparkan beberapa kekuatan dan kelemahan yang dihadapi oleh industri kecil seperti rambak dari kulit kerbau ini antara lain :

Tabel 2.1 Kekuatan dan Kelemahan Usaha Kecil Faktor Kekuatan Kelemahan Sumber Daya

  Manusia - Motivasi yang kuat untuk mempertahankan usahanya

  • Suplai tenaga kerja yang melimpah Kemampuan melihat pengembangan usaha terbatas Ekonomi - Mengandalkan sumber-sumber keuangan informal yang mudah diperoleh
  • Mengisi segmen pasar bawah yang tinggi perminta>Nilai tambah yang diperoleh relatif rendah
  • Pengelolaan uang untuk konsumsi dan produksi belum terpisah
  • Tergantung pada modal kerja Lembaga Pendukung - Budaya atau kekerabatan dapat mengalangkan pemberdayaan pengusaha k>Lembaga kekerabatan bisa berfungsi sebagai sarana konsultasi sekaligus control terhadap implementasi program dan intervensi
  • Kemampuan koordinasi berdasarkan pembagian kerja masih terbatas Permodalan - Membantu kelancaran pengembangan usaha
  • Kebutuhan modal berbeda-beda pada usaha yang tingkat pengembangannya juga berbeda
  • Industri kecil menghadapi kendala administrative

  Program dan intervensi Permodalan - Membantu kelancaran - Kebutuhan modal pengembangan usaha berbeda-beda pada usaha yang tingkat pengembangannya juga berbeda

  • Industri kecil menghadapi kendala administrative Pemasaran - Pola keterkaitan membuka - Posisi tawar yang rendah peluang pasar cenderung menyudutkan
  • Pengelompokan (aglomerasi) pengusaha kecil dalam batas - batas tertentu - Meningkatkan memberikan keuntungan melalui persaingan melalui penekanan ongkos produksi, proses tiru meniru, meningkatkan akses kesumber akumulasi menjadi daya terbatas

  Kinerja Padat Karya - Jaringan pengaman masalah - Kurang memperhatikan kelangkaan kesempatan kerja kualitas kesempatan kerja

  • Sering mengandalkan tenaga kerja tak dibayar
  • Cenderung ekploitstif terhadap tenaga kerja untuk mengejar tingkat penghasilan Nilai Tambah - Efisiensi dalam penggunaan - Proses akumulasi sulit Rendah bahan baku terjadi Lentur dan luwes - Daya tahan hidupnya tinggi - Spesialisasi dan terutama dalam hal situasi akumulasi terbatas ekonomi yang kurang menguntungkan Strategi usaha - Proses pengembalian modal - Usaha bersifat sementara jangka panjang dapat cepat tercapai (ad hoc)
  • Kurang antisipatif terhadap dinamika ekonomi makro

B. Indikator-Indikator Sosial Ekonomi

1. Pendapatan

  Pendapatan pada dasarnya merupakan balas jasa yang diterima pemilik faktor produksi atas pengorbannya dalam proses produksi. Masing-masing faktor produksi seperti: tanah akan memperoleh balas jasa dalam bentuk sewa tanah, tenaga kerja akan memperoleh balas jasa berupa upah /gaji, modal akan memperoleh balas jasa dalam bentuk bunga modal, serta keahlian termasuk para enterprenuer akan memperoleh balas jasa dalam bentuk laba (Sukirno, 1995).

  Menurut Sunuharyo dalam Mulyanto Sumardi dan Han Dieter-Evers (1982), dilihat dari pemanfaatan tenaga kerja, pendapatan yang berasal dari balas jasa berupa upah atau gaji disebut pendapatan tenaga kerja (Labour Income), sedangkan pendapatan dari selain tenaga kerja disebut dengan pendapatan bukan tenaga kerja (Non Labour Income).

