KATA -KATA BERKONOTASI TIDAK BAIK DAN PRINSIP KESANTUNAN PADA TUTURAN SISWA SMK DI LINGKUNGAN TERMINALWANGON KABUPATEN BANYUMAS - repository perpustakaan

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Penelitian yang Relevan
Penelitian yang berkaitan dengan pragmatik sudah banyak dilakukan oleh para
peneliti. Khususnya prinsip kesantunan berbahasa. Peneliti bahasa yang telah
melakukan penelitian ini dibidang pragmatik antara lain Anita Nurjanah yang meneliti
tentang Prinsip Kesopanan pada Ragam Bahasa Kominitas Terminal Pengandaran,
Kecamatan Pengandaran Kabupaten Ciamis.
Anita Nurjanah (2011) dalam skripsinya yang berjudul Prinsip Kesopanan
pada Ragam Bahasa Komunitas Terminal Pengandaran Kecamatan Pengandaran
Kabupaten Ciamis, mendeskripsikan jenis makna (makna konotatif dan emotif, makna
referensial, makna leksikal, dan makna gramatikal), mendeskripsikan perubahan
makna

pada

tuturan

kasar


(perubahan

makna

pengasaran

dan

peyorasi),

mendeskripsikan bentuk tindak tutur (lokusi, ilokusi, perlokusi), dan pelanggaran
prinsip kesopanan. Data yang digunakan adalah tuturan yang digunakan oleh para
sopir, pedagang asongan, kondektur, dan calo. Sumber datanya adalah penutur
komunitas Terminal Pengandaran, Kecamatan Pengandaran, Kabupaten Ciamis (sopir,
pedagang asongan, calo, dan kondektur). Tahap penelitian ini menggunakan tiga
tahap, yakni tahap pengumpulan data, tahap analisis data, dan terakhir tahap penyajian
analisis data. Pada tahap pengumpulan data peneliti menggunakan metode simak.
Metode simak dilakukan dengan teknik sadap dan teknik lanjutan berupa teknik SBLC
(Simak Bebas Libat Cakap), teknik rekam dan teknik catat. Pada tahap analisis data,
peneliti menganalisis data yang diperoleh menggunakan metode padan referensial

8
xx
Kata Kata Berkonotasi..., Putra Ginanjar, FKIP UMP, 2015.

yaitu menghubungbandingkan makna nama binatang, sifat, dan kata-kata kasar.
Selanjutnya tahap penyajian analisis data, peneliti menyajikan analisis datanya dalam
bentuk sudah diklasifikasikan yaitu tuturan yang mengandung kata-kata kasar yang
bersifat denotatif binatang dan sifat, dan tuturan yang melanggar prinsip kesantunan
yaitu pelanggaran maksim kebijaksanaan, pelanggaran maksim penerimaan atau
kedermawanan, pelanggaran maksim kerendahan hati, pelanggaran maksim
kemurahan atau pujian, pelanggaran maksim kecocokan, pelanggaran maksim
kesimpatian. Pada penelitian tersebut menghasilkan bentuk lokusi, ilokusi, perlokusi
pada tuturan tindak tutur sopir, pedagang asongan, calo, dan kondektur.
Skripsi yang dibuat oleh penulis berjudul Ketidak Santunan dalam Tuturan
Siswa SMK di Lingkungan Terminal Wangon Kabupaten Banyumas, sedangkan
skripsi relevan berjudul Prinsip Kesopanan pada Ragam Bahasa Komunitas Terminal
Pengandaran Kecamatan Pengandaran Kabupaten Ciamis. Pada penelitian ini data
yang digunakan adalah tuturan siswa SMK yang berada dilingkungan Terminal
Wangon Kabupaten Banyumas sedangkan penelitian sebelumnya data yang digunakan
adalah tuturan sopi, pedagang asongan, calo, dan kondektur. Penelitian ini lebih

mendalami tentang pelanggaran kesantunan dan makna konotatif. Maka dari itu
penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya.

B. Pengertian Bahasa
Chaer dan Leonie Agustina (2004: 11) mengemukakan bahwa bahasa adalah
sebuah sistem, artinya bahasa itu dibentuk oleh sejumlah komponen yang berpola
secara bertahap tetap dan dapat dikaidahkan.Bahasa adalah sistem lambang bunyi
berartikulasi yang bersifat sewenang-wenang dan konvensional yang dipakai sebagai

xxi
Kata Kata Berkonotasi..., Putra Ginanjar, FKIP UMP, 2015.

alat komunikasi untuk melahirkan perasaan dan pikiran (Departemen Pendidikan
Nasional, 2008: 116). Senada dengan itu (Sumarsono 2012: 18) mengungkapkan
bahwa bahasa adalah system lambang berupa bunyi yang bersifat sewenang-wenang
(arbiter) yang dipakai oleh anggota masyarakat untuk saling berhubungan dan
beriteraksi.dengan demikian, bahasa merupakan symbol yang bersifat arbitrer, artinya
tidak ada hubungan wajib antara bahasa dengan konsep yang dilambangkan. Menurut
Chaer (2007: 32) bahasa adalah system lambang bunyi arbitrer yang dipergunakan
oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerjasama, berinteraksi, dan

mengindentifikasikan diri.
Jadi, bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbirter dan bersifat
konvesional yang digunakan untuk bekerja sama ,berkomunikasi dan melahirkan
pikiran serta perasaan. Perlu mengetahui definisi bahasa dalam penelitian ini karena
yang dijadikan sebagai data penelitian adalah tuturan siswa SMK di lingkungan
Terminal Wangon Kabupaten Banyumas. Tuturan tersebut tidak terlepas dari konsep
bahasa.

