NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM TRADISI MEMBANGUN KIJINGNGIJING (Studi Deskriptif Di Dusun Siwal Desa Siwal Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang) SKRIPSI

  

NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM TRADISI

MEMBANGUN KIJING/NGIJING (Studi Deskriptif Di

Dusun Siwal Desa Siwal Kecamatan Kaliwungu

Kabupaten Semarang)

  

SKRIPSI

Diajukan untuk memperoleh gelar

Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I.)

  

OLEH

NUR ROFIQOH

NIM 111 11 231

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SALATIGA

2015 ii

  

MOTTO

Merusak diri sendiri adalah hal yang begitu mudah, so...

  

Save yourself, Do the best, and Remember to Allah Swt.

  

Now, tomorrow, and forever.

  

PERSEMBAHAN

  Hasil karya ini kupersembahkan untuk: Orang Tuaku,

  Sahabat-sahabat ku, dan Almamater-almamater Jurusan Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga

  

vi

KATA PENGANTAR

  Asslamu‟alaikum Wr. Wb Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

  Segala puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah SWT. Atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat diberikan kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulullah SAW, keluarga, sahabat dan para pengikut setianya.

  Skripsi ini dibuat untuk memenuhi persyaratan guna untuk memperoleh gelar kesarjanaan dalam Ilmu Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Dengan selesainya skripsi ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

  1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku rektor IAIN Salatiga.

  2. Siti Rukhayati, M.Ag. selaku ketua jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI).

  3. Bapak Dr. Phil. Asfa Widiyanto, M.A sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah dengan ikhlas mencurahkan pikiran dan tenaganya serta pengorbanan waktunya dalam upaya membimbing penulis untuk menyelesaikan tugas ini.

  4. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag selaku pembimbing akademik.

  5. Bapak dan Ibu Dosen serta karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

  vii

  

ABSTRAK

  Rofiqoh. Nur. 2015 .Nilai-nilai Pendidikan Islam Dalam Tradisi Membangun

  Batu Nisan/Ngijing (Studi Deskriptif Di Dusun Siwal Desa Siwal Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang . Skripsi. Fakultas Tarbiyah

  dan Ilmu Keguruan (FTIK). Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI). Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Dosen Pembimbing: Dr. Phil. Asfa Widiyanto, M.A

  Kata kunci: Nilai, Pendidikan Islam, Tradisi, Ngijing Latar belakang penelitian adalah tradisi ngijing pada seribu hari setelah seribu hari masih dilaksanakan oleh masyarakat khususnya Desa Siwal, beradasarkan teori Bratawidjaja bahwa selamatan seribu hari setelah kematian biasanya disertai dengan membangun batu nisan atau ngijing. Tradisi ngijing masih bertahan, dan dilestarikan di era globalisasi karena dalam tradisi yang memiliki makna dan nilai tinggi yang dipercayai oleh masyarakat Siwal. Tradisi juga sebagai media dalam menyampaikan pesan pendidikan dalam budaya Jawa.

  Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah; 1) Bagaimana prosesi (tahapan) dalam ritual membangun batu nisan (ngijing) di Dusun Siwal Desa Siwal Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang?, 2)Apa sajakah nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam ritual membangun batu nisan (ngijing) pada pemakaman di Dusun Siwal Desa Siwal Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang?, 3) Apa sajakah manfaat prosesi dalam ritual pergantian nisan (ngijing) bagi masyarakat Dusun Siwal Desa Siwal Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang?. Tujuan penelitian ini adalah; 1) Untuk mengetahui prosesi atau tahapan dalam ritual tradisi membangun batu nisan (ngijing) di Dusun Siwal Desa Siwal Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang, 2) Untuk mengungkap nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam ritual tradisi membangun batu nisan (ngijing) di Dusun Siwal Desa Siwal Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang, 3) Untuk mengetahui manfaat prosesi dalam ritual membangun nisan (ngijing) bagi masyarakat Dusun Siwal Desa Siwal Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang. Penelitian ini menggunakan motede kualitatif dengan pendekatan etnografi. Pengumpulan data menggunakan taknik observasi, wawancara, dan dokumentasi untuk mendapatkan data yang akurat. Data yang diperoleh dianalisis dengan mereduksi data, menyajiakan, lalu menyimpulkan data.

  Hasil analisis terhadap ritual dalam tradisi membangun kijing (ngijing) di Dusun Siwal Desa Siwal Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang bahwa tradisi ngijing dilaksanakan pada seribu hari setelah kematian (nyewu). Tradisi ngijing mempunyai nilai positif bagi masyarakat Siwal diantaranya adalah adanya iman kepada Allah Swt., mempererat persatuan dan kebersamaan, dan menumbuhkan rasa syukur. Selain nilai positif terdapat juga nilai negatif antara lain adalah adanya kepercayaan kepada kepercayaan nenek moyang yang dikhawatirkan akan adanya sifat syirik dan pemborosan. Nilai-nilai pendidikan Islam dalam tradisi ngijing adalah pendidikan keimanan, pendidikan amaliyah, pendidikan ilmiyah, pendidikan akhlak, dan pendidikan sosial kemasyarakatan.

  x

  DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL........................................................................... i LEMBAR BERLOGO........................................................................ ii HALAMAN NOTA PEMBIMBING.................................................. iii PENGESAHAN KELULUSAN......................................................... iv PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN...........................................

  V MOTTO............................................................................................... vi PERSEMBAHAN............................................................................... vii KATA PENGANTAR ....................................................................... viii ABSTRAK.......................................................................................... x DAFTAR ISI..................................................................................... xii BAB I PENDAHULUAN...................................................................

