KARYA PELAYANAN PARA SUSTER CINTA KASIH DARI MARIA BUNDA YANG BERBELAS KASIH DI PANTI LANSIA SANTA ANNA, TELUK GONG, JAKARTA BERDASARKAN SPIRITUALITAS PENDIRI

  KARYA PELAYANAN PARA SUSTER CINTA KASIH DARI MARIA BUNDA YANG BERBELAS KASIH DI PANTI LANSIA SANTA ANNA, TELUK GONG, JAKARTA BERDASARKAN SPIRITUALITAS PENDIRI S K R I P S I Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik Oleh: Ridawati Marbun NIM: 051124011 PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

  KARYA PELAYANAN PARA SUSTER CINTA KASIH DARI MARIA BUNDA YANG BERBELAS KASIH DI PANTI LANSIA SANTA ANNA, TELUK GONG, JAKARTA BERDASARKAN SPIRITUALITAS PENDIRI S K R I P S I Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik Oleh: Ridawati Marbun NIM: 051124011 PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

  PERSEMBAHAN

  Skripsi ini kupersembahkan kepada para suster cinta kasih dari Maria Bunda yang berbelas kasih (SCMM), para suster di Komunitas St. Sesilia Yogyakarta, ibuku, sanak keluarga yang selalu mendukung dan menguatkan aku dalam menjalani hidup ini, beserta teman-teman, sahabat, kenalan yang turut berperan dalam hidupku.

  MOTTO

  “Cinta itu menyakitkan. Cinta senantiasa mengajak kita untuk menanggalkan diri sendiri, memberikan diri kepada yang lain. Agar benar-benar nyata, cinta menuntut pengorbanan, harus terluka sebab demi cinta seseorang harus mengosongkan dirinya sendiri. Jika tidak sampai pada pengalaman terluka, tidak pernah ada cinta sejati pada diri kita”.

  (Krispurwana Cahyadi, 2010: 225) ”Segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudaraKu yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku”.

  (Mat 25:40)

  Duc In Altum ”Bertolaklah Ketempat Yang Dalam” Lukas 5:4

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

  Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

  Yogyakarta, 6 Desember 2010 Penulis,

  Ridawati Marbun

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

  Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta: Nama : Ridawati Marbun NIM : 051124011 Demi pengembangan ilmu pengetahuan saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul KARYA

PELAYANAN PARA SUSTER CINTA KASIH DARI MARIA BUNDA YANG BERBELAS KASIH DI PANTI LANSIA SANTA ANNA, TELUK

  

GONG, JAKARTA BERDASARKAN SPIRITUALITAS PENDIRI beserta

  perangkat yang diperlukan. Dengan demikian saya memberikan hak kepada Universitas Sanata Dharma untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain demi kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

  Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Yogyakarta, 6 Desember 2010 Hormat saya, Ridawati Marbun

  

ABSTRAK

  Judul skripsi KARYA PELAYANAN PARA SUSTER CINTA

KASIH DARI MARIA BUNDA YANG BERBELAS KASIH DI PANTI LANSIA SANTA ANNA, TELUK GONG, JAKARTA BERDASARKAN

  SPIRITUALITAS PENDIRI dipilih berdasarkan fakta yang menunjukkan

  bahwa karya pelayanan yang dijalankan di Panti Lansia St. Anna, Teluk Gong, Jakarta masih jauh dari semangat dan spiritualitas pendiri. Pelayanan mereka belum berdasarkan semangat cinta yang penuh belas kasih dan masih sebatas pelayanan lahiriah atau jasmaniah kurang memperhatikan hati dan kondisi orang yang dilayani . Bertitik tolak dari keprihatinan ini, maka penulis tergerak untuk memberikan sumbangsih kepada para suster dan awam yang melayani kaum lanjut usia di Panti Lansia St. Anna, Teluk Gong, Jakarta. Penulis menawarkan pada mereka untuk mendalami dan menghayati Spiritualitas Belaskasih agar dalam menjalankan karya pelayanannya, mereka yang dilayani dapat mengalami sentuhan kasih yang menyembuhkan, menyemangati, dan menyelamatkan.

  Persoalan pokok yang dibicarakan dalam skripsi ini adalah bekal rohani para Suster SCMM dalam melaksanakan karya pelayanan di Panti Lansia St. Anna, Teluk Gong, Jakarta. Dalam menyusun skripsi ini, penulis menggunakan metode deskriptif-analitis. Penulis mempelajari dan mendalami buku-buku spiritualitas yang diterbitkan Kongregasi dan sumber-sumber lain yang relevan agar dapat menjawab permasalahan tentang karya pelayanan yang dijalankan oleh para suster SCMM dan awam di Panti Lansia St. Anna, Teluk Gong, Jakarta.

  Dalam rangka menjawab permasalahan dan mewujudkan pelayanan berdasarkan spiritualitas yang berbelas kasih, penulis mengusulkan pendalaman kembali spiritualitas Kongregasi dengan menggunakan katekese model Shared

  

Christian Praxis yang bersifat dialogis partisipatif. Bagi penulis model katekese

  ini ini sangat efektif, karena pengalaman, tradisi dan visi peserta menjadi pusat katekese. Setelah direfleksikan secara kritis, kemudian pengalaman tersebut dikonfrontasikan dengan Tradisi dan Visi Kristiani untuk diterapkan dalam situasi peserta konkrit untuk mencapai sebuah keterlibatan baru dalam mewujudkan nilai- nilai Kerajaan Allah kepada sesama.

