Persepsi Masyarakat Terhadap Kawin Cerai (Studi Deskriptif Terhadap Kawin Cerai Di Dusun II Desa Sei Alim Ulu Kecamatan Air Batu Kabupaten Asahan)

(1)

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP KAWIN CERAI (Studi Deskriptif Terhadap Kawin Cerai di Dusun II Desa Sei Alim Ulu

Kecamatan Air Batu Kabupaten Asahan) Skripsi

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh gelar Sarjana ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara

OLEH LINDA DEWI

020902003

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T atas nikmat, rahmat dan karunianya yang senantiasa dilimpahkan kepada penulis. Shlawat beriringan salam kepada junjungan Nabi Muhammad S.A.W yang menjadi tauladan bagi penulis, pendorong semangat penulis untuk dapat menelesaikan skrisi ini.

Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat guna menyelesaikan pendidikan program studi strata-1 pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politik.

Dalam penusunan skripsi ini penulis telah banyak menerima bantuan berupa bimbingan, motivasi, dan saran dari berbagai pihak yang tidak ternilai harganya. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak prof. Dr.M. Arif Nasution, M.A, selaku dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Matias Siagian, M.Si, selaku Ketua Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial.

3. Bapak Drs. Edward Ridwan, selaku dosen pembimbing penulis. Terimakasih banyak atas segala bimbingan, didikan, bantuan dan arahan yang sangat berarti buat penulis selama penyusunan skripsi ini.

4. Kepada seluruh dosen Ilmu Kesejahteraan Sosial yang telah banyak mendidik, membantu,memberikan ilmu selama di perkuliahan, serta kepada staf administrasi yang telah banyak memberikan kemudahan dan pengarahan kepada penulis.


(3)

5. Kepada orang tua Kedua orang tua penullis Ayahanda Yatiman dan Ibunda yang telah memberikan kasih sayang yang tak terhingga dan do’a yang tulus sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan di tingkat Sarjana (S1).

6. Kepada teman-teman penulis stambuk 02.

7. Kepada keluarga besar penulis yang tak bisa disebutkan namanya satu persatu. Penulis sepenuhnya menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan saran dan kritik yang dapat membantu penyempurnaan skripsi ini, sekali lagi penulis mengucapakan terimakasih dan semoga skripsi ini bermanfaat dan berkenan bagi pembaca.

Akhir kata penulis hanya dapat berdo’a semoga segala bantuan yang telah di berikan mendapat balasan dari Allah SWT.

Medan, Mei 2008 Penulis

LINDA DEWI


(4)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL LINDA DEWI

020902003

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP KAWIN CERAI (Studi Deskriptif Terhadap Kawin Cerai di Dusun II Desa Sei Alim Ulu

Kecamatan Air Batu Kabupaten Asahan) ABSTRAK

Masyarakat Dusun II, Desa Sei Alim Ulu, Kecamatan Air Batu, Kabupaten Asahan adalah masyrakat yang majemuk bauk dari segi suku bangsa maupun dari segi agama, walaupun dalam masyarakat tersebut terdapat kelompok yang dominan. Disamping masyrakatnya yang majemuk masyrakat tersebut juga mempunyai perbedaan status ekonomi yang berbeda yang secara tidak langsung perbedaan tersebut menghasilkan perbedaan pandangan dan perbedaan persepsi dalam menilai sebuah permsalahan social yang timbul dalam lingkungannya.

Perbedaan persepsi tersebut itu jelas terlihat dalam penel;itian yang dilakukan dengan judul Persepsi Masyrakat Terhadap Kawin Cerai (Studi Deskriptif Terhadap Kawin Cerai di Dusun II Desa Sei Alim ULu Kecamatan Air Batu Kabupaten Asahan).

Dari hasil penelitian yang dilakukan terhdap sepuluh orang informan dapat disimpulkan bahwa sebahagian masyrakat setuju dengan terjadinya kawin cerai, namun sebahagian lainnya mengatakan tidak setuju.


(5)

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR

ABSTRAK DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR BAGAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah 1.2. Perumusan Masalah

1.3.Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian 1.3.2. Manfaat Penelitian 1.4. Sistematika Penulisan BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian persepsi 2.2.Pegertian Masyarakat 2.3. Perkaweinan

2.4.Perceraian

2.6. Kerangka Pemikiran 2.7. Defenisi Konsep


(6)

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tipe Penelitian

3.2.Lokasi Penelitian 3.3. Subjek Penelitian 3.4.Populasi dan Sampel 3.5. Teknik Pengumpulan Data 3.6. Teknik Analisis Data

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1. Sejarah Berdirinya Desa Sei Alim Ulu 4.2. Data Monografi

4.3. Batas Wilayah 4.4. Pemerintahan

4.5. Penduduk Berdasarkan Pendidikan 4.6. Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian 4.7. Fasilitas/ Prasarana

BAB V ANALISIS DATA

1. Data Identitas Responden

2. Deskripsi Tentang Jawaban Responden BAB VI PENUTUP

A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA


(7)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL LINDA DEWI

020902003

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP KAWIN CERAI (Studi Deskriptif Terhadap Kawin Cerai di Dusun II Desa Sei Alim Ulu

Kecamatan Air Batu Kabupaten Asahan) ABSTRAK

Masyarakat Dusun II, Desa Sei Alim Ulu, Kecamatan Air Batu, Kabupaten Asahan adalah masyrakat yang majemuk bauk dari segi suku bangsa maupun dari segi agama, walaupun dalam masyarakat tersebut terdapat kelompok yang dominan. Disamping masyrakatnya yang majemuk masyrakat tersebut juga mempunyai perbedaan status ekonomi yang berbeda yang secara tidak langsung perbedaan tersebut menghasilkan perbedaan pandangan dan perbedaan persepsi dalam menilai sebuah permsalahan social yang timbul dalam lingkungannya.

Perbedaan persepsi tersebut itu jelas terlihat dalam penel;itian yang dilakukan dengan judul Persepsi Masyrakat Terhadap Kawin Cerai (Studi Deskriptif Terhadap Kawin Cerai di Dusun II Desa Sei Alim ULu Kecamatan Air Batu Kabupaten Asahan).

Dari hasil penelitian yang dilakukan terhdap sepuluh orang informan dapat disimpulkan bahwa sebahagian masyrakat setuju dengan terjadinya kawin cerai, namun sebahagian lainnya mengatakan tidak setuju.


(8)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Bentuk kelurga ideal, didalam masyrakat berbeda-beda dari satu masyrakat kemasyarakat lainnya, karena latar belakang sosial budayanya berbeda. System keluarga ideal menurut Sanderson (1995: 481), yaitu menyangkut hubungan suami dan istri, orang tua dan anak-anaknya, serta keluarga dan semua kerabat, dan hubungan ini telah banyak mengalami perubahan saat ini, karena pada awalnya hubungan-hubungan lebih diwarnai oleh kepentingan ekonomi belaka (walau tidak semua ), namun akhirnya sitem keluarga semakin lama semakin dilandasi oleh rasa cinta dan kasih antara suami dan istri, serta terhadap anak-anaknya, maupun kerabat.

Meskipun perkawinan yang pada awalnya dilandasi oleh dasar cinta, tidak jarang perkawinan tersebut berakhir dengan cerai tanpa memikirkan dampak dari perceraian itu sndiri bagi mereka, anak-anak, dan masyarakat sekeliling mereka. Banyak kasusu criminal yang dilakukan oleh anak-anak nakal disebabkan oleh kondisi keluarga yang berantakan. Faktor penyebab perceraian itu sendiri terkadang bersumber dari persoalan yang kecil dan sepele yang masih mungkin bias diselesaikan namun 0perceraian sering dianggap sebagai solusi yang mengakibatkan ikatan suci seumur hidup itu harus diakhiri dengan perceraian. Faktor penyebab tersebut anatara lain misalnya karena faktor ekonomi yang mengharuskan istri bekerja, campur tangan orang tua terhadap rumah tangga anaknya. Untuk itu sebelum melangsungkan pernikahan ada dua hal yang perlu diperhatikan agar sebagai suami istri dapat menghindari sebisa mungkin terjadinya


(9)

peceraian, karena peceraian akan menjadi pilihan bila tidak ada solusi pemecahannya. Adapun dua hal tersebut adalah:

1. Mempelai pria dan wanita yang akan menjadi penentu bagaimana kelurga itu dibentuk, apakah baik atau buruk.

2. Sebuah perkawinan berarti membangun dalam lingkup bahagian yang kecil. Artinya keluarga menjdi bahagian dari masyarakat, apabila sekeluarga itu baik maka akan membentuk masyarakat yang baik pula (Abdurrahman, 1981:148). Untuk menciptakan keluarga bahagia sejahtera membutuhkan beberapa hal diantaranya menyangkut aspek kesehatan, ekonomi, pendidikan, dan hubungan yang harmonis. Perkawinan juga membutuhkan kedewasaan, baik kedewasaan fisik maupun mental. Apabila hal-hal diatas tidak di penuhi maka tidak jarang perkawinan yang sacral akan berahir dengan perceraiaan. Perceraian jarang sekali direncanakan bahkan nyaris tidak ada satu orangpun yang merencanakan perceraian dalam perkawinan. Tetapi percraian selalu terjadi sebagai alteranatif terakhir bila pasangan suami istri tidak mungkin lagi untuk hidup bersama.

Tidak selamanya perkawinan yang dibangun oleh pasangan suami istri mewujutkan apa yang dimaksudkan oleh undang-undang perkawinan. Bias saja perkawianan putus dalam dalam bilangan hari,bulan atau beberapa tahun disebabkan oleh beberapa faktor atau kondosi yang sulit untuk diselesaikan dalam keluarga (rumah tangga).

Perceraian merupakan suatu peristiwa yang sangat tidak disenangi oleh suami maupun istri, hal ini bagaikan pitu darurat di pesawat udara yang tidak perlu digunakan kecuali dalam keadaan darurat demi untuk mengatasi kerisis ketegangan dalam keluarga.


(10)

Perceraian juga merupakan perpisahan yang pahit antara pasangan suami istri yang bias saja berakibat negative bagi setiap individu, keluarga ataupun masyarakat yang ada di sekelilingnya.

Filosofi Inggris mengatakan: sekiranya undang-undang mengharuskan suami istri untuk tidak bercerai seperti ada apa-apa, maka sudah barang tentu kekesalan makan hati keduanya, dan masing-masing ingin membalas dan berusaha menyelesaikan dengan cara apapun yang memungkinkan. Kadang-kadang yang salah satunya meremehkan yang lain dan mencari kesenagan hidup orang lain. Sekiranya salah satu suami istri memberi isyarat kepada yang lain saat perkawinan antara keduanya maka hal ini suatu hal yang tidak mungkin bertentangan dengan fitrah dan menympang hikmah. Kalau ini dapat terjadi antara dua anak muda yang saling mencintai berarti keduanya tertipu oleh perasaan anak-anak muda, sehingga mengira bahwa tiada perpisahan sesudah pertemuan dan tiada benci sesudah cinta (Ibrahim, 1991: 45).

Maraknya penomena penomena kawin cerai dan banyaknya hal yang ditimbulkan akibat terjadinya perceraian setelah membina rumah tangga menjadi topic yang sering diperbincangkan dalam masyarakat yang kemudian di perbincangkan dalam masyarakat yang kemudian menghasilkan persepsi dan o[pini yang berbeda antara satu individu dengan individu lainnya dalam masyarakat. Hal ini membuat penulis tertarik untuk meneliti bagaimana persepsi masyarakat terhadap kawin cerai.

