BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory) - Pengaruh Struktur Kepemilikan, Ukuran Perusahaan, dan Leverage Terhadap Kinerja Perusahaan Pada Perusahaan Makanan dan Minuman yang Terdaftar di BEI Tahun 2010-2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Agency Theory)

2.1.1 Teori Keagenan (

  Hubungan keagenan adalah dasar yang digunakan untuk memahami

  

corporate governance. Kewajiban manajer adalah untuk memaksimalkan

  kesejahteraan para pemegang saham. Akan tetapi di sisi lain, manajer juga berkepentingan untuk memaksimalkan kesejahteraan mereka. Penyatuan kepentingan seperti ini, sering kali menimbulkan konflik yang dinamakan konflik keagenan (Dessy, 2008).

  Hubungan agency merupakan suatu kontrak di bawah satu atau lebih (principal) yang melibatkan orang lain (agent) untuk melakukan beberapa layanan bagi mereka dengan melibatkan pendelegasian wewenang pengambilan keputusan kepada agen (Jensen & Meckling, 1976). Dalam teori agensi yang memiliki saham sepenuhnya adalah pemilik (pemegang saham), dan manajer diminta untuk memaksimalkan tingkat pengembalian pemegang saham (Berle & Means, 1932). Principal maupun agent diasumsikan sebagai ekonom yang rasional dan semata-mata termotivasi oleh kepentingan pribadi.

  Ada beberapa teori yang melandasi teori agensi yang dikemukakan Eisendhart (1989). Teori agensi ini dibagi menjadi tiga jenis asumsi yaitu asumsi tentang sifat manusia, asumsi keorganisasian, dan asumsi informasi.

  Pertama, asumsi sifat manusia yaitu manusia memiliki sifat untuk mementingkan dirinya sendiri (self-interest), memiliki keterbatasan rasional (bounded rationality) dan tidak menyukai resiko (risk aversion). Kedua, asumsi keorganisasian yaitu adanya konflik antara anggota organisasi dan adanya informasi sebagai barang komoditi yang bisa diperjualbelikan. Dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan teori keagenan adalah membahas hubungan keagenan antara principal dan agent.

  Masalah keagenan (agency problem) adalah konflik kepentingan diantara agent dan principal dalam usaha mencapai kemakmuran yang dikehendaki.

  Masalah keagenanini terjadi akibat adanya asimetri informasi antara pemilik dan manajer. Asimetri informasi bisa terjadi saat manajer memiliki informasi internal perusahaan yang relatif lebih banyak dan mendapatkan informasi relatif lebih cepat dibanding pihak eksternal (seperti investor dan kreditor). Kondisi tersebut memberi kesempatan pada manajer untuk menggunakan informasi yang diketahuinya untuk memanipulasi pelaporan keuangan sebagai usaha untuk memaksimalkan kemakmurannya (Richardson, 1988).

  Menurut Scott (2000) terdapat dua tipe informasi asimetri. Tipe pertama,

  adverse selection. Pada tipe adverse selection, pihak yang merasa memiliki

  informasi lebih sedikit dibandingkan pihak lain tidak akan bersediauntuk melakukan perjanjian dengan pihak lain tersebut apapun bentuknya, dan apabila perjanjian tetap dilakukan , dia akan membatasi dengan kondisi yang sangat ketat dan biaya yang sangat tinggi. Sebagai contoh, adanya kemungkinan terjadi konflik antara orang dalam (manajer) dengan orang luar (investor potensial).

  Manajer dapat melakukan berbagai cara untuk memperoleh informasi lebih dibandingkan investor, misalnya dengan menyembunyikan, menyamarkan, memanipulasi informasi yang diberikan kepada investor. Hal ini mengakibatkan perusahaan dengan harga sangat rendah. Contoh informasi asimetri lainnya adalah ketika kreditor dan pemegang saham minoritas memiliki informasi yang lebih sedikit dibandingkan manajer dan pemegang saham mayoritas. Tipe kedua dari informasi asimetris adalah moral hazard. Moral hazard terjadi pada saat manajer melakukan tindakan tanpa sepengetahuan pemilik untuk keuntungan pribadinya dan menurunkan kesejahteraan pemilik. Contohnya, pada perusahaan yang relative besar, terpisahnya kepemilikan dan pengendalian manajemen, akan sulit bagi para pemegang saham dan kreditur untuk melihat sejauh mana kinerja manajer sejalan dengan tujuan yang diinginkan pemegang saham, manajer mungkin cenderung bekerja optimal. Moral hazardsecara efisienjuga menghambat operasi perusahaan.

2.1.2 Struktur Kepemilikan Saham

  Pengelolaan perusahaan yang semakin dipisahkan dari kepemilikan perusahaan merupakan salah satu ciri perekonomian modern, hal ini sesuai dengan teori keagenan (agency theory) yang menginginkan pemilik perusahaan (principal) untuk menyerahkan pengelolaan perusahaan kepada tenaga profesional (agent) yang lebih mengerti dalam menjalankan bisnis. Tujuan dipisahnya pengelolaan dan kepemilikan perusahaan yaitu agar pemilik memperoleh keuntungan maksimal dengan biaya yang efisien.