C. Fungsi Bahasa
Bahasa memiliki fungsi yang penting dalam kehidupan manusia, terutama
fungsi komunkasi. Bahasa dapat menampilkan fungsi secara bervariatif dalam
peristiwa komunikasi. Secara umum, bahasa dapat digunakan untuk mengekspresikan
emosi. Selain itu, bahasa digunakan untuk menginformasikan suatu fakta,
mempengaruhi orang lain, dan sebagainya. Berkaitan dengan fungsi bahasa dalam
komunikasi, Keraf (2004: 3) mengungkapkan bahwa bahasa mempunyai empat fungsi
yaitu: (a) sebagai alat untuk menyatakan ekspresi diri, (b) sebagai alat komunikasi, (c)

xxii
Kata Kata Berkonotasi..., Putra Ginanjar, FKIP UMP, 2015.


sebagai alat mengadakan integrasi dan adaptasi sosial, dan (d) sebagai alat
mengadakan kontrol sosial. Berikut uraian dari keempat fungsi bahasa tersebut.
1. Sebagai alat untuk menyatakan ekspresi diri. Ekspresi diri berarti mengungkapkan
segala hal yang dirasakan oleh pikiran dan perasaan manusia. Bahasa menyatakan
secara terbuka segala yang tersirat di dalam dada kita, sekurang-kurangnya untuk
memaklumkan keberadaan kita. Unsur-unsur yang mendorong ekspresi diri
antaralain untuk menarik perhatian orang lain terhadap kita, yaitu digunakan
sebagai alat untuk mencari perhatian orang lain terhadap hal-hal yang sedang
dirasakan. Selain itu bahasa untuk menyatakan ekspresi diri juga bertujuan untuk
membebaskan diri kita dari semua tekanan emosi. Artinya bahasa dapat
mengontrol emosi yang terjadi pada diri manusia.
2. Sebagai alat komunikasi. Fungsi bahasa sebagai alat komunikasi bersifat
intrapersonal karena bahasa digunakan sebagai alat untuk saling bertukar pikiran
dan perasaan serta memungkinkan menciptakan kerja sama antar manusia. Dalam
kehidupan sehari-hari, manusia tidak akan lepas dari peristiwa komunikasi dengan
media bahasa sebagai alat penyampainya yang dapat mengatur berbagai macam
aktivitas

kemasyarakatan,


merencanakan

dan

mengarahkan

masa

depan

penggunanya.
3. Sebagai alat mengadakan integrasi dan adaptasi sosial. Dalam kehidupan manusia
selalu membutuhkan eksistensi untuk diterima dan diakui oleh masyarakatnya.
Dalam pembentukan eksistensi itulah, manusia akan melakukan integrasi
(pembaharuan) dan adaptasi (penyesuaian diri) dengan masyarakat. Dalam proses
integrasi dan adaptasi ini manusia selalu menggunakan bahasa sebagai
perantaranya, dengan bahasa seorang anggota masyarakat akan mengenal dan

xxiii
Kata Kata Berkonotasi..., Putra Ginanjar, FKIP UMP, 2015.


belajar terhadap segala adat istiadat, tingkah laku dan tata krama masyarakatnya.
Oleh karena itu, secara sosial kolektif bahasa mempunyai peran penting sebagai
media untuk membentuk keharmonisan kehidupan masyarakat dalam proses
integrasi dan adaptasi sosial.
4. Sebagai alat mengadakan kontrol sosial. Kontrol sosial itu sendiri adalah usaha
untuk mempengaruhi pikiran dan tindakan seseorang. Semua kegiatan sosial akan
berjalan dengan baik karena diatur dengan mempergunakan bahasa. Tentunya
keberhasilan seseorang dalam melakukan kontrol sosial sangat dipengaruhi oleh
penggunaan bahasa yang tepat. Dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar,
maka seseorang dapat mempengaruhi pikiran dan tindakan orang lain sesuai
dengan apa yang diharapkan.

D. Makna
1.

Pengertian Makna
Kata makna sebagai istilah mengacu pada pengertian yang sangat luas.

Adapun batas pengertian makna dalam pembahasan ini ialah hubungan antara bahasa

dengan dunia luar yang telah disepakati bersama oleh para pemakai bahasa sehingga
dapat saling dimengerti. Berdasarkan bbatasan pengertian itu dapat di ketahui adanya
tiga unsur pokok yang tercakup di dalamnya, yakni (a) makna adalah hasil hubungan
antara bahasa dengan dunia luar. (b) penentuan hubungan terjadi karena kesepakatan
para pemakai, dan (c) perwujudan makna itu dapat digunakan untuk menyampaikan
informasi sehingga dapat saling di mengerti. Makna merupakan suatu konsep,
pengertian, ide, atau gagasan yang terdapat dalam sebuah satuan ujaran, baik berupa
kata ataupun gabungan kata. Makna yang dimiliki oleh sebuah kata juga bersifat tidak
statis, akan tetapi makna itu mempunyai kemungkinan akan berubah.

xxiv
Kata Kata Berkonotasi..., Putra Ginanjar, FKIP UMP, 2015.

2.

