Lampiran I PEDOMAN WAWANCARA

  Lampiran I

PEDOMAN WAWANCARA

  Untuk: Masyarakat “Kampung Idiot” (Dalam Kategori Normal) I.

IDENTITAS DIRI 1.

  Usia : 4.

  Jenis Kelamin : 5.

  Pekerjaan : 6.

  Riwayat Pendidikan : 7. Apa bapak/ibu orang asli atau pendatang di Desa Sidoharjo ini? 8. Apa alasan bapak/ibu tinggal di desa ini? 9. Kenapa memilih untuk tetap bertahan tinggal di desa ini (kenapa tidak pindah ke desa lain)?

  10. Bagaimana relasi bapak/ibu dengan masyarakat lain, khususnya dengan orang-orang yang berkebutuhan khusus di desa ini?

  Alamat : 3.

  Apa kerugian bapak/ibu tinggal di desa ini (dengan stigma sebagai “Kampung Idiot”)? 13. Bagaimana bapak/ibu memaknai dirinya sebagai warga masyarakat Desa

  Sidoharjo/ “Kampung Idiot” ini?

  II. STIGMATISASI 14.

  Apa yang bapak/ibu ketahui tentang Retardasi Mental/keterbelakangan mental?

  15. Apa tanggapan bapak/ibu mengenai julukan Desa Sidoharjo sebagai “Kampung Idiot”? 16.

  Pernahkah anggota keluarga bapak/ibu memberikan stigma baik bentuk verbal maupun non-verbal kepada orang yang mengalami keterbelakangan mental?

  Nama : 2.

  11. Apa keuntungan bapak/ibu tinggal di desa ini (dengan stigma sebagai “Kampung Idiot”)? 12.

  17. Jika pernah(soal no.9), seperti apa bentuk stigma, baik bentuk verbal maupun non-verbal yang pernah anda berikan?

  18. Ketika bapak/ibu berhubungan dengan masyarakat luar Desa Sidoharjo, bentuk stigma: baik bentuk verbal maupun non-verbal (misalnya: perlakuaan yang tidak menyenangkan, ejekan, sindiran dll) apa yang pernah bapak/ibu terima terhadap warga masyarakat Desa Sidoharjo?

  III. DISKRIMINASI 19.

  Jika, bapak/ibu mempunyai hajatan (seperti: hajatan pernikahan, ulang tahun anak, selamatan dan lain sebagainya) Apakah bapak/ibu juga mengundang orang yang mengalami keterbelakangan mental? 20. Ketika hari raya idhul fitri tiba, apakah bapak/ibu juga bersilaturrahmi dengan warga yang mengalami keterbelakangan mental?

  21. Ketika bapak/ibu membutuhkan pekerja seperti saat musim tanam maupun masim panen, akankah/pernahkan bapak/ibu mempekerjakan warga/tetangga yang mengalami keterbelakangan mental(kategori ringan)? 22. Ketika salah satu masyarakat/tetangga bapak/ibu yang mengalami keterbelakangan mental terkena musibah(seperti: meninggal dunia, sakit, kecelakaan dan lain sebagainya) apa yang bapak/ibu lakukan? 23. Ketika, ada sebuah acara seperti hajatan, selamatan, membangun rumah dan lain sebagai pada keluarga yang mempunyai keterbelakangan mental, akankah/pernahkah bapak/ibu berkunjung/ikut membantu keluarga tersebut?

IV. RESPON 24.

  Bagaimana respon/reaksi bapak/ibu jika, tetangga bapak/ibu yang mengalami keterbelakangan mental tersebut menerima perlakuan diskriminatif(perbedaan perlakuan) dan stigma baik bentuk verbal maupun non-verbal?

25. Bagaimana respon/reaksi bapak/ibu jika, mendengar orang menyebutkan

  Desa Sidoharjo sebagai “Kampung Idiot”? 26. Bagaimana tanggapan/penilaian bapak/ibu, sebagai masyarakat Desa

  Sidoharjo terhadap warganya yang mengalami keterbelakangan mental/retardasi mental, dilihat dari beberapa aspek seperti: a.

  Aspek Ekonomi, misalnya pekerjaan? b. Aspek Sosial, misalnya interaksinya dengan masyarakat lain, seperti hari raya idhul fitri dan idhul adha, keikutsertaan dalam kegiatan di desa? c. Aspek Politik, misalnya hak politik(pemilu)? 27. Kemudian, bagaimana bapak/ibu sendiri sebagai masyarakat di desa ini memperlakukan warganya/tetangganya yang mengalami keterbelakngan mental?

PEDOMAN WAWANCARA

  Untuk: Pihak Keluarga (dari Retardasi Mental) I.

  IDENTITAS DIRI

  1. Nama :

  2. Alamat :

  3. Usia : 4. :

  Jenis Kelamin 5. :

  Pekerjaan 6. Riwayat Pendidikan : 7. Jumlah Keluarga yang: retardasi mental

  8. Apa bapak/ibu orang asli atau pendatang di Desa Sidoharjo ini? 9.

  Apa alasan bapak/ibu tinggal di desa ini? 10.

  Kenapa memilih untuk tetap bertahan tinggal di desa ini (kenapa tidak pindah)?

  11. Bagaimana relasi bapak/ibu dengan masyarakat maupun dengan tokoh masyarakat disini?

  12. Apa keuntungan bapak/ibu tinggal di desa ini (dengan stigma sebagai “Kampung Idiot”)?

  13. Apa kerugian bapak/ibu tinggal di desa ini (dengan stigma sebagai “Kampung Idiot”)? 14.

  Bagaimana bapak/ibu memaknai dirinya sebagai keluarga/orang tua dari anak yang berkebutuhan khusus?

  II. STIGMATISASI

  Retardasi

  15. yang bapak/ibu ketahui tentang Apa

  Mental

  /keterbelakangan mental? 16. Apa tanggapan bapak/ibu mengenai julukan Desa Sidoharjo sebagai “Kampung Idiot”?

  17. Bagaimana tanggapan/penilaian masyarakat lain melihat keluarga bapak/ibu?

  18. Pernahkah anggota keluarga bapak/ibu yang mengalami keterbelakangan mental tersebut menerima stigma baik bentuk verbal maupun non-verbal(misalnya: perlakuaan yang tidak menyenangkan, ejekan, sindiran dll)?

  19. Jika pernah(soal no.11), seperti apa sajakah bentuk-bentuk stigma, baik bentuk verbal maupun non-verbal yang pernah diterima?

  III. DISKRIMINASI 20.

  Ketika di desa ini mengadakan kegiatan/acara (misalnya:lomba Agustusan) atau kegiatan lainnya, akankah keluarga bapak/ibu ikut/diikutsertakan dalam acara tersebut?