  

ABSTRACT

  Services of the Sisters of Charity of Our Lady Mother of Mercy in Nursing Home of St. Anna, Teluk Gong, Jakarta, Based on The Founder’s Spirituality is chosen as the title of this paper because based on the available facts, the work services carried out in Nursing Home of St. Anna, Teluk Gong, Jakarta are still far away from what are expected by the founder’s spirit (vigor) and spirituality. Their services are not spiritual based on affection. They are just physical services, without attention to the heart and condition of the people being served. From this concern, the writers was touched moved to give contribution to the Sisters and common people who serve the elderly ones in Nursing Home of St. Anna, Teluk Gong, Jakarta. The writer invites them to deepen and appreciate the spirituality of mercy, so the served people will experience the touch of love which is able to save, heal, and inspire.

  The main problem discussed in this paper is the spiritual provision of SCMM’s Sisters to carry out the service works in Nursing Home of St. Anna, Teluk Gong, Jakarta. The writer herself used descriptive – analytic to write this paper. Spiritual books published by SCMM Congregation and other relevant sources are used to answer the problems about the work services run by the Sisters of SCMM and common people in Nursing Home of St. Anna, Teluk Gong, Jakarta.

  In order to answer the problems and to realize the based-on-spiritual- mercy services, the writer has proposed a redeepening on Congregation’s spirituality by using Shared Christian Praxis cathecism model which is dialogical participative. For the writer, this is a very effective model of cathecism because experiences, traditions, and visions of the participants are the center of cathecism. After being reflected critically, these experiences later are confronted with Christianity Tradition and Vision to be implemented in the real condition of the participants to achieve a new involvement in realizing the value of Kingdom of God to our fellow.

KATA PENGANTAR

  Puji dan syukur kepada Allah Bapa yang maha pemurah karena kasih dan penyertaan-Nya sejak awal penulisan sampai penyelesaian skripsi yang berjudul

KARYA PELAYANAN PARA SUSTER CINTA KASIH DARI MARIA BUNDA YANG BERBELAS KASIH DI PANTI LANSIA SANTA ANNA, TELUK GONG, JAKARTA BERDASARKAN SPIRITUALITAS PENDIRI.

  Semoga skripsi ini memberikan sumbangan bagi para Suster SCMM dan awam dalam menjalankan karya pelayanan khususnya pelayanan kepada para lansia di Panti Lansia St. Anna, Teluk Gong, Jakarta.

  Penulis berharap agar sumbangan pemikiran akan pentingnya penanaman nilai-nilai spiritualitas dalam karya pelayanan semakin dihayati, didalami dan diwujudkan sehingga Spiritualitas Belaskasih nyata dalam pelayanan para Suster SCMM. Dengan demikian orang-orang yang dilayani dapat mengalami dan merasakan kehadiran Tuhan yang menyembuhkan dan menyelamatkan lewat, perhatian, kehadiran dan pelayanan yang berbelas kasih. Selain itu skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penulis menyadari tersusunnya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada kesempatan ini penulis dengan segenap hati mengucapkan terima kasih yang tulus kepada: 1.

  Rm. Dr. J. Darminta, S.J. selaku dosen pembimbing utama yang dengan sabar memberikan wawasan dan masukan sehingga penulis termotivasi dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini sampai selesai.

  2. Rm. Drs. M. Sumarno Ds., S.J., M.A. selaku dosen wali dan penguji yang memberi perhatian, memotivasi dan mengingatkan penulis untuk segera menyelesaikan skripsi serta bersedia memberikan masukan demi penyempurnaan skripsi ini.

  3. Bapak. Yoseph Kristianto, SFK., M.Pd.  selaku dosen penguji yang mendukung dan memberi perhatian lewat tegur sapa yang menyemangati penulis.

  4. Para Staf Dosen Prodi IPPAK-JIP, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, yang telah mendampingi dan membagikan pengetahuan, pengalaman, pelayanan dan cinta kepada penulis selama menjalani masa studi sampai selesainya penulisan skripsi ini.

  5. Segenap Staf Sekretariat dan Perpustakaan Prodi IPPAK, serta seluruh karyawan yang telah memberikan dukungan dan perhatian kepada penulis selama studi dan sampai penyelesaian skripsi ini.

  6. Pimpinan Provinsial beserta Dewan Kongregasi Suster SCMM, yang telah memberikan dukungan, perhatian, kepercayaan dan cinta kepada penulis selama menjalani studi di IPPAK, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, sampai selesainya skripsi ini.

  7. Sr. Martha Chandra, SCMM selaku pimpinan Komunitas St. Sesilia Yogyakarta, beserta para suster yang telah memberikan perhatian, dukungan doa dan cinta kepada penulis sehingga penulisan skripsi ini dapat berjalan dengan lancar.

  8. Sr. Lidwin Kartini, SCMM selaku pimpinan Panti Lansia St. Anna, Teluk Gong, Jakarta, yang telah membantu penulis dengan memberikan masukan tentang Panti Lansia St. Anna, sehingga penulis dapat mengetahui secara lebih rincin keadaan Panti Lansia St. Anna, Teluk Gong, Jakarta.

  9. Saudaraku para Frater CMM yang telah mendukung penulis dengan caranya masing-masing sehingga penulisan skripsi ini dapat berjalan dengan lancar.

  10. Sr. Nivarda, ADM dan Sr. Ana Rosnani, MSFA serta Sr. Stefani Gultom, FCJM yang selalu mendukung dan menyemangati dan bersama-sama berjuang dalam suka maupun duka mulai dari awal penulisan skripsi ini sampai selesai.

  11. Sahabat-sahabat yang selalu memotivasi, mendukung, memberikan bantuan dengan penuh cinta dan bersama-sama berjuang dalam suka maupun duka mencapai cita-cita yang diinginkan.

  12. Teman-teman mahasiswa khususnya angkatan 2005/2006 yang turut berperan dalam membantu dan memberikan semangat, dukungan, perhatian, doa dan cinta, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan lancar.

  13. Mama, kakak, dan sanak keluarga yang memberikan peneguhan, cinta dan perhatian yang tulus sehingga penulis dengan sabar dan tekun menjalani tugas studi ini walaupun banyak melewati tantangan yang berat.