  Menurut Wicaksono (2000) dalam Nur’aeni (2010) keberhasilan perusahaan. Struktur kepemilikan tercermin baik melalui instrument saham maupun instrument utang sehingga melalui struktur tersebut dapat ditelaah kemungkinan bentuk masalah keagenan yang akan terjadi. Dalam struktur kepemilikan terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain : 1.

  Sebagian kecil kepemilikan perusahaan oleh manajemen mempengaruhi kecenderungan untuk memaksimalkan nilai pemegang saham dibanding sekedar mencapai tujuan perusahaan semata.

2. Kepemilikan yang terkonsentrasi memberi insentif pada para pemegang saham mayoritas untuk berpartisipasi secara aktif dalam perusahaan.

  3. Identitas pemilik menentukan prioritas tujuan social perusahaan dan memaksimalisasi nilai pemegang saham, misalnya perusahaan milik pemerintah cenderung untuk mengikuti tujuan politik dibanding tujuan perusahaan.

  Menurut Ituirraga & Sanz (1998) masalah keagenan timbul karena adanya benturan keinginan antara pemilik perusahaan (pemegang saham mayoritas) dengan manajer pengelola. Karena itu, struktur kepemilikan dianggap sebagai hal yang krusial untuk mengatasi masalah keagenan karena dengan struktur kepemilikan yang baik terwujud suatu kinerja perusahaan yang layak karena manajer sebagai pihak yang berkompeten dalam pengelolaan perusahaan mempunyai wewenang cukup untuk menjalankan tugasnya.

  Kepemilikan saham manajerial adalah proporsi saham biasa yang dimiliki oleh para manajemen, yang dapat diukur melalui presentase saham biasa yang dimiliki pihak manajemen yang secara aktif terlibat dalam pengambilan keputusan perusahaan. Sedangkan menurut Bagnani (1996) struktur kepemilikan saham manajerial diukur sebagai persentase saham biasa atau opsi saham yang dimiliki direktur dan officer. Struktur kepemilikan saham manajerial diukur sebagai persentase saham biasa yang dimiliki oleh Board of Management,yangdi dalamnya terdapat direktur dan komisaris (Setiyono, 2000). Struktur kepemilikan saham manajerial dapat dijelaskan dari dua sudut pandang yaitu melalui pendekatan keagenan (agency approach) dan pendekatan ketidakseimbangan (asymmetric information approach ) (Itturiaga & Sanz, 2000).

  Menurut Jensen (1993) yang dikutip Faisal (2005), hipotesis pemusatan kemungkinan (convergence of interest hypotesis) menyatakan bahwa kepemilikan saham manajerial dapat membantu penyatuan kepentingan antara pemegang saham dan manajer. Semakin meningkat proporsi kepemilikan saham manajerial maka kinerja perusahaan juga akan semakin baik. Dengan meningkatkan kepemilikan saham manajerial akan mensejajarkan kedudukan diantara manajer dengan pemegang saham sehingga manajer termotivasi untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Kebangkrutan suatu perusahaan bukan hanya menjadi tanggungan dari pemilik utama, tetapi manajer juga ikut menanggungnya.

2.1.2.2 Kepemilikan Saham Institusional

  Terdapat dua jenis ownership dalam perusahaan Indonesia yaitu perusahaan dengan kepemilikan sangat menyebar dan perusahaan dengan kepemilikan terkonsentrasi (Husnan, 2001). Dalam tipe pertama, yaitu perusahaan dengan kepemilikan sangat menyebar, masalah keagenan yang sering timbul adalah masalah diantara agent (pihak manajemen) dengan

  owners (pemegang saham). Perusahaan dengan kepemilikanyang lebih

  menyebar memberikan imbalan yang lebih besar pada pihak manajemen jika dibandingkan dengan perusahaan yang kepemilikannya terkonsentrasi (Goldberg & Idson, 1995 dalam Husnan, 2001).

  Konflik yang terjadi akibat pemisahan kepemilikan bisa berdampak pada pengendalian dan pelaksanaan pengelolaan perusahaan yang menyebabkan para manajer bertindak tidak sesuai dengan keinginan pemilik perusahaan (Wening, 2007).

  Kepemilikan saham institusional menggantikan kepemilikan saham manajerial dalam mengontrol agency cost(Bathala dkk, 1994). Semakin besarnya kepemilikan oleh institusi keuangan maka akan semakin besar pula kekuatan suara dan dorongan institusi keuangan untuk mengawasi manajemen dan akibatnya akan memberikan dorongan yang lebih besar pada manajemen untuk mengoptimalkan nilai perusahaan sehingga kinerja perusahaan juga akan meningkat.

  Pengawasan yang dilakukan terhadap perusahaan tidak hanya eksternal perusahaan yaitu dengan adanya pengawasan melalui investor- investor institusional. Kepemilikan perusahaan oleh institusi akan mendorong pengawasan yang lebih efektif, karena institusi merupakan professional yang memiliki kemampuan dalam mengevaluasi kinerja perusahaan. Pozen (2004) mengungkapkan beberapa metode yang digunakan oleh pemilik institusional dapat mempengaruhi pengambilan keputusan manajerial, yang dimulai dari diskusi informal dengan pihak manajemen, sampai pengendalian keseluruhan kegiatan operasional dan pengambilan keputusan perusahaan. Adanya kepemilikan oleh investor institusional yang didefinisikan sebagai investor yang berasal dari sektor keuangan seperti perusahaan efek, perusahaan asuransi, perusahaan investasi, perbankan, dana pensiun dan kepemilikan institusi lainnya akan mendorong peningkatan yang lebih optimal terhadap kinerja manajemen perusahaan.

