10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
Agency Theory)
2.1.1 Teori Keagenan (
Teori agensi merupakan teori yang menggambarkan hubungan antara dua individuyang berbeda kepentingan yaitu principals dan agent. Principals merupakan pihak yang memiliki usaha atau pekerjaan yang kemudian mendelegasikan wewenang kepada pihak lain untuk menjalankan usaha atau pekerjaannya itu untuk meningkatkan kemakmuran principals melalui peningkatan nilai perusahaan. Sebagai imbalannya agent akan memperoleh gaji, bonus, dan berbagai kompensasi lain. Dalam struktur organisasi perusahaan,
principals adalah pemilik perusahaan atau pemegang saham dan agen adalah
manajemen perusahaan. Hubungan agensi merupakan suatu kontrak, dimana pihak prinsipal yang terdiri dari satu orang atau lebih mengadakan perjanjiandengan pihak agen. (Jensen dan Meackling, 1967 dalam Aiisiah 2012). Agen diberi wewenang oleh prinsipal untuk mendelegasikan pembuatan keputusan mengenai operasional perusahaan sehingga agen mempunyai banyak informasi dibandingkan dengan prinsipal. Dibutuhkan pihak ketiga yang independen sebagai mediator pada hubungan antara principal dan agent. Pihak ketiga ini berfungsi untuk memonitor perilaku manager apakah sudah bertindak sesuai keinginan principal.
Masalah keagenan akan muncul ketika terjadi konflik kepentingan antara
principals dan agent . Masing-masing pihak berusaha memaksimalkan
kepentingan pribadi. Principals menginginkan hasil akhir keputusan yang menghasilkan laba sebesar-besarnya atau peningkatan nilai investasi dalam perusahaan. Agent pun pasti memiliki kepentingan pribadi yang ingin dicapai yakni penerimaan kompensasi yang memadai atas kinerja yang dilakukan.
Principals menilai prestasi agent berdasarkan kemampuannya memperoleh laba.
Semakin tinggi jumlah laba yang dilakukan oleh manajemen (agent), principals akan memperoleh dividen yang semakin tinggi, maka agent dianggap berhasil atau berkinerja baik sehingga layak mendapat intensif yang tinggi. Agent pun memenuhi tuntutan principals agar mendapatkan kompensasi yang tinggi (Elqorni, 2009).
Auditor adalah pihak yang mampu menjembatani kepentingan pihak
principal (Shareholders) dengan pihak manajer (principal) dalam mengelola
keuangan perusahaan (Setiawan 2006, dalam Aiisiah 2102). Tugas auditor adalah memberikan opini atas kewajaran laporan keuangan perusahaan dan mempertimbangkan kelangsungan hidup suatu perusahaan (Januarti, 2011).
2.1.2 Opini Audit
Opini Audit merupakan pernyataan pendapat yang diberikan oleh auditor dalam menilai kewajaran penyajian laporan keuangan klien yang diauditnya.
Pengukuran variabel opini audit ini menggunakan variabel dummy. Sudarno dan Muttaqin, (2012) menyatakan bahwa opini audit merupakan pernyataan yang diberikan oleh auditor melalui beberapa tahap sehingga memberikan kesimpulan atas opininya melalui pelaporan keuangan yang telah diaudit. Lima macam opini yang dikeluarkan auditor (Mulyadi, 2011) : 1.
Pendapat wajar tanpa pengecualian (Unqualifed Opinion Report)
Dalam pendapat wajar tanpa pengecualian, auditor menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material sesuai dengan Prinsip Akuntansi Berterima Umum di Indonesia. Laporan audit yang berisi pendapat wajar tanpa pengecualian adalah laporan audit yang paling dibutuhkan semua pihak, baik oleh klien, pemakai informasi keuangan, maupun oleh auditor. Laporan keuangan dianggap menyajikan secara wajar posisi keuangan dan hasil usaha suatu organisasi, sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan, jika memenuhi kondisi berikut : a.
