Contoh Naskah Akademik Naskah Akademik K

NASKAH AKADEMIK KETENTUAN UNDANG-UNDANG DASAR
1945 PASAL 29 TENTANG AGAMA
Untuk memenuhi tugas Ujian Akhir Semester mata kuliah Hukum
Konstitusi
Dosen Pengampu: Wiwik Budi Wasito., M.H

Disusun oleh:

V/ICP

Anis Azizah

(15230070)

Ajeng Aoudina

(15230074)

Izzatul Ulya

( 15230082)


Umi Azizah T.A.

( 15230088)

JURUSAN HUKUM TATA NEGARA
FAKULTAS SYARI’AH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG 2017

KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha Pengasih lagi
maha penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas
keadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan inayahNya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan naskah
akademik tentang pemberlakuan hukum yang selaras degan kaidah
masing-masing

agama,

termasuk


tentang

hukum

islam

dan

mengenai tujuan Negara dalam menciptakan Kerukunan antar
agama.
Naskah Akademik ini di susun sebagai Tugas Akhir Semester
Ganjil 2017. Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya
bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat
maupun tata bahasanya. Oleh karena itu kami mengharapkan
segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga naskah akademik tentang
pemberlakuan hukum yang selaras degan kaidah masing-masing
agama, termasuk tentang hukum islam dan mengenai tujuan

Negara

dalam

menciptakan

Kerukunan

antar

agama

dapat

memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Malang,

November 2017


BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pada hakikatnya, setiap warga negara berhak mendapat
perlindungan hukum maupun jaminan kehidupan social. Oleh
karena

itu

dalam

menjalankan

kehidupan

bernegara

dan

pemerintahan harus sesuai dengan undang-undang tertinggi di

Indonesia, yakni Undang-Undang Dasar 1945. Salah satu hal yang
paling krusial pada saat ini adalah mengenai hak asasi manusia,
terutama dalam bidang agama. Mengenai agama telah dipaparkan
secara jelas dalam Pancasila pada sila pertama yakni ‘Ketuhanan
Yang Maha Esa’ yang mana dalam hal ini, Indonesia berdasarkan
atas asas Ketuhanan Yang Esa atau monotheisme.
Selain itu, mengenai jaminan dalam beragama juga dijelaskan
dalam Undang-Undang Dasar 1945 dengan secara tegas dinyatakan
dalam ketentuan pada Pasal 29 Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) yang berbunyi:1
1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.

1 Tim Wahyumedia, Pedoman Resmi UUD 1945 & Perubahannya, (Jakarta:
Wahyumedia, Cet II 2016) h. 33

2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk
memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat
menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Keberadaan agama di Indonesia telah diakui dalam UndangUndang Nomor 1 PNPS 1965 ayat (1) yang disebutkan bahwa
agama-agama yang dipeluk oleh penduduk Indonesia adalah Islam,

Kristen, Katolik, Hindu, Budha, Khong cu

(confusius). Karena ke

enam macam agama itulah yang paling banyak dianut di Indonesia,
kecuali mereka mendapat jaminan seperti diberikan pasal 29 ayat 2
Undang-Undang Dasar,

mereka

juga

mendapat bantuan

dan

perlindungan. Keberadaan kepercayaan lain dibiarkan adanya
selama tidak melanggar ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam
peraturan ini atau perundangan lainnya.
Selain agama yang diakui di atas, Indonesia juga mengakui

adanya aliran kepercayaan seperti yang tercantum dalam Pasal 29
UUD 1945 di atas. Maksud dari kata kepercayaan adalah aliran
kepercayaan, kebatinan dan kepercayaan suku, adat, atau agamaagama local yang saat proklamasi kemerdekaan populasinya
mencapai 40% dan penduduk Indonesia menganut berbagai aliran
kepercayaan meliputi beberapa bentuk aliran kepercayaan dan
kebatinan, di antaranya: Sumarah, Tri Tunggal Manunggal, Sapta
Dharma, dan lain-lain. Kemudian kepercayaan suku atau yang
disebut sebagai agama local seperti Dayak, Badui, Batak Parlim,
dan masih banyak lagi.2

2 IGM Nurdjana, Hukum dan Aliran Kepercayaan Menyimpang di Indonesia,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009) h. 9

Pandangan tentang persatuan dan kesatuan merupakan
pencerminan dari masyarakat Indonesia yang memiliki prinsip
Bhinneka Tungga Ika. Prinsip ini mengharuskan untuk mengakui
bahwa bangsa Indonesia baik dari suku, bahasa, agama, dan lainlain sangat beragam. Keberagaman Indonesia, terutama pada
bidang agama inilah yang terkadang memunculkan perbedaan
hingga timbulnya konflik. Hal ini disebabkan karena rasa fanatisme
sehingga menimbulkan pandangan berbeda terhadap kelompok lain

sehingga menimbulkan perpecahan. Padahal, agama menurut para
pakar agama yang dimuat dalam Ensiklopedia Islam, menyatakan
bahwa agama secara normatif merupakan way of life bagi umat
manusia

agar

dapat

hidup

teratur,

saling

menghargai,

dan

menciptakan keharmonisan serta keseimbangan kehidupan dengan

alam.3
Kasus konflik keagamaan dan kepercayaan masih banyak
terjadi baik yang berindikasi keagamaan maupun kepercayaan.
Konflik pertikaian antar agama pertama kali terjadi di Ambon (islam
dan nasrni) dan Poso (islam dan kristen), selain itu pada tahun 2016
juga terjadi pertikaian antar agama di Tanjung Balai, Sumatera
Utara yang mana terjadi pembakaran belasan rumah ibadah dan
lembaga social. Selain itu, setidaknya pada tahun 2008 terdapat 12
kasus berindikasi kepercayaan di seputar keberadaan rumah
ibadah. Pada beberapa tempat tertentu yang potensial konflik dan
tindakan kekerasan oleh penganut aliran kepercayaan sudah
menjadi kewajiban otoritas bagi pemerintah dan polisi untuk
menjamin perlindungan keamanan terutama mencegah terjadinya
3 Jirhanuddin, Perbandingan Agama Pengantar Studi Memahami Agama-Agama,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010) h. 4

kekerasan atas hak-hak warga negara. Pada perkembangannya,
aliran kepercayaan memang tidak sepenuhnya memuaskan karena
masih terdapat sisa diskriminasi secara administrasi sipil. 4 Sehingga
keberadaan kelompok aliran ini merupakan hal yang sangat penting

guna harmonisasi kehidupan masyarakat. Namun saat ini melalui
putusan Mahkamah Konstitusi, mengenai aliran kepercayaan ini
telah diakui yaitu dengan pemberian nama agama local tertentu di
Kartu Tanda Penduduk (KTP) guna penegakkan Hak Asasi Manusia
seperti yang terdapat dalam Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 Tentang
Agama.
Kasus-kasus terkait masalah kerukunan beragama pun belum
bisa terhapus secara tuntas. Hal ini mengindikasikan bahwa
pemahaman

masyarakat

mengenai

kerukunan

antar

umat


beragama perlu ditinjau ulang. Dikarenakan banyak ditemukan
tidak

adanya

kerukunan

antar

agama,

yang

menjadi

saling

bermusuhan dan saling merasa ketidak adilan. Maka dari itulah
pentingnya kerukunan umat beragama, agar masyarakat yang
mengalami maupun tidak mengalami efek negatif dari ketidak
rukunan agama perlu diketahui bahwa kerukunan agama itu
sangatlah penting.
Oleh karena itu, untuk mewujudkan kerukunan hidup antar
umat