2.1.3 Ukuran Perusahaan ( Size)

  Ukuran perusahaan mencerminkan seberapa besar asset total yang dimiliki perusahaan. Total aset yang dimiliki perusahaan menggambarkan permodalan, serta hak dan kewajiban yang dimilikinya. Semakin besar ukuran perusahaan, maka dapat dipastikan semakin besar juga dana yang dikelola dan semakin kompleks pula pengelolaannya.

  Perusahaan besar pada dasarnya mempunyai kekuatan finansial yang lebih masalah keagenan yang lebih besar (Darmawati, 2004). Hesti (2010)& Uyun (2010) dalam Nurcahyo (2014) dalam penelitiannya menemukan bukti bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan. Perusahaan dengan asset besar biasanya akan mendapatkan perhatian lebih dari masyarakat. Hal ini akan menyebabkan perusahaan agar lebih berhati-hati dalam melakukan pelaporan keuangannya. Perusahaan diharapkan agar selalu berusaha untuk menjaga stabilitas kinerja keuangan mereka. Pelaporan kondisi keuangan yang baik ini tentu tidak dapat dilakukan tanpa melalui kinerja yang baik dari semua lini perusahaan.

  Ukuran perusahaan merupakan rata-rata dari total penjualan bersih untuk tahun yang bersangkutan sampai beberapa tahun. Dalam hal ini penjualan lebih besar daripada biaya variable dan biaya tetap, maka akan diperoleh jumlah pendapatan sebelum pajak. Sebaliknya jika penjualan lebih kecil dari biaya variable dan biaya tetap maka perusahaan akan menderita kerugian (Brigham dan Houston 2001).

  Ukuran perusahaan merupakan proksi volatilitas operasional dan inventory

  controllability yang seharusnya dalam skala ekonomis besarnya perusahaan

  menunjukkan pencapaian operasi lancar dan pengendalian persediaan (Mukhlasin, 2002). Sedangkan menurut Jones (1996), ukuran perusahaan menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan yang ditunjukkan oleh total aktiva, jumlah penjualan, rata-rata total penjualan dan rata-rata total aktiva.

  Kesimpulannya, ukuran perusahaan merupakan ukuran atau besarnya aset yang Fama dan French (1995) berpendapat bahwa perusahaan yang memiliki nilai skala yang kecil cenderung kurang menguntungkan jika dibandingkan dengan perusahaan yang berskala besar. Perusahaan berskala kecil hanya memiliki faktor-faktor pendukung untuk memproduksi barang dengan jumlah terbatas. Oleh karena itu, perusahaan dengan skala kecil mempunyai risiko yang lebih besar jika dibandingkan dengan perusahaan besar. Perusahaan dengan risiko yang besar biasanya menawarkan return yang besar untuk menarik investor.

2.1.4 Leverage

  Hutang (leverage) merupakan salah satu faktor penting dalam unsur pendanaan. Solvabilitas (leverage) digambarkan untuk melihat sejauh mana aset suatu perusahaan dibiayai oleh hutang jika dibandingkan dengan modal sendiri (Weston&Copeland, 1992). Sedangkan Kusmawati dan Sudento (2005) menggambarkan leverage sebagai kemampuan perusahaan untuk membayar hutangnya dengan menggunakan ekuitas yang dimilikinya. Leverage bisa dipahami sebagai penaksir dari risiko yang melekat pada suatu perusahaan.

  Berarti, semakin besar leverage menunjukkan risiko investasi yang semakin besar pula. Perusahaan yang mempunyai rasio leverage yang rendah pastinya memiliki risiko leverage yang lebih kecil pula.

  Dengan tingginya rasio leverage menunjukkan bahwa perusahaan tidak (Horne, 1997). Karena leverage merupakan rasio yang menghitung seberapa jauh dana yang disediakan oleh kreditur, juga sebagai rasio yang membandingkan total hutang terhadap keseluruhan aktiva suatu perusahaan, maka apabila investor melihat sebuah perusahaan dengan aset yang tinggi namun risiko leverage nya juga tinggi, maka akan berpikir dua kali untuk berinvestasi pada perusahaan tersebut. Karena dikhawatirkan aset tinggi tersebut di dapat dari hutang yang akan meningkatkan risiko investasi apabila perusahaan tidak dapat melunasi kewajibannya tepat waktu.

  Keputusan manajemen untuk berusaha menjaga agar rasio leverage tidak bertambah tinggi mengacu pada teori pecking order theory menyatakan bahwa perusahaan menyukai internal financing dan apabila pendanaan dari luar (eksternal financing) diperlukan maka perusahaan akan menerbitkan sekuritas yang paling aman terlebih dahulu, yaitu obligasi kemudian diikuti sekuritas yang berkarakteristik opsi (seperti obligasi konversi), baru akhirnya apabila belum mencukupi, perusahaan akan menerbitkan saham. Intinya apabila perusahaan masih bisa mengusahakan sumber pendanaan dari internal maka sumber pendanaan dari eksternal tidak akan diusahakan. Maka dapat disimpulkan rasio leverage yang tinggi menyebabkan turunnya nilai perusahaan (Weston & Copeland, 1992).