Standar Akuntansi Keuangan digunakan sebagai pedoman untuk menyusun laporan keuangan.
b.
Perubahan Standar Akuntansi Keuangan dari periode ke periode telah cukup dijelaskan.
c.
Informasi dalam catatannya yang mendukungnya telah di gambarkan dan dijelaskan dengan cukup dalam laporan keuangan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan.
2. Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan Bahasa penjelasan
(Unqualified Opinion Report with Explantory Language)
Saat keadaan tertentu, auditor menambahkan suatu paragraf penjelas (atau bahasa penjelas yang lain) dalam laporan audit, meskipun tidak mempengaruhi pendapat wajar tanpa pengecualian atas laporan keuangan yang diaudit. Paragraf penjelas dicantumkan setelah paragraf pendapat. Keadaan yang menjadi penyebab utama ditambahkannya suatu paragraf penjelas/ modifikasi kata-kata dalam laporan audit buku adalah : a.
Ketidak konsistenan Prinsip Akuntansi Berterima Umum.
b.
Auditor setuju dengan suatu penyimpangan dari prinsip akuntansi yang dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan.
c.
Penekanan atas suatu hal.
3. Pendapat wajar dengan pengecualian (Qualifed Opinion Report) a.
Lingkup audit yang dibatasi oleh klien.
b.
Auditor tidak dapat melaksanakan prosedur audit penting/ tidak dapat memperoleh informasi penting yang berbeda diluar kekuasaan klien maupun auditor.
c.
Laporan Keuangan tidak disusun sesuai dengn Standar Akuntansi Keuangan.
d.
Standar Akuntansi Keuangan yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan tidak diterapkan secara konsisten.
4. Pendapat tidak wajar (Adverse Opinion Report)
Pendapat tidak wajar merupakan kebalikan pendapat wajar tanpa pengecualian. Akuntan memberikan pendapat tidak wajar jika laporan keuangan klien tidak disusun berdasarkan prinsip akuntansi berterima umum sehingga tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas perusahaan klien. Auditor memberikan pendapat tidak wajar jika ia tidak dibatasi lingkup auditnya, sehingga ia dapat mengumpulkan bukti kompeten yang cukup untuk mendukung pendapatnya. Jika laporan keuangan diberi pendapat tidak wajar oleh auditor, maka informasi yang disajikan oleh klien dalam laporan keuangan sama sekali tidak dapat dipercaya, sehingga tidak dapat dipakai oleh pemakai informasi keuangan untuk pengambilan keputusan.
5. Tidak menyatakan pendapat (Disclaimer of Opinion Report)
Apabila auditor tidak memberikan pendapat atas laporan keuangan auditan, maka laporan audit ini disebut laporan tanpa pendapat (adverse opinion).
Kondisi yang menyebabkan audit tidak memberikan pendapat adalah : a.
Pembatasan yang luar biasa sifatnya terhadap lingkup audit.
b.
Auditor tidak independen dalam hubungannya dengan kliennya.
Perbedaan antara pernyataan tidak memberikan pendapat dengan pendapat tidak wajar yaitu, pendapat tidak wajar ini diberikan dalam keadaan auditor mengetahui adanya ketidak wajaran laporan keuangan klien, sedangkan auditor menyatakan tidak memberikan pendapat karena ia tidak cukup memperoleh bukti mengenai kewajaran laporan keuangan auditan atau karena tidak independen dalam hubungannya dengan klien.
