Mouth Gestures pada Bahasa Isyarat Jakar

Mouth Gestures pada Bahasa Isyarat Jakarta dan Bahasa Isyarat

Yogyakarta: Studi Awal1
Adhika Irlang Suwiryo

Abstrak
Bahasa isyarat Jakarta dan bahasa isyarat Yogyakarta merupakan dua bahasa
isyarat berbeda yang berada di bawah satu keluarga bahasa yang sama (Isma 2012). Kedua
bahasa isyarat ini juga memiliki penerapan yang berbeda terhadap mouthings dan mouth gestures
(Suwiryo 2013). Penelitian ini mengulas lebih banyak pada penggunaan aktivitas mulut mouth
gestures, khususnya A-type: adverbial manner dan adverbial degree. Kedua bahasa isyarat ini
memiliki persamaan dan perbedaan dalam menerapkan bentuk-bentuk aktivitas mulut. Pola
aktivitas mulut tersebut dilihat berdasarkan dua hal: a) bentuk aktivitas bagian bawah wajah,
seperti mulut terbuka [a] atau bibir maju membulat (pursed); b) kombinasi aktivitas bagian
bawah wajah, seperti mulut terbuka [a] dengan lidah terjulur (protruded tongue). Selain itu, ada
unsur lain yang dapat memberikan makna pada mouth gestures, yaitu tekanan (tensed ). Pola-pola
yang terekam dalam data tersebut, menurut penulis, juga bergantung pada persepsi informan atas
cerita bergambar yang ditunjukkan kepada mereka. Persepsi yang berbeda tentang cara sebuah
percakapan berlangsung atau seberapa kecil ranting pohon berdampak pada kemunculan bentuk
aktivitas wajah bagian bawah. Selain itu, makna yang sama di antara kedua bahasa dapat
disampaikan dengan pola aktivitas mulut yang hampir sama dengan sedikit perbedaan pada

aktivitas di bagian bawah wajah yang lain, seperti lidah; intensitas; atau unsur tekanan.
Kata kunci: Bahasa Isyarat Jakarta, Bahasa Isyarat Yogyakarta, Aktivitas Mulut, Mouth Gestures

I.

Pendahuluan
Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri atas lima pulau besar

dan ribuan pulau kecil. Atas dasar alasan geografis yang menarik di Indonesia, pulau-pulau
tersebut terpisahkan oleh lautan, pegunungan, dan lainnya. Dengan demikian, daerah-daerah di
Indonesia terpisahkan secara geografis. Hal ini berdampak pada perkembangan budaya yang
pada akhirnya memepengaruhi perkembangan dan penggunaan bahasa di setiap tempat di
Indonesia. Kondisi geografi yang menarik ini memunculkan keberagaman bahasa di setiap
daerah.
Dipresentasikan pada acara Seminar Internasional Semiotik, Pragmatik, dan Kebudayaan: “Peran Semiotik dan
Pragmatik dalam Memaknai Kebudayaan Global dan Lokal” di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas
Indonesia, Depok 17 Juni 2014
1

1


Bahasa-bahasa di Indonesia yang terdata di Badan Pengembangan dan Pembinaan
Bahasa Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan berjumlah lebih dari 700 bahasa lokal. Selain
bahasa lokal, terdapat satu bahasa nasional yang digunakan dalam berbagai aspek, yaitu bahasa
Indonesia. Secara hampir merata, bahasa nasional digunakan di sekolah, instansi pemerintah,
dan tempat-tempat umum lainnya. Meskipun telah terdapat sejumlah bahasa di Indonesia, kita
perlu memahami dengan benar bahwa bahasa-bahasa tersebut adalah bahasa lisan. Selain itu,
masyarakat Indonesia juga menggunakan bahasa tulis untuk berkomunikasi dan menyampaikan
pemikiran mereka.
Fenomena yang menarik mengenai keberadaan bahasa adalah keberadaan bahasa
isyarat. Berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik, terdapat sejumlah 4,6% atau 16 juta
masyarakat Indonesia yang tuli (Waspada Online: 2012). Dalam keseharian mereka, bahasa
yang mereka gunakan adalah bahasa isyarat selain bahasa lisan. Hal ini menandakan bahwa
bahasa isyarat memang ada karena para pengguna bahasa itu pun ada. Alasan penggunaan
bahasa lisan karena ada kontak dengan masyarakat dengar (hearing community) yang berada di
sekitar mereka yang tuli. Bahasa isyarat yang menjadi pembahasan dalam makalah ini adalah
bahasa isyarat alamiah yang digunakan oleh para penggunanya, yaitu para tuli dan/atau orang
dengar yang menggunakan bahasa tersebut untuk berkomunikasi dengan komunitas tuli.
Penelitian atas bahasa-bahasa isyarat di Indonesia telah dilakukan meskipun
belum mencakup semua bahasa isyarat di seluruh Indonesia. Marsaja (2008) dalam