2.1.5 Kinerja Perusahaan

  Kinerja perusahaan merupakan penentuan ukuran-ukuran tertentu yang dapat mengukur keberhasilan dari suatu perusahaan dalam menghasilkan laba dicapai oleh setiap perusahaan dimanapun, karena kinerja merupakan cerminan dari kemampuan perusahaan dalam mengalokasikan sumber dayanya.

  Penilaian kinerja adalah penentuan secara periodik efektivitas operasional suatu organisasi, bagian orgasnisasi dan karyawan berdasarkan sasaran, standar dan kinerja yang telah ditetapkan sebelumnya. Sedangkan kinerja perusahaan merupakan kemampuan suatu perusahaan dalam menjelaskan operasionalnya.

  Penilaian kinerja suatu perusahaan bisa dilihat dari analisis laporan keuangan dan juga dari perubahan harga saham. Nilai perusahaan akan tercermin dari harga sahamnya (Dessy, 2008).

  Kinerja merupakan cerminan dari kemampuan suatu perusahaan dalam mengelola dan mengalokasikan sumber dayanya. Penilaian kinerja bertujuan untuk memotivasi karyawan dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam memenuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya agar membedakan hasil dan tindakan yang diinginkan. Standar perilaku dapat berupa kebijakan dari manajemen ataupun rencana formal yang dituangkan dalam anggaran.

  Beiner dkk (2003) menegaskan bahwa kinerja perusahaan merupakan hasil dari tindakan direktur. Sedangkan Keats, dkk (1998) beranggapan bahwa kinerja merupakan sebuah konsep yang sulit, baik definisi maupun pengukurannya, karena sebagai sebuah konstruk, kinerja bersifat multidimensional dan oleh karena itu pengukuran menggunakan dimensi pengukuran tunggal tidak mampu memberikan pemahaman yang komprehensif. Pengukuran kinerja hendaknya menggunakan atau mengintegrasikan dimensi pengukuran yang beragam pendekatan yang tepat bagi konseptualisasi dan pengukuran kinerja yang cocok dan layak tergantung pada keadaan unik yang dihadapi peneliti.

  Beberapa rasio yang digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan (Ang, 1997), sebagai berikut : 1.

  Rasio likuiditas Rasio likuiditas merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansial yang berjangka pendek tepat pada waktunya.

  2. Rasio aktivitas Rasio aktivitas adalah rasio yang menunjukkan bagaimana sumber daya telah dimanfaatkan secara optimal, kemudian dengan cara membandingkan rasio aktivitas dengan sadar industri, maka dapat diketahui tingkat efisiensi perusahaan dalam industri.

  3. Rasio profitabilitas Rasio profitabilitas dapat mengukur seberapa besar kemampuan suatu perusahaan memperoleh laba baik dalam hubungan penjualan, asset maupun laba bagi modal sendiri. Rasio profitabilitas terbagi menjadi enam antara lain : gross profit margin (GRM), net profit margin (NPM),

  operating return on assets (OPROA), return on assets (ROA), return on equity (ROE), operating ratio (OR).

  4. Rasio solvabilitas (Leverage) membiayai investasinya. Suatu perusahaan yang menggunakan modal sendiri 100% tidak mempunyaileverage.

5. Rasio pasar (Market ratio)

  Rasio ini menunjukkan informasi penting suatu perusahaan yang diungkapkan dalam basis per saham. Rasio nilai pasar perusahaan memberikan indikasi bagi pihak manajemen mengenai penilaian investor terhadap kinerja perusahaan dimasa lampau dan prospeknya dimasa yang akan datang. Untuk mengukur nilai pasar perusahaan terdapat beberapa rasio, misalnya price earning ratio (PER), market-to-

  book ratio, Tobin’s Q, dan price / cash flow ratio.

  Rasio ini masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda, dan memberikan informasi kepada pihak manajemen maupun investor mengenai hal yang berbeda pula. Menurut Simons (2000) untuk menjamin tercapainya tujuan- tujuan kinerja, para manajer harus merancang suatu ukuran hasil yang diinginkan. Pengukuran merupakan nilai kuantitatif yang dapat digunakan sebagai skala dan tujuan-tujuan perbandingan. Pengukuran kinerja bisa berupa keuangan dan bukan keuangan. Pengukuran berupa keuangan dinyatakan dalam ketentuan moneter. Sedangkan pengukuran bukan keuangan merupakan data kuantitatif yang diciptakan diluar sistem akuntansi yang formal. Menurut Horne

  (1995) untuk mengevaluasi kondisi keuangan dan kinerja perusahaan, analisis keuangan membutuhkan ukuran keuangan yang pasti.

  Informasi kinerja perusahaan, terutama profitabilitas, diperlukan dalam dimasa depan. Informasi kinerja ini bermanfaat untuk memprediksi kapasitas perusahaan dalam arus kas dari sumber daya yang ada dan juga untuk perumusan perimbangan tentang efektivitas perusahaan dalam memanfaatkan sumber daya (IAI, 2001).

  Menurut Riyanto (2001), return on assets (ROA) merupakan salah satu bentuk dari rasio profitabilitas yang digunakan sebagaialat ukur kemampuan perusahaan dengan keseluruhan dana yang ditanamkan dalam aktiva yang digunakan untuk operasional perusahaan agar menghasilkan keuntungan.