  14. Semua pihak yang dengan caranya sendiri telah memberikan sumbangan yang berharga selama penulis melaksanakan studi dan dalam penyelesaian skripsi ini.

  Penulis menyadari keterbatasan dan kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan masukan berupa saran dan kritik dari pembaca demi perbaikan skripsi ini. Penulis berharap, skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

  Penulis

  

DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................ ii HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iii HALAMAN PERSEMBAHAN ..................................................................... iv MOTTO .......................................................................................................... v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ........................................................ vi PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .......... vii ABSTRAK .................................................................................................... viii ABSTRACT .................................................................................................. ix KATA PENGANTAR .................................................................................. x DAFTAR ISI ................................................................................................. xiv DAFTAR SINGKATAN ................................................................................ xix BAB I. PENDAHULUAN ...........................................................................

  1 A.

  1 Latar Belakang Penulisan Skripsi ....................................................

  B.

  7 Rumusan Permasalahan ...................................................................

  C.

  7 Tujuan Penulisan .............................................................................

  D.

  8 Manfaat Penulisan ............................................................................

  E.

  8 Metode Penulisan .............................................................................

  F.

  9 Sistematika Penulisan .....................................................................

  BAB II. GAMBARAN TENTANG PENDIRI DAN SPIRITUALITAS KONGREGASI SCMM ....................................................................

  12 A. Sejarah Berdirinya Kongregasi SCMM ............................................ 12 1.

  Riwayat Hidup Pendiri .................................................................. 12 a.

  Menjadi Imam ........................................................................... 12 b.

  Menjadi Uskup ......................................................................... 14 2. Pendirian Kongregasi ................................................................... 16 a.

  Latar Belakang Pendirian Kongregasi ...................................... 16

  1. Motto Pendiri “Mansuete et Fortiter” .......................................... 22 2.

  Religiositas Mgr. Zwijsen ............................................................. 24 a.

  Iman akan Penyelenggaraan Ilahi ............................................. 24 b.

  Cinta akan Ekaristi .......................................................... ......... 25 c. Devosi kepada Maria ................................................................ 26 d.

  Cinta dan Kesetiaan kepada Paus .............................................. 26 3. Pelindung Kongregasi ................................................................... 27 a. Bunda Maria .............................................................................

  27 b. St. Vinsensius â Paulo ..............................................................

  29 4. Spiritualitas Belaskasih ................................................................ 31 BAB III. MAKNA, TEMPAT, PERAN DAN PERGULATAN LANSIA ..

  36 A. Pokok-pokok Lanjut Usia pada Umumnya  ...................................... 36 1.

  Pengertian Lanjut Usia .................................................................. 36 2. Proses Menjadi Lanjut Usia .......................................................... 37 3. Gejala-gejala Lanjut Usia .............................................................. 40 a.

  Gejala-gejala Fisik ................................................................... 40 b.

  Gejala-gejala Mental .................................................................. 44 4. Tahap-tahap Lanjut Usia .............................................................. 45 B. Makna dan Nilai Lanjut Usia .......................................................... 46 1.

  Sikap tanpa Pamrih ...................................................................... 47 2. Ingatan ......................................................................................... 47 3. Pengalaman .............................................. .................................... 48 4. Kebergantungan Satu Sama Lain .................................................. 48 5. Visi Hidup yang Lebih Lengkap ................ .................................. 49 C. Lanjut Usia Menurut Kitab Suci ..................................................... 50 D.

  Tempat Kaum Lanjut Usia .............................................................. 54 1.

  Gereja .......................................................................................... 54 2. Kitab Suci ..................................................................................... 57 E. Kehidupan Kaum Lanjut Usia ......................................................... 59 1.

  Kegiatan Amal Kasih ................................................................... 60

  3. Berdoa .......................................................................................... 61 4.

  Memelihara .................................................................................. 62 5. Mengembangkan Hobi ................................................................. 63 F. Panti Lansia St. Anna, Teluk Gong, Jakarta .................................... 64 1.

  Asal Usul dan Latar Belakang Panti Lansia St. Anna .................. 64 2. Prinsip dan Harapan Pelayanan di Panti Lansia St. Anna ............ 67

  BAB IV. SPIRITUALITAS PENDIRI SEBAGAI DASAR DAN TANTANGAN BAGI PARA SUSTER CINTA KASIH DARI MARIA BUNDA YANG BERBELAS KASIH DALAM KARYA PELAYANAN DI PANTI LANSIA SANTA ANNA, TELUK GONG, JAKARTA .......................................................................

  73 A. Spiritualitas Belaskasih sebagai Landasan ...................................... 73 1.

  Sumber Spiritualitas Belaskasih ................................................... 73 2. Makna Spiritualitas Belaskasih .................................................... 75 3. Belas Kasih Menurut Kitab Suci .................................................. 76 B. Aspek-aspek Belas Kasih ................................................................ 78 1.

  Perjumpaan ................................................................................... 78 2. Tergerak dan Bergerak ................................................................. 79 3. Perhatian pada Sesama ................................................................. 81 4. Kesederhanaan Hati dan Kerendahan Hati .................................. 82 5. Memerdekakan dan Membebaskan ..... ......................................... 85 C. Spiritualitas Belaskasih sebagai Penjiwaan Pelayanan ................... 87 1.

  Spiritualitas Belaskasih sebagai Penjiwaan Pelayanan ................ 87 2. Menimba dari Sang Sumber .........................................................

  89 D. Tantangan dari Pihak Keadaan Lanjut Usia ................................... 91 1.

  Keadaan Sosial ............................................................................. 91 a.

  Pengasingan ............................................................................ 93 b. Kesepian .................................................................................. 96 c. Kehilangan Diri ....................................................................... 97 d. Kesedihan ................................................................................

  97 2. Pergulatan Masa Lanjut Usia ...................................................... 98

  b. Dendam dan Iri Terhadap yang Muda ....................................