  1

  1 A. Latar Belakang Masalah..........................................................

  6 B. Fokus Penelitian.....................................................................

  7 C. Tujuan Penelitian ...................................................................

  8 D. Kegunaan Penelitian................................................................

  8 E. Penegasan Istilah ..................................................................

  F.

  11 Metode Penelitian ...................................................................

  G.

  19 Sistematika Penulisan Skripsi ...............................................

  BAB II KAJIAN PUSTAKA

  44 E. Kondisi Keagamaan ..............................................................

  76

  Nilai Positif dan Nilai Negatif Dalam Tradisi Ngijing di Dusun Siwal Desa Siwal Kecamatan Kaliwungu Kbupaten Semarang ............................................................... ...............

  66 C.

  Kijing (Ngijing) di Dusun Siwal Desa Siwal Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang ........................

  65 B. Nilai-nilai Pendidikan Islam Dalam Tradisi Membangun

  65 A. Pendahuluan ....... ...................................................................

  48 BAB IV PEMBAHASAN ..................................................................

  45 F. Proses Pelaksanaan Tradisi Membangun Kijing (Ngijing) ....

  41 D. Kondisi Sosial Budaya .........................................................

  21 A. Definisi Nilai.................... . ..................................................

  40 C. Kondisi Ekonomi dan Pendidikan ........................................

  39 B. Letak Demografis .................................................................

  39 A. Letak Geografis ....................................................................

  37 BAB III PAPARAN DATA DAN HASIL TEMUAN......................

  33 E. Penelitian Terdahulu ..........................................................

  Ritual Membangun Batu Nisan (Ngijing)...............................

  D.

  24 Konsep Ritual Dari Segi Antropologi ...................................

  21 B. Nilai Pendidikan Islam .........................................................

  xii

  D.

  77 Ritual Dalam Tradisi Membangun Batu Nisan (Ngijing) .....

  E.

  83 Kesimpulan ...........................................................................

  85 A. Kesimpulan .............................................................................

  88 B. Saran........................................................................................

  DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN

  xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan salah satu negara dari sekian banyak

  negara yang memiliki budaya yang beraneka ragam. Bangsa Indonesia yang kaya akan budaya ini tersebar di berbagai pulau, wilayah, bahkan sampai ke pelosok pedesaan. Hal tersebut menjadi kebanggan tersendiri bagi bangsa Indonesai karena nenek moyang bangsa Indonesia mewariskan budaya yang beraneka ragam tersebut untuk generasi penerusnya. Bentuk keanekaragaman tersebut terjadi tergantung dari masing-masing budaya yang berkembang di daerah mereka. Budaya yang berkembang di masing-masing daerah mempengaruhi kehidupan masyarakat seperti bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari, model pakaian, arsitektur bangunan, cara bergaul dan juga pengaruhnya terhadapa kepercayaan serta ritual ibadah yang dijalankannya.

  Salah satu budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia adalah budaya Jawa. Dalam kehidupan sehari-hari orang Jawa dikenal dengan identitas kejawaannya. Maka dari itu pemerintah menggalakkan pelestarian budaya khususnya budaya Jawa. Budaya Jawa yang merupakan budaya nasional yang mempunyai peranan penting bagi masyarakat (Bratawidjaja, 2000:10). Hal tersebut karena suku Jawa menjadi suku terbesar di Indonesia, sehingga dalam perkembangannya budaya Jawa mempunyai dukungan dan dorongan dari masyarakat lebih tinggi.

  1 Dalam sejarahnya, perkembangan kebudayaan masyarakat Jawa mengalami akulturasi dengan berbagai bentuk kultur yang ada. Oleh karena itu corak dan bentuknya diwarnai oleh berbagai unsur budaya yang berbeda. Hal ini dikarenakan oleh kondisi sosial budaya masyarakat antara yang satu dengan yang lain berbeda. Para leluhur atau nenek moyang Jawa yang meninggalkan warisan identitas budaya tersebut bukan hanya patut dibanggakan tetapi juga harus dilestarikan. Kebudayaan bagi orang Jawa merupakan pengetahuan yang dijadikan pedoman atau penginterprestasi keseluruhan tindakan manusia (Syam, 2005:16). Melalui definisi kebudayaan tersebut memungkinkan mereka mengkaji agama, sebab agama bukan gagasan atau produk hasil pemikiran manusia atau perbuatan ataupun hasil dari perbuatan manusia. Akan tetapi perbuatan atau hasilnya termasuk produk dari kebudayaan bukan semata-mata hasil dari agama. Oleh sebab itu agama dilihat sebagai suatu sistem kebudayaan.

  Disadari atau tidak, sistem nilai yang berlaku dalam masyarakat, banyak didominasi oleh nilai moral dalam kebudayaan Jawa, sehingga usaha pelestarian budaya Jawa dilakukan melalui berbagai jalan agar tidak ditinggalkan oleh masyarakat Jawa sendiri. Selain itu budaya Jawa juga memiliki simbol-simbol yang sarat akan nilai-nilai hidup dan kehidupan secara esensial. Simbol ini merupakan sumber-sumber informasi yang ekstrinsik (Geertz, 1995:7). Oleh sebab itu selain melestarikan budaya

  

2 Jawa dengan masih menjalankan budaya berarti juga mewariskan nilai yang terkandung dalam budaya tersebut.

  Pewarisan nilai dalam pendidikan Islam berarti menghidupkan kekayaan dari generasi terdahulu kepada generasi berikutnya (An- Nahlawi, 1996:217). Memelihara warisan pemikiran dan kebudayaan merupakan perkara yang sangat penting, sebab upaya tersebut meneruskan pengalaman yang luhur dari generasi kepada generasi berikutnya. Namun pewarisan luhur ini tidak dapat serta merta disampaikan secara utuh kepada anak-cucu mereka, sebagian terpaksa di pertahankan dan sebagian lagi perlu dimodifikasi. Pemodifikasian ini dilakukan karena mungkin ada beberapa aspek yang bertentangan dengan aqidah ataupun sudah tidak sesuai dengan zaman yang telah berubah.