2.1.3 Going concern
adalah kelangsungan hidup suatu entitas. Dengan adanya
Going concern going concern maka suatu entitas dianggap akan mampu mempertahankan
kegiatan usahanya dalam jangka panjang atau tidak akan dilikuidasi dalam jangka pendek. Suatu entitas dianggap going concern apabila perusahaan dapat melanjutkan operasinya dan memenuhi kewajibannya. (Irfana, 2012)
2.1.4 Opini Audit Going concern
Opini audit going concern merupakan opini yang dikeluarkan auditor dengan menambahkan paragraf penjelas mengenai pertimbangan auditor bahwa terdapat ketidakmampuan atau ketidakpastian signifikan atas kelangsungan hidup perusahaan dalam menjalankan operasinya pada masa mendatang (Muttaqin, 2012).
2.1.5 Reputasi Kantor Akuntan Publik
Reputasi kantor akuntan publik (KAP) sering digunakan sebagai salah satu faktor yang berpengaruh dalam mengukur kualitas audit. Reputasi dalam hal ini menunjuk pada besarnya ukuran KAP dilihat dari jumlah klien dan revenue yang dihasilkan KAP yang berskala besar apabila termasuk dalam the big four firm, sedangkan untuk KAP yang berskala kecil apabila tidak termasuk dalam the big (Saputri, 2012).
four firm
Choi et al. (2010) menyatakan bahwa KAP yang berukuran besar menghasilkan kualitas audit yang lebih baik dibandingkan dengan KAP yang berukuran kecil. KAP berukuran besar cenderung lebih independensi dalam mengungkapkan dan melaporkan keuangan yang dilakukan oleh klien. Hal tersebut menjadi perhatian auditor, karena apabila publik menemukan kecurangan perusahaan yang tidak diungkapkan oleh auditor, maka hal tersebut akan mengancam reputasi mereka.
Berdasarkan penelitian terdahulu, proksi yang digunakan dalam menilai reputasi Kantor Akuntan Publik adalah dengan menggunakan skala Kantor Akuntan Publik, Big-Four atau Non-Big-Four. Mc Kinley et al (1985) menyatakan ketika sebuah KAP mengklaim dirinya sebagai KAP besar seperti yang dilakukan oleh big four, maka mereka akan berusaha keras untuk menjaga nama besar tersebut dan berusaha menghindari tindakan-tindakan yang dapat menganggu nama besar mereka (Sari, 2012). Hasil penelitian Rahayu (2009), Junaidi dan Hartono (2010), Astuti dan Darsono (2012), juga Foroghi (2012), berhasil membuktikan bahwa reputasi auditor berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini going concern.
2.1.6 Disclosure
Disclosure adalah pengungkapan atau pemberian informasi oleh
perusahaan, baik yang positif maupun yang negatif, yang akan mempengaruhi atas suatu keputusan investasi. Disclosure dibutuhkan oleh para pengguna untuk lebih memahami informasi yang terkandung dalam laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan sumber informasi yang memungkinkan pihak pengguna untuk mengetahui kondisi suatu perusahaan.
Informasi yang didapat dari suatu laporan keuangan perusahaan tergantung pada tingkat pengungkapan (disclosure) dari laporan keuangan yang bersangkutan. Pengungkapan informasi dalam laporan keuangan dilakukan untuk melindungi hak pemegang saham yang cenderung terabaikan akibat terpisahnya pihak manajemen yang mengelola perusahaan dan pemegang saham yang memiliki modal. Semakin memadainya pengungkapan atas informasi laporan keuangan dapat mengurangi resiko integritas sehingga jika perusahaan mengungkapkan lebih sedikit informasi akuntansi cenderung menerima opini
unqualifed dari auditor eksternal (Junaidi dan Hartono, 2010).
Dahlan (2009) dalam Arsianto (2013), menyatakan bahwa pengungkapan
(disclosure ) yang disaimpaikan oleh perusahaan dapat dibagi menjadi dua macam
tipe, yaitu : 1.
Pengungkapan wajib (mandatory disclosure) merupakan pengungkapan minimum yang disyaratkan oleh standar akuntansi yang berlaku dimana jika perusahaan tidak bersedia untuk mengungkapkan informasi secara sukarela, pengungkapan wajib akan perusahaan untuk mengungkapkannya.