  99

  c. Egoisme di Masa Lanjut Usia ................................................ 100

  d. Menjadi Pelupa ....................................................................... 102

  3. Spiritualitas Lanjut Usia ............................................................... 103 E. Tantangan dari Spiritualitas SCMM ................................................ 105 1.

  Memandang Lanjut Usia ...................................................... ........ 105 2. Memahami Lanjut Usia ................................................................ 106 3. Mewujudkan Spiritualitas yang Menyembuhkan ......................... 108

  BAB V. USULAN PROGRAM KATEKESE MODEL SHARED CHRISTIAN PRAXIS : SALAH SATU UPAYA MEMPERDALAM SPIRITUALITAS PENDIRI SEBAGAI DASAR PELAYANAN DI PANTI LANSIA SANTA ANNA, TELUK GONG, JAKARTA 112 A. Alasan Pemilihan Shared Christian Praxis sebagai Model Berkatekese .................................................................................... 112 B. Komp nen Shared Christian Praxis ................................................. 116 1. Praxis .......................................................................................... 116 2. Christian ..................................................................................... 117 3. Shared ......................................................................................... 118 C. Langkah-langkah dalam Shared Christian Praxis .......................... 119 1. Langkah I: Pengungkapan Pengalaman Hidup Faktual ............... 119 2. Langkah II: Refleksi Kritis Terhadap Pengalaman Faktual ......... 120 3. Langkah III: Mengusahakan supaya Tradisi dan Visi Kristiani lebih Terjangkau .......................................................................... 120

  4. Langkah IV: Interpretasi Dialektis antara Tradisi dan Visi Peserta dengan Tradisi dan Visi Kristiani .................................... 121 5.

  Langkah V: Keterlibatan Baru demi Makin Terwujudnya Kerajaan Allah ............................................................................. 122

  D. Pemilihan Rekoleksi SCP sebagai Model Berkatekese ................ 123 1.

  Alasan Pemilihan Rekoleksi SCP sebagai Model Berkatekese ... 123 2. Tujuan Usulan Program .............................................................. 124 3. Rumusan Tema dan Tujuan ........................................................ 125 4. Matrik Program Rekoleksi dengan Model SCP ............................ 127

  6. Contoh Persiapan Rekoleksi dengan Model SCP ......................... 130

  BAB VI. PENUTUP ...................................................................................... 154 A. Kesimpulan ..................................................................................... 154 B. Saran ................................................................................................ 156 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 147

  DAFTAR SINGKATAN A. Singkatan Kitab Suci

  Singkatan-singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci (Dipersembahkan Perjanjian Baru: dengan Pengantar dan Catatan Singkat. kepada Umat Katolik Indonesia oleh Ditjen Bimas Katolik Departemen Agama Republik Indonesia dalam rangka PELITA IV). Ende: Arnoldus, 1984, hal. 8.

  B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja

  LE : Letter to the Elderly, Surat Paus Yohanes Paulus II kepada Umat Lanjut Usia. Di tujukan kepada Segenap Umat Lanjut Usia,

    1Oktober 1999.

  C. Singkatan Lain

  Ay   : Ayat  Art  : Artikel CMM : Congregatio Matris Misericordiae DPU : Dewan Pimpinan Umum DPP : Dewan Pimpinan Provinsi Hal : Halaman

  IPPAK : Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik Konst  : Konstitusi Kongregasi Suster-suster Cinta Kasih dari Maria Bunda yang Berbelas kasih, tahun 1989 

  Lansia  : Lanjut Usia MB : Madah Bakti Buku Doa dan Nyanyian Umum Disusun oleh Pusat Musik Liturgi Yogyakarta Cetakan ke- 157 tahun 1997.

  Mgr : Monseigneur PA :  Pembicaraan-pembicaraan Akrab Mgr. Joannes Zwijsen tentang peraturan khusus dari Kongregasi Suster-suster Cinta Kasih dari

  Maria Bunda yang Berbelas kasih, tahun 1864. PK : Putri Kasih PUSKAT : Pusat Kateketik SCMM : Sister of Charity of our Lady Mother of Mercy SCP : Shared Christian Praxis St : Santa atau Santo TV : Televisi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penulisan Skripsi Manusia yang diciptakan Tuhan sesuai dengan citra dan gambar-Nya

  hidup dalam dunia melewati proses sejak kecil hingga menjadi tua. Dalam hidupnya setiap manusia akan melewati masa yang disebut masa tua atau yang sering disebut lansia, kalau tidak didahului kematian. Sadar atau tidak, banyak orang berusaha agar selalu tampak muda dan tidak menginginkan masa tua ada dalam hidupnya. Oleh karena itu mereka berusaha tampil normal dan bekerja seperti sediakala tanpa menghiraukan kondisi seluruh dirinya. Tak jarang terjadi penolakan terhadap masa tua sebagai bagian dari hidup manusia karena masa tua dilukiskan sebagai masa penuh penderitaan (Nouwen, 1989: 21-22).

  Di lain pihak generasi yang baru sering kurang menerima dan bahkan merendahkan para lansia. Para lansia diperlakukan tidak dengan semestinya sebagai manusia yang memiliki martabat dan sebagai ciptaan Allah. Pada zaman sekarang ini, kita mendengar dan melihat baik lewat siaran TV ataupun siaran Radio para lansia banyak mengalami kehidupan yang tidak layak dan tidak pantas. Sering terjadi para lansia diterlantarkan dan mengalami hidup yang penuh duka dan penderitaan karena masalah kemiskinan. Hal ini juga menjadi penyebab orang merasa frustrasi, sulit menerima keadaannya, mudah terserang penyakit, merasa lemah, mudah mengalami konflik dan akhirnya terjadi penolakan yang terus menguji daya tahan mental dan fisik yang menimbulkan kegoncangan iman (Deeken, 1986: 22-24).