1.2. Perumusan Masalah

perumusan masalah merupaka langkah yang pentinguntuk membatasi masalah yang diteliti (Nazir 1988:133). Untuk itu dalam perumusan masalah ini perlu dibatasi masalahnya sehingga menjadi suatu permasalahan pokok, yang nantinya dapat lebih mengarahkan penelitian ini. Maslah juga merupakan bagia yang terpenting karena tanpa masalah tidak akan dilakukan penelitian, dan masalah merupakan pokok dari suatu penelitian,. Berdasarkan latar belakng diatas maka adapun perumusan maslah dalam


(11)

penelitian ini adalah: Bagaimana Persepsi Masyarakat Dusun II Desa Sei Alim Ulu Terhadap Kawin Cerai.

1.3. Tujuan Penelitian

tujuan penelitian ini diharapkan untuk mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti, adapun tujuan penulis dalam melaksakan penelitian ini adalah untuk mengetahui Persepsi Masyarakat Dusun II Kecamatan Sei Alim Ulu Kabupaten Asahan terhadap maraknya fenomena kawin cerai yang terjadi di masyarakat.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian diharapkan bermanfaat dalam hal:

1. Secara teoritis, penelitian diharapkan dapat memberikan suatu contoh gambaran yang jelas dan nyata tentang pendapat masyrakat terhadap kawin cerai sekaligus memberi masukan bagi masyaraikat terhadap kawin cerai sekaligus memberi masukan bagi pihak-pihak terkait khususnya bagi pihak pemberdayaan masyrakat agar menjadikan hasil kajian persepsi masyrakat terhadap kawin cerai sebagai solusi untuk meminimalisir terjadinya kawin cerai pada masyrakat.

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan literatur kajian terhadap perkembangan ilmu kesejahteraan sosial khususnya kajian yang berhubungan dengan kawin cerai sekaligus menjadi acuan bagi peneliti berikutnya.


(12)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Persepsi

Persepsi pada dasrnya adalah proses kognitif yang dialami seseorang dalam memahami informasi tentang dunia atau lingkungan melalui penglihatan, penghayatan dan lain-lain. Persepsi setiap orang itu berbeda karena sebagai mahkluk individu setiap manusia memilki pandangan yang berbeda sesuai dengan tingkat pengetahuan dan pemahamannya.

Bertambah tinggi pengetahuan dan pemahaman seseorang pada objek yang di persepsi maka baik pula bentuk persepsi orang tersebut terhadap objek. Persepsi juga merupakan suatu proses pemahaman terhdapa apa yang terjadi dilingkungan orang yang sedang berpersepsi. Hubungan antara lingkungan dengan manusia dan tingkah lakunya adalah hubungan timabal balik saling terkait dan saling mempengaruhi.

Beberapa pengertian persepsi yang diberikan oleh para ahli:

Willliem James dalam Isbandi Rukminto Adi (1994:105) menyatakan bahwa persepsi adalah terbentuk atas dasar data-data yang kita peroleh dari lingkungan yang diserap oleh panca indera dari pengalaman ingatan (memori) kita dan diolah kemabali berdasrkan pengalaman yang kita miliki.

Sarlito Wirawan (1995: 77) menyatakan bahwa persepsi merupakan hasil hubungan antar manusia dengan lingkungan kemudian diproses dalam alam kesadaran (kognbisi) yang dipengaruhi memori tentang pengalaman tentang masa lampau, minat, sikaf, intelegensi, dimana hasil penelitian terhadap apa yang diinderakan akan mempengaruhi tingkah laku.


(13)

Soemanto (1990: 23) menyatakan bahwa persepsi adalah merupakan bayangan yang menjadi kesan yang dihasilkan dari pengalaman. Ada Tiga faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang:

1. Diri orang yang bersangkutan

Apabila seseorang melihat dan berusaha memberikan interfretasi tentang apa yang dilihat itu, ia dipengaruhi oleh karakteristik individual yang turut berpengaruh seperti sikap, motif, kepentingan, minat, pengalaman dan harapan.

2. Sasaran persepsi tersebut

Sasaran persepsi tersebut bisa berupa orang, benda ataupun peristiwa. Sifat-sifatnya biasanya berpengaruh terhadap persepsi orang melihatnya, dengan kata lain gerakan, suara, ukuran, tindak tanduk dan ciri-ciri lain sasaran persepsi turut menentukan cara pandang melihatnya.

3. Faktor stuasi

Persepsi dilihat secara kontekstual yang dalam stuasi mana persepsi itu timbul, perlu pula mendapat perhatian. Stuasi merupakan faktor yang turut berpesan dalam penumbuhan persepsi seseorang (Wirawan 1991: 4)

Pengertian Masyarakat

Beberapa orang sarjana telah mendefenisikan masyrakat, diantaranya:

Mac Iver dan Page menyatakan bahwa masyrakat adalah suatu sistem dari kebiasaan dan tata cara wewenang dan keja sama antara berbagai kelompok dan golongan dari pengawasan tingkah laku serta pembebasan manusia. Keseluruhan yang selalu


(14)

berubah ini kita namnakan masyrakat. Masyrakat merupakan jalinan hubungan sosial dan masyrakat selalu berubah.

Selo Sumardjan menyatakan bahwa masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan.

Perkawinan

Ketentuan Hukum Perkawinan di Indonesia

Masyarakat Indonesia tergolong heterogen dalam segala aspek. Dalam aspek agama jelaslah terdapat dua kelompok besar yakni agama samawi yaitu Islam, Kristen dan Katolik, dan non samawi yaitu Hindu, Budha, dan aliran kepercayaan lainnya. Keseluruhan agama tersebut memiliki tata aturan sendiri-sendiri baik secara vertikal maupun secara horizontal, termasuk didalamnya tata cra perkawinan.

Hukum perkawinan yang berlaku bagi tiap-tiap agama tersebut antar satu sama dengan agama yang lain, terdapat perbedaan akan tetapi tidak saling bertentangan.

Bagi suatu negara dan bangsa seperti Indonesia adalah mutlak adanya Undang-undang Perkawinan Nasional yang sekaligus menampung prinsip-prinsip dan landasan hukum perkawinan yang selama ini menjadi pegangan dan telah berlaku bagi berbagai golongan dalam masyrakat kita (Sudarsono, 1991: 6). Adapun di Indonesia telah mengatur tentang perkawinan yang secara otentik diatur dalam Undang-undang no 1 tahun 1974.

Makna perkawinan sendiri menurut KUH Perdata adalah suatu persekutuan seorang laki-laki dan seorang permpuan yang diakui oleh Undang-undang Hukum Perdata dengan tujuan menyelenggarakan tujuan hidup secara pribadi.


(15)

Secara otentik hukum perkawinan telah mengatur tentang dasar perkawianan yang terdiri dari:

1. Dalam Bab I Pasal 1 No. 1 tahun 1974 disebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentruk rumag tangga (keluarga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

2. Adapun yang menyangkut sahnya perkawinan dan pencatatan ditentukan bahwa: a. Perkawinan adalah sah apabila dilaksanakan menurut hukum masing-masing

agamanya dan kepercayaannya itu.

b. Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ketntuan ini dimuat dalam Pasal 2 Undang-undang no 1 tahun 1974.

Prinsip-prinsip atau azas-azas atau tercantum dalam undang-undang ini adalah: a. tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal.

Untuk suami istri perlu saling membantu dan melengkapi agar masing-masing agar dapat mengembangkan kepribadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan material.

b. dalam undang-undang ini dinyatakan bahwa satu perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu, dan disamping itu tiap-tiap perkawinan harus dicatat menurut perundang-undangan yang berlaku.


(16)

c. Undang-undang ini menganut azs monogami, hanya apabila dikehendaki oleh yang bersangkutan, karena hukum dan agama dari yang bersangkutan mengijinkan seorang suami dapat beristri lebih dari satu orang.

d. Undang-undang ini menganut bahwa calon suami istri harus telah masak jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan agar dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir dengan perceraian.

e. Karena tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga bahagia kekal sejahtera, maka Undang-undang ini menganut prinsip untuk mempersukar terjadinya perceraian. Untuk memungkinkan perceraian harus ada alasan-alasan tertentu serta dilakukan didepan sidang pengadilan.

f. Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami baik dalam kehidupan rumah tangga maupun pergaulan masyrakat, sehingga dengan demikian segala sesuatu dalam keluarga dapat dirundingkan dan diputuskan bersama.

Pencatatan tiap-tiap perkawianan sama halnya dengan pencatatan peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan seseorang misalnya kelahiran, kematian, dalam surat- surat keterangan suatu akte yang dimuat dalam daftar pencatatan.

Disamping berlakunya undang-undang no 1 tahun 1974 yang ditetapkan oleh pemerintah serta adanya lembaga-lembaga perkawinan yang telah ditetapkan berbgai hukum perkawinan lainnya berlaku bai berbagai masyrakat di berbagai daerah dan golongan, :

a. Bagi orang-orang asli Indonesia yang beragama islam berelaku hukum agama. b. Bagi orang-orang Indonesia lainnya berlaku hukum adat.


(17)

c. Bagi orang Indonesia asli yang beragam keristen berlaku Hueliksordonantie Kristen Indonesia (S, 1933 no. 740

d. Bagi orang timur asing dan Cina dan warga negara Indonesia keturunan Cina berlaku Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dengan sedikit perubahan.

e. Bagi orang Timur asing lainnya dan warganegara Indonesia tersebut berlaku hukum adat mereka.

f. Bagi orang Eropa dan Warganegara Indonesia keturunan Eropa dan yang disamakan dengan mereka berelaku kitab Undang-Undang hukum Perdata (Sudarsono, 1991:7).

Perkawinan Dilihat Dari Beberapa Pandangan Perkawinan dapat dilihat dari tiga segi pandangan: 1. Dari segi huku m:

Disamping dari segi hukum perkawinan merupakan suatu perjanjian karena cara mengadakan ikatan perkawinan telah di akui terlebih dahulu yaitu dengan akad dan dengan hukum syrat tertentu. Cara memutuskan ikatan perkawinan juga di atur dalam Undang-undang.

2. Dari segi sosial:

Dalam masyarakat setiap bangsa, ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang berkeluarga dan orang yang belum pernah berkekeluarga mempunyai kedudukan yang lebih dihargai dari mereka yang tidak atau yang belum menikah. 3. Dari segi agama

Dipandang dari segi agama, perkawinan dianggap sebagi lembaga yang suci, yang kedua belah pihak dihubungkan menjadi pasangan suami istri.


(18)

Perceraian

Dalam PP No. 9 1975 dikenal istilah perceraian, namun bagi yang menurut agama islam perceraian ini sering disebut talak, kata talak ini didapati pada Peraturan Menteri Agama No: 3 tahun 1975. adapun yang dimaksud perceraian atau talak adalah pemutusan hubungan perkawinan antara suami istri dengan mempergunakan kata-kata “cerai (talak)” atau yang sama maksudnya dengan itu (Said, 1994:3). Oleh karena itu perceraian atau talak dapat dilakukan oleh suami baik lisan maupun tulisan dengan menggunakan kata-kata yang menjurus kepada perceraian sebagai mana diungkapkan oleh Nakamuru, 1991: 31, bahwa cerai atau talak itu ialah suatu bentuk pemutusan perkawinan yang dinyatakan secara lisan atau tulisan dengan bunyi “aku talak engkau” atau “aku ceraikan engkau”, juga dapat digunakan kata-kata lain yang sama artinya, suami yang menceraikan istrinya itu dengan kata-kata yang jelas.