penelitiannya menjelaskan secara rinci tentang Kata Kolok, bahasa isyarat alami yang masih
aktif digunakan di Desa Kolok, Bali. Dalam penelitiannya, Marsaja mengangkat Kata Kolok
dalam berbagai aspek. Salah satu hal penting yang dituliskannya adalah mengenai keunikan
bahasa isyarat ini yang sama sekali tidak bersentuhan dengan bahasa lain, seperti Bahasa Bali.
Kata Kolok digunakan oleh para warganya, baik yang tuli maupun yang dengar, untuk
berkomunikasi. Desa Kolok merupakan tempat yang istimewa karena presentase ketulian pada
warganya sangat tinggi, yaitu 2,2% penduduk mereka tuli sejak lahir.
Penelitian lain tentang bahasa-bahasa isyarat di Indonesia juga dilakukan oleh
Palfreyman (2013) tentang penggunaan kosaisyarat SUDAH dalam bahasa isyarat Makassar dan
bahasa isyarat Solo. Dalam penelitannya, Palfreyman menjabarkan penggunaan isyarat manual
SUDAH dalam berbagai konteks kalimat. Selain dua penelitian tersebut, penelitian atas bahasabahasa isyarat di Indonesia yang telah terdata adalah mengenai leksikal dan pola kalimat.
2

Penelitian ini telah dilakukan oleh Isma (2012) atas bahasa isyarat Jakarta dan bahasa isyarat
Yogyakarta. Berdasarkan hasil penelitiannya, kedua bahasa isyarat tersebut merupakan dua
bahasa isyarat yang berbeda yang masih berada di bawah satu keluarga bahasa yang sama.
Penelitian tentang bahasa isyarat Jakarta dan bahasa isyarat Yogyakarta juga dilakukan oleh
Suwiryo (2013). Penelitiannya berkaitan dengan penggunaan aktivitas mulut dalam bahasa
isyarat. Dua hal yang disorot adalah penggunaan mouthings dan mouth gestures.
Penulis, dalam makalah ini, membahas tentang aktivitas mulut, khususnya mouth

gestures, yang digunakan para informan tuli ketika mereka bernarasi dalam bahasa isyarat

Jakarta dan bahasa isyarat Yogyakarta. Sebagai gambaran, penulis memiliki data yang
melibatkan enam informan tuli: tiga tuli dari Jakarta dan tiga tuli dari Yogyakarta. Keenam
informan tuli tersebut dinilai memiliki pajanan yang kuat terhadap penggunaan bahasa isyarat
sejak lahir. Meskipun demikian, pada dasarnya mereka memiliki latar belakang yang berbeda,
seperti jenis kelamin, usia, usia mulai berisyarat, serta jenis dan tingkat pendidikan. Keenam
informan tuli tersebut bernarasi berdasarkan tiga cerita bergambar. Narasi yang diproduksi
tersebut direkam dan dimasukkan ke dalam perangkat Elan untuk ditranskripsi. Aspek-aspek
yang ditranskripsi adalah isyarat manual dan aktivitas mulut. Transkripsi isyarat manual telah
dilakukan oleh peneliti terdahulu yang berkoordinasi dengan peneliti tuli. Proses yang sama
untuk aktivitas mulut juga penulis lakukan yang berkoordinasi dengan peneliti tuli dari kedua
kota.

II.

