PERHITUNGAN BESAR EROSI TANAH DENGAN PENDEKATAN UNIVERSAL SOIL LOSS EQUATION (USLE) DI KECAMATAN JUMAPOLO

PERHITUNGAN BESAR EROSI TANAH DENGAN PENDEKATAN UNIVERSAL SOIL LOSS EQUATION (USLE) DI KECAMATAN JUMAPOLO

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Disusun Oleh : ENDAH MARTATI NIM : K 5403028 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pertambahan penduduk yang begitu pesat secara langsung akan berakibat pada meningkatnya kebutuhan hidup baik sandang, pangan maupun papan. Berdasarkan sensus penduduk yang telah dilaksanakan di Indonesia, pertambahan penduduk di Indonesia meningkat hampir dua kali lipat dari tahun 1971 dengan jumlah penduduk sebesar 119.208.229 jiwa hingga tahun 2000 dengan jumlah penduduk sebesar 206.264.595 jiwa ( www.bps.go.id ).

Penduduk Indonesia sangat bergantung pada bidang pertanian untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh sebab itu, kebutuhan terhadap lahan juga meningkat dari waktu ke waktu seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk.

Tanah merupakan sumberdaya alam yang penting untuk kelangsungan hidup manusia karena tanah merupakan suatu komponen yang diperlukan dalam setiap bentuk aktivitas manusia seperti pertanian, pemukiman, jalan, industri, bahkan kegiatan pariwisata. Sebagai sumberdaya alam, keberadaan tanah terutama dalam segi kualitas harus senantiasa dijaga agar tetap lestari sehingga generasi selanjutnya masih dapat memanfaatkan.

Salah satu tujuan penggunaan tanah adalah untuk menghasilkan barang– barang atau alat–alat pemuas kebutuhan manusia yang terus meningkat karena pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi yang diharapkan terus berkembang. Untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia yang selalu mengalami peningkatan seiring kemajuan teknologi dan mengejar pertumbuhan ekonomi yang tinggi, seringkali pemanfaatan atau penggunaan lahan oleh manusia kurang bijaksana.

Manusia sering kali tidak adil dalam memperhatikan tanah, maksudnya adalah tanah dipaksa untuk terus berproduksi dan memberikan hasil yang semaksimal mungkin tanpa memperhatikan kondisi tanah tersebut. Semua itu dilakukan demi kepentingan manusia semata yaitu terpenuhinya kebutuhan manusia baik kebutuhan primer, sekunder bahkan tersier sekalipun. Perlakuan Manusia sering kali tidak adil dalam memperhatikan tanah, maksudnya adalah tanah dipaksa untuk terus berproduksi dan memberikan hasil yang semaksimal mungkin tanpa memperhatikan kondisi tanah tersebut. Semua itu dilakukan demi kepentingan manusia semata yaitu terpenuhinya kebutuhan manusia baik kebutuhan primer, sekunder bahkan tersier sekalipun. Perlakuan

Tanah sesuai dengan sifat dan faktor pembatas yang berbeda mempunyai daya guna yang berbeda pula. Tanah dengan produktivitas tinggi seharusnya dijaga agar penggunaannya tetap sebagai tanah pertanian, bukan dimanfaatkan untuk usaha non pertanian.

Pemanfaaatan sumberdaya alam, khususnya tanah yang tidak tepat atau tidak sesuai dengan kemampuannya dan tidak adanya tindakan atau usaha konservasi terhadap sumberdaya alam tersebut dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan dan mengganggu kelangsungan hidup manusia.

Salah satu bentuk kerusakan lingkungan adalah terjadinya degradasi tanah. Degradasi tanah adalah penurunan kualitas tanah dan produktivitas potensial dan atau pengurangan kemampuannya, baik secara alami atau karena pengaruh manusia (Dent, 1993 dalam Lanya, 1995). Riquer dalam Lanya (1995: 7), mengelompokkan degradasi ke dalam dua macam, yaitu degradasi alami dan degradasi dipercepat. Degradasi alami terjadi pada masa lampau akibat denudasi, yang biasanya meninggalkan sisanya dalam bentuk permukaan sisa erosi atau dataran aluvial yang luas berbentuk dataran banjir. Degradasi dipercepat adalah degradasi yang proses berlangsungnya cepat, umumnya disebabkan oleh pengaruh campur tangan manusia.

Salah satu gejala adanya kerusakan atau degradasi tanah adalah berlangsungnya proses erosi yang ditimbulkan oleh adanya kekeliruan dalam penggunaan lahan, yaitu pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan tingkat kemampuannya. Kerusakan tanah akibat erosi dapat mengakibatkan menurunnya kesuburan dan produktivitas tanah, bahaya banjir pada musim hujan atau kekeringan pada musim kemarau dan pendangkalan sungai–sungai ataupun danau–danau serta makin luasnya lahan kritis (Rukmana, 1995: 10).

Menurut Kartasapoetra (2000: 34), bahaya erosi yang di sana sini telah menurunkan produktivitas tanah merupakan masalah utama yang sepanjang tahun, dari tahun ke tahun tetap harus dihadapi oleh Pemerintah. Bahaya erosi yang menimpa lahan–lahan pertanian serta penduduk sering terjadi pada lahan–lahan yang mempunyai kemiringan lereng sekitar 15 % ke atas. Bahaya ini pun selain Menurut Kartasapoetra (2000: 34), bahaya erosi yang di sana sini telah menurunkan produktivitas tanah merupakan masalah utama yang sepanjang tahun, dari tahun ke tahun tetap harus dihadapi oleh Pemerintah. Bahaya erosi yang menimpa lahan–lahan pertanian serta penduduk sering terjadi pada lahan–lahan yang mempunyai kemiringan lereng sekitar 15 % ke atas. Bahaya ini pun selain

Pencegahan erosi sangat diperlukan, jika erosi dibiarkan terus – menerus begitu saja, maka akan menimbulkan adanya ketidakseimbangan lingkungan. Erosi yang terjadi pada lahan pertanian akan mengikis tanah subur yang berada pada bagian atas sehingga lahan tersebut akan berkurang kesuburannya. Akibat lebih jauh adalah menurunnya produktivitas tanah.

Ada tiga macam pengamatan tentang erosi, yaitu:

1. Pengamatan Tingkat Makro Merupakan evaluasi umum untuk suatu wilayah yang luas meliputi

suatu pulau atau wilayah nasional, dilakukan dengan peta skala 1 : 1.000.000 dan lebih kecil. Evaluasi ini didasarkan pada iklim dengan menggambarkan nilai erosivitas hujan tersebut berupa garis-garis isoeroden, dalam interval tertentu ditunjukkan daerah yang mempunyai potensi erosi sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah.