Dari defenisi diatas dapat dilihat bahwa perceraian merupakan putusnya hubungan perkawinan yang sah, yang selama ini telah terbina. Perceraian dianggap mala petaka karena perceraian dapat memutuskan silaturrahmi antara suami istri dan keluarga masing-masing dan dapat mengguncangkan kestabilan jiwa anak dan menggelisahkan masyarakat.

Klasifikasi perceraian dalam Undang-undang No 1 tahun 1974 menyatakan bahwa :

a. Perkawinan antara suami dan istri dapat putus karena: 1. Kematian

2. Perceraian


(19)

“Mengakuai (melepaskan ) ikatan perkawinan dan mengahiri hubungan suami dan istri (Said, 1994: 2).

b. Putusan perkawinan yang disebabkan karena perceraian dapat terjadi karena talak atau berdasarkan gugatan perceraian

Cerai talak yaitu bagi mereka yang melangsungkan perkawinan menurut agama islam. Maksud perceraiannya dapat diajukan kepada pengadilan agama di tempat mereka bertempat tinggal. Cerai gugat yaitu bagi mereka yang melangsungkan perkawinannya menutut agamanya dan kepercayaannya selain agama islam dan bagi seorang istri yang melangsumgkan perkawinannya menurut agama islam gugat perceraiannya dapat dilakukan dalam Pengadilan Negeri / agama dimana mereka tinggal.

Adapun menurut Djamil Latif dalam agama islam klasifikasi putusnya ikatan perkawinan disebabkan:

1. Kematian suami atau istri (hal ini tidak akan dibahas dalam penelitian ini) 2. Oleh perceraian karena

a. Tidakan pihak suami b. Tindakan pihak istri

c. Persetujuan kedua belah pihak d. Keputusan hakim

Perceraian dapat terjadi bila seseorang yang akan bercerai mempunyai alasan-alasan yang kuat untuk bercerai, bahkan antara suami dan istri tidak akan dapat hidup rukun lagi sebagai suami istri. Adapun alasan-alasan perceraian (Pasal 116) antara lain adalah:


(20)

1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, yang lainsebagainya yang sukar di sembuhkan.

2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut- turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuan.

3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 4 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.

4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain.

5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai suami atau istri.

6. Antara suami istri terus saja terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

Sesuai dengan Undang-undang, batalnya perkawinan serta sahnya perceraian hanya dapat dibuktikan dengan keputusan Pengadilan Agama untuk orang-orang islam dan pengadilan negeri untuk orang-orang non islam. Namun sebagian masyarakat untuk proses perceraian lebih memilih menggunakan hukum adat atau memilih menggunakan proses perceraian dengan cara kekeluargaan. Dimana dalam proses perceraian ini pihak adat menjadi saksi putusnya perkawinan pasangan ini, begitu juga pereceraian dengan cara kekeluargaan akan dianggap sah apabila ada kesepakatan berpisah dari suami istri yang diketahui oleh keluarga kedua belah pihak, dengan alasan-alasan yang diterima. Walaupun proses ini sebenarnya tidak diketahui oleh negara.


(21)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriftif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Deskriftif adalah: data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bahan angka-angka. Dengan demikian laporan penelitian akanberisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut. Data tersebut mungkin berasal dari naskah wawancara ,catatan lapangan, photo, video,tape, dokumen pribadi, catatan atau memo dan dokumean resmi lainnya (Moleong, 2005:11). Kealitatif adlah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh objek penelitian. Misalnya prilaku, motivasi, tindakan dan lain-lain. Secara holistic, dan dengan cara deskrisi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong, 2005:6). Hala ini dimaksudkan untuk memahami permasalahn atau yang diteliti sehingga dapat memberikan gambaran yang lebih mendalam tentang gejala-gejala dan fenimena yang diteliti dan diharapkan diperoleh data sesuai dengan yang diperlukan.

3.2 lokasi penelitian

Lokasi penelitian ini adalah Dusun II, Desa Sei Alim Ulu, Kecamatan Air Batu, Kabupaten Asahan. Lokasi penelitian ini diambil dengan alasan, karena sesuai dengan data dari Kantor Urusan Agama (KUA) Desa Sei Alim Ulu, Kecamatan Air Batu,


(22)

Sei Alim Ulu Dusun II, sedangkan jumlah perkawinan pada tahun 2002-2007 di Dusun II hanya menempati urrutan kedua. Adapun data perkawinan dan kasusu pada tahun

tersebut sebagai berikut: Dusun I sebanyak 99 pasangan perkawinan dan 7 kasus perceraian, Dusun II sebanyak 88 pasanangan perkawinan dan 19 kasus perceraian, Dusun III sebanyak 64 pasangan perkawinan dan 5 kasus perceraian, Dusun IV sebanyak 69 pasangan perkawinan dan 6 kasus perceraian, dari data tersebutdiketahui bahwa jumlah perceraian di Desa Sei Alim Ulu sebanyak 37 kasus atau 11% dari jumlah pasangn menikah didesa tersebut, sedangjan di Dusun II terdapat 19 kasus perceraian atau 21,59% dari pasangan menikah pada periode 2002-2007. data tersebut tidak

termasuk perkawinan dibawah tangan (Nika Siri) dan kasus perceraian yang dilakukan di Pengadilan Nigeri, serta kasus perceraian yang tidak terctat secara resmi karena

penyelesaianya secara adapt atau secara kekeluargaan.

3.3 Subjek Penelitian

subjek penelitin dalam penelitian ini adlah laki-laki dan perempuan di Dusun II, Desa Sei Alim Ulu, Kecamatan Air Batu, Kabupaten Asahan yang beruasia dari 0-40 tahun dari yang sudah menikah atau yang pernah menikah, karena bagi yang sudah atau pernah menikah pasti mempunyai penilaian tersendiri mengenai pernikahan berdasarkan pengalaman pribadinya, dan usia 20—40 tahun bagi yang belum menikah. Hal ini dimaksudkan karena pada usia tersebut sertiap manusia yang normal pasti mempunyai keingan untuk berumah tangga dan akan mempunyai pandangan, penilaian dan rencana tersendiri tentang rumah tangga. Pemilihan informan dilakukan dengan cara purposif sampling, dimana informannya telah ditentukan terlebih dahulu dengan menentukan


(23)

criteria informan yang dianggap kompeten untuk dijadikan sebagai sumber data yang sesuai dengan tujuan penelitian. Untuk jumlah informan tidak ditentukan, penentuanya adalah data, artinya apabila data yang diperoleh dari informan sudah dianggap cukup mendukung penelitian, maka pengumpulan data dari informan akan dihentikan.

3.4 Tekhnik Pengumpulan Data

Untuk memeperoleh data yang diperlukan maka dalam penelitian ini penulis menggunakan tekhnik dan metode sebagai berikut:

1.Observasi.

observasi atau pengamatan berguna untuk mengoptimalkan kemampuan peneliti dengan segi motif, kepercayaan, perhatian, prilaku tersadar, kebiasaan dan sabagainya. Pengamatan memungkinkan pengamat untuk melihat dunia sebagaimana yang dilahat oleh subjek penelitian, hidup pada saat itu. Pengamatan memungkinkan oeneliti merasakan apa yang dirasakan dan dihayati oleh subjek, memungkinkan pula bagi peneliti sebagai sumberdata. Pengamatan memungkinkan pembentukan pengetahuan yang diketahui bersama baik dari pihaknya maupun dari subjek (Moleong, 2005: 176). Dalam hal ini peneliti akan mengamati secara langsung objek penelitian di lapangan. Bagaimana sebanarnya objek dalam konteks penelitian ini, sehingga akan didapati gambaran mengenai objek kajian dalam penelitian ini.

2.Wawancara

Wawancara adalah poercakapan dengan maksud tertentu. Percakapan dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawabcara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang memberi jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 200: 286). Wawancara yang


(24)

digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam (Dept to face) dengan informan dilokasi penelitian dengan menggunakan pedoman wawancaea untuk dapat berfikir secara sistematis dalam proses pengambilan data. Dalam hal ini peneliti mendatangi rumah informan dan melakukan komunikasi dengan informan untuk mendapatkan informasi dengan memberikan pertanyaan sesuai yang tercantum dalam pedoman wawancaea.

3. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan terbatasa sebagai acuan teori dan tidak mempengaruhi studi. Tidak dilakukan untuk mengkaji teori karena dengan cara ini bukan untuk mengkaji teori tetapi untuk menemukan teori dari data (Moleong, 2005: 115). Dipergunakan untuk dua hal, pertama studi kepustakaan dilakuka untuk kepentingan teoritis dan melengkapi hal-hal yang bersangkutan dengan penelitian ini.dalam hal ini peneliti mencari beberaa tulisan sebelumnya, dokmen pribadi, situs-situs internet, dan jurnal-jurnal ilmiah yang berhubungan dengan masalah penelitian. Kedua studi dokumen Kepala Desa dan KUA ,Desa Sei Alim Ulu, Kecamatan Air Batu, Kabupaten Asahan. Dalam hal ini peneliti akan mempelajari dokumen yang berhubungan dengan masalah penelitian dan akan menggunakan data-data yqang menurut peneliti sesuai dengan penelitian ini.

3.5 Analisa Data

Data yang terkumpul dari penelitian ini akan dianalisa dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan dengan metode deskriptif guna mendapatkan gambaran yang jelas terhadap masalah tersebut.


(25)

BAB IV

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.2.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Pada tahun 1400 Desa Pulau maria adalah salah satu desa di Asahan. Di mana Desa ini di tempati oleh marga Rangkuti dan marga Lubis. Ketika ingin pemilihan raja marga Rangkuti dan marga Lubis bertentangan, kedua-duanya ingin jadi raja tidak ada yang mau kalah. Akhirnya masyarakat sepakat ingin menjemput raja yang ada di Pidoli Lombang yaitu marga Nasution ingin di jadikan raja di desa tersebut. Nama raja yang di jemput itu adalah Raja Sotar Dogar yang artinya Raja yang disegani.

Setelah menjadi Raja di desa Aek Marian, Raja ini pindah keseberang sungai yang ada di sebelah tenggara desa Aek Marian tersebut. Raja sering pergi ke hutan untuk mencari tempat yang bagus dan tanah yang subur untuk di jadikan desa atau tempat tinggal yang baru lagi.

Setelah berselang beberapa tahun Raja menemuka tanah yang subur kemudian ia pindah ke daerah tersebut yang disebut dengan Tarlola. Kemudian pada tahun 1440 desa ini berkembang dan melahirkan desa yang baru yaitu desa Hutanamale yang artinya pertama.


(26)

4.2.2 Agama

Masyarakat Dusun II termasuk masyarakat yang majemuk baik dari segi suku bangsa maupun dari segi agama. Namun demikian seperti halnya suku bangsa, yang mayoritas adalah suku Jawa, dalam agama terdapat oemluk agama mayoritas yaitu agama Islam.

Tabel 4

Jumlah penduduk dirinci menurut agama yang dianut di Dususn II, Desa Sei Alim Ulu, Kecamatan Air Batu, Kabupaten Asahan tahun 2007

No AGAMA JUMLAH PEMELUK

1 Islam 1716 jiwa

2 Protestan 46 jiwa

3 Katolik 13 jiwa

Jumlah 1.775 jiwa

(sumber data: Dari Data Penduduk Arsip Kantor Kepala Desa, Desa Sei Alim Ulu, Kecamatan Air Batu, Kabupaten Asahan).