  Besarnya ROA dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : = × 100%

  Earning after tax (EAT) merupakan laba bersih setelah pajak. Total Assets

  merupakan nilai buku dari total aktiva. Pengukuran kinerja keuangan perusahaan dengan menggunakan ROA menunjukkan kemampuan atas modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva yang dimiliki oleh suatu perusahaan untuk menghasilkan laba. Bila laba perusahaan dalam kondisi negative atau rugi dapat menyebabkan ROA yang negative pula. Hal ini berarti kemampuan dari modal yang diinvestasikan secara keseluruhan belum mampu untuk menghasilkan laba (Hakim, 2006).

  Keunggulan ROA menurut Hakim (2006), diantaranya sebagai berikut: 1. Merupakan suatu ukuran yang komprehensif dimana seluruhnya mempengaruhi laporan keuangan yang tercermin dari rasio ini.

  Mudah dihitung, mudah dipahami, dan sangat berarti dalam nilai absolut.

  3. Merupakan denominator yang bisa diterapkan pada setiap unit organisasi yang bertanggungjawab terhadap profitabilitas dan unit usaha.

  Tetapi menurut Lisa (1999), selain memiliki keunggulan juga ada beberapa kelemahan atas penggunaan ROA yaitu :

  1. Pengukuran kinerja menggunakan ROA membuat manajer divisi kecenderungan untuk melewatkan project-project yang menurunkan divisional ROA, meskipun sebenarnya proyek-proyek tersebut dapat meningkatkan tingkat keuntungan perusahaan secara keseluruhan.

  2. Manajemen cenderung untuk lebih fokus pada tujuan jangka pendek daripada tujuan jangka panjang.

  3. Sebuah project dalam ROA dapat meningkatkan tujuan jangka pendek, namunproject tersebut mempunyai konsekuensi negative dalam jangka panjang, berupa pemutusan beberapa tenaga penjualan, pengurangan

  budget pemasaran, dan penggunaan bahan baku yang relative lebih murah sehingga menurunkan kualitas produk dalam jangka panjang.

2.2 Peneliti Terdahulu

  Berikut inimerupakan tinjauan hasil penelitian terdahulu untuk mendukung kerangka konseptual penelitian : Kumar (2004) melakukan pengujian empiric tentang hubungan dari struktur kepemilikan pada kinerja perusahaan dengan menggunakan 2478 panel perusahaan-perusahaan India periode 1994-2000. Di dalam penelitiannya menjelaskan efek interaksi antara kepemilikan perusahaan, kepemilikan asing, kepemilikan institusional, dan kepemilikan manajerial terhadap kinerja perusahaan (diukur menggunakan ROA). Berdasarkan data panel kerangka yang digunakan, menunjukkan bahwa sebagian besar variasi cross-sectional, dalam kinerja perusahaan dapat dijelaskan oleh heterogenitas perusahaan yang diamati. Dan menyediakan bukti bahwa kepemilikan saham oleh investor institusional dan manajer perusahaan mempengaruhi kinerja non-linear.

  Dalam penelitian dinyatakan bahwa investor institusional terutama institusi pengembangan keuangan mempengaruhi kinerja perusahaan setelah kepemilikan mereka melewati level permulaan yaitu sekurang-kurangnya 15% ekuitas yang telah dimiliki. Juga ditemukan bahwa kepemilikan saham oleh pemegang saham asing tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja perusahaan. Tidak ditemukan bukti yang mendukung endogenitas struktur kepemilikan.

  2. Lastanti (2004) meneliti hubungan antara struktur corporate governance dengan kinerja perusahaan dan reaksi pasar. Dalam penelitian tersebut digunakan struktur corporate governance berupa komposisi dewan komisaris independen, struktur kepemilikan terkonsentrasi dan kepemilikan institusional. Sedangkan kinerja perusahaan diproksi oleh nilai perusahaan (Tobin’s Q) dan kinerja keuangan (ROA dan ROE). Hasil penelitian menyatakan terdapat hubungan positif signifikan antara independensi dewan komisaris dan Tobin’s Q. sementara variabel lain tidak berpengaruh secara signifikan, baik terhadap Tobin’s Q, ROA, ataupun ROE.

  3. Hastuti (2005) mengadakan studi penelitian yang bermaksud untuk mengetahui korelasi Good Corporate Governance dan struktur kepemilikan dengan kinerja perusahaan. Good corporate governance dan struktur kepemilikan sebagai variabel independen dan kinerja perusahaan sebagai variabel independen dan kinerja perusahaan sebagai variabel dependen. Dalam studi ini menggunakan dua pilar Good Corporate Governance, yaitu transparansi dan akuntabilitas. Populasi yang diteliti adalah daftar perusahaan yang di LQ 45 selama 2 semester. Adapun hasil dari studi ini adalah : Tidak ada pengaruh tentang struktur kepemilikan dengan kinerja perusahaan. Ada pengaruh yang signifikan tentang transparansi dengan kinerja perusahaan.