2. Pengungkapan sukarela (voluntary disclosure) merupakan pengungkapan butir-butir yang dilakukan secara sukarela oleh perusahaan tanpa diharuskan oleh peraturan yang berlaku.
Konsep pengungkapan yang digunakan (Dahlan, 2002 dalam Arsianto, 2013) yaitu : 1.
Adequate Disclosure (Pengungkapan cukup) Konsep ini perusahaan melakukan pengungkapan hanya untuk memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh institusi tertentu.
2. Fair Disclosure (Pengungkapan wajar) Dalam konsep ini perusahaan melakukan pengungkapan wajar, tidak terlalu detail tetapi tidak terlalu minim.
3. Full Disclosure (Pengungkapan penuh) Dalam konsep ini perusahaan mengungkapkan seluruh informasi yang berkaitan dengan laporan keuangannya yang menggambarkan keadaan perusahaan apa adanya. Informasi yang diberikan pada jenis ini biasanya bersifat detail dan substansial.
Tabel 2.1 Disclosure Items No Keterangan16. Uraian tentang pemegang saham dan presentase kepemilikannya.
Tata kelola perusahaan (Good Corporate Governance) 28. Tanggung jawab direksi atas laporan keuangan 29. Laporan keuangan tahunan yang telah diaudit 30. Tandatangan anggota direksi dan dewan komisaris 31. Informasi tentang tanggungjawab sosial dan lingkungan 32. Ringkasan statistik keuangan untuk 3 - 5 tahun 33. Informsai tentang penelitian dan pengembangan
26. Kebijakan dividendan tanggal serta jumlah dividen 27.
Aspek pemasaran atas produk dan jasa perusahaan antara lain strategi pemasaran dan pangsa pasar
24. Prospek usaha dari perusahaan 25.
Analisis kinerja keuangan yang mencakup perbandingan antara kinerja keuangan tahun yang bersangkutan dengan yang sebelumnya
22. Tinjauan operasi per segmen usaha 23.
21. Nama dan alamat anak perusahaan dan atau kantor cabang/ kantor perwakilan
18. Kronologis pencatatan saham dan perubahan jumlah saham dari awal pencatatan hingga akhir tahun buku serta nama bursa efek dimana saham perusahaan tersebut dicatatkan 19. Nama dan alamat lembaga dan atau profesi penunjang pasar modal 20. Penghargaan dan sertifikasi yang diterima perusahaan baik yang berskala nasional maupun internasional
17. Nama anak perusahaan dan perusahaan asosiasi, presentase kepemilikan saham, bidang usaha dan status operasi perusahan tersebut
Visi dan misi perusahaan 13. Nama, jabatan, dan riwayat hidup singkat anggota dewan komisaris 14. Nama, jabatan, dan riwayat hidup singkat anggota direksi 15. Jumlah karyawan, dan deskripsi pengembangan kompetensinya (missal: aspek pendidikan dan pelatihan karyawan yang telah dan akan dilakukan.
1. Ikhtisar dan keuangan penting 2.
11. Struktur organisasi dalam bentuk bagan 12.
Bidang dan kegiatan usaha perusahaan meliputi jenis produk dan atau jasa yang dihasilkan
Riwayat singkat perusahaan 10.
8. Nama dan alamat perusahaan 9.
7. Laporan direksi mengenai penerapan tata kelola perusahaan yang telah dilaksanakan perusahaan
Laporan direksi mengenai gambaran tentang prospek usaha.
5. Laporan direksi mengenai kinerja perusahaan 6.
4. Laporan dewan komisaris mengenai pandangan atas prospek usaha perusahaan yang disusun oleh direksi
Informasi harga saham tertinggi, terendah dan penutupan 3. Laporan dewan komisaris mengenai penilaian terhadap kinerja direksi mengenai pengelolaan perusahaan.
