II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Riwayat Singkat
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Riwayat Singkat
Tanaman kelapa sawait (Elaeis Guineensis Jacq) bersal dari Benua
Afrika. Kelapa swait banyak dijumpai di hutan tropis Negara Kamerun, Pantai
Gading, Ghana, Liberia, Nigeria, Sierra Leone, Togo, Angola, dan Kongo.
Penduduk setempat menggunakan kelapa sawit untuk memasak dan bahan
untuk kecantikan. Selain itu, buah kelapa sawit juga dapat diolah menjadi
minyak nabati. Warna dan rasa minyak yang dihasilkan sangat bervariasi
(Effendi, 2011).
Tanaman ini dimasukkan pertama kali dari Afrika sebagai sentra plasma
nutfah pada tahun 1848, ditanam di kebun raya Bogor. Kebun pertama dibuka
pad athaun 1911 di Tanah Itam Ulu (Sumatera Utara) oleh maskapai Olie Palm
Cultuur. Sampai tahun 1915, baru mencakup areal seluas 2715 ha, ditanam
bersama dengan kultur lain seperti kopi kelapa, karet, dan tembakau. Pada
tahun 1916 ada 16 perusahaan di Sumatera Utara dan 3 di pulau Jawa. Pada
tahun 1920 sudah ada sebanyak 25 perusahaan yang menanam kelapa sawitdi
Sumatera Timur. 8 di Aceh dan 1 di Sumatera Selatan yaitu Taba Pingin dekat
Lubuk Linggau. Sampai tahun 1939 telah tercatat ada 66 perkebunan dengan
luas areal +/- 100.000 ha(Naibaho, 1998).
Peran Perkebunan sampai tahun 1990 masih cukup menonjol sebagai
pendobrak sesuai tugasnya yang dibebankan Pemerintah sebagai “Agent of
Development”. Telah terbukti dengan keberhasilan membuka areal baru baik
untuk pengembangan sendiri maupun dalam bentuk PIR. Guna mendorong
perusahaan swasta untuk turut berpastipasi mengembangkan komoditi ini.
Pemertintah telah mengeluarkan Peraturan-peraturan tentang Perkebunan Besar
Swasta Nasional (PBSN).
Pada tahun 1994 diperkirakan luas areal kelapa sawit tersebut akan
mencapai 1.8 juta ha dan pada tahun 1996 akan melampaui 2 juta ha. Sejalan
dengan perkembangan produksi tersebut maka indusxcctri hilirnya juga mulai
berkembang dengan berdirinya beberapa pabrik pengolah minyak untuk
minyak goreng, mentega, sabun, oleo chemical dan lain-lain. Ekspor produksi
olahan ini juga sudah dimulai misalnya dalam bentuk olein, stearin, fatty acid,
fatty alcohol, dan lain-lain (Naibaho, 1998).
2.2 Proses Pengolahan di Pabrik Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit menghasilkan tandan yang mengandung minyak
25% dan inti sawit 7%. Tandan tesebut harus mendapat perlakuan fisika dan
mekanik
dalam
pabrik sehingga diperoleh minyak
dan inti sawit.
Pengembangan tanaman kelapa sawit selalu disertai dengan pembangunan
pabrik. Hal ini disebabkan minyak mudah mengalami perubahan kimia dan
fisika
selama
minyak
dalam
tandan
dan
pengolahan.
Oleh
sebab
itu,pengembangan kelapa sawit tanpa disertai dengan pengembangan kelapa
sawit tanpa disertai dengan pengembangan pabrik adalah si-sia (Naibaho,
1998).
Pabrik Minyak Kelapa Sawit (PMKS) adalah pabrik yang mengolah
Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit menjadi produk minyak kelapa sawit
kasar (Crude Palm Oil / CPO) dan Inti Sawit (Kernel) serta produk lain seperti
fiber dan cangkang yang dapat digunakan sebagai bahan bakar boiler. Pabrik
Minyak Kelapa sawit (PMKS) dibangun berdasarkan suatu rancangan (design)
tertentu sesuai dengan keinginan atau kebutuhannya, disertai dengan teknologiteknologi yang berbeda-beda dan kapasitas yang berbeda-beda (Anonim, 2013)
Hasil output yakni effuelent (limbah) berupa tandan kosong/janjang
kosong, sludge, kondesat, eks pencucian, abu bakaran, dan lain-lain, limbah ini
kembali digunakan untuk pupuk di areal tanaman kelapa sawit itu sendiri.
Pabrik Kelapa Sawit terdiri dari tahapan-tahapan proses, yakni :
Gambar 2. Diagram Alir Pengolahan pada stasiun minyak
2.3 Proses Pengolahan Minyak di Pabrik Refinery
Pengolahan minyak sawit untuk penggunaan komersial hampir selalu
melibatkan pemurnian fisik (modifikasi asam, bleaching dan deacidification).
95% dari minyak sawit diperlakukan oleh fraksinasi bertujuan untuk
memisahkan bahan baku menjadi komponen-komponen cair dan padat
dengan kristalisasi. Kristal ini kemudian dipisahkan dari fraksi cair
menggunakan filtrasi membran.
Refinery Plant adalah proses pemurnian minyak sawit untuk
menghilangkan, asam lemak bebas, smell, menurunkan warna, serta
menambah stability, sehingga aman untuk dikonsumsi manusia.. Pada
prinsipnya rafinasi didasarkan pada perbedaan titik didih dari gliserida dan
komponen yang terkandung didalamnya. Dengan range temperature 260 –
270 °C diharapkan komponen seperti FFA, monogliserida, digliserida,
senyawa penyebab bau dan rasa tidak enak dan zat warna akan menguap.
Metode rafinasi miyak sawit yang umum dikenal, yaitu:
1. Rafinasi secara kimia (Chemical Refining Process)
2. Rafinasi secara fisik (Pyhsical Refining Process)
Ditinjau dari segi ekonomis rafinasi secara fisik lebih baik, karena tidak
ada menghasilkan limbah, oil loss lebih kecil, cost produksi lebih rendah,
stability minyak lebih tinggi
CPO yang diterima dipisahkan storage tank berdasarkan Persentase FFA
yang diterima, FFA < 3.5 dan FFA >3.5 . CPO yang FFA3.5,
digunakan untuk bulk product.
Sebelum dilakukan procces pengolahan di refinery terlebih dahulu
dianalisa :
1.
FFA (Free Fatty Acid), ini untuk menentukan Final Heating di
Deodorization Section.
2.
Moisture & Impuritis, ini untuk menentukan Temperature di Pretreatment.
3.
DOBI ( Deotoration of Bleach Index), ini untuk menentukan
persentase pemakaian bleaching earth.
4.
Phosporus content, ini untuk menentukan persentase pemakaian
H3PO4.
a. Pretreatmant and Degumming Process
Pretreatmant merupakan tahapan awal proses pemurnian (Refine)
CPO atau Feed Material yang dialirkan dari Tank Farm atau Pump House
berupa pengurangan kadar kotoran/impurities yang terdapat pada CPO dan
pemanasan awal untuk mendapatkan kondisi optimal untuk pengikatan
gum/fospatida yang terdapat dalam minyak.
CPO (Crude Palm Oil) yang memiliki kandungan phospatide, trace
metal, xantopyl dan Beta-Carotene sebagai pigmen warna yang terdapat di
dalam minyak. Kandungan gum-gum akan dihilangkan dan diikat
menggunakan Asam Posfat ( H3PO4) dengan dosis 0.04%-0.05% dengan
konsentrasi larutan 85% dari flowrate minyak. Fosfatida dapat bereaksi
dengan asam membentuk gum terhidrasi (Bj lebih tinggi dari minyak)
sehingga mengendap dan terdispersi. Selain kandungan gum yang terdapat
dalam minyak, kandungan trace metal juga mengganggu kondisi dan proses
pemurnian terhadap kualitas minyak.
Pemanasan yang menggunakan Heat Exchanger RPO panas maupun
steam bertujuan untuk menjaga kondisi minyak dan proses pengabsorb
kandungan gum untuk dapat terikat. Kondisi temperatur yang berkisar 110115oC merupakan kondisi optimal penyerapan kandungan fosfatida yang
terdapat dalam minyak.
Pada tahapan degumming ini akan menerapakan prinsip Gaya van der
Walls dimana terjadinya turbulence pada minyak akibat putaran agitator
sehingga mempercepat penyerapan molekul-molekul fosfatida dalam minyak.
b. Bleaching Process
Bleaching Process merupakan proses penginjeksian Bleaching earth
sejenis carbon aktif yang bertujuan untuk mengabsorbsi gum- gum yang telah
dinetralisis oleh H3PO4, juga sebagai pemucatan warna pada minyak.
Penambahan bleaching earth untuk memucatkan warna dan menurunkan
kadar logam. Bleaching earth akan menyerap logam ke dalam pori-porinya
sehingga logam dalam minyak akan menurun. Daya penyerap bleaching earth
disebabkan oleh ion Al³ pada permukaan absorben dapat menyerap ion logam
(Basiron, 2000).
Proses penyerapan pada tahapan ini dibantu menggunkan spurging steam
0.8-1 bar pada setiap tray. Bleaching Earth yang akan diinjek berkisar 0.5
-1.2%. Bleaching earth didosingkan secara automatic untuk menentukan
persentase pemakaian bleaching berdasarkan DOBI feed material dan target
warna product yang diinginkan dan berdasarkan kualitas minyak yang akan
diolah.
Bleaching earth memiliki batas penyerapan atau pengikatan impurities,
maka yang diharapkan pada proses bleaching ini adalah kadar air pada
minyak sudah kecil sekali, karena jika kandungan air masih cukup banyak
maka tingkat pemucatan dari Bleaching Earth itu sendiri akan tidak maksimal
dikarenakan Bleaching Earth yang bersifat polar akan lebih mengikat
kandungan air dan kurang dalam mengikat Impurities maupun warna pada
CPO sehingga menyebabkan proses pengabsorbannya tidak sempurna.
Untuk menyempurnakan proses reaksi diaduk dengan menggunakan
spurging steam pada kedua vessel. Vessel under vacuum bertujuan untuk :
1.
Menguapkan moisture yang terdapat pada raw material.
2.
Menguapkan spurging steam yang digunakan untuk proses
pengadukan Bleaching. earth dengan minyak.
3.
Meniadakan oksigen
pada proses bleaching sehingga proses
oksidasi tidak terjadi.
Parameter Proses pada tahapan proses bleaching
- Tempetaratur 100-110°C.
- Vacum Bleacher -600 – (-760) mmhg.
c. Filtration Process
Pada proses filtering atau penyaringan ini menggunakan Pressure Filter
Leave bertekanan 2-3 bar yang berfungsi untuk menyaring bleaching earth
yang telah mengikat/ mengabsorbsi gum-gum juga impurities yang terdapat
pada oil.
Niagara filter terdiri dari 5 lapisan dengan 2 lapisan terluar
mempunyai poi-pori 60 mesh, lapisan tengah 4 mesh dan lapisan diataranya
mempunyai pori-pori 8 mesh. Gum-gum yang telah terabsorp akan tersaring ,
tertahan, dan melapisi leaf filter.
Pada niagara filter sendiri terdiri dari tahapan-tahapan atau metode
penyaringan yaitu:
1. Filling
Pada saat proses filling minyak dari buffer tank akan dipompakan
menggunakan pompa sentrifugal (PU ) menuju niagara filter sehingga
minyak akan mengisi seluruh bagian dari niagara filter ynag terdiri dari
18 buah filter leave didalalamnya. Apabila niagara filter telah terisi
penuh maka akan bunyi high high alarm dan dapat dilanjutkan ke
tahapan berikutnya. Biasanya dalam proses filling diperlukan wakt
berkisar 3-5 menit.
2. Coating (Back Run)
Proses coating maksudnya ialah proses dimana menyaring mnyak
sehingga bleaching earth akan tertahan pada filter leaves. Minyak yang
tersaring akan masuk ke dalam manifold, seperti itu penyaringan di filter
leave kemudian akan menuju tanki bleacher kembali. Siklus seperti aka
berjalan secara terus menerus selama proses coating sampai menandakan
jernih pada sight glass.
Minyak yang jernih merupakan indikator bahwa minyak dapat
dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Pada proses coating berlangsung
berkisar 6- 8 menit.
3. Filtration
Pada proses filtration merupakan proses yang memakan waktu paling
lama dalam proses niagara filter. Pada proses filtration sendiri, minyak
tersebut akan disaring pada filter leaves supaya menjamin minyak yang
masuk ke dlam BPO Tank tidak ada kotoran yang terikut. Minyak yang
telah tersaring pada proses filtration akan dialirkan menuju filter slave
kemudian disaring kembali menggunakan catriadge filter sehingga
minyak benar- benar jernih dan tidak ada kandungan gum.
4. Circulation
Proses sirkulasi dilakukan pada saat minyak tiba- tiba berkabut atau
tidak jernih pada saat proses filtrasi.
Tahapan proses pada saat
circulation sama seperti pada coating yaitu minyak akan disaring dan
dialirkan kembali ke tangki Bleacher sampai keadaan minyak jernih
yang akan terllihat pada sight glass.
5. Emptying
Proses emptying merupakan proses pengosongan niagara filter dari
minyak, pada step atau tahapan ini steam akan masuk dari bagian atas
niagara filter dengan keadaan valve pada bagian bawah niagara filter
terbuka sehingga minyak yang terkena pressure steam tersebut akan
mengalir menuju slope tank dan udara/steam dalam niagara filter dalam
niagara filter keluar melalui cyclone. Emptying selesai apabila tidaka ada
lagi minyak yang keluar dari niagara filter dengan cara dilihat dari sight
glass atau low loaw level di niagara filternya.
6. Cake Drying
Proses ini merupakan proses pengeringan cake pada niagara filter
sehingga minyak yang terdapat pada cake drying akan jatuh atau turun ke
bawah dan tidak oil loss yang terbuang pada saat proses discharge. Proses
pengeringan cake ini meggunakan dry steam 3 bar sehingga minyak akan
masuk ke dlam cyclone dan slope tank yang nantinya kan dikirim kembali
ke tangki Bleacher. Waktu yang dipelukan selama proses cake drying
berkisar 15- 18 menit.
7. Venting
Proses ini bertujuan untuk menyamakan tekanan dalam niagara filter
dengan tekanan luar agar cake yang ada menempel di filter leave tidak
berhamburan akibat tekanan dlam niagara filter dan juga sehingga
pelindung atau safety dari niagara filter tersebut. Bila masih terjadi
perbedaan tekanan dlam dan tekanan luar
pada proses venting dapat
mengakibatkan kerusakan pada niagara filternya.
8. Cake Discharge
Proses pembuangan spent earth atau cake keluar dari niagara filter.
Pada tahapan ini Valve yang menuju vibrator dibuka sehingg udara yang
bertekanan 6 bar akan masuk ke dalam vibrator system untuk
menggerakkan filter leaves sehingga spent earth jatuh dari filter leaves.
Valve bawah akan dibuka sehingga spent earth akan jatuh langsung ke
tempat penampunhgan spent earth. Waktu yang diperlukan pada saat
proses cake discharge sendiri berkisar 15 menit sampai spent earth benarbenar tdak ada lagi di di niagara filter.
d. Deodorization Process
Proses deodorization ialah proses destilasi atau pengurangan kandungan
odor, vapour, votalile yang masih terkandung dalam BPO(Bleach Palm Oil)
untuk menjaga agar tidak terjadi oksidasi pada temperatur tinggi, sekaligus
menurunkan jumlah kandungan uap pada material minyak.
Kandungan bau tengik yang masih terdapat dalam minyak menunjukkan
terdapat hidrolisis trigliserida yang akan mengakibatkan tingginya kandungan
FFA ( Free Fatty Acid). Kandungan senyawa FFA mempunyai mempunyai
berat molekul yang lebih kecil dari minyak, pemisahan kedua senyawa
dengan cara proses penguapan dan destilasi sehingga bau- bau yang tidak
dibutuhkan akan menguap.
Pada proses ini feed oil (belach palm oil) dipanaskan pada suhu tertentu
untuk emisahkan berdasarkan titik didih (flash point). Pada proses ini
FFA(Free Fatty Acid), keton akan menguap karena titik didihnya yang lebih
rendah. Sedangkan carotene akan pecah pada temperatur 250oC.
Pada tahapan di Final Heater didukung HP Boiler sebagai pemanas
Lanjutan. Kondisi HP Boiler berbahan bakar solar ini demi mencapai
temperatur minyak berkisar 250-255oC untuk pemecahan betacaroten.
Kondisi seperti ini memerlukan tingkat pembakaran yang stabil dan optimal
serta menghasilkan temperatur yang tinggi. Tingkat Effisiensi dari HP Boiler
yang baik demi mencapai temperatur yang optimal.
Pemanfaatan Deaerator bertujuan untuk menarik kandungan oksigen pada
bleach palm oil untuk mencegah terjadinya oksidasi dan kerusakan pada feed
oil. Proses pemanasan lanjutan baik dari Plate heat Exchanger (HE 711 dan
HE 712) maupun Final heating dilakukan pada Shell and tube heat
Exchanger (HE 722) dengan menggunakan media pemanas steam yang
dihasilkan dari High Pressure boiler. Temperature setting pada final heating
ini tergantung dari jenis minyak yang diproses. Tujuan dari final Heating ini
ialah pemecahan betacaroten pada minyak. Peralatan ini adalah design
terbaru dimana didesign dengan kondisi under vacuum sehingga diharapkan
proses destilasi dengan prinsip perbedaan titik didih sehingga pada proses
selanjutnya akan lebih sempurna dan stability minyak lebih baik.
Pada deodorizer terdapat scrubber/mellapack fungsinya menambah
retention time didalam deodorizer juga memperluas permukaan penyebaran
minyak dimana flow minyak akan berbentuk spray sehingga proses destilasi
lebih baik. Terdapat tray yang bertujuan untuk menambah retention time
prosesdestilasi, agar proses destilasi lebih sempurna digunkan spurging steam
dipasang ditiap tray yang disetting bedasarkan kadar FFA yang diolah.
Bila temperatur yang terlampau tinggi dan retention time lebih cepat maka
akan terjadi:
1. Terbentuknya trans fatty acid (TFA)
2. Color fixation
3. FFA tidak terdestilasi sempurna
4. Volatile tidak berkurang dengan cukup, sehingga menyebabkan odor
atau bau pada produk akhir.
2.4 Refined Bleached Deodorized Palm Oil
2.4.1 Pengertian
Refined Bleached Deodorized Palm Oil ialah minyak hasil
pemurinan dari Crude Palm oil yang telah melalui tahapan-tahapan
sebelum diolah menjadi beberapa produk. (Wikipedia, 2009).
RBDPO telah dihilangkan kandungan gumdan zat pengotor
melalui proses degumming, telah dijernihkan dan dibersihkan (proses
bleaching) dan dihilangkan bau atau odor(proses deodorization).
2.4.2 Sifat Fisik dan Kimia
Sifat-sifat minyak goreng dibagi ke sifat fisik dan sifat kimia
(Ketaren, 2005) , yakni:
2.4.2.1. Sifat Fisik
a. Warna
Terdiri dari 2 golongan, golongan pertama yaitu zat
warna alamiah, yaitu secara alamiah terdapat dalam
bahan yang mengandung minyak dan ikut terekstrak
bersama minyak pada proses ekstrasi. Zat warna
tersebut antara lain α dan β karoten (berwarna kuning),
xantofil,(berwarna
(berwarna
kuning
kehijauan),
kecoklatan),
antosyanin
klorofi
(berwarna
kemerahan). Golongan kedua yaitu zat warna dari hasil
degradasi zat warna alamiah, yaitu warna gelap
disebabkan oleh proses oksidasi terhadap tokoferol
(vitamin E), warna cokelat disebabkan oleh bahan
untuk membuat minyak yang telah busuk atau rusak,
warna kuning umumnya terjadi pada minyak tidak
jenuh.
b. Odor dan flavor, terdapat secara alami dalam minyak
dan juga terjadi karena pembentukan asam-asam yang
berantai sangat pendek.
c. Kelarutan, minyak tidak larut dalam air kecuali minyak
jarak (castor oil), dan minyak sedikit larut dalam
alcohol,etil eter, karbon disulfide dan pelarut- pelarut
halogen.
d. Titik cair dan polymorphism, minyak tidak mencair
dengan tepat pada suatu nilai temperature tertentu.
Polymorphism adalah keadaan dimana terdapat lebih
dari satu bentuk kristal.
e. Titik didih (boiling point), titik didih akan semakin
meningkat dengan bertambah panjangnya rantai karbon
asam lemak tersebut.
f. Titik lunak (softening point), dimaksudkan untuk
identifikasi minyak tersebut.
g. Shot melting point, yaitu temperature pada saat terjadi
tetesan pertama dari minyak atau lemak.
h. Bobot jenis, biasanya ditentukan pada temperature
0
25
dan
juga
perlu dilakukan pengukuran pada
0
temperature 40 C.
i. Titik asap, titik nyala dan titik api, dapat dilakukan
apabila minyak dipanaskan. Merupakan criteria mutu
yang penting dalam hubungannya dengan minyak yang
akan digunakan untuk menggoreng.
j. Titik kabut (cloud point) adalah suhu di mana minyak
mulai menjadi jenuh sebagai hasil dari kristalisasi
menurut pengaturan pendinginan.
2.4.2.2 Sifat Kimia
1. Hidrolisa, dalam reaksi hidrolisa, minyak akan diubah
menjadi asam lemak bebas dan gliserol.
Reaksi
hidrolisa yang dapat menyebabkan kerusakan minyak
atau lemak terjadi karena terdapatnya sejumlah air
dalam minyak tersebut.
2. Oksidasi, proses oksidasi berlangsung bila terjadi
kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak.
Terjadinya reaksi oksidasi akan mengakibatkan bau
tengik pada minyak dan lemak.
3. Hidrogenasi, proses hidrogenasi
bertujuan
untuk
menumbuhkan ikatan rangkap dari rantai karbon asam
lemak pada minyak.
4. Esterifikasi, proses
esterifikasi
bertujuan
untuk
mengubah asam-asam lemak dari trigliserida dalam
bentuk ester. Dengan menggunakan prinsip reaksi ini
hidrokarbon rantai pendek dalam asam lemak yang
menyebabkan bau tidak enak, dapat ditukar dengan
rantai panjang yan bersifat tidak menguap.
2.4.3 Standarisasi Mutu Refined Bleach Palm Oil
Refined Bleached Deodorized Palm Oil merupakan minyak
hasil pemurnian dan penjernihan sebelum menjadi produk akhir.
Minyak yang baik dinyatakan dengan tidak adanya kandungan odor,
zat pengotor maupun kandungan Asam Lemak Bebas dan memiliki
tingkat stabilitas minyak yang tinggi.
Tabel 1. Syarat Mutu RBD Palm Olein
2.5 Heat Exchanger
2.5.1 Definisi heat Exchanger
Heat Exchanger, alat penukar kalor ini bertujuan untuk
memanfaatkan panas suatu aliran fluida yang lain. Maka akan
terjadi dua fungsi sekaligus, yaitu: Memanaskan fluida dan
Mendinginkan fluida yang panas
Suhu yang masuk dan keluar kedua jenis fluida diatur sesuai
dengan kebutuhannya. Pada gambar diperlihatkan sebuah heat
exchanger, dimana fluida yang berada didalam tube adalah air,
disebelah luar dari tube fluida yang mengalir adalah kerosene yang
semuanya berada didalam shell.
Gambar 3. Konstruksi Heat Exchanger
2.5.2
Shell And Tube Heat Exchanger
Jenis ini merupakan jenis yang paling banyak digunakan
dalam industri
perminyakan. Alat ini terdiri dari sebuah shell
(tabung/slinder besar) dimana didalamnya terdapat suatu bandle
(berkas) pipa dengan diameter yang relative kecil. Satu jenis
fluida
mengalir didalam pipa-pipa sedangkan fluida lainnya
mengalir dibagian luar pipa tetapi masih didalam shell.
Alat penukar panas cangkang dan buluh terdiri atas suatu bundel
pipa yang dihubungkan secara parallel dan ditempatkan dalam sebuah
pipa mantel (cangkang ). Fluida yang satu mengalir di dalam bundel
pipa, sedangkan fluida yang lain mengalir di luar pipa pada arah yang
sama, berlawanan, atau bersilangan. Kedua ujung pipa tersebut dilas
pada
penunjang
pipa
yang menempel
pada
mantel.
Untuk
meningkatkan effisiensi pertukaran panas, biasanya pada alat penukar
panas cangkang dan buluh dipasang sekat ( buffle ). Ini bertujuan
untuk membuat turbulensi aliran fluida dan menambah waktu tinggal (
residence time ), namun pemasangan sekat akan memperbesar
pressure drop operasi dan menambah beban kerja pompa, sehingga
laju alir fluida yang dipertukarkan panasnya harus diatur.
Ada beberapa fitur desain termal yang akan diperhitungkan saat
merancang tabung di shell dan penukar panas tabung. Ini termasuk:
a. Diameter pipa :
Menggunakan tabung kecil berdiameter membuat penukar
panas baik ekonomis dan kompak. Namun, lebih mungkin untuk
heat exchanger untuk mengacau-balaukan lebih cepat dan ukuran
kecil membuat mekanik membersihkan fouling yang sulit. Untuk
menang atas masalah fouling dan pembersihan, diameter tabung
yang lebih besar dapat digunakan. Jadi untuk menentukan diameter
tabung, ruang yang tersedia, biaya dan sifat fouling dari cairan
harus dipertimbangkan.
b. Ketebalan tabung
Ketebalan
dinding
tabung
biasanya
ditentukan
untuk
memastikan:
•
Ada ruang yang cukup untuk korosi
•
Itu getaran aliran-diinduksi memiliki ketahanan
•
Axial kekuatan
•
Kemampuan untuk dengan mudah stok suku cadang biaya
Kadang-kadang ketebalan dinding ditentukan oleh perbedaan
tekanan maksimum di dinding.
c. Panjang tabung
Penukar panas biasanya lebih murah ketika mereka memiliki
diameter shell yang lebih kecil dan panjang tabung panjang.
Dengan demikian, biasanya ada tujuan untuk membuat penukar
panas selama mungkin. Namun, ada banyak keterbatasan untuk ini,
termasuk ruang yang tersedia di situs mana akan digunakan dan
kebutuhan untuk memastikan bahwa ada tabung tersedia dalam
panjang yang dua kali panjang yang dibutuhkan (sehingga tabung
dapat ditarik dan diganti). Juga, itu harus diingat bahwa tunggal,
tabung tipis yang sulit untuk mengambil dan mengganti.
d. Tabung pitch
Ketika mendesain tabung, adalah praktis untuk memastikan
bahwa tabung pitch (yaitu jarak pusat-pusat tabung sebelah) tidak
kurang dari 1,25 kali diameter luar tabung.
Shell and tube penukar panas terdiri dari serangkaian tabung. Satu set
dari tabung berisi cairan yang harus baik dipanaskan atau didinginkan.
Cairan kedua berjalan lebih dari tabung yang sedang dipanaskan atau
didinginkan sehingga dapat menyediakan panas atau menyerap panas yang
dibutuhkan. Satu set tabung disebut berkas tabung dan dapat terdiri dari
beberapa jenis tabung: polos, bersirip longitudinal dll Shell dan penukar
panas tabung biasanya digunakan untuk aplikasi tekanan tinggi (dengan
tekanan lebih besar dari 30 bar) dan suhu lebih besar dari 260 ° C. Hal ini
karena shell dan penukar panas tabung yang kuat karena bentuknya.
2.6. Bahan Bakar Cair
Bahan bakar cair seperti minyak tungku/ furnace oil dan LSHS
(low sulphur heavy stock) terutama digunakan dalam penggunaan industri.
2.6.1
Sifat Bahan Bakar Cair
1. Densitas
Densitas didefinisikan sebagai perbandingan massa bahan
bakar terhadap volum bahan bakar pada suhu acuan 15°C.
Densitas diukur dengan suatu alat yang disebut hydrometer.
Pengetahuan
mengenai
densitas
ini
berguna
untuk
penghitungan kuantitatif dan pengkajian kualitas penyalaan.
Satuan densitas adalah kg/m3.
2. Specific gravity
Didefinisikan sebagai perbandingan berat dari sejumlah
volum minyak bakar terhadap berat air untuk volum yang sama
pada suhu tertentu. Densitas bahan bakar, relatif terhadap air,
disebut specific gravity. Specific gravity air ditentukan sama
dengan 1.
Karena specific gravity adalah perbandingan, maka tidak
memiliki
satuan.
Pengukuran
specific
gravity
biasanya
dilakukan dengan hydrometer. Specific gravity digunakan
dalam penghitungan yang melibatkan berat dan volum. Specific
gravity untuk berbagai bahan bakar minyak diberikan dalam
tabel dibawah:
Tabel 2. Tabel Specific Gravity berbagai bahan bakar minyak(Thermal India
Ltd)
3. Viskositas
Viskositas suatu fluida merupakan ukuran resistansi bahan
terhadap aliran. Viskositas tergantung pada suhu dan berkurang
dengan naiknya suhu. Viskositas diukur dengan Stokes
/Centistokes. Kadang-kadang viskositas juga diukur dalam
Engler, Saybolt atau Redwood. Tiap jenis minyak bakar
memiliki hubungan suhu – viskositas tersendiri. Pengukuran
viskositas
dilakukan
dengan
suatu
alat
yang
disebut
Viskometer.
Viskositas merupakan sifat yang sangat penting dalam
penyimpanan dan penggunaan bahan bakar minyak. Viskositas
mempengaruhi derajat pemanasan awal yang diperlukan untuk
handling, penyimpanan dan atomisasi yang memuaskan. Jika
minyak
terlalu
kental,maka
akan
menyulitkan
dalam
pemompaan, sulit untuk menyalakan burner, dan sulit
dialirkan.
Atomisasi yang jelek akam mengakibatkan terjadinya
pembentukan endapan karbon pada ujung burner atau pada
dinding-dinding. Oleh karena itu pemanasan awal penting
untuk atomisasi yang tepat.
4. Titik Nyala
Titik nyala suatu bahan bakar adalah suhu terendah dimana
bahan bakar dapat dipanaskan sehingga uap mengeluarkan
nyala sebentar bila dilewatkan suatu nyala api. Titik nyala
untuk minyak tungku/ furnace oil adalah 66 0C
5. Titik Tuang
Titik tuang suatu bahan bakar adalah suhu terendah dimana
bahan bakar akan tertuang atau mengalir bila didinginkan
dibawah kondisi yang sudah ditentukan. Ini merupakan
indikasi yang sangat kasar untuk suhu terendah dimana bahan
bakar minyak siap untuk dipompakan.
6. Panas Jenis
Panas jenis adalah jumlah kKal yang diperlukan untuk
menaikan suhu 1 kg minyak sebesar 1 0C. Satuan panas jenis
adalah kkal/kg0C. Besarnya bervariasi mulai dari 0,22 hingga
0,28 tergantung pada specific gravity minyak.
Panas jenis menentukan berapa banyak steam atau energi
listrik yang digunakan untuk memanaskan minyak ke suhu
yang dikehendaki. Minyak ringan memiliki panas jenis yang
rendah, sedangkan minyak yang lebih berat memiliki panas
jenis yang lebih tinggi.
7. Nilai Kalor
Nilai kalor merupakan ukuran panas atau energi yang
dihasilkan., dan diukur sebagai nilai kalor kotor/ gross
calorific value atau nilai kalor netto/ nett calorific value.
Perbedaannya ditentukan oleh panas laten kondensasi dari uap
air yang dihasilkan selama proses pembakaran.
Nilai kalor kotor atau gross calorific value (GCV)
mengasumsikan seluruh uap yang dihasilkan selama proses
pembakaran sepenuhnya terembunkan/terkondensasikan. Nilai
kalor netto (NCV) mengasumsikan air yang keluar dengan
produk pengembunan tidak seluruhnya terembunkan. Bahan
bakar harus dibandingkan berdasarkan nilai kalor netto.Nilai
kalor batubara bervariasi tergantung pada kadar abu, kadar air
dan jenis batu baranya sementara nilai kalor bahan bakar
minyak lebih konsisten. GCV untuk beberapa jenis bahan
bakar cair yang umum digunakan terlihat dibawah ini:
Tabel 3. Nilai kalor Bahan Bakar Minyak
8. Sulfur
Jumlah sulfur dalam bahan bakar minyak sangat
tergantung pada sumber minyak mentah dan pada proses
penyulingannya. Kandungan normal sulfur untuk residu bahan
bakar minyak (minyak furnace) berada pada 2 - 4 %.
Kandungan sulfur untuk berbagai bahan bakar minyak
ditunjukkan pada Tabel
Tabel 4. Persentase sulfur untuk berbagai bahan bakar minyak
Kerugian utama dari adanya sulfur adalah resiko korosi
oleh asam sulfat yang terbentuk selama dan sesudah
pembakaran, dan pengembunan di cerobong asap, pemanas
awal udara dan economizer.
9. Kadar Abu
Kadar abu erat kaitannya dengan bahan inorganik atau
garam dalam bahan bakar minyak. Kadar abu pada distilat
bahan bakar diabaikan. Residu bahan bakar memiliki kadar
abu yang tinggi. Garam-garam tersebut mungkin dalam bentuk
senyawa sodium, vanadium, kalsium, magnesium, silikon,
besi, alumunium, nikel, dll.
Umumnya, kadar abu berada pada kisaran 0,03 – 0,07 %.
Abu yang berlebihan dalam bahan bakar cair dapat
menyebabkan
pengendapan
kotoran
pada
peralatan
pembakaran. Abu memiliki pengaruh erosi pada ujung burner,
menyebabkan kerusakan pada refraktori pada suhu tinggi dapat
meningkatkan korosi suhu tinggi dan penyumbatan peralatan.
10. Residu Karbon
Residu karbon memberikan kecenderungan pengendapan
residu padat karbon pada permukaan panas, seperti burner atau
injeksi nosel, bila kandungan yang mudah menguapnya
menguap. Residu minyak mengandung residu karbon 1 persen
atau lebih.
2.6.2 Kadar Air
Kadar air minyak tungku/furnace pada saat pemasokan
umumnya sangat rendah sebab produk disuling dalam kondisi
panas. Batas maksimum 1% ditentukan sebagai standar. Air dapat
berada dalam bentuk bebas atau emulsi dan dapat menyebabkan
kerusakan dibagian dalam permukaan tungku selama pembakaran
terutama jika mengandung garam terlarut. Air juga dapat
menyebabkan percikan nyala api di ujung burner, yang dapat
mematikan
nyala
api,
menurunkan
suhu
nyala
api
atau
memperlama penyalaan. Spesifikasi khusus bahan bakar minyak
terlihat pada tabel dibawah.
Tabel 5. Spesifikasi Khusus Bahan Bakar Minyak
Tabel 6.Perbandingan Komposisi Berbagai Bahan Bakar
2.7. Prinsip-prinsip Pembakaran
2.7.1 Proses pembakaran
Pembakaran merupakan oksidasi cepat bahan bakar disertai
dengan produksi panas, atau panas dan cahaya. Pembakaran
sempurna bahan bakar terjadi hanya jika ada pasokan oksigen yang
cukup.
Oksigen (O2) merupakan salah satu elemen bumi paling umum
yang jumlahnya mencapai 20.9% dari udara. Bahan bakar padat atau
cair harus diubah ke bentuk gas sebelum dibakar. Biasanya
diperlukan panas untuk mengubah cairan atau padatan menjadi gas.
Bahan bakar gas akan terbakar pada keadaan normal jika terdapat
udara yang cukup.
Hampir 79% udara (tanpa adanya oksigen) merupakan nitrogen,
dan sisanya merupakan elemen lainnya. Nitrogen dianggap sebagai
pengencer yang menurunkan suhu yang harus ada untuk mencapai
oksigen yang dibutuhkan untuk pembakaran.
Nitrogen mengurangi efisiensi pembakaran dengan cara
menyerap panas dari pembakaran bahan bakar dan mengencerkan
gas buang. Nitrogen juga mengurangi transfer panas pada permukaan
alat penukar panas, juga meningkatkan volum hasil samping
pembakaran, yang juga harus dialirkan melalui alat penukar panas
sampai ke cerobong.
Nitrogen ini juga dapat bergabung dengan oksigen (terutama
pada suhu nyala yang tinggi) untuk menghasilkan oksida nitrogen
(NOx), yang merupakan pencemar beracun. Karbon, hidrogen dan
sulfur dalam bahan bakar bercampur dengan oksigen di udara
membentuk karbon dioksida, uap air dan sulfur dioksida,
melepaskan panas masing-masing 8.084 kkal, 28.922 kkal dan 2.224
kkal. Pada kondisi tertentu, karbon juga dapat bergabung dengan
oksigen membentuk karbon monoksida, dengan melepaskan
sejumlah kecil panas (2.430kkal/kg karbon). Karbon terbakar yang
membentuk CO2 akan menghasilkan lebih banyak panas per satuan
bahan bakar daripada bila menghasilkan CO atau asap.
Setiap kilogram CO yang terbentuk berarti kehilangan panas
5654 kKal (8084 – 2430).
2.7.2 Konsep Udara Berlebih
Untuk pembakaran yang optimum, jumlah udara pembakaran
yang sesungguhnya harus lebih besar daripada yang dibutuhkan
secara teoritis. Bagia n dari gas buang mengandung udara murni,
yaitu udara berlebih yang ikut dipanaskan hingga mencapai suhu gas
buang dan meninggalkan boiler melalui cerobong. Analisis kimia
gas- gas merupakan metode objektif yang dapat membant u untuk
mengontrol udara dengan lebih baik.
Dengan mengukur CO2 atau O2 dalam gas buang (menggunakan
peralatan pencatat kontinyu atau peralatan Orsat atau beberapa
peralatan portable yang murah) kandungan udara berlebih dan
kehilangan di cerobong dapat diperkirakan. Udara berlebih yang
dibutuhkan tergantung pada jenis bahan bakar dan sistim
pembakarannya.
Cara yang lebih cepat untuk menghitung udara berlebih adalah
dengan menggunakan gambar 2 dan 3, setelah persen CO 2 atau O2
dalam gas buang diukur.
Gambar 4. Hubungan antara CO2 & Udara Berlebih
(Biro Efisiensi Energi, 2004)
Gambar 5. Hubungan antara oksigen sisa & Udara Berlebih
(Biro Efisiensi Energi, 2004)
Untuk pembakaran bahan bakar minyak yang optimum, CO2
atau O2 dalam gas buang harus dicapai sebagai berikut:
CO2 = 14-15%
O2 = 2-3%
2.1 Riwayat Singkat
Tanaman kelapa sawait (Elaeis Guineensis Jacq) bersal dari Benua
Afrika. Kelapa swait banyak dijumpai di hutan tropis Negara Kamerun, Pantai
Gading, Ghana, Liberia, Nigeria, Sierra Leone, Togo, Angola, dan Kongo.
Penduduk setempat menggunakan kelapa sawit untuk memasak dan bahan
untuk kecantikan. Selain itu, buah kelapa sawit juga dapat diolah menjadi
minyak nabati. Warna dan rasa minyak yang dihasilkan sangat bervariasi
(Effendi, 2011).
Tanaman ini dimasukkan pertama kali dari Afrika sebagai sentra plasma
nutfah pada tahun 1848, ditanam di kebun raya Bogor. Kebun pertama dibuka
pad athaun 1911 di Tanah Itam Ulu (Sumatera Utara) oleh maskapai Olie Palm
Cultuur. Sampai tahun 1915, baru mencakup areal seluas 2715 ha, ditanam
bersama dengan kultur lain seperti kopi kelapa, karet, dan tembakau. Pada
tahun 1916 ada 16 perusahaan di Sumatera Utara dan 3 di pulau Jawa. Pada
tahun 1920 sudah ada sebanyak 25 perusahaan yang menanam kelapa sawitdi
Sumatera Timur. 8 di Aceh dan 1 di Sumatera Selatan yaitu Taba Pingin dekat
Lubuk Linggau. Sampai tahun 1939 telah tercatat ada 66 perkebunan dengan
luas areal +/- 100.000 ha(Naibaho, 1998).
Peran Perkebunan sampai tahun 1990 masih cukup menonjol sebagai
pendobrak sesuai tugasnya yang dibebankan Pemerintah sebagai “Agent of
Development”. Telah terbukti dengan keberhasilan membuka areal baru baik
untuk pengembangan sendiri maupun dalam bentuk PIR. Guna mendorong
perusahaan swasta untuk turut berpastipasi mengembangkan komoditi ini.
Pemertintah telah mengeluarkan Peraturan-peraturan tentang Perkebunan Besar
Swasta Nasional (PBSN).
Pada tahun 1994 diperkirakan luas areal kelapa sawit tersebut akan
mencapai 1.8 juta ha dan pada tahun 1996 akan melampaui 2 juta ha. Sejalan
dengan perkembangan produksi tersebut maka indusxcctri hilirnya juga mulai
berkembang dengan berdirinya beberapa pabrik pengolah minyak untuk
minyak goreng, mentega, sabun, oleo chemical dan lain-lain. Ekspor produksi
olahan ini juga sudah dimulai misalnya dalam bentuk olein, stearin, fatty acid,
fatty alcohol, dan lain-lain (Naibaho, 1998).
2.2 Proses Pengolahan di Pabrik Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit menghasilkan tandan yang mengandung minyak
25% dan inti sawit 7%. Tandan tesebut harus mendapat perlakuan fisika dan
mekanik
dalam
pabrik sehingga diperoleh minyak
dan inti sawit.
Pengembangan tanaman kelapa sawit selalu disertai dengan pembangunan
pabrik. Hal ini disebabkan minyak mudah mengalami perubahan kimia dan
fisika
selama
minyak
dalam
tandan
dan
pengolahan.
Oleh
sebab
itu,pengembangan kelapa sawit tanpa disertai dengan pengembangan kelapa
sawit tanpa disertai dengan pengembangan pabrik adalah si-sia (Naibaho,
1998).
Pabrik Minyak Kelapa Sawit (PMKS) adalah pabrik yang mengolah
Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit menjadi produk minyak kelapa sawit
kasar (Crude Palm Oil / CPO) dan Inti Sawit (Kernel) serta produk lain seperti
fiber dan cangkang yang dapat digunakan sebagai bahan bakar boiler. Pabrik
Minyak Kelapa sawit (PMKS) dibangun berdasarkan suatu rancangan (design)
tertentu sesuai dengan keinginan atau kebutuhannya, disertai dengan teknologiteknologi yang berbeda-beda dan kapasitas yang berbeda-beda (Anonim, 2013)
Hasil output yakni effuelent (limbah) berupa tandan kosong/janjang
kosong, sludge, kondesat, eks pencucian, abu bakaran, dan lain-lain, limbah ini
kembali digunakan untuk pupuk di areal tanaman kelapa sawit itu sendiri.
Pabrik Kelapa Sawit terdiri dari tahapan-tahapan proses, yakni :
Gambar 2. Diagram Alir Pengolahan pada stasiun minyak
2.3 Proses Pengolahan Minyak di Pabrik Refinery
Pengolahan minyak sawit untuk penggunaan komersial hampir selalu
melibatkan pemurnian fisik (modifikasi asam, bleaching dan deacidification).
95% dari minyak sawit diperlakukan oleh fraksinasi bertujuan untuk
memisahkan bahan baku menjadi komponen-komponen cair dan padat
dengan kristalisasi. Kristal ini kemudian dipisahkan dari fraksi cair
menggunakan filtrasi membran.
Refinery Plant adalah proses pemurnian minyak sawit untuk
menghilangkan, asam lemak bebas, smell, menurunkan warna, serta
menambah stability, sehingga aman untuk dikonsumsi manusia.. Pada
prinsipnya rafinasi didasarkan pada perbedaan titik didih dari gliserida dan
komponen yang terkandung didalamnya. Dengan range temperature 260 –
270 °C diharapkan komponen seperti FFA, monogliserida, digliserida,
senyawa penyebab bau dan rasa tidak enak dan zat warna akan menguap.
Metode rafinasi miyak sawit yang umum dikenal, yaitu:
1. Rafinasi secara kimia (Chemical Refining Process)
2. Rafinasi secara fisik (Pyhsical Refining Process)
Ditinjau dari segi ekonomis rafinasi secara fisik lebih baik, karena tidak
ada menghasilkan limbah, oil loss lebih kecil, cost produksi lebih rendah,
stability minyak lebih tinggi
CPO yang diterima dipisahkan storage tank berdasarkan Persentase FFA
yang diterima, FFA < 3.5 dan FFA >3.5 . CPO yang FFA3.5,
digunakan untuk bulk product.
Sebelum dilakukan procces pengolahan di refinery terlebih dahulu
dianalisa :
1.
FFA (Free Fatty Acid), ini untuk menentukan Final Heating di
Deodorization Section.
2.
Moisture & Impuritis, ini untuk menentukan Temperature di Pretreatment.
3.
DOBI ( Deotoration of Bleach Index), ini untuk menentukan
persentase pemakaian bleaching earth.
4.
Phosporus content, ini untuk menentukan persentase pemakaian
H3PO4.
a. Pretreatmant and Degumming Process
Pretreatmant merupakan tahapan awal proses pemurnian (Refine)
CPO atau Feed Material yang dialirkan dari Tank Farm atau Pump House
berupa pengurangan kadar kotoran/impurities yang terdapat pada CPO dan
pemanasan awal untuk mendapatkan kondisi optimal untuk pengikatan
gum/fospatida yang terdapat dalam minyak.
CPO (Crude Palm Oil) yang memiliki kandungan phospatide, trace
metal, xantopyl dan Beta-Carotene sebagai pigmen warna yang terdapat di
dalam minyak. Kandungan gum-gum akan dihilangkan dan diikat
menggunakan Asam Posfat ( H3PO4) dengan dosis 0.04%-0.05% dengan
konsentrasi larutan 85% dari flowrate minyak. Fosfatida dapat bereaksi
dengan asam membentuk gum terhidrasi (Bj lebih tinggi dari minyak)
sehingga mengendap dan terdispersi. Selain kandungan gum yang terdapat
dalam minyak, kandungan trace metal juga mengganggu kondisi dan proses
pemurnian terhadap kualitas minyak.
Pemanasan yang menggunakan Heat Exchanger RPO panas maupun
steam bertujuan untuk menjaga kondisi minyak dan proses pengabsorb
kandungan gum untuk dapat terikat. Kondisi temperatur yang berkisar 110115oC merupakan kondisi optimal penyerapan kandungan fosfatida yang
terdapat dalam minyak.
Pada tahapan degumming ini akan menerapakan prinsip Gaya van der
Walls dimana terjadinya turbulence pada minyak akibat putaran agitator
sehingga mempercepat penyerapan molekul-molekul fosfatida dalam minyak.
b. Bleaching Process
Bleaching Process merupakan proses penginjeksian Bleaching earth
sejenis carbon aktif yang bertujuan untuk mengabsorbsi gum- gum yang telah
dinetralisis oleh H3PO4, juga sebagai pemucatan warna pada minyak.
Penambahan bleaching earth untuk memucatkan warna dan menurunkan
kadar logam. Bleaching earth akan menyerap logam ke dalam pori-porinya
sehingga logam dalam minyak akan menurun. Daya penyerap bleaching earth
disebabkan oleh ion Al³ pada permukaan absorben dapat menyerap ion logam
(Basiron, 2000).
Proses penyerapan pada tahapan ini dibantu menggunkan spurging steam
0.8-1 bar pada setiap tray. Bleaching Earth yang akan diinjek berkisar 0.5
-1.2%. Bleaching earth didosingkan secara automatic untuk menentukan
persentase pemakaian bleaching berdasarkan DOBI feed material dan target
warna product yang diinginkan dan berdasarkan kualitas minyak yang akan
diolah.
Bleaching earth memiliki batas penyerapan atau pengikatan impurities,
maka yang diharapkan pada proses bleaching ini adalah kadar air pada
minyak sudah kecil sekali, karena jika kandungan air masih cukup banyak
maka tingkat pemucatan dari Bleaching Earth itu sendiri akan tidak maksimal
dikarenakan Bleaching Earth yang bersifat polar akan lebih mengikat
kandungan air dan kurang dalam mengikat Impurities maupun warna pada
CPO sehingga menyebabkan proses pengabsorbannya tidak sempurna.
Untuk menyempurnakan proses reaksi diaduk dengan menggunakan
spurging steam pada kedua vessel. Vessel under vacuum bertujuan untuk :
1.
Menguapkan moisture yang terdapat pada raw material.
2.
Menguapkan spurging steam yang digunakan untuk proses
pengadukan Bleaching. earth dengan minyak.
3.
Meniadakan oksigen
pada proses bleaching sehingga proses
oksidasi tidak terjadi.
Parameter Proses pada tahapan proses bleaching
- Tempetaratur 100-110°C.
- Vacum Bleacher -600 – (-760) mmhg.
c. Filtration Process
Pada proses filtering atau penyaringan ini menggunakan Pressure Filter
Leave bertekanan 2-3 bar yang berfungsi untuk menyaring bleaching earth
yang telah mengikat/ mengabsorbsi gum-gum juga impurities yang terdapat
pada oil.
Niagara filter terdiri dari 5 lapisan dengan 2 lapisan terluar
mempunyai poi-pori 60 mesh, lapisan tengah 4 mesh dan lapisan diataranya
mempunyai pori-pori 8 mesh. Gum-gum yang telah terabsorp akan tersaring ,
tertahan, dan melapisi leaf filter.
Pada niagara filter sendiri terdiri dari tahapan-tahapan atau metode
penyaringan yaitu:
1. Filling
Pada saat proses filling minyak dari buffer tank akan dipompakan
menggunakan pompa sentrifugal (PU ) menuju niagara filter sehingga
minyak akan mengisi seluruh bagian dari niagara filter ynag terdiri dari
18 buah filter leave didalalamnya. Apabila niagara filter telah terisi
penuh maka akan bunyi high high alarm dan dapat dilanjutkan ke
tahapan berikutnya. Biasanya dalam proses filling diperlukan wakt
berkisar 3-5 menit.
2. Coating (Back Run)
Proses coating maksudnya ialah proses dimana menyaring mnyak
sehingga bleaching earth akan tertahan pada filter leaves. Minyak yang
tersaring akan masuk ke dalam manifold, seperti itu penyaringan di filter
leave kemudian akan menuju tanki bleacher kembali. Siklus seperti aka
berjalan secara terus menerus selama proses coating sampai menandakan
jernih pada sight glass.
Minyak yang jernih merupakan indikator bahwa minyak dapat
dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Pada proses coating berlangsung
berkisar 6- 8 menit.
3. Filtration
Pada proses filtration merupakan proses yang memakan waktu paling
lama dalam proses niagara filter. Pada proses filtration sendiri, minyak
tersebut akan disaring pada filter leaves supaya menjamin minyak yang
masuk ke dlam BPO Tank tidak ada kotoran yang terikut. Minyak yang
telah tersaring pada proses filtration akan dialirkan menuju filter slave
kemudian disaring kembali menggunakan catriadge filter sehingga
minyak benar- benar jernih dan tidak ada kandungan gum.
4. Circulation
Proses sirkulasi dilakukan pada saat minyak tiba- tiba berkabut atau
tidak jernih pada saat proses filtrasi.
Tahapan proses pada saat
circulation sama seperti pada coating yaitu minyak akan disaring dan
dialirkan kembali ke tangki Bleacher sampai keadaan minyak jernih
yang akan terllihat pada sight glass.
5. Emptying
Proses emptying merupakan proses pengosongan niagara filter dari
minyak, pada step atau tahapan ini steam akan masuk dari bagian atas
niagara filter dengan keadaan valve pada bagian bawah niagara filter
terbuka sehingga minyak yang terkena pressure steam tersebut akan
mengalir menuju slope tank dan udara/steam dalam niagara filter dalam
niagara filter keluar melalui cyclone. Emptying selesai apabila tidaka ada
lagi minyak yang keluar dari niagara filter dengan cara dilihat dari sight
glass atau low loaw level di niagara filternya.
6. Cake Drying
Proses ini merupakan proses pengeringan cake pada niagara filter
sehingga minyak yang terdapat pada cake drying akan jatuh atau turun ke
bawah dan tidak oil loss yang terbuang pada saat proses discharge. Proses
pengeringan cake ini meggunakan dry steam 3 bar sehingga minyak akan
masuk ke dlam cyclone dan slope tank yang nantinya kan dikirim kembali
ke tangki Bleacher. Waktu yang dipelukan selama proses cake drying
berkisar 15- 18 menit.
7. Venting
Proses ini bertujuan untuk menyamakan tekanan dalam niagara filter
dengan tekanan luar agar cake yang ada menempel di filter leave tidak
berhamburan akibat tekanan dlam niagara filter dan juga sehingga
pelindung atau safety dari niagara filter tersebut. Bila masih terjadi
perbedaan tekanan dlam dan tekanan luar
pada proses venting dapat
mengakibatkan kerusakan pada niagara filternya.
8. Cake Discharge
Proses pembuangan spent earth atau cake keluar dari niagara filter.
Pada tahapan ini Valve yang menuju vibrator dibuka sehingg udara yang
bertekanan 6 bar akan masuk ke dalam vibrator system untuk
menggerakkan filter leaves sehingga spent earth jatuh dari filter leaves.
Valve bawah akan dibuka sehingga spent earth akan jatuh langsung ke
tempat penampunhgan spent earth. Waktu yang diperlukan pada saat
proses cake discharge sendiri berkisar 15 menit sampai spent earth benarbenar tdak ada lagi di di niagara filter.
d. Deodorization Process
Proses deodorization ialah proses destilasi atau pengurangan kandungan
odor, vapour, votalile yang masih terkandung dalam BPO(Bleach Palm Oil)
untuk menjaga agar tidak terjadi oksidasi pada temperatur tinggi, sekaligus
menurunkan jumlah kandungan uap pada material minyak.
Kandungan bau tengik yang masih terdapat dalam minyak menunjukkan
terdapat hidrolisis trigliserida yang akan mengakibatkan tingginya kandungan
FFA ( Free Fatty Acid). Kandungan senyawa FFA mempunyai mempunyai
berat molekul yang lebih kecil dari minyak, pemisahan kedua senyawa
dengan cara proses penguapan dan destilasi sehingga bau- bau yang tidak
dibutuhkan akan menguap.
Pada proses ini feed oil (belach palm oil) dipanaskan pada suhu tertentu
untuk emisahkan berdasarkan titik didih (flash point). Pada proses ini
FFA(Free Fatty Acid), keton akan menguap karena titik didihnya yang lebih
rendah. Sedangkan carotene akan pecah pada temperatur 250oC.
Pada tahapan di Final Heater didukung HP Boiler sebagai pemanas
Lanjutan. Kondisi HP Boiler berbahan bakar solar ini demi mencapai
temperatur minyak berkisar 250-255oC untuk pemecahan betacaroten.
Kondisi seperti ini memerlukan tingkat pembakaran yang stabil dan optimal
serta menghasilkan temperatur yang tinggi. Tingkat Effisiensi dari HP Boiler
yang baik demi mencapai temperatur yang optimal.
Pemanfaatan Deaerator bertujuan untuk menarik kandungan oksigen pada
bleach palm oil untuk mencegah terjadinya oksidasi dan kerusakan pada feed
oil. Proses pemanasan lanjutan baik dari Plate heat Exchanger (HE 711 dan
HE 712) maupun Final heating dilakukan pada Shell and tube heat
Exchanger (HE 722) dengan menggunakan media pemanas steam yang
dihasilkan dari High Pressure boiler. Temperature setting pada final heating
ini tergantung dari jenis minyak yang diproses. Tujuan dari final Heating ini
ialah pemecahan betacaroten pada minyak. Peralatan ini adalah design
terbaru dimana didesign dengan kondisi under vacuum sehingga diharapkan
proses destilasi dengan prinsip perbedaan titik didih sehingga pada proses
selanjutnya akan lebih sempurna dan stability minyak lebih baik.
Pada deodorizer terdapat scrubber/mellapack fungsinya menambah
retention time didalam deodorizer juga memperluas permukaan penyebaran
minyak dimana flow minyak akan berbentuk spray sehingga proses destilasi
lebih baik. Terdapat tray yang bertujuan untuk menambah retention time
prosesdestilasi, agar proses destilasi lebih sempurna digunkan spurging steam
dipasang ditiap tray yang disetting bedasarkan kadar FFA yang diolah.
Bila temperatur yang terlampau tinggi dan retention time lebih cepat maka
akan terjadi:
1. Terbentuknya trans fatty acid (TFA)
2. Color fixation
3. FFA tidak terdestilasi sempurna
4. Volatile tidak berkurang dengan cukup, sehingga menyebabkan odor
atau bau pada produk akhir.
2.4 Refined Bleached Deodorized Palm Oil
2.4.1 Pengertian
Refined Bleached Deodorized Palm Oil ialah minyak hasil
pemurinan dari Crude Palm oil yang telah melalui tahapan-tahapan
sebelum diolah menjadi beberapa produk. (Wikipedia, 2009).
RBDPO telah dihilangkan kandungan gumdan zat pengotor
melalui proses degumming, telah dijernihkan dan dibersihkan (proses
bleaching) dan dihilangkan bau atau odor(proses deodorization).
2.4.2 Sifat Fisik dan Kimia
Sifat-sifat minyak goreng dibagi ke sifat fisik dan sifat kimia
(Ketaren, 2005) , yakni:
2.4.2.1. Sifat Fisik
a. Warna
Terdiri dari 2 golongan, golongan pertama yaitu zat
warna alamiah, yaitu secara alamiah terdapat dalam
bahan yang mengandung minyak dan ikut terekstrak
bersama minyak pada proses ekstrasi. Zat warna
tersebut antara lain α dan β karoten (berwarna kuning),
xantofil,(berwarna
(berwarna
kuning
kehijauan),
kecoklatan),
antosyanin
klorofi
(berwarna
kemerahan). Golongan kedua yaitu zat warna dari hasil
degradasi zat warna alamiah, yaitu warna gelap
disebabkan oleh proses oksidasi terhadap tokoferol
(vitamin E), warna cokelat disebabkan oleh bahan
untuk membuat minyak yang telah busuk atau rusak,
warna kuning umumnya terjadi pada minyak tidak
jenuh.
b. Odor dan flavor, terdapat secara alami dalam minyak
dan juga terjadi karena pembentukan asam-asam yang
berantai sangat pendek.
c. Kelarutan, minyak tidak larut dalam air kecuali minyak
jarak (castor oil), dan minyak sedikit larut dalam
alcohol,etil eter, karbon disulfide dan pelarut- pelarut
halogen.
d. Titik cair dan polymorphism, minyak tidak mencair
dengan tepat pada suatu nilai temperature tertentu.
Polymorphism adalah keadaan dimana terdapat lebih
dari satu bentuk kristal.
e. Titik didih (boiling point), titik didih akan semakin
meningkat dengan bertambah panjangnya rantai karbon
asam lemak tersebut.
f. Titik lunak (softening point), dimaksudkan untuk
identifikasi minyak tersebut.
g. Shot melting point, yaitu temperature pada saat terjadi
tetesan pertama dari minyak atau lemak.
h. Bobot jenis, biasanya ditentukan pada temperature
0
25
dan
juga
perlu dilakukan pengukuran pada
0
temperature 40 C.
i. Titik asap, titik nyala dan titik api, dapat dilakukan
apabila minyak dipanaskan. Merupakan criteria mutu
yang penting dalam hubungannya dengan minyak yang
akan digunakan untuk menggoreng.
j. Titik kabut (cloud point) adalah suhu di mana minyak
mulai menjadi jenuh sebagai hasil dari kristalisasi
menurut pengaturan pendinginan.
2.4.2.2 Sifat Kimia
1. Hidrolisa, dalam reaksi hidrolisa, minyak akan diubah
menjadi asam lemak bebas dan gliserol.
Reaksi
hidrolisa yang dapat menyebabkan kerusakan minyak
atau lemak terjadi karena terdapatnya sejumlah air
dalam minyak tersebut.
2. Oksidasi, proses oksidasi berlangsung bila terjadi
kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak.
Terjadinya reaksi oksidasi akan mengakibatkan bau
tengik pada minyak dan lemak.
3. Hidrogenasi, proses hidrogenasi
bertujuan
untuk
menumbuhkan ikatan rangkap dari rantai karbon asam
lemak pada minyak.
4. Esterifikasi, proses
esterifikasi
bertujuan
untuk
mengubah asam-asam lemak dari trigliserida dalam
bentuk ester. Dengan menggunakan prinsip reaksi ini
hidrokarbon rantai pendek dalam asam lemak yang
menyebabkan bau tidak enak, dapat ditukar dengan
rantai panjang yan bersifat tidak menguap.
2.4.3 Standarisasi Mutu Refined Bleach Palm Oil
Refined Bleached Deodorized Palm Oil merupakan minyak
hasil pemurnian dan penjernihan sebelum menjadi produk akhir.
Minyak yang baik dinyatakan dengan tidak adanya kandungan odor,
zat pengotor maupun kandungan Asam Lemak Bebas dan memiliki
tingkat stabilitas minyak yang tinggi.
Tabel 1. Syarat Mutu RBD Palm Olein
2.5 Heat Exchanger
2.5.1 Definisi heat Exchanger
Heat Exchanger, alat penukar kalor ini bertujuan untuk
memanfaatkan panas suatu aliran fluida yang lain. Maka akan
terjadi dua fungsi sekaligus, yaitu: Memanaskan fluida dan
Mendinginkan fluida yang panas
Suhu yang masuk dan keluar kedua jenis fluida diatur sesuai
dengan kebutuhannya. Pada gambar diperlihatkan sebuah heat
exchanger, dimana fluida yang berada didalam tube adalah air,
disebelah luar dari tube fluida yang mengalir adalah kerosene yang
semuanya berada didalam shell.
Gambar 3. Konstruksi Heat Exchanger
2.5.2
Shell And Tube Heat Exchanger
Jenis ini merupakan jenis yang paling banyak digunakan
dalam industri
perminyakan. Alat ini terdiri dari sebuah shell
(tabung/slinder besar) dimana didalamnya terdapat suatu bandle
(berkas) pipa dengan diameter yang relative kecil. Satu jenis
fluida
mengalir didalam pipa-pipa sedangkan fluida lainnya
mengalir dibagian luar pipa tetapi masih didalam shell.
Alat penukar panas cangkang dan buluh terdiri atas suatu bundel
pipa yang dihubungkan secara parallel dan ditempatkan dalam sebuah
pipa mantel (cangkang ). Fluida yang satu mengalir di dalam bundel
pipa, sedangkan fluida yang lain mengalir di luar pipa pada arah yang
sama, berlawanan, atau bersilangan. Kedua ujung pipa tersebut dilas
pada
penunjang
pipa
yang menempel
pada
mantel.
Untuk
meningkatkan effisiensi pertukaran panas, biasanya pada alat penukar
panas cangkang dan buluh dipasang sekat ( buffle ). Ini bertujuan
untuk membuat turbulensi aliran fluida dan menambah waktu tinggal (
residence time ), namun pemasangan sekat akan memperbesar
pressure drop operasi dan menambah beban kerja pompa, sehingga
laju alir fluida yang dipertukarkan panasnya harus diatur.
Ada beberapa fitur desain termal yang akan diperhitungkan saat
merancang tabung di shell dan penukar panas tabung. Ini termasuk:
a. Diameter pipa :
Menggunakan tabung kecil berdiameter membuat penukar
panas baik ekonomis dan kompak. Namun, lebih mungkin untuk
heat exchanger untuk mengacau-balaukan lebih cepat dan ukuran
kecil membuat mekanik membersihkan fouling yang sulit. Untuk
menang atas masalah fouling dan pembersihan, diameter tabung
yang lebih besar dapat digunakan. Jadi untuk menentukan diameter
tabung, ruang yang tersedia, biaya dan sifat fouling dari cairan
harus dipertimbangkan.
b. Ketebalan tabung
Ketebalan
dinding
tabung
biasanya
ditentukan
untuk
memastikan:
•
Ada ruang yang cukup untuk korosi
•
Itu getaran aliran-diinduksi memiliki ketahanan
•
Axial kekuatan
•
Kemampuan untuk dengan mudah stok suku cadang biaya
Kadang-kadang ketebalan dinding ditentukan oleh perbedaan
tekanan maksimum di dinding.
c. Panjang tabung
Penukar panas biasanya lebih murah ketika mereka memiliki
diameter shell yang lebih kecil dan panjang tabung panjang.
Dengan demikian, biasanya ada tujuan untuk membuat penukar
panas selama mungkin. Namun, ada banyak keterbatasan untuk ini,
termasuk ruang yang tersedia di situs mana akan digunakan dan
kebutuhan untuk memastikan bahwa ada tabung tersedia dalam
panjang yang dua kali panjang yang dibutuhkan (sehingga tabung
dapat ditarik dan diganti). Juga, itu harus diingat bahwa tunggal,
tabung tipis yang sulit untuk mengambil dan mengganti.
d. Tabung pitch
Ketika mendesain tabung, adalah praktis untuk memastikan
bahwa tabung pitch (yaitu jarak pusat-pusat tabung sebelah) tidak
kurang dari 1,25 kali diameter luar tabung.
Shell and tube penukar panas terdiri dari serangkaian tabung. Satu set
dari tabung berisi cairan yang harus baik dipanaskan atau didinginkan.
Cairan kedua berjalan lebih dari tabung yang sedang dipanaskan atau
didinginkan sehingga dapat menyediakan panas atau menyerap panas yang
dibutuhkan. Satu set tabung disebut berkas tabung dan dapat terdiri dari
beberapa jenis tabung: polos, bersirip longitudinal dll Shell dan penukar
panas tabung biasanya digunakan untuk aplikasi tekanan tinggi (dengan
tekanan lebih besar dari 30 bar) dan suhu lebih besar dari 260 ° C. Hal ini
karena shell dan penukar panas tabung yang kuat karena bentuknya.
2.6. Bahan Bakar Cair
Bahan bakar cair seperti minyak tungku/ furnace oil dan LSHS
(low sulphur heavy stock) terutama digunakan dalam penggunaan industri.
2.6.1
Sifat Bahan Bakar Cair
1. Densitas
Densitas didefinisikan sebagai perbandingan massa bahan
bakar terhadap volum bahan bakar pada suhu acuan 15°C.
Densitas diukur dengan suatu alat yang disebut hydrometer.
Pengetahuan
mengenai
densitas
ini
berguna
untuk
penghitungan kuantitatif dan pengkajian kualitas penyalaan.
Satuan densitas adalah kg/m3.
2. Specific gravity
Didefinisikan sebagai perbandingan berat dari sejumlah
volum minyak bakar terhadap berat air untuk volum yang sama
pada suhu tertentu. Densitas bahan bakar, relatif terhadap air,
disebut specific gravity. Specific gravity air ditentukan sama
dengan 1.
Karena specific gravity adalah perbandingan, maka tidak
memiliki
satuan.
Pengukuran
specific
gravity
biasanya
dilakukan dengan hydrometer. Specific gravity digunakan
dalam penghitungan yang melibatkan berat dan volum. Specific
gravity untuk berbagai bahan bakar minyak diberikan dalam
tabel dibawah:
Tabel 2. Tabel Specific Gravity berbagai bahan bakar minyak(Thermal India
Ltd)
3. Viskositas
Viskositas suatu fluida merupakan ukuran resistansi bahan
terhadap aliran. Viskositas tergantung pada suhu dan berkurang
dengan naiknya suhu. Viskositas diukur dengan Stokes
/Centistokes. Kadang-kadang viskositas juga diukur dalam
Engler, Saybolt atau Redwood. Tiap jenis minyak bakar
memiliki hubungan suhu – viskositas tersendiri. Pengukuran
viskositas
dilakukan
dengan
suatu
alat
yang
disebut
Viskometer.
Viskositas merupakan sifat yang sangat penting dalam
penyimpanan dan penggunaan bahan bakar minyak. Viskositas
mempengaruhi derajat pemanasan awal yang diperlukan untuk
handling, penyimpanan dan atomisasi yang memuaskan. Jika
minyak
terlalu
kental,maka
akan
menyulitkan
dalam
pemompaan, sulit untuk menyalakan burner, dan sulit
dialirkan.
Atomisasi yang jelek akam mengakibatkan terjadinya
pembentukan endapan karbon pada ujung burner atau pada
dinding-dinding. Oleh karena itu pemanasan awal penting
untuk atomisasi yang tepat.
4. Titik Nyala
Titik nyala suatu bahan bakar adalah suhu terendah dimana
bahan bakar dapat dipanaskan sehingga uap mengeluarkan
nyala sebentar bila dilewatkan suatu nyala api. Titik nyala
untuk minyak tungku/ furnace oil adalah 66 0C
5. Titik Tuang
Titik tuang suatu bahan bakar adalah suhu terendah dimana
bahan bakar akan tertuang atau mengalir bila didinginkan
dibawah kondisi yang sudah ditentukan. Ini merupakan
indikasi yang sangat kasar untuk suhu terendah dimana bahan
bakar minyak siap untuk dipompakan.
6. Panas Jenis
Panas jenis adalah jumlah kKal yang diperlukan untuk
menaikan suhu 1 kg minyak sebesar 1 0C. Satuan panas jenis
adalah kkal/kg0C. Besarnya bervariasi mulai dari 0,22 hingga
0,28 tergantung pada specific gravity minyak.
Panas jenis menentukan berapa banyak steam atau energi
listrik yang digunakan untuk memanaskan minyak ke suhu
yang dikehendaki. Minyak ringan memiliki panas jenis yang
rendah, sedangkan minyak yang lebih berat memiliki panas
jenis yang lebih tinggi.
7. Nilai Kalor
Nilai kalor merupakan ukuran panas atau energi yang
dihasilkan., dan diukur sebagai nilai kalor kotor/ gross
calorific value atau nilai kalor netto/ nett calorific value.
Perbedaannya ditentukan oleh panas laten kondensasi dari uap
air yang dihasilkan selama proses pembakaran.
Nilai kalor kotor atau gross calorific value (GCV)
mengasumsikan seluruh uap yang dihasilkan selama proses
pembakaran sepenuhnya terembunkan/terkondensasikan. Nilai
kalor netto (NCV) mengasumsikan air yang keluar dengan
produk pengembunan tidak seluruhnya terembunkan. Bahan
bakar harus dibandingkan berdasarkan nilai kalor netto.Nilai
kalor batubara bervariasi tergantung pada kadar abu, kadar air
dan jenis batu baranya sementara nilai kalor bahan bakar
minyak lebih konsisten. GCV untuk beberapa jenis bahan
bakar cair yang umum digunakan terlihat dibawah ini:
Tabel 3. Nilai kalor Bahan Bakar Minyak
8. Sulfur
Jumlah sulfur dalam bahan bakar minyak sangat
tergantung pada sumber minyak mentah dan pada proses
penyulingannya. Kandungan normal sulfur untuk residu bahan
bakar minyak (minyak furnace) berada pada 2 - 4 %.
Kandungan sulfur untuk berbagai bahan bakar minyak
ditunjukkan pada Tabel
Tabel 4. Persentase sulfur untuk berbagai bahan bakar minyak
Kerugian utama dari adanya sulfur adalah resiko korosi
oleh asam sulfat yang terbentuk selama dan sesudah
pembakaran, dan pengembunan di cerobong asap, pemanas
awal udara dan economizer.
9. Kadar Abu
Kadar abu erat kaitannya dengan bahan inorganik atau
garam dalam bahan bakar minyak. Kadar abu pada distilat
bahan bakar diabaikan. Residu bahan bakar memiliki kadar
abu yang tinggi. Garam-garam tersebut mungkin dalam bentuk
senyawa sodium, vanadium, kalsium, magnesium, silikon,
besi, alumunium, nikel, dll.
Umumnya, kadar abu berada pada kisaran 0,03 – 0,07 %.
Abu yang berlebihan dalam bahan bakar cair dapat
menyebabkan
pengendapan
kotoran
pada
peralatan
pembakaran. Abu memiliki pengaruh erosi pada ujung burner,
menyebabkan kerusakan pada refraktori pada suhu tinggi dapat
meningkatkan korosi suhu tinggi dan penyumbatan peralatan.
10. Residu Karbon
Residu karbon memberikan kecenderungan pengendapan
residu padat karbon pada permukaan panas, seperti burner atau
injeksi nosel, bila kandungan yang mudah menguapnya
menguap. Residu minyak mengandung residu karbon 1 persen
atau lebih.
2.6.2 Kadar Air
Kadar air minyak tungku/furnace pada saat pemasokan
umumnya sangat rendah sebab produk disuling dalam kondisi
panas. Batas maksimum 1% ditentukan sebagai standar. Air dapat
berada dalam bentuk bebas atau emulsi dan dapat menyebabkan
kerusakan dibagian dalam permukaan tungku selama pembakaran
terutama jika mengandung garam terlarut. Air juga dapat
menyebabkan percikan nyala api di ujung burner, yang dapat
mematikan
nyala
api,
menurunkan
suhu
nyala
api
atau
memperlama penyalaan. Spesifikasi khusus bahan bakar minyak
terlihat pada tabel dibawah.
Tabel 5. Spesifikasi Khusus Bahan Bakar Minyak
Tabel 6.Perbandingan Komposisi Berbagai Bahan Bakar
2.7. Prinsip-prinsip Pembakaran
2.7.1 Proses pembakaran
Pembakaran merupakan oksidasi cepat bahan bakar disertai
dengan produksi panas, atau panas dan cahaya. Pembakaran
sempurna bahan bakar terjadi hanya jika ada pasokan oksigen yang
cukup.