Studi Pustaka
Dalam kajian bahasa isyarat, penelitian tentang fitur non-manual telah dilakukan

di berbagai bahasa isyarat (Woll: 2009, Van de Sande: 2009, Sze: 2008a). Aspek-aspek yang

termasuk ke dalam fitur non-manual bahasa isyarat, seperti kedipan mata (blinks), gerakan
kepala (head nod dan head tilt), serta aktivitas mulut (mouth movements atau mouth actions).
Kemunculan aktivitas mulut dapat menunjukkan perbedaan makna dari isyarat manual; dan
aktivitas mulut juga dianggap sebagai bagian dari kajian fonologi bahasa isyarat (Van de Sande
2009).
Dalam bahasa Isyarat Inggris (British Sign Language), Woll (2009) meneliti
tentang aktivitas mulut yang terjadi ketika pengguna bahasa isyarat bernarasi. Hasil penelitian
menunjukkan dua jenis aktivitas mulut, yaitu mouthings dan mouth gestures, memiliki fungsi
3

yang berbeda. Selain itu, kedua aktivitas mulut tersebut menempati posisi gramatikal yang
berbeda. Selain Woll (2009), penelitian juga dilakukan oleh Van de Sande (2009) yang
berkaitan dengan aktivitas mulut pada bahasa isyarat Belanda (Sign Language of the
Netherlands). Penelitiannya menunjukkan perbedaan kemunculan mouthings dan mouth
gestures berdasarkan tipe jalur (register ) (contoh: menceritakan sebuah cerita kembali dan

percakapan) dan juga usia pemerolehan bahasa isyarat Belanda. Selain itu, penelitiannya juga
menunjukkan aktivitas mulut yang melampaui satu isyarat manual (spreading mouth actions).
Aktivitas mulut mouthings dikaitkan dengan fenomena kontak bahasa antara
bahasa isyarat dan bahasa lisan yang ada dan berkembang di lingkungan. Dengan demikian,

mouthings memiliki hubungan dengan bahasa lisan. Berbeda dengan mouthings, mouth
gestures merupakan bentuk aktivitas mulut yang terikat dengan isyarat manual (Van de Sande:

2009, Van de Sande dan Crasborn: 2009).
Dalam kajian mouth gestures, penelitian telah dilakukan untuk menunjukkan pola
aktivitas mulut yang dapat menunjukkan perbedaan makna dari isyarat manual yang diproduksi
(Woll: 2009). Aktivitas mulut dalam kategori mouth gestures ini dibagi ke dalam empat
kategori: a) adverbial manner/degree (A-Type), b) Enacting (4-Type), c) Echo phonology (EType), d) whole-face activity (W-Type).
Penelitian terdahulu (Suwiryo: 2012) menunjukkan adanya persentase yang
berbeda antara mouthings dan mouth gestures pada bahasa isyarat Jakarta dan bahasa isyarat
Yogyakarta. Selain itu, hasil penelitiannya juga menunjukkan persentase yang berbeda untuk
setiap kategori pada mouth gestures di kedua bahasa isyarat. Perbedaan persentase di antara
kedua bahasa isyarat tersebut didasarkan pada beberapa alasan, seperti latar belakang
pendidikan. Perbedaan persentase juga dilihat dalam satu bahasa isyarat, yaitu berdasarkan
keunikan setiap individu. Temuan yang dihasilkan adalah informan yang berusia di bawah 50
tahun (< 50) memproduksi mouth gestures lebih tinggi daripada informan yang bersusia di atas
50 tahun (< 50).
Karena keterbatasan waktu, penelitian kali ini lebih difokuskan pada pola gerakan
atau aktivitas mulut dalam kategori mouth gestures, khususnya A-Type. Hal ini disebabkan
tingkat frekuensi kemunculan kategori ini lebih tinggi daripada kategori yang lain.


4

III.

Latar Belakang Masalah
Aktivitas mulut dalam kajian bahasa isyarat belum dianggap seutuhnya penting

karena artikulator utama dalam produksi isyarat adalah tangan. Meskipun demikian, penelitianpenelitian menunjukkan keterlibatan aktivitas mulut dianggap penting (obligatory); ketiadaan
kemunculan aktivitas mulut akan dapat berdampak pada kesalahpahaman penangkapan makna.
Dengan demikian, penulis memilih topik ini untuk mengindentifikasi bentuk aktivitas mulut
yang dapat terdata pada bahasa isyarat Jakarta dan bahasa isyarat Yogyakarta. Selain itu, penulis
berharap dapat memberikan satu bentuk formula yang dapat digunakan sebagai pegangan untuk
memahami pola gerakan mulut dalam kegiatan berisyarat.

IV.