beragama,

UUD

1945

sebagai

landasar

peraturan

di

bawahnya harus tercipta satu konsep hidup bernegara yang
mengikat semua anggota kelompok sosial yang berbeda agama
guna menghindari konflik antarumat beragama yang terjadi. Yang
mana harus bersifat universal dan tidak terlalu kaku sehingga
4 IGM Nurdjana, Hukum dan Aliran Kepercayaan Menyimpang di Indonesia, h. 11

mudah untuk mengikuti dan menyesuaikan pola masyarakat yang
ada.
2. Identifikasi Masalah
1. Bagaimana pelaksanaan UUD 1945 Pasal 29 Tentang
Agama di Indonesia?
2. Mengapa perlu disusun rancangan perubahan UUD 1945
Pasal 29 tentang Agama?
3. Apa yang menjadi pertimbangan atau landasan filosofis,
sosiologis, dan yuridis pembentukan rancangan perubahan
UUD 1945 Pasal 29 tentang Agama?
4. Apa sasaran yang akan diwujudkan,

ruang

lingkup

pengaturan, jangkauan dan arah rancangan perubahan
UUD 1945 Pasal 29 tentang Agama?
3. Tujuan dan Kegunaan Penyusunan Naskah Akademik
Sesuai dengan latar belakang dan identifikasi masalah yang
dikemukakan diatas, maka penyusunan Naskah Akademik memiliki
tujuan sebagai berikut:
1. Penetapan

hukum

yang

dipertimbangkan

dengan

beragamnya kaidah agama di Negara ini merupakan
sebuah upaya untuk mengurangi pertikaian antarumat
beragama

yang

masing-masing

darinya

memperlihatkan keunggulan agamanya.
2. Adanya

keberagaman

agama

yang

menimbulkan

perbedaan prinsip antar satu agama dengan agama
lainnya, Sehingga dalam memberlakukan suatu hukum,

negara tidak boleh melanggar prinsip-prinsip agama
tersebut.
4. Metode
Dalam merumuskan undang undang ini kami menggunakan
pendekatan

yuridis

normative

yang

dilakukan

dengan

cara

menelaah dan menginterpretasikan hal-hal yang bersifat teoritis
yang menyangkut asas, konsepsi, doktrin dan norma hukum. Selain
itu, upaya untuk merumuskannya dengan mempelajari buku-buku,
peraturan

perundang-undangan

berhubungan dengan penelitian ini.

dan

dokumen

lain

yang

BAB II
KAJIAN TEORI
Menurut Kamus Besar ahasa Indonesia, Agama adalah sistem
yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan
kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan
dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya. Kata
"agama"

berasal

"tradisi".[10].

dari bahasa

Kata

lain

Sanskerta, āgama yang

untuk

menyatakan

berarti

konsep

ini

adalah religi yang berasal dari bahasa Latin religio dan berakar
pada kata
Maksudnya

kerja re-ligare yang
dengan

berreligi,

berarti

"mengikat

seseorang

kembali".

mengikat

dirinya

kepada Tuhan.
Menurut

filolog Max

Müller,

akar

kata

bahasa

Inggris

"religion", yang dalam bahasa Latin religio, awalnya digunaka
untuk yang berarti hanya "takut akan Tuhan atau dewa-dewa,
merenungkan hati-hati tentang hal-hal ilahi, kesalehan" (kemudian
selanjutnya Cicero menurunkan menjadi berarti " ketekunan").Max
Müller menandai banyak budaya lain di seluruh dunia, termasuk
Mesir, Persia, dan India, sebagai bagian yang memiliki struktur
kekuasaan yang sama pada saat ini dalam sejarah. Apa yang
disebut agama kuno hari ini, mereka akan hanya disebut sebagai
"hukum".
Banyak bahasa memiliki kata-kata yang dapat diterjemahkan
sebagai "agama", tetapi mereka mungkin menggunakannya dalam
cara yang sangat berbeda, dan beberapa tidak memiliki kata untuk
mengungkapkan agama sama sekali. Sebagai contoh, dharma kata
Sanskerta, kadang-kadang diterjemahkan sebagai "agama", juga

berarti hukum. Di seluruh Asia Selatan klasik, studi hukum terdiri
dari konsep-konsep seperti penebusan dosa melalui kesalehan dan
upacara serta tradisi praktis. Medieval Jepang pada awalnya
memiliki serikat serupa antara "hukum kekaisaran" dan universal
atau "hukum Buddha", tetapi ini kemudian menjadi sumber
independen dari kekuasaan.
Manusia

memiliki

kemampuan

terbatas,

kesadaran

dan

pengakuan akan keterbatasannya menjadikan keyakinan bahwa ada
sesuatu yang luar biasa di luar dirinya. Sesuatu yang luar biasa itu
tentu berasal dari sumber yang luar biasa juga. Dan sumber yang
luar biasa itu ada bermacam-macam sesuai dengan bahasa
manusianya

sendiri.

Misal Tuhan, Dewa, God, Syang-ti, Kami-

Sama dan lain-lain atau hanya menyebut sifat-Nya saja seperti Yang
Maha Kuasa, Ingkang Murbeng Dumadi, De Weldadige, dan lain-lain.
Keyakinan ini membawa manusia untuk mencari kedekatan
diri kepada Tuhan dengan cara menghambakan diri, yaitu:
1. menerima segala kepastian yang menimpa diri dan
sekitarnya dan yakin berasal dari Tuhan, dan
2. menaati segenap ketetapan, aturan, hukum dll yang
diyakini berasal dari Tuhan.
Dengan

demikian, agama adalah

penghambaan

manusia

kepada Tuhannya. Dalam pengertian agama terdapat 3 unsur, ialah
manusia, penghambaan dan Tuhan. Maka suatu paham atau ajaran
yang mengandung ketiga unsur pokok pengertian tersebut dapat
disebut agama.Lebih luasnya lagi, agama juga bisa diartikan
sebagai jalan hidup. Yakni bahwa seluruh aktivitas lahir dan batin

pemeluknya diatur oleh agama yang dianutnya. Bagaimana kita
makan, bagaimana kita bergaul, bagaimana kita beribadah, dan
sebagainya ditentukan oleh aturan/tata cara agama.5
Ideologi negara Indonesia dalah Ketuhanan yang Maha Esa,
oleh karena segala kegiatan di negara Indonesia harus berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa. Dan itu besifat mutlak. Prinsip
Ketuhanan

yang

ditanamkan

dalam

UUD

1945

merupakan

perwujudan dari pengakuan keagamaan. Oleh karena itu, setiap
orang bebas memeluk agama dan beribadah menurut agamanya
yang warganya anggap benar dan berhak mendapatkan pendidikan
yang layak, serta hak setiap warga negara untuk mendapatkan
tempat tinggal yang layak dan nyaman untuk tinggal dan berhak
menentukan kewarganegaraan sendiri.
Setiap warga negara memiliki agama dan kepercayaanya
sendiri tanpa ada unsur paksaan dari pihak manapun. Dan tidak ada
yang bisa melarang orang untuk memilih agama yang diyakininya.
Setiap agama memiliki cara dan proses ibadah yang bermacammacam, oleh karena itu setiap warga negara tidak boleh untuk
melarang orang beribadah. Supaya tidak banyak konflik-konflik
yang muncul di Indonesia.
Dalam