Jenis Makna
Chaer (2007 : 289-296) membagi jenis makna menjadi enam, yaitu : (a) makna

leksikal, makna gramatikal, dan makna kontekstual, (b) makna referensial dan non
referensial, (c) makna denotatif dan makna konotatif, (d) makna kata dan makna

istilah, (e) makna konseptual dan asosiatif, (f) makna idiomatik dan pribahasa. Pada
penelitian ini, peneliti membatasi teori tentang makna denotatif, dan

makana

konotatif. Hanya dua makna yang peneliti gunakan dalam penelitian ini karena datadata yang peneliti peroleh hanya menunjukan dua makna tersebut yaitu makna
denotatid dan makna konotatif.
a.

Makna Denotatif
Chaer (2002: 65) menjelaskan makna denotatif yaitu makna yang sesuai

dengan hasil observasi menurut penglihatan, penciuman, pendengaran, perasaan atau
pengalaman lainya. Pateda (2010: 98) menjelaskan makna denotatif ( denotative
meaning) adalah makna kata atau kelompok kata didasarkan atas hubungan lugas
antara satuan bahasa dan wujud di luar bahasa yang diterapi satuan bahasa itu secara
tepat. Makana denotatif di dasarkan atas penunjukkan yang lugas pada sesuatu ruas
bahasa atau yang didasarkan pada konvensi tertentu. Berdasarkan pendapat para ahli
di atas dapat di ambil simpilan bahwa makna denotatif adalah makna lugas atau
makna apa adanya yang sesuai dengan hasil observasi.


b. Makna Konotatif
1) Pengertian Makna Konotatif
Makna konotatif atau konotasi disebut juga makna makna konotasional, makna
emotif atau makna evaluative. Makna konotatif adalah jenis makna dimana stimulus

xxv
Kata Kata Berkonotasi..., Putra Ginanjar, FKIP UMP, 2015.

dan respon mengandung nilai-nilai emosional (Keraf, 2004:29). Makna konotatif
sebagian terjadi karena pembicara ingin menimbulkan perasaan setuju, tidak setuju,
senang, tidak senang dan sebagainya pada pihak pendengar. Di pihak lain, kata yang
dipilih itu memperlihatkan bahwa pembicaranya juga memendam perasaan yang
sama. Menurut Warriner (dalam Tarigan, 1985:59) konotasi adalah kesan-kesan yang
bersifat emosional yang ditimbulkan oleh sebuah kata di samping batasan kamus atau
definisi utama.

2) Jenia Makna Konotasi
Tarigan (1985:59) mengklasifikasikan makna konotasi menjadi dua jenis yaitu
konotasi individual dan konotasi kolektif. Konotasi individual adalah nilai rasa yang

hanya menonjolkan diri bagi prang perseorangan. Konotasi kolektif adalah nilai rasa
yang berlaku untuk para anggota sesuatu golongan atau masyarakat. Dari pengertian
di atas maka peneliti menggunakan konotasi kolektif. Peneliti ini membatasi pada
makna konotasi kolektif, karena kolektif lebih bersifat umum.
Konotasi kolektif diklasifikasikan menjadi tiga yakni konotasi baik, konotasi
tidak baik, dan konotasi netral atau biasa. Konotasi baik mencangkup konotasi tinggi
dan konotasi ramah. Konotasi tidak baik mencakup konotasi berbahaya, konotasi tidak
pantas, konotasi tidak enak, konotasi kasar, dan konotasi keras. Konotasi netral atau
biasa mencangkup konotasi bentuk sekolah, konotasi kanak-kanak, konotasi
hipokorostik, dan konotasi bentuk nonsense. Dari ketiga macam konotasi tersebut
peneliti menggunakan dua konotasi yakni konotasi baik meliputi konotasi tinggi,
konotasi ramahdan konotasi tidak baik meliputi konotasi berbahaya, konotasi tidak
pantas, konotasi tidak enak, konotasi kasar, konotasi keras.

xxvi
Kata Kata Berkonotasi..., Putra Ginanjar, FKIP UMP, 2015.

a) Konotasi Baik
1) Konotasi Tinggi
Kata –kata ekstra dan klasik lebih indah dan anggun terdengarnya oleh telinga
umum. Kita tidak perlu heran bahwa kata-kata seperti itu mendapat konotasi atau nilai
rasa tinggi. Di samping itu kata-kata asing pada umumnya menimbulkan anggapan
rasa segan, terutama bila orang kurang atau sama sekali tidak memahami maknanya,
lantas memperoleh nilai rasa tinggi pula. Kata-kata yang mengandung nilai rasa
konotasi tinggi biasanya digunakan pada kalangan tertentu. Penggunaan kata yang
bernilai rasa tinggi biasa digunakan pada masyarakat yang bermartabat lebih tinggi.

2) Konotasi Ramah
Pada pergaulan dan pembicaraan kita sehari-hari antara sesama anggota
masyarakat, kita bisa menggunnakan bahasa daerah ataupun dialek untuk menyatakan
hal-hal yang langsung berhubungan dengan kehidupan. Dengan demikian, terjadilah
bahasa campuran yang kadang-kadang terasa lebih ramah daripada bahasa Indonesia.
Dalam hal ini, kita merasakan lebih akrab dan dapat saling merasakan satu sama lain.
Tanpa adanya rasa canggung dalam berkomunikasi karena menggunakan kata-kata
iyang berkonotasi ramah. Kata yang berkonotasi ramah ini bisa digunakan dalam
percakapan kehidupan sehari-hari.

b) Konotasi Tidak Baik
1) Konotasi Berbahaya
Konotasi berbahaya yakni salah satu jenis nilai rasa kolektif yang berkaitan
dengan kepercayaan masyarakat terutama yang bersifat magis. Pada saat tertentu

xxvii
Kata Kata Berkonotasi..., Putra Ginanjar, FKIP UMP, 2015.

dalam keadaan masyarakat ada kata-kata yang pengucapanya harus hati-hati agar tidak
terjadi hal-hal yang mungkin mendatangkan mara bahaya. Misalnya pada saat kita
berjalan di dalam hutan maka sangat terlarang untuk menyebut kata ular karena
mungkin nanti kita bisa bertemu dengan ular. Dalam hal ini, kata ular mempunyai
konotasi berbahaya karena erat sekalidengan kepercayaan masyarakat kepada hal-hal
yang bersifat magis.