  Beberapa tahun terakhir ini, masalah-masalah lanjut usia menjadi fokus pembahasan karena dirasa penting dan mendesak oleh beberapa pihak.

  Mendesaknya pemikiran terhadap lanjut usia ini, mengingat populasi lanjut usia di Indonesia semakin hari semakin meningkat. Kondisi ini membuat jumlah orang lanjut usia semakin tinggi. Di Indonesia, angka harapan hidup meningkat dari 61 tahun (1985) menjadi 67 tahun (2005) (Maramis, 1993: 22-23). Meningkatnya jumlah lanjut usia bukan hanya di Indonesia, tetapi juga terjadi diseluruh dunia pada umumnya. Hal ini dapat dibuktikan di Amerika. Ini terjadi karena angka kelahiran yang semakin menurun, maka persentasi orang lanjut usia semakin bertambah (Deeken, 1986: 9-10). Simone de Beauvoir dalam buku “La

  

Vieillesse” melukiskan sikap peradaban orang Barat terhadap lanjut usia sebagai

  sebuah gambaran yang suram. Ia menyatakan bahwa orang yang sudah lanjut usia sering diperlakukan secara tidak manusiawi. Generasi muda sering mengejek, memeras, dan merendahkannya. de Beauvoir mengatakan, di Perancis dalam masa liburan orang lanjut usia sering dikirim ke Rumah sakit dan Rumah Rawat oleh anak-anaknya, sehabis libur mereka lupa menjemputnya kembali. Orang-orang yang hidup makmur di Barat cenderung memperlakukan orang tua sebagai barang dagangan, dikirim ke Yayasan-yayasan yang mengurusi Rumah-rumah orang jompo atau Rumah-rumah Rawat bagi mereka yang mampu membayar.

  Sedangkan mereka yang miskin mengalami penderitaan karena pelayanan yang

  Seringkali dalam masyarakat, orang tua tidak mempunyai lagi tempat. Mereka diasingkan, dipisahkan, dan disingkirkan seperti penderita kusta yang menularkan penyakit. Mereka tidak lagi dianggap sebagai warga masyarakat yang penuh, sehingga bagi banyak orang merasa, menjadi tua itu jauh lebih menakutkan daripada kematian (Nouwen, 1989: 23).

  Demikian halnya awal berdirinya Panti Lansia St. Anna, Teluk Gong, Jakarta, merupakan suatu keprihatinan akan nasib sesama yang miskin yang terdapat di kota metropolitan Jakarta. Di antara gedung-gedung yang tinggi, mewah dan megah namun terdapat sejumlah orang miskin dan berkekurangan yang tinggal di balik tembok-tembok bangunan tinggi dan di bawah kolong- kolong jembatan dan jalan layang, di emperan rumah dan pertokoan tergeletak sosok-sosok tubuh renta, yang lelah termakan usia di tengah gemuruh kota yang riuh dan sibuk.

  Melihat keprihatinan ini diusahakan para keluarga dan secara khusus para lansia yang tidak mempunyai tempat tinggal, agar dapat tinggal ditempat yang lebih layak dan lebih manusiawi. Maka untuk menolong sesama yang sangat membutuhkan pertolongan terutama mereka yang sudah lanjut usia, didirikanlah pondok-pondok kecil yang pada awalnya berupa rumah-rumah mini (rumah- rumah kecil) dilengkapi dengan alat-alat rumah tangga yang sangat sederhana, dan juga bahan makanan setiap hari. Berdirinya Panti Lansia St. Anna, Teluk Gong, Jakarta merupakan suatu bentuk keprihatinan terhadap nasib sesama yang miskin di kota metropolitan, sebagai pusat perdagangan dan perkembangan ekonomi. Hal ini sejalan dengan tujuan Kongregasi SCMM yakni melayani orang-orang kecil, lemah, miskin dan tertindas sesuai dengan semangat dan Spiritualitas Pendiri.

  Paus Yohanes Paulus II menyerukan bahwa sudah sewajarnya seorang lansia menggunakan waktu ini untuk mengkaji ulang masa lampau untuk mengadakan semacam penilaian yang lebih objektif mengenai diri maupun situasi yang dialami dalam perjalanan hidup ini. Dengan demikian orang pada masa lansia ini menemukan sumbangan-sumbangan yang berarti dari pengalamannya bagi pertumbuhannya dan orang lain (Dewan Kepausan Untuk Kaum Awam, 2002: 48).

  Mgr. Zwijsen salah seorang anggota Gereja yang hidup pada abad ke-19. Mgr. Zwijsen adalah pendiri dua Kongregasi, yakni Kongregasi Suster SCMM dan Kongregasi Frater CMM. Beliau dengan gigih berjuang untuk orang miskin, kecil dan marginal. Dia seorang yang cepat tergugah melihat realitas kehidupan orang kecil dan yang tak berdaya. Mgr. Zwijsen menegaskan kepada para susternya:

  Dalam keyakinan teguh bahwa kita, suster cinta kasih, adalah seorang religius apostolik, kongregasi sejak semula berusaha untuk mengamalkan cinta yang berbelaskasih dengan menanggapi kebutuhan manusia dalam semangat pelayanan. Tanggapan ini telah diwujudkan dalam berbagai bidang, seperti pendidikan, pelayanan kesehatan, pelayanan kepada anak- anak miskin dan cacat dan kepada orang lanjut usia, dan juga karya pastoral di paroki. Pelayanan ini selalu disesuaikan dengan perubahan keadaan sekitarnya (Konst, art. 17). Teladan St. Vinsesius â Paulo menjadi inspirasi dalam karya pelayanan

  Mgr. Zwijsen yang membaktikan dirinya untuk orang-orang miskin, menderita dan terlantar. Kemiskinan merupakan permasalahan yang menjadi tantangan informasi tidak dapat mengurangi angka kemiskinan dewasa ini. Kemiskinan justru menjadi sebuah panorama yang ironis di tengah berkembang pesatnya teknologi dan informasi serta globalisasi. Maka, tidak heran jurang pemisah antara yang kaya dan miskin semakin jauh dan seolah memisahkan dua kehidupan yang sulit didamaikan. Persoalan ini tentu saja menimbulkan sikap prihatin bagi mereka yang mempunyai hati dan concern untuk berani menjembatani keterpisahan dan jurang kaya-miskin. Tentu saja, sebagai persekutuan, Gereja tertantang untuk berani mengambil langkah dan berpartisipasi aktif dalam mengangkat kembali nilai-nilai kemanusiaan yang terpuruk dalam situasi kemiskinan.