  Salah satu unsur budaya Jawa yang menonjol adalah adat istiadat atau tradisi kejawen. Hasil pemikiran, cipta dan karya manusia merupakan kebudayaan yang berkembang pada masyarakat, pikiran dan perbuatan yang dilakukan oleh manusia secara terus menerus pada akhirnya menjadi sebuah tradisi. Tradisi merupakan proses situasi kemasyarakatan yang di dalamnya unsur-unsur dari warisan kebudayaan dan dipindahkan dari generasi ke generasi. Ajaran Islam bisa dinyatakan telah kuat jika sudah mentradisi ditengah masyarakat muslim, sehingga tradisi menjadi sangat menentukan dalam keberlangsungan ajaran disaat tradisi itu telah menyatu dengan ajaran (Afnan, 2006). Karena tradisi merupakan darah daging dalam tubuh masyarakat, sehingga untuk mengubahnya adalah sesuatu yang sulit maka salah satu langkah bijak ketika tradisi itu tidak diposisikan berhadapan dengan ajaran tetapi tradisi dijadikan pintu masuk ajaran. sebelum Islam masuk ke Indonesia mayoritas penduduknya beragama Budha, Hindu, dan kepercayaan animisme dinamisme. Kedatangan wali songo untuk mengajarkan Islam sangatlah sulit dan terhalang oleh kepercayaan dan budaya yang sudah ada. Akhirnya para walipun mencoba mengubah budaya yang sudah ada untuk dialihmaknakan kedalam ajaran Islam. Jadi masyarakat tidak perlu meninggalkan budaya yang sudah ada namun tetap menjalankan ajaran Islam. Ternyata cara ini mampu diterapkan kepada masyarakat Indonesia khususnya di Jawa tersebut dan dikenal dengan budaya Jawa.

  Salah satu adat dan tradisi yang dialihmaknakan adalah tradisi dalam ritual membangun kijing (ngijing) di pemakaman atau pasareyan oleh masyarakat Jawa. Tradisi ini merupakan implementasi kepercayaan mereka akan adanya hubungan yang baik antara manusia dengan yang gaib. Tradisi ini telah lama ada bahkan sampai sekarang masih tetap dilakukan walaupun sekarang masyarakat sudah memiliki sistem transportasi, komunikasi dan ilmu teknologi yang modern dan telah bersentuhan dengan budaya-budaya global. Masyarakat yang masih melaksanakan, menghayati dan mempertahankan tradisi ini adalah masyarakat di Dusun Siwal Desa Siwal Kecamatan Kaliwungu Kabupaten

  

4 Semarang. Tradisi Ngijing merupakan suatu jenis kebudayaan lokal tradisional orang Jawa. Dengan demikian tradisi Ngijing dapat diklasifikasikan sebagai kebudayaan Jawa. pemasangan kijing (Bratawijaya, 1988:135). Tradisi Ngijing pada upacara Selametan Nyewu merupakan salah satu bentuk upacara tradisi yang diwariskan leluhur (Mulyadi, 1982;116). Upacara itu dilaksanakan di pemakaman setempat atau yang lebih dikenal dengan nama pasareyan. Pada hari sebelum membangun kijing (ngijing) pihak keluarga yang akan melaksanakan pembangunan batu bisan tersebut di rumahnya mengadakan kenduri pada sore hari atau setelah waktu ashar. Selanjutnya

  slametan

  pada malam harinya pemilik rumah mengadakan tahlilan dan yasinan dengan mengundang tetangga dan warga sekitar. Biasanya warga yang diundang adalah laki-laki yang telah berkeluarga (kepala keluarga). Zaman dahulu jika kepala keluarga tidak ada di rumah maka bisa digantikan anak laki-lakinya agar orang yang mempunyai hajat tidak perlu mengantarkan. Pada saat pulang, orang-orang yang dating tahlilan mendapat berkat dari yang punya hajat (Bayuadhy, 2015:14). Berkat terdiri dari nasi, lauk, dan sayur dalam satu wadah.

  Pelaksanaan tradisi Ngijing ini merupakan simbol ketaatan kepada tradisi leluhur sebagai penerus tradisi yang pernah ada. Di samping itu, tradisi Ngijing berfungsi menjaga pandangan masyarakat tentang status sosial seseorang. Orang yang tidak melakukan tradisi tersebut, walaupun

  

5 tidak disingkirkan atau di asingkan, tetapi akan mendapat kesan negatif dari anggota masyarakat lainnya. Kesan negatif yang paling sering terjadi adalah diasingkan dalam pergaulan sehari-hari, karena dianggap tidak dan saji-sajian serta nyanyian suci untuk memohon kepada dewa-dewa.