2) Konotasi Tidak Pantas
Konotasi tidak pantas yakni salah satu jenis nilai rasa kolektif yang berkaitan
erat dengan kelas sosial dalam masyarakat. Pemakaian atau pengucapan kata-kata
yang mempunyai rasa tidak pantas dapat menyinggung perasaaan lawan bicara atau
objek pembicara. Hal tersebut jika pembicara mempunyai martabat lebih rendah
daripada lawan bicara atau objek pembicara. Hal tersebut dapat terjadi jika pembicara
mempunyai martabat lebih rendah daripada lawan bicara atau objek pembicaranya.
Misalnya kata pelacur diganti dengan tuna susila dan pencuri diganti dengan kata
panjang tangan.

3) Konotasi Tidak Enak
Konotasi tidak enak yakni salah satu nilai rasa kolektif yang tidak enak di
dengar oleh telinga dan mendapat nilai rasa tidak enak karena dipakai dalam
hubungan yang kurang baik. Hubungan yang kurang baik akan menimbulkan katakata yang keluar dari pembicara tidak enak. Pemakaian atau pengucapan kata-kata
yang mempunyai nilai rasa tidak enak ini kurang baik untuk di ungkapkan. Suatu kata

xxviii
Kata Kata Berkonotasi..., Putra Ginanjar, FKIP UMP, 2015.

yang keluar dari pembicara, ketika hubungan tersebut kurang baik jelas dianggap tidak
sopan. Misalnya licik, hajar, keluyuran.

4) Konotasi Kasar
Konotasi kasar yakni salah satu jenis rasa kolektif yang sering digunakan oleh
rakyat jelata yang biasanya berasal dari suatu dialek. Ungkapan-ungkapan tersebut
sering diganti karena dianggap kurang santun apabila digunakan dalam pembicaraan
dengan orang yang disegani. Pemakaian atau pengucapan kata-kata yang berkonotasi
kasar dapat menyinggung lawan bicara atau objek pembicaraan. Hal ini dikarenakan
individu yang satu dengan yang lain berbeda, ungkapan yang diterima individu lain.
Suatu ungkapan dianggap sopan dan halus pada lingkungan tertentu belum tentu
dianggap sopan pada lingkungan lain. Oleh karena itu, agar dapat diterima pada semua
lingkungan harus menghindari ungkapan-ungkapan yang berkonotasi kasar.

5) Konotasi Keras
Konotasi keras yakni slah satu jenis nilai rasa kolektif yang bersifat
mengeraskan makna. Apabila ditinjau dari segi arti, nilai rasa ini tersebut hiperbola.
Orang untuk menunjukkan diri, sering tidak dapat mengendalikan diri dan sering
menggunakan kata-kata yang cendrung mengeraskan.

E. Pragmatik
1.

Pengertian Pragmatik
Pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur

(penulis) dan ditafsirkan oleh pendengarnya (atau pembaca) (Yule, 2006: 3). Selain

xxix
Kata Kata Berkonotasi..., Putra Ginanjar, FKIP UMP, 2015.

itu, Wijana (1996: 1) menyatakan bahwa pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang
mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yakni bagaimana satuan kebahasaan itu
digunakan di dalam komunikasi. Sementara itu, Mey (dalam Rahardi, 2005: 49)
mendefinisikan pragmatik: Pragmatics is the study of the condition of human
language uses as these are determined by the context of society (Pragmatik adalah
ilmu bahasa yang mempelajari kondisi penggunaan bahasa manusia yang pada
dasarnya sangat ditentukan oleh konteks yang mewadahi dan melatarbelakangi
bahasa itu). Konteks yang dimaksud yakni yang bersifat sosial . Bersifat sosial
maksudnya konteks yang timbul sebagai akibat dari munculnya interaksi antar
anggota masyarakat dan yang bersifat sosial maksudnya konteks yang faktor
penentunya adalah kedudukan anggota masyarakat dalam institusi-institusi sosial yang
ada di masyarakat. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pragmatik adalah cabang ilmu
bahasa yang mempelajari tentang makna struktur bahasa yang terikat konteks secara
eksternal yang digunakan di dalam komunikasi.

2. Peristiwa Tutur
Peristiwa tutur adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik
dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan
lawan tutur, dengan satu pokok tuturan, di dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu
(Chaer dan Leonie Agustina, 2004: 47). Sedangkan Yule (2006: 99) menyatakan
bahwa peristiwa tutur adalah suatu kegiatan yang para peserta berinteraksi dengan
bahasa dalam cara-cara konvensional untuk mencapai suatu hasil. Jadi dapat
disimpulkan bahwa peristiwa tutur adalah kegiatan berinteraksi dengan bahasa yang
melibatkan dua pihak yaitu penutur dan lawan tutur dengan satu pokok tuturan, di

xxx
Kata Kata Berkonotasi..., Putra Ginanjar, FKIP UMP, 2015.

dalam waktu, tempat dan situasi tertentu dengan menggunakan bahasa yang
konvensional (disepakati oleh penuturnya) untuk mencapai suatu hasil.
Dell Hymes (dalam Chaer dan Leonie Agustina, 2004: 48) seorang pakar
linguistik mengemukakan bahwa suatu peristiwa tutur harus memenuhi delapan
komponen tutur, yang diakronimkan SPEAKING. Kedelapan komponen itu
adalah:
a.