  Dalam kenyataannya membedakan antara pendapatan tenaga kerja dan pendapatan bukan tenaga kerja tidaklah selalu mudah dilakukan. Ini disebabkan karena nilai output tertentu umumnya terjadi atas kerjasama dengan faktor produksi lain. Oleh karenan itu dalam perhitungan pendapatan migran dipergunakan beberapa pendekatan tergantung pada lapangan pekerjaannya. Untuk yang bekerja dan menerima balas jasa berupa upah atau gaji dipergunakan pendekatan pendapatan (income approach), bagi yang bekerja sebagai pedagang, pendapatannya dihitung dengan melihat keuntungan yang diperolehnya. Untuk yang bekerja sebagai petani, pendapatannya dihitung dengan pendekatan produksi (Production Approach). Dengan demikian berdasarkan pendekatan di atas dalam pendapatan pekerja migran telah terkandung balas jasa untuk skill yang dimilikinya.

  Penghasilan keluarga menurut Gilarso (1992:41) dapat bersumber pada : a. Usaha sendiri (wiraswasta) misalnya berdagang, mengerjakan sawah, atau menjalankan perusahaan sendiri.

  b. Bekerja pada orang lain misalnya bekerja di kantor atau perusahaan sebagai pegawai atau karyawan baik swasta maupun pemerintah.

  c. Hasil dari milik misalnya mempunyai sawah yang disewakan, mempunyai rumah disewakan, dan meminjamkan uang dengan bunga tertentu Gilarso juga mengungkapkan bahwa penghasilan keluarga adalah sebagai bentuk balas karya yang diperoleh sebagai imbalan atau balas jasa atau sumbagan seseorang terhadap proses produksi. Penghasilan keluarga juga dapat diterima dalam bentuk barang, misalnya tunjangan beras, hasil dari sawah ddan pekarangan atau fasilitas seperti rumah dinas dan pengobatan gratis.

2. Tingkat Pengangguran

  Pengangguran merupakan masalah pokok dalam suatu masyarakat modern. Jika tingkat pengangguran tinggi, sumber daya terbuang percuma dan tingkat pendapatan masyarakat merosot. Menurut pemerintah orang-orang yang punya pekerjaan adalah tergolong bekerja sedangkan orang-orang yang tidak mempunyai pekerjaan akan tetapi sedang dalam usaha mencari pekerjaan tergolong pengangguran, orang-orang yang tidak mempunyai pekerjaan tetapi tidak bermaksud untuk mecari pekerjaan tidak dimasukkan dalam kelompok angkatan kerja. Tingkat pengangguran dihitung dari jumlah orang yang menganggur dibagi dengan seluruh angkatan kerja. Para ahli ekonomi telah membagi tiga jenis pengangguran, yaitu: siklis, struktural, dan friksioner.

  a. Pengangguran siklis adalah pengangguran yang terjadi akibat perekonomian yang mengalami resesi sehingga output berada dibawah level full employment. Full merupakan output yang optimal yang dapat diproduksi, yang berarti seluruh faktor produksi diberdayakan.

  b. Pengangguran struktural adalah pengangguran yang terjadi akibat ketidak sesuaian jenis pekerjaan dengan kapabilitas tenaga kerja.

  Contoh; masa revolusi industri dimana kebutuhan tenaga kerja beralih ke tenaga kerja yang membutuhkan skill untuk menjalankan mesin. Akibatnya tenaga kerja yang tidak mampu menjalankan mesin menganggur.

  c. Pengangguran Friksional adalah pengangguran yang pasti ada, meskipun dalam kondisi full employment. Pengangguran ini terjadi akibat proses rekrutmen tenaga kerja yang membutuhkan waktu untuk mendapatkan pekerjaan. Bisa juga sebagai pekerja yang keluar dari tempat kerjanya untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih sesuai dengan keinginannya.

  Tingkat penganguran adalah perbandingan jumlah pengangguran dengan jumlah angkatan kerja yang dinyatakan dalam persen dengan rumus (Irawan:1992) : Jumlah pengangguran X 100%

  Tingkat pengangguran = Jumlah penduduk usia kerja

3. Tingkat Kemiskinan

  a. Pengertian Kemiskinan Kesenjangan ekonomi atau ketimpangan dalam distribusi pendapatan antara kelompok masyarakat berpendapatan tinggi dan kelompok masyarakat berpenghasilan rendah serta tingkat kemiskinan atau jumlah orang yang berada di bawah garis kemiskinan (poverty line) merupakan masalah besar di banyak negara berkembang, tidak terkecuali Indonesia. Banyak program yang dilakukan oleh pemerintah yang bertujuan untuk mengurangi jumlah orang miskin dan perbedaan pendapatan antara kelompok miskin dan kecil dan rumah tangga, khususnya di daerah pedesaan, transmigrasi, dan masih banyak lagi.