  21. Ketika keluarga bapak/ibu mengalami musibah seperti ada anggota keluarganya yang meninggal dunia, sakit, kecelakaan dan lain sebagainya, bentuk bantuan apa yang diberikan masyarakat pada keluarga bapak/ibu?

  22. Ketika keluarga bapak/ibu sedang mempunyai hajatan, membangun rumah, panen dan lain sebagainya, bentuk bantuan apa yang diberikan oleh masyarakat pada keluarga bapak/ibu? 23. Ketika ada PEMILU atau PILKADA, apakah keluarga ibu yang mengalami retardasi mental diikutsertakan dalam pemilihan/didaftarkan dalam DPT(Daftar Pemilih Tetap)? 24. Pernahkah, keluarga ibu yang mengalami retardasi mental mendapat tawaran pekerjaan dari tetangga(misalnya: mencari rumput, mencangkul disawah, membantu saat masa panen dll)? 25. Pernahkah, anggota keluarga bapak/ibu ditolak dalam melamar pekerjaan, dengan alasan keluarga bapak/ibu dari Desa Sidoharjo/ karena mengalami keterbelakangan mental?

  IV. RESPON 26.

  Bagaimana respon/reaksi bapak/ibu jika, keluarga bapak/ibu yang mengalami keterbelakangan mental tersebut menerima stigma baik bentuk verbal maupun non-verbal dari orang lain? 27. Bagaimana respon/reaksi bapak/ibu jika, keluarga bapak/ibu yang mengalami keterbelakangan mental tersebut menerima perlakuan diskriminatif(perbedaan perlakuan) dalam bidang sosial, politik maupun ekonomi?

  28. Bagaimana respon/reaksi bapak/ibu jika, mendengar orang menyebutkan Desa Sidoharjo sebagai “Kampung Idiot”?

PEDOMAN WAWANCARA

  Untuk: Tokoh Masyarakat (formal maupun informal) I.

  IDENTITAS DIRI 1. :

  Nama 2. :

  Alamat 3. :

  Usia 4. :

  Jenis Kelamin 5. :

  Jabatan di Desa 6. :

  Pekerjaan 7. Riwayat Pendidikan : 8. Apa bapak/ibu orang asli atau pendatang di Desa Sidoharjo ini? 9. Apa alasan bapak/ibu tinggal di desa ini? 10.

  Kenapa memilih untuk tetap bertahan tinggal di desa ini (kenapa tidak pindah ke desa lain)?

  11. Bagaimana relasi bapak/ibu dengan masyarakat, khususnya dengan orang-orang yang berkebutuhan khusus di desa ini?

  12. Apa keuntungan bapak/ibu tinggal di desa ini (dengan stigma sebagai “Kampung Idiot”)?

13. Apa kerugian bapak/ibu tinggal di desa ini (dengan stigma sebagai

  “Kampung Idiot”)? 14. Bagaimana bapak/ibu memaknai dirinya sebagai warga masyarakat sekaligus sebagai tokoh masyarakat Desa Sidoharjo/”Kampung

  Idiot” ini?

  II. STIGMATISASI

  Retardasi

  15. yang bapak/ibu ketahui tentang Apa

  Mental

  /keterbelakangan mental? 16. Apa yang bapak/ibu ketahui tentang label Desa Sidoharjo sebagai

  “Kampung Idiot”? Dan bagaimana pendapat bapak/ibu tentang label/julukan tersebut?

  17. Ketika bapak/ibu bertemu dengan orang lain diluar kampung ini, bagaimana orang diluar kampung ini memandang desa bapak/ibu?

18. Ketika bapak/ibu berhubungan dengan masyarakat luar Desa

  Sidoharjo, bentuk stigma: baik bentuk verbal maupun non-verbal (misalnya: perlakuaan yang tidak menyenangkan, ejekan, sindiran dll) apa yang pernah bapak/ibu terimaterhadap warga masyarakat Desa Sidoharjo?

  III. DISKRIMINASI 19.

  Ketika di desa ini mengadakankegiatan/acara (misalnya:lomba Agustusan, perayaaan hari-hari besar dll) apakah juga melibatkan warganya mengalami keterbelakangan mental?

  20. Apa peran bapak dalam acara/kegiatan tersebut(soal no.11) misalnya: ikut dalam kepanitiaan dan mengurus segala keperluan dan kebutuhannya, sebagai partisipan dalam acara tersebut, hanya sebagai penonton/orang yang menikmati acara tersebut dan atau lain sebagainya? 21. Ketika ada salah satu warga yang retardasi mentalmengalami musibah seperti ada anggota keluarganya yang sakit, meninggal dunia atau kecelakaan, apa yang bapak/ibu lakukan sebagai tokoh masyarakat disini?

  22. (retardasi mental)sedang Ketika ada salah satu keluarga mempunyai hajatan, apa yang bapak/ibu lakukan sebagai tokoh masyarakat disini? 23.

  Ketika ada PEMILU atau PILKADA, apakah warga desa yang mengalami keterbelakangan mental tetap di ikutsertakan dalam DPT(Daftar Pemilih Tetap) seperti misalnya: pemilihan kepala desa, pemilihan kepada daerah dan lain sebagainya?

  24. Ketika bapak/ibu sedang mengadakan pertemuan/rapat bersama kepala-kepada desa lainnya/aparatur pemerintahan mengenai suatu kebijakan tertentu terhadap daerah, pernahkan desa bapak/ibu menerima suatu perlakuan yang kurang menyenangkan dari orang lain?

  25. Jika pernah(soal no.17), seperti apakah bentuk perlakuan yang pernah diterima oleh bapak/ibu?

  IV. RESPON

  26. Bagaimana tanggapan/penilaian bapak/ibu terhadap warganya yang mengalami keterbelakangan mental/retardasi mental, dilihat dari beberapa aspek seperti:

  a. Aspek Ekonomi, misalnya pekerjaan?

  b. Aspek Sosial, misalnya interaksinya dengan masyarakat lain, seperti hari raya idhul fitri dan idhul adha, keikutsertaan dalam kegiatan di desa?

  c. Aspek Politik, misalnya hak politik(pemilu)?

  20. Bagaimana respon/reaksi bapak/ibu jika melihat warganya yang keterbelakangan mental tersebut mendapat perlakuan diskriminatif(perbedaan perlakuan) dan stigma baik verbal maupun non-verbal dari orang lain?

  21. Bagaimana respon/reaksi bapak/ibu, jika mendengar masyarakat lain m enjuluki Desa Sidoharjo dengan “Kampung Idiot”?

  22. Bagaimana bapak/ibu sendiri sebagai tokoh masyarakat di desa ini memperlakukan warganya yang mengalami keterbelakngan mental?

