KLONING DAN ANALISIS MOLEKULER GEN PENYANDI PROTEIN NS4B VIRUS HEPATITIS C 1a (HCV 1a) ISOLAT JAWA TENGAH SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

KLONING DAN ANALISIS MOLEKULER GEN PENYANDI PROTEIN NS4B VIRUS HEPATITIS C 1a (HCV 1a) ISOLAT JAWA TENGAH

SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran FAQIHUDDIN AHMAD NIM. G0007068

Skripsi dengan judul : Kloning dan Analisis Molekuler Gen Penyandi Protein

NS4B Virus Hepatitis C 1a (HCV 1a) Isolat Jawa Tengah

Faqihuddin Ahmad, G0007068, Tahun 2010

Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Pada Hari Kamis, Tanggal 23 Desember 2010

Pembimbing Utama

Nama : Afiono Agung Prasetyo, dr., Ph.D NIP : 19770907 200212 1 002

Pembimbing Pendamping

Nama : Yulia Sari, S.Si., M.Si. NIP : 19800715 200812 2 001

Penguji Utama

Nama : Betty Suryawati, dr., M.Biomed.Sci. NIP : 19760525 200112 2 001

Anggota Penguji

Nama : Isdaryanto, dr., MARS NIP : 19500312 197610 1 001

Surakarta, 23 Desember 2010

Ketua Tim Skripsi

Muthmainah, dr., M.Kes.

Dekan FK UNS

Prof. Dr. AA Subijanto, dr., MS.

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena limpahan nikmat, rahmat, hidayah, serta ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Kloning dan Analisis Molekuler Gen Penyandi Protein NS4B Virus Hepatitis C 1a (HCV 1a) Isolat Jawa Tengah ”.

Dengan selesainya penulisan skripsi ini, perkenankanlah dengan setulus hati penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. AA Subijanto, dr., MS, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Afiono Agung Prasetyo, dr., Ph.D selaku pembimbing utama yang telah berkenan memberikan waktu, bimbingan, saran, dan motivasi bagi penulis.

3. Yulia Sari, S.Si., M.Si. selaku pembimbing pendamping yang telah

memberikan waktu, bimbingan, saran, dan motivasi bagi penulis.

4. Betty Suryawati, dr., M.Biomed.Sci. selaku penguji utama yang telah memberikan koreksi dan saran untuk menyempurnakan penyusunan skripsi.

5. Isdaryanto, dr., MARS selaku anggota penguji yang telah memberikan

koreksi dan saran untuk menyempurnakan penyusunan skripsi.

6. Muthmainah, dr., M.Kes selaku Ketua Tim skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.

7. Bapak dan ibu tercinta Sugeng Indardi, drs., MBA dan Linda Suyati, dra., M.Si atas segala do’a restu yang tiada habisnya, bimbingan serta support baik moril maupun materiil.

8. Teman-teman seperjuangan di Kastrat de Geneeskunde, semoga selalu tetap semangat dalam mengobarkan suasana ilmiah di kampus tercinta dan jangan lupa, sifat nekat harus tetap terpelihara.

9. Semua pihak yang telah memberi bantuan secara langsung maupun tidak langsung sehingga terselesainya skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari kekurangan karena keterbatasan waktu, tenaga, dan pengetahuan penulis. Oleh karena itu, dibutuhkan saran dan masukan untuk menyempurnakan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Surakarta, 23 Desember 2010

Faqihuddin Ahmad

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hepatitis C virus (HCV) dikenal sebagai salah satu virus yang menyebabkan problem mendasar dalam dunia kesehatan. Angka kejadian infeksi HCV pada populasi penduduk dunia mencapai 3 % yang berarti 170 juta orang kini terinfeksi HCV (Alter, 2007; Holmberg, 2009). Di Indonesia sendiri diperkirakan hingga tujuh juta penduduk kini mengalami infeksi aktif HCV (Kementrian Kesehatan RI, 2009). Selain itu beberapa laporan menunjukkan bahwa 70 – 85 % infeksi HCV berlangsung persisten. Hanya 20 – 25 % pasien infeksi HCV yang dapat sembuh sempurna, sementara yang lain berisiko tinggi untuk mencapai kondisi terminal (Lemon et al., 2007).

Dalam usaha mengeradikasi HCV, dibutuhkan pengetahuan mengenai strategi replikasi virus maupun proses patofisiologi HCV yang hingga kini masih belum begitu banyak diketahui. Penelitian lanjutan HCV membutuhkan plasmid yang mengandung sebagian atau seluruh gen HCV untuk diketahui aktivitas maupun fungsinya. Selain itu, penelitian lanjutan HCV juga memerlukan suatu model replikasi yang disebut dengan replikon maupun sistem infeksius. Proses pembuatan replikon maupun sistem infeksius dapat secara langsung dikloning dari keseluruhan genom HCV, namun akan lebih bermanfaat ketika replikon maupun sistem infeksius tersebut dibuat melalui

penelitian lanjutan di bidang HCV. Di Indonesia sendiri penelitian mengenai HCV hingga kini hanya sampai pada tahap seroprevalensi dan epidemiologi molekuler. Sejauh yang peneliti tahu, Indonesia masih belum memiliki plasmid, replikon maupun sistem infeksius HCV. Oleh karena itu, Laboratorium Mikrobiologi dan Biomedik FK UNS mengadakan penelitian pembuatan plasmid rekombinan gen HCV, replikon dan sistem infeksius untuk menunjang penelitian HCV berbasis molekuler di Indonesia. Penelitian epidemiologi molekuler HCV yang dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi dan Biomedik FK UNS dengan mengambil sampel dari beberapa daerah di Jawa Tengah mendapatkan isolat HCV dengan serotipe terbanyak adalah 1a. Oleh karena itu Laboratorium Mikrobiologi dan Biomedik FK UNS sejak tahun 2010 ini memutuskan untuk mengkloning HCV 1a terlebih dahulu. Isolat HCV 1a yang ada telah diseleksi dan diputuskan isolat dengan kode 09IDSKAC-20 yang akan dikloning untuk pembuatan plasmid gen HCV.

Secara umum gen pengkode protein yang terdapat pada HCV terbagi menjadi dua yaitu gen pengkode protein struktural dan non-struktural, yang diketahui salah satunya adalah gen NS4B. Beberapa penelitian yang telah dilakukan mengarahkan pada teori bahwa NS4B memiliki fungsi penting dalam siklus HCV dan hal tersebut menarik perhatian peneliti HCV dalam pengembangan vaksin maupun obat antivirus dengan NS4B sebagai target Secara umum gen pengkode protein yang terdapat pada HCV terbagi menjadi dua yaitu gen pengkode protein struktural dan non-struktural, yang diketahui salah satunya adalah gen NS4B. Beberapa penelitian yang telah dilakukan mengarahkan pada teori bahwa NS4B memiliki fungsi penting dalam siklus HCV dan hal tersebut menarik perhatian peneliti HCV dalam pengembangan vaksin maupun obat antivirus dengan NS4B sebagai target

Analisis molekuler genom HCV pertama kali dilakukan oleh Choo et al. pada tahun 1989. Hasil penelitian tersebut menunjukkan karakteristik keseluruhan genom HCV untuk pertama kali. Hasil kloning tersebut menjadi titik balik pemahaman bahwa produk protein genom HCV, yang dikenal saat itu sebagai non-A non-B hepatitis virus, dapat diidentifikasi dan dikaji secara intensif. Kini penelitian mengenai genom virus HCV sudah sangat berkembang pesat, terlebih pada pengetahuan mengenai struktur topologisnya. Dalam pembahasan penelitian skripsi, peneliti menitikberatkan pada analisis molekuler hasil kloning HCV 1a NS4B.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana kloning dan analisis molekuler klon gen penyandi protein NS4B HCV 1a isolat Jawa tengah?