2. Pengamatan Tingkat Meso Merupakan evaluasi yang meliputi areal lebih sempit seperti DAS,

Sub-DAS, propinsi, kabupaten atau kecamatan, dengan menggunakan peta dasar skala 1 : 20.000 – 1 : 50.000. Jadi evaluasi tingkat meso dapat berupa evaluasi semi detail sampai evaluasi tinjau. Faktor yang dianalisa adalah iklim, topografi dan tanah. Ada dua cara yang digunakan yaitu :

a. Persamaan Prediksi seperti USLE dengan rumus A = R K LS C P

b. Dengan sistem klasifikasi kemampuan lahan.

3. Pengamatan Tingkat Mikro Merupakan evaluasi yang meliputi satu bidang tanah. Evaluasi ini

dapat dilakukan dengan menggunakan metode prediksi erosi seperti USLE.

Ada beberapa alasan yang melatarbelakangi dipilihnya Kecamatan Jumapolo sebagai daerah penelitian, yaitu:

1. Kecamatan Jumapolo memiliki curah hujan tahunan sebesar 1.998,3 mm/tahun. Pada daerah tropis dengan rerata curah hujan lebih dari 1500 mm/tahun, seperti Kecamatan Jumapolo, maka air merupakan penyebab utama terjadinya erosi. Curah hujan dan aliran permukaan memegang peranan yang cukup penting dalam proses erosi, karena kedua unsur ini dapat merusak struktur tanah dan mengakibatkan penipisan tanah. Penipisan tanah akan terus berlangsung jika tidak segera dilakukan tindakan penanggulangan. Selain itu, sedimentasi atau pengendapan butir-butir tanah yang telah dihanyutkan atau terangkut oleh aliran permukaan akan terakumulasi pada tempat yang lebih rendah sehingga dapat mengakibatkan terjadinya pendangkalan pada badan perairan. Sedimentasi juga dapat mengakibatlan semakin sempitnya lebar sungai yang disebabkan karena pembentukan tanah baru, atau jika lumpur sedimentasi dihanyutkan terus-menerus maka pembentukan tanah baru akan terjadi di muara-muara sungai (Kartasapoetra, 2000:36).

2. Kecamatan Jumapolo memiliki relief yang bervariasi, dari lereng datar hingga sangat curam, berdasarkan Peta Lereng Kecamatan Jumapolo skala 1 : 80.000 semakin ke arah timur lerengnya akan semakin curam dengan perincian sebagai berikut:

a. Lereng datar (0-8%) meliputi daerah Jatirejo, Lemahbang, Paseban, Kwangsan, Bakalan, dan Jumapolo.

b. Lereng miring (8-15%) meliputi daerah Ploso dan Karangbangun.

c. Lereng sangat miring (15-25%) terdapat di daerah Giriwondo.

d. Lereng curam (25-45%) terdapat di Kedawung.

e. Lereng sangat curam (>45%) meliputi daerah Kadipiro, Jumantoro, dan sebagian Giriwondo.

3. Penggunaan lahan di Kecamatan Jumapolo, khususnya pada lahan dengan kemiringan lereng lebih dari 25% yang digunakan sebagai tegalan semakin memperkuat dugaan bahwa di Kecamatan Jumapolo telah terjadi erosi.

Dalam rangka pengendalian laju erosi tanah di Kecamatan Jumapolo, sebelumnya perlu dilakukan pengukuran erosi tanah. Pengukuran besar erosi tanah dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan seperti pendekatan laboratorium, pendekatan lapangan, pendekatan gabungan, serta pendekatan permodelan. Dari keempat pendekatan tersebut, pendekatan yang paling sesuai digunakan untuk menghitung besarnya erosi pada berbagai tataguna lahan dalam waktu yang bersamaan adalah pendekatan permodelan yang dikenal dengan nama Universal Soill Loss Equation (USLE) atau Persamaan Umum Kehilangan Tanah (PUKT). USLE merupakan suatu model yang dirancang untuk memprediksi rata- rata erosi jangka panjang dari erosi kulit dan erosi alur pada berbagai tataguna lahan dalam waktu bersamaan. Istilah universal atau umum ini menunjukan bahwa persamaan tersebut dapat dimanfaatkan untuk memprakirakan besarnya erosi untuk berbagai macam kondisi tataguna lahan dan kondisi iklim yang berbeda.

Bertitik tolak dari pemikiran di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Perhitungan Besar Erosi Tanah dengan

Pendekatan Universal Soil Loss Equation (USLE) di Kecamatan Jumapolo.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Berapa besar erosi tanah yang terjadi di Kecamatan Jumapolo?

2. Bagaimana tingkat bahaya erosi tanah di Kecamatan Jumapolo?

C. Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini tidak terlalu luas dari permasalahan yang akan dibahas maka penelitian ini dibatasi pada besar dan tingkat bahaya erosi tanah yang terjadi di Kecamatan Jumapolo, Kabupaten Karanganyar.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk :

1. Mengetahui besar erosi tanah yang terjadi di Kecamatan Jumapolo.

2. Mengetahui tingkat bahaya erosi di Kecamatan Jumapolo.

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Memberikan sumbangan dalam memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dalam pembelajaran geografi di sekolah khususnya pada kelas VIII semester I. untuk lebih jelasnya disajikan pada siilabus tabel 1 berikut.

b. Memberikan sumbangan pemikiran kepada peneliti yang akan datang untuk mengadakan penelitian yang serupa.

2. Manfaat Praktis

a. Memberikan informasi tentang kondisi fisik daerah penelitian dan memberikan masukan tentang pengolahan dan pengelolaan tanah.

b. Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam arahan konservasi tanah.

F. Definisi Operasional

1. Tanah adalah akumulasi tubuh alam bebas yang menduduki sebagian besar permukaan planet bumi, yang mampu menumbuhkan tanaman dan memiliki sifat sebagai akibat pengaruh iklim dan jasad hidup dalam keadaan relief tertentu selama jangka waktu tertentu pula (Darmawijaya, 1992: 2).

2. Erosi adalah suatu proses di mana tanah dihancurkan (detached) dan kemudian

dipindahkan ke tempat lain oleh kekuatan air, angin, atau gravitasi (Hardjowigeno, 1987: 128).

3. Prediksi Erosi adalah suatu metode untuk memperkirakan laju erosi yang akan terjadi dari tanah yang akan digunakan dalam penggunaan lahan dan pengelolaan tertentu (Arsyad, 1989: 237).

4. Degradasi tanah adalah penurunan kualitas tanah dan produktivitas potensial dan atau pengurangan kemampuannya, baik secara alami atau karena pengaruh manusia (Dent, 1993 dalam Lanya, 1995: 7).

5. Erodibilitas tanah adalah kepekaan tanah terhadap daya penghancuran dan penghanyutan oleh air curahan hujan (Kartasapoetra, 2000: 56).