  Kenyataan kemiskinan, buta huruf dan pembodohan yang dilakukan oleh orang-orang tertentu terjadi ketika Mgr. Zwijsen hidup pada abad ke-19. Hal tersebut mendorongnya untuk berjuang melawan penindasan itu. Perhatiannya yang besar terhadap orang-orang kecil, miskin, menderita dan kaum muda yang tidak bersekolah serta orang-orang lanjut usia yang tidak mendapat perhatian dari sesamanya, menjadi pusat perhatiannya semata-mata karena sebuah sikap belaskasih. Sebab itu pada zamannya Mgr. Zwijsen disebut sebagai “Vinsensius dari Tilburg”. Belas kasih inilah yang akhirnya dihayati dan diamalkan sebagai dasar untuk melayani mereka yang miskin dan menderita (van Geene, 1993: 10- 11).

  Bagi Mgr. Zwijzen, dua hal yang perlu diperhitungkan dalam belas kasih yakni, mansuete et fortiter. Mansute adalah sebuah sikap yang penuh dengan kelembutan dalam melayani, sedangkan fortiter adalah sikap yang dengan tegas menjadi uskup. Dua sikap ini dilambangkan dengan domba dan singa. Sikap ini pula yang diteruskan kepada anggota tarekat yang didirikannya yang mengambil sikap belas kasih sebagai spiritualitas hidup. Harapan Mgr. Zwijsen adalah agar para suster dapat melayani dengan belas kasih secara aktif, efektif, efisien dan afektif (van Geene, 1993: 17).

  Harapan ini menjadi peluang sekaligus tantangan ke depan. Persoalan kemiskinan, penindasan, pelanggaran HAM bukanlah persoalan yang mudah.

  Persoalan ini menjadi persoalan segala zaman karena kenyataan kemiskinan telah ada dari zaman ke zaman dan tentu saja belum menemukan solusi yang terbaik.

  Maka, kenyataan kemiskinan menjadi sebuah tantangan yang terus menerus.

  Panti Lansia St. Anna, Teluk Gong, Jakarta merupakan salah satu jawaban konkret atas kenyataan kemiskinan. Panti Lansia St. Anna didirikan untuk melayani orang miskin yang sudah tua dan tidak dapat mengurus dirinya sendiri. Sesuai dengan harapan Mgr. Zwijsen yakni agar orang dapat melayani dengan penuh belas kasih secara aktif, efektif dan afektif. Hal ini mendorong penulis untuk membantu meningkatkan pelayanan para Suster SCMM di Panti Lansia St. Anna, Teluk Gong, Jakarta. Penulis berharap, tulisan ini dapat membantu para suster dan orang-orang yang terlibat di dalamnya untuk mengatasi masalah ini, agar para lanjut usia yang dirawat di Panti Lansia St. Anna, mendapat perhatian dan pelayanan yang semestinya. Pelayanan yang diberikan tidak bersifat instan atau asal jadi tetapi memperhatikan dengan baik kulitas pelayanan. Penulis berharap bahwa para suster dan orang-orang yang bekerja di Panti Lansia St. ditanamkan Mgr. Zwijsen kepada para susternya dalam melaksanakan karya pelayanan kepada sesama. Penghayatan terhadap semangat belas kasih menjauhkan pekerja dari sikap kasar, marah, tidak sabar dan kurang menghargai pribadi yang dilayaninya. Sikap dan sifat seperti ini jelas tidak sesuai dengan Spiritualitas Belaskasih. Untuk itu lewat tulisan ini, penulis mengharapkan adanya pembaharuan dan pendalaman kembali terhadap pelaksanaan karya pelayanan di Panti Lansia St. Anna, agar semakin sesuai dengan semangat pendiri. Para pendamping lansia harus kembali kepada jati diri pelayanannya yakni melayani dengan penuh belas kasih dan penuh penyerahan diri kepada Tuhan.

  Berdasarkan latar belakang di atas, penulis termotivasi untuk memberikan sumbangan dalam menanggapi permasalahan sehubungan dengan karya pelayanan para Suster SCMM di Panti Lansia St. Anna, Teluk Gong, Jakarta agar dapat melayani dengan penuh belas kasih sesuai dengan Spiritualitas Pendiri. Maka penulis memilih judul, KARYA PELAYANAN PARA SUSTER

  

CINTA KASIH DARI MARIA BUNDA YANG BERBELAS KASIH DI

PANTI LANSIA SANTA ANNA, TELUK GONG, JAKARTA

BERDASARKAN SPIRITUALITAS PENDIRI.

B. Rumusan Permasalahan

  Dari latar belakang di atas, dirumuskan beberapa pokok permasalahan sebagai berikut:

1. Apa bekal rohani para Suster SCMM dalam melaksanakan karya pelayanan di

  2. Gambaran pelayanan seperti apa yang diharapkan di Panti Lansia St. Anna, Teluk Gong, Jakarta? 3. Bagaimanakah seharusnya Spiritualitas Pendiri SCMM dihayati oleh para suster dalam karya pelayanan di Panti Lansia St. Anna, Teluk Gong, Jakarta?