C. Tujuan Penelitan

Tujuan jangka pendek dari penelitian ini adalah mendapatkan plasmid pET-HCV1a NS4B dan analisis molekuler gen penyandi NS4B virus hepatitis C 1a isolat Jawa Tengah. Sedangkan tujuan jangka panjang dari penelitian ini adalah sebagai tahap awal dalam pengumpulan koleksi plasmid HCV 1a yang selanjutnya dapat digunakan dalam pembuatan replikon maupun sistem Tujuan jangka pendek dari penelitian ini adalah mendapatkan plasmid pET-HCV1a NS4B dan analisis molekuler gen penyandi NS4B virus hepatitis C 1a isolat Jawa Tengah. Sedangkan tujuan jangka panjang dari penelitian ini adalah sebagai tahap awal dalam pengumpulan koleksi plasmid HCV 1a yang selanjutnya dapat digunakan dalam pembuatan replikon maupun sistem

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini dapat memberikan informasi ilmiah mengenai analisis molekuler gen penyandi protein NS4B virus hepatitis C 1a isolat Jawa Tengah.

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis penelitian ini adalah didapatkannya plasmid pET-HCV NS4B isolat Jawa Tengah yang nantinya dapat digunakan sebagai koleksi

plasmid HCV Laboratorium Mikrobiologi dan Biomedik FK UNS. Plasmid dan analisis molekularnya dapat digunakan langsung sebagai bahan penelitian lanjutan HCV baik untuk mempelajari strategi replikasi, patogenesis, diagnosis, terapi, maupun vaksin HCV. Selain itu, plasmid tersebut dapat pula digunakan sebagai bahan dalam pembentukan replikon maupun sistem infeksius HCV.

LANDASAN TEORI

A. Virus Hepatitis C (HCV)

HCV termasuk dalam famili Flaviviridae dan bergenus Hepacivirus (ICTVdB Management, 2006). HCV adalah virus penyebab utama penyakit hepatitis C akut maupun kronis. Pasien hepatitis C kronis sering ditemukan dalam keadaan asimptomatik. Walaupun dalam keadaan asimptomatik, proses viremia tetap berlanjut hingga terjadi kerusakan hepar. Kerusakan hepar baru terlihat ketika dalam keadaan gagal fungsi hepar. Proses patologis yang berlangsung menyebabkan perubahan susunan histologis hepar antara lain steatosis, fibrosis, hingga karsinoma hepar (Lemon et al., 2007).

HCV memiliki genom RNA positif sepanjang kurang lebih 9600 pasang basa. Virus tersebut memiliki Open Reading Frame (ORF) panjang yang diapit oleh 5’-Untranslated Region (UTR) dan 3’-UTR. Poliprotein virus yang dihasilkan secara fungsional dapat dibagi menjadi tiga daerah, yaitu N-terminal, tengah, dan C-terminal. Daerah N-terminal diasosiasikan dengan daerah penghasil protein struktural yakni protein inti (core/ C), envelope glycoprotein

1 dan 2 (E1 dan E2). Daerah tengah terdiri dari protein p7 dan NS2. Daerah C-terminal terdiri dari protein non-struktural (NS3, NS4A, NS4B, NS5A, dan NS5B) yang dibutuhkan dalam replikasi

Gambar 1. Struktur Genom Virus Hepatitis C (Lemon et al., 2007) Sesuai dengan susunan fungsionalnya, protein C membentuk nukleokapsid virus yang membungkus materi genetik virus hepatitis C. E1 dan E2 berfungsi sebagai envelope yang dibutuhkan untuk perlekatan dan tempat masuk virus, sementara protein p7 bertindak sebagai calsium ion channel . Protein NS2 dikenal sebagai autoprotease di daerah NS2–3. Protein NS3 memiliki beberapa fungsi antara lain sebagai komponen protease NS2–

3, NS3–4A dan NTPase (helikase). Protein NS4A bertindak sebagai kofaktor proteinase NS3-4A. Protein NS4B memiliki fungsi menyediakan daerah perlekatan membran untuk kompleks replikasi virus dan memodulasi aktivitas RNA-dependent RNA-polymerase (RdRP) dari protein NS5B. Protein NS5B memiliki aktivitas polimerase RdRP yang penting kaitannya

Gen penyandi protein non-struktural 4B (NS4B) memiliki berat molekul sebesar 27 kDa dan merupakan penyandi protein yang sangat hidrofobik (Aligo et al., 2009; Gouttenoire et al., 2010). Secara topologis, NS4B terdiri dari tiga bagian yakni C-terminal, tengah, dan N-terminal. Bagian C-terminal dan N-terminal diyakini terorientasi mengarah pada bagian sitosol sementara bagian tengah berada di dalam membran retikulum endoplasma (ER) dan memiliki empat segmen transmembran (Gouttenoire et al. 2009b, 2010). Secara struktural protein NS4B terbagi menjadi beberapa domain yakni N-Terminal Domain (NTD) yang berada di daerah

aa 1-69, Transmembran Domain (TMD) yang berada di daerah aa 70-190 dan C-Terminal Domain (CTD) yang berada di daerah aa 191-261 (Gouttenoire et al., 2010). Masing-masing domain memiliki struktur sekunder dan fungsi spesifik (Lundin et al., 2003).

Gambar 2. Gambaran Skematis Topologi Protein NS4B dalam

Membran Retikulum Endoplasma Membran Retikulum Endoplasma

NS4B memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan protein HCV yang lain. Kemampuan tersebut berhubungan dengan fungsi NS4B yang telah dipostulatkan yakni kemampuan dalam membentuk struktur membranous web . Hingga kini struktur formasi membranous web tersebut dipercaya sebagai tempat replikasi RNA HCV. NS4B sendiri merupakan protein integral yang terdapat dalam membran retikulum endoplasma. Dalam visualisasi melalui mikroskop elektron, gambaran fusi dari tempat replikasi HCV berbentuk dot like pattern dan gambaran tersebut terintegrasi dalam membran retikulum endoplasma sehingga terlihat seperti jejaring (web). Oleh karena itu, perubahan membran retikulum endoplasma yang sedemikian rupa dinamakan dengan membranous web (Gouttenoire et al., 2010).