6. Erosivitas hujan adalah kekuatan/kemampuan potensial butir – butir air hujan dalam mengerosi tanah (Asdak, 1995: 455).

7. Tingkat Bahaya Erosi adalah perkiraan jumlah tanah hilang maksimum yang terjadi pada suatu lahan bila pengelolaan tanaman dan konservasi tidak mengalami perubahan (Mangunsukardjo, 1999 dalam Waluyaningsih 2008: 9).

TABEL 1 SILABUS

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Tanah

Darmawijaya (1992: 9), menyatakan bahwa tanah adalah akumulasi tubuh alam bebas yang menduduki sebagian besar permukaan planet bumi, yang mampu menumbuhkan tanaman dan memiliki sifat sebagai akibat pengaruh iklim dan jasad hidup dalam keadaan relief tertentu selama jangka waktu tertentu pula. Di dalam pertanian, tanah diartikan lebih khusus yaitu sebagai media tumbuhnya tanaman darat.

Tanah berasal dari hasil pelapukan batuan bercampur dengan sisa–sisa bahan organik dari organisme (vegetasi atau hewan) yang hidup di atasnya atau di dalamnya. Selain itu, di dalam tanah terdapat pula udara dan air (Hardjowigeno, 1987: 1).

Menurut Hardjowigeno (1987: 4), tanah tersusun atas empat bahan utama, yaitu bahan mineral, bahan organik, air dan udara. Bahan–bahan penyusun tanah tersebut jumlahnya berbeda untuk setiap jenis tanah ataupun setiap lapisan tanah.

Tanah dalam bidang pertanian diartikan sebagai bagian atas dari kulit bumi untuk media pertumbuhan tanaman. Tanah sangat penting artinya bagi manusia. Tanah dan manusia mempunyai hubungan timbal balik, artinya tanah memberikan semua kebutuhan manusia, sebaliknya manusia bisa membuat agar tanah tetap produktif sepanjang masa.

Kesuburan tanah perlu dijaga sehingga tanah tetap memberikan kehidupan bagi penghuninya. Tanah sangat diperlukan bagi semua orang karena merupakan sumber semua kebutuhan hidup manusia. Meskipun teknologi telah berkembang pesat, tetapi sektor pertanian tidak bisa diabaikan begitu saja.

2. Erosi

Erosi adalah suatu proses dimana tanah dihancurkan (detached) dan kemudian dipindahkan ke tempat lain oleh kekuatan air, angin, atau gravitasi (Hardjowigeno, 1987: 128).

Soil erosion may be a slow process that continues relatively unnoticed, or it may occur at an alarming rate causing serious loss of topsoil. The loss of soil from farmland may be reflected in reduced crop production potential, lower surface

drainage networks . ( www.worldagroforestry.com )

Di Indonesia erosi oleh air lebih penting. Pada proses ini terjadi tiga fase, yaitu :

a. Pelepasan butir–butir tanah

b. Pengangkutan atau transportasi butir–butir tanah oleh tenaga yang menyebabkan erosi.

c. Pengendapan butir–butir tanah di lain tempat. Tererosinya lapisan olah tanah tidak memungkinkan lagi dilaksanakan pertanaman, di mana tanah tidak mampu lagi menahan air sehingga terjadi kering dan gersang, sedimentasi dapat menimbulkan kedangkalan sungai (Kartasapoetra, 2000: 47).

Erosi dapat menimbulkan adanya ketidakseimbangan lingkungan. Akibat yang ditimbulkan oleh adanya erosi menurut (Arsyad 1989: 4) adalah :

1. Pada daerah di mana erosi itu terjadi, akan mengakibatkan :

a. Menurunkan kesuburan lapisan tanah atas (top soil) yang kaya akan berbagai unsur hara dan bahan organik, dan hanya meninggalkan lapisan tanah bawah (sub soil) atau kadang tinggal bahan induk

b. Mengganggu sifat fisika tanah yang disebabkan oleh tenaga erosif air hujan yang mengakibatkan menurunnya laju infiltrasi, permeabilitas tanah, dan aerasi tanah yang akan memperbesar aliran permukaan.

c. Meningkatnya volume aliran permukaan akan mempercepat proses erosi dan memperberat tingkat erosi, sehingga dari erosi permukaan bisa menjadi erosi parit atau bahkan sampai menjadi longsor.

d. Menurunkan produktivitas tanah pertanian serta berkurangnya luas lahan olah atau juga lebar jalan akibat adanya erosi jurang.

2. Pada daerah di luar terjadinya erosi (daerah sedimentasi), akan berakibat :

a. Perubahan sifat–sifat hidrologi pada sungai karena peningkatan kecepatan aliran permukaan yang menyebabkan banjir di musim hujan dan sebaliknya akan kekeringan pada musim kemarau karena tanah tidak mampu menahan air akibat rusaknya sifat fisik tanah.

b. Menurunkan kualitas air sungai karena semakin meningkatnya sedimentasi bahan–bahan akibat erosi di daerah atas, sehingga tidak dapat lagi dipakai untuk keperluan rumah tangga atau juga menurunnya kehidupan organisme di dalam sungai.

c. Menurunkan umur waduk akibat sedimentasi bahan yang berlebih, di samping juga pendangkalan pada aliran–aliran sungai yang akan menurunkan volume tampung air sehingga jika terjadi kelebihan aliran permukaan akan segera mengakibatkan banjir di sekitar daerah aliran sungai.

3. Bentuk–bentuk Erosi

Bentuk erosi berdasarkan kenampakan lahan akibat erosi menurut Asdak (1995: 441) adalah :

a. Erosi lembar (sheet erosion) yaitu pengangkutan lapisan tanah yang merata tebalnya dari suatu permukaan bidang tanah.

b. Erosi alur (riil erosion), yaitu erosi yang terjadi karena air terkosentrasi dan mengalir pada tempat–tempat tertentu di permukaan tanah sehingga pemindahan tanah lebih banyak terjadi pada tempat tersebut.

c. Erosi tebing sungai (stream bank erosion), yaitu erosi yang terjadi akibat pengikisan tebing yang terjadi oleh air yang mengalir dari bagian atas tebing atau oleh terjangan arus air yang kuat pada kelokan sungai.

d. Erosi parit (gully erosion), yaitu proses terjadinya seperti alur, tetapi saluran– saluran yang terbentuk sudah sedemikian dalamnya sehingga tidak dapat dihilangkan dengan pengolahan tanah biasa.