Analisis
Penulis secara khusus membahas pola gerakan atau aktivitas mulut keenam


informan dalam aktivitas mouth gestures. Pola yang didapatkan untuk aktivitas mulut ini tidak
hanya berdasarkan pada gerakan yang terjadi di lokasi mulut saja, tetapi juga aktivitas yang
terjadi di kedua bibir, pipi, lidah, dan gigi. Berkaitan dengan gigi, pada dasarnya aktivitas yang
terjadi di area gigi tidak—atau belum—menunjukkan makna yang signifikan. Hal ini disebabkan
kemunculan dan ketiadaan tampilan gigi dalam data dipengaruhi oleh seberapa besar informan
membuka mulut mereka atau seberapa rapat mulut tertutup. Dengan kata lain, gigi merupakan
contoh artikulator pasif dalam aktivitas mulut ini.
Berdasarkan hasil transkripsi, penulis mendapatkan bentuk-bentuk tetap yang
terlihat dalam data. Bentuk-bentuk tersebut dimasukkan ke dalam kelompok yang berbeda—
berdasarkan lokasi kemunculan: mulut, bibir, pipi, dan lidah. Rangkuman hasil transkripsi
tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

No.
1.

Lokasi
Mulut

Aktivitas Fitur Non-manual
Terbuka (open):







Kecil/sempit (narrow)
Sedang (moderate )
Lebar (wide)

Tertutup [bilabial] (closed [bilabial])
5

Tertutup (closed)
Mengarah ke bawah (downward)
2.

Bibir

Maju membulat (pursed)

Masuk ke dalam (sucked in)
Pinggir bibir naik (bagian kanan atau bagian kiri)
(curl up—right side/left side)
Ditekan (pressed)

3.

Pipi

Menggembung (puffed)
Tersedot ke dalam (sucked in)

4.

Lidah

Terjulur (protrude)
Melengkung di dalam (curl inside)
Tabel 1. Aktivitas Bagian Bawah Wajah


Berdasarkan Tabel 1 di atas, penulis menyimpulkan bentuk-bentuk aktivitas yang
terjadi di setiap lokasi wajah bagian bawah. Bentuk aktivitas-aktivitas tersebut memiliki
frekuensi kemunculan yang berbeda-beda. Aktivitas yang terjadi di mulut dan bibir memang
dibedakan. Jika aktivitas terjadi di kedua bibir dan berkesinambungan, maka aktivitas tersebut
akan dicatat sebagai bagian dari aktivitas di lokasi mulut. Misalnya, mulut terbuka dan tertutup.
Jika aktivitas terjadi di salah satu bagian bibir (atas atau bawah) dan menunjukkan aktivitas yang
spesifik untuk bibir, maka aktivitas tersebut dikategorikan ke dalam aktivitas di lokasi bibir,
seperti maju membulat (pursed) atau ditekan (pressed). Selain itu, aktivitas-aktivitas di lokasi
tertentu dapat dikombinasikan dengan aktivitas di lokasi yang lain. Misalnya, mulut yang terbuka
lebar dikombinasikan dengan lidah yang terjulur keluar. Makna dari kombinasi aktivitasaktivitas ini menunjukkan makna adverbial manner . Dengan kata lain, kombinasi mulut tersebut
menjadi bagian yang melengkapi makna dari isyarat manual, seperti BERBICARA.

6

Figur 1. BERBICARA (Bahasa Isyarat Yogyakarta)

Berdasarkan contoh di atas, isyarat manual yang ditunjukkan oleh informan
adalah BERBICARA. Isyarat manual ini terwujud dengan gerakan buka-tutup bagian ujungujung jari. Gerakan buka-tutup ini dilakukan secara bergantian antara tangan kanan dan kiri.
Gerakan ini mengisyaratkan adanya aktivitas berbicara antara dua subjek. Kemunculan isyarat
manual ini diiringi dengan aktivitas mulut yang terbuka sedang (moderate) dengan lidah yang
terjulur (protruded tongue). Makna yang terkandung adalah ‘pembicaraan dengan intensitas
waktu’ atau ‘cara berbicara’. Kesepakatan makna ini tidak terlepas dari konteks.
Berdasarkan hasil observasi atas data penelitian, penulis mendapatkan kombinasi
aktivitas-aktivitas yang memungkinkan memunculkan makna yang berbeda. Kombinasikombinasi tersebut dibagi ke dalam dua kategori yang terdapat dalam A-Type, yaitu adverbial
manner dan adverbial degree. Dalam kategori adverbial manner , aktivitas mulut yang

disampaikan informan menyampaikan maksud ‘cara’ sesuatu terjadi atau seseorang melakukan
sesuatu. Pada dasarnya, isyarat manual yang muncul dalam kategori aktivitas mulut ini adalah
verba. Dalam kategori adverbial degree, makna yang tersampaikan adalah seberapa besar derajat
adjektiva disampaikan. Informan, pada dasarnya, memproduksi isyarat manual yang berkelas
kata adjektiva. Aktivitas mulut mouth gestures di sini adalah untuk mengindikasikan derajat
(degree) adjektiva tersebut disampaikan.
Pada Tabel 2 berikut, penulis akan menjabarkan kombinasi aktivitas-aktivitas
bagian bawah wajah yang termasuk ke dalam kategori adverbial manner .