  John Friedman menginterprestasikan kemiskinan sebagai ketidakmampuan seseorang atau sekelompok untuk mengakumulasikan “basis kekuasaan sosial”. Basis kekuasaan sosial adalah kemampuan untuk menguasai peluang strategi yang bisa mempengaruhi kehidupan sosial, ekonomi, politik seseorang. Menurut Friedman (Bayo, 1991:89) ada 6 peluang strategis atau basis kekuasaan yang dapat dikategorikan kedalam kedua kelompok yaitu primer dan sekunder , dengan penjelasan sebagi berikut : 1) Basis kekuasaan sosial primer

  a) Pengetahuan dan keterampilan

  b) Organisasi sosial dan politik

  c) Harta produksi 2) Basis kekuasaan sosial sekunder

  a) Sumber-sumber keuangan

  b) Jaringan sosial

  c) Informasi sosial Sedangkan dalam Soedarno (1988:149) kemiskinan dibedakan menjadi dua yaitu kemiskinan mutlak dan kemiskinan relatif. Kemiskinan mutlak diartikan sebagai ketidakmampuan seseorang atau sekelompok untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, bahkan kebutuhan fisik minimumnya untuk makanan, perumahan, bahan bakar, air, pakaian, pendidikan, dan kesehatan dianggap miskin dalam arti absolut. Sedangkan kemiskinan relatif adalah ketidaksamaan kesempatan dan ketidaksamaan di antara berbagai lapisan masyarakat untuk mendapatkan barang dan jasa dalam menikmati kehidupan yang makmur.

  Ada dua macam ukuran kemiskinan yang umum dan dikenal antara lain : 1) Kemiskinan Absolut

  Konsep kemiskinan pada umumnya selalu dikaitkan dengan pendapatan dan kebutuhan, kebutuhan tersebut hanya terbatas pada kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar (basic need). Kemiskinan dapat digolongkan dua bagian yaitu: a) Kemiskinan untuk memenuhi bebutuhan dasar.

  b) Kemiskinan untuk memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi.

  2) Kemiskinan Relatif Semakin besar ketimpang antara tingkat hidup orang kaya dan miskin maka semakin besar jumlah penduduk yang selalu miskin. Sehingga Bank Dunia (world bank) membagi aspek tersebut dalam tiga bagian antara lain :

  a) Jika 40 % jumlah penduduk dengan pendapatan terendah menerima kurang 12 % dari GNP, maka dapat disebut kepincangan mencolok.

  b) Jika 40 % jumlah penduduk dengan pendapatan terendah menerima kurang 17 % dari GNP, maka dapat disebut kepincangan sedang.

  c) Jika 40 % jumlah penduduk dengan pendapatan terendah menerima lebih dari 17 % dari GNP, maka dapat disebut kepincangan normal Berdasarkan acuan bank dunia, digolongkan dalam keluarga miskin apabila pendapatan kepala keluarga dalam satu hari kurang dari 1$.

  Sedangkan tolok ukur untuk kriteria rumah tangga miskin di Indonesia yang bersumber pada BPS hasil susenas adalah sebagi berikut :

Tabel 2.2 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin dan Garis Kemiskinan Kabupaten

  Tahun Jumlah Penduduk Miskin Persentase Garis Kemiskinan (000) Penduduk Miskin (Rp/Kapita/Bulan) 2002 224,0 19,86 81.865

  2003 199,3 17,45 95.361 2004 185,8 16,10 113.953 2005 174,7 15,42 113.279 2006 199,1 17,36 120.111 2007 200,1 17,37 126.638 2008 190,8 16,49 146.910 2009 176,49 15,19 169.580

  Sumber : BPS Kabupaten Magelang Menurut Kuncoro (2007:107) yang mengutip Sharp, penyebab kemiskinan adalah:

  1) Secara mikro kemiskinan minimal karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang. Penduduk miskin hanya memiliki sumber daya dalam jumlah terbatas dan kualitasnya rendah. 2) Kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas sumberdaya manusia. Kualitas sumber daya manusia yang rendah berarti produktivitasnya rendah, yang pada gilirannya upah juga rendah. Rendahnya kualitas sumber daya ini karena rendahnya pendidikan, nasib yang kurang beruntung, adanya diskriminasi, atau karena keturunan.