Setting and Scene
Setting berkenaan dengan waktu dan tempat tutur berlangsung. Sedangkan

scene mengacu pada situasi tempat dan waktu, atau situasi psikologis pembicaraan.
Waktu, tempat, dan situasi tuturan yang berbeda dapat menyebabkan penggunaan
variasi bahasa yang berbeda. Misalnya saja saat berbicara di lapangan sepak bola tentu
berbeda dengan pembicaraan di ruang perpustakaan. Di lapangan sepak bola kita bisa
berbicara keras-keras, tetapi di ruang perpustakaan harus seperlahan mungkin. Hal ini
dikarenakan tempat dan situasinya berbeda.

b. Participants
Participants adalah pihak-pihak yang terlibat dalam pertuturan, bisa pembicara
dan pendengar, penyapa dan pesapa, atau pengirim dan penerima (pesan). Dua orang
yang bercakap-cakap dapat berganti peran sebagai pembicara atau pendengar, tetapi
dalam khotbah di masjid khotib sebagai pembicara dan jamaah sebagai pendengar
tidak dapat bertukar peran. Dalam hal ini status sosial partisipan sangat menentukan
ragam bahasa yang digunakan. Misalnya seorang anak akan menggunakan gaya
bahasa yang berbeda bila berbicara dengan orang tuanya atau gurunya dibandingkan
berbicara dengan teman-teman sebayanya.

xxxi
Kata Kata Berkonotasi..., Putra Ginanjar, FKIP UMP, 2015.

c. Ends
Ends merupakan maksud dan tujuan pertuturan. Peristiwa tutur yang terjadi di
ruang pengadilan bermaksud untuk menyelesaikan suatu kasus perkara. Partisipan
dalam peritiwa tutur ini mempunyai tujuan yang berbeda. Jaksa ingin membuktikan
kesalahan si terdakwa, pembela berusaha membuktikan bahwa si terdakwa tidak
bersalah, sedangkan hakim berusaha memberikan keputusan yang adil. Dalam
peritiwa tutur di ruang linguistik, ibu dosen yang cantik itu berusaha menjelaskan
materi kuliah agar dapat dipahami mahasiswanya, namun ada kemungkinan di antara
mahasiswa itu ada yang datang hanya untuk memandang wajah Bu Dosen yang
cantik.

d. Act Sequence
Act sequence mengacu pada bentuk ujaran dan isi ujaran yang digunakan oleh
penutur. Bentuk ujaran ini berkenaan dengan kata-kata yang digunakan, bagaimana
penggunaannya, dan hubungan antara apa yang dikatakan dengan topik pembicaraan.
Misalnya saja bentuk ujaran dalam kuliah umum dan dalam percakapan biasa adalah
berbeda. Dalam kuliah umum, ujaran yang disampaikan bertujuan untuk
menyampaikan suatu materi yang berkaitan dengan pengetahuan agar mahasiswa
wawasannya bertambah dan paham tentang sesuatu. Namun, dalam percakapan biasa
ujaran yang disampaikan cenderung berkaitan dnegan pengalaman pribadi atau
kehidupan pribadi. Begitu juga dengan isi yang dibicarakan, dalam kuliah umum
ujaran yang disampaikan lebih serius dibandingkan dengan ujaran dalam percakapan
biasa yang lebih cenderung basa-basi dan tidak jelas topiknya.

xxxii
Kata Kata Berkonotasi..., Putra Ginanjar, FKIP UMP, 2015.

e. Key
Key mengacu pada nada, cara, dan semangat penutur dalam penyampaikan
suatu pesan, apakah dengan senang hati, serius, singkat, sombong, mengejek, atau
dapat juga ditunjukan dengan gerak tubuh dan isyarat. Misalnya jika hati penutur
sedang serius, maka ekspresi yang ditunjukan adalah ekspresi serius. Hal ini berbeda
dengan ekspresi penutur saat menyombongkan diri dan mengejek orang lain. Ekspresi
saat menyombongan diri biasanya ditunjukan dengan wajah yang sinis. Selain itu
untuk menggambarkan ekspresi juga bisa ditunjukkan dengan gerak tubuh dan isyarat.

f. Instrumentalities
Instrumenstalities mengacu pada jalur bahasa yang digunakan. Jalur yang
dimaksud seperti jalur lisan, tertulis, melalui telegraf atau telepon. Instrumentalities
juga mengacu pada kode ujaran yang digunakan, seperti bahasa, dialek, fragam, atau
register. Misalkan saja jalur bahasa yang digunakan oleh seorang yang berkomunikasi
dan letaknya berjauhan. Agar komunikasi berjalan lancar maka seseorang yang
letaknya berjauhan harus menggunakan jalur telepon.

g. Norms of Interaction and Interpretation
Norms of Interaction and Interpretation mengacu pada norma atau aturan
dalam berinteraksi. Misalnya, yang berhubungan dengan cara berinterupsi, bertanya,
dan sebagainya. Juga mengacu pada norma penafsiran terhadap ujaran dari lawan
bicara. Saat bicara dalam situasi resmi misalnya dalam kuliah umum seorang penutur
yang akan bertanya harus memperhatikan sopan santun dan cara bertanya yang baik.
Hal itu tentunya berbeda dengan situasi saat bertanya kepada teman dekat, penutur

xxxiii
Kata Kata Berkonotasi..., Putra Ginanjar, FKIP UMP, 2015.