  4. Setiawan (2006) mengadakan penelitian yang bertujuan untuk meneliti pengaruh struktur kepemilikan, karakteristik perusahaan, dan tata kelola korporasi terhadap kinerja perusahaan. Penelitian ini menggunakan model dimana variabel dependennya adalah tingkat profitabilitas yang mewakili kinerja perusahaan yang kemudian diestimasi dengan menggunakan variabel independen human dan non-human faktor, dan menggunakan analisis data panel dengan fixed effect model. Dari hasil analisis didapatkan kesimpulan bahwa variabel struktur kepemilikan yang dilihat dari proporsi kepemilikan publik dan kepemilikan asing, memiliki hubungan yang negatif dan signifikan terhadap kinerja perusahaan. Untuk variabel yang mencerminkan karakteristik 5.

  Tee Chwee Ming dan Chan Sok Gee (2008) mengadakan penelitian yang bertujuan untuk menguji pengaruh struktur kepemilikan terhadap kinerja perusahaan dengan menggunakan 56 sampel perusahaan publik di Malaysia tahun 2002-2004. Penelitian ini menggunakan model dimana variabel dependennya adalah return saham dan hasil dividen. Sedangkan variabel independennya adalah intercept, persentase kepemilikan dalam, persentase kepemilikan institusional, BETA, ukuran perusahaan, rasio pendapatan harga (EP) dan R-square. Dalam penelitian ini kinerja perusahaan diukur dengan

  

stock return, dividend yield, dan insider shareholding. Bukti empiris

  menunjukkan bahwa insider dan kepemilikan saham institusional tidak mempengaruhi kinerja perusahaan.

  6. Nur’aeni (2010) melakukan penelitian tentang hubungan antara struktur kepemilikan terhadap kinerja perusahaan dengan menggunakan 75 sampel perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2006-2008. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kepemilikan saham oleh jajaran manajerial dalam perusahaan tidak berpengaruh terhadap kinerja perusahaan karena masih rendahnya proporsi kepemilikan manajerial dalam perusahaan di Indonesia. Kepemilikan saham institusional berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan. Dengan adanya peningkatan kepemilikan saham oleh pihak institusi akan meningkatkan kinerja perusahaan. Kepemilikan saham publik tidak berpengaruh terhadap kinerja perusahaan, karena masih rendahnya proporsi kepemilikan publik yang dimiliki dalam perusahaan di perusahaan. Hal ini disebabkan karena adanya pengawasan secara aktif yang dilakukan oleh pemodal asing yang dapat membantu penerapan good

  

corporate governance, tingkat keuntungan perusahaan dan menolong

  perusahaan yang dalam kondisi sulit dan mengantisipasi adanya tindakan manajemen perusahaan yang merugikan pemodal.

  7. Puspito (2011) mengadaan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh struktur kepemilikan pada kinerja perusahaan dengan struktur modal sebagai pemoderasi. Struktur kepemilikan dalam penelitian ini dikategorikan menjadi struktur kepemilikan manajerial dan struktur kepemilikan eksternal.

  Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan yang bergerak dibidang makanan dan minuman yang terdaftar di BEI, dengan periode penelitian 2005-2009. Teknik pengambilan sampel adalah purposive

sampling dan menghasilkan 85 sampel perusahaan dalam tahun pengamatan.

  Alat analisis data yang digunakan adalah regresi linear berganda. Penelitian ini menemukan bahwa variabel Struktur Kepemilikan Manajerial dan variabel Struktur Kepemilikan Eksternal tidak berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Sedangkan untuk variabel pemoderasi yaitu struktur modal memperkuat pengaruh antara struktur kepemilikan manajerial terhadap kinerja perusahaan. Selanjutnya variabel pemoderasi memperlemah pengaruh antara struktur kepemilikan eksternal terhadap kinerja perusahaan.

  8. Didik Indra Nurcahyo (2014) mengadakan penelitian yang bertujuan untuk terhadap kinerja perusahaan dengan menggunakan 36 sampel perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI , dengan periode penelitian 2010-2013. Kinerja perusahaan dalam penelitian ini diukur menggunakan return on assets

  

(ROA). Variabel independen dalam penelitian ini adalah struktur kepemilikan

  saham manajerial, institusional, publik, dan ukuran perusahaan. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kinerja perusahaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kepemilikan saham manajerial, kepemilikan saham institusional, dan ukuran perusahaan memiliki pengaruh positif yang signifkan. Sedangkan kepemilikan saham publik tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan.

  Untuk hasil ringkasan peneliti terdahulu dapat dilihat di tabel 2.1

Tabel 2.1 Ringkasan Peneliti-Peneliti Terdahulu

  Nama Judul Penelitian Variabel Hasil Penelitian Peneliti

  Jayesh Struktur Independen : Struktur kepemilikan Kumar kepemilikan dan Struktur saham manajerial dan 2004 Kebijakan Kepemilikan institusional

  Pembayaran Saham berpengaruh terhadap Dividen di India Dependen : kinerja perusahaan.

  Kinerja Perusahaan Sedangkan kepemilikan asing tidak berpengaruh terhadap kinerja perusahaan.

  Nama Peneliti Judul Penelitian Variabel Hasil Penelitian

  Struktur Kepemilikan Saham

  Size memiliki pengaruh

  Kinerja Perusahaan Kepemilikan publik dan asing memiliki pengaruh negatif dan signifikan.