C. Tujuan Penulisan

  Tujuan penulisan skripsi ini adalah: 1. Membantu para suster dan awam agar memahami bekal rohani dalam melaksanakan karya pelayanan di Panti Lansia St. Anna, Teluk Gong, Jakarta.

  2. Memberikan gambaran tentang pelayanan yang diharapkan di Panti Lansia St.

  Anna, Teluk Gong, Jakarta.

  3. Membantu para suster agar dapat melaksanakan karya pelayanan di Panti Lansia St. Anna, Teluk Gong, Jakarta dengan penuh belas kasih sesuai dengan spiritualitas pendiri demi meningkatkan kualitas pelayanan.

  4. Sebagai salah satu persyaratan kelulusan Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

D. Manfaat Penulisan

  Manfaat dari penulisan skripsi ini adalah: 1. Memberikan masukkan dan inspirasi kepada insan yang bergerak dalam pelayanan bagi para lansia khususnya para Suster SCMM agar sungguh- sungguh menghayati Spiritualitas Pendiri dalam melaksanakan karya pelayanan di Panti Lansia St. Anna, Teluk Gong, Jakarta.

  2. Membangun kesadaran para pembaca khususnya para Suster SCMM untuk menggali dan mewujudkan nilai-nilai spiritualitas pendiri dalam karya-karya pelayanan pada umumnya dan karya pelayanan di Panti Lansia St. Anna, Teluk Gong, Jakarta pada khususnya.

3. Memperkaya pemahaman penulis tentang Spiritualitas Pendiri SCMM.

  E. Metode Penulisan

  Dalam menyusun skripsi ini, penulis menggunakan metode deskriptif- analitis. Penulis akan mempelajari dan mendalami buku-buku spiritualitas yang diterbitkan Kongregasi yang sangat membantu penulis dalam memahami arti spiritualitas pendiri dan mengangkatnya sebagai inspirasi bagi Kongregasi SCMM terutama bagi para suster yang melayani di Panti Lansia St. Anna, Teluk Gong, Jakarta. Penulis juga akan menggunakan buku-buku dari sumber lain yang relevan dan dapat dijadikan sebagai acuan dalam menggarap dan mendalami skripsi ini.

  F. Sistematika Penulisan

  Sistematika penulisan skripsi ini adalah:

  Bab I menguraikan beberapa hal tentang latar belakang penulisan skripsi, rumusan permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan skripsi.

  Bab II memberikan gambaran tentang Kongregasi SCMM. Pada bagian pertama akan diuraikan tentang sejarah berdirinya Kongregasi SCMM dan riwayat hidup pendiri. Pada bagian kedua akan diuraikan tentang pendirian Kongregasi SCMM, latar belakang dan tujuan pendirian Kongregasi. Pada bagian ketiga menguraikan tentang spiritualitas pendiri Suster SCMM, yakni Spiritualitas Belaskasih dan Bunda Maria serta St. Vinsensius â Paulo sebagai pelindung Kongregasi. Pada bagian selanjutnya membicarakan tentang Spiritualitas Belaskasih.

  Bab III memberikan gambaran tentang pokok-pokok lanjut usia pada umumnya. Pada bagian pertama akan diuraikan beberapa poin tentang lanjut usia, pengertian lanjut usia, proses menjadi lanjut usia, gejala-gejala lanjut usia, tahap- tahap lanjut usia. Pada bagian kedua menguraikan tentang makna dan nilai lanjut usia dengan beberapa poin tentang sikap tanpa pamrih, ingatan, pengalaman, kebergantungan satu sama lain dan visi hidup yang lebih lengkap. Pada bagian ketiga menguraikan tentang lanjut usia menurut Kitab Suci, dan bagian keempat menguraikan tentang tempat kaum lanjut usia. Bagian kelima menguraikan tentang peranan lanjut usia. Bagian selanjutnya menguraikan tentang Panti Lansia St. Anna, Teluk Gong, Jakarta.

  Bab IV memberikan gambaran tentang Spiritualitas Belaskasih sebagai landasan. Bagian pertama akan menguraikan tentang sumber Spiritualitas Belaskasih, makna Spiritualitas Belaskasih dan belas kasih menurut Kitab Suci. Bagian kedua menguraikan tentang aspek-aspek belas kasih. Bagian ketiga menimba dari sang sumber. Bagian keempat menguraikan tentang tantangan dari pihak keadaan lanjut usia, keadaan sosial, pergulatan lanjut usia dan spiritualitas lanjut usia. Selanjutnya menguraikan tentang tantangan ditinjau dari spiritualitas SCMM dalam memandang lanjut usia, memahami lanjut usia, dan mewujudkan spiritualitas yang menyembuhkan.

  Bab V pada bagian ini akan diuraikan katekese Shared Christian Praxis: sebagai salah satu upaya memperdalam penghayatan Spiritualitas Pendiri demi meningkatkan karya pelayanan para Suster SCMM di Panti Lansia St. Anna, Teluk Gong, Jakarta.

  Bab VI menguraikan dua pokok yakni kesimpulan dan saran. Diambil berdasarkan konsep yang dirumuskan penulis. Kiranya saran dan usul tersebut perlu diperhatikan oleh para Suster SCMM demi meningkatkan dan tercapainya kualitas pelayanan yang berbelas kasih.  