pasal

29

ayat

1

dan

2

UUD

1945

dijelaskan

bahwa Negara Indonesia berdasar atas Ketuhanan Yang Maha
Esa dan Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk
memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut
agamanya dan kepercayaannya itu. Hal ini membuktikan bahwa
Indonesia adalah Negara yang beragama, bukan Negara yang tidak
5https://id.wikipedia.org/wiki/Agama

beragama (atheis). Dalam pasal 29 ayat 2 UUD 1945 dijelaskan
bahwa Negara Indonesia hanya memberikan jaminan kepada
pemeluk agama untuk beribadah menurut agamanya masingmasing, namun tidak dijelaskan agama apa saja yang diakui di
Indonesia.
Kemudian
Indonesia

dalam

Nomor

penyalahgunaan

dan

pasal

1

Penetapan

1/PNPS/1965
atau

penodaan

Presiden

tentang
agama,

Republik

pencegahan
sesuai

dengan

Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 3 pada
tanggal 27 Januari 1965 dijelaskan bahwa agama yang dipeluk
penduduk Indonesia adalah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha
dan

Kong

cu

(confusius).

Hal

ini

dibuktikan

berdasarkan

perkembangan agama di Indonesia. Dan 6 agama tersebut hampir
dipeluk oleh seluruh penduduk Indonesia. Keenam agama tersebut
juga mendapat bantuan-bantuan dan perlindungan. Bagaimana
dengan agama selain agama yang 6 tersebut ?
Dalam penjelasan pasal tersebut juga dijelaskan bahwa
agama lain, misalnya : Yahudi, Zarasustrian, Shinto dan Taoism
boleh berada di Indonesia. Agama lain tersebut mendapat jaminan
menurut pasal 29 ayat 2 UUD 1945 dan dibiarkan tetap ada.
Kemudian dijelaskan juga bagi badan/aliran kebatinan, pemerintah
menyalurkan kearah Ke Tuhanan Yang Maha Esa, sesuai dengan TAP
MPRS Nomor II/MPRS/1960 lampiran A bidang I angka 6.
Oleh karena itu, pasal 29 UUD 1945 hanya menjelaskan 2
pengertian yaitu :
1. Bahwa Negara Indonesia adalah Negara yang beragama

2. UUD 1945 memberikan jaminan kepada pemeluk agama yang
ada di Indonesia untuk beribadah.
3. Tidak ada pengaturan jenis agama yang mesti berada di
Negara Indonesia, semua agama apa pun boleh berada di
Indonesia, asal tidak ATHEIS.
Kemudian dalam peraturan Nomor 1/PNPS/1965 dijelaskan
bahwa hanya 6 agama yang mendapat jaminan yaitu (Islam,
Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Kong Hucu), namun agama lain
tidak dilarang di Indonesia.6
Menurut Hazairin, dengan merujuk pada pasal 29 ayat 1 UUD
1945, maka sebenarnya tidak perlu lagi terjadi pertentangan antara
sistem hukum adat, hukum positif, dan hukum agama. Begitu juga
tidak boleh lagi ada satu ketentuan dan hukum baru yang
bertentangan dengan kaidah-kaidah hukum Islam dan juga hukum
agama yang lain, dan begitu pula sebaliknya. Negara wajib
mengayomi setiap orang untuk bisa menjalankan ajaran-ajaran
agama yang diyakininya. Selain itu, negara juga wajib mengatur
dan

mengontrol

sistem

hukum

islam,

terutama

aspek

mu’amalahnya, yang memang membutuhkan bantuan negara
dalam implementasinya7
.Tujuan negara atau haluan negara yang pelaksanaannya
ditugaskan kepada pemerintahan negara seperti disebut di atas
mengandung nilai-nilai filosofos dan historis yang tidak boleh
diabaikan, baik oleh pemerintahan negara maupun oleh seluruh
rakyat

Indonesia.

Melindungi

segenap

bangsa

6https://www.matakin-indonesia.org/index_indo.htm)
7Hazairin, Demokrasi Pancasila, (Jakarta: tintamas, 1973) h.18

Indonesia,

memberikan pemahaman adanya kesederajatan dan kesetaraan
bagi seluruh bangsa Indonesia. Pemahaman ini juga mengakui
kebhinnekaan karena adanya perbedaan suku bangsa, golongan,
kedaerahan, adat istiadat, kebudayaan, politik, agama, dan lainlain. Akan tetapi tetap dalam kebersatuan sebagai satu bangsa
Indonesia. Nilai filosofis yang terkandung di dalamnya adalah
bahwa pemerintahan negara harus melindungi segenap bangsa
Indonesia tanpa membedakan satu dengan yang lain, memperoleh
perhatian dan perlakuan yang sama, tidak diskriminatif tehadap
suku bangsa, golongan dalam masyarakat atau kebudayaan yang
ada. Nilai historisnya adalah bahwa kemerdekaan dari penjajah
Belanda direbut oleh bangsa Indonesia yang terdiri dari seluruh
rakyat Indonesia yang ingin bersatu membentuk negara kesatuan
Republik Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus
1945. Dalam kaitan ini pula, perlu memahami bahwa adalah tugas
pemerintahan negara untuk melindungi seluruh tumpah darah
Indonesia. Tumpah darah Indonesia itu terdiri dari ribuan kepulauan
yang dikelilingi oleh lautan yang terbentang dalam wilayah
Indonesia dari barat sampai ke timur, dari Aceh sampai ke Irian
Jaya, yang terdiri dari puluhan propinsi, ratusan kabupaten dan
ribuan kecamatan. Semua ini adalah tumpah darah Indonesia yang
harus di lindungi pemerintahan negara, baik terhadap gangguan
dari luar maupun dari dalam. Semua wilayah harus mendapat
perlakuan dan kebijakan yang sama di bidang pembangunan.
Tidak ada satupun daerah yang harus dikeruk kekayaan
alamnya untuk diserahkan kepada daerah yang lain dan semua
daerah harus diberikan kesempatan yang sama untuk membangun
daerah masing-masing tetapi untuk kepentingan bersama sebagai

satu negara kesatuan. Seperti telah dikemukakan di atas bahwa di
dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 juga dimuat dasar
negara atau ideologi negara yaitu Pancasila. Ideologi suatu negara
berfungsi sebagai dasar filosofis dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara serta menjadi dasar normatif bagi seluruh
tatanan hukum yang berlaku bagi negara. Dalam hubungan inilah
perlu memperhatikan sila-sila dari Pancasila dalam kaitannya
dengan

tugas

yang

sedang

kita

laksanakan

sekarang

yaitu

mengamendemen Undang-Undang Dasar 1945.
Negara kita adalah ‘bukan negara sekuler’. Pengaturan
mengenai agama harus lebih dipertegas dalam UUD Indonesia. Oleh
karena itu, ketentuan Pasal 29 Ayat (1) UUD 1945 yang menentukan
bahwa Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa haruslah
diartikan bahwa negara harus dibangun atas dasar prinsip-prinsip
Ketuhananan Yang Maha Esa sebagaimana dipahami dalam ajaran
agama masing-masing. Dan setiap pemeluk agama berkewajiban
untuk menjalankan ajaran dan syari’at agama yang dianutnya
masing-masing.8
UNDANG – UNDANG DASAR 1945 SEBAGAI HUKUM DASAR