Mekanisme yang mendasari pembentukan membranous web hingga kini belum diketahui namun diduga struktur sekunder amphiphatic helix Mekanisme yang mendasari pembentukan membranous web hingga kini belum diketahui namun diduga struktur sekunder amphiphatic helix

. Salah satu manifestasi adanya pembentukan kompleks replikasi oleh protein NS4B adalah terjadinya respons stres pada membran ER. Respons stres tersebut mengakifkan jalur transduksi sinyal inang yang pada akhirnya memperparah terjadinya stres pada membran ER. Respon berlebihan pada membran ER yang disebut dengan EOR (ER overload response) menyebabkan pelepasan ion kalsium (Ca 2+ ) dari ER ke dalam sitosol. Perubahan konsentrasi ion Ca 2+ di dalam sitosol direspons oleh mitokondria dengan menangkap ion tersebut sehingga menstimulasi pembentukan Reactive Oxygen Species (ROS). ROS adalah oksidan potensial penyebab kanker melalui mekanisme kerusakan oksidatif pada tingkat DNA sehingga menyebabkan mutagenesis. Penimbunan reaksi mutasi pada sel hepar dapat menyebabkan keadaan hepatocellular carcinoma (HCC) (Li et al., 2009)

Peranan protein NS4B dalam proses replikasi virus salah satunya adalah kemampuan protein tersebut dalam memodulasi aktivitas protein NS5B. Diketahui protein NS5B memiliki aktivitas polimerase yang penting kaitannya dalam replikasi HCV. Selain NS4B, NS3 juga ditemukan memiliki fungsi modulasi yang bekerja secara bersamaan dengan NS4B, namun dalam jalur yang berbeda. NS3 memiliki fungsi helikase yang memfasilitasi aktivitas NS5B sebagai protein polimerase (Lemon et al.,

NS5B (Sklan dan Glen, 2006; Murayama et al., 2010).

C. Peta Plasmid pETBlue-1

pETBlue-1 merupakan salah satu vektor plasmid ekspresor E. coli yang dikembangkan oleh Novagen. pETBlue-1 merupakan plasmid sirkuler yang memiliki panjang 3476 pasang basa. Penomoran sekuens plasmid pETBlue-1 dimulai dari basa pertama dari sekuens promoter T7. Pada pETBlue-1 terdapat multiple cloning region di daerah 267-297 diantaranya oleh enzim EcoR V (278), EcoR I (282) Ava I (291), Sma I (293), dan Srf I (293). Tempat kloning blunt-end pETBlue-1 tepat berada di belakang daerah pemotongan enzim EcoR V (Backer et al., 2003; Gaynutdinov et al., 2003).

Gambar 3. Peta dan Sekuens Vektor Plasmid pETBlue-1 (Backer et al., 2003; Gaynutdinov et al., 2003)

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat eksploratif analitik.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.

C. Subjek Penelitian

Isolat yang digunakan dalam penelitian ini adalah isolat HCV 1a 09IDSKAC-20 hasil penelitian epidemiologi molekuler yang dilakukan oleh Prasetyo et al. (dalam proses publikasi).

D. Desain penelitian

Analisis molekuler

Purifikasi produk

PCR

Isolasi RNA

Sintesis cDNA

Kloning gen dengan PCR

Pembuatan primer

Ligasi dengan plasmid

ekspresor

Transformasi ke sel

kompeten E. coli

Kultur sel E. coli

Isolasi plasmid

Sekuensing

1. Alat penelitian

a. centrifuge (Eppendorf, Hamburg, Jerman)

b. thermocycler (Eppendorf, Hamburg, Jerman)

c. micropipet (P1000, P200, P10) (Gilson, Wisconsin, USA)

d. vortex (Thermo Fisher Scientific, Massachusetts, USA)

e. incubator (Memmert, Schwabach, Jerman)

f. bacterial incubator (Memmert, Schwabach, Jerman)

g. incubator shaker (Heidolph, Schwabach, Jerman)

h. waterbath (Thermo Fisher Scientific, Massachusetts, USA)

i. microwave (Panasonic, Osaka, Jepang) j. deepfreezer (New Brunswick Scientific, New Jersey, USA ) k. tube rack l. autoclave (Hirayama, Saitama, Jepang) m. refrigerator (Sharp, Osaka, Jepang) n. class II safety cabinet (ESCO, Oregon, USA) o. digital scale (Mettler Toledo, Greifensee, Switzerland) p. spreader

2. Bahan penelitian

a. aliquot sampel 09IDSKAC-20

b. filter tips (10 ml, 200 ml dan 1000 ml)

c. microcentrifuge tube c. microcentrifuge tube

g. glove

h. masker

i. tissue j. bufer Tris-EDTA (TE) k. Media Luria Bertani (LB) agar dan cair l. Glukosa 50 mM m. Tris-HCl pH 8.0, 25 mM n. ethylenediaminetetraacetic acid (EDTA) 10 mM o. NaOH 0,2 N p. SDS 1 %

q. CH 3 COOH 5 M r. CH 3 COOK 5 M

s. phenol-chloroform-isoamylalcohol (25:24:1) t. 5-bromo-4-chloro-3-indolyl- β-D-galactopyranoside (X-Gal) u. i sopropyl β-D-1-thiogalactopyranoside (IPTG) v. karbenisilin w. isopropanol x. etanol 70 % y. RNAse free away z. kit Trizol LS (Invitrogen, California, USA)

(Invitrogen, California, USA)

bb. kit AccuPrime TM Pfx DNA polymerase (Invitrogen, California, USA)

cc. QIAquick PCR Purification Kit (Qiagen, Hilden, Jerman).

dd. pETBlue-1 Perfectly Blunt Cloning Kit (Novagen, Darmstadt, Jerman)

F. Cara Kerja

1. Desain primer

Desain primer forward dan reverse NS4B yang digunakan dalam sintesis cDNA menggunakan program FastPCR (Kalendar et al, 2009).

2. Isolasi RNA

Aliquot sampel 09DSKAC-20 dipurifikasi dengan menggunakan reagen TrizolLS (Invitrogen) dengan protokol sebagai berikut:

a. Menambahkan 0,75 ml reagen Trizol LS ke masing-masing 0,25 ml sampel, kemudian menginkubasi selama 5 menit dalam suhu kamar.

b. Menambahkan 0,2 ml chloroform per 0,75 ml reagen Trizol LS.

c. Menutup tube dengan sempurna dan bolak-balik selama kurang lebih 15 detik, kemudian menginkubasikan selama 2 – 15 menit dalam suhu kamar. Setelah itu, dilakukan pemusingan dengan

O C.

d. Memindahkan fase aqueous ke dalam tube steril, kemudian mempresipitasi RNA dengan penambahan 0,5 ml isopropyl alcohol per 0,75 ml reagen Trizol LS yang digunakan.

e. Menginkubasi dalam suhu kamar selama 10 menit kemudian memusingkan dengan kecepatan 12.000 g selama 10 menit dalam suhu 4 O C.

f. Membuang supernatan dengan hati-hati, kemudian membilas pelet RNA dengan menggunakan etanol 70 % dingin sebanyak 1 ml per 0,75 ml reagen Trizol LS yang digunakan.

g. Mencampur sampel dengan vortex, kemudian melakukan pemusingan dengan kecepatan tidak lebih dari 7.500 g selama 5 menit pada suhu 4 O C.

h. Membuang supernatan dengan hati-hati, lalu mengeringkan dengan metode air dry.

i. Meresuspensi pelet RNA dengan RNase free water atau larutan 0,5 % SDS dan campurkan dengan perlahan dengan pipetting.

j. Menginkubasi selama 10 menit pada suhu 55 – 60 O C.