  23. Kemudian, menurut bapak/ibu solusi apa yang harus dilakukan mengenai permasalahan yang dialami oleh warganya ini?

  Lampiran II

TRANSKRIP WAWANCARA

  Kategori :Tokoh Masyarakat Tanggal/Waktu interview :2 Oktober 2015/Pukul 15:45 WIB. Kode Informan :ME Kode Interviewer :MAD I.

IDENTITAS DIRI

  1. :MAD Nama (Inisial)

  2. :Dukuh Gupah Warak, Desa Krebet Alamat

  RT.03/RW.05 3. :30 Tahun

  Usia 4. :Laki-laki

  Jenis Kelamin 5. :Sekretaris Desa/Carek

  Jabatan di Desa 6. :Petani

  Pekerjaan 7. Riwayat Pendidikan :- SD MI Krebet

  SMP Negeri 1 Jambon

  • SMK Negeri 1 Jenangan Ponorogo -
  • Hasil Observasi

  Universitas Merdeka Ponorogo

  Kondisi tempat wawancara Wawancara dilakukan di balai Desa Sidoharjo. Karena sebelumnya saya temui di rumahnya, saya hanya bertemui istri dan anak beliau, dan menurut istri beliau disuruh langsung menemuinya di balai desa. Dibalai desa tidak ada kesibukan yang berarti, hanya ada beberapa pegawai yang sedang mengerjakan sesuatu. Akhirnya saya dan informan wawancara di ruang tamu, kondisinya sepi dan wawancara berlangsung sangat kondusif.

  Keadaan Informan secara umum Informan adalah salah satu tokoh masyarakat, dengan jabatan sebagai sekretaris desa atau carek. Beliau orangnya sangat terbuka, ramah dan sangat komunikatif. Perilaku Informan secara umum pada Wawancara berlangsung sangat lancar saat interview dan informan juga sangat komunikatif, karena sebelumnya saya sudah beberapa kali bertemu beliau pada waktu penusunan proposal skripsi semester lalu. Sehingga beliau saya jadikan salah satu informan kunci dalam penelitian ini.

II. STIGMATISASI

  Retardasi

  ME yang bapak ketahui tentang “Apa

  Mental

  /keterbelakangan mental?” MAD

  “ emmm..dadi kulo mbedakne niku enek mental kaleh jiwa, nek jiwa niku ke secara mental niku ke normal, karna beban kehidupan dadi perilakune rodok aneh, niku mental nek ku ngarani, ehh gangguan jiwa, nek gangguan mental, niku kulo nganggepe sejak lahir, sejak lahir punya kelainan kebatinan, mulai lahir punya tenger-tenger rodok aneh bedo karo liyani, iku tak arani keterbelakangan mental. Sing lahir normal karena beban kehidupan perilaku radak aneh saya nganggepnya jiwa, dua- duanya ditangani dan dikelompokkan secara beda. ME

  “Apa yang bapak ketahui tentang label Desa Sidoharjo sebagai “Kampung Idiot”? Dan bagaimana pendapat bapak tentang label/julukan tersebut?”

  MAD “Sejarah penyebutan kampong idiot niku..temen-temen media yang menggulirkan, dulu sebelum ada terbukaan informasi temen- temen media merasa mereka dibungkam untuk menyuarakan keadaan disini, akhirnya secara informasi kebebasan pers dijamin, mereka merasa bahwa dunia berhutang kepada sidoharjo, mereka hutang..hutang atas informasi yang dulunya terbungkam, sehingga ada sedikit dendam di hati temen-temen media itu untuk menyuarakan desa sidoharjo, dulu masih krebet sehingga mereka membuat sesuatu sing ini nanti harus mendapat perhatian, akhirnya muncul penyebutan kampong idiot, nek mboten diarani kampong ngoten kesannya kurang menohok, kurang.kurang menarik, sehingga mereka membuat istilah kampong idiot, kompak ndilalah ki media elektronik nyebute nggeh ngoten, media cetak nyebute nggeh ngoten, akhirnya tujuan mereka terlaksana, ini sudah terekspost sesuai harapan mereka sejak dulu, sejak sebelum kebebasan pers keadaan disini harus diketahui dunia. Dulu kan ada disensor-sensor sekarang kan mboten, sebenarnya gitu pengistilahan karna mereka meng istilahkan dendam juga, neng iki wes wayah e dibuka”.

  ME “Ketika bapak bertemu dengan orang lain diluar kampung ini, bagaimana orang diluar kampung ini memandang desa bapak?”

  MAD “Nggeh dari penyebutan kampong itu, kampong idiot itu banyak orang-orang diluar yang salah menafsirkan, jenenge kampong idiot niku pikiranne sekampung itu idiot semua, geser niate awal niku, sekampung idiot semua, gak tau yang sebenarnya. Penafsiran pembaca lain, seolah-olah disini sekampung idiot semua, emm kalau diambil sisi positifnya ok akhirnya seluruh dunia jadi tahu keadan disini. Tapi, sisi negatifnya mereka menjustifikasi tanpa mengklarifikasinya. Dianggep sak kampong ngono kabeh, terus emm seolah-olah kami tutup mata, banyak yang nganggep gitu, iki mestine wes suwi la wong wes tuwek- tuwek, sebenarnya gak demikian, kami berupaya, syukur bagi mereka yang tahu kemudian kesini tersentuh hatinya untuk kesini, pengen tahu dan akhirnya mereka tahu keadaan sebenarnya. Bagi yang tidak mau kesini terus mereka Tanya dan meneruskan berita itu, ke temennya ke orang lain, berita semakn tidak jelas, ditambahi dikurangi(sambil tertawa)”. ME

  “Ketika bapak berhubungan dengan masyarakat luar Desa Sidoharjo, bentuk stigma: baik bentuk verbal maupun non-verbal (misalnya: perlakuaan yang tidak menyenangkan, ejekan, sindiran dll) apa yang pernah bapak terima terhadap warga masyarakat Desa Sidoharjo?”

  MAD “Biasane kaleh masyarakat, nek kaleh kul mboten wani. Tapi, riyen sebelum saya kerja disini, sering..sering, nek akhir-akhir ini tak tanggepi santai mawon. Nek jaman riyen pas desa nii dereng pisah kaleh krebet, begitu ngerti kulo ngoten nggeh pas sekolah teng kito, ngerti omahku krebet ngono, layak mendho(sambil ketawa) ngonten niku. Jane nggeh mboten mendho. Terus pomo aku rodok ngantuk ngono ke, nek nggojloki emm besok sarapan yang agak bergizi ya..(sambil ketawa). Biyen pas koncoku sekolah ke, lain sekolah..lain sekolah tapi sak angkaten ki, kulo teng SMKN Jenangan, nah niku SMA Badegan, niku sampek dijuluki Robet, Orang Krebet, semua temen-temen saya yang sekolah disitu, temen-temen disitu manggile Robet. Itu sebagai beban tersendiri Robet ini wes sak elek-elek e wong. Jane Orbet asline, Orang Krebet, orang-orang krebet lo ya orang medho lah.