4. Faktor–faktor Penyebab Erosi

Arsyad (1989: 72), menyatakan bahwa erosi adalah akibat interaksi kerja antara faktor–faktor iklim, topografi, tumbuh–tumbuhan dan manusia terhadap tanah yang dinyatakan dalam persamaan berikut ini :

E = f ( i,r,v,t,m, )

E adalah besarnya erosi yang merupakan fungsi dari faktor iklim (i), relief (r), vegetasi (v), tanah (t),dan manusia (m). Vegetasi, sebagian sifat–sifat tanah, dan faktor topografi panjang lereng merupakan faktor–faktor yang dapat diubah oleh manusia. Sedangkan iklim, kelerengan, dan tipe tanah merupakan faktor faktor yang tidak dapat diubah oleh manusia. Uraian faktor–faktor penyebab erosi tersebut adalah sebagai berikut :

a. Iklim Salah satu unsur iklim yang mempengaruhi erosi adalah curah hujan/presipitasi. Sifat hujan yang terpenting pengaruhnya terhadap erosi adalah intensitas hujan. Jumlah hujan rata–rata yang tinggi tidak akan menyebabkan erosi yang berat apabila hujan tersebut terjadi merata, sedikit demi sedikit, sepanjang tahun. Sebaliknya curah hujan rata–rata tahunan yang rendah mungkin dapat menyebabkan erosi berat apabila hujan tersebut jatuh sangat deras meskipun hanya sekali (Hardjowigeno, 1987: 132).

b. Relief Relief atau topografi merupakan faktor penting yang mempengaruhi besarnyan erosi. Unsur topografi tersebut meliputi kemiringan lereng, panjang lereng, konfigurasi, keseragaman dan arah lereng (Arsyad, 1989: 81).

Menurut Hardjowigeno (1987: 136), erosi akan meningkat apabila lerengya semakin curam atau semakin panjang. Apabila lereng semakin curam maka kecepatan aliran permukaan meningkat sehingga kekuatan mengangkut meningkat pula. Lereng yang semakin panjang menyebabkan volume air yang mengalir semakin besar.

c. Vegetasi Vegetasi merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap besarnya erosi, yang sekaligus mudah diubah oleh manusia. Pada suatu vegetasi penutup tanah yang baik seperti rumput yang lebat akan menghilangkan pengaruh hujan dan topografi terhadap erosi (Arsyad, 1989: 84). Vegetasi memiliki sifat melindungi tanah dari timpaan–timpaan keras titik–titik curah hujan kepermukaannya, selain itu dapat memperbaiki susunan tanah dengan bantuan akar – akar yang menyebar (Kartasapoetra, 1991: 37).

Vegetasi mampu mempengaruhi laju erosi karena :

1. Adanya intersepsi air hujan oleh tajuk daun

2. Adanya pengaruh terhadap limpasan permukaan

3. Adanya pengaruh terhadap sifat fisik tanah

4. Adanya peningkatan kecepatan kehilangan air karena transpirasi Adanya tanaman menyebabkan air hujan yang jatuh tidak langsung memukul massa tanah, tetapi terlebih dahulu ditangkap oleh tajuk daun tanaman. Selanjutnya tidak semua air hujan tersebut diteruskan ke permukaan tanah karena sebagian akan mengalami evaporasi. Kejadian ini akan mengurangi jumlah air yang sampai ke permukaan tanah yang disebut hujan lolos tajuk.

d. Tanah Sifat–sifat tanah yang mempengaruhi kepekaan tanah terhadap erosi menurut Hardjowigeno (1987: 135) adalah tekstur tanah, bentuk dan kemantapan struktur tanah, daya infiltrasi atau permeabilitas tanah dan kandungan bahan organik. Kepekaan tanah terhadap erosi dikenal sebagai erodibilitas tanah yang merupakan pernyataan keseluruhan pengaruh sifat–sifat tanah dan bebas dari faktor–faktor penyebab erosi lainnya (Arsyad, 1989: 96).

e. Manusia Manusia adalah kunci penentu untuk terjadinya erosi, terutama ditinjau dari perilakunya yang memperlakukan sumberdaya alam (tanah dan air) untuk memenuhi kebutuhannya, juga kemampuannya untuk mengatur keseimbangan faktor–faktor lainnya (Sutopo dan Jaka Suyana, 1999: 8 – 10).

5. Prediksi Erosi

Metode yang umum digunakan untuk memperkirakan besarnya erosi adalah metode Universal Soil Loss Equation (USLE) yang dikembangkan oleh Weschmeier dan Smith. USLE memungkinkan pendugaan laju rata–rata erosi suatu lahan tertentu pada suatu kecuraman lereng dengan pola hujan tertentu untuk setiap macam pertanaman dan tindakan pengelolaan (konservasi tanah) yang mungkin dilakukan atau yang sedang dipergunakan (Arsyad, 1989: 248).

USLE adalah suatu model erosi yang dirancang untuk memprediksi rata- rata erosi jangka panjang dari erosi lembar atau alur pada keadaan tertentu.

Menurut Arsyad (1989: 237), prediksi erosi merupakan metode untuk memperkirakan laju erosi yang akan terjadi dari tanah yang akan digunakan dalam penggunaan lahan dan pengelolaan tertentu. Jika laju erosi masih dapat dibiarkan atau ditoleransikan sudah ditetapkan maka dapat ditentukan kebijakan penggunaan lahan dan tindakan konservasi tanah yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah sehingga tanah dapat dipergunakan secara lestari.

Menurut Wischmeier dan Smith dalam Hardjowigeno (1987: 138), untuk memperkirakan besarnya erosi yaitu menggunakan rumus sebagai berikut :

A = R.K.L.S.C.P

A = Banyaknya kehilangan tanah per satuan luas lahan. Besarnya kehilanagan tanah atau erosi dalam hal ini hanya terbatas pada erosi kulit dan erosi alur. Tidak termasuk erosi yang berasal dari tebing sungai dan juga tidak termasuk sedimen yang terendapkan di bawah lahan-lahan dengan kemiringan besar. (ton/ha/th).

R = Faktor erosivitas curah hujan dan air larian untuk daerah tertentu. Faktor R juga merupakan angka indeks yang menunjukkan besarnya tenaga curah hujan yang dapat menyebabkan terjadinya erosi.

K = Faktor erodibilitas tanah untuk horison tanah tertentu, dan merupakan kehilangan tanah per satuan luas untuk indeks erosivitas tertentu. Faktor

K adalah indeks erodibilitas tanah, yaitu angka yang menunjukkan mudah tidaknya partikel-partikel tanah terkelupas dari agreget tanah oleh gempuran air hujan atau air larian.

L = Faktor panjang lereng yang tidak mempunyai satuan dan merupakan bilangan perbandingan antara besarnya kehilagan tanah untuk panjang lereng tertentu dengan besarnya kehilangan tanah untuk panjang lereng 72,6 ft.

S = Faktor gradien (beda) kemiringan yang tidak mempunyai satuan dan merupakan bilangan perbandingan antara besarnya kehilangan tanah untuk tingkat kemiringan lereng tertentu dengan besarnya kehilangan tanah untuk kemiringan lereng 9%.