Pengertian Hukum Dasar
Undang – Undang Dasar suatu negara hanya merupakan



sebagaian dari Hukum Dasar negara itu.
Undang – Undang Dasar merupakan Hukum Dasar yang



tertulis ( Konstitusi )
Di samping hukum dasar yang tertulis berlaku juga hukum
dasar yang tidak tertulis (Konvensi) Yaitu : Aturan dasar yang

8 Sekretariat Jenderal MPR-RI, Risalah Perubahan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 (1999-2002) Tahun Sidang 2000 Buku Satu,
(Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR-RI, 2008), hlm. 82-83.

timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan
negara, meskipun tidak tertulis.
UUD 1945 adalah:


Hukum dasar yang tertulis (di samping itu masih ada hukum

dasar yang tidak tertulis, yaitu Konvensi)
1. Sebagai (norma) hukum :
a. UUD bersifat mengikat terhadap: Pemerintah,

setiap

Lembaga Negara/Masyarakat, setiap WNRI dan penduduk
di RI.
b. Berisi norma-norma: sebagai dasar dan garis besar hukum
dalam penyelenggaraan negara harus dilaksanakan dan
ditaati.
2. Sebagai hukum dasar:
a. UUD merupakan sumber hukum tertulis (tertinggi) Setiap
produk hukum (seperti UU, PP, Perpres, Perda) dan setiap
kebijaksanaan Pemerintah berlandaskan UUD 1945.
b. Sebagai Alat Kontrol Yaitu mengecek apakah norma hukum
yang lebih rendah sesuai dengan ketentuan UUD 1945.
III. KEDUDUKAN UNDANG – UNDANG DASAR 1945
a. Hukum Dasar Yang tertulis
Sebagai Hukum Dasar maka
pemerintah,

lembaga

negara,

mengikat
lembaga

yaitu

mengikat

kemasyarakatan,

warga negara dan penduduk.
b. Hukum Dasar dan Sumber Hukum
UUD 1945 merupakan bentuk peraturan yang tertinggi dan
yang menjadi dasar dan sumber bagi peraturan yang lebih
rendah, dan setiap peraturan perundangan harus berdasar
dan bersumber dengan tegas pada peraturan yang berlaku
yang lenih tinggi tingkatnnya.

SIFAT UUD 1945
 UUD 1945 bersifat supel (elastis), Yaitu : Hal ini didasarkan pada
kenyataan bahwa masyarakat itu terus berkembang dan dinamis.
Negara Indonesia akan terus tumbuh dan berkembang seiring
dengan perubahan zaman. Oleh karena itu, bangsa Indonesia
harus tetap menjaga supaya sistem Undang-Undang Dasar tidak
ketinggalan zaman.
 Rigid Yaiitu : Mempunyai kedudukan dan derajat yang lebih tinggi
dari peraturan perundang-undangan yang lain, serta hanya dapat
diubah dengan cara khusus dan istimewa.
SEBAGAI HUKUM DASAR :
a. UUD merupakan sumber hukum tertulis (tertinggi) Setiap produk
hukum (seperti UU, PP, Perpres, Perda) dan setiap kebijaksanaan
Pemerintah berlandaskan UUD 1945.
b. Sebagai Alat Kontrol Yaitu mengecek apakah norma hukum yang
lebih rendah sesuai dengan ketentuan UUD 1945.
FUNGSI UUD 1945
 Di atas telah dibahas tentang apa yang dimaksud dengan UUD
1945. Dari pengertian tersebut dapatlah dijabarkan bahwa UUD
1945 mengikat pemerintah, lembaga-lembaga negara, lembaga
masyarakat, dan juga mengikat setiap warga negara Indonesia
dimanapun mereka berada dan juga mengikat setiap penduduk
yang berada di wilayah Negara Republik Indonesia. Sebagai hukum
dasar, UUD 1945 berisi norma-norma, dan aturan-aturan yang
harus ditaati dan dilaksanakan oleh semua komponen tersebut di
atas.

 Undang-undang Dasar bukanlah hukum biasa, melainkan hukum
dasar, yaitu hukum dasar yang tertulis.
Dengan demikian setiap produk hukum seperti undangundang, peraturan pemerintah, peraturan presiden, ataupun bahkan
setiap tindakan atau kebijakan pemerintah haruslah berlandaskan
dan bersumber pada peraturan yang lebih tinggi, yang pada akhirnya
kesemuanya peraturan perundang-undangan tersebut harus dapat
dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan UUD 1945, dan
muaranya adalah Pancasila sebagai sumber dari segala sumber
hukum negara. Dalam kedudukan yang demikian itu, UUD 1945
dalam kerangka tata urutan perundangan atau hierarki peraturan
perundangan di Indonesia menempati kedudukan yang tertinggi.
Dalam hubungan ini, UUD 1945 juga mempunyai fungsi
sebagai alat kontrol, dalam pengertian UUD 1945 mengontrol
apakah norma hukum yang lebih rendah sesuai atau tidak dengan
norma hukum yang lebih tinggi, dan pada akhirnya apakah normanorma hukum tersebut bertentangan atau tidak dengan ketentuan
UUD 1945. Selain itu UUD 1945 juga memiliki fungsi sebagai
pedoman atau acuan dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa
dan bernegara.
Dalam UUD 1945 juga terkandung :


Materi pengaturan sistem pemerintahan, termasuk pengaturan
tentang kedudukan, tugas,



wewenang

dan

hubungan antara

lembaga-lembaga negara
Hubungan negara dengan warga negara baik dibidang politik,
ekonomi, sosial dan budaya maupun hankam.
ARTI PENTING AMANDEMEN

 Amandemen : prosedur penyempurnaan tanpa harus langsung
mengubah

UUD

pelengkap serta rincian dari UUD asli. Salah satu hak legislatif
untuk mengusulkan perubahan dalam suatu rancangan UndangUndang yang dimajukan pemerintah.
 UUD 1945 bersifat elastic didasarkan karena masyarakat terus
berkembang

dan

dinamis

bangsa Indonesia harus tetap menjaga supaya sistem UndangUndang Dasar tidak ketinggalan zaman. Maka UUD 1945 diadakan
perubahan sejalan dengan kehidupan masyarakat.

BAB III
EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANGUNDANGAN TERKAIT
Pada Rakornas (rapat kordinasi nasional) komisi Pengkajian
dan Penelitian MUI Provinsi se-Indonedia, 2 September 2016, Jaksa
Agung Muda Bidang Intelejen, Teguh, SH, MH, mengatakan UU No. 1
PNPS

1965

tentang

Pencegahan

Penyalahgunaan

dan/Atau

Penodaan Agama diperlukan di Indonesia. “Setiap warga negara
harus tunduk pada batasan-batasan dengan maksud menjamin
hidup agama. Yaitu dibatasi oleh UU No. 1 PNPS 1965. Ada HAM
(Hak Asasi Manusia) yang mutlak, tetapi di negara Indonesia juga
ada HAM Konstitusional. Yakni hak-hak asas manusia yang diatur
undang-undang.9
Pasal