  Dependen :

  Struktur Kepemilikan, Karakteristik Perusahaan, dan Tata Kelola Korporasi

  

Independen :

  2006 Pengaruh Struktur Kepemilikan, Karakteristik Perusahaan, dan Tata Kelola Korporasi Terhadap Kinerja Perusahaan

  Maman Setiawan

  Kinerja Perusahaan Struktur kepemilikan dan akuntabilitas tidak berpengaruh terhadap kinerja. Sedangkan transparansi berpengaruh terhadap kinerja perusahaan.

  Dependen :

  

Independen :

Good Corporate

Governance dan

  Hexana Sri Lastanti

  Struktur Kepemilikan dengan Kinerja Perusahaan

  Corporate Governance dan

  Hubungan Good

  Hastuti 2005

  Theresia Dwi

  Kinerja Perusahaan Komisaris dewan Independen berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Variabel yang lainnya tidak berpengaruh.

  Governance Dependen :

  Struktur Corporate

  

Independen :

  2004 Hubungan Struktur Corporate Governance dengan Kinerja Perusahaan dan Reaksi Pasar, Konferensi Nasional Akuntansi: Peran Akuntan dalam Membangun Good Corporate Governance.

  yang positif dan signifikan

  Nama Judul Penelitian Variabel Hasil Penelitian Peneliti

  Tee Chwee Pengaruh Struktur Independen : Kepemilikan saham Ming & Kepemilikan Intercept, dalam dan kepemilikan

  Chan Sok Terhadap Kinerja Persentase saham institusional pada Gee Perusahaan dari Kepemilikan perusahaan Malaysia 2008 Perusahaan Dalam, Persentase tidak mempengaruhi

  Publik di Kepemilikan return saham dan hasil Malaysia Institusional, dividen.

  BETA, Ukuran Struktur kepemilikan Perusahaan, Rasio tidak mempengaruhi Pendapatan Harga kinerja yang perusahaan (EP), R-square di Malaysia dan bahwa masalah agen utama

  Dependen : Return Saham dan tidak dapat diselesaikan

  Hasil Dividen melalui peningkatan saham kepemilikan dalam seperti yang diusulkan oleh Jensen dan Meckling (1976). Pengaruh Struktur Independen : Kepemilikan saham

  Dini Nur’ aeni 2010 Kepemilikan Struktur manajerial dan Saham Terhadap Kepemilikan kepemilikan saham Kinerja Saham publik tidak berpengaruh Perusahaan terhadap kinerja

  Dependen :

  Kinerja Perusahaan perusahaan. Sedangkan kepemilikan saham institusional dan asing berpengaruh terhadap kinerja perusahaan

  Nama Judul Penelitian Variabel Hasil Penelitian Peneliti

  Puspito Pengaruh Struktur Independen : Struktur kepemilikan 2011 Kepemilikan Struktur manajerial dan struktur Pada Kinerja Kepemilikan kepemilikan eksternal Perusahaan tidak berpengaruh

  Dependen :

  dengan Struktur Kinerja Perusahaan terhadap kinerja Modal Sebagai perusahaan. Sedangkan Pemoderasi struktur modal memperkuat pengaruh antara struktur kepemilikan manajerial terhadap kinerja perusahaan dan struktur modal memperlemah pengaruh antara struktur kepemilikan eksternal terhadap kinerja perusahaan

  Didik Indra Pengaruh Struktur Independen : Kepemilikan saham Nurcahyo Kepemilikan Struktur manajerial, kepemilikan 2014 Saham dan Kepemilikan saham institusional, dan

  Ukuran Saham dan Ukuran ukuran perusahaan Perusahaan Perusahaan memiliki pengaruh Terhadap Kinerja positif yang signifkan.

  Dependen :

  Perusahaan Kinerja Perusahaan Sedangkan kepemilikan saham publik tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan

2.3 Kerangka Konseptual dan Hipotesis Penelitian

2.3.1 Kerangka Konseptual

  Kerangka konseptual adalah suatu model yang menjelaskan bagaimana hubungan suatu teori dengan faktor-faktor penting yang telah diketahui dalam suatu masalah tertentu. Berdasarkan tinjauan teoritis dan tinjauan penelitian terdahulu yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat digambarkan kerangka konseptual sebagai berikut :

  

Variabel Independen Variabel Dependen

Kepemilikan Saham Manajerial (X 1 )

  

H1

Kepemilikan Saham

  H2 Institusional (X 2 ) Kinerja Perusahaan

  (Y) H3

  Ukuran Perusahaan (X 3 ) H4

  Leverage (X 4 )

  H5

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

  Dalam penelitian ini, yang merupakan variabel dependen adalah kinerja perusahaan. Sedangkan yang menjadi variabel independen adalalah kepemilikan saham manajerial, kepemilikan saham institusional, ukuran perusahaan, dan .

  leverage

2.3.2 Hipotesis Penelitian

  Hipotesis adalah suatu pernyataan mengenai konsep yang diperkirakan sebagai kebenaran atau kesalahan tentang suatu fenomena yang sedang diamati hipotesis adalah suatu rumusan yang menyatakan adanya hubungan tertentu antara dua variabel atau lebih (Emory (1996) dalam Nur’aeni (2010)).