Sumber: Fitriani dan Dharma, 2007
2.1.7 Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan merupakan besar atau kecilnya suatu perusahaan dan merupakan suatu indikator yang dapat menunjukkan kondisi atau karakteristik suatu perusahaan. Ukuran perusahaan dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu besar atau kecil perusahaan besar lebih banyak menawarkan fee audit tinggi dari pada yang ditawarkan oleh perusahaan kecil. Dalam kaitannya mengenai kehilangan fee audit yang signifikan tersebut, sehingga auditor mungkin ragu untuk mengeluarkan opini going concern pada perusahaan besar. Mutchler (1985) menyatakan bahwa auditor lebih sering mengeluarkan opini audit going concern pada perusahaan kecil, karena auditor mempercayai bahwa perusahaan besar dapat menyelesaikan kesulitan-kesulitan keuangan yang dihadapinya dari pada perusahaan kecil (Warnida : 2011).
2.1.8 Likuiditas
Likuiditas adalah kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Pengertian lain adalah kemampuan seseorang atau perusahaan untuk memenuhi kewajiban atau utang yang segera harus dibayar dengan harta lancarnya, untuk mengukur ini biasanya digunakan angka rasio sebagai berikut : a.
Modal kerja Modal kerja merupakan selisih antara total aktiva dan utang lancar. Jumlah modal kerja yang dimiliki oleh perusahaan ini menjadi penelitian kreditor jangka pendek, karena angka ini menunjukkan jumlah aktiva yang dibelanjai dari sumber dana jangka pendek. Makin besar angka modal kerja, semakin besar pula tingkat proteksi kreditor jangka pendek, makin besar kepastian bahwa utang jangka pendek akan dilunasi tepat waktu (Prastowo Dwi, Juliaty Rifka : 2002). b.
Current Ratio
Current Ratio adalah elemen-elemen yang digunakan dalam perhitungan
modal kerja dapat dinyatakan dalam rasio, yang membandingkan antara total aktiva lancar dan hutang lancar (Prastowo Dwi, Juliaty Rifka : 2002). Aktiva lancar menggambarkan alat bayar dan asumsikan semua aktiva lancar benar-benar bisa digunakan untuk membayar. Sedangkan utang lancar menggambarkan yang harus dibayar dan asumsikan semua hutang lancar benar-benar harus dibayar (Prastowo Dwi, Juliaty Rifka : 2002).
c.
Acid-Test Ratio Pada rasio ini, pos persediaan dan persekot biaya dikeluarkan dari total aktiva lancar, dan hanya menyisakan pos-pos aktiva yang likuid saja yang akan dibagi dengan utang lancar (Prastowo Dwi, Juliaty Rifka : 2002), Quick Ratio dirancang untuk mengukur seberapa baik perusahaan dapat memenuhi kewajibannya, tanpa harus melikuidasi atau terlalu bergantung pada persediannya (Prastowo Dwi, Juliaty Rifka : 2002).
d.
Perputaran Piutang (Account Recievable Turnover) Rasio perputaran piutang ini biasanya digunakan dalam hubungannya dengan analisis terhadap modal kerja, karena memberikan ukuran kasar tentang seberapa cepat piutang perusahaan berputar menjadi kas (Prastowo Dwi, Juliaty Rifka : 2002).
Tabel 2.2 Penelitian TerdahuluVariabel Peneliti (Tahun)
Hasil Penelitian Dependen Independen
Munthahiroh Opini audit going Perkara pengadilan, Opini Audit tahun (2013) concern Audit client tenure, sebelumnya
Reputasi auditor, berpengaruh Ukuran perusahaan, positif terhadap
Disclosure, Opini pemberian opini
Audit tahun audit going sebelumnya, Audit concern.
lag
Perkara pengadilan, Audit
client tenure,
Reputasi auditor, Ukuran peusahaan,
Disclosure dan
Audit lag tidak berpengaruh terhadap pemberian opini audit going concern.