1

UU

menerangkan tentang

larangan

melakukan

pendodaan agama dalam bentuk apapun. Bunyi pasal tersebut
adalah: Setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum
menceritakan,

menganjurkan

atau

mengusahakan

dukungan

umum, untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang
dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan
yang menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari agama itu,
penafsiran dan kegiatan mana menyimpang dari pokok-pokok
ajaran agama itu.
Telah menjadi tugas negara untuk melindungi warganya.
Apapun agamanya. Melindungi itu dengan aturan. Warga negara
harus

diatur

agar

supaya

tidak

saling

melecehkan

9 Hidayatullah, Pentingnya Undang-Undang Perlindungan Agama,
https://www.hidayatullah.com/artikel/ghazwulfikr/read/2017/05/19/117008/pentingnya-undang-undang-perlindunganagama.html diakses pada tanggal 27 November 2017 pukul 15.00

dan

merendahkan satu dengan lainnya. Bila tidak ada aturan, maka
setiap orang akan bertindak tanpa kontrol, yang bisa berakibat
fatal. Untuk negara Indonesia, perlindungan agama diperlukan.
Karena Indonesia bukan negara sekular murni, dimana sifatnya
yang cenderung membuang agama sebagai nilai publik. Tapi
Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang didalamnya
ada jaminan perlindungan agama dan umat beragama untuk
menjalankan ajaran sesuai keyakinannya.
Apalagi melindungi agama memiliki dasar yuridis formal.
Dalam pasal 29 UUD 1945 ayat 1 disebutkan bahwa “Negara
berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa”. Pada pasal yang
sama ayat 2 tertulis, “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap
penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk
beribadat menurut agamanya dan kepercayaanya”.
Pasal 29 ayat 1 di atas menunjukkan bahwa agama dalam
negara menempati posisi urgen, sakral dan pokok. Negara bukan
berdasarkan anti agama atau anti Tuhan. Jadi, warga negara bukan
saja dijamin menjalankan ajaran agamanya tetapi agama warga
negara itu yang harus dapat jaminan keamanan. Maka, di pasal 29
ayat 2 itu, negara tegas menjamin keyakinan dan ajaran agamanya.
Bila ada agama (Islam) meyakini dalam ajarannya bahwa Muslim
tidak boleh mengangkat pemimpin non-Muslim, maka mestinya
ajaran seperti ini dihormati bahkan dilindungi. Bukan dibully, diolokolok, bahkan difitnah. Ajaran Islam yang demikian ini bukan sumber
radikalisasi. Non-Muslim tak berdosa haram dibunuh, bahkan harus
diberi keamanan juga. Ini ajaran Islam. Membunuh semut yang
tidak ada alasan saja tidak boleh. Praktik ajaran Islam ini
sebenarnya sudah dibuktikan pada aksi-aksi di Jakarta bebarapa

waktu lalu. Tidak ada non-Muslim satu pun disentuh. Jadi, lebih
radikal anak-anak sekolah yang tawuran di Jakarta yang selalu
membawa korban; luka atau tewas. Juga lebih radikal para
supporter bola yang sering tawuran dan membuat onar di lapangan
dan di luar lapangan. Sedangkan anak muda pengajian, tidak
pernah berbuat onar dan tawuran.10
Maka, bullying terhadap agama lain sesungguhnya melanggar
hukum negara. Baik UUD 1945 maupun UU No. 1 PNPS 1965.
Seseorang tidak boleh mengolok-olok ajaran agama lain. Sebab,
hak berbicara dibatasi undang-undang. Dalam UUD 1945 pasal 28
ayat 1 disebutkan: Dalam menjalankan hak dan kebebasannya,
setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan
dengan

Undang-Undang

dengan

maksud

semata-mata

untuk

menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan
orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan
pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban
umum dalam suatu masyarakat demokratis.
Batasan

undang-undang

yang

dimaksud

adalah

UU

no.1/PNPS/1965 itu. Setiap warga negara memiliki hak untuk
menjalankan ajaran sesuai dengan keyakinan dan agamanya.
Beragama merupakan hak dasar. Adapun fungsi undang-undang
adalah untuk melindungi agama beserta pemeluknya. Tidak hanya
pemeluk agama itu yang dilindungi, tetapi agama juga harus
dilindungi oleh negara.
Indonesia bukan negara berdasarkan ideologi sekularisme.
Bagi negara sekuler, sesat atau tidaknya suatu agama tidak
menjadi

persoalan

karena

dianggap

sebagai

bagian

tidak

10 Mohamed Fathi Osman, Islam, Pluralisme, dan Toleransi Keagamaan, (Jakarta:
Democracy Project Yayasan Abad Demokrasi, 2012), h. 56

terpisahkan dari hak asasi setiap individu. Bahkan

seseorang

diperbolehkan melecehkan keyakinan/agama orang lain termasuk
menghujat Tuhan sekalipun. Berbicara itu hak, tetapi berbicara
dengan mengolok-olok agama dan Tuhan adalah kejahatan.
Indonesia sebagai negara yang berdasarkan Ketuhanan YME
tentu saja berbeda. Meskipun memberi kebebasan setiap orang
untuk memeluk dan beribadah sesuai keyakinannya, tetapi negara
membatasi kebebasan itu agar kebebasan masyarakat secara
kesuluruhan

tidak

terganggu.

Agama

merupakan

hak

dasar

manusia. Karena itu harus dilindungi oleh negara. Sebab, sebagai
hak dasar, maka setiap manusia akan menuntut hak dasarnya itu
bila ada hambatan-hambatan. Karena itu diperlukan perangkat
hukum untuk mengaturnya. Sebab, seluas apapun kebebasan
seseorang, ia akan tetap dibatasi oleh kebebasan orang lain.
Kebebasan yang melahirkan perdamaikan itu adalah kebebasan
yang

di

dalamnya

menyudutkan

figur

tidak

ada

agama

atau

penistaan,
terhadap

pelecehan

terhadap

dan

kesucian

agama.11
Pelecehan terhadap kesucian agama-lah yang sesungguhnya
memicu konflik sosial. Perbuatan seperti ini jika dibiarkan akan
memperkeruh keamanan masyarakat, karena penodaan agama
hakikatnya melanggar Hak Asasi Manusia. Pelecehan terhadap
agama hakikatnya pelecehan terhadap hak manusia. Sebab, hak
manusia yang paling asasi adalah hak untuk menjaga agamanya.
Jika kesucian agama dihujat, maka telah terjadi pelanggaran hak
asasi yang berat.

11 J.B. Banawiratma dkk, Dialog Antarumat Beragama, (Jakarta: Mizan, 2006), h.
73

Adanya Pancasila merupakan dasar konstitusional melindungi
agama dan umat beragama. UU negara semuanya berdasarkan
Pancasila ini. Tidak terkecuali undang-undang yang mengatur
hubungan antar agama, penistaan agama dan lain-lain. Maka
perlindungan itu bukan hanya pemeluknya, tetapi agamanya harus
dilindungi. Negara wajib melindungi agama. Karena salah satu
fungsi adanya negara adalah melindungi agama.
Penjelasan Pasal 29 ayat 1 & 2 UUD NRI 1945 tentang
Agama
Pasal 29 ayat 1 UUD 1945
Penjelasan pasal 29 ( 1 ) undang - undang dasar negara republik
Indonesia tahun 1945 yaitu bahwa ideologi dari negara kesatuan
Republik Indonesia adalah Ketuhanan yang Maha Esa, maka segala
kegiatan yang dilakukan di negara Indonesia harus didasarkan atas
Ketuhanan Yang Maha Esa. Prinsip Ketuhanan yang ditanamkan
dalam Undang - Undang Dasar 1945 adalah perwujudan dari
pengakuan keagamaan oleh negara.
Dengan demikian, setiap warga negara Indonesia bebas untuk
memeluk agama serta menjalankan ibadah sesuai dengan agama
dan kepercayaannya itu. Bunyi pasal 29 ayat 1 UUD 1945 juga bisa
dimaknai bahwa Negara Indonesia mengakui keberadaan Tuhan
Yang Maha Esa, dengan demikian di dalam negara kesatuan
republik Indonesia tidak boleh adanya pertentangan didalam hal
Ketuhanan Yang Maha Esa, serta sikap dan tingkah laku perbuatan
yang anti Ketuhanan atau anti agama. Dengan paham Ketuhanan
Yang Maha Esa ini seharusnya bisa terwujud kerukunan hidup
beragama, kehidupan yang diwarnai toleransi dalam batas-batas