  

2.3.2.1 Hubungan antara Kepemilikan Saham Manajerial dengan

Kinerja Perusahaan

  Menurut Jensen (1993) yang dikutip dari Faisal (2005), hipotesis pemusatan kemungkinan (convergence of interest hypothesis) menyatakan bahwa kepemilikan saham manajerial dapat membantu penyatuan kepentingan antara pemegang saham dan manajer. Semakin meningkat proporsi kepemilikan saham manajerial maka kinerja perusahaan juga akan semakin baik. Dari uraian tersebut hipotesis yang dikemukakan adalah sebagai berikut :

  H1 : Kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan.

  

2.3.2.2 Hubungan antara Kepemilikan Saham Institusional dengan

Kinerja Perusahaan

  Bathala dkk (1994) juga menemukan bahwa kepemilikan saham institusional menggantikan kepemilikan manajerial dalam mengontrol

  agency cost. Semakin besar kepemilikan oleh institusi keuangan maka akan

  semakin besar kekuatan suara dan dorongan institusi keuangan untuk mengawasi manajemen, akibatnya akan memberikan dorongan yang lebih juga akan meningkat. Berdasarkan penjelasan tersebut hipotesis yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut :

  H2 : Kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan.

2.3.2.3 Hubungan antara Ukuran Perusahaan dengan Kinerja Perusahaan

  Sebuah perusahaan besar pada dasarnya mempunyai kekuatan finansial yang lebih besar dalam menunjang kinerja, tetapi disisi lain, perusahaan dihadapkan pada masalah keagenan yang lebih besar (Darmawati, 2004). Perusahaan dengan aset besar biasanya akan mendapatkan perhatian lebih dari masayarakat. Hal ini akan menyebabkan perusahaan agar lebih berhati-hati dalam melakukan pelaporan keuangannya. Perusahaan diharapkan untuk selalu berusaha menjaga stabilitas kinerja keuangan mereka. Pelaporan kondisi keuangan yang baik ini tentu saja tidak serta merta dapat dilakukan tanpa kinerja yang baik dari semua lini perusahaan. Dari hasil uraian tersebut hipotesis yang bisa diambil sebagai berikut :

  H3 : Ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan.

  Leverage dengan Kinerja Perusahaan

  2.3.2.4 Hubungan antara

  Sebuah perusahaan dikatakan tidak solvable apabila total hutang perusahaan lebih besar daripada total yang dimiliki perusahaan. Semakin tingginya rasio leverage menunjukkan semakin besar pula dana yang disediakan oleh kreditur (Mahduh & Hanafi, 2005). Hal tersebut akan membuat investor berhati-hati untuk berinvestasi di perusahaan yang rasio

  leverage nya tinggi karena semakin tinggi rasio leverage nya semakin tinggi

  pula risiko investasinya (Weston dan Copeland, 1992). Leverage yang tinggi juga akan mempengaruhi kinerja perusahaan (Heni Susilowati, Triyono, dan Syamsudin, 2011). Dengan demikian hipotesis yang bisa diambil adalah sebagai berikut :

  H4 : Leverage berpengaruh negative terhadap kinerja perusahaan.

  2.3.2.5 Hubungan antara Kepemilikan Saham Manajerial, Kepemilikan Saham Institusional, Ukuran perusahaan, dan Leverage Secara Bersama-sama dengan Kinerja Perusahaan.

  Pengaruh secara simultan digunakan untuk mengetahui apakah keempat variabel independen yaitu kepemilikan saham manajerial, kepemilikan saham institusional, ukuran perusahaan, dan leverage berpengaruh terhadap kinerja perusahaan.

  H5 : Kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, ukuran

perusahaan, dan leverage secara bersama-sama berpengaruh terhadap

kinerja perusahaan.

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Mengenai Nyamuk - Efektifitas Fermentasi Gula Sebagai Atraktan Nyamuk

0 0 23

Uji Sifat Kimia Tanah Ultisol dan Produksi Tanaman Sawi Akibat Perlakuan Bahan Organik dan Bahan Mineral

0 1 12

Uji Sifat Kimia Tanah Ultisol dan Produksi Tanaman Sawi Akibat Perlakuan Bahan Organik dan Bahan Mineral

0 0 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 - Pengaruh Good Corporate Governance dan Ukuran Perusahaan terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Trade-Off Theory - Pengaruh Perputaran Piutang dan Perputaran Persediaan Terhadap Net Profit Margin pada Perusahaan Barang Konsumsi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 24

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Perputaran Piutang dan Perputaran Persediaan Terhadap Net Profit Margin pada Perusahaan Barang Konsumsi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 8

Pengaruh Perputaran Piutang dan Perputaran Persediaan Terhadap Net Profit Margin pada Perusahaan Barang Konsumsi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

1 2 11

BAB II KEBERADAAN LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN SWADAYA MASYARAKAT DI INDONESIA A. Perlindungan Konsumen Di Indonesia - Pelaksanaan Tugas Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat Terkait Adanya Sengketa-Sengketa Konsumen Menurut Undang-Undang Nomo

0 0 34

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pelaksanaan Tugas Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat Terkait Adanya Sengketa-Sengketa Konsumen Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

0 0 16

Pengaruh Struktur Kepemilikan, Ukuran Perusahaan, dan Leverage Terhadap Kinerja Perusahaan Pada Perusahaan Makanan dan Minuman yang Terdaftar di BEI Tahun 2010-2014

1 0 9