C = Faktor (pengelolaan) cara bercocok tanam yang tidak mempunyai satuan dan merupakan bilangan perbandingan antara besarnya kehilangan tanah pada kondisi cara bercocok tanam yang diinginkan dengan besarnya kehilangan tanah pada keadaan tilled continouos fallow.

P = Faktor praktik konservasi tanah (cara mekanik) yang tidak mempunyai satuan dan merupakan bilangan perbandingan antara besarnya kehilangan tanah pada kondisi usaha konservasi tanah ideal (misalnya, teknik penanaman sejajar garis kontur, penanaman dalam teras, penanaman dalam larikan) dengan besarnya kehilangan tanah pada kondisi penanaman tegak lurus terhadap garis kontur.

Besarnya erosi yang terjadi pada suatu wilayah adalah dengan memperkirakan jumlah kehilangan tanah maksimum yang akan terjadi pada sebidang lahan dengan catatan apabila pengelolaan tanaman dan konservasi tanah tidak mengalami perubahan dalam jangka waktu yang panjang.

Dari persamaan tersebut di atas maka besarnya laju erosi diperoleh dari perhitungan faktor – faktor berikut :

a. Erosivitas Hujan (R) Indeks erosivitas hujan (R) merupakan nilai yang menggambarkan kemampuan potensial tetesan air hujan untuk mengerosi tanah. Faktor–faktor erosivitas hujan diangkat dari rumus Bols (1978), yaitu jumlah satuan indeks erosi a. Erosivitas Hujan (R) Indeks erosivitas hujan (R) merupakan nilai yang menggambarkan kemampuan potensial tetesan air hujan untuk mengerosi tanah. Faktor–faktor erosivitas hujan diangkat dari rumus Bols (1978), yaitu jumlah satuan indeks erosi

Data hujan yang diperoleh dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Fakultas Pertanian UNS hanya diketahui jumlah hujan sehingga persamaan EI 30 tidak dapat dipergunakan dan untuk menghitung besar erosivitas digunakan persamaan Soemarwoto (2007: 200) berikut ini :

R = 0,41 x H 1,09 R = Besar Erosivitas

H = Rata – rata curah hujan tahunan (mm/th)

b. Erodibilitas Tanah (K) Soil erodibility is an estimate of the ability of soils to resist erosion, based on the physical characteristics of each soil. Generally, soils with faster infiltration rates, higher levels of organic matter and improved soil structure have a greater resistance to erosion. Sand, sandy loam and loam textured soils tend to be less erodible than silt, very fine sand, and certain Rainfall Intensity and Runoff. ( http://www.mapok.or.id/juornal/erosion/soil-erosion.htm )

Indeks erodibilitas tanah (K) merupakan nilai yang menunjukkan mudah tidaknya tanah tererosi, atau laju erosi per indeks erosi hujan (R) untuk suatu tanah yang didapat dari peta percobaan yang panjangnya 22,13 meter (72,6 kaki) terletak pada lahan dengan kemiringan 9 % tanpa tanaman, dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut :

1,14 -4

100K = 1,292{2,1M (10 ) (12 - a ) + 3,25 (b-2) + 2,5 (c-3)

Keterangan : K = Erodibilitas tanah M = (% debu dan pasir sangat halus) x (100 - % liat)

a = Persentase bahan organik

b = Kode struktur tanah b = Kode struktur tanah

c. Panjang dan Kemiringan Lereng (LS) Faktor LS merupakan kombinasi antara faktor panjang lereng (L) dan kemiringan lereng (S) atau nisbah besarnya erosi dari suatu lereng dengan panjang dan kemiringan tertentu terhadap besarnya erosi dari plot lahan.

Panjang dan kemiringan lereng merupakan dua unsur topografi yang paling berpengaruh terhadap aliran permukaan dan erosi (Arsyad, 1989:81). Nilai LS diperoleh dengan rumus (Schwab et.al., 1981dalam Wardhana, 2005:14)

0,5

LS = X 2 (0,0138 + 0,00965 s + 0,00138 s )

Keterangan :

X = Panjang lereng (m) s = Kemiringan lereng (%)

d. Faktor Pengelolaan Tanaman (C) Faktor pengelolaan tanaman merupakan gabungan antara jenis tanaman, pengelolaan sisa–sisa tanaman, tingkat kesuburan dan waktu pengelolaan tanah. Faktor C menggambarkan nisbah antara besarnya erosi dari lahan yang bertanaman tertentu dan dengan manajemen (pengelolaan) tertentu terhadap besarnya erosi tanah yang tidak ditanami dan diolah bersih. Nilai C dipengaruhi oleh banyak variabel. Menurut (Suripin, 2004: 77) variabel yang berpengaruh dapat dikelompokkan menjadi dua grup, yaitu:

1. Variabel alami. Variabel alami terutama adalah iklim dan fase pertumbuhan. Efektivitas tanaman dalam mencegah erosi tergantung pada tinggi dan kontinuitas kanopi, kerapatan penutupan lahan, dan kerapatan perakaran

2. Variabel yang dipengaruhi oleh sistem pengelolaan,yaitu tajuk tanaman, mulsa sisa-sisa tanaman, sisa-sisa tanaman yang dibenamkan ke dalam tanah, pengelolaan tanah, pengaruh residual pengelolaan tanah, dan interaksi antara variabel-variabel tersebut.

Nilai faktor C dapat dilihat pada Tabel 2.

TABEL 2 NILAI C

e. Faktor Pengolahan Tanah (P) Faktor pengolahan tanah merupakan bentuk usaha manusia untuk membatasi semaksimum mungkin pengaruh erosi terhadap lahan. Nilai faktor P untuk berbagai tindakan konservasi dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Nilai Faktor P untuk Berbagai Tindakan Konservasi Tanah Khusus.

No.

Tindakan Konservasi Tanah

Nilai P

1 1) Terras bangku

- konstruksi baik

0.04 - konstruksi sedang

0.15 - konstruksi kurang baik

0.35 - terras tradisional

2 Strip tanaman rumput Bahia

3 Pengolahan tanah dan penanaman menurut garis kontur - kemiringan 0-8%

0.50 - kemiringan 9-20%

0.75 - kemiringan lebih dari 20%

1.00 Sumber : Arsyad, 1989 : 259

4 Tanpa tindakan konservasi

Keterangan : 1) konstruksi terras bangku dinilai dari kerataan dasar terras dan keadaan talud terras.

6. Satuan Lahan

Penelitian mengenai lahan biasanya menggunakan satuan analisis dan satuan pemetaan berupa satuan lahan. Menurut FAO, (1997) dalam R.A. van Zuidam and F.I. van Zuidam-Concelado (1979), satuan lahan adalah satuan bentang alam yang digambarkan serta dipetakan atas dasar sifat fisik atau karakteristik lahan tertentu. Satuan lahan merupakan satuan wilayah yang memiliki kesamaan bentuklahan dan timbulan, bahan induk dan penggunaan lahan atau penutup lahan pada saat sekarang.