  Yang oleh wali songo merubah bacaan-bacaan mantera dengan bacaan ayat suci Al- Qur‟an dan doa kepada Allah Swt. yang terangkai dalam tahlil. Bukan lagi untuk memuja dan memberi saji-sajian kepada roh, namun untuk memohon kepada Allah Swt. agar arwahnya diberikan jalan terbaik di akhirat.

  Berkaitan dengan paparan di atas, maka timbul suatu keinginan dari penulis guna mengetahui maksud, tujuan, dan nilai-nilai pendidikan islam yang terkandung dalam tradisi membangun kijing (ngijing) yang telah mentradisi khususnya di masyarakat Dusun Siwal Desa Siwal Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang. Dimana masyarakat setempat menganggap bahwa tradisi membangun kijing (ngijing) yang mereka lakukan selama ini bertujuan untuk melaksanakan ajaran agam Islam dan melestarikan tradisi yang menjadi keyakinan masyarakat Jawa serta mewariskan nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi tersebut kepada generasi berikutnya. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengungkap nilai-nilai Islam dalam tradisi pergantian kijing (ngijing) dengan judul “NILAI-NILAI PENDIDIKAN

  ISLAM DALAM TRADISI

  6 MEMBANGUN KIJING /NGIJING (Studi Deskriptif di Dusun Siwal Desa Siwal Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang).

B. Fokus Penelitian

  Berdasarkan latar belakang di atas, didapat beberapa fokus masalah yang menjadi pembahasan diantaranya adalah:

  1. Bagaimana prosesi (tahapan) dalam ritual membangun kijing (ngijing) di Dusun Siwal Desa Siwal Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang? 2. Apa sajakah nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam ritual membangun kijing (ngijing) pada pemakaman di Dusun Siwal Desa

  Siwal Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang? 3. Apa saja nilai positif dan nilai negatif yang terkandung dalam tradisi ngijing bagi masyarakat Dusun Siwal Desa Siwal Kecamatan

  Kaliwungu Kabupaten Semarang? C.

   Tujuan Penelitian

  Sesuai dengan fokus penelitian di atas maka tujuan penelitiannya antara lain:

  1. Untuk mengetahui prosesi atau tahapan dalam ritual tradisi membangun kijing (ngijing) di Dusun Siwal Desa Siwal Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang.

  2. Untuk mengungkap nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam ritual tradisi membangun kijing (ngijing) di Dusun Siwal Desa Siwal Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang. Untuk mengetahui nilai positif dan nilai negatif dalam ritual membangun kijing (ngijing) bagi masyarakat Dusun Siwal Desa Siwal

  Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang.

D. Kegunaan Penelitian

  Penelitian ini diharapkan dapat memiliki kegunaan baik untuk peneliti sendiri maupun untuk masyarakat Jawa khususnya. Secara lebih rinci kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.

  Secara Teoritis.

  a.

  Menambah khasanah keilmuan dalam ranah pendidikan dan kebudayaan lokal di Indonesia.

  b.

  Menyumbangkan wacana dan informasi bagi semua lapisan masyarakat agar tetap menjaga tradisi dan adat istiadat peninggalan nenenk moyang orang Jawa.

2. Secara Praktis.

  a.

  Dapat membantu memberikan pemahaman dalam tradisi membangun kijing (ngijing).

  b.

  Dapat membantu menyampaikan nilai-nilai pendidikan Islam dalam tradisi membangun kijing (ngijing).

  8 c.

  Untuk menjaga dan membentengi kemurnian keimanan umat Islam yang masih belum bisa memaknai ritual dalam tradisi membangun kijing (ngijing).

E. Penegasan Istilah 1.

  Nilai.

  Kata “nilai” dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia berarti 1 harga (dl arti taksiran harga); 2 harga sesuatu (uang misalnya) jika diukur atau ditukarkan dengan yang lain; 3 angka kepandaian, potensi; 4 kadar, mutu, banyak sedikitnya isi; 5 sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan. Menilai(kan): 1 menghargai, mengira- ngirakan nilainya; 2 memberi angka (ponten). Nilaian: taksiran. Penilaian juru taksir. Pe(r)nilaian: perbuatan (hal dsb) menilai.

  Nilai (velere artinya kuat, baik, berharga). Dalam kamus Purwadarminta dikatan nilai adalah 1 harga dalam arti taksiran, 2 harga taksiran, 3 angka kepandaian, 4 kadar, 5 sifat-sifat atau hal-hal yang penting atau berguna bagi kemanusiaan (Daroeso, 1986:19). Nilai adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda atau hal untuk memuaskan manusia (Surayin, 2007:374). Menurut Fraenkel nilai adalah sebagai standar penuntun perilaku seseorang dalam menentukan apa yang indah, efisien, dan berharga tidaknya sesuatu (Sunarjati dan Cholisin, 1989:25).

  9

  2. Pendidikan Islam Pendidikan didefinisikan sebagai proses pengubahan tingkah laku seseorang melalui serangkaian proses (Hamalik, 2003:79). Pendidikan untuk melaksanakan praktek pendidikan didasarkan nilai-nilai dasar Islam yang terkandung dalam Al-Quran dan Hadis (Thoha, 1996:99).

  3. Tradisi Pengertian tradisi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tradisi: 1 adat kebiasaan turun temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan dl masyarakat; 2 penilain atau anggapan bahwa cara-cara yang benar telah ada merupakan yang paling baik dan benar.

  Mentradisi: menjadi tradisi. Mentradisikan: menjadikan tradisi.

  Tradisi merupakan gambaran sikap dan perilaku manusia yang telah berproses dalam waktu lama dan dilaksanakan secara turun temurun dari nenek moyang.