Mayadica Rossa Opini Audit going Reputasi KAP, Reputasi KAP, Arsianto concern Disclosure, Audit Disclosure tidak (2013) Ukuran berpengaruh
tenure,
perusahaan, Opini signifikan audit tahun terhadap sebelumnya penerimaan opini audit going
concern Audit tenure,
Ukuran perusahaan, Opini audit tahun sebelumnya berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit going
concern Variabel Peneliti (Tahun)
Hasil Penelitian Dependen Independen
Komang Opini audit going Reputasi auditor, Disclosure Anggita concern Disclosure, Audit berpengaruh Verdiana client tenure positif terhadap (2013) kemungkinan pengungkapan opini Reputasi auditor,
Audit client tenure
tidak berpengaruh terhadap kemungkinan pengungkapan opini audit going concern.
Junaidi dan Opini audit
Auditor-client Auditor-client
Hartono tenure, reputasi sebelumnya tenure, reputasi (2010) auditor, auditor, disclosure
disclosure, berpengaruh
ukuran signifikan perusahaan terhadap opini
going concern,
namun ukuran perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap opini
going cencern
2.2 Kerangka Pemikiran
Penelitian ini berusaha untuk menguji pengaruh reputasi KAP, disclosure, ukuran perusahaan dan likuiditas terhadap penerimaan opini audit going concern.
Kerangka pemikiran yang diajukan adalah sebagai berikut : Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
H2 (+) Reputasi KAP H3 (-) Disclosure
Penerimaan Opini Audit
Going concern
Ukuran Perusahaan
H4 (-)
Likuiditas
H5 (-)
2.3 Perumusan Hipotesis
2.3.1 Pengaruh Reputasi Kantor Akuntan Publik (KAP) terhadap opini audit going concern
Craswell et al., (1985) menyatakan bahwa klien biasanya mempersepsikan bahwa auditor yang berasal dari Kantor Akuntan Publik besar dan yang memiliki afiliasi dengan Kantor Akuntan Publik internasional-lah yang memiliki kualitas yang lebih tinggi karena auditor tersebut memiliki karakteristik yang dapat dikaitkan dengan kualitas seperti pelatihan, pengakuan internasional, serta adanya
peer review De Angelo (1981 dalam Dewayanto 2011) mengatakan bahwa
peningkatan kualitas audit akan mempertinggi skala Kantor Akuntan Publik yang juga akan berpengaruh pada klien dalam memilih Kantor Akuntan Publik. Ukuran KAP berhubungan positif dengan kualitas auditor.
Penelitian yang dilakukan oleh Junaidi dan Hartono (2010), Dewayanto (2011), dan Foroghi (2012), menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara reputasi KAP dengan opini audit going concern. Junaidi dan Hartono (2010), Muttaqin dan Sudarno (2012), Foroghi (2012) berhasil membuktikan bahwa reputasi KAP berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini going concern.
Hubungan reputasi KAP dengan opini going concern adalah positif dimana KAP bereputasi baik cenderung akan menerbitkan opini going concern apabila auditor yakin klien mendapat masalah yang berkaitan dengan going
concern . Selain itu menurut Choi et al., (2010) KAP besar seperti big four
menyediakan mutu audit yang lebih tinggi dibandingkan dengan KAP kecil yang belum mempunyai reputasi.
H1: Reputasi Kantor Akuntan Publik (KAP) berpengaruh positif terhadap penerimaan opini audit going concern.