  Nyek-nyek an, kesakitan nek nyang komunitas nongkronge cah- cah”. ME

  “Terus tanggapannya atau reaksi bapak bagaimana dengan julukan- julukan tersebut?”

  MAD “Nek kulo Pede mawon, karena saya nggak pernah belum ranking satu, dadi kulo nanggepine, terah wong krebet iki mendho, gek kulo sing paling mendho. Nek kulo wes sing paling mendho gek sampean luweh mendho songko aku berarti kon yooo…(sambil ketawa) saya nanggepine biasane ngoten, Krebet iku memang mendho dan saya yang paling mendho di Krebet”.

III. DISKRIMINASI

  ME “Ketika di desa ini mengadakan kegiatan/acara (misalnya:lomba Agustusan, perayaaan hari-hari besar dll) apakah juga melibatkan warganya mengalami keterbelakangan mental?”

  MAD “Kalau untuk acara-acara yang bersifat umum yaa welcome siapapun boleh ikut, boleh dating tidak membeda-bedakan, kalau acara khusus untuk mereka tidak ada, tapi kalau untuk acara umum welcome, nek untuk lomba-lomba aku yo ra tek nggatekne to,,melu opo ora, nek pas enek wayangan yo ernah mereka dilok, melu dilok. Melu nopo jenenge emmm jogged-joged niku biasa pernah ngerti kulo, nek lomba kulo mboten niteni mergine mriki lombane tidak terpusat satu desa satu kegiatan ngoten mboten, dukuh-dukuh ngadakne kegiatan secara terpisah. Dadose kulo dereng terlalu bias memonitor, kalau dijadwal disini dating jadwal disini dating ngoten, kulo mboten tek ngamati. Gak iso ngikuti kabeh. ME

  “Apa peran bapak dalam acara/kegiatan tersebut? misalnya: ikut dalam kepanitiaan dan mengurus segala keperluan dan kebutuhannya, sebagai partisipan dalam acara tersebut, hanya sebagai penonton/orang yang menikmati acara tersebut dan atau lain sebagainya?”

  MAD “Saya malah nunjuk panitia khusus, ya juga berdasarkan musyawarah. Kulo klumpukne tokoh-tokoh masyarakat niku, terutama perangkat kaleh ketua RT kaleh tokoh-tokoh yang lain niku diklumpukne dijelasne bahwa ada, arep enek kegiatan ngeten monggo sinten sing ajeng ngelola, msyawarah lahh, setelah musyawarak kulo kantun nerbetne SK”.

  ME “Ketika ada salah satu warga yang retardasi mental mengalami musibah seperti ada anggota keluarganya yang sakit, meninggal dunia atau kecelakaan, apa yang bapak lakukan sebagai tokoh masyarakat disini?”

  MAD “Sama, sama dengan yang lain. Malah justru banyak yang memperhatikan soale dari keluargane kan yo ngono keadaanne,.

  Nek sakit yoo sering dijenguk, kemarin niku ada digowo nek rumah sakit, gangguan jiwa tapi, iyaa kita bawa kesana, dan seluruh biayanya disuwonne teng Dinas Kesehatan, terus biaya yang lain-lain, wira-wirine keluarga ditanggung, dicukupi Pemerintah Desa. Terus pendampingan wonten, kulo ngutus kaur kesra untuk mendampingi sampek sembuh, dan alhamdulilah sudah sembuh. Iya iya saya ikut ngurusi itu, tapi ya gak harus wira-wiri ke rumah sakit terus, kan punya anak buah. Sak kobere ya ke Sidowayah, tapi kan yo ngeten nek eneng keluhan pasti enek sing lapor. Tapi nek mung ngurusi ngono tok malah gak mlaku, kulo wonten orang-orang khusus yang dekat dengan mereka, dados slamet pumpone kaleh punari(orang yang menderita keterbelakangan mental), saya mempercayakan dua orang untuk ngurusi mereka, jadi sebelum bahan makananya habis mereka lapor dadi mriki kulo nggolekne, slamet loro pak, o iyoo nggolekne bidan. Ngoten niku dadi mboten gek kulo mbendino lono, malah ora kecak an. Dadi ada orang-orang yang saya percayakan celak mriki”. ME

  “Ketika ada salah satu keluarga(retardasimental)sedang mempunyai hajatan, apa yang bapak lakukan sebagai tokoh masyarakat disini?”

  MAD “Nek diundang yo nggeh, nek ora yo gak. Paling mantu, sunatan ngonten niku, nek mboten diundang tapi nyang yo koyok kesripahan ngono kui yon yang”.

  ME “Ketika ada PEMILU atau PILKADA, apakah warga desa yang mengalami keterbelakangan mental tetap di ikutsertakan dalam DPT(Daftar Pemilih Tetap) seperti misalnya: pemilihan kepala desa, pemilihan kepada daerah dan lain sebagainya?” MAD “Masuk, malah menjadi perhatian utama, karna itu pasti disorot.

  Terus mereka mempunyai hak yang sama, walaupun toh nantinya mereka itu berkenan atau tidak, yoo sebisa mungkin mereka diajak menyalurkan suaranya. Tapi, sing utama mereka harus masuk dulu, hak mereka harus terpenuhi. Walaupun kadang niku yo dilematis, dilematis se ngeten, sebagian dari mereka tidak punya identidas sing pas, meniko sangat maklum karna biasa secara ngeten dinalar ngoten sebagian besar sing bapak, ibuk e sing punya putra ngoten mboten ndang didamelne surat kelahiran akhirnya, mereka lahir kapan niku kita tidak punya data yang pasti. Tapi berusaha sebisa mungkin mereka harus masuk DPT, yang sudah menjadi hak mereka. Kalau untuk pendampingan dari KPU, pernah enten..pernah enten menggunakan suarana nggeh wonten sing didampingi keluarganya. Kalau saya mgajak ndampingi mboten nate. Tapi kita sosialisasikan umum aja, bahwa semua orang yang punya hak pilih mbok niu berkebutuhan khusus, utawi mboten niku dijak ayo-ayo menggunakan hak pilihnya, nek enten sing kesulitan menyalurkan, dimohon untuk melaporkan ke KKPS, untuk dibantu. Kalau perlakuan khusus untuk mereka ya, nek ngurusi sing berkebutuhan saja yo ra rampung. Sing penting kita tidak mendiskriminasi hak mereka saya rasa itu sudah cukup. Pomone mereka tidak bias mendatangi KPS, terus dari keluarganya itu menghendaki kami untuk mendekat memberi kesempatan untuk ke rumah tak roso yo temen-temen gak keberatan. Intinya kami tidak membedakan mereka punya hak yang sama. Tapi nek kulo ajak-ajak, ayo nyoblos malah berbahaya. Yaa..jenenge kulo figure public niku, kula anggepane cedhek karo calon A cedhek karo calon B. Aji mumpung iki wong sing ra jowo diajak I karo pak carek iki, dijak nyoblos iki kan yo ngoten. Njagani niku”. ME