Berdasarkan data diatas maka dapat diambil suatu bahwa mayoritas penduduk Dusun II, Desa Sei Alim Ulu, Kecamatan Air B atu adalah penganut agama islam dengan jumlah: 1.775 jiwa, diikuti urutan kedua agama Kristen Protestan dngan jumlah:46 jiwa, dan urutan terakhir adalah agama Kristen Katolikyakni: 13 jiwa, dari keseluruhan jumlah penduduk di Dusun II.


(27)

Mayoritas masyrakat Dusun II beragama islam. Sesuai dengan temuan di lapangan perceraian juga banyak dilakukan oleh oeang yang beragama islam. Hal ini dapat dimaklumi melihat jumlah penduduk yang bias dikatakan tidak berimbang

ditambah lagi pengaruh konsep agama masing-masing yang mempunyai pandangan yang berbeda tentang perceraian.

Dalam agama Islam perceraian itu hukumnya halal akan tetapi perceraian merupakan hal yang paling dibenci Allah dari semua hal yang di halalkannya, sedangkan menurut agama Kristen hanya ada satu perkawinan sesuai dengan konsepnya “ apa apa yang telah disatukan Allah tidak boleh dipisahkan oleh manusia”. Namun dengan permasalahan rumah tangga yang tidak dapat diselesaikan akhirnya perceraian harus terjadi juga walaupun kasusnya hanya sedikit dibandingkan dengan perceraian yang terjadi bagi yang beragama islam.

4.2.3.1 Sarana Peribadatan

Jika dilihat dari sudut kelembagaan di Dusun II, bagi yang beragama Islam sarana peribadatan sudah cukup memadai, tapi tidak halnya dengan yang beragama Katolik dan Protestan ketersediaan tempat iabdah yang resmi belum ada di Dusun tersebut.


(28)

Tabel 5

Sarana ibadah di Dusun II, Desa Sei Alim Ulu, Kecamatan Air Batu , Kabupaten Asahan Tahun 2007

NO Agama Jumlah

1 Islam 1 mesjid 3 musolla

2 Protestan -

3 Katolik -

Jumlah 4

( sumber data: dari data penduduk Arsip Kantor Kepala DEsa, Desa Sei Alim Ulu, Kecamatan Air Batu, Kabupaten Asahan).

Sesuai dengan data pemeluk agama di Dusun II,diketahui bahwa pendudukanya ynag beragama islam berjumlah 1.716 jiwa. Sarana ibadah bagi umat islam di Dusun II tersedia sebanyak 4buah yaitu satu buah Mesjid yang diberi nama Mesjid Raya Alhuda dan 4 buah Musholla.

Mesjid Alhuda dibangun penduduk secara bahu membahu serta bantuan dari beberapa donator. Donator tersebut antara lian adalah pejabat pemerintah seperti Bupati Kabupaten Asahan, Walikota Kota madya Kisaran dan KUA Kecamatan Air Batu, orang-orang yang bersal dari Dusun II yang sudah berhasil dibeberapa kota, besar di Indonesia seperti Medan, Jakarta, Bandung. Mesjid diDusun II baru rampung 5 tahun lalu. Dahulummemang Mesjid sudah ada tapi dengan fasilitas da keadaan yang sangat sederhana, tetapi sekarang ini sesuai dengan hasil pengamatan penulis dilangan kondisi Mesjid sangt baik dan besar dilengkapi dengan perpustakaan.


(29)

Bagi umat islam Dusun II selain tempat melaksanakan sholat berjamaah, Mesjid ini juga berfungsi sebagai tempat pendalaman ilmu agama seperti pengadaan ceramah dan tablig juga tempat belajar mengaji anak-anak usia sekolah setelah habis sholat magrib.

Bagi agama Katolik dan Protestan tidak ada tempat khusus yang eresmi seperti Gereja di Dusun II, menurut hasil wawancara yang diperoleh penulis dilapangan ketidak tersediaan sarana bagi kedua agama ini karena jumlaj penganutnya yany tidak begitu banyak. Ketdak tersediaan tempat ibadah bagi agama selain islam mengakibatkan banyak penduduk non muslim pindah dari Dusun II ketempat yang memiliki sarana peribadatan bagi agama mereka, hal iani secar tidak langsung mengakibatkan terjadinya pengelompokan agama Protestan dan Katolik di Kecamatan Air Batu pada lokasi mtertentu yaitu di DEsa Pulau Maria.

Para warga pemeluk Katolik dan Protestan yang tinggal di Dusun II pada hari Minggu dan hari-hari yang mengharuskan mereka untuk beribadah di tempat ibadah (Gereja) biasanya mereka beribadah ke Gereja yang ada di luar Kecamatan tersebut sepertiu Pulau Maria dan sekitarnya.


(30)

4.2.4 Sarana Kesehatan

Tabel 6

Sarana kesahatan di Dusun II, Desa Sei Alim Ulu, Kecamatan Air Batu, Kabupaten Asahan Tahun 2007

No Sarana Kesehatan Jumlah

1 Rumah Sakit -

2 Puskesmas 1

3 BPU 5

Jumlah 6

(Sumber Data: Data Dari Penduduk Arsip Kantor Kepala Desa, Desa Sei Alim Ulu, Kecamatan Air Batu, Kabupaten Asahan)

Berdasarkan data diatas dapat diketahui bahwa sarana kesehatan yang ada di Dusun II Tahun 2007 terdiri dari 1 buah Puskesmas, dan Balai Pengobatan Umum sebanyak 5 buah. Sesuai dengan data tersebut dia tas di ketahui bagwa sarana kesehatan di Dusun II belum memadaidibandingkan dengan jumlah penduduknya.


(31)

Table 7

Mata Pencaharian Penduduk di Dusun II, Desa Sei Alim Ulu, Kecamatan Air Batu, Kabupaten Asahan tahun 2007

No Jenis pekerjaan Jumlah

1 Pedagang 125

2 Pegawai swasta 120

3 Petani 112

4 Pegawai Negeri Sipil 96

5 Pensiunan 53

6 Polisi dan ABRI 25

Jumlah 531

(Sumber Data: Dari Data Penduduk Arsip Kantor Kepala Desa Sei Alim Ulu, Kecamatan Air Batu, Kabupaten Asahan).

Maju mundurnya suatu daerh tergantung pada sumber mata pencaharianya, dan untuk melihat keadaan ekonomi rumah tangga dapat dilihat dari mata pencaharianya. Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa mata pencaharian penduduk di Dusun II tidak ada yang mayoritas akan tetapi masih dalam tahap yang berimbang. Adapun yang menempati posisi teratas adalah pedagang yakni 125 jiwa, hal ini dapat dimaklumi mengingat bahwa Dusun II terletak di Ibu Kota Kecamatan Air Batu, dan merupakan ousat kegiatan ekonomi di Kecamatan Air Batu.. pedagang di pasar tersebut ada yang menggelar dagangnnya setiap hari, dan ada juga yang sekali seminggu yaitu pada hari Minggu. Posisi kedua ditempati pegawai Swasta sebanyak 120 jiwa dan urutan ketiga


(32)

ditempati oleh petani sebanyk 112 jiwa, disusul oleh pensiunan sebanyak 53 jiwa, da. Posisi terakhir ditempati polisi dan ABRI sebanyak 25 jiwa.

Keputusan perceraian yang dilakukan sangat dipengnaruhi oleh kondisi ekonomi tidak jarabg terjadinya perceraian karena himp[itan ekonomi yang dihadapi rumah tangga dan menyebabkab sakah satu pihak merasa hidup dalamtekanan dan akan mendapatkan yang lebih layak dengan terjadinya perceraian.

Dalam melakukan perceraian juga berhubungan dengan ekonomi, mengajkan gugatan cerai juga membutuhkan dana. Sesuai dengan temuan penulis di lapangan perceraian yang dilakukan di Pengadilan Agama maupun Pengadilan Negeri kebanyakan terjadi pada masyrakat yang mempunyai ekonomi golongan atas. Sedangkan masyrakat golongan bawah biasanya melakukan proses perceraia secara kekeluargaankarena keterbatasan dana untuk menjalankan proses perceraian secara resmi yang sedemikian di Pengadilan.


(33)

4.2.6 sarana Transfortasi

Tabel 8 Sarana transfortasi No JASA ANGKUTAN

1 Angkutan umum daerah, antar Kecamatan, dan angkuta umum yang dapat di akses kemana saja lintas Sumatera Jawa.

2 Ojek (RBT) yang digunakan untuk bepergian antar desa, Dusun dan Kecamatan sekitar.

(Sumber data hasil wawancara dengan penduduk dan Kepala Desa, Desa Sei Alim Ulu, Kecamatan Air Batu, Kabipaten Asahan 20007).

Untuk sarana transfortasi di Dusun II selain memilki kendaraan pribadi seperti sepeda motor dan mobil bagi yang tidak memiliki kendaraan sendiri mereka dapat menggunakan angkutan dan ojek yang ada di aderah ini. Jasa angkutan umum untuk luar daerah juga bukanlah suatu masalah bagi masyrakat di Dusun II, mereka dapat mengakses jasa angkutan darat dengan mudah kemana saja mengingat letak Dusun II yang sangat strategis yaitu terletak dijalan lintas Summatera Jawa.


(34)

4.2.7 Organisasi Sosial

Tabel 9

Jumlah Organasasi Sosial di Dusun II Tahun 2007

No SUKU BANGSA ANGGOTA FUNGSI

1 Perwiritan Dikhususkan yang beragama islam

Untuk menjalin persatuan dan kesatuan sesame umat islam

2 Serikat Tolong Menolong

Dikhususkan untuk yang beragama islam. Tapi tidak menutup

kemungkinan untuk membantu

penduduk lain

Untukmembantuypenduduk yang terkena musibah, misalnya penyakit yang membutuhakan pengobatan dan meninggal dunia.

3 Remaja Mesjid Khusus beragama islam

Menjalin persatuan dan kesatuan sesame umat islam khusunya para remaja 4 Karang Taruna Terbukabagiseluruh

muda mudi yang ada di Dusun II

Menjalin persatuan dan kesatuan antar muda mudi yang menjadi anggota


(35)

Dari data di atas dapat diketahui bahwa di Dusun II organisasi yang berkembang lebih yang bersifat keagamaan, dan tidak ditemukan organisasi resmi yang bersifat kesukuan ataupun kedaerahan.

Perwiritan adalah salah satu organisasi sosial yang ada di Dusun II, organisasi ini adalah sebuah organisasi yang bersifat keagamaan yang dibagi kepada dua bagian yaitu perwiritan kaum bapak dan kaum ibu yang bertujuan untuk menjalin persatuan dan kesatuan sesama umat islam di Dusun II. Nah, kalau kita melihat melihat perwiritan secara sekilas kita akan mengatakan kegiatanya hanya ngumpul di malam jumat bagi kaum bapak, dan kaum ibu hari jumat, sedangkan bagi remaja putra dan putrid diadakan setiap malam selasa. Organisasi ini mengandung beberapa unsur diantaranya:

Pertama, unsur religius karena setiap pertemuan yang diadakan dirumah anggota secara bergantian sesuai dengan namanya selalu diadakan pembacaan surat Yasin dan ceramah dan mengundang Ustad seminggu sekali.

Kedua, unsur ekonomi karena disamping wirid Yasin ada iuran khusus bagi anggota seperti arisan yang dananya diberikan kepada anggota yang pada minggu tersebut rumahnya menjadi tempat perwiritan yasin.

Unsur social, diantara para anggota akan saling membantu jika salh satu dari anggota mengalami musibah (atau kesusahan) dan khususnya bagi perwirita kaum ibu tidak jarang mengadakan silaturahmi dengan perwiritan antar Dusun, antar kecamatan dan antar kabupaten yang dikenal dengan istilah Wirid Akbar.