7

Bahasa Isyarat

Kombinasi Aktivitas

Bahasa Isyarat

1. Mulut tertutup-

Jakarta

Arti

Contoh

Aktivitas pasif

CL-bagian-tubuh

mengarah ke bawah

yang dilakukan

(kaki

& bibir masuk ke

selama beberapa

burung)_burung-

dalam (ada tekanan)

saat

tetap-masih

2. Mulut tertutup
[bilabial] (tanpa
tekanan)
1. Mulut tertutup

Aktivitas

yang CL-bagian-tubuh

[bilabial] > mulut

terjadi karena ada (kaki)_kucing-keluar-

terbuka [a]

penyebab2.

dari-bangunan,

CL-

bagian-tubuh

2. Mulut terbuka [a]
(dengan atau tanpa

(kaki)_kucing-jatuh-

lidah yang terjulur)

di-bagian-belakang

1. Mulut terbuka (bibir

Aktivitas yang

CL_handle_burung-

ditarik ke dua arah

dilakukan dengan

jatuh-bola,

dengan tekanan)

usaha

CL-entity_anjing-lari

Aktivitas yang

CL-entity_anjing-

2. Mulut tertutup
[bilabial] (dengan
tekanan), baik dengan
pipi yang tersedot ke
dalam ataupun tidak.
3. Mulut terbuka bulat
(contoh: [o] atau [u])
dengan tekanan, baik
dengan atau tanpa
bibir yang maju
membulat (pursed)
Bahasa Isyarat

1. Mulut tertutup

2

Dalam hal ini, ada penyebab yang menyebabkan timbulnya aktivitas ini. Misalnya, seekor kucing yang ditendang
seseorang atau seekor kucing yang jatuh karena kejatuhan sesuatu.

8

Yogyakarta

[bilabial] dengan

dilakukan dengan

kejar-kucing,

tekanan)

usaha

CL-entity_burungkembali

2. Mulut tertutup
[labiodental]
3. Mulut terbuka bulat
(contoh: [o] atau [u])
dengan tekanan, baik
dengan atau tanpa
bibir yang maju
membulat (pursed)
4. Mulut terbuka
(contoh: seperti
membentuk vokal
[e])
5. Mulut terbuka
(contoh: seperti
membentuk vokal
[a])
1. Mulut terbuka

Aktivitas

yang CL-sem_kucing-

(contoh: seperti

terjadi karena ada jatuh-ke-tempat-

membentuk vokal

penyebab.

sampah

[a])
2. Mulut terbuka [a] >
mulut tertutup
[bilabial] > mulut
terbuka [a] (dengan
lidah terjulur keluar
di bagian akhir)
Catatan: tanda “>” menunjukkan perubahan aktivitas.
Tabel 2. Aktivitas Bagian Bawah Wajah untuk Adverbial Manner