  “Ketika bapak sedang mengadakan pertemuan/rapat bersama kepala-kepada desa lainnya/aparatur pemerintahan mengenai suatu kebijakan tertentu terhadap daerah, pernahkan desa bapak menerima suatu perlakuan yang kurang menyenangkan dari orang lain?”

  MAD “Nek sing kulon Kecamatan Jambon, roto-roto mereka tidak memandang buruk, mereka memandang beratnya tugas pemerintah desa ngoten, mereka memandang beratnya pemerintah desa, desa lain tidak terbebani dengan orang idiot, yang special mriki kaleh krebet. Terutama mriki karena down syndromnya paling banyak. Mereka malah bersimpati, tapi nek di daerah- daerah agak jauh karena rata-rata mereka tahunya dari media yang sudah lain lagi. Sidoharjoo iki anggepi kampong sing terrrbeelaakaanggg ngoten(sambil ketawa), dadi di lingkungan Kecamatan Jambon, mereka tahu dengan beban, beban pemerintah desa untuk mengatasi hal itu, secara prestasi Desa Sidoharjo tidak kalah dengan desa-desa lain di sekitar kecamatan

  Jambon, jadi mereka justru simpati. Tapi kalau untuk masalah- masalah seperti ini tidak pernah saya buka di forum, karena kasian nanti menunggu kasus saya, biasanya setelah forum selesai saya langsung bertemu dengan pimpinan rapatnya langsung, jadi langsung ada solusinya. Dinas social umpamane, langsung ke kepala, saya punya warga iki-iki iki butuhe ngeten njenengan saged usahakne opo gak? Langsung ditanggepi positif, tapi yo gak secepat jawapane(sambil ketawa)

IV. RESPON/REAKSI

  ME “Bagaimana tanggapan/penilaian bapak terhadap warganya yang mengalami keterbelakangan mental/retardasi mental, dilihat dari aspek ekonomi, misalnya pekerjaan?

  MAD “Sebagian besar niku buruh tani, sebagian besar dari ekonomi miskin, walaupun ada sing ibuk e TKI, dadi nek dianggap miskin mboten lah nek TKI niku miskin yo sedang ngono ae. Tapi yo sebagian besar miskin. Yang bisa kerja ya kerja, masyarakat nggeh pun biasa. Niku Bagong(salah satu nama penyandang Retardasi Mental), ada tiga bagong sing semuanya pekerja teng mriki. Bagong sing mriki niku biasane sadean godong jati, nek pas kesulitan godong jati, regane murah soko pasar mesti mampir rene(ke balai desa), critooo..critoo ngono kui yo disangoni karo cah-cah, dijak ngopi lah(sambil ketawa) niku sing Bagong mriki sing tukang adol godong. Bagong sing Klitik kaleh Bagong sing Sidowayah niku nek dikongkon macul jan macule sae mbak niku karo wong biasa ngono menurut kulo apik niku. Mereka juga punya jiwa social juga, mboh iku diniati mbantu nopo diniati hobi macul nggeh duko nek mboten pas di kongkon wong ngoten rumongso longgar ngoten ngerti tonggone macul ngewangi ngono ae. Saya promosi itu sebagai bentuk kepedulian mereka untuk membantu tetangga, lha wong koyo ngene ae…. Ngoten. Iyo dibayar,,ora dikongkon rithek yo tetep dibayar”.

  ME “Tapi sing mboten purun nyambut damel wonten pak?”

  MAD “Nggeh wonten. Tapi yo sing tukang njalok yo eneng mriki, niki sing repot. Opo maneh wong sing ra tau eroh, sing rumongso asing bagi dia. Pas mriki terus mriki enteng tamu yo mesti kabeh disuwuni. Ngeten(sambil mengadahkan kedua tangan) karo mesam- mesem ngoten(sambil tertawa)”.

  ME “Bagaimana tanggapan/penilaian bapak terhadap warganya yang mengalami keterbelakangan mental/retardasi mental, dilihat dari aspek sosial, misalnya interaksinya dengan masyarakat lain, seperti hari raya idhul fitri dan idhul adha, keikutsertaan dalam kegiatan di desa?

  MAD “Masyrakate yo biasa, yo bedane ngeten nek wong podo normale omong sok serius nek wong koyo ngono iku sebagian besar yang dibicarakan guyon, bedane niku. Koyo pamane neng cakruk ngono ya(handphone pak carek berdering, saya pun mempersilahkan untuk mengangkat teleponnya terlebih dahulu), selang beberapa menitpun beliau melanjutkannya kembali.

  ME “Nek lebaran nggeh silaturahmi pak?”

  MAD “Iya mereka nggeh bersilaturahmi, beasane nggeh tonggone sing cedek-cedek kono ae, gak sampek teng griyo kulo, griyo kulo kan Krebet. Mriki nggone pak wo ngono mesti, podo rene pak koyo Bagong ngono? Rene, nek urung cethok kulo yo rene sesok e neh, ngono ( sambil ketawa).”

  ME “Bagaimana tanggapan/penilaian bapak terhadap warganya yang mengalami keterbelakangan mental/retardasi mental, dilihat dari aspek politik, misalnya hak politik(pemilu)?”

  MAD “Nek menurut saya, sing penting mereka terakomodir haknya, dan menurut saya, mereka tidak perlu dipaksa menggunakan hak pilihnya, dadi ben bebas soale opo..hemmm bayangne mikir PILKADA iki aku yo ra cetho nek bayangne engko sing arep di coblos sing endi. Sing penting mereka pertama masuk DPT, jadi mereka punya hak untuk itu. Sing kedua nek kancane gruduk- gruduk nyang TPS mereka….jadi punya hak juga untuk gruduk- gruduk nyang TPS. Perkoro sing di coblos opo sing penting melu ngoten mawon. Tapi nek ora kerso melu..yoo mboten kulo ayo- ayo, maksud e mboten kulo pekso, artine sing penting hak mereka tidak terlewatkan ngoten mawon. Anggape iku hak mboten kewajiban, benten kaleh wong normal iso nyobls gak iso nyoblos kulo lok-lok ne biasane, tak anggep iku wong sombong. Biasane wong normal gak nyoblos iki alasane, aaa..wes nyoblas-nyoblos iku pok ae paling yo ra maleh. Aaa iku wong sombong iku.