Proses sintesis DNA menggunakan SuperScript TM

III First- Strand Synthesis System for RT-PCR (Invitrogen) dengan protokol sebagai berikut:

a. masing-masing reagen di-spin down sebelum digunakan.

b. Menambahkan komponen berikut ke dalam PCR tube: Komponen

Jumlah

hingga 5 mg total RNA

0,04 ml primer 1 ml

dNTP mix 10 mM

1 ml DEPC-treated water hingga 10 ml

c. Menginkubasi dalam suhu 65 O

C selama 5 menit, kemudian menempatkan ke dalam es sekurang-kurangnya selama 1 menit.

d. Menyiapkan cDNA Synthesis Mix berikut ini ke dalam PCR tube yang berbeda: Komponen

Jumlah 10X RT buffer 2 ml

MgCl 2 25 mM

RNaseOUT TM (40 U/ml)

1 ml

SuperScript TM

(200 U/ml) III RT

1 ml

e. Menambahkan 10 ml cDNA Synthesis Mix ke dalam masing-masing PCR tube yang mengandung RNA, kemudian melakukan pipetting e. Menambahkan 10 ml cDNA Synthesis Mix ke dalam masing-masing PCR tube yang mengandung RNA, kemudian melakukan pipetting

g. Menghentikan reaksi pada suhu 85 O

C selama 5 menit, kemudian

mendinginkan ke dalam bak berisi es.

h. Menambahkan 1 ml RNase H pada tiap-tiap tube dan menginkubasi pada suhu 37 O C selama 20 menit.

i. Hasil sintesis cDNA disimpan dalam suhu – 20 O C.

4. Kloning gen NS4B dengan PCR

Proses kloning DNA menggunakan kit AccuPrime TM Pfx DNA polymerase (Invitrogen) dengan protokol sebagai berikut:

a. Menambahkan komponen berikut ke dalam PCR tube dalam suhu ruangan: Komponen

Jumlah AccuPrime TM Pfx Reaction Mix 5 ml

Primer mix (10 mM)

15 ml

Template DNA (44ng)

1 ml Accuprime TM Pfx DNA polymerase 1 ml

ddH 2 O

hingga 50 ml

b. Kemudian memasukkan PCR tube tersebut ke dalam thermocycler.

c. Melakukan proses denaturasi pada suhu 95 O

C selama 2 menit,

kemudian melakukan 16 siklus PCR sebagai berikut: Denaturasi: 95 O C selama 15 detik

Annealing : 55 – 64 O C selama 30 detik Annealing : 55 – 64 O C selama 30 detik

5. Purifikasi produk PCR

Produk reaksi PCR yang dihasilkan dipurifikasi kembali sehingga produk PCR terbebas dari sisa reaksi PCR. Proses purifikasi menggunakan QIAquick PCR Purification Kit (Qiagen) dengan protokol sebagai berikut:

a. Menambahkan 5 volume bufer PB dengan 1 volume produk PCR, kemudian mencampurkan dengan pipetting.

b. Menempatkan QIAquick spin column pada collection tube 2 ml.

c. Memindah produk PCR ke dalam QIAquick spin column dan melakukan pemusingan selama 30 – 60 detik pada kecepatan 13.000 rpm.

d. Membuang cairan yang terdapat dalam collection tube dan menempatkan kembali collection tube ke QIAquick spin column.

e. Menambahkan 0,75 ml bufer PE ke dalam QIA quick spin collumn dan melakukan pemusingan selama 30 – 60 detik pada kecepatan 13.000 rpm.

f. Membuang cairan yang yang terdapat dalam collection tube dan menempatkan kembali collection tube ke QIAquick spin collumn.

g. Melakukan pemusingan kembali selama 1 menit pada kecepatan 13.000 rpm kemudian membuang collection tube.

ml steril.

i. Untuk melarutkan DNA, tambahkan 50 ml bufer EB (TrisCl, pH

8.5, 10 mM) ke dalam QIAquick spin column dan melakukan pemusingan selama 1 menit pada kecepatan 13.000 rpm. j. DNA telah terpurifikasi dan siap untuk dielektroforesis.

6. Ligasi cDNA dengan plasmid ekspresor

Produk PCR diligasi dengan pETBlue-1 blunt vector (Novagen) sehingga membentuk DNA rekombinan dengan protokol sebagai berikut:

a. Menambahkan ke dalam produk PCR yang telah terpurifikasi 1 ml blunt vector dan 1 ml T4 DNA Ligase, kemudian mencampur

dengan pipetting secara perlahan dan hati-hati.

b. Menginkubasi pada suhu 22 O C selama 15 menit.

7. Transformasi DNA rekombinan ke sel kompeten

DNA rekombinan kemudian ditransformasikan ke dalam sel kompeten E. coli (NovaBlue competent cells) dengan metode heat shock :

a. Memindahkan tube sel kompeten E. coli dari freezer sesegera mungkin ke dalam es dan memastikan seluruh tube masuk ke dalam es kecuali tutup tube. Biarkan sel tersebut mencair di dalam es selama 2 – 5 menit.

untuk meresuspensi sel kompeten.

c. Meletakkan beberapa microcentrifuge tube 1,5 ml yang dibutuhkan ke dalam es, kemudian membuat aliquot sel sebanyak 20 ml pada masing-masing tube.

d. Melakukan tapping dengan lembut untuk mencampurkan dan mengembalikan tube ke dalam es.

e. Menambahkan 1 ml hasil reaksi ligasi atau plasmid DNA yang telah dipurifikasi secara langsung ke dalam sel kompeten, kemudian

melakukan tapping secara perlahan dan mengembalikan tube ke dalam es. Pastikan seluruh bagian tube tertutupi oleh es kecuali pada bagian tutup tube.

f. Menginkubasi tube tersebut di dalam es selama 5 menit.

g. Memanaskan tube secara cepat di dalam waterbath dengan suhu

42 O C selama 30 detik tanpa dikocok.

h. Kembali menempatkan tube di es selama 2 menit.

i. Menambahkan 250 ml medium SOC suhu kamar ke dalam setiap tube . Pertahankan tube di dalam es hingga seluruhnya mendapatkan SOC.

8. Kultur Sel

Kultur sel dilakukan dalam media LB agar (yang mengandung

50 mg/ml karbenisilin, 70 µg/ml X-gal dan 80 µM IPTG) untuk 50 mg/ml karbenisilin, 70 µg/ml X-gal dan 80 µM IPTG) untuk

a. Mempersiapkan beberapa plate media agar LB.

b. Menempatkan 1, 2, 5, 10, 50, 250 ml sel kompeten pada setiap plate.

c. Menggunakan spreader steril untuk meratakan sel kompeten hingga terdistribusi secara merata di seluruh permukaan plate. Lalu menempatkan plate menghadap ke atas di dalam suhu ruangan selama 15 menit.

d. Menginkubasi plate di dalam inkubator dengan cover plate menghadap ke bawah dan mengatur suhu temperatur inkubator 37

C dalam waktu 15–18 jam.

e. Mengambil koloni berwarna putih dan langsung menempatkan ke dalam media LB cair 2 ml pada PP tube 15 ml.

f. Menginkubasi pada suhu 37 O C dalam waktu 15–18 jam.