yang diizinkan oleh atau menurut tuntutan agama masing-masing
dari

setiap

warga

negara,

agar

terwujud

ketentraman

dan

kesejukan di dalam kehidupan beragama.
Pasal 29 ayat 2 UUD 1945
Penjelasan dari bunyi pasal 29 ( 1 ) undang - undang dasar negara
republik Indonesia tahun 1945 yaitu bahwa tiap -tiap warga negara
memiliki agama serta kepercayaanya sendiri tanpa ada unsur
paksaan dari pihak manapun atau oleh siapapun juga. Dan tidak
ada yang dapat melarang setiap individu untuk menentukan
pilihannya kepada salah satu agama yang diyakininya. Yang
tergambar dalam poin - poin berikut ini:
1. Iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa yang selaras
dengan agama serta kepercayaan setiap
2. individu merupakan hak setiap warga negara.
3. Saling hormat serta bekerjasama diantara para pemeluk
agama serta penganut kepercayaan yang beda sehingga
terwujud kerukunan hidup.
4. Hormat menghormati kebebasan dalam melakukan ibadah
sesuai dengan agama serta kepercayaan.
5. Tak memaksa suatu agama serta kepercayaan yang dianutnya
kepada pemeluk agama serta kepercayaan lain.
6. Menjamin penduduk untuk meyakini agama masing-masing
serta

menjalankan

kepercayaannya itu.

ibadah

menurut

agamanya

serta

BAB IV
LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS
A. Landasan Filosofis
Landasan filosofis merupakan pertimbangan atau alasan yang
menggambarkan

bahwa

RUU

Praktik

Pekerjaan

Sosial

mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum
yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia
yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pancasila dan Alinea kedua Undang-Undang Dasar Negara
Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan negara
mempunyai tanggung jawab untuk melindungi segenap bangsa
Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum dalam rangka
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Hal
tersebut sejalan dengan nilai-nilai umum dan komitmen profesi
pekerjaan sosial yakni peningkatan kualitas hidup, keadilan sosial,
dan harkat dan martabat manusia. (Reamer, 1995; 1999). Selain itu
juga sesuai dengan Nilai-Nilai Utama profesi pekerjaan sosial, yang
menurut

CSWE

(2001)

didasarkan

pada nilai-nilai

pelayanan,

keadilan sosial dan ekonomi, martabat dan nilai pribadi, pentingnya
hubungan manusia, dan integritas serta kompetensi dalam praktik.
Untuk mewujudkan kehidupan yang layak dan bermartabat,
serta untuk memenuhi hak atas kebutuhan dasar warga negara
demi tercapainya kesejahteraan sosial, negara melalui pekerja
sosial

profesional

menyelenggarakan

pelayanan

dan

pengembangan kesejahteraan sosial secara terencana, terarah, dan
berkelanjutan.

Keyakinan pada sila Ketuhahan Yang Maha Esa diwujudkan
dalam kehidupan beragama, memberikan landasan yang penting
untuk membentuk kehidupan beragama dan bernegara. Ajaranajaran

agama

yang

sangat

luhur

merupakan

factor

kunci

kesuksesan dalam membentuk system kenegaraan di Indonesia.
Sebagai

contoh

ajaran

agama

tentang

keikhlasan

dan

tanggungjawab. Ikhlas adalah unsure penting dalam membentuk
system yang mandiri. Dan orang-orang yang bertanggungjawab
adalah orang yang bermanfaat bagi system masyarakat.
Beragama adalah hal yang asasi dan merupakan hak asasi
manusia yang paling utama. Berketuhanan adalah urusan hati, yang
menyangkut

hubungan

pribadi

antara

manusia

dengan

penciptanya, sehingga manusia lain tidak bisa dan tidak berhak
mencampuri. Negara tidak bisa mencampuri urusan agama, tetapi
berkewajiban

memfasilitasi

berkembang

dengan

kepercayaan

apapun,

baik.

agar

agama

Negara

selama

tidak

bisa

tumbuh

dan

melindungi

agama

atau

mengganggu

kehidupan

beragama dan bernegara yang seharusnya, yaitu kerukunan
bersama, saling menghormati dan tidak ada pemaksaan.
Kemanusiaan yang adil dan beradab menunjukkan bahwa
kemanusiaan adalah sifat yang dimiliki setiap manusia. Manusia
pada dasarnya adalah sama dan mempunyai nilai-nilai kemanusiaan
yang bersifat universal. Segala perbedaan yang Nampak tidak boleh
dijadikan

alas

an

untuk

bertentangan

dengan

nilai-nilai

kemanusiaan tersebut, termasuk perbedaan agama, karena agama
pada dasarnya menjunjung tinggi persamaan derajat manusia.
Salah satu faktor utama dari peri kemanusiaan adalah sikap
toleransi yang positip, yaitu toleransi dalam hal kebaikan. Toleransi
merupakan hal krusial di Indonesia mengingat keragaman yang luar

biasa dari suku, bahasa, budaya, agama, adat istiadat dan lain-lain.
Toleransi positip akan menyuburkan sikap berperikemanusiaan
seperti menjunjung tinggi persamaan kewajiban asasi setiap
manusia tanpa melihat apapun perbedaannya, mengembangkan
sikap tenggang rasa, empati dan sebainya. Adil adalah satu factor
terpenting dalam hubungan antar manusia.
Tidak ada satu manusiapun yang mau diperlakukan dengan
tidak adil. Didalam hubungan antar manusia sering terjadi gesekangesekan yang menimbulkan permasalahan. Dan nilai keadilan
merupakan poin utama yang digunakan dalam menyelesaikan
permasalahan-permasalahan tersebut. Dengan memegang prinsip
adil tersebut maka hubungan antar manusia akan harmonis sesuai
dengan yang seharusnya. Dengan prinsip keadilan maka dapat
dikembangkan prinsip-prinsip lain antara lain tidak melakukan
perbuatan yang merugikan orang lain, menghargai hakn orang lain,
menjaga

keseimbangan

antara

hak

dan

kewajiban,

tidak

memaksakan kehendak kepada orang lain, tidak menggunakan
fasilitas Negara untuk kepentingan pribadi, dan lain-lain.
Beradab menunjuk kepada tingkatan kemajuab kehidupan,
baik dalam bermasyarakat maupun secara individual. Beradab erat
kaitannya dengan aturan-aturan hidup, budi pekerti, tata karma,
sopan

santun,

adat

istiadat,

kebudayaan,

kemajuan

ilmu

pengetahuan, dan sebagainya. Semua aturan tersebut untuk
menjaga agar manusia tetap beradab dan menghindari kezaliman.
Adab diperlukan agar manusia bisa meletakkan diri pada tempatb
yang sesuai. Sesuatu tidak pada tempatnya akan cenderung
menyebabkan ketidaksadaran, kebodohan, dan kerusakan pada
system kemasyarakatan.