  3) Kemiskinan muncul akibat perbedaan akses dalam modal. Ketiga penyebab kemiskinan ini bermuara pada teori lingkaran setan kemiskinan (vicious circle poverty). Adanya keterbelakangan, ketidaksempurnaan pasar, kurangnya modal menyebabkan produktivitas rendah sehingga mengakibatkan rendahnya pendapatan yang diterima.

  Rendahnya pendapatan akan berimplikasi pada rendahnya tabungan dan investasi yang berakibat pada keterbelakangan, begitu dan seterusnya berputar pada permasalahan- permasalahan yang serupa.seperti terlihat pada gambar :

Gambar 2.1 Gambar Lingkaran Setan Kemiskinan ( The Vicious Circle Of Poverty)

  Sumber : Sumodiningrat (1998) Menurut Kantor Menteri Negara Kependudukan/Badan Koordinasi keluarga

  Berencana Nasional (1996:11) ada beberapa faktor yang menyebabkan keluarga masuk dalam kategori prasejahtera dan keluarga sejahtera 1 yang tergolong miskin, antara lain : 1) Faktor internal

  a) Kesakitan

  b) Kebodohan

  c) Ketidaktahuan

  d) Ketidakterampilan f) Ketidakpunyaan modal 2) Faktor eksternal

  a) Struktur sosial ekonomi yang menghambat peluang untuk berusaha dan meningkatkan pendapatan b) Nilai-nilai dan unsur-unsur budaya yang kurang mendukung upaya penimgkatan kualitas keluarga c) Kurangnya aksses untuk dapat memanfaatkan fasilitas pembangunan.

  Untuk mengukur keberadaan keluarga menurut tingkat kesejahteraannya telah dikembangkan indikator operasional yang menggambarkan tingkat pemenuhan kebutuhan dasar keluarga, kebutuhan sosial-psikologis dan kebutuhan pengembangan. Tahap Keluarga menurut tingkat kesejahteraannya adalah sebagai berikut.

  1) Keluarga Pra Sejahtera, yaitu keluarga-keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya (basic-needs) secara minimal, seperti kebutuhan spiritual, pangan, dan kesehatan. 2) Keluarga Sejahtera 1, yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan sosial psikologis, seperti kebutuhan akan pendidikan, KB, interaksi dalam keluarga, interaksi dengan lingkungan tempat tinggal, dan transportasi.

  3) Keluarga Sejahtera 2, yaitu keluarga-keluarga yang disamping telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, juga telah dapat memenuhi kebutuhan sosial- psikologisnya, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan pengembanganya, seperti kebutuhan untuk menabung dan memperoleh informasi.

  4) Keluarga Sejahtera 3, yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan dasar, sosial-psikologis, dan pengembangan keluarganya, tetapi belum dapat memberi sumbangan yang teratur bagi masyarakat, seperti sumbangan materi, dan berperan aktif dalam kegiatan kemasyarakatan.

  5) Keluarga Sejahtera 3 Plus, yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan dasar, sosial-psikologis dan pengembanganya serta telah dapat memberikan sumbangan yang teratur dan berperan aktif dalam kegiatan kemasyarakatan .

  Menurut konsep BKKBN sebuah keluarga disebut miskin atau kurang sejahtera apabila masuk kategori Pra Sejahtera dan Sejahtera 1. Adapun indikator

  • – indikator yang dipakai untuk mengukurnya adalah sebagai berikut: 1) Pra Sejahtera adalah keluarga-keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, seperti kebutuhan spiritual, pangan, sandang, papan, kesehatan dan keluarga berencana. Secara operasional mereka tampak dalam ketidakmampuan untuk memenuhi salah satu indikator sebagai berikut:

  a) Menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya;

  b) Makan minimal 2 kali per hari;

  c) Pakaian lebih dari satu pasang;

  d) Sebagian besar lantai rumahnya tidak dari tanah; dan

  e) Jika sakit dibawa ke sarana kesehatan; 2) Keluarga Sejahtera I, adalah keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan sosial dan psikologis seperti kebutuhan pendidikan, interaksi dalam keluarga, interaksi dengan lingkungan tempat tinggal dan transportasi. Secara operasional mereka tampak tidak mampu memenuhi salah satu dari indikator sebagai berikut:

  a) Menjalankan ibadah secara teratur;

  b) Minimal seminggu sekali makan daging/telur/ikan;

  c) Minimal memiliki baju baru sekali dalam setahun;