9. Isolasi plasmid

Isolasi plasmid menggunakan teknik minipreparasi metode Chen-Okayama yang telah dimodifikasi oleh Prasetyo (2008).

a. Memindahkan sel kompeten dalam media cair tersebut ke microcentrifuge tube (1,5 ml), melakukan pemusingan 14.000 rpm selama 1 menit, lalu membuang supernatan.

b. Menambahkan 0,1 ml larutan I (glukosa 50 mM, Tris-HCl pH 8.0

25 mM, EDTA 10 mM), kemudian mencampur dengan vortex 25 mM, EDTA 10 mM), kemudian mencampur dengan vortex

d. Menambahkan 0,15 ml larutan III (2 bagian CH 3 COOH 5 M + 3 bagian CH 3 COOK 5 M), kemudian mencampur dengan vortex

selama 1 menit.

e. Menambahkan 0,1 ml phenol-chloroform-isoamylalcohol (25:24:1), kemudian mencampur dengan vortex selama 1 menit.

f. Melakukan pemusingan dengan kecepatan 14.000 rpm selama 3 menit hingga didapatkan dua lapisan cairan.

g. Memindah 0,42 ml cairan di lapisan atas (warna jernih) ke microcentrifuge tube yang baru. Sisa cairan jernih dan lapisan dibawahnya dapat dibuang.

h. Menambahkan 0,5 ml isopropanol ke dalam 0,42 ml cairan di atas, kemudian

microcentrifuge tube tersebut.

i. Melakukan pemusingan dengan kecepatan 14.000 rpm selama 10 menit, kemudian membuang supernatan. j. Mencuci dengan etanol 70 % dingin. k. Melakukan pemusingan dengan kecepatan 14.000 rpm selama 5

menit, kemudian membuang supernatan. l. Mengeringkan dengan alat vakum atau membalik microcentrifuge tube tersebut sampai semua etanol terbuang dan menguap.

EDTA 1 mM) yang sudah ditambahkan RNaseA, kemudian memasukkan ke inkubator dengan suhu 37 O C selama 30 menit.

n. Plasmid DNA siap dianalisis dengan menggunakan enzim restriksi

dan atau sekuensing.

10. Sekuensing

Sekuensing plasmid menggunakan primer pETBlue UP primer dan pETBlue DOWN primer (Novagen).

G. Analisis Data

Data sekuens yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan aplikasi MEGA4 (Tamura et al., 2007) dan ClustalW (Thompson et al., 1994).

HASIL PENELITIAN

Isolat yang digunakan dalam penelitian kloning ini adalah isolat hasil penelitian epidemiologi blood borne virus yang dilakukan oleh Prasetyo et al. (dalam proses publikasi). Sebanyak 513 sampel terkumpul dalam penelitian tersebut dan 140 sampel diantaranya memiliki anti-HCV (+). Dari 140 sampel dengan anti-HCV (+) kemudian dilakukan deteksi molekuler melalui RT- PCR untuk mengamplifikasi sebagian daerah E1-E2 dan NS5B dengan menggunakan teknik PCR nested. Produk PCR tersebut kemudian disekuensing dan didapatkan hasil subtipe isolat terbanyak adalah 1a. Oleh karena itu, kloning keseluruhan genom dimulai dari subtipe 1a. Pemilihan kandidat isolat kloning dilakukan dengan skreening isolat subtipe 1a yang memiliki kriteria tidak terdapat koinfeksi dengan virus lain, titer RNA HCV

lebih dari 10 5 kopi/ml, hasil sekuensing isolat tersebut ‘relatif bersih’ dan tidak terdapat beda interpretasi hasil sekuensing di antara regio E1-E2 dengan NS5B. Sesuai dengan kriteria tersebut didapatkan kandidat isolat terbaik adalah isolat 09IDSKAC-20.

A. Desain Primer

Primer yang digunakan untuk mengamplifikasi regio spesifik NS4B didesain dengan program FastPCR. Desain primer dimulai dengan mengumpulkan seluruh data complete coding sequence HCV 1a untuk gen Primer yang digunakan untuk mengamplifikasi regio spesifik NS4B didesain dengan program FastPCR. Desain primer dimulai dengan mengumpulkan seluruh data complete coding sequence HCV 1a untuk gen

30 nukleotida akhir untuk diketahui konsensus nukleotida awal dan akhir (lampiran 1). Konsensus tersebut kemudian dimasukkan ke dalam program FastPCR untuk dianalisis.

Hasil analisis konsensus FastPCR didapatkan pasangan primer terbaik yakni primer forward NS4B HCV 1a 5’-ATG TCB CAR CAC YTA CCR TAC ATC G.-3’ dan primer reverse NS4B HCV 1a 5’-TTA GCA CAH GGR GTR GHR BWM TCC G-3’. Pada primer tersebut ditambahkan initial codon pada primer forward NS4B HCV 1a dan stop codon pada primer reverse NS4B HCV 1a agar klon gen NS4B dapat diekspresikan oleh plasmid vektor pETBlue-1 . Dari analisis program FastPCR (lampiran 2), tidak didapatkan adanya primer dimer yang berarti tidak terdapat daerah yang saling berkomplementari pada sepasang primer tersebut di atas. Daerah yang saling berkomplementari sangat mengganggu proses annealing dan dapat menurunkan efisiensi PCR.

B. Purifikasi RNA HCV

RNA isolat 09IDSKAC-20 dipurifikasi kembali dari aliquot plasma menggunakan kit TrizolLS ® (Invitrogen). Proses isolasi RNA dilakukan sesuai dengan protokol. Hasil analisis spektrofotometri didapatkan

1,91 yang berarti hasil purifikasi RNA sudah baik dari segi kualitas maupun kuantitas dan dapat dilakukan manipulasi molekuler selanjutnya.

C. Sintesis cDNA HCV

Setelah RNA HCV 09IDSKAC-20 terpurifikasi, cDNA isolat 09IDSKAC-20 disintesis menggunakan kit SuperScripts TM

III First-Strand Synthesis System for RT-PCR (Invitrogen) sesuai protokol. Hasil analisis spektrofotometri didapatkan konsentrasi cDNA HCV 09IDSKAC-20 sebesar

44 ng/µl dalam volume total 20 µl. Produk RT-PCR tersebut memiliki nilai absorbansi 260/280 nm sebesar 1,87. Interpretasi hasil spektrofotometri tersebut menunjukkan bahwa produk RT-PCR tersebut memiliki kualitas dan kuantitas yang baik.