Persatuan yang semakin kuat akan memberikan efek sinergi
yang semakin besar, sehingga sebesar apapun permasalahan yang
dihadapi akan jauh lebih mudah untuk diselesaikan. Hal ini telah
disadari bangsa Indonesia sejak dahulu kala, dan diwujudkan dalam
bentuk gotong royong. Dengan kata lain, gotong royong adalah
bentuk

kesadaran bersinergi dari bangsa

Indonesia. Bhineka

tunggal ika adalah hakikat dari bangsa Indoensia, sehingga tidak
perlu dipecah kembali, karena perpecahan akan menimbulkan
mudharat yang lebihy besar dibandingkan manfaat. Persatuan
Indonesia adalah proses yang terus menerus dilakukan, karena
keragaman di Indonesia.
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan. Kerakyatan adalah identik dengan
demokrasi, yaitu dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
Kerakyatan atau demokrasi diwarnai oleh watakm asli bangsa
Indonesia yakni kekeluargaan, gotong royong, tenggang rasa, tepa
selira, santun, penuh kerukunan, tolong menolong dalam kebaikan,
dan lain-lain. Dipimpin menyiratkan adanya pemimpin, yang berarti
dua,

pertama,

bersifat

semangat,

kedua,

berupa

manusia

pemimpin. Semangat dimaksud adalah hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan.

Sedangkan

manusia

pemimpin

adalah orang yang diliputi semangat dan mampu menjadi yang
terdepan didalam pelaksanaannya. Seorang pemimpin sebaiknya
adalah yang terbaik dari kaumnya. Secara intelektual seorang
pemimpin sebaiknya mempunyai kemampuan yang mumpuni.
Pemimpin adalah figure manusia ideal.
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Keadilan harus
menjadi syarat dan tolak ukur keberhasilan dari seluruh produk
kenegaraan. Sosial bukan berate faham sosialisme melainkan

berarti rakyat banyak. Keadilan sosial berarti suatu hirarkhi, bahwa
keadilan untuk rakyat banyak dan lebih penting dibandingkan
kedilan untuk kelompok tertentu. Seluruh rakyat Indonesia berarti
bahwa keadilan sosial berlaku bagi seluruh rakyat Indonesia,
dimanapun tanpa terkecuali. Tidak boleh ada diskriminasi keadilan
terhadap siapapun, terhadap kelompok manapun, juga terhadap
minoritas.

Diskriminasi

akan

memicu

perpecahan

dalam

masyarakat, yang bisa menggerus nilai-nilai luhur yang dimiliki
rakyat Indonesia sejak dahulu.

B. Landasan Sosiologis
Sejak zaman pra-sejarah nenek moyang bangsa Indonesia
telah mengenal kepercayaan yang disebut animism dan dinamisme.
Dalam buku sosiologi agama yang ditulis oleh Roland Robertson
menyebutkan bahwa sebelum kedatangan Hindu di sekitar tahun
400 SM, tradisi keagamaan dari suku melayu masih mengandung
animism. Dengan pengertian tersebut, pekembangan kepercayaan
dan tradisis keagamaan yang dimiliki Indonesia masih dalam bentuk
dan corak yang sederhana (primitive). Lalu setelah berabad-abad,
pengaruh Hindu dan Budha mulai tersebar luas. Kemudian datang
pengaruh Islam pada abad kelima belas yang dibawa oleh
pedagang Parsi atau Gujarat.12
Apabila dilihat dari sejarah, Indonesia telah menghadapi
beberapa masalah mengenai keagamaan. Agama atau kepercayaan
yang berasal dari leluhur tidak dihilangkan begitu saja. Namun,
banyak

di

antara

kepercayaan

animism

dan

dinamisme

diakulturasikan dengan agama yang mulai berpengaruh setelah
12 IGM Nurdjana, Hukum dan Aliran Kepercayaan Menyimpang di Indonesia, h. 38

adanya animism dan dinamisme. Sehingga kepercayaan dan
kebudayaan

tidak

dapat

terlepas

dari

kehidupan

hamper

masyarakat di Indonesia.
Bahkan menurut data, pemeluk agama mencapai 87%,
Kristen 7%, Katolik 2,91%, Hindu 1,69%, Budha 0,72%, dan
Konghucu 0,05%. Dari pemetaan tersebut, kita dapat membaca
bahwa hampir semua agama mengalami pertumbuhan positif dari
tahun 2000-2010, kecuali Agama Kongfucu karena data SP 2000
tidak ada. Sebagai catatan akhir bahwa di setiap wilayah Indonesia
tidak ada homogenitas agama, bahkan di Kabupaten dan Provinsi
dengan mayoritas agama tertentu agama lain juga ada. Ini berarti
keragaman agama di setiap wilayah Indonesia merata.13
Sedangkan

menurut

data

Organisasi

Penganut

Aliran

Kepercayaan di Indonesia yang bersumber dari Kanwil Depdikbud
Provinsi Jawa Tengah dan Pamasbag Intel Polda Jateng, menyatakan
bahwa data semua daerah mengenai kepercayaan, di antaranya
Sapta Dharma, Paguyuban Sumarah, Pangestu, Kejawen, dan lainlain. Data tersebut menunjukkan bahwa secara kuantitas dan
kualitas pada setiap tahunnya mengalami peningkatan dan populasi
jumlah aliran khususnya untuk daerah Yogyakarta dan Jawa
Tengah.14
Apabila dilihat dari berbagai macam agama dan kepercayaan,
tidak

dapat

dipungkiri

jikalau

muncul

konflik

yang

berakar

mengenai agama. Salah satu konflik terbesar adalah konflik
13 Markus, Membaca Demografi Agama-agama di Indonesia,
https://pgi.or.id/membaca-demografi-agama-agama-di-indonesia/ diakses pada
tanggal 26 November 2017
14 IGM Nurdjana, Hukum dan Aliran Kepercayaan Menyimpang di Indonesia, h. 50

keagamaan di Ambon. Konflik berbau agama paling tragis meletup
pada tahun 1999 silam. Konflik dan pertikaian yang melanda
masyarakat Ambon-Lease sejak Januari 1999, telah berkembang
menjadi aksi kekerasan brutal yang merenggut ribuan jiwa dan
menghancurkan semua tatanan kehidupan bermasyarakat. Konflik
tersebut kemudian meluas dan menjadi kerusuhan hebat antara
umat Islam dan Kristen yang berujung pada banyaknya orang
meregang nyawa. Kedua kubu berbeda agama ini saling serang dan
bakar membakar bangunan serta sarana ibadah. Saat itu, ABRI
dianggap gagal menangani konflik dan merebak isu bahwa situasi
itu sengaja dibiarkan berlanjut untuk mengalihkan isu-isu besar
lainnya. Kerusuhan yang merusak tatanan kerukunan antar umat
beragama di Ambon itu berlangsung cukup lama sehingga menjadi
isu sensitif hingga saat ini.15
Jadi,

negara

dalam

meumuskan

hukum

harus

bersifat

universal atau umum untuk semua agama yang diakui di Indonesia.
Kerukunan

umat

pembangunan

beragama

masyarakat.

hakikatnya

Melalui

merupakan

kerukunan

umat

inti
atau

masyarakat beragama ini, maka segala hal yang terkait dengan
pembangunan

masyarakat

akan

dapat

dilakukan.