     

     

  

BAB II

GAMBARAN TENTANG PENDIRI DAN SPIRITUALITAS

KONGREGASI SCMM

A. Sejarah Berdirinya Kongregasi SCMM 1. Riwayat Hidup Pendiri Kongregasi suster SCMM didirikan oleh Joannes Zwijsen, yang lahir di

  desa Kerkdriel, Belanda pada tanggal 28 Agustus 1794 dari perkawinan Petrus Zwijsen dan istri keduanya Wilhelmina van Herpen, dari desa Rossum. Joannes berasal dari keluarga sederhana. Ayahnya pemilik kincir/gilingan gandum, yang berjiwa tegas dan wiraswasta. Joannes merupakan anak laki-laki sulung dari 14 orang bersaudara, 10 perempuan dan 4 orang laki-laki. Joannes menerima komuni pertama pada usia 11 tahun. Setelah tamat dari bangku sekolah dasar, atas desakan Pastor Hogers di Berlicum Joannes Zwijsen memasuki sekolah berbahasa Prancis di Ravenstein. Di sekolah inilah Joannes Zwijsen mempunyai keinginan untuk menjadi imam. Studi dilanjutkannya di Sekolah latin di Helmond, di Biara Norbertin Prancis (van Lierop, 1995: 3-7).

  a.

  Menjadi Imam Pada tahun 1813, Joannes Zwijsen masuk seminari menengah di Herlaer.

  Beberapa catatan dari arsip seminari menunjukan bahwa Joannes Zwijsen termasuk pandai tetapi tidak melebihi yang lain, Ia penyanyi dalam liturgi,

    Zwijsen seorang pengkhotbah yang baik, pengarang yang sedang, peka akan sejarah terutama sejarah Gereja (Peijnenburg, 2001: 6).

  Pada tanggal 19 Januari 1817 Joannes Zwijsen ditahbiskan menjadi diakon di Jerman dan pada tanggal 20 Desember 1817 Joannes Zwijsen ditahbiskan menjadi imam oleh Uskup Agung Fransiskus de Mean di Kota Mechelen Belgia. Sesudah ditahbiskan menjadi imam, Joannes Zwijsen ditugaskan sebagai pastor pembantu di Paroki Heike di Tilburg. Selain membantu di Paroki, Zwijsen juga terlibat dalam menyelesaikan masalah-masalah sosial saat itu. Joannes Zwijsen pada suatu minggu, pernah menghalau petani-petani dari warung untuk masuk ke Gereja. Zwijsen juga pernah didatangi oleh seorang perampok yang sekarat untuk mengembalikan selimut yang dicurinya dari pastoran. Zwijsen menerima selimut itu dan menggantikannya dengan selimut yang baru (Peijnenburg, 2001: 6-7).

  Tahun 1828-1832 Zwijsen pindah dari Paroki ‘t-Heike dan diangkat menjadi Pastor paroki St. Dionisius ‘t-Heike di Tilburg. Tanggal 11 Mei 1832 menjadi Pastor Paroki di Best dan mengembangkan talentanya untuk organisasi dengan mengadakan kunjungan ke seluruh umat, memperhatikan peningkatan mutu pendidikan, liturgi paroki dan koor. Zwijsen unggul dalam administrasi paroki, beliau juga dapat menjalin relasi yang baik dengan Raja Willem II serta bersikap tegas terhadap pemerintah (Lie, 1997: 5).

  Sejak ditunjuk menjadi pastor paroki, Zwijsen memutuskan untuk mendirikan suatu Lembaga Karya Kasih yang akan bekerja di parokinya secara

    menerima pendidikan bahkan yang paling dasarpun. Ia mendirikan sebuah sekolah dasar supaya anak-anak miskin dapat belajar membaca menulis, menjahit dan merajut (Konst, hal. 7-8) .

  Pastor Zwijsen mengumpulkan 3 (tiga) putri untuk mengatur pendidikan bagi anak-anak wanita di parokinya. Awal yang sederhana ini akhirnya berkembang pesat dan bertumbuh menjadi sebuah Kongregasi yakni Kongregasi Suster SCMM (Lie, 1997: 6).

  b.

  Menjadi Uskup Pada tanggal 14 Januari 1842 Zwijsen diangkat menjadi Vikaris pembantu dengan mendapat gelar Uskup Gerra. Pada tanggal 14 April 1842 Zwijsen ditahbiskan menjadi uskup di Gereja paroki ‘t Heike dengan mengambil semboyan “Mansuette et Fortiter”, yang berarti “dengan lembut dan dengan tegas” yang dilambangkan dengan seekor domba dan singa. Pentahbisannya ini didukung oleh Raja Willem II, karena pada saat itu untuk diangkat menjadi uskup perlu persetujuan dari pemerintah yang mayoritas beragama Protestan. Pada tahun 1847 Zwijsen menjabat kedudukan sebagai internunsius kepausan. Kesempatan ini dimanfaatkannya untuk memperoleh hak kepausan bagi Kongregasi yang kelak didirikannya (van de Molengrat, 1992: 18-19).

  Pada tahun 1853 Mgr. Zwijsen diangkat menjadi Uskup Agung pertama Utrecht. Hal ini merupakan masa pemulihan hirarki Gereja di Belanda akibat bentrokan yang terjadi antara umat Katolik dan Protestan. Setelah

    berhasil membangun wilayah keuskupan yang luas, mengorganisir paroki-paroki dan menentukan batas-batasnya. Mgr. Zwijsen membantu membuat peraturan- peraturan untuk Dewan paroki, mendirikan seminari untuk pendidikan calon Imam Projo, membentuk Dewan Keuskupan dan Dewan untuk pemeliharaan orang-orang miskin. Mgr. Zwijsen mengadakan kunjungan yang pertama ke Roma untuk urusan Gereja dan menghadiri pengumuman tentang “Dogma St. Perawan Maria Dikandung Tanpa Dosa” oleh Paus Pius IX tahun 1854. Nama Mgr.

  Joannes Zwijsen terdapat di bagian depan sebelah kiri Basilika St. Petrus diantara nama-nama uskup yang hadir saat itu. Kunjungan Mgr. Zwijsen yang kedua ke Roma tahun 1862 untuk mengurus pengangkatan uskup pembantu atau penggantinya (Lie, 1997: 6).

  Setelah menjadi uskup, Mgr. Zwijsen pernah mengalami percobaan pembunuhan yang misterius, seorang pembunuh masuk ke kamar tidur Mgr.