D. Kloning Gen NS4B dan Purifikasi Produk PCR

Produk RT-PCR kemudian diamplifikasi lebih lanjut menggunakan kit AccuPrime TM Pfx DNA polymerase (Invitrogen). AccuPrime TM Pfx DNA polymerase digunakan dengan tujuan agar produk PCR memiliki ujung tumpul, oleh karena produk PCR tersebut akan diligasikan dengan vektor plasmid pETBlue-1 yang menghendaki insert berujung tumpul. Primer yang digunakan dalam kloning gen melalui proses PCR tersebut adalah primer forward dan reverse HCV 1a hasil analisis FastPCR. Kondisi PCR yang telah dianalisis dengan FastPCR telah diuji secara empirik. PCR dilakukan dengan Produk RT-PCR kemudian diamplifikasi lebih lanjut menggunakan kit AccuPrime TM Pfx DNA polymerase (Invitrogen). AccuPrime TM Pfx DNA polymerase digunakan dengan tujuan agar produk PCR memiliki ujung tumpul, oleh karena produk PCR tersebut akan diligasikan dengan vektor plasmid pETBlue-1 yang menghendaki insert berujung tumpul. Primer yang digunakan dalam kloning gen melalui proses PCR tersebut adalah primer forward dan reverse HCV 1a hasil analisis FastPCR. Kondisi PCR yang telah dianalisis dengan FastPCR telah diuji secara empirik. PCR dilakukan dengan

95 O C selama 15 detik annealing 55 O C selama 30 detik

elongasi

68 O C selama 10 menit

Proses PCR tersebut dilakukan selama 16 siklus dan pada akhir siklus ditambahkan proses elongasi akhir pada 72 O C selama 10 menit.

Produk PCR kemudian dipurifikasi kembali dengan menggunakan QIAquick PCR Purification Kit (Qiagen) sesuai dengan protokol kit. Purifikasi tersebut bertujuan untuk membersihkan produk PCR dari sisa reagen PCR. Hasil analisis spektrofotometri didapatkan produk PCR yang terpurifikasi tersebut memiliki konsentrasi sebesar 113 pg/µl dalam volume total 20 µl. Nilai absorbansi 260/280 nm produk PCR yang telah terpurifikasi adalah 1,83. Hal tersebut menunjukkan bahwa produk PCR telah terpurifikasi dengan baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya.

E. Ligasi dengan Plasmid Vektor pETBlue-1 dan Transformasi ke Sel Kompeten E. coli

Produk PCR yang telah terpurifikasi kemudian diligasikan ke dalam plasmid vektor pETBlue-1 (Novagen) dengan menggunakan enzim T4 ligase. Setelah plasmid rekombinan pETBlue1-HCV1a NS4B terbentuk, plasmid yang berbentuk sirkuler tersebut kemudian ditransformasikan ke dalam sel kompeten E. coli (Novagen) dengan metode heat shock.

rekombinan hasil transfeksi. Sel kompeten yang mengandung plasmid rekombinan pETBlue1-HCV1a NS4B akan berwarna putih. Sel kompeten yang mengandung plasmid rekombinan kemudian dikultur kembali dalam media LB cair selama 18 jam.

F. Isolasi Plasmid

Setelah perbanyakan plasmid pETBlue1-HCV1a NS4B secara in vivo, plasmid tersebut diisolasi kembali dengan metode Chen-Okayama yang telah dimodifikasi oleh Prasetyo (2008). Hasil isolasi plasmid kemudian dianalisis dengan spektrofotometri dan dihasilkan nilai absorbansi 260/280 nm sebesar 1,85 serta konsentrasi sebesar 94 ng/µl dalam volume total kurang lebih 100 µl. Hal ini menunjukkan bahwa plasmid DNA berhasil diekstrak dengan kuantitas dan kualitas yang cukup baik.

G. Sekuensing dan Analisis Molekuler

Dalam usaha mendapatkan informasi molekuler dari plasmid yang telah terpurifikasi, maka dilakukan proses sekuensing. Sekuensing plasmid pETBlue1-HCV1a NS4B dilakukan oleh FirstBase (Singapura). Hasil sekuensing tersebut kemudian dianalisis menggunakan program CLC Sequence Viewer dan MEGA4. Sekuens nukleotida dan asam amino isolat 09IDSKAC-20 terdapat pada lampiran 3-5. Sekuens isolat tersebut kemudian disejajarkan kembali dengan seluruh sekuens HCV 1a NS4B yang

09IDSKAC-20 dan dari hasil penyejajaran isolat 09IDSKAC-20 dengan seluruh sekuens HCV 1a NS4B yang telah dilaporkan di GenBank (sebanyak 395 sekuens). Beberapa area residu asam amino hasil kloning HCV 1a NS4B kemudian diidentifikasi sesuai dengan susunan topologi dari HCV NS4B yang telah dilaporkan sebelumnya. Lebih jauh, peneliti juga melakukan analisis motif dan mutasi titik pada susunan residu asam amino HCV 1a NS4B yang diketahui terkonservasi dengan baik.

PEMBAHASAN

A. Daerah N-Terminal Domain (NTD) NS4B HCV

N-Terminal Domain (NTD) diketahui sebagai area yang memiliki variasi paling tinggi di antara ketiga domain yang terdapat pada HCV NS4B. NTD memiliki dua struktur sekunder yakni struktur amphiphatic α-helix 1 dan

2 (lampiran 8). Penelitian Gouttenoire et al. (2010) melaporkan bahwa NTD amphiphatic α-helix 2 merupakan faktor penentu utama dalam proses oligomerisasi. Area NTD amphiphatic α-helix 2 diketahui terkonservasi secara

baik sehingga apabila terjadi mutasi pada daerah tersebut, fungsi oligomerisasi pada amphiphatic α-helix 2 akan terhambat. Gangguan fungsi oligomerisasi ini akan menghambat pembentukan membranous web sebagai tempat replikasi dari RNA HCV. Perubahan residu amino aromatik pada sisi amphiphatic α-

helix 2 NTD (Trp 43 , Phe 49 , Trp 50 , Trp 55 , Phe 57 dan Tyr 63 ) yang menjadi asam amino Alanine (A) dapat menghentikan proses pembentukan membran dan

mengganggu pembentukan kompleks replikasi fungsional HCV (Gouttenoire et al. , 2009a). Dalam sekuens isolat 09IDSKAC-20 tidak didapatkan mutasi Alanine pada aa aromatik amphiphatic α-helix 2 NTD. Oleh karena itu, proses pembentukan membranous web yang salah satunya diinduksi amphiphatic α- helix

2 NTD pada isolat 09IDSKAC-20 tidak terganggu. Hasil penyejajaran seluruh isolat NS4B HCV 1a yang telah dilaporkan di GenBank didapatkan 2 NTD pada isolat 09IDSKAC-20 tidak terganggu. Hasil penyejajaran seluruh isolat NS4B HCV 1a yang telah dilaporkan di GenBank didapatkan

Dalam struktur amphiphatic α-helix NTD terdsapat suatu motif yang diduga terkonservasi sempurna di seluruh genotipe HCV, yakni N-Terminal

basic Leucine Zipper (bZIP). Struktur tersebut dibentuk oleh formasi α-helix di dalam struktur coiled-coil. Pada aa 22-49 ditemukan adanya daerah pengulangan setiap tujuh residu selama empat kali. Residu tersebut dikarakteristikkan sebagai motif bZIP. Tujuh residu tersebut kemudian diberi identitas ‘a’ hingga ‘g’. Fungsi dari motif bZIP masih belum dimengerti secara keseluruhan, namun diduga motif bZIP memiliki peran penting dalam proses interaksi antar protein yang terdapat dalam HCV. Model struktural bZIP yang dipublikasikan oleh Welsch et al. (2007) menunjukkan adanya inti hidrofobik Leu yang terkonservasi sempurna di aa 25 dan 46 (lampiran 9). Sementara itu, residu pada posisi a dan d bersifat non-polar. Posisi a dan d tersebut diketahui berfungsi membantu pembentukan inti struktur hidrofobik bZIP.