  2 e) Tidak ada anggota keluarga yang berusia 10-60 tahun yang buta huruf latin;

  f) Semua anak berusia 5 s.d 15 tahun bersekolah;

  g) Salah satu anggota keluarga memiliki penghasilan tetap; dan

  h) Dalam 3 bulan terakhir tidak sakit dan masih dapat melaksanakan fungsinya dengan baik.

C. Penelitian Terdahulu

  Dalam beberapa penelitian sebelumnya yang meneliiti mengenai dampak sosial ekonomi mengenai suatu perkembangan dari sebuah kegiatan adalah Dampak sosial ekonomi pembangunan Objek Wisata Ketep Pass bagi masyarakat sekitar yang diteliti oleh Martinus Irka Puji Setyawan (2006). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode ex post facto. Hasil dari penelitian ini bahwa pembangunan Objek Wisata Ketep Pass memberikan dampak positif terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitarnya. Hal ini dapat dilihat dari beberapa data yang diperoleh yaitu:

  1. Curahan kerja, masyarakat di bidang non pertanian lebih berfungsi setelah pembangunan objek wisata ketep pass

  2. Dalam hal jenis pekerjaan, sebagian masyarakat beralih dari pertanian ke non pertanian

  3. Dalam hal jumlah pendapatan, masyarakat mengalami peningkatan pendapatan setelah adanya pembangunan objek wisata ketep pass

  4. Dalam hal jumlah keluarga miskin, masyarakat mengalami penurunan tingkat jumlah keluarga miskin setelah adanya pembangunan objek wisata ketep pass.

D. Kerangka Teori

  Setiap Negara dalam pelaksanaan pembangunan pasti ingin mencapai sebuah perkembangan dimana perkembangan tersebut dapat mensejahterakan masyarakatnya.

  Begitu pula dengan sebuah daerah, dengan adanya peningkatan pendapatan misalnya maka akan menyumbangkan banyak peningkatan dalam hal sosial ekonomi. Oleh karena itu, setiap pronvinsi berlomba-lomba untuk meningkatkan daerah mereka agar semakin maju. Salah satu cara untuk meningkatkan daerahnya khususnya dalam hal sosial ekonomi adalah dengan memperhatikan industri-industri yang ada di daerah tersebut, tidak terkecuali industri kecil yang ada di dalamnya. Industri kecil atau sering dikenal dengan UMKM. Pasalnya industri kecil menegah ini mampu juga untuk menyediakan lapangan pekerjaan dan pendapatan bagi masyarakat Indonesia sehingga dapat dipastikan pengangguran akan semakin berkurang apabila industri-industri ini terperhatikan.

  Salah satu cara untuk mengembangkan usaha industri kecil ini adalah dengan membuat sebuah sentra/klaster industri. Memang tidak semua industri dapat dibuat menjadi sentra/klaster industri karena ada beberapa hal yang harus dipenuhi untuk menjadi sentra industri antara lain :

  1. Dalam setiap sentra yang akan ditumbuhkan sebagai klaster harus memiliki satu usaha sejenis yang prospek pasarnya jelas. Sekurang - kurangnya terdapat 50 unit usaha kecil yang melakukan kegiatan sejenis

  2. Omzet dari keseluruhan unit usaha dalam klaster tersebut paling sedikit Rp 500 juta/bulan.

  3. Telah terjadi sentuhan teknologi yang memungkinkan tercapainya peningkatan produktivitas, karena masalah pokok usaha kecil di bidang pertanian adalah produktivitas/tenaga kerja hanya kurang dari 3% produktivitas usaha besar disektor

  4. Persyaratan lain yang berkaitan dengan infrastruktur, jaringan pasar, ketersediaan lembaga keuangan dan lain-lain merupakan syarat tambahan yang menyediakan daya tarik klaster/sentra bersangkutan melalui jaringan informasi.