  Mereka merasa semua calon iku jelek, dadi dia sendiri…nek wong berkebutuhan khusus yo terutama hak mereka, hak pilih mereka jo sampek klewat, perkoro engko pengen ngenggo gak pengen ngenggo gak usah dipekso, pengen ngenggo yo..emm intine paling mung pengen awur kancane niku, opo yo enek wong idiot mikire aku tak pengen bupati iki yo ra cetho kiro-kiro, ben nasibku malih yo ra mungkin.”

  ME “Bagaimana respon/reaksi bapak jika melihat warganya yang keterbelakangan mental tersebut mendapat perlakuan diskriminatif(perbedaan perlakuan) dan stigma baik verbal maupun non- verbal dari orang lain?”

  MAD “Sing kerep kulo eroh i nggeh diusir niku wau umpamane, neng rejan-rejan ngono kae nyedek ngono kui dikon ngaleh. Dadi biasne langsung tak jak omong, kuncinya saya ingin menularkan rasa empati bahwa, mereka sama dengan kita, mereka punya kebutuhan yang sama dengan kita, artinya butuh e bukan hanya mangan kaleh ngombe, tapi yo butuh awor konco, butuh diregani niku. Aku langsung omong: Selama ora ngganggu ora sah dikon ngaleh, kui yo podho menungsane yo mung butuh awor kancane, untunge sing ngono kok dudu dulur e awak e dewe. Nek dikonokne sing durung dong, untunge kok ora koe sing ngono, lha lak yo wes jeru nek ngono kui. Nek sing dadi ngono kui awakmu ngono terus..(sambil ketawa). Dadi penekanan yang pertama bahwa mereka sama dengan kita sama sebagai manusia mempunyai kebutuhan sosialisasi yang sama. Nek ngono sek durung empan , untunge iku dudu batihmu ora mbebani awakmu. Biasane yo acara mantenan, kumpul-kumpul ngono kui umpamane reg kan”. ME

  “Bagaimana respon/reaksi bapak, jika mendengar masyarakat lain m enjuluki Desa Sidoharjo dengan “Kampung Idiot”?” MAD

  “Saya gak masalah mereka mengistilahkan kampong idiot, tapi yang penting mereka tahu kondisi sebenarnya. Mereka tetap menyebutnya kampong idiot pun gak masalah. Enjing wau nggeh wonten, enjing wau dari IKIP Madiun. Saya tidak keberatan disebut kampong idiot, tapi saya punya permintaan mereka harus paham kondisi desa yang mereka sebut kampong didiot itu, jadi walaupun penyebutnya kampong idiot tapi, gambaran mereka sudah lain dari sebelum kesini dan sesudah kesini, yang dimaksud kampong idiot ini bukane sak kuampung idiot niu mboten naming karna sak deso niu sing keterbelakangan mental niku rodok akeh moko dijuluki kampong idiot. Yo owes katakanlah kampong rambutan gak mungkin to sak kampong rambutan kabeh, artinya dikampung itu rambutannya banyak ngoten, yang saya tekankan niku. Nek istilah kampong idiot tetep dipakai nggeh monggo. Sing penting dunia tahu bahwa yang dimaksud kampong idiot niku seperti ini. ME

  “Pernah wonten sebutan napa pak?” MAD

  “Pernah ada yang menyebut nah iki sak kampong idiot kabeh? Aku yo omong, loh nggeh akulo niki nggeh idiot, aku yo ngono(sambil ketawa), pas acara baksos waktu itu, langsung meneng cep wonge. Artinya mereka nggak berpikir. Dari situ mereka sudah sadar bahwa mereka salah. Artinya bahwa yang keterbelakangan itu jumlahnya banyak disbanding desa lain ngoten. Mboten kok sebagian idiot mboten, apalagi kok semuanya idiot. Jadi cukup kulo jawab kulo nggeh idiot. Kados sing wau jaman kulo sekolah niku. Wong krebet iku mendho-mendho lo nggeh, saya yang paling mendho. Selesai nyatane kulo ranking siji terus, arep omong opo neh ngoten. Sebenernya niku motivasi bagi saya, jaman sekolah riyen, kulo pun kadung diarani wong krebet niku mendho-mendho menjadi motivasi bahwa saya ingin mereka tahu bahwa saya bias lebih dari mereka. Nek coro kulo mboten dilok-lok ne niku kiro-kiro kulo tidak bisa seperti itu.

  Motivasi saya menjadi besar(sambil tertawa).” ME

  “Bagaimana bapak sendiri sebagai tokoh masyarakat di desa ini memperlakukan warganya yang mengalami keterbelakngan mental?”

  MAD “Secara umum diperlakukan sama, untuk hal-hal tertentu mereka diperlakukan istimewa memang, karna yaaa namanya berkebutuhan khusus, jadi ada hal-hal tertentu yang perlu penanganan khusus. Koyo conto umpamane ada lembaga- lembaga yang ingin..ada kegiatan social umpamane mereka saya utamakan, pampane sasaranne keluarga miskin ngono ya, yang saya utamakan pertama kali ya keluarga miskin yang punya keluarga berkebutuhan khusus. Dadi podo-podo miskine sing tak disek ne meski sing punya keluarga berkebutuhan khusus. Kenapa begitu, karena secara beban podo-podi miskine ritek luweh abot sing ngopeni ngoten niku. Perlakuan khusus e ngoten niku. ME “Kemudian, menurut bapak solusi apa yang harus dilakukan mengenai permasalahan yang dialami oleh warganya ini?”

  MAD “Nek penyebab utamanya kulo dereng saged merumuskan, tapi nek factor-faktor yang mempengaruhi banyak factor-faktor yang mempengaruhi dari factor-faktor yang dianggep mempengaruhi niku akhirnya kami membuat kegiatan yang tujuan utamanya satu, ojo sampek tukulan anyar, ojo sampek ada tukulan baru sing ngoten niku. Yang kedua sing wes kadung ngoten niku yo diopeni sak apik-apik e, di berdayakan semampunya. Di berdayakan semampunya ke contho pamane adus dewe gak iso ngono, iso o di belajari adus dewe itu kan wes lumayan pemberdaya an mengurangi beban para keluarga, pomone mau ne maem di dulang dilatehlah ampriye iso maem dewe ora ketang morat-marit disek(sambil tertawa). Sulit mbak kulo riyen ada pelatihan ngoten niku, dari Dinas Sosial itu membentuk.. riyen niku wonten rumah kasih sayang, perangkat nggeh terlibat, mboten kok ngurusi ngoten niku mawon, artine yo membentuk kader-kader khusus. mbedakne sabun cuci kaleh sabun mandi mawon suwii nekngenalne niku mawo n, antara ne sampu kaleh… itu juga gak mudah. Yo enek sing akire bisa, banyak sing akhire nganggur. Tapi terus, penting sing wes kadung niku yo.. emm setidaknya ada level peningkatan lah, timbang membebani keluarganya. Terus ojo sampek muncul anyar.”