Serikat Tolong Menolong (STM) adalah organisasi masyrakat yang bersifat resmi dengan tujuan membantu penduduk yang mengalami musibah seperti sakit, meninggal dunia dan lain-lain. Pertolongan yang dibeerikan berupa materi yang jumlahnya sudah


(36)

ditetapkan pada anggaran dasar dan anggaran rumah tangga organisasi. STM juga memberi pertolongan dalam menyelesaikan bagi yang meninggal dunia (memandikan.mengjafani, menyolatkan da, mengubur mait).

Remaja mesjid adalah organisasi yang sifat keanggotaanya khusus untuk remaja islam. Tujuan dari organisasi ini adalah untuk menjalin persatuan dan kesatuan sesame umat islam khususnya remaja di Dusun II, dan umumnya seluruh muslim di dunia. Kegiatan organisasi ini antara lain: memberikan pertolongan antar anggota, menyikapi permasalahn umat islam, turut berpartisifasi merayakan hari besar islam, mengadakan perlombaan yang bernuansa islami pada hari-hari besar islam.

Karang taruna adalah organisasi yang keanggotaanya terbuka bagi muda-mudi yang ada di Dusun II. Tujuan dari organisasi ini adalah menjalin persatuan dan kesatuan antar muda mudi yang menjadi anggota di Dusun II tanpa membedakan suku atau agama. Kegiatan organisasi ini adalah memberi bantuan bagi anggota, memeriahkan hari-hari besar nasional seperti 17 Agustus.

Organisasi yang penulis cantumkan ini hanya bersifat resmi atau yang terdaftar di Kantor Kepala Desa Sei Alim Ulu, adapun organisasi yang tidak resmi tidak dicantumkan dalam tulisan ini.


(37)

BAB V

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP KAWIN CERAI

4.1 Karekteristik Informan

Data dalam penelitian ini diperoleh dari 10 orang informan yang telah disesuaikan dengan karekteristik informan yang diperlukan dan diwakili populasi penelitian. Untuk menjaga kerahasiaan identitas informan, maka nama-nama informan dibawah ini tidak menggunakan nama sebenarnya. Hal ini bertujuan untuk mengenal informan lebih dalam dan data yang diperoleh lebih akurat.

4.2 Persepsi informan Terhadap Kawin Cerai

4.2.1 Ridho

Ridho (35) berasal dari dari suku jawa adalah bapak dari 4 orang anak, masing-masing Aikra (9), Keisya (7), Rifat (3), Fahri (1) dan telah membina rumah tangga dengan syira (32) selama sepuluh tahun. Menurut pria yang kesehariannya bekerja di pengadilan Agama Kabupaten Asahan ini yang dinamakan dengana rumah tangga bahagia adalah sebuah rumah tangga yang masing-masing dari anggotanya mangrjakan perintah Allah, masing-masing anggota rumah tangga mengetahui hak dan kewajiban masing-masing, dalam rumah tangga tersebut tidak ada kebohongan, masing-masing orang merasakan kenyamanan ketika berada dirumah dan ketika berkumpul dirumah dengan anggota keluarga lainnya, dan merasa ada sesatu yang kurang dan hilang ketika terpisah dari anggota keluarga lainnya.


(38)

Saya adalah orang yang sama sekali tidak pernah berpikir untuk bercerai, bagi saya rumah tangga yang saya bina sekarang ini merupakan anugerah yang terindah dan karunia terbesar yang pernah Allak berikan kepada saya dan kewluarga saya, saya sangat mensyukuri karunia itu, Allah memberikan saya kesempatan menjadi ayah dasn suami daria orang-orang yang mencintai saya dan saya sangat mencintai mereka. Dalam setiap sholat saya selalu berdoa kepada Allah untuk keutuhan rumah tangga saya. “ Ya Allah saya adalah orang yang selalu mensyukuri nikmatMu, kesempatan menjadi suami dari istri yang cantik lagi soleh dan menjadi ayah dari anak-anak yang soleh, disamping itu mereka juga sangt mencintaiku dan aku sangat mencintai mereka merupakan satu dari sekian anugerah yang berikan kepadaku. Hamba mohon ya Allah janganlah Engkau pisahkan hamba dari mereka. Ya Allahn Engkau Ynag Maha Mengetahi dan Maha Mendengar doa-doa hambamu. Demikian seuntai doa Ridho untuk keutuhan rumag tangganya yang diuraikan Rido ketika wawancara dengan penulis.

Lebih lanjut pria yang mendapatka gelar sarjana Agama pada usia 23 tahun ini menjelaskan alangkah naifnnya saya sebagai hamba Allah dengan segala anugreah yang saya terima kalau saya punya pikiran untuk bercerai, pada usia 23 tahun saya sudah mendapat gelar sarjana, 6 bulan kemudian saya diterima bekerja sebagai pegawai Negeri Sipil di Pengadilan Agama, 6 bulan berlalu saya diperkenalkan saudara denagn seorang wanita yang sangat istimewa tiga bulan kemudian kita sepakat untuk menikah.

Ketika ditanya tanggapan Ridho terhadap fenomena kawin cerai dengan antusias dia menjawab terkadang terjadinya perkawinan dalam masyrakat kita tidak dengan opertimbangan yang matang, malah terkadang tanpa perencanaan, acap kali pula perkawinan tersebut berlangsung karena tidak ada pilihan lain. Akibat terjadi kehamilan


(39)

diluar nikah yang mewajibkan mereka menikah untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya pada usia yang masih relatif muda dan secara psikologis, ekonomis dan sosial belum mampu untuk menikah dan pada saat dihadapkan dengan persoalan rumah tangga yang tidak pernah mereka pikirkan sebelumnya para pasangan muda tersebut tidaj siap untuk menghadapi dan menyelesaikannnya, dan pada akhirnya cenderung mengambil jalan pintasyaitu bercerai.

Maraknya penomena kawin cerai dikalangan selebritis menurur Ridho merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi masyrakat memutsskan bercerai dengan mudah. Selebritis ituka n publik figur apa yang mereka katakabn, apaq yang mereka perbuat tidak lepas dari perhatian masyrakat, dan tidak jarang pula mereka meniru apa yang dilakukan oleh sang idola. Ketika seorang publik figur mengatakan saya lebih bahagia dengan kehidupan saya yang sekarang ini setelah bercerai tida jarang masyrakat yang mendengar pernyataan tersebut apalagi yang sedang mengalami masalah dalam rumah tangganya berpikir untuk melakukan hal yang sam dengan sang idolanya untuk mendapatkan kebebasan dan keluar dari tekanan yang dihadapi mdalam rumah tangga dan menganggap perceraian merupakan solusi terbaik.

Campur tangan orang tua yang terhadap kelangsungan hidup rumah tangga anaknya, yang menurut sabagian orang tua sabagai wujud kasih sayangnya terhadap anaknya tidak jarang menjadi pemicu terjadinya keretakan rumah tangga yang ujung-ujungnya berakhir dengan perceraian.

Pria yang berhadapan langsung kasusu perceraian ini mengaku kalau penadilan agama sebagai salah satu lembaga resmiu yang menangani masalah perceraian telah berusaha keras mengurangi angka perceraian dengan mempersulit dan memperpanjang


(40)

proses perceraian dengan harapan pada saat menunggu putusan pengadilan para pasangan suami-istri tersebut dapat mendapatkan solusi baru terhadap masalah rumah taangga mereka selain perceraian, dan bagi pasangan yang ingnin menggugat cerai agar memikirkan kembali sebelum mengjukan gugatannya, mengingat begitu panjang proses yang harus dilalui sebelum mendapatkan keputusan cerai.

Pengadilan agama juga mengusahakan pasangan yang mengalami problema rumah tangga yang datang ke Pengadilan Agama mengajukan cerai untuk berdamai kembali dengan cara mendengarkan penyebab gugatan, menghadirkan saksi serta mendengarkan penjelasan saksi-saksi tersebut, mengajukan mediasi, memberikan nasehat-nasehat yang brehubungan dengan masa depan anak-anak mereka, namun kalu memang sudah tidak mau lagi bersama lagi Pengadilan mengabulkan gugatan cerau mereka.

Namun, akibat lamanya proses perceraian di Pengadilan Agama banyak pasangan yang mengalami problem rumah tangga tidak mau datang ke Pengadilan Agama yang memang mengurusi masalah tersebut, akan tetapi mereka memilih menyelesaikan msalah mereka sendiri dengan kesepakatan bercerai berdua, atau melibatkan keluarga yang akhirnya keputusan tersebau merugikan kedua belah pihak atau salah satu pihak.

Diakhir wawancara Ridho menganjurkan kepada pasangan menikah agar jangan secepat kilat mengambil keputusan bercerai “pikiri lagi, lagi pilihan pertama itulah yang terbaik. Ingat satu hal lagi perceraian dalam islam memang hal di halakan Allah akan tetapi hal tersebut adalah hal paling di benci Allah.


(41)

4.2.2 Eko

Eko (39) berasal dari suku jawa adalah bapak dari 3 orang anak, menyndang status duda pada usia 35 tahun setelah menjalani kehidupan perkawinan dengan Ata (bukan nama sebenarnya) selama lebih kurang 10 tahun dan masih tetap menduda pasca perceraiannya sampai saat ini sekarang ini.

Setelah perceraianya 4 tahun yang lalu dengan ata, eko menjalani kehidupan perkawinan sebagai seorang ayah sekaligus ibu bagi ketiga anaknyna Ari(8), kelas 4 SD, Enci (6) kelas 2 SD, Tina (3) Play group. Memasak mengurusi anak-anak dan rumah tangga adalah pekerjaan sehari-hari yang eko jalani disamping ia harus mencari nafkah. Untuk urusan cuci dan strika Eko mengupahkan kepada tetangga, eko sengaja tidak mengupahkan untuk mengurusi rumah tangganya karena takut terjadi fitnah kaerena dia tidak punya pasangan.

Berdasarkan keputusan Pengadilan Agama Kabupaten Asahan Ata, yang telah menikah kembali enam bulan pasca perceraiannya dengan Eko, secara hokum dianggap sanggup mengasuh anak mereka yang secara otomatis hak asuh terhadap tiga orang anak mereka jatuh ketangan Eko.

Pengalaman pahit dan rasa kecewa yang mendalam atas kegagalanya membina rumah tangga dengan Ata jelas terlukis diraut wajah Eko. Eko yang sebelum menikah dengan Ata sangat mendambakan keluarga bahagia yang islami merasa sangat terpukul terhadap masalah rumah tangga dialaminya di meja hijau. Sampai sekarang trauma terhadap kegagalan pernikahan masih menghantui Eko yang mengakibatkannya belum berani berpikir terlalu jauh untuk mulai membina rumah tangga yang baru.


(42)

Keluarga bahagia menurut Eko adalah keluarga yang anggotanya lengkap (seorang suami, istri dan anak), makan bersama minimal saat makan malam, mengingat beliua harus berangkat pada pagi hari dan harus pulang pada malam hari, sholat berjamaah minimal magrib, isya dan subuh.

Rasa tanggung jawab sebagai kepala keluarga serta rasa kasih saying pada buah hatinya membuat Eko tidak mudah menerima kenyataan harus bercerai. Sebelum terjadinya perceraian Eko telah mempertahankan keutuhan rumah tangganya dengan cara mencoba berunding dengan Ata, berunding dengan kelularga kedua belah pihak, namun akhirnya titik terang tidak pernah ditemukan.

Secara ekonomi Eko yang mempunyai toko grosir pakaian yang cukup besar dipasar Air Batu dengan empat orang karyawan tidaklah berat untuk menghidupi tiga orang anaknya, namun beliau mersa cukup berat untuk memberi kasih sayang dan perhatian yang meksimal untuk ketiga buah hatinya.