2.3.2 Pengaruh Disclosure terhadap opini audit going concern
Disclosure adalah pengungkapan atau pemberian informasi oleh
perusahaan, baik yang positif maupun negatif yang akan mempengaruhi atas suatu keputusan investasi. Semakin tinggi disclosure levelyang dilakukan perusahaan, maka semakin banyak pula informasi yang ada (Almilia dan Retrinasari 2007) Lennox (2000) menyebutkan bahwa pemimpin perusahaan lebih sering tidak mengungkapkan informasi bad news mengenai perusahaan ketika auditor menerima opini unqualified. Disclosure yang memadai atas informasi laporan keuangan dapaat mengurangi litigation risk, dalam penelitian yang dilakukan pengungkapan sesuai dengan standar pengungkapan cenderung menerima clean
opinion, dan perusahaan yang mengungkapkan lebih sedikit informasi akuntansi
cenderung mendapatkan opini qualified dan auditor (Gaganis dan Pasiouras, 2007).
Penelitian yang dilakukan oleh Haron et al., (2009), Junaidi dan Hartono (2010), Astuti dan Darsono (2012), dan Sari (2012) membuktikan bahwa
disclosure berpengaruh negatif terhadap penerimaaan opini going concern. Hasil
penelitian yang dilakukan Haron et al., (2009), Junaidi dan Hartono (2010) dan Sari (2012) adalah disclosure berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini going concern .
Hubungan yang terjadi antara disclosure dengan opini going concern adalah apabila perusahaan merasa cukup baik kinerja keuangan perusahaannya maka akan semakin banyak pengungkapan yang dilakukan untuk menunjukkan kepada masyarakat citra baiknya namun ketika perusahaan mendapatkan opini
going concern atau perusahaan akan lebih sedikit melakukan pengungkapan
karena tidak ingin masyarakat terlalu banyak tahu mengenai kinerja perusahaan yang sedang buruk.
H2 : Disclosure berpengaruh negatif terhadap opini audit going concern
2.3.3 Pengaruh Ukuran perusahaan terhadap opini audit going concern
Ukuran perusahaan dapat dinyatakan dalam total aset, penjualan, dan kapitalisasi pasar. Jika semakin besar total aset, penjualan, dan kapitalisasi pasar maka semakin besar pula ukuran perusahaan itu. Dari ketiga variabel di atas, nilai aset relatif lebih stabil dibandingkan dengan nilai market capitalized dan penjualan dalam mengukur ukuran perusahaan, sehingga penelitian ini menggunakan besarnya aset yang dimiliki oleh perusahaan sebagai proxy dari ukuran perusahaan. Bukti empiris menemukan bahwa ada hubungan negatif antara ukuran perusahaan dengan penerimaan opini audit going concern. Mutchler et al., (1985) dalam Santosa sejalan dengan penelitian (Aiisiah,2012) serta Arsianto (2013) yang menyatakan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini audit going concern. Berdasarkan penjelas tersebut, maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut : H3 : Ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap opini audit going concern.
2.3.4 Pengaruh Rasio Likuiditas terhadap opini audit going concern
Likuiditas menggambarkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya dengan aset lancar yang dimilikinya (Warnida, 2011). Dalam penelitian ini, rasio likuiditas yang digunakan adalah Quick Ratio karena persediaan kemungkinan dapat mengalami kerusakan, usang, atau hilang sehingga tidak dapat digunakan untuk melunasi hutang kepada kreditor. Makin kecil Quick Ratio maka perusahaan dianggap kurang likuid sehingga tidak dapat melunasi kewajiban lancarnya oleh karena itu, auditor kemungkinan cenderung memberikan opini audit going concern. Hal ini dapat dijelaskan bahwa makin kecil likuiditas, perusahaan kurang likuid karena banyak kredit macet sehingga opini audit harus memberikan keterangan mengenai going concern. Sebaliknya semakin besar likuiditas, perusahaan semakin mampu melunasi kewajiban jangka pendeknya (Warnida, 2011).Menurut (Warnida, 2011), mengatakan bahwa rasio likuiditas berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini audit going concern. Sejalan dengan hasil yang diteliti menurut (Juandini, 2010) serta (Arma, 2013). Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut : H4 : Rasio Likuiditas berpengaruh negatif terhadap opini audit going concern.