  4. Kijing Pengertian kijing dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kijing : 1 kijing: kepah (remis) yang agak besar tetapi lebih kecil dari kerang, halal dimakan, cangkangnya agak pipih; 2 batu penutup makam yang menyatu dengan batu nisannya (terbuat dari pualam, tegel, atau semen). Mengijing: membuatkan (memasang) kijing pada makam.

  Kijing adalah batu penutup makam yang menyatu dengan batu nisannya (terbuat dari pualam, tegel, atau semen) (Sujatmiko,

  10

  2014:143). Berdasarkan uraian di atas bahwa nilai-nilai pendidikan Islam dalam tradisi membangun kijing (ngijing) adalah suatu kepercayaan tertentu tentang perayaan dalam masyarakat untuk menuju kebahagiaan dunia dan akhirat yang sesuai dengan ketentuan Tuhan Yang Maha Esa atau sesuai dengan ajaran Islam yang terdapat pada tradisi membangun kijing (ngijing).

F. Metode Penelitian 1.

  Pendekatan dan Jenis Penelitian.

  Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif karena dari penelitian ini menghasilkan data deskriptif. Menurut Denzin dan Licoln menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada (Moloeng, 2008: 5). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan etnografi. Penekanan dari etnografi adalah pada studi keseluruhan budaya (Moloeng, 2008:26).

  Pendekatan etnografi ini secara umum yaitu melakukan pengamatan dan ikut serta dalam penelitian lapangan, maka akan diperoleh data dengan memanfaatkan catatan lapangan.

  11

  2. Kehadiran Peneliti.

  Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif maka mengumpulan data sesuai informasi yang didapat berupa data ucapan menemukan makna yang terkandung didalamnya. Oleh karena itu kehadiran peneliti sangat penting mengingat peneliti menjadi instrumen utama dan sebagai pengumpul data dari penelitian tersebut.

  3. Lokasi dan Waktu Penelitian.

  Waktu dan tempat atau lokasi penelitian akan diselenggarakan perlu disepakat oleh interviewer. Artinya perlu membuat janji terlebih dahulu dengan interviewer. Pembuatan janji ini bukanlah tanpa alasan. Karena wawancara yang dilakukan secara mendadak mungkin tidak akan baik bisa berkaitan dengan kemungkinan data atau informasi yang akan diperoleh tidak obyektif atau tidak akurat.

  Peneliti memilih lokasi untuk penelitian di Dusun Siwal Desa Siwal Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang. Yang menjadi pertimbangan pemilihan lokasi penelitian antara lain: salah satu kawasan Jawa Tengah yang masih kental akan budaya dan tradisi Jawa dan daerahnya dengan kondisi sosial yang baik.

  4. Sumber Data.

  Menurut Lofland yang dikutip Moloeng sumber utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumentasi dan lain-lain (Moloeng, 2008:157).

  12 Berkaitan dengan hal tersebut maka jenis datanya dapat berupa kata- kata dan tindakan, foto, sumber data tertulis atau statistika.

  Sumber data utama adalah pengumpulan informasi atau data yang aktif di dalamnya yang disertai dengan dokumentasi sebagai bukti bahwa penulis telah melakukan penelitian.

  Pengumpulan data itu sendiri adalah proses untuk menghimpun data yang harus diperhatikan (data apa yang dikumpulkan), relevan serta akan memberi gambaran dari aspek yang akan diteliti baik penelitian keputusan maupun penelitian lapangan (Soeharto, 1989:156). Penelitian lapangan merupakan proses perolehan informasi dari keluarga, tetangga, tokoh masyarakat, tokoh budaya dan tokoh agama setempat.

5. Prosedur Pengumpulan Data.

  Menurut Soeharto (1989:156) dalam memperoleh data yang akurat dan relevan ada beberapa cara yang perlu diperhatikan antara lain: a.

  Penelitian Kepustakaan.

  1) Peneliti tahap awal yang dilakukan oleh seorang peneliti untuk mendapatkan buku-buku atau sumber tertulis lainnya yang relevan dengan judul.

  2) Menelaah isi buku dengan cara menandai bab yang sekiranya mempunyai kaitan dengan isi judul.

3) Mengutip bagian penting yang berkaitan dengan judul tersebut.

  13 b.

  Penelitian lapangan.

  Ada beberapa tahap yang harus ditempuh dalam penelitian yaitu: Menelaah bahan tertulis yang relevan dengan judul. 2) Melakukan survei pendahuluan. 3) Menentukan alat pengumpulan data.

  Untuk mendapatkan data yang akurat dan sistematis maka peneliti menggunakan beberapa teknik dalam penelitiannya yaitu: 1)

  Observasi Observasi bisa diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik fenomena-fenomena yang diteliti.

  Teknik ini memungkinkan melihat dan mengamati sendiri kemudian mencatat perilaku dan kejadian yang terjadi ditempat penelitian (Moloeng, 2008:174). Maka peneliti melakukan pengamatan langsung tahap demi tahap prosesi dalam acara prosesi membangun kijing (ngijing) di Siwal dan memahami dari setiap ritual yang dijalankan. Selain itu juga melakukan catatan anekdot untuk mengetahui gejala atau peristiwa dalam ritual tersebut.

  2) Wawancara.

  Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu, percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara

  

14

  (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut (Moloeng, 2007:186). Dengan teknik pengumpulan data penelitian ini bisa mendapatkan data yang mendalam dan dalam wawancara antara lain (Sugiyono, 2006:269) : a)

  Buku catatan yang berfungsi untuk mencatat semua percakapan dengan sumber data.

  b) Tape recorder berfungsi untuk merekam semua percakapan atau pembicaraan.

  c) Kamera berfungsi untuk memotret kalau peneliti sedang melakukan pembicaraan dengan informan.

3) Dokumentasi.

  Dokumentasi berasal dari kata dokumen. Menurut Moloeng dokumen adalah setiap bahan tertulis ataupun film (Moloeng, 2008:216). Dokumen juga merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya monumental dari seseorang (Sugiyono, 2006:270). Dokumentasi adalah metode penelitian ditujukan pada penguraian dan penjelasan apa yang telah lalu melalui sumber- sumber dokumen. Sumber dokumen dalam penelitian ini berbentuk foto-foto dari setiap ritual yang dijalankan sebagai bukti telah melakukan penelitian.

  15

6. Analisis Data.

  Menurut Bogdan dan Biklen, analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan mensintesiskannya mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain (Moloeng, 2008:248). Langkah-langkah yang dapat ditempuh untuk analisis data adalah (Sugiyono, 2006: 277- 283):

  a) Reduksi Data (Data Reduction)

  Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya.

  b) Penyajian Data (Data Display)

  Dalam penelitian kualitatif penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori dan sejenisnya. Untuk penelitian ini penyajian data dengan teks yang bersifat naratif.

  c) Verifikasi/Conclusion Drawing

  Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi.

  Dari uraian di atas maka data yang diperoleh di lapangan ditulis dalam bentuk uraian yang lengkap. Data tersebut dirangkum, dipilah, dan difokuskan pada hal-hal yang penting yang berkaitan dengan

  

16 masalah, sehingga memberikan gambaran yang lebih akurat dan jelas tentang hasil wawancara, observasi maupun dokumentasi.

7. Pengecekan Keabsahan Data.

  menetapkan keabsahan data. untuk mendapatkan data yang absah menurut Moloeng, maka diperlukan pengecekan keabsahan data menggunakan: a.

  Perpanjangan keikutsertaan.

  Peneliti dalam penelitian kualitatif adalah instrumen utama. Keikutsertaan peneliti sangat menentukan dalam pengumpulan data. Keikutsertaan tersebut bukan hanya dilakukan dengan waktu yang singkat. Perpanjangan keikutsertaan berarti peneliti tinggal di lapangan sampai kejenuhan pengumpulan data tercapai (Moloeng, 2008:327).

  b.

  Ketekunan atau keajegan pengamatan.

  Peneliti mengadakan pengamatan dengan teliti dan rinci secara kesinambungan kemudian menelaahnya pada suatu titik sehingga tampak salah satu faktor yang ditelaah sudah dipahami dengan cara yang biasa (Moloeng, 2008:330).

  c.

  Triangulasi.

  Teknik triangulasi yang paling banyak digunakan adalah pemeriksaan melalui sumber lain. Diluar data itu untuk keperluan

  17 pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data yang telah diperoleh (Moloeng, 2008:330).

  d.

  Pemeriksaan sejawat melalui diskusi. sementara atau hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi dengan rekan-rekan sejawat (Moloeng, 2008:332). Teknik ini dilakukan agar peneliti mempertahankan sikap terbuka dan kejujuran.

  e.

  Analisis kasus negatif.

  Teknik analisis kasus negatif dilakukan dengan jalan mengumpulkan contoh dan kasus yang tidak sesuai dengan pola dan kecenderungan informasi yang telah dikumpulkan dan digunakan sebagai bahan pembanding (Moloeng, 2008:334).

  f.

  Pengecekan anggota.

  Pengecekan dengan anggota yang terlibat dalam proses pemeriksaan derajat kepercayaan dapat diikhtisakan bahwa pengecekan anggota berarti peneliti mengumpulkan yang memiliki pengetahuan yang mendalam untuk menjadi sumber kebenaran data (Moloeng, 2008:335).

  g.

  Uraian rinci.

  Teknik ini menuntut peneliti agar melaporkan hasil penelitiannya sehingga uraiannya itu dilakukan seteliti dan

  

18 secermat mungkin yang menggambarkan konteks tempat penelitian diselenggarakan (Moloeng, 2008:338).

  h.

  Auditing. memeriksa kebergantungan dan kepastian data Moloeng, 2008:338).

8. Tahap-tahap Penelitian.

  a.

  Penelitian Pendahuluan.

  Mengkaji buku-buku yang berkaitan dengan tradisi membangun kijing (ngijing) dan nilai-nilai pendidikan Islam yang terdapat didalamnya.

  b.

  Penelitian Desain.

  Setelah mengetahui nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi membangun kijing (ngijing) berdasarkan buku-buku kemudian melakukan observasi dalam acara ritual membangun batu nisan (ngijing) dan wawancara langsung kepada orang yang terlibat langsung dalam acara tersebut.

G. Sistematika Penulisan

  Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dan menyeluruh serta memudahkan pemahaman terhadap penulisan skripsi ini maka dibagi menjadi 5 bab, yang antar bab saling berhubungan.

  19 Bab I, merupakan pengantar dari keseluruhan isi pembahasan. Memuat: latar belakang masalah, fokus masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, metode penelitian, sampai pada Bab II, berisi kajian pustaka dari penelitian. Pada bagian ini dikemukakan teori-teori yang telah diuji kebenarannya yang berkaitan dengan obyek formal penelitian. Sesuai dengan judul skripsi maka pembahasan pada bab II berisi tentang ritual dalam membangun kijing (ngijing).