  ME “Terus solusinya menurut bapak apa?”

  MAD “Salah satu sing dianggap mempengaruhi niku asupan yodium, asupan yodium rendah mempengaruhi niku. Niku…alhamdulilah pemerintah propinsi welcome, dua tahun niki asupan yodium daerah Sidoharjo terpenuhi mulai tahun 2014 2015 niki, pun di cukupi pemerintah propinsi. Terus sing kedua asupan gizi bagi ibu hamil, menyusui dan balita niku sing disinyalir berpengaruh. Dadi ajakan niku, sosialisasi niku ibu hamil, ibu menyusui dan balita itu butuh asupan gizi yang baik. Perlu diketahui mbiyen niku akeh wong ngandut niku sing tarak poso mutih ngoten niku, bar babaran nggeh ngoten niku tarak ….niku nggeh berpengaruh asupan gizi bayi. Alon- alon niku nggeh dirubah”.

  ME “Awalnya kejadian niki tahun berapa pak?” MAD

  “Nek awale niku delok umure sing paling sepuh niku.., pun lama jaman mbah kulo sek dadi modin, nek keputusane pemerintah kabupaten niku dimulai sejak jaman tikus, taun ne pinten ya..tujuh puluh tahun yang lalu kro-kiro. Riyen kan hama tikus meraja lela sehingga larang pangan. Nek delok dari umur mereka..umur niki nggeh umur perkiraan lo mbak, kan yo kulo atur ne wau, nek keluarga ngoten niku nek arep ngurus surat-surat identitas kan yo

  …kan langka umur-umure mereka yo perkiraan. Niku yo diperkirakan lahir jaman tikus, tapi yo gak semuanya, niki nggeh wonten usia sing arah-arah niku tujuh belas tahun nggeh wonten, arah-arah lo dilok biyen lahir barengane sopo ngoten. Dugaan sementara sing paling utama nggeh ..sing dugaan kuat penelitian nggeh niku yodium, kedua niku ngg eh asupan gizi”. ME

  “Niki kok tirose sumber airnya yang bermasalah gitu ya pak?” MAD “Nek wonten sumber air sing marahi idiot niku nggeh mboten, niku ke kandunganne yodium pertama ne nol, sing kedua enek sing mengatakan ada unsur-unsur mineral sing tidak baik, tapi sing niku tidak tertulis sing pernyataan ada unsur-unsur mineral yang tidak baik niku, sing resmi yo niku kandungan yodiumnya nol, maksud e nggeh sumur-sumur yang ada disini, mboten kok ada satu sumur yang kayak gitu, yaa air-air sumur yang dik onsumsi masyarakat sampek hari ini”. ME “Iya pak, saya juga pernah baca hasil penelitiannya itu.”

  MAD “Nek kulo tidak yakin sih niku, tidak yakine pripun, asupan mineral niku nek sak roh kulo, lha wong kulo niku ke wong tekhnik uduk wong kesehatan, itu malah yang banyak dibutuhkan dari makanan bukan dari minuman, dari minuman malah banyak indikasi nitrogen sing gak bisa dicerna tubuh, dadi dibuang karo air seni. Tapi nek dari gizi kulo yakin ada pengaruhnya nek dari gizi, wong ke nek neng kandungane kurang gizi, yo dadine koyo ngopo ngoten mawon lo. Niku saya yakin berpengaruh. Banyak hasil penelitian mriku niku sing bedo-bedo niku hanya beberapa yang saya yakini, karna tidak semua peneliti niku jujur, maksud kulo jujur banyak sing artine sing asline niku tidak interview, asline tidak meneliti mereka hanya mengumpulkan data-data wes disimpulne neng omah, banyak sing ngoten niku. Mungkin banyak yang baca-baca di internet ada yang mengatakan perkawinan sedarah, pengen roh aku buktine sing ngono kui enek ra. Kulo sering baca di internet perkawinan sedarah itu,. Y owes tok ne ae nek tertarik rene. Malah wau yo enten yang mempertanyakan itu, itu karna perkawinan sedarah. Niki enten kejadian maleh sing gangguan jiwa sing kulo critakne sampek digowo teng dokter bar niu kecelakaan, kecelakan dalam tanda kutip(“) ngandung suamine gak enek, iki ki selama ngandung, menyusui diopeni, dari dinas social nggeh turun tangan, dari dinas kesehatan nggeh turun tangan, kebutuhan gizinya diperhatikan dinas social, dari bidan nggeh sering, lahire nggeh pinter niku bocah e, sekolah nggeh pinter, TK nopo Playgroup ngoten lo.

  Enten meleh keterbelakangan mental Sidowayah, kasus sing kecelakan, gak mungkin dirabekne lha sopo sing gelem ngrabi kiro-kiro, tapi dilalah kok yo enek sing gelem ngumpuli, sak niki pun kelas kaleh SD, ndilalah nggeh pinter. Sampek hari ini saya masih meyakini bahwa, kebutuhan gizi niku pengaruh e agak besar, kontribusi untuk munculnya down syndrome besar. Terutama saya tekankan kehamilan, menyusuhi dan selama balita.

  Kulo sing paling getol kampanye untuk ASI, ASI eksklusif selama empat bulan sampai lima bulan, itu pengaruh soale jaman biyen urung sampek wayah e dikenal ne panganan dikenalne panganan, pisang dijemek ne. Enek sing sing sak keluarga iku sing normal mek ibu e tok sak iki wes ora enek, enek sing gangguan jiwa ibuk e wes ora enek, kebutuhan hidup e niku nggeh sing nangguh nggeh kula kaleh konco-konco. Enten maleh sing satu rumah niku bapak ibuk e normal, anak e pertama normal sing kedua yo wes rodok ketiga sampek kenam niku nggeh ngoten, y owes konco- konco sing nanggung”.

TRANSKRIP WAWANCARA

  Kategori :Tokoh Masyarakat Tanggal/Waktu interview :2 Oktober 2015/Pukul 16:21 WIB. Kode Informan :ME Kode Interviewer :INU I.