Satuan lahan dapat dibuat dari hasil tumpangsusun peta geologi, peta tanah, peta lereng dan peta penggunaan lahan. Dengan demikian satuan lahan Satuan lahan dapat dibuat dari hasil tumpangsusun peta geologi, peta tanah, peta lereng dan peta penggunaan lahan. Dengan demikian satuan lahan

7. Analisis Tingkat Bahaya Erosi

Tingkat bahaya erosi adalah keadaan yang memungkinkan erosi yanah akan segera terjadi dalam waktu dekat. Tingkat bahaya erosi dapat diketahui dengan cara menentukan kelas besar erosi terlebih dahulu. Setelah kelas besar erosi pada tiap–tiap satuan lahan diketahui, maka data tersebut digunakan untuk mengklasifikasi tingkat bahaya erosi yang terjadi pada setiap satuan lahan dengan menggunakan pertimbangan berupa kedalaman tanah efektif.

Tingkat bahaya erosi dibagi menjadi 5 kelas, yaitu :

a. Sangat Ringan (SR)

b. Ringan (R)

c. Sedang (S)

d. Berat (B)

e. Sangat Berat (SB) Kriteria tingkat bahaya erosi untuk masing–masing kelas dapat dilihat pada Tabel

4. berikut ini. Tabel 4. Klasifikasi Tingkat Bahaya Erosi No.

Erosi Klas Bahaya Erosi (ton/ha/th) 1. Kedalaman Tanah Efektif I(<15)

IV(180-480) V (>480) (cm) 2. Dalam (>90)

II(15-60)

III(60-180)

B SB 3. Sedang (60-90)

SR

B SB SB 4. Dangkal (30-60)

SB SB 5. Sangat Dangkal (<30)

Sumber : Utomo, 1994:59 Keterangan:

SR = Sangat Ringan

B = Berat

R = Ringan

SB = Sangat Berat

S = Sedang

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Wisnu Hermawan (2003) melakukan penelitian Kajian Erosi dan Kualitas Air Limpasan pada Berbagai Macam Kelompok Umur Tanaman Jati (Studi Kasus di RPH Ngawean, Cabak BKPH Pasar Sore KPH Cepu). Tujuan penelitian tersebut adalah untuk mengetahui besarnya erosi yang terjadi pada tiap kelompok umur (KU) tanaman jati serta untuk mengetahui kualitas air limpasan pada setiap kelompok umur tanaman jati.

Pengukuran erosi dilakukan dengan menggunakan debit aliran dan sampel sedimen yang keluar melalui outlet dalam daerah tangkapan kecil. Analisis dilakukan secara deskriptif pada berbagai macam kelompok umur tanaman jati.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa terjadi peningkatan sedimen yang cukup besar pada setiap kelompok umur (KU), kecuali KU VII dan KU VIII yang berarti bahwa semakin tua umur tanaman jati, erosi yang terjadi semakin kecil. Kualitas air limpasan pada setiap KU masih berada dalam batas yang normal atau layak untuk dikonsumsi.

Supriyadi dan Sutarno (1996) melakukan penelitian Analisis Tingkat Erosi Daerah Sambirejo, Kabupaten Sragen. Tujuan penelitian tersebut adalah mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi erosi dan menghitung jumlah kehilangan tanah maksimum. Untuk menghitung jumlah kehilangan tanah maksimum menggunakan metode USLE.

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa daerah penelitian yang meliputi luas 4.776 ha tersebut telah terjadi erosi sangat ringan, ringan, sedang, berat, dan sangat berat. Faktor yang paling dominan yang mempengaruhi erosi pada penelitian tersebut adalah pengelolaan tanaman dan faktor lereng.

Noorhadi (1997) melakukan penelitian Kajian Erosi Permukaan di Sub Daerah Aliran Sungai Wuryantoro. Tujuan penelitian tersebut adalah untuk menduga tingkat erosi permukaan, menduga faktor-faktor erosi yang paling besar pengaruhnya terhadap erosi permukaan di daerah penelitian, dan mengevaluasi tingkat erosi permukaan dalam kaitannya dengan usaha konservasi. Penentuan besar erosi yang terjadi dengan menggunakan rumus USLE.

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa tingkat erosi permukaan yang tertinggi terjadi pada lahan tegalan dan erosi terendah terjadi pada lahan hutan. Faktor erosi yang paling besar pengaruhnya adalah faktor lereng, dan tindakan konservasi yang dilakukan adalah penanaman tanaman penutup tanah rendah dengan kerapatan sedang dan penanaman menurut kontur.

Hanani Retno Kusmintarsih (2005) melakukan penelitian Besar Erosi Aktual di Kecamatan Teras, Kabupaten Boyolali. Tujuan penelitian tersebut adalah untuk mengetahui besar erosi aktual di Kecamatan Teras dengan menggunakan rumus USLE.

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa terdapat lima kelas bahaya erosi di Kecamatan Teras,yaitu sangat ringan, ringan, sedang, berat, dan sangat berat.

TABEL 5 PENELITIAN YG RELEVAN

C. Kerangka Pemikiran

Kehidupan manusia tidak lepas dari alam. Dalam interaksinya, manusia dapat mempengaruhi alam, tetapi sebaliknya alam dapat mempengaruhi manusia. Adanya interaksi antara manusia dengan alamnya ini karena manusia berusaha untuk memenuhi segala kebutuhannya. Tanah merupakan salah satu sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui, sedangkan kebutuhan akan tanah selalu meningkat dari waktu ke waktu. Oleh sebab itu, apabila manusia tidak dapat mempertahankan kualitas tanah tersebut atau bahkan cenderung merusak akan berakibat pada menurunnya daya dukung tanah.

Erosi merupakan salah satu jenis evaluasi lahan yang dapat ditentukan dengan cara pengharkatan faktor–faktor penentu bahaya erosi. Faktor penentu bahaya erosi adalah erosivitas hujan, erodibilitas tanah, panjang dan kemiringan lereng, vegetasi, pengelolaan tanaman, dan praktik konservasi tanah.

Untuk memperoleh data kualitas/karakteristik tanah dan faktor lingkungan fisik sekeliling terlebih dahulu dilakukan pembagian daerah survei ke dalam satuan pemetaan. Satuan analisis yang digunakan adalah satuan lahan yang dibuat dengan cara overlay (tumpangsusun) dari peta lereng, peta geologi, peta penggunaan lahan, dan peta tanah. Pengumpulan data dilakukan pada setiap satuan lahan yang diwakili paling sedikit satu sampel pengamatan atau pengukuran di lapangan.