9

Tabel 2 di atas menunjukkan kombinasi aktivitas yang mungkin terjadi di antara
setiap lokasi bagian bawah wajah. Misalnya, kombinasi aktivitas melibatkan aktivitas yang
terjadi di mulut dan lidah; aktivitas lain melibatkan mulut dan pipi. Selain itu, temuan ini
menunjukkan satu bentuk aktivitas di suatu lokasi dapat memiliki makna yang berbeda jika
didampingi aktivitas bagian bawah wajah lainnya. Misalnya, aktivitas mulut tertutup [bilabial]
dalam bahasa isyarat Jakarta dapat dikombinasikan dengan gerakan downward atau diikuti
gerakan mulut terbuka [a]. Kombinasi mulut tertutup [bilabial] dengan setiap gerakan yang
berbeda menghasilkan makna ‘aktivitas pasif yang dilakukan selama beberapa saat’ dan
‘aktivitas yang terjadi karena ada penyebab’. Makna yang pertama mengindikasikan informan
memperagakan aktivitas yang tidak melibatkan banyak gerakan, seperti MENUNGGU. Pada
makna yang kedua, informan menyesuaikan gerakan mulut dengan isyarat manual yang
diproduksinya untuk menunjukkan makna ‘cara’ yang terjadi ketika peristiwa yang digambarkan
terjadi.
Contoh untuk makna ‘aktivitas yang terjadi karena ada penyebab’ terdapat pada
bahasa isyarat Yogyakarta juga. Meskipun bermakna sama, bentuk kombinasi aktivitas yang
terdata memiliki sedikit perbedaan. Pada bahasa isyarat Jakarta, kombinasi aktivitas yang
ditemukan sebanyak dua: a) mulut tertutup [bilabial] > mulut terbuka [a]; b) mulut terbuka [a]
dengan atau tanpa lidah yang terjulur. Berdasarkan temuan, perbedaan ditemukan pada kedua
bahasa isyarat ini. Pada bahasa isyarat Yogyakarta, untuk makna yang sama didapatkan data
sebagai berikut: a) mulut terbuka [a]; b) mulut terbuka [a] > mulut tertutup [bilabial] > mulut
terbuka [a] dengan lidah yang terjulur di bagian akhir. Jika melihat kemunculan ini, kita dapat
melihat bahwa pada dasarnya gerakan yang dilakukan hampir sama. Meskipun demikian,
perbedaan yang ada, seperti mulut terbuka [a] dan kemunculan lidah yang yang terjulur, perlu
diperhatikan karena tetap menunjukkan indikasi manner .
Selain itu, persamaan makna yang didapatkan di kedua bahasa isyarat adalah
makna ‘aktivitas yang dilakukan dengan usaha’. Salah satu persamaan aktivitas yang tercatat
adalah informan memberi penekanan pada aktivitas di mulut. Dengan adanya tekanan ini, penulis
mendapatkan kesan bahwa informan menekankan makna ‘usaha’ dengan menggunakan bibir
yang ditekan (pressed lips) ketika menggambarkan aktivitas dalam bernarasi. Misalnya, contoh
yang terdata adalah seekor burung yang dengan usaha keras menjatuhkan bola ke dalam pipa
10

(bahasa isyarat Jakarta) dan seeokor anjing yang mengejar kucing (bahasa isyarat Yogyakarta).
Dalam makna ini, informan dari kedua bahasa isyarat juga memiliki pemilihan aktivitas mulut
yang sama, yaitu mulut terbuka [a], mulut tertutup [bilabial], dan mulut terbuka bulat (seperti [o]
atau [u]). Yang membedakan dari kedua bahasa isyarat adalah paduan kombinasi. Misalnya, di
bahasa isyarat Jakarta salah satu informan memproduksi kombinasi mulut tertutup [bilabial]
dengan pipi yang tersedot ke dalam (sucked in) untuk menunjukkan makna manner dari isyarat
manual KUCING-PANJAT-POHON. Selain itu, perbedaan juga tercatat bahwa informan dari
Yogyakarta memproduksi mulut tertutup [labiodental] untuk menunjukkan makna yang sama.
Contoh isyarat yang tercatat di bahasa isyarat Yogyakarta adalah ANJING-KEJAR-KUCING.
Perbedaan dan persamaan yang muncul pada data ini, menurut penulis, juga
disebabkan persepsi yang bervariasi di antara para informan. Para informan, yang dipertunjukkan
gambar terlebih dahulu, kemungkinan memiliki persepsi yang berbeda ataupun sama. Persepsi
itulah yang diperkirakan mempengaruhi produksi aktivitas mulut mereka. Jikalau mereka
memiliki pemikiran yang sama tentang aktivitas yang sama dari gambar, mereka dapat
memproduksi aktivitas mulut yang (hampir) sama dengan kombinasi atau intensitas yang
berbeda, seperti isyarat manual untuk anjing mengejar kucing.
Observasi juga dilakukan terhadap kategori adverbial degree. Berdasarkan
penelitian terdahulu (Suwiryo 2013), jumlah adverbial degree tidak sebanyak adverbial manner
di bahasa isyarat Jakarta dan bahasa isyarat Yogyakarta. Dalam bahasa isyarat Jakarta, terdapat
118 (57%) token3 untuk adverbial manner dan 20 (9,7%) token untuk adverbial degree. Dalam
bahasa isyarat Yogyakarta, kemunculan adverbial manner sebanyak 89 (61,8%) token dan
adverbial degree sebanyak 8 (5,6%) token.