Diakhir wawancara dengan Eko yang mempunyai latar belakang ekonomi dan mendapat gelar sarjana ekonomi dari salah satu perguruan tinggi di Medan, yang ketika menikah dengan Ata sudah merasa siap secara mental usia, psikologis maupun ekonomis. Menjaga keutuhan perkawinan adalah tanggung jawab berdua jangan sampai terjadi perceraian karena yang menjadi korban adlah darah daging anda sendiri.

4.2.3 Ita

Ita, (29) seorang janda dengan seorang anak bernama Ica (2), mempunyai latar belakang pendidikan D-III Keuangan, disalah satu Universitas Negeri di Medan dan sekarang bekerja di salah satu Bank Pemerintah di Kecamatan Air Batu, menikah ketika


(43)

bermur 25 tahun dengan seorang pria bernama Wili. Wili yang keseharianya bekerja sebagi kontraktor menukahi Ita awal tahun 2004. dua tahun kemudian tepatnya pertenngahan tahun 2006 Ita melayangkan gugatan cerai terhadp suaminya di Pengadilan Agama Kabupaten Asahan, dan tiga bulan kemudian Pengadilan Agama Kabupaten Aasahan mengabulkan gugatan cerai tersebut dan hak asuh anak semata wayang mereka yang masih berusia dibawah umur jatuh ketangan Ita.

Sebelum menikah dengan Wili Ita sangat mengimpikan mempunyai keluarga bahagia, sepertri ungkapannya dalam wawancara dengan penulis, “sebelum menikah dengan dia (Wili) saya mempunyai segudang impian tentang keluarga bahagia dan yakin dengan hal itu bias di wujudkan dengan dia, karena dia orang yang baik benar dan mempunyai kehidipan yang financial yang bagus untuk seorang suami”.

Wili pria yang 5 tahun menjalin hubungan asmara dengan Ita sebelum terjadinya pernikahan di mata Ita merupakan sosok pria yang sangat ideal dan sesuai dengan kriterianya, walaupun penilaian itu ahirnya membuat Ita merasa tertipu dan sangat kecewa terhadap Wili.

Berdasarkan penuturan Ita dalam wawancara, enam bulan menikah satu persatu sikap buruk Wili yang selama ini ditutup-tutupi mulai terbongkar, Ita yang begitu kecewa dan merasa tertipu masih mencoba mempertahankan hubungan rumah tangganya dengan cara membicarakannya baik-baik dengan Wili dan keluarga kedua belah pihak, kemudian mereka sepakat untuk pisah rumah dengan tujuan saling intropeksi diri dan menyadari kesalahan masing-masing.

Pisah rumah dengan tujuan menenangkan diri sekaligus intropeksi diri yang merupakan alternative terahir telah menjalani selama lebih kurang enam bulan, dan


(44)

hasilnya tetap tidak sesuai dengan yang diharapkan. Ita yang begitu berat untuk bercerai karena mempertimbangkan masa depan anak semata wayang mereka, akhirnya tidak tahan juga karena Wili masih tidak mempunyai iktikat baik dan kesungguhan untuk berubah, atas kejadian inilah Ita bersikeras untuk menggugat cerai suaminya.

Perceraian dengan Wili tidak membuat wanita berdarah batak itu terpuruk, bagi Ita perceraian bukan hal yang memalukan, bukan beban, dan juga bukan hal yang perlu ditangisi, buat apa sebuah pernikahan dipertahankan kalau memang kita sudah tidak mendapatkan kenyamanan lagi, tujuan pernikahan menurut saya adalah saling mengerti peran dan fungsi serta tanggung jawab masing-masing, saling jujur, melindungi dan menyayangi bukan saling menyakiti dan saliang membohongi.

Ketika di singgung tentang maraknya penomena kawin cerai dengan antusias Ita menjawab” menikah itu sekaligus kewajiban bagi orang yang sudah mencapai usia pernikahan sesuai Undang-undang dan juga mempunyai kesanggupan untuk menikah, mendapat kenyamanan juga hak atau dambaan setiap orang yang berumah tangga, jika kenyamanan dalam rumah tangga tidak didapat lagi berarti tujuan pernikahan itu sudak tidak jelas lagi.

4.2.4 Ira

Ira (24) seorang guru di SD Air Batu dengan latar belakang pendidikan Sarjana Pendidikan Agama Islam, rencananya akan menikah dengan seorang pria yang berdarah Mandailing bernama Fae (27) yang bekerja di Dinas Pendidikan Kabupaten Asahan. Ira seorang wanita yang berdarah Jawa yang yang bertunangan dengan Fae juli 2007 setelah menjalin hubungan asmara selama tiga tahun dalam wawancara mengatakan “ bagi saya yang masih memulai membina rumah tangga ngeri mendengar kata cerai” saya juga tidak


(45)

abis piker sebuah perkawinan yang dilandasi oleh perasaan kasih saying dan cinta yang tulus, kesepakatan bersama, ikrar yang suci, yang dilalui dengan proses yang sedemikian panjang, mulai dari tahap pengenalan, pendalaman karakter, perkenalan dengan keluarga, lamaran, tunangan, kemudian harus berakhir di Pengadilan, bahkan lebih tragis lagi ada yang diahiri tanpa kata cerai, yaitu dengan pergi meninggalkan rumah tangganya dan tanggung jawabnya dalam waktu yang lama tanpa kabar berita, yang jelas-jelas sangat metugikan pihak yang ditinggalkan.

Ira yang begitu prihatin terhadap fenomena kawin cerai yang terjadi pada masyarakat sekelilingnya menggagp orang yang dengan mudah memutuskan hubungan rumah tangga dengan kata cerai, apalagi perceraian tersebut tidak dip roses secara hokum dan anak-anak dari hasil perkawinan tidak dipikirkan mas depannya, adalah orang yang menggagap perkawinan itu ikatan yang suci dan anak-anak hasil perkawinan merupakan titipan Sanga Pencipta yang harus dipertanggung jawabkan kelak dihadapanNya.

Ira yang lahir dari orang tua bercerai pada saat berusia sembilan bulan adalah orang yang tidak berdaya mendengar kata cerai.

Perceraian kedua orangtua Ira tidak dip roses secara hukum di Pengadilan melainkan ayahnya pergi begitu saja meninggalkan keluarganya dan semua tanggung jawabnya begitu saja tanpa meninggalkan pesan kepada istrinya yang harus menghidupi kedua orang anaknya pasca kepergian suaminya.

Dalam wawancara Ita mengatakan “ dengan semua hal yang menimpa keluarga orang tua saya, Alhamdulillah tidak menjadikan saya takut akan pekawinan. Tetapi walaupun demikian saya adalah orang yang sangat takut dengan peceraian” hati saya begitu miris dengan kata itu. Dengan cerai saya yang mendambakan figure seorang yang


(46)

saya panggil dengan sebutan ayah dengan nasehat-nasehatnya ketika saya mempunyai masalah, dan dengan pelukannya ketika saya butuh perlindungan, jangankan mendapatkan itu semua keinginan untuk mengenal wajah ayah kandung saya sampai sekarangpun belum kesampaian.

Rasa sakit yang saya raskan tidak mengenal ayah kandung saya sampai sekarang, menjadikan saya orang yang iba ketika saya mendengar orang yang akan bercerai. Dengan lima huruf maka segalanya akan berantakan, kalau semuanya dibicarakan dengan baik-baik pasti akan ada penyelesaian setiap konflik dan itu bukan perceraian, kalau sebelum menikah atau diawal menikah kita bisa bicarakan semuanya baik-baik mengapa setelah menikah ada masalah kita tidak bisa bicarakan baik-baik dan perceraian dianggap sebagai solusi.

Ketika ditanya pendapatnya tentang rumah tangga bahagia, dengan santai sosok yang sangat keibuan ini menjawab “ bagi saya yang dinamakan dengan rumah tangga bahagia adalah jika masing-masing anggota rumah tangga bahwa rumah adalah tempat yang paling nyaman baginya seperti kata Nabi Muhammad SAW “ Baiti Jannati” yang artinya rumahku adalah surgaku.

4.2.5 Wina

Wina (28) seorang wanita suku Mandailing sudah mnikah dengan pria bernama Sudar (31) enam tahun yang lalu dan dikaruniai dua orang anak, Wina yang hanya menammtkan sekolah sampai hanya Sekolah Menengah Atas adalah Pegawai Negeri Sipil di Kantor Camat Sei Alim Ulu.

Empat tahun menjalani kehidupan rumah tangga dengan Sadar, Wina yang selalu mengalami kekerasan dalam rumah tangga mengajukan gugatan cerai terhadap suaminya


(47)

yang keseharianya bekerja sebagai guru di sekolah SMP Negeri Sei Alim Ulu. Gugatan cerai Wina dikabulkan pengadilan agama Kabupaten Asahan Agustus 2006 dan hak asuh kedua putra mereka Van (4) dan Zai (9 bulan) jatuh ketangan Wina.

Wina adalah tipe orang yang melakukan segalanya demi kesenangan orang-orang yang dicintainya termasuk suami dan kedua orang putranya. Satu tahun menjalani kehidupan rumah tangga, Sudar suami yang memiliki raut wajah seorang pria dengan jiwa pemimpin namun kenyataannya adalah pria tempramen tinggi sudah mulai menunjukkna sikap buruknya sejak awal pernikahan, jika ada masalah selalu marah-marah, barang-barang dirumah menjadi sasaran dan Wina juga tidak jarang menjadi sasaran amukan.

Hancurnya barang-barang yang ada di rumah serta badan Wina yang terus dipukuli, masih dapat dimaafkan Wina dengan terus menutup-nutupi tingkah laku suaminya kepada keluarganya karena saat itu Wina benar-benar punya tekad apapun yang trerjadi rumah tangga ini akan dipertahankan.

4.2.6 Maruli

Maruli (36) pendidikan terakhir pria batak toba ini adalah bapak dari 3 orang anak, menyndang status duda pada usia 35 tahun setelah menjalani kehidupan perkawinan dengan Debi (bukan nama sebenarnya) selama lebih kurang 10 tahun dan masih tetap menduda pasca perceraiannya sampai saat ini sekarang ini.

Setelah perceraianya 4 tahun yang lalu dengan ata, Maruli menjalani kehidupan perkawinan sebagai seorang ayah sekaligus ibu bagi ketiga anaknyna Ari(8), kelas 4 SD, Enci (6) kelas 2 SD, Tina (3) Play group. Memasak mengurusi anak-anak dan rumah tangga adalah pekerjaan sehari-hari yang Maruli jalani disamping ia harus mencari


(48)

nafkah. Untuk urusan cuci dan strika Maruli mengupahkan kepada tetangga, eko sengaja tidak mengupahkan untuk mengurusi rumah tangganya karena takut terjadi fitnah kaerena dia tidak punya pasangan.

Berdasarkan keputusan Pengadilan Agama Kabupaten Asahan Deli, yang telah menikah kembali enam bulan pasca perceraiannya dengan Maruli, secara hokum dianggap sanggup mengasuh anak mereka yang secara otomatis hak asuh terhadap tiga orang anak mereka jatuh ketangan Maruli.

Pengalaman pahit dan rasa kecewa yang mendalam atas kegagalanya membina rumah tangga dengan Ata jelas terlukis diraut wajah Maruli. Maruli yang sebelum menikah dengan Ata sangat mendambakan keluarga bahagia yang islami merasa sangat terpukul terhadap masalah rumah tangga dialaminya di meja hijau. Sampai sekarang trauma terhadap kegagalan pernikahan masih menghantui Maruli yang mengakibatkannya belum berani berpikir terlalu jauh untuk mulai membina rumah tangga yang baru.