tidak harus memperhatiakan tata cara dalam bertanya. Apabila dalam situasi resmi
seorang penutrur tidak memperhatikan cara bertanya yang baik, maka dapat dikatakan
bahwa penutur tersebut tidak memiliki sopan santun yang baik karena tidak mematuhi
aturan dalam situasi tertentu.

h. Genre
Genre mengacu pada jenis bentuk penyampaian. Seperti narasi, puisi, pepatah,
doa, dan sebagainya. Dalam hal ini misalnya jika seseorang ingin menyampaikan
cerita kepada orang lain, jenis penyampaian yang tepat adalah narasi. Oleh karena itu,
genre atau bentuk penyampaian harus diperhatikan oleh penuturnya. Hal ini bertujuan
agar peristiwa tutur bisa berjalan.
Dalam penelitian ini peneliti hanya menggunakan komponen tutur (a) setting
and scene karena berkenaan dengan tempat dan waktu berlangsung, serta situasi
psikologis pembicaraan. (b) participant yaitu pihak-pihak yang terlibat dalam
pertuturan, yaitu pembicara dan pendengar, penyapa dan pesapa, atau pengirim dan
penerima (pesan), (c) ends yaitu maksud dan tujuan pertuturan serta (d) key mengacu
pada nada, cara dan semangat penutur dalam menyampaikan suatu pesan.

3. Kesantunan Berbahasa
Kesantunan berbahasa terlihat dalam tata cara berkomunikasi atau tata cara
berbahasa. Ketika berkomunikasi, kita patuh dengan adat budaya, tidak hanya
menyampaikan ide atau gagasan, tetapi dalam tata cara berbahasa harus sesuai dengan
unsur-unsur budaya yang ada dalam masyarakat di mana kita tinggal dan
dipergunakan bahasa dalam berkomunikasi. Tarigan (2009: 45) mengungkapkan

xxxiv
Kata Kata Berkonotasi..., Putra Ginanjar, FKIP UMP, 2015.

bahwa dasar kebenaran bagi ungkapan-ungkapan kesopansantunan ialah dapatnya
ungkapan-ungkapan itu secara tepat menerangkan aneka asimetris (tidak seimbang,
kedua belah bagiannya tidak seimbang), dan konsekuensi-konsekuensinya baik secara
langsung maupun tidak langsung.
Fraser dalam Rahardi (2005: 38-41) menunjukkan bahwa sedikitnya terdapat
empat pandangan yang dapat digunakan untuk mengakaji masalah kesantunan dalam
bertutur, yaitu (a) pandangan kesantunan yang berkaitan dengan norma-norma sosial
(the social-norma view), (b) pandangan yang melihat kesantunan sebagai suatu
maksim percakapan (conversation maxim), (c) pandangan kesantunan yang melihat
kesantunan sebagai tindakan untuk memenuhi persyaratan terpenuhinya sebuah
kontak percakapan (conversational contact), (d) pandangan kesantunan yang
berkaitan dengan penelitian sosiolinguistik.

4. Prinsip Kesantunan
Prinsip kesantunan berhubungan dengan dua orang peserta percakapan, yakni
diri sendiri (self) dan orang lain (other). Diri sendiri adalah penutur, dan orang lain
adalah lawan tutur dan orang ketiga yang dibicarakan penutur dan lawan tutur
(Wijana, 1996: 55). Leech (1993: 219) mengemukakan bahwa sopan santun tidak
hanya terungkap dalam isi percakapan, tetapi juga dalam cara percakapan
dikendalikan dan dipola oleh para pemeran sertanya. Sedangkan Leech (dalam
Rahardi, 2005: 59) merumuskan untuk masalah-masalah interpersonal, prinsip
kerjasama Grice tidak lagi banyak digunakan, alih-alih digunakan prinsipkesopanan
atau kesantunan.

xxxv
Kata Kata Berkonotasi..., Putra Ginanjar, FKIP UMP, 2015.

Leech (2011: 206-207) mengemukakan bahwa prinsip kesantunan terdapat
enam maksim atau aturan bentuk pragmatik yaitu : (1) maksim kebijaksanaan atau
kerifan (tact maxim), (2) maksim penerimaan atau kedermawanan (generosyty
maxim), (3) maksim kemurahan atau pujian (approbation maxim), (4) maksim
kerendahan hati (modesty maxim), (5) maksim kecocokan atau kesepakatan
(agreement maxim), (6) maksim kesimpatian (sympathy maxim).
Menurut Wijana (1996: 55) prinsip kesopanan memiliki 6 maksim yaitu: (1)
maksim kebijaksanaan, (2) maksim kemurahan, (3) maksim penerimaan, (4) maksim
kerendahan hati, (5) maksim kecocokan, (6) maksim kesimpatian.
Dalam penelitian ini, peneliti akan meneliti prinsip kesopanan dengan
menggunakan enam maksim kesantunan, yaitu: (1) maksim kebijaksanaan (tact
maxim), (2) maksim penerimaan atau kedermawanan (generosyty maxim), (3) maksim
kemurahan atau pujian (approbatioan maxim), (4) maksim kerendahan hati (modesty
maxim), (5) maksim kecocokan atau kesepakatan (agreement maxim), (6) maksim
kesimpatian (sympathy maxim).
a. Maksim Kebijaksanaan (Taxt Maxim)
Maksim ini menggariskan setiap peserta pertuturan untuk meminimalkan
kerugian orang lain, atau memaksimalkan keuntungan bagi orang lain. Dalam hal ini
dapat dikatakan di dalam pertuturan buatlah kerugian orang lain sekecil mungkin dan
buatlah keuntungan orang lain sebesar-besarnya. Berikut adalah contoh tuturan
memperjelas pernyataan di atas.
(5) A: “Cape sekali ambil buku bolak-balik.”
B: “Kamu disini saja biar saya yang mengambilkan.”
Pada wacana tersebut, tuturan B memberikan kontribusi yang memaksimalkan
keuntungan dan meminimalkan kerugian orang lain dengan cara mengambilkan buku,