  Bab III, penulis menyajikan hasil penelitian tentang gambaran umum lokasi penelitian, kondisi lokasi penelitian, temuan penelitian tentang ritual dalam tradisi membangun kijing (ngijing), dan pembahasan pelaksanaan tradisi membangun kijing (ngijing) di Dusun Siwal Desa Siwal Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang dengan pemahaman masyarakat akan ritual tersebut.

  Bab IV, merupakan analisis dari tradisi membangun kijing (ngijing), dan analisis dari segi antropologi serta mengemukakan nilai- nilai pendidikan islam yang terkandung dalam tradisi membangun kijing (ngijing).

  Bab V, merupakan kajian yang paling akhir dari skripsi ini. Yang mana pada bagian ini berisi kesimpulan dari pembahasan skripsi dan saran dari penulis.

  20

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Definisi Nilai Nilai adalah harga, hal-hal yang penting atau berguna bagi manusia

  (Soenarji dan Cholisin, 1989:25). Nilai adalah suatu penghargaan atau kualitas terhadap sesuatu atau hal itu menyenangkan (pleasant), memuaskan (satifying), menarik (interest), berguna (usefull), menguntungkan (profitable), atau merupakan suatu sistem keyakinan (belief) (Daroesa, 1986:20). Menurut Munandar (1995:19) nilai adalah sesuatu yang dipentingkan manusia sebagai subjek, menyangkut segala sesuatu yang baik atau yang buruk sebagai abstraksi, pandangan, atau maksud dari berbagai pengalaman dengan seleksi perilaku yang sangat ketat.

  Secara garis besarnya nilai hanya dibagi tiga macam yaitu nilai benar-salah, nilai baik buruk, dan nilai indah-tidak indah (Tafsir, 2010:50).

  Tatkala berdiskusi atau berdebat tantang kebudayaan yang pertama adalah kebudayaan yang benar-salah, namun kecil kemungkinannya untuk tidak berdebat. Hal tersebut karena kebudayaan sudah jelas ukurannya. Ukuran utama kebudayaan adalah logika. Lain halnya bila budaya kedua yaitu baik-buruk. Kebudayaan baik-buruk ini susah untuk disepakati karena ukurannya subyektif. Subyektivitas itu muncul karena penilaian terhadap

  21 budaya baik-bururk kebanyakan bersumber dari keyakinan dan perasaan dari masyarakat di masing-masing daerah.

  Nilai yang dianut oleh seseorang atau suatu masyarakat biasanya verbal secara komplet dan tepat oleh pemiliknya (Marzali, 2007:108). Hal tersebut lebih implisit daripada eksplisit karena itu membentuk suatu ide, atau pemikiran yang sangat abstrak dan umum. Namun dengan demikian setelah melakukan penelitian yang mendalam, suatu nilai dari satu masyarakat dapat diungkapkan dengan uraian kata-kata oleh peneliti.

  Dari uraian di atas maka nilai adalah sesuatu hal yang tersimpan secara implisit yang terdapat pada budaya di satu masyarakat yang dapat diungkapkan dengan secara verbal maupun nonverbal dengan melalui pemahaman yang lebih mendalam.

  Nilai dapat dilihat dari berbagai sudut pandangan, yangmenyebabkan terdapat bermacam-macam nilai (Taufiq, 2013:18-20), antara lain: 1.

  Dilihat dari segi kebutuhan hidup manusia, nilai menurut Sjarkawi adalah: a.

  Nilai moral b. Nilai sosial c. Nilai undang-undang d. Nilai agama

  22 Keempat nilai tersebut berkembang sesuai dengan tuntutan kebutuhan. Dari kebutuhan yang paling sederhana, yakni kebutuhanakan tuntutan fisik biologis, keamanan, cinta kasih, harga diri dan yangterakhir kebutuhan jati diri. Apabila kebutuhan dikaitkan dengan nilainilaiagama, akan menimbulkan penafsiran yang keliru. Apakah untukmenemukan jati diri sebagai orang muslim dan mukmin yang baik itubaru dapat terwujud setelah kebutuhan yang lebih rendah tercukupilebih dahulu? Misalnya makan cukup, tidak ada yang merongrongdalam beragama, dicintai dan dihormati kemudian orang itu baru dapatberiman dengan baik, tentunya tidak. Nilai keimanan dan ketaqwaantidak tergantung pada kondisi ekonomi maupun sosial budaya, tidakterpengaruh oleh dimensi ruang dan waktu.

  2. Pendekatan proses budaya, menurut Darmadi nilai dapat dikelompokkan dalam tujuh jenis yakni: a.

  Nilai ilmu pengetahuan b. Nilai ekonomi c. Nilai keindahan d. Nilai politik e. Nilai keagamaan f. Nilai kekeluargaan g.

  Nilai kejasmanian.

B. Nilai Pendidikan Islam

  Menurut bahasa Pendidikan dalam bahasa Arabnya adalah tarbiyah dengan kata kerja rabba (Daradjat: 2011:25). Kata kerja rabba (mendidik) Al-

  Qur‟an dan hadis Nabi. Dalam ayat Al-Qur‟an kata ini digunakan dalam susunan sebagai berikut:

               “Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah

  “Ya Tuhan, sayangilah keduanya (ibu bapakku) sebagaimana mereka telah mengasuhku (mendidikku) sejak kecil.” (Q.S Al-Isra‟:24).