4.2.7 Butet

Butet (35) seorang wanita suku Batak sudah mnikah dengan pria bernama Jeri (37) enam tahun yang lalu dan dikaruniai dua orang anak, Wina yang hanya menammtkan sekolah sampai hanya Sekolah Menengah Atas adalah Pegawai Negeri Sipil di Kantor Camat Sei Alim Ulu.

Empat tahun menjalani kehidupan rumah tangga dengan Jeri, Butet yang selalu mengalami kekerasan dalam rumah tangga mengajukan gugatan cerai terhadap suaminya yang keseharianya bekerja sebagai guru di sekolah SMP Negeri Sei Alim Ulu. Gugatan


(49)

cerai Butet dikabulkan pengadilan agama Kabupaten Asahan Agustus 2006 dan hak asuh kedua putra mereka Van (4) dan Zai (9 bulan) jatuh ketangan Butet.

Butet adalah tipe orang yang melakukan segalanya demi kesenangan orang-orang yang dicintainya termasuk suami dan kedua orang putranya. Satu tahun menjalani kehidupan rumah tangga, Jeri suami yang memiliki raut wajah seorang pria dengan jiwa pemimpin namun kenyataannya adalah pria tempramen tinggi sudah mulai menunjukkna sikap buruknya sejak awal pernikahan, jika ada masalah selalu marah-marah, barang-barang dirumah menjadi sasaran dan Butet juga tidak jarang menjadi sasaran amukan.

Hancurnya barang-barang yang ada di rumah serta badan Butet yang terus dipukuli, masih dapat dimaafkan Butet dengan terus menutup-nutupi tingkah laku suaminya kepada keluarganya karena saat itu Butet benar-benar punya tekad apapun yang trerjadi rumah tangga ini akan dipertahankan.

4.2.8 Ali

Ali (35) berasal dari dari suku jawa adalah bapak dari 4 orang anak, masing-masing Aikra (9), Keisya (7), Rifat (3), Fahri (1) dan telah membina rumah tangga dengan syira (32) selama sepuluh tahun. Menurut pria yang kesehariannya bekerja di pengadilan Agama Kabupaten Asahan ini yang dinamakan dengana rumah tangga bahagia adalah sebuah rumah tangga yang masing-masing dari anggotanya mangrjakan perintah Allah, masing-masing anggota rumah tangga mengetahui hak dan kewajiban masing-masing, dalam rumah tangga tersebut tidak ada kebohongan, masing-masing orang merasakan kenyamanan ketika berada dirumah dan ketika berkumpul dirumah dengan anggota keluarga lainnya, dan merasa ada sesatu yang kurang dan hilang ketika terpisah dari anggota keluarga lainnya.


(50)

Saya adalah orang yang sama sekali tidak pernah berpikir untuk bercerai, bagi saya rumah tangga yang saya bina sekarang ini merupakan anugerah yang terindah dan karunia terbesar yang pernah Allak berikan kepada saya dan kewluarga saya, saya sangat mensyukuri karunia itu, Allah memberikan saya kesempatan menjadi ayah dasn suami daria orang-orang yang mencintai saya dan saya sangat mencintai mereka. Dalam setiap sholat saya selalu berdoa kepada Allah untuk keutuhan rumah tangga saya. “ Ya Allah saya adalah orang yang selalu mensyukuri nikmatMu, kesempatan menjadi suami dari istri yang cantik lagi soleh dan menjadi ayah dari anak-anak yang soleh, disamping itu mereka juga sangt mencintaiku dan aku sangat mencintai mereka merupakan satu dari sekian anugerah yang berikan kepadaku. Hamba mohon ya Allah janganlah Engkau pisahkan hamba dari mereka. Ya Allah Engkau Ynag Maha Mengetahi dan Maha Mendengar doa-doa hambamu. Demikian seuntai doa Ali untuk keutuhan rumag tangganya yang diuraikan Ali ketika wawancara dengan penulis.

Lebih lanjut pria yang mendapatka gelar sarjana Agama pada usia 23 tahun ini menjelaskan alangkah naifnnya saya sebagai hamba Allah dengan segala anugreah yang saya terima kalau saya punya pikiran untuk bercerai, pada usia 23 tahun saya sudah mendapat gelar sarjana, 6 bulan kemudian saya diterima bekerja sebagai pegawai Negeri Sipil di Pengadilan Agama, 6 bulan berlalu saya diperkenalkan saudara denagn seorang wanita yang sangat istimewa tiga bulan kemudian kita sepakat untuk menikah.

Ketika ditanya tanggapan Ali terhadap fenomena kawin cerai dengan antusias dia menjawab terkadang terjadinya perkawinan dalam masyrakat kita tidak dengan opertimbangan yang matang, malah terkadang tanpa perencanaan, acap kali pula perkawinan tersebut berlangsung karena tidak ada pilihan lain. Akibat terjadi kehamilan


(51)

diluar nikah yang mewajibkan mereka menikah untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya pada usia yang masih relatif muda dan secara psikologis, ekonomis dan sosial belum mampu untuk menikah dan pada saat dihadapkan dengan persoalan rumah tangga yang tidak pernah mereka pikirkan sebelumnya para pasangan muda tersebut tidaj siap untuk menghadapi dan menyelesaikannnya, dan pada akhirnya cenderung mengambil jalan pintasyaitu bercerai.

Maraknya penomena kawin cerai dikalangan selebritis menurur Ali merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi masyrakat memutsskan bercerai dengan mudah. Selebritis itukan publik figur apa yang mereka katakabn, apaq yang mereka perbuat tidak lepas dari perhatian masyrakat, dan tidak jarang pula mereka meniru apa yang dilakukan oleh sang idola. Ketika seorang publik figur mengatakan saya lebih bahagia dengan kehidupan saya yang sekarang ini setelah bercerai tida jarang masyrakat yang mendengar pernyataan tersebut apalagi yang sedang mengalami masalah dalam rumah tangganya berpikir untuk melakukan hal yang sam dengan sang idolanya untuk mendapatkan kebebasan dan keluar dari tekanan yang dihadapi mdalam rumah tangga dan menganggap perceraian merupakan solusi terbaik.

Campur tangan orang tua yang terhadap kelangsungan hidup rumah tangga anaknya, yang menurut sabagian orang tua sabagai wujud kasih sayangnya terhadap anaknya tidak jarang menjadi pemicu terjadinya keretakan rumah tangga yang ujung-ujungnya berakhir dengan perceraian.

Pria yang berhadapan langsung kasusu perceraian ini mengaku kalau penadilan agama sebagai salah satu lembaga resmiu yang menangani masalah perceraian telah berusaha keras mengurangi angka perceraian dengan mempersulit dan memperpanjang


(52)

proses perceraian dengan harapan pada saat menunggu putusan pengadilan para pasangan suami-istri tersebut dapat mendapatkan solusi baru terhadap masalah rumah taangga mereka selain perceraian, dan bagi pasangan yang ingnin menggugat cerai agar memikirkan kembali sebelum mengjukan gugatannya, mengingat begitu panjang proses yang harus dilalui sebelum mendapatkan keputusan cerai.

Pengadilan agama juga mengusahakan pasangan yang mengalami problema rumah tangga yang datang ke Pengadilan Agama mengajukan cerai untuk berdamai kembali dengan cara mendengarkan penyebab gugatan, menghadirkan saksi serta mendengarkan penjelasan saksi-saksi tersebut, mengajukan mediasi, memberikan nasehat-nasehat yang brehubungan dengan masa depan anak-anak mereka, namun kalu memang sudah tidak mau lagi bersama lagi Pengadilan mengabulkan gugatan cerau mereka.

Namun, akibat lamanya proses perceraian di Pengadilan Agama banyak pasangan yang mengalami problem rumah tangga tidak mau datang ke Pengadilan Agama yang memang mengurusi masalah tersebut, akan tetapi mereka memilih menyelesaikan msalah mereka sendiri dengan kesepakatan bercerai berdua, atau melibatkan keluarga yang akhirnya keputusan tersebau merugikan kedua belah pihak atau salah satu pihak.

Diakhir wawancara Ridho menganjurkan kepada pasangan menikah agar jangan secepat kilat mengambil keputusan bercerai “pikiri lagi, lagi pilihan pertama itulah yang terbaik. Ingat satu hal lagi perceraian dalam islam memang hal di halakan Allah akan tetapi hal tersebut adalah hal paling di benci Allah.


(53)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan

Masyarakat Dusun II, Desa Sei Alim Ulu, Kecamatan Air Batu, Kabupaten Asahan adalah masyrakat yang majemuk bauk dari segi suku bangsa maupun dari segi agama, walaupun dalam masyarakat tersebut terdapat kelompok yang dominan. Disamping masyrakatnya yang majemuk masyrakat tersebut juga mempunyai perbedaan status ekonomi yang berbeda yang secara tidak langsung perbedaan tersebut menghasilkan perbedaan pandangan dan perbedaan persepsi dalam menilai sebuah permsalahan social yang timbul dalam lingkungannya.

Perbedaan persepsi tersebut itu jelas terlihat dalam penel;itian yang dilakukan dengan judul Persepsi Masyrakat Terhadap Kawin Cerai (Studi Deskriptif Terhadap Kawin Cerai di Dusun II Desa Sei Alim ULu Kecamatan Air Batu Kabupaten Asahan).

Dari hasil penelitian yang dilakukan terhdap sepuluh orang informan dapat disimpulkan bahwa sebahagian masyrakat setuju dengan terjadinya kawin cerai, namun sebahagian lainnya mengatakan tidak setuju.


(54)

DAFTAR PUSTAKA

Adi, Rukminto. 1994. Psikologi, Pekerjaan Sosial dan Ilmu Kesejahteraan Sosial. Jakarta : PT Rajawali Press.

Arikunto, Suharsimi.1992. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Yogyakarta: PT Rhineka Cipta.

Bernard, L, Chester. 1992. Organisasi dan manajemen struktur penyakit-penyakit. Yogyakarta: Essentia Medica.

David, M. Heer. 1985. Masalah Kependudukan Dinegara Berkembang. Jakarta: PT Bina Aksara.

Entjang, Indah, dr. 1986. Pendidikan Kependudukan dan KB. Bandung: Alumni. Gerungan, W. A. 1991. Psikologi Sosial. Bandung: Eresco.

Julianto, Dadang. 2000. 30 Tahun Cukup Keluarga Berencana dan Hak Konsumen. Jakarta: PT Penebar Swadaya.

Nawawi, Hadari. 1991. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Singarimbun, Masri. 1989. Metode Penelitian Survey. Jakarta: LP3S. Soekanto, S. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Press. Soekanto, Soerjono,SH. 1984. Teori Sosiologi. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Supriatna, M. S., Tjahya. 1997. Birokrasi Pemberdayaan dan Pengentasan Kemiskinan. Bandung: Humaniora Utama Press.

Sugiono, 1993. Metode Penelitian Researh. Jakarta: LP3S. Thoha, Miftah. 1993. Prilaku Organisasi. Jakarta: Rajawali Press.


(55)

Wagito, Bimo. 1985. Psikologo Sosial Suatu Pengantar. Yogyakarta: Offset. Wirawan, Sarlito. 1997. psikologi umum. Jakarta: Sinar Harapan.

Sumber lain:

BKKBN. Penelaahan Program Keluarga Berencana Nasional, http://www.bkkbn.go.id/misi.htm. 2006.