Pada isolat 09IDSKAC-20 didapatkan inti fungsional motif bZIP adalah Leu 25 dan Leu 46 . Oleh karena itu, inti fungsional bZIP pada isolat tersebut baik. Sementara pada hasil penyejajaran seluruh sekuens isolat HCV 1a NS4B yang telah dilaporkan di GenBank didapatkan adanya kemungkinan variasi Pada isolat 09IDSKAC-20 didapatkan inti fungsional motif bZIP adalah Leu 25 dan Leu 46 . Oleh karena itu, inti fungsional bZIP pada isolat tersebut baik. Sementara pada hasil penyejajaran seluruh sekuens isolat HCV 1a NS4B yang telah dilaporkan di GenBank didapatkan adanya kemungkinan variasi

Dalam isolat HCV 09IDSKAC-20, posisi a dan d pada motif bZIP memiliki residu a1 Leu 22 , d1 Leu 25 , a2 Ser 29 , d2 Ala 32 , a3 Ala 36 , d3 Val 39 , a4 Trp 43 , dan d4 Leu 46 (pola asam amino motif bZIP pada isolat 09IDSKAC-20 terdapat dalam lampiran 10). Keseluruhan residu a dan d pada motif tersebut merupakan asam amino non-polar, kecuali pada susunan a2 didapatkan residu

polar yakni Ser 29 (sifat polaritas beserta tata nama asam amino terdapat dalam lampiran 11 ). Perubahan salah satu asam amino yang seharusnya non-polar menjadi polar tersebut belum diketahui pengaruhnya dalam susunan struktural

maupun fungsional dari motif bZIP. Salah satu asam amino penting yang terdapat dalam motif bZIP adalah Gln 26 . Mutasi pada Gln 26 dilaporkan dapat mempengaruhi fungsi NS4B secara keseluruhan dan berkontribusi terhadap resistensi interferon- α (Namba et al., 2004). Tidak terdapat perubahan pada Gln 26 pada sekuens isolat 09IDSKAC-

20 yang berarti isolat tersebut masih berespons terhadap interferon- α dan tidak memiliki perubahan fungsional protein NS4B. Namun pada hasil penyejajaran seluruh isolat NS4B HCV 1a yang diperoleh dari GenBank, didapatkan kemungkinan variasi berupa Q26(H/R). Mutasi pada beberapa isolat HCV 1a 20 yang berarti isolat tersebut masih berespons terhadap interferon- α dan tidak memiliki perubahan fungsional protein NS4B. Namun pada hasil penyejajaran seluruh isolat NS4B HCV 1a yang diperoleh dari GenBank, didapatkan kemungkinan variasi berupa Q26(H/R). Mutasi pada beberapa isolat HCV 1a

B. Daerah Transmembrane Domain (TMD) NS4B HCV

Kemampuan protein NS4B dalam membentuk struktur membranous web didukung oleh segmen TMD. Hingga kini diyakini terdapat empat – lima

segmen transmembran (TM) dalam protein NS4B (Welsch et al., 2007). Empat segmen TM tersebut terletak di aa 72-92, 101-121, 136-156 dan 172- 197 (Gouttenoire et al., 2010). Segmen kelima, Nucleotide-binding Motif (NBM), terdapat di daerah antara segmen TM kedua dan ketiga, yakni pada

aa 129-135 dengan konsensus motif GXXXXGK. NBM tersebut diketahui berfungsi mengikat dan menghidrolisis GTP dan terkonservasi sempurna pada semua isolat HCV. Gangguan atau mutasi NBM menyebabkan kerusakan fungsi pengikatan dan hidrolisis GTP sehingga pada akhirnya menghambat proses replikasi RNA HCV (Einav et al., 2004). Einav et al. (2004) memperkenalkan GSIGLGK sebagai konsensus NBM NS4B pada HCV. Sementara itu, sekuens NBM pada isolat 09IDSKAC-20 memiliki susunan motif GSVGLGK. Susunan G dan GK pada awal dan akhir motif NBM tidak menunjukkan adanya mutasi sehingga fungsi dari NBM pada isolat HCV tersebut tidak berubah. Namun perbedaan terhadap konsensus NBM NS4B HCV pada I131V belum diketahui implikasinya terhadap perubahan fungsi dari NBM. Pada hasil penyejajaran seluruh isolat HCV 1a NS4B yang telah dilaporkan di GenBank didapatkan kemungkinan variasi aa 129-135 dengan konsensus motif GXXXXGK. NBM tersebut diketahui berfungsi mengikat dan menghidrolisis GTP dan terkonservasi sempurna pada semua isolat HCV. Gangguan atau mutasi NBM menyebabkan kerusakan fungsi pengikatan dan hidrolisis GTP sehingga pada akhirnya menghambat proses replikasi RNA HCV (Einav et al., 2004). Einav et al. (2004) memperkenalkan GSIGLGK sebagai konsensus NBM NS4B pada HCV. Sementara itu, sekuens NBM pada isolat 09IDSKAC-20 memiliki susunan motif GSVGLGK. Susunan G dan GK pada awal dan akhir motif NBM tidak menunjukkan adanya mutasi sehingga fungsi dari NBM pada isolat HCV tersebut tidak berubah. Namun perbedaan terhadap konsensus NBM NS4B HCV pada I131V belum diketahui implikasinya terhadap perubahan fungsi dari NBM. Pada hasil penyejajaran seluruh isolat HCV 1a NS4B yang telah dilaporkan di GenBank didapatkan kemungkinan variasi

Residu Gly 129 merupakan asam amino yang selalu terkonservasi, bahkan pada protein NS4B virus Flaviviridae yang lain. Mutasi G129V mengganggu fungsi pengikatan GTP NBM. Mutasi ganda pada G129V dan I131N menurunkan ekspresi NBM pada protein NS4B (Einav et al., 2004). Pada isolat 09IDSKAC-20 didapatkan aa 129 berupa Glycine yang berarti tidak terjadi mutasi pada residu tersebut, namun pada posisi aa 131 ditempati oleh asam amino Valine (I131V). Sementara itu, hasil penyejajaran pada seluruh sekuens HCV 1a NS4B menunjukkan variasi berupa G129S dan I131V. Mutasi pada I131V belum diketahui implikasinya terhadap fungsi dari motif NBM, mengingat aa 131 pada hampir seluruh sekuens HCV 1a NS4B yang telah terlaporkan di GenBank ditempati oleh asam amino Valine (hanya satu isolat yang memiliki residu Isoleucine di aa 131). Implikasi dari mutasi tersebut memerlukan studi lebih lanjut.