Setelah diketahui besarnya nilai erosivitas, erodibilitas, panjang dan kemiringan lereng, serta indeks pengelolaan tanaman dan indeks konservasi tanah yang dilakukan di tiap–tiap satuan lahan di Kecamatan Jumapolo, maka dapat dihitung besar erosi tanah di Kecamatan Jumapolo yang dihitung dengan metode USLE. Tingkat Bahaya Erosi (TBE) di daerah penelitian ditentukan berdasarkan kombinasi besar erosi dengan kedalaman tanah. Sesuai dengan tujuan penelitian, maka informasi mengenai Tingkat Bahaya Erosi disajikan dalam bentuk peta. Untuk lebih jelasnya kerangka berpikir dari penelitian ini disajikan pada Gambar

1 berikut.

Erosivitas Hujan

Pengelolaan Konservasi tanaman

LS

Besar erosi

Klas Besar Erosi

Tingkat Bahaya Erosi

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A.Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Jumapolo Kabupaten Karanganyar. Pemilihan tempat penelitian ini didasarkan pada pertimbangan faktor curah hujan, variasi kemiringan lereng, dan praktik pengelolaan tanaman di daerah penelitian yang diperkirakan akan mengakibatkan terjadinya proses erosi.

2. Waktu

Penelitian ini dilaksanakan selama dua belas bulan, yaitu dari Bulan Desember 2008 dan selesai pada Bulan Desember 2009, terhitung dari penyusunan proposal, pengumpulan data, analisis data sampai penulisan laporan. Waktu pelaksanaan penelitian disajikan pada Tabel 6 berikut ini.

Tabel 6. Alokasi Waktu Penelitian.

No. Kegiatan

Mei 09-Juli Agustus 09-

09 Desember 09 1. Penulisan Proposal

2. Pengumpulan Data

xxxxxxxxxxxx

3. Analisis Data xxxxxxxxxx 4. Penulisan Laporan

xxxxxxxxxxxx

B. Metode Penelitian

Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif eksploratif melalui survei lapang, sedangkan untuk mengetahui nilai erosi pada masing–masing satuan lahan di daerah penelitian dilakukan dengan pengambilan sampel tanah, titik sampel ditentukan secara sengaja (purposive sampling) berdasarkan pertimbangan tertentu.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, pengambilan data dilakukan dengan metode survei. Metode survei adalah suatu metode penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan sejumlah besar data berupa variabel, unit atau individu dalam waktu bersamaan (Tika, 1996: 9).

Di dalam metode survei ini untuk memperoleh data lapangan dilakukan melalui pengamatan, pengukuran dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang terjadi pada objek penelitian. Objek penelitian yang dimaksud di sini adalah satuan lahan yang dijadikan sampel atau titik pengamatan dengan batas wilayah berupa wilayah administratif. Seperti halnya suatu Daerah Aliran Sungai (DAS), Kecamatan Jumapolo juga memiliki karakteristik lahan yang bertindak sebagai faktor-faktor penyebab terjadinya erosi yang dapat diteliti dan diukur untuk menentukan besar erosi dan tingkat bahaya erosi. Selain itu, pada pengamatan erosi tingkat meso, pengamatan tentang erosi tidak hanya diperuntukkan bagi Daerah Aliran Sungai (DAS) saja, tetapi juga untuk wilayah kecamatan.

Satuan analisis yang digunakan adalah satuan lahan yang dibuat dengan cara overlay (tumpangsusun) dari peta lereng, peta geologi, peta penggunaan lahan, dan peta tanah. Peta geologi diperoleh dari Peta Geologi Bersistem Indonesia lembar Ponorogo, Surakarta dan Giritontro skala 1 : 100.000 Tahun 1992 yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung dengan perbesaran skala tanpa penambahan informasi yang disebabkan oleh keterbatasan tenaga dan biaya. Hal yang sama juga dilakukan untuk peta tanah.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian (Arikunto, 1993: 102). Dalam setiap penelitian populasi yang dipilih erat hubungannya dengan masalah yang akan dikaji. Sejalan dengan dasar pemikiran tersebut, maka yang dijadikan populasi dalam penelitian ini adalah lahan, dalam hal ini adalah seluruh wilayah yang ada di Kecamatan Jumapolo Kabupaten Karanganyar seluas 5.567, 021 Ha.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 1993: 104). Dalam suatu penelitian, sampel yang diambil harus benar–benar representatif atau dapat mewakili seluruh populasi yang ada. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah satuan lahan yang memiliki karakteristik yang berlainan dan diambil berdasarkan pertimbangan aksesibilitas (tingkat keterjangkauan/kemudahan). Sampel yang diambil sebanyak 39 sampel. Lokasi pengambilan sampel disajikan pada Peta Sampel skala 1 : 80.000.

D. Sumber Data

1.Data Primer

Data primer merupakan data yang dapat diperoleh secara langsung di lapangan dan di laboratorium. Data ini meliputi :

a. Struktur tanah, permeabilitas tanah, kandungan bahan organik, kandungan pasir, dan kandungan debu dan pasir sangat halus untuk menentukan erodibilitas tanah diperoleh dari analisis kimia dan fisika tanah di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah Fakultas Pertanian UNS ;

b. Panjang dan kemiringan lereng erosi diperoleh dari pengukuran langsung di lapangan;

c. Kedalaman tanah yang diperoleh secara langsung di lapangan;

d. Penutup lahan dan tindakan konservasi yang diperoleh dengan pengamatan langsung di lapangan.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari catatan atau arsip yang telah dikumpulkan oleh instansi–instansi yang ada hubungannya dengan persoalan atau masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini. Data sekunder dalam penelitian ini meliputi :

a. Letak dan luas daerah penelitian yang diperoleh dari Peta RBI Lembar Tawangmangu dan Jumantono.

b. Data curah hujan daerah penelitian yang diperoleh dari stasiun klimatologi Jumantono.

c. Data tanah yang diperoleh dari Peta Tanah Tinjau Propinsi Jawa Tengah tahun 2001 yang dibuat oleh Lembaga Penelitian Tanah dan diperoleh dari Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah Fakultas Pertanian UNS.

d. Data jenis batuan yang diperoleh dari peta geologi skala 1 : 100.000

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang dugunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah teknik observasi lapangan dan dokumentasi.

1. Observasi Lapangan

Observasi lapangan merupakan alat yang sangat penting dalam penelitian, selain itu juga merupakan catatan tertulis tentang apa yang didengar, dilihat dan dipikirkan dalam angka pengumpulan data (Moleong. 1990: 135).