Masyarakat

Indonesia sendiri sudah mempunyai pengalaman dalam mengatur
kerukunan agama, walaupun pada nyatanya masih ada pertikaian
antar agama namun jika dilihat dari sejarahnya tentu kerukunan
dan keharmonisan antar agama harus dipertahankan dalam rangka

15 Rizki Diputra, Lima Konflik SARA Paling Mengerikan Ini Pernah Terjadi di
Indonesia, https://news.okezone.com/read/2016/02/25/340/1320731/lima-konfliksara-paling-mengerikan-ini-pernah-terjadi-di-indonesia diakses pada tanggal 26
November 2017

untuk menyejahterakan semua masyarakat maupn pemeluk agama
masing-masing.
C. Landasan Yuridis
Pasal 37 UUD 1945
Untuk mengusulkan perubahan pasal-pasal Undang-Undang
Dasar yang diajukan secara tertulis dan ditunjukkan secara jelas
pada bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya. Hal
itu dapat di agendakan dalam sidang Majelis Permusyawaratan
Rakyat dengan dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 dri jumlah anggoya
Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Undang Undang Nomor 1 PNPS 1965 ayat (1)
UU Nomor 1 PNPS Tahun 1965 Sebenarnya UU Nomor 1 PNPS
Tahun 1965, bukan UU yang mengatur keberadaan agama di
Indonesia, melainkan UU Tentang Pencegahan Penyalahgunaan
dan/atau

Penodaan

Agama.

Awalnya

UU

ini

hanya

berupa

Penetapan Presiden Republik Indonesia, yang dikeluarkan pada
tanggal 27 Januari 1965. Kemudian melalui UU Nomor 5 Tahun
1969, Penetapan Presiden ini dinyatakan menjadi UU. Meskipun
tidak mengatur tentang keberadaan agama di Indonesia, UU No 1
Tahun 1965, secara eksplisit menyebut bahwa yang dimaksudkan
sebagai agama-agama yang dianut masyarakat Indonesia adalah
Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu. Penyebutan
enam agama ini berada dalam penjelasan terhadap Pasal 1 UU No.
1 1965, yang selengkapnya berbunyi: Pasal 1 Setiap orang dilarang
dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan atau
mengusahakan
kegiatan

dukungan

keagamaan

umum,

yang

untuk

melakukan

menyerupai

kegiatan-

kegiatan-kegiatan

keagamaan

dari

agama

itu,

penafsiran

dan

kegiatan

mana

menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu.
Penjelasan terhadap Pasal 1 Dengan kata-kata "Dimuka
Umum" dimaksudkan apa yang lazim diartikan dengan kata-kata itu
dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Agama-agama yang
dipeluk oleh penduduk di Indonesia ialah Islam, Kristen, Katolik,
Hindu, Budha dan khong Cu (Confusius). Hal ini dapat dibuktikan
dalam sejarah perkembangan Agama-agama di Indonesia. Karena 6
macam Agama ini adalah agama-gama yang dipeluk hampir seluruh
penduduk Indonesia, maka kecuali mereka mendapat jaminan
seperti yang diberikan oleh pasal 29 ayat 2 Undang-undang Dasar,
juga mereka mendapat bantuan-bantuan dan perlindungan seperti
yang diberikan oleh pasal ini. Ini tidak berarti bahwa agama-agama
lain, misalnya: Yahudi, Zarasustrian, Shinto, Taoism dilarang di
Indonesia. Mereka mendapat jaminan penuh seperti yang diberikan
oleh pasal 29 ayat 2 dan mereka dibiarkan adanya, asal tidak
melanggar ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam peraturan ini
atau peraturan perundangan lain. Terhadap badan/aliran kebatinan,
Pemerintah berusaha menyalurkannya kearah pandangan yang
sehat dan kearah Ke-Tuhanan Yang Maha Esa. Hal ini sesuai dengan
ketetapan M.P.R.S. No. II/MPRS/1960, lampiran A. Bidang I, angka 6.
Dengan kata-kata "Kegiatan keagamaan" dimaksudkan segala
macam kegiatan yang bersifat keagamaan, misalnya menamakan
suatu aliran sebagai Agama, mempergunakan istilah-istilah dalam
menjalankan atau mengamalkan ajaran-ajaran kepercayaannya
ataupun melakukan ibadahnya dan sebagainya. Pokok-pokok ajaran
agama dapat diketahui oleh Departemen Agama yang untuk itu
mempunyai alatalat/ cara-cara untuk menyelidikinya. Meteri UU No

1 PNPS Tahun 1965 inilah yang kemudian pada bulan Oktober 2009
digugat oleh Tim Advokasi Kebebasan Beragama, ke Mahkamah
Konstitusi (MK) sebagai Yudicial Review, dengan nomor perkara
140/PUU-VII/2009. Dalam amar putusannya yang dibacakan pada
tanggal 11 April 2010, MK menolak gugatan tersebut, dengan satu
orang Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati mengajukan dissenting
opinion.
Undang Undang Dasar 1945 Pasal 29
Dari isi pasal 29 ayat 1 dijelaskan ideologi negara Indonesia
dalah Ketuhanan yang Maha Esa, oleh karena segala kegiatan di
negara Indonesia harus berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dan itu besifat mutlak. Prinsip Ketuhanan yang ditanamkan dalam
UUD 1945 merupakan perwujudan dari pengakuan keagamaan.
Oleh karena itu, setiap orang bebas memeluk agama dan beribadah
menurut agamanya yang warganya anggap benar dan berhak
mendapatkan pendidikan yang layak, serta hak setiap warga
negara untuk mendapatkan tempat tinggal yang layak dan nyaman
untuk tinggal dan berhak menentukan kewarganegaraan sendiri.
Berikutnya, dari isi pasal 29 ayat 2 dijelaskan bahwa
setiap warga negara memiliki agama dan kepercayaannya sendiri
tanpa ada unsur paksaan dari pihak manapun. Dan tidak ada yang
bisa melarang orang untuk memilih agama yang diyakininya. Setiap
agama memiliki cara dan proses ibadah yang bermacam-macam,
oleh karena itu setiap warga negara tidak boleh untuk melarang
orang beribadah. Supaya tidak banyak konflik-konflik yang muncul
di Indonesia. Oleh karena itu di dalam negara Indonesia tidak boleh
ada pertentangan dalam hal Ketuhanan Yang Maha Esa, dan sikap
atau perbuatan yang anti terhadap Ketuhanan Yang Maha Esa, anti

agama. Sedangkan sebaliknya dengan paham Ketuhanan Yang
Maha Esa ini hendaknya diwujudkan kerukunan hidup beragama,
kehidupan yang penuh toleransi dalam batas-batas yang diizinkan
oleh atau menurut tuntutan agama masing-masing, agar terwujud
ketentraman dan kesejukan di dalam kehidupan beragama.

BAB V
JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP
MATERI MUATAN UNDANG-UNDANG
A. SASARAN
Sasaran yang hendak dicapai dengan pembentukan
Rancangan tentang penetapan norma atas Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Pasal 29 ayat (1) dan
ayat

(2)

adalah

tidak

adanya

p