xxxvi
Kata Kata Berkonotasi..., Putra Ginanjar, FKIP UMP, 2015.

sehingga A bisa beristirahat dan mengurangi capenya karena sudah bolak-balik
mengambil buku. Karena itulah dapat dikatakan bahwa B memiliki sopan santun
terhadap mitra tuturnya yaitu A. Pelanggaran maksim kebijaksanaan terlihat pada
tuturan berikut ini.
A : “Leptop kamu dipakai tidak? Kalo tidak saya pinjam boleh?”
B : “Boleh saja, biasalah tarif umum 3000 setiap jamnya.”
Tuturan (B) melanggar maksim kebijaksanaan. Karena syarat yang diajukan
oleh B tidak wajar. Secara terus terang berusaha memaksimalkan kerugian lawan
bicaranya. Saat A menanyakan boleh meminjam leptop kepada B, B justru berusaha
memaksimalkan keuntungan bagi dirinya sendiri dan memaksimalkan kerugian pada
pihak lain. Hal tersebut dapat dilihat dari tuturan yang disampaikan B yaitu “Boleh
saja, biasa lah tarif umum 3000 setiap jamnya”.

b. Maksim Penerimaan atau Kedermawanan (Approbation Maxim)
Maksim ini mewajibkan setiap peserta tindak tutur untuk memaksimalkan
kerugian bagi diri sendiri, dan meminimalkan keuntungan diri sendiri. Dalam hal ini
dapat dikatakan di dalam pertuturan buatlah keuntungan diri sendiri sekecil mungkin
dan buatlah kerugian diri sendiri sebesar mungkin. Penerapan maksim penerimaan
atau kedermawanan terlihat pada contoh tuturan merupakan maksim kedermawanan.
A : “Aduh besok pelajaran olah raga tetapi seragam olah raga saya masih
basah.”
B : “Besok pakai seragan punya saya saja.”
Pada wacana tersebut, tokoh (B) memberikan kontribusi yang meminimalkan
keuntungan diri sendiri dan memaksimalkan kerugian diri sendiri dengan cara
meminjamkan seragam olah raga tokoh (A) yang kebingungan karena seragam olah

xxxvii
Kata Kata Berkonotasi..., Putra Ginanjar, FKIP UMP, 2015.

raganya masih basah. Terlihat juga pada tuturan berikut untuk memperjelas maksim
kemurahan hati.

c. Maksim Kemurahan atau Pujian (Generosity Maxim)
Berbeda dengan maksim kebijaksanaan dan maksim penerimaan, maksim
kemurahan menuntut setiap peserta pertuturan untuk memaksimalkan rasa hormat
kepada orang lain, dan meminimalkan rasa tidak hormat kepada orang lain.
Maksudnya dalam hal pertuturan kecamlah orang lain sedikit mungkin dan pujilah
orang lain sebanyak mungkin.
A : “Kemaren aku main bolanya bagus ngga Bro?.”
B : “Iya bagus banget, hebat lah.”
Pada wacana tersebut, tokoh (B) memberikan kontribusi yang memaksimalkan
penghargaan terhadap orang lain yakni dengan memuji tokoh (A). Tuturan (B) dapat
dikatakan bahwa di dalam tuturan B berperilaku santun terhadap A.

d. Maksim keredahan hati (Modesty Maxim)
Maksim

kerendahan

hati

menuntut

setiap peserta

pertuturan

untuk

memaksimalkan ketidakhormatan pada diri sendiri, dan meminimalkan rasa hormat
pada diri sendiri. Maksudnya dalam hal ini dapat dikatan bahwa dalam pertuturan
pujilah diri sendiri sedikit mungkin dan kecamlah diri sendiri sebanyak mungkin.
Untuk memperjelas peryataan tersebut perhatikan contoh tuturan berikut.
A : “Kamulah main volinya jago banget.”
B : “Ah, masih jagoan kamulah.”
Pada wacana tersebut, tokoh (B) memberikan kontribusi yang meminimalkan
penghormatan terhadap dirinya sendiri yakni dengan mengatakan kepada tokoh (A)

xxxviii
Kata Kata Berkonotasi..., Putra Ginanjar, FKIP UMP, 2015.

bahwa dirinya merasa biasa-biasa saja, dan masih kalah jago dari penutur. Tokoh A
juga memuji tokoh B bahwa tokoh B merupakan orang yang pandai bermain voli.