Hasil observasi menunjukkan pola aktivitas mulut yang tercakup dalam kategori
adverbial degree tersebut. Seperti yang dijelaskan pada bagian adverbial manner , aktivitas-

aktivitas yang muncul pada bagian bawah wajah dapat dikombinasikan untuk melangkapi makna
isyarat manual. Tabel 3 di bawah ini merupakan deskripsi atas aktivitas-aktivitas yang
menandakan kategori adverbial degree.

3

Data penelitian ini adalah video yang ditranskripsi dengan perangkat Elan. Tim peneliti mentranskripsi setiap
kosaisyarat yang terlihat dalam perangkat ini. Dalam hal ini, setiap kosaisyarat yang terdata tersebut disebut
dengan token .

11

Bahasa Isyarat

Kombinasi Aktivitas

Arti

Contoh

Bahasa Isyarat

Mulut terbuka [i] dengan Sangat kecil

TIGA,

Jakarta

atau tanpa tekanan

CL-tracing_pohonranting

1. Mulut tertutup bulat
(contoh: [o] atau [u])
2. Mulut terbuka bulat

Sangat besar

building_loc-c,

Sangat tinggi

CL-sass_bola-di-pipa

Sangat kurus

(contoh: [o] atau [u])
Kedua aktivitas mulut di atas
dengan atau tanpa tekanan;
dan dengan atau tanpa bibir
yang masuk ke dalam
(sucking lips)
1. Mulut terbuka bula
(contoh: [o] atau [u])

Memodifikasi

SALAH,

ajektiva

KOTOR, PUSING

Sangat kecil

small_loc-a,

dengan atau tanpa
bibir yang maju
membulat (pursed)
2. Mulut terbuka [a]
dengan atau tanpa
tekanan
3. Mut terbuka kecil
atau sedang dengan
lidah yang terjulur
Bahasa Isyarat

Mulut terbuka [i] dengan

Yogyakarta

atau tanpa tekanan

WORM

1. Mulut terbuka kecil

Memodifikasi

2. Mulut terbuka kecil

ajektiva

dengan lidah yang
terjulur
3. Mulut tertutup
12

WAKTU-LAMA

[bilabial] dengan
penekanan pada bibir
dan pipi
menggembung
1. Mulut tertutup

Sangat tebal

[bilabial] dengan atau

CL-tracing_sebuahtanda

tanpa tekanan
2. Mulut terbuka [o]
dengan tekanan
Tabel 3. Aktivitas Bagian Bawah Wajah untuk Adverbial Degree

Berdasarkan Tabel 3, terdapat kesamaan-kesamaan makna yang terdata di
kategori adverbial degree pada kedua bahasa isyarat. Pada makna ‘sangat kecil’, informan pada
kedua bahasa isyarat menunjukkan aktivitas yang sama. Bentuk mulut yang terbentuk adalah
terbuka seperti membuat vokal [i]. Pada proses aktivitas mulut ini, informan juga memberikan
penekanan sehingga makna adverbial ‘sangat’ muncul di sana. Selain itu, persamaan makna yang
kedua adalah ‘memodifikasi ajektiva’. Pada bagian ini, kombinasi aktivitas bagian bawah wajah
yang terjadi merupakan sebuah pelengkap makna ajektiva yang telah tersampaikan melalui
isyarat manual. Contoh yang bisa diambil adalah KOTOR (bahasa isyarat Jakarta) dan WAKTULAMA (bahasa isyarat Yogyakarta).
Dalam produksi narasi di kedua bahasa isyarat di kategori adverbial degree ini,
terdapat perbedaan makna, yaitu ‘sangat besar/tinggi/kurus’ (bahasa isyarat Jakarta) dan makna
‘sangat tebal’(bahasa isyarat Yogyakarta). Berdasarkan hasil yang terdata, aktivitas bagian
bawah wajah yang telihat dalam bahasa isyarat Jakarta adalah bentuk bulat dari mulut (contoh [o]
atau [u]), baik dengan tekanan ataupun tidak di lokasi mulut. Selain itu, aktivitas mulut tersebut
juga dapat dikombinasikan dengan kondisi pipi yang masuk ke dalam (sucked in) atau tidak.
Keunikan yang terlihat oleh penulis adalah bentuk aktivitas yang sama meskipun untuk makna
yang berbeda dalam bahasa isyarat Yogyakarta. Dalam bahasa isyarat ini, makna ‘sangat tebal’
disampaikan dengan mulut terbuka [o] yang diberikan penekanan. Akan tetapi, makna yang sama
juga dapat disampaikan dengan bentuk aktivitas mulut yang lain, yaitu mulut tertutup [bilabial]
dengan atau tanpa tekanan.
13