IDENTITAS DIRI

  1. :INU Nama (Inisial)

  2. :Dukuh Klitik, Desa Sidoharjo Alamat

  RT.01/RW.01 3.

  55 Tahun Usia

  4. :Laki-laki Jenis Kelamin

  5. :Mantan Lurah(Tokoh Masyarakat) Jabatan di Desa

  6. :Petani Pekerjaan 7.

  Riwayat Pendidikan :- SD Negeri 1 Krebet SMP Negeri 1 Badegan

  • Hasil Observasi

  Kondisi tempat wawancara Wawancara dilakukan di rumah informan, di ruang tamu dengan ruang tamu yang sangat luas. Keadaan rumah informan sangat sepi sehingga wawancara bisa dilakukan secara kondusif. Keadaan Informan secara umum Informan adalah salah satu tokoh masyarakat dan kepala desa pertama di

  Desa Sidoharjo tersebut. Namun, sekarang masa jabatannya sudah berakhir dan belum ada pemilihan kepala desa lagi. Perilaku Informan secara umum Wawancara pada awalnya berlangsung pada saat interview lancar dan informan juga sangat komunikatif, namun pada saat ditengah- tengah wawancara, informan mulai kurang nyaman dengan pertanyan-pertanyaan wawancara saya. Dirasa cukup dengan informasi yang saya dapat, akhirnya setelah tiga puluh menit wawancara berjalan serta waktu semakin sore, wawancara saya akhiri.

II. STIGMATISASI

  Retardasi

  ME yang bapak ketahui tentang “Apa

  Mental

  /keterbelakangan mental?”

  INU “ Wong-wong sing keterbelakangan mental niku ta mbak? Wong- wong keterbelakangan mental, sing jelas yo wong-wong sing ora iso mikir secara normal. Artine serba kendho, niku wong keterbelakangan mental, intine niku”.

  ME “Penyebab sebenarnya itu apa ya pak?”

  INU “Penyebab niku, nopo yo…dari kacamata wong-wong seje yo seje-seje. Wong-wong sing opo, wong sing njuruse neng kesehatan jare kurang, kekurangan yodium kuwi, tapi nek e soko kacamatane wong paranormal iku jare e soko keturunan, tapi koyo e yo ra mungkin, ora nek iku aku yakin ora gak.”

  ME “Awalnya itu tahun berapa pak?”

  INU “Mula ne ke tahun piro ya.. 62, 63 mbak mngkin. Biyen kan yo larang pangan mriki, seng jelas yo kekurangan gizi, itu dampak e nyang wong-wong hamil, wong-wong hamil dampak e kan yo akhir e ndue anak kan yon due keturunan ora mampu mikir secara normal kui maeng. Tapi sakik kok tak rasa wes ra pati eneng kok mbak”

  ME “Apa yang bapak ketahui tentang label Desa Sidoharjo sebagai “Kampung Idiot”? Dan bagaimana pendapat bapak tentang label/julukan tersebut?”

  INU “Yo ra masalah, nek coro kula yo ra masalah, nyapo kok ditutap- tutupi. Justru barang-barang sing ditutupi ngono kui ora iso anu ora iso nylesekne masalah. Nek ditutupi niku barang koyo ngono kok ditutup, terus akhire piye nek arep nylesaikan.”

  ME “Ketika bapak bertemu dengan orang lain diluar kampung ini, bagaimana orang diluar kampung ini memandang desa bapak?”

  INU “Yo pada dasarnya wong sak kecamatan ki ngerti mbak, kampong idiot kan yo jenenge deso key o ndue karep, memang seng njuluk ne kampong idiot deso iki dewe pemerintah desa dewe, supaya bab-bab iku ben tersebar luas, disebar luasne malahan, ora kok justru ditutup-tutupi. Nek wes disebar luasne kan yo akhir e enek wong-wong sing peduli, terutama pemerintah. Niku kan yo mesti enek kepedulian. Nek malah tak tutuptutupi yo malah…diarani kampong idiot yo selama onok deso iki, mau-maune nggeh mboten. Utawo iki nek diteliti tenan ngono sak jane karo opo yo karo kenyataan sing tertulis yo bedo adoh mbak. Kesanne rodok di gedhe-gedhek ne ngono. Berbuat untuk mendapatkan sesuatu lah, deso iki ndue karep ngoten niku, ngene iki nek aku wes leren wegah ngomong ngene iki. Mbiyen pas sek dadi lurah yo wegah ngomong ngene iki. Emang ngene-ngene meyakinkan. Berbuat untuk mendapatkan sesuatu demi kanggo masyarakat sing memang yo membutuhkan mergo nek ora tak ngonok ne sing jelas yo ra enek kepedulian, ora enek kepedulian soko pemerintah.Sak jane sing tercatat nek kono berapa ratus pomo no di cek tenan ngono yo separone ngono mboh eneng mboh ora. Memang yo tak gae memang yo digae kesepakatan karo yo warga neng kene memang nek kampong iki dienekne biar nek ngene piye..ngono, y owes ra masalah ngono. Kene anggarane sing jelas yo ora eneng anggaran sing pasti kango wong sing ngono kui, sebab e deso isone mong njalok. Nah iku sak durungo njalok iki wes enek suoro-suoro sing ngono kui kan enteng njaluk e. Sing jelas kuwi harapan ne. Yo ra bedho kaleh kampong-kampung nggene njenengan sakjane, nek masalah warga masalah masyarakat. Umpamane nggone neng kuto yo eneng wong sing goblok ngono kui yo eneng. Karna kita melakukan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu, yo akhir e enek sing nyebutne kampong gila, kampong idiot enek sing nyebut kampong nopo, koyo njenangan enek sing nyebut kampong gila, akhir e oleh pukesmas sing khusus ngurusi wong-wong sing stress, jane niko yo podho mawon sak deso niku kok yo ora stress kabeh utowo yo 30% ne nggeh mboten wonten, sami niku. Utowo pemerintah dewe wong saumpamane soko pemerintah kabupaten nopo daerah umpomo nek ken ewes kesebut kampong ngono kui pemerintah, pomo pemerintah kene ora iso nangani yo dinas social njalok rono kan yo enteng mawon ngoten lo asline ngoten niku(berusaha meyakinkan dan menekankan).” “Kan yo wong ke pandangane bedho-pedho kan yo mbak, enek sing mandang halah ngono kui paling kor yo digae-gae, eneng wong sing peduli memang opo yo tenan mbutekne terus rene ki karna yo ndelok didudoh ne, halah sampel le piro ngono ae, terus akhire nge I bantuan ngono yo eneng, tapi yo njenenge wong okeh iku yo memang bedho-bedho, bedho ni ke yo, okeh e karo jumlah e wong wi engke. Dadi andangan niku mboten sami. ”