e. Maksim Kecocokan atau Kesepakatan (Agreement Maxim)
Maksim kecocokan menggariskan setiap penutur dan lawan tutur untuk
memaksimalkan kecocokan di antara mereka dan meminimalkan ketidakcocokan di
antara mereka. Dalam hal ini dapat dikatakan di dalam pertuturan usahakan
ketidaksepakatan antara diri sendiri dan orang lain terjadi sesedikit mungkin dan
usahakan agar kesepakatan antara diri sendiri dan orang lain yang terjadi sebanyak
mungkin. Tuturan berikut akan memperjelas pernyataan di atas.
A : “Besok main yu!”
B : “Ya ayo kebetulan besok aku libur.”
Pada wacana tersebut, tokoh (B) memberikan kontribusi yang memaksimalkan
kecocokan yakni dengan mengatakan menjawab pertanyaan tokoh (a) Ya ayo
kebetulan besok aku libur. Tokoh B sangat cocok dengan peryataan tokoh A.
Kecocokan tersebut terlihat dari cara Tokoh B menjawab pertanyaan tokoh A dengan
nada yang mantap.

f. Maksim Kesimpatian (Simphaty Maxim)
Maksim kesimpatian ini mengharuskan setiap peserta pertuturan untuk
memaksimalkan rasa simpati, dan meminimalkan rasa antisipasi kepada lawan
tuturnya. Maksudnya dalam pertuturan kurangilah antipati antara diri dengan orang
lain hingga sekecil mungkin dan tingkatkan rasa simpati sebanyak-banyaknya antara
diri dan orang lain. Untuk memeperjelas pernyataan di atas perhatikan contoh tuturan
(13) dan (14) berikut.

xxxix
Kata Kata Berkonotasi..., Putra Ginanjar, FKIP UMP, 2015.

A : “Hari Minggu kemaren alhamdulilah saya juara 1 voli lagi.”
B : “Wah, selamat ya!”
Pada wacana tersebut, tokoh (B) memberikan kontribusi yang mematuhi
maksim kesimpatian karena memaksimalkan rasa simpatinya dengan memberikan
ucapan selamat terhadap prestasi yang telah dicapai oleh tokoh (A).

F. Siswa SMK di Lingkungan Terminal Wangon.
Siswa SMK (Sekolah Menengah Keatas) adalah komponen masukan dalam
system pendidikan, yang selanjutnya diproses dalam proses pendidikan, sehingga
menjadi

manusia

yang

berkualitas

sesuai

dengan

tujuan

pendidikan

nasional.http://www.rpp-silabus.com2012/06/pengertian-siswa-dan-istilahnya.html
Terminal adalah sebuah prasarana transportasi jalan untuk keperluan
menurunkan

dan

menaikan

penumpang,

serta

mengatur

kedatangan

dan

pemberangkatan kendaraan umum. Terminal Wangon juga menjadi area para
pedagang untuk menjual dagangannya, sering juga dijumpai para pelajar yang
bersekolah di dekat area Terminal Wangon duduk- duduk bersama teman-temannya.
Sekarang Terminal Wangon tidak asing lagi dengan pelajar, bahkan dipastikan setiap
hari ada pelajar baik dari SMA maupun SMK yang berada di terminal wangon untuk
menunggu bus maupun hanya sekedar nongkrong bersama teman-temannya.
Terminal adalah titik tempat penumpang dan barang masuk atau keluar dari
sistem jaringan transportasi. Ditinjau dari sistem jaringan transportasi secara
keseluruhan, terminal merupakan sampul utama dalam jaringan dimana sekumpulan
lintas rute secara keseluruhan bertemu.

xl
Kata Kata Berkonotasi..., Putra Ginanjar, FKIP UMP, 2015.

Dokumen yang terkait

VARIASI BAHASA PADA TUTURAN GURU DAN SISWA DALAM KEGIATAN KOMUNIKASI DI LINGKUNGAN MAN 3 MALANG

4 38 30

APLIKASI PEMETAAN LOKASI PONDOK PESANTREN DI KABUPATEN BANYUMAS BERBASIS ANDROID - repository perpustakaan

0 0 15

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN GIZI SEIMBANG DAN PERILAKU DIET DENGAN STATUS GIZI PADA REMAJA PUTRI DI SMK BAKTI PURWOKERTO KABUPATEN BANYUMAS - repository perpustakaan

0 0 17

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA Bpk. R DENGAN MASALAH PEMELIHARAAN KESEHATAN TIDAK EFEKTIF KARENA HIPERTENSI DI DESA WLAHAR WETAN KECAMATAN KALIBAGOR KABUPATEN BANYUMAS - repository perpustakaan

0 0 15

GAMBARAN PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR PERSONAL HYGIENE PADA ANAK JALANAN DI KABUPATEN BANYUMAS - repository perpustakaan

0 0 14

PEMANFAATAN TANAMAN OBAT SUKU ACANTHACEAE, ASTERACEAE DAN LAMIACEAE OLEH MASYARAKAT DI KECAMATAN BATURRADEN KABUPATEN BANYUMAS - repository perpustakaan

0 0 15

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - HUBUNGAN KONDISI LINGKUNGAN RUMAH TERHADAP KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS I WANGON KABUPATEN BANYUMAS - repository perpustakaan

0 0 9

ANALISIS BAKTERI PATOGEN DAN JAMUR DALAM SEDIAAN RACIKAN SUSPENSI DI PUSKESMAS KABUPATEN BANYUMAS - repository perpustakaan

0 0 6

STRATEGI PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN PENGRAJIN TAHU DI DESA KALISARI KECAMATAN CILONGOK KABUPATEN BANYUMAS - repository perpustakaan

0 0 14

DAMPAK VIDEO GAME KEKERASAN TERHADAP PERILAKU AGRESIF ANAK DAN REMAJA DI KECAMATAN KEMBARAN KABUPATEN BANYUMAS - repository perpustakaan

0 0 15