Dalam kategori adverbial degree, persamaan dan perbedaan juga ditemukan di
antara bahasa isyarat Jakarta dan bahasa isyarat Yogyakarta. Berdasarkan pengamatan, variasi
data muncul lebih pada variasi penggunaan tekanan (tensed). Menurut penulis, kemunculan
tekanan tersebut memberikan perbedaan makna degree yang dapat ditangkap dengan jelas oleh
mitra tutur.

V.

Kesimpulan
Pada dasarnya, bahasa isyarat Jakarta dan bahasa isyarat Yogyakarta memiliki

persamaan dan perbedaan dalam aktivitas mulut mouth gestures untuk kategori A-Type. Yang
paling mendasar, persamaan dan perbedaan ini terjadi karena keberagaman persepsi informan
atas aktivitas isyarat manual yang mereka produksi.
Berdasarkan temuan ini, kita dapat melihat pola-pola aktivitas mulut yang
sewajarnya muncul di ranah narasi pada kedua bahasa isyarat. Aktivitas-aktivitas yang terjadi
tersebut dapat memunculkan makna yang berbeda jika dikombinasikan dengan aktivitas-aktivitas
tertentu. Selain itu, bentuk aktivitas mulut yang sama dapat memunculkan makna yang berbeda.
Hal menarik lainnya adalah makna yang sama dapat disampaikan dengan bentuk aktivitas mulut
yang berbeda. Temuan ini merupakan hasil observasi pada bahasa isyarat Jakarta dan bahasa
isyarat Yogyakarta.

VI.

Referensi

Buku, Artikel, Tesis, PowerPoint
Isma, Silva Tenrisara Pertiwi. (2012). Signing Varieties in Jakarta and Yogyakarta: Dialects or
Separate Languages? . Tesis tidak diterbitkan. The Chinese University of Hong Kong.

Marsaja, I.G. (2008). Desa Kolok—A Deaf Village and Its Sign Language in Bali, Indonesia . The
Netherlands: Ishara Press.
Palfreyman, Nick (2013). Sociolinguistic Variation in Indonesian Sign Language Varieties: The
Expression of the Completive Aspect in Makassar and Solo . Tayangan Powerpoint,

dipresentasikan pada Konferensi Internasional Linguistik Isyarat ke-3.

14

Suwiryo, Adhika Irlang. (2013). Mouth Movement Patterns in Jakarta and Yogyakarta Sign
Language: A preliminary Study. Tesis tidak diterbitkan. The Chinese University of Hong

Kong.
Sze, Felix Y.B. (2008a). “Blinks and Intonational Phrasing in Hong Kong Sign Language.”
Signs of the Time. Makalah ini disampaikan dalam TISLR tahun 2004, 83—107.

Hamburg: Jerman.
Van Sande, Inge dan Onno Crasborn. (2009). “Lexically Bound Mouth Actions in Sign
Language of the Netherlands: A Comparison between Two registers and Two Age
Groups.” Linguistics in the Netherlands 26 (1), 78—90.
Woll, Bencie (2009). “Mouth Patterns and Other Non-manual Features in BSL.” The Linguistics
of British Sign Language: An Introduction , 81—98.

Internet
Waspada Online. “1,6 juta penduduk Indonesia tuli.” Style Sheet. waspada.co.id/index (07 Juli
2012)
badanbahasa.kemendikbud.go.id/lamanbahasa/
N, Kamal. “Lebih dari 746 jumlah Bahasa Daerah Indonesia.” Style Sheet. bahasanusantara.blogspot.com (03 Februari 2011)

15

Dokumen yang terkait

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis korelasi antara lama penggunaan pil KB kombinasi dan tingkat keparahan gingivitas pada wanita pengguna PIL KB kombinasi di wilayah kerja Puskesmas Sumbersari Jember

11 241 64

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

SENSUALITAS DALAM FILM HOROR DI INDONESIA(Analisis Isi pada Film Tali Pocong Perawan karya Arie Azis)

33 290 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5