  Pendidikan dalam bahasa inggris berasal dari kata educare, yang artinya adalah mengeluarkan potensi-potensi yang ada dalam diri siswa.

  Dalam bahasa pendidikan di Indonesia diartikan sebagai suatu proses mendidik siswa yang belum dewasa menuju kepada kedewasaan.

  Menurut Nizar (2002:25) pendidikan dalam konteks islam pada umumnya mengacu pada term al-tarbiyah, al-

  ta‟dib, dan al-ta‟lim. Al- tarbiyah berasal dari kata rabb artinya tumbuh, berkembang, memelihara,

  mengatur, dan menjaga kelestarian atau eksistensinya. Kata rabb sebagaimana yang terdapat dalam Al- Qur‟an surat Al-Fatikhah ayat 2 mempunyai kandungan berkonotasi dari al-tarbiyah sebab kata rabb

  (Tuhan) dan murabbi (pendidik) berasal dari kata yang sama. Secara filosofis menjelaskan bahwa proses pendidikan Islam bersumber pada

  24 pendidikan yang diberikan Allah sebagai pendidik seluruh ciptaan-Nya termasuk manusia.

  Menurut Hafidz dan Kastolani pendidikan Islam meliputi: 1.

  Pendidikan Keimanan.

  Esensi pendidikan Islam adalah ketuhanan, untuk mewujudkan fokus utamanya adalah terbentuknya ikatan yang kuat antara seseorang hamba yang fana dengan Allah penguasa alam yang kekal (Hafidz dan Kastolani, 2009:70). Pendidikan tauhid erat kaitannya dengan pendidikan aqidah. Aqidah menurut etimologi adalah ikatan, sangkutan. Disebut dengan demikian karena aqidah mengikat dan menjadi sangkutan atau gantungan segala sesuatu, dalam pengertian teknis artinya adalah keimanan atau keyakinan (Ali, 2008:199). Pendidikan keimanan dimaksudkan sebagai pendidikan spiritual yang istimewa bagi setiap individu.

  Pendidikan keimanan erat kaitannya dengan pendidikan tauhid. Tauhid berarti beriman pada ke-Esaan Allah Swt. Iman berarti pengetahuan (knowledge), percaya (belief, faith), dan yakin tanpa bayangan keraguan (to be convinced beyond the least shadow of doubt). Dengan demikian iman adalah kepercayaan yang teguh yang ditimbulkan akibat pengetahuan dan keyakinan (Assegaf, 201:38). Sebagaimana dalam firman Allah Swt.:

              

        Artinya:”Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa(1).

  Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu (2). Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, (3) dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.(4)" (QS. Al-Ikhlas 1-4).

  2. Pendidikan Amaliyah.

  Pendidikan amaliyah sebenarnya Islam sudah menegaskan tentang aspek amaliyah tersebut karena pengaruhnya yang sangat penting dalam kehidupan di dunia, serta membawa manfaat, kebaikan, dan kebahagiaan bagi individu dan masyarakat (Hafidz dan Kastolani, 2009:82).

  3. Pendidikan Ilmiah.

  Pendidikan Ilmiah dalam Islam mencakup aspek ilmu pengetahuan seperti membaca dan menulis, berkenaan dengan memperoleh ilmu pengetahuan yang menjadi ibadah bagi pelakunya, aspek kandungan ilmu pengetahuan tersebut yaitu taqwa dan takut kepada Allah Swt., dan aspek hakikat ilmu pengetahuan ilmiah dan metode ilmiah yang dipergunakan (Hafidz dan Kastolani, 2009:100).

  4. Pendidikan Akhlaq Akhlaq adalah buahnya Islam yang diperuntukkan bagi seorang individu dan umat manusia, dan akhlak menjadikan kehidupan ini menjadi manis dan elok (Hafidz dan Kastolani, 2009:107). Maka dari

  26 itu akhlak menjadi rujukan bagi seorang muslim, rumah tangga Islami, masyarakat islami dan umat manusia seluruhnya. Pendidikan akhlak antara lain tawakal, berbakti kepada orang tua, dan juga bergaul kerja wakala yang berarti mewakilkan atau menyerahkan. Dari segi istilah berarti berserah diri sepenuhnya kepada Allah dalam mengahadi atau menunggu hasil suatu pekerjaan atau menanti akibat dari sesuatu keadaan (Asmaran, 2002:225). artinya bahwa sebagai seorang hamba dalam berbuat dan bersikap dikehidupan sehari-harinya seharusnya selalu berpedoman pada ajaran Allah dan juga tidak melupakan untuk berikhtiar.

5. Pendidikan Sosial Kemasyarakatan.

  Manusia sebagai makhluk sosial menjadikan pendidikan sosial kemasyarakatan menjadi pintu paling penting dalam pendidikan Islam (Hafidz dan Kastolani, 2009:123). Oleh sebab itu Islam mengatur hubungan individu dengan keluarga, individu dengan masyarakat, dan memfokuskan pada pembentukan manusia yang saleh dalam kehidupan yang luas ini.

  Pendidikan Islam juga sebagai pewarisan budaya, yaitu sebagai alat tranmisi unsur- unsur pokok budaya dari satu generasi ke genesari berikutnya (An-Nahlawi, 1996:217). Oleh sebab itu identitasnya tetap terpelihara atau lestari dan terjamin dalam segala zaman.

  27 Ketika nilai telah diletakkan pada sebuah sistem, maka ia akan mencerminkan paradigma, jati diri dan grand concept dari sistem tersebut.