Bapenas. Keluarga Sejahtera,

http:www.bapenas.go.id/index.php?module=filemanager&func=dowland&pathezt =contenz.

Depkominfo. Galakkan Kembali Program Keluarga Berencana, http://www.go.id/?action=view&pid=news&id=2014. 06-07-06.

Kesrepro. Badan Keluarga Berencana Pemberdayaan Masyarakat dan Perempuan, http://www.kesrepro.info/kb/indek.htm.2006.

Pikiran Rakyat. Upaya Mencapai Keluarga Sejahtera, http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/07 2006 /21/99 apasiapa.htm. 24-03-2006.

Pikas. Mendukug Norma Keluarga Kecil Bahagi dan Sejahtera, http://www.pikas.bkkbn.go.id/jabar/organisasi.php.

Presidenri. Keluarga Suatu Institusi Sakral,


(56)

PKBI. Galakkan Lagi Program Keluarga Berencana, http://www.pkbi.or.id/program.asp?show-bina%20anak%20pra%20sekolah.2006. Syarif, Sugiri. Suksesnya Program Keluarga Berencana,

http://www.republika.co.id/suplemen/cetak_detail,asp?mid=5&id=283782&kat_id =/05&kat_id/=1478&kat_id2=269, 23-02-2007.

Tempo Interaktif. Kultur Mendukung Suksesnya Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera, htttp://www.tempointeraktif.com/hg/nasional2007/02/15/brk,2007 02 15-93311,id.html. 15-02-07.


(1)

diluar nikah yang mewajibkan mereka menikah untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya pada usia yang masih relatif muda dan secara psikologis, ekonomis dan sosial belum mampu untuk menikah dan pada saat dihadapkan dengan persoalan rumah tangga yang tidak pernah mereka pikirkan sebelumnya para pasangan muda tersebut tidaj siap untuk menghadapi dan menyelesaikannnya, dan pada akhirnya cenderung mengambil jalan pintasyaitu bercerai.

Maraknya penomena kawin cerai dikalangan selebritis menurur Ali merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi masyrakat memutsskan bercerai dengan mudah. Selebritis itukan publik figur apa yang mereka katakabn, apaq yang mereka perbuat tidak lepas dari perhatian masyrakat, dan tidak jarang pula mereka meniru apa yang dilakukan oleh sang idola. Ketika seorang publik figur mengatakan saya lebih bahagia dengan kehidupan saya yang sekarang ini setelah bercerai tida jarang masyrakat yang mendengar pernyataan tersebut apalagi yang sedang mengalami masalah dalam rumah tangganya berpikir untuk melakukan hal yang sam dengan sang idolanya untuk mendapatkan kebebasan dan keluar dari tekanan yang dihadapi mdalam rumah tangga dan menganggap perceraian merupakan solusi terbaik.

Campur tangan orang tua yang terhadap kelangsungan hidup rumah tangga anaknya, yang menurut sabagian orang tua sabagai wujud kasih sayangnya terhadap anaknya tidak jarang menjadi pemicu terjadinya keretakan rumah tangga yang ujung-ujungnya berakhir dengan perceraian.

Pria yang berhadapan langsung kasusu perceraian ini mengaku kalau penadilan agama sebagai salah satu lembaga resmiu yang menangani masalah perceraian telah berusaha keras mengurangi angka perceraian dengan mempersulit dan memperpanjang


(2)

proses perceraian dengan harapan pada saat menunggu putusan pengadilan para pasangan suami-istri tersebut dapat mendapatkan solusi baru terhadap masalah rumah taangga mereka selain perceraian, dan bagi pasangan yang ingnin menggugat cerai agar memikirkan kembali sebelum mengjukan gugatannya, mengingat begitu panjang proses yang harus dilalui sebelum mendapatkan keputusan cerai.

Pengadilan agama juga mengusahakan pasangan yang mengalami problema rumah tangga yang datang ke Pengadilan Agama mengajukan cerai untuk berdamai kembali dengan cara mendengarkan penyebab gugatan, menghadirkan saksi serta mendengarkan penjelasan saksi-saksi tersebut, mengajukan mediasi, memberikan nasehat-nasehat yang brehubungan dengan masa depan anak-anak mereka, namun kalu memang sudah tidak mau lagi bersama lagi Pengadilan mengabulkan gugatan cerau mereka.

Namun, akibat lamanya proses perceraian di Pengadilan Agama banyak pasangan yang mengalami problem rumah tangga tidak mau datang ke Pengadilan Agama yang memang mengurusi masalah tersebut, akan tetapi mereka memilih menyelesaikan msalah mereka sendiri dengan kesepakatan bercerai berdua, atau melibatkan keluarga yang akhirnya keputusan tersebau merugikan kedua belah pihak atau salah satu pihak.

Diakhir wawancara Ridho menganjurkan kepada pasangan menikah agar jangan secepat kilat mengambil keputusan bercerai “pikiri lagi, lagi pilihan pertama itulah yang terbaik. Ingat satu hal lagi perceraian dalam islam memang hal di halakan Allah akan tetapi hal tersebut adalah hal paling di benci Allah.


(3)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan

Masyarakat Dusun II, Desa Sei Alim Ulu, Kecamatan Air Batu, Kabupaten Asahan adalah masyrakat yang majemuk bauk dari segi suku bangsa maupun dari segi agama, walaupun dalam masyarakat tersebut terdapat kelompok yang dominan. Disamping masyrakatnya yang majemuk masyrakat tersebut juga mempunyai perbedaan status ekonomi yang berbeda yang secara tidak langsung perbedaan tersebut menghasilkan perbedaan pandangan dan perbedaan persepsi dalam menilai sebuah permsalahan social yang timbul dalam lingkungannya.

Perbedaan persepsi tersebut itu jelas terlihat dalam penel;itian yang dilakukan dengan judul Persepsi Masyrakat Terhadap Kawin Cerai (Studi Deskriptif Terhadap Kawin Cerai di Dusun II Desa Sei Alim ULu Kecamatan Air Batu Kabupaten Asahan).

Dari hasil penelitian yang dilakukan terhdap sepuluh orang informan dapat disimpulkan bahwa sebahagian masyrakat setuju dengan terjadinya kawin cerai, namun sebahagian lainnya mengatakan tidak setuju.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Adi, Rukminto. 1994. Psikologi, Pekerjaan Sosial dan Ilmu Kesejahteraan Sosial. Jakarta : PT Rajawali Press.

Arikunto, Suharsimi.1992. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Yogyakarta: PT Rhineka Cipta.

Bernard, L, Chester. 1992. Organisasi dan manajemen struktur penyakit-penyakit. Yogyakarta: Essentia Medica.

David, M. Heer. 1985. Masalah Kependudukan Dinegara Berkembang. Jakarta: PT Bina Aksara.

Entjang, Indah, dr. 1986. Pendidikan Kependudukan dan KB. Bandung: Alumni. Gerungan, W. A. 1991. Psikologi Sosial. Bandung: Eresco.

Julianto, Dadang. 2000. 30 Tahun Cukup Keluarga Berencana dan Hak Konsumen. Jakarta: PT Penebar Swadaya.

Nawawi, Hadari. 1991. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Singarimbun, Masri. 1989. Metode Penelitian Survey. Jakarta: LP3S. Soekanto, S. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Press. Soekanto, Soerjono,SH. 1984. Teori Sosiologi. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Supriatna, M. S., Tjahya. 1997. Birokrasi Pemberdayaan dan Pengentasan Kemiskinan. Bandung: Humaniora Utama Press.


(5)

Wagito, Bimo. 1985. Psikologo Sosial Suatu Pengantar. Yogyakarta: Offset. Wirawan, Sarlito. 1997. psikologi umum. Jakarta: Sinar Harapan.

Sumber lain:

BKKBN. Penelaahan Program Keluarga Berencana Nasional, http://www.bkkbn.go.id/misi.htm. 2006.

Bapenas. Keluarga Sejahtera,

http:www.bapenas.go.id/index.php?module=filemanager&func=dowland&pathezt =contenz.

Depkominfo. Galakkan Kembali Program Keluarga Berencana, http://www.go.id/?action=view&pid=news&id=2014. 06-07-06.

Kesrepro. Badan Keluarga Berencana Pemberdayaan Masyarakat dan Perempuan, http://www.kesrepro.info/kb/indek.htm.2006.

Pikiran Rakyat. Upaya Mencapai Keluarga Sejahtera, http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/07 2006 /21/99 apasiapa.htm. 24-03-2006.

Pikas. Mendukug Norma Keluarga Kecil Bahagi dan Sejahtera, http://www.pikas.bkkbn.go.id/jabar/organisasi.php.

Presidenri. Keluarga Suatu Institusi Sakral,


(6)

PKBI. Galakkan Lagi Program Keluarga Berencana, http://www.pkbi.or.id/program.asp?show-bina%20anak%20pra%20sekolah.2006. Syarif, Sugiri. Suksesnya Program Keluarga Berencana,

http://www.republika.co.id/suplemen/cetak_detail,asp?mid=5&id=283782&kat_id =/05&kat_id/=1478&kat_id2=269, 23-02-2007.

Tempo Interaktif. Kultur Mendukung Suksesnya Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera, htttp://www.tempointeraktif.com/hg/nasional2007/02/15/brk,2007 02 15-93311,id.html. 15-02-07.


Dokumen yang terkait

Persepsi Masyarakat Suku Batak Toba Dan Batak Karo Dalam Konteks Komunikasi Antarbudaya (Studi Kasus Masyarakat Suku Batak Toba di Desa Unjur Dan Masyarakat Batak Karo di Desa Surbakti Terhadap Suku Batak Toba Dalam Mempersepsi Nilai-Nilai Perkawinan Ant

1 91 173

Persepsi Lansia Terhadap Pelayanan Kesehatan Posyandu Usila Pasca Pemekaran Kecamatan (Studi Deskriptif di Posyandu Usila Kecamatan Aek Ledong Kabupaten Asahan)

0 31 118

Persepsi Masyarakat Terhadap Pemakaian Gigitiruan Di Desa Ujung Rambung Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai Februari 2010

3 35 78

Cerai Gugat Terhadap Suami Pengguna Narkoba (Analisis Putusan Nomor 0338/Pdt.G/2013/Pajs )

0 5 79

Studi Kasus Kawin Kontrak di Desa Pelemkerep Kecamatan Mayong Kabupaten Jepara

0 14 125

Studi Kasus Kawin Kontrak di Desa Pelemkerep Kecamatan Mayong Kabupaten Jepara.

0 0 2

TRADISI KAWIN LARI MASYARAKAT MUSLIM DI DESA BAYAN KECAMATAN BAYAN KABUPATEN LOMBOK UTARA.

0 8 79

STUDI DINAMIKA CERAI KAWIN TERHADAP JUMLAH ANAK DI KECAMATAN SAPTOSARI, KABUPATEN GUNUNGKIDUL Muamar Fauzi muamar_fauziyahoo.co.id Umi Listyaningsih listyaningsih_umiyahoo.com ABSTRAK - STUDI DINAMIKA CERAI KAWIN TERHADAP JUMLAH ANAK DI KECAMATAN SAPTOSAR

0 0 7

Cerai Gugat ( studi deskriptif kualitatif tentang faktor-faktor yang mempengaruhi cerai gugat di kota Surakarta)

0 1 112

Kawin Sirri Pada Masyarakat Madura : (Studi Kasus Tentang Faktor Penyebab dan Pengaruh Kawin Sirri Terhadap Hubungan dalam Keluarga, di Desa Bumianyar, Kecamatan Tanjungbumi, Kabupaten Bangkalan) Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 184