Mutasi lain dalam NBM adalah K135(S/R) (Einav et al., 2004). Perubahan pada posisi tersebut meniadakan fungsi GTPase pada NBM. Dalam isolat 09IDSKAC-20 pada posisi aa 135 didapatkan asam amino Lysine (K) dan pada penyejajaran seluruh sekuens HCV 1a NS4B posisi tersebut terkonservasi sempurna dengan asam amino Lysine. Hal ini menambah bukti pentingnya residu Lys 135 pada NBM.

Daerah C-Terminal Domain (CTD) merupakan daerah yang sangat terkonservasi dan berada di aa 191-261. Daerah tersebut dilaporkan memiliki sebuah struktur amphiphatic α-helix dan dua tempat palmitoylation (perubahan lemak). Struktur amphiphatic α-helix pada CTD berfungsi membantu segmen TMD dalam pembentukan struktur membranous web. Struktur sekunder amphiphatic α-helix CTD berada di residu aa 229-253. Dalam struktur tersebut didapatkan empat asam amino Leucine (L) yang diduga terkonservasi sempurna yakni Leu 237 , Leu 240 , Leu 246 dan Leu 249 . Mutasi pada asam amino Leucine tersebut menyebabkan kerusakan sifat hidrofobik pada keseluruhan struktur amphiphatic α-helix CTD. Mutasi penuh dari keempat Leucine menyebabkan hilangnya kemampuan NS4B dalam membentuk membranous web (Gouttenoire et al., 2009a). Pada sekuens isolat 09IDSKAC-20, tidak ditemukan adanya mutasi pada keempat residu leucine di Leu 237 , Leu 240 , Leu 246 dan Leu 249 . Hal tersebut menunjukkan tidak ada perubahan sifat hidrofobik dari struktur sekunder amphiphatic α- helix CTD sehingga fungsi struktur tersebut tidak terganggu. Sementara pada hasil penyejajaran seluruh sekuens HCV 1a NS4B yang telah dilaporkan di GenBank , didapatkan data bahwa Leu 237 dan Leu 240 terkonservasi secara sempurna di seluruh isolat. Namun didapatkan variasi berupa L246M dan L249I pada hasil penyejajaran tersebut. Mutasi parsial yang terjadi dari keempat residu Leucine tersebut kemungkinan akan berdampak pada Daerah C-Terminal Domain (CTD) merupakan daerah yang sangat terkonservasi dan berada di aa 191-261. Daerah tersebut dilaporkan memiliki sebuah struktur amphiphatic α-helix dan dua tempat palmitoylation (perubahan lemak). Struktur amphiphatic α-helix pada CTD berfungsi membantu segmen TMD dalam pembentukan struktur membranous web. Struktur sekunder amphiphatic α-helix CTD berada di residu aa 229-253. Dalam struktur tersebut didapatkan empat asam amino Leucine (L) yang diduga terkonservasi sempurna yakni Leu 237 , Leu 240 , Leu 246 dan Leu 249 . Mutasi pada asam amino Leucine tersebut menyebabkan kerusakan sifat hidrofobik pada keseluruhan struktur amphiphatic α-helix CTD. Mutasi penuh dari keempat Leucine menyebabkan hilangnya kemampuan NS4B dalam membentuk membranous web (Gouttenoire et al., 2009a). Pada sekuens isolat 09IDSKAC-20, tidak ditemukan adanya mutasi pada keempat residu leucine di Leu 237 , Leu 240 , Leu 246 dan Leu 249 . Hal tersebut menunjukkan tidak ada perubahan sifat hidrofobik dari struktur sekunder amphiphatic α- helix CTD sehingga fungsi struktur tersebut tidak terganggu. Sementara pada hasil penyejajaran seluruh sekuens HCV 1a NS4B yang telah dilaporkan di GenBank , didapatkan data bahwa Leu 237 dan Leu 240 terkonservasi secara sempurna di seluruh isolat. Namun didapatkan variasi berupa L246M dan L249I pada hasil penyejajaran tersebut. Mutasi parsial yang terjadi dari keempat residu Leucine tersebut kemungkinan akan berdampak pada

kaitannya dengan kemampuan replikasi HCV karena mutasi pada struktur H2 dapat merusak kemampuan RNA HCV untuk bereplikasi (Guillen et al., 2010). Konsensus sekuens H2 yang ditemukan oleh Guillen et al. (2010) pada HCV 1a adalah ILSSLTVTQLLRRLHQWI. Pada isolat 09IDSKAC-20 daerah aa 236-253 berupa ILSSLTVTQLLRRLHQWI. Susunan asam amino tersebut sesuai dengan konsensus sekuens H2 HCV 1a. Namun, pada penyejajaran seluruh sekuens HCV 1a NS4B didapatkan adanya kemungkinan variasi yakni S238(T/G), S239(N/G), V242M, L246M, R247M, L249I, Q251(D/E/S) dan I235 (L/V). Hanya Ile 236 , leu 237 , Leu 240 , Thr 241 , Thr 243 , Gln 244 , Leu 245 , Arg 248 , His 250 dan Trp 252 yang terkonservasi sempurna sehingga mungkin konsensus sekuens H2 HCV 1a NS4B seharusnya ILXXLTXTQLXXRXHXWX berbeda hasil konsensus H2 yang telah dilaporkan sebelumnya.

Dua asam amino yang memiliki fungsi penting dan diduga terkonservasi sempurna di daerah CTD yakni Val 233 dan Leu 237 (Aligo et al., 2009). Dua asam amino tersebut merupakan salah satu faktor penentu pembentukan formasi membranous web. Mutasi pada kedua asam amino tersebut dapat mengubah distribusi subselular protein NS3 dan NS5A Dua asam amino yang memiliki fungsi penting dan diduga terkonservasi sempurna di daerah CTD yakni Val 233 dan Leu 237 (Aligo et al., 2009). Dua asam amino tersebut merupakan salah satu faktor penentu pembentukan formasi membranous web. Mutasi pada kedua asam amino tersebut dapat mengubah distribusi subselular protein NS3 dan NS5A

Protein NS4B memiliki kemampuan memodifikasi struktur lipid yang dinamakan dengan palmitoylation. Selain itu, NS4B juga diketahui memiliki kemampuan polimerisasi. Struktur penentu dari proses polimerisasi ini terdapat di daerah NTD, namun proses palmitoylation yang terdapat di CTD juga berpengaruh secara signifikan dalam proses polimerisasi. Modifikasi lipid dan polimerisasi merupakan dua kemampuan utama dari NS4B untuk menginduksi struktur membran yang digunakan sebagai tempat replikasi RNA HCV (Yu et al, 2006). Tempat palmitoylation protein NS4B terletak pada Cys 257 dan Cys 261 di CTD dengan Cys 257 sebagai tempat palmitoylation utama. Penelitian Yu et al. (2006) menunjukkan residu Cys 257 dan Cys 261 menyebabkan perubahan atau modifikasi lipid yang sangat penting kaitannya dengan interaksi antar protein dalam pembentukan kompleks replikasi RNA HCV. Cys 261 terkonservasi dengan sangat baik oleh karena merupakan tempat yang dikenal oleh protein NS3 protease sebagai tempat pemotongan. Cys 257 yang merupakan tempat palmitoylation utama terkonservasi sempurna pada HCV dengan genotipe 1, 2 dan 4. Konsensus sekuens tempat palmitoylation