Observasi lapangan ini dilakukan dengan cara meneliti langsung di lapangan untuk memperoleh data struktur tanah, panjang lereng erosi, kemiringan lereng erosi, pengelolaan tanaman dan tindakan konservasi serta pengukuran kedalaman tanah yang akan digunakan untuk menghitung besarnya erosi.

2. Dokumentasi

Menurut Moleong (1990: 16), dokumentasi adalah bahan tertulis atau film. Dokumentasi digunakan karena merupakan sumber yang stabil, kaya dan mendorong, berguna untuk menguji suatu pengujian. Data yang diperoleh dengan teknik dokumentasi dalam penelitian ini meliputi data tentang letak dan luas daerah penelitian yang diperoleh dari kantor Kecamatan Jumapolo. Peta tanah diperoleh dari Peta Tanah Tinjau Propinsi Jawa Tengah tahun 2001 dan data curah hujan diperoleh dari data klimatologi Fakultas Pertanian UNS.

PETA SAMPEL

F. Teknik Analisis Data

1. Besar Erosi

Besar erosi yang terjadi di Kecamatan Jumapolo diketahui dengan cara menghitung besarnya faktor-faktor penyebab erosi terlebih dahulu, yang meliputi:

a. Faktor Erosivitas Hujan (R) Erosivitas adalah kemampuan butir-butir hujan mengerosi tanah. Erosivitas dalam penelitian ini dihitung berdasarkan persamaan berikut ini:

R = 0,41 x H 1,09

Keterangan: R = Besar Erosivitas

H = Rata-rata Curah Hujan Bulanan (mm/th)

b. Faktor Erodibilitas Tanah (K) Erodibilitas tanah (K) menunjukkan resistensi partikel tanah terhadap pengelupasan dan transportasi partikel-partikel tanah tersebut oleh adanya energi kinetik air hujan (Asdak, 1995: 458). Partikel penyusun tanah yang digunakan untuk menghitung erodibilitas tanah adalah pasir, debu, dan lempung, sedangkan karakteristik tanah yang digunakan untuk menghitung erodibilitas tanah adalah permeabilitas, kandungan bahan organik, dan struktur tanah. Nilai erodibilitas tanah pada penelitian ini dihitung berdasarkan persamaan yang telah dikemukakan pada Sub Bab II. A. 5. b di muka.

c. Faktor Panjang (L) dan Kemiringan Lereng (S) Faktor LS merupakan gabungan antara faktor panjang lereng (L) dan kemiringan lereng (S) atau nisbah besarnya erosi dari suatu lereng dengan panjang dan kemiringan tertentu terhadap besarnya erosi dari plot lahan. Nilai LS pada penelitian ini dihitung dengan persamaan

LS = X 2 (0,0138 + 0,00965 s + 0,00138 s )

Keterangan:

X = panjang lereng (m) s = kemiringan lereng (%) X = panjang lereng (m) s = kemiringan lereng (%)

Faktor C dinilai berdasarkan tanaman yang paling dominant. Hal ini dikarenakan rumus USLE hanya diperuntukkan untuk sebidang lahan pertanian dengan tanaman tunggal.

e. Faktor Konservasi Tanah (P) Faktor P adalah nisbah antara tanah tererosi rata-rata dari lahan yang mendapat perlakuan konservasi tertentu terhadap tanah tererosi rata-rata dari lahan yang diolah tanpa tindakan konservasi, dengan catatan penyebab erosi yang lain diasumsikan tidak berubah. Nilai faktor P diketahui dengan menggunakan Tabel

2. Sub Bab II. A. 5. e. di muka. Setelah nilai masing-masing faktor penyebab erosi diketahui, maka besar erosi yang terjadi di daerah penelitian dihitung dengan Persamaan Umum Kehilangan Tanah (PUKT) atau Universal Soil Loss Equation (USLE) berikut ini:

A = R K LS C P

Keterangan :

A : Besar erosi tanah rata–rata (ton/ha/th) R : Indeks erosivitas hujan K : Indeks erobilitas tanah L : Indeks panjang lereng S : Indeks kemiringan lereng

C : Indeks pengelolaan tanaman P : Indeks pengelolaan tanah Kelas Besar erosi permukaan dalam penelitian ini diketahui berdasarkan klasifikasi tingkat besar erosi permukaan pada Tabel 7 berikut ini.

Tabel 7. Klasifikasi Tingkat Besar Erosi Permukaan No.

Klasifikasi Tingkat Besar Erosi Laju Erosi (ton/ha/th)

1. Sangat Ringan (SR) <15

2. Ringan (R)

3. Sedang (S)

4. Berat (B) 180 – <480

5. Sangat Berat (SB) ≥480 Sumber : Anonim, 1994 (dalam Wardhana, 2005 : 26)

2. Tingkat Bahaya Erosi (TBE)

Setelah diketahui kelas besar erosi pada masing-masing satuan lahan, maka klasifikasi Tingkat Bahaya Erosi (TBE) pada setiap satuan lahan dapat ditentukan dengan menggunakan pertimbangan berupa kedalaman tanah, seperti yang disajikan pada Tabel 3. di muka.

Metode USLE adalah metode yang paling umum digunakan untuk memperkirakan besarnya erosi. Metode tersebut dapat dimanfaatkan untuk memperkirakan besarnya erosi pada berbagai macam kondisi tataguna tanah dan kondisi iklim yang berbeda. Menurut Asdak (1995:476) dalam metode ini terdapat beberapa keterbatasan, di antaranya sebagai berikut :

1. Metode USLE dirancang untuk memperkirakan besarnya kehilangan tanah rata – rata tahunan, jadi apabila musim hujan lebih tinggi dari biasanya maka akan terjadi penaksiran kurang (sedimen yang terjadi lebih banyak dari yang diperkirakan).

2. USLE hanya memperkirakan besarnya kehilangan tanah erosi kulit dan erosi alur, dan tidak ditujukan untuk menghitung erosi parit.

3. USLE hanya memperkirakan besarnya tanah yang tererosi tanpa mempertimbangkan deposisi sedimen dalam perhitungan besarnya prakiraan erosi.

G. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian adalah urut–urutan atau tahap–tahap yang harus dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Tahap Persiapan, yang meliputi kegiatan studi pustaka, orientasi lapangan, dan studi peta.

2. Penyusunan Proposal Proposal merupakan rancangan penelitian yang berisi tentang latar belakang masalah dan alasan penelitian, kajian pustaka, pemilihan tempat penelitian, rancangan pengumpulan data.

3. Penyusunan Instrumen penelitian

4. Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan untuk menghitung besar erosi tanah.

5. Analisis Data Analisis data merupakan proses pengorganisasian dan mengurutkan ke dalam

pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga ditemukan tema. Data dari hasil penelitian dan analisis laboratorium disusun dalam bentuk tabel untuk mempermudah analisis data, kemudian dimasukkan ke dalam rumus untuk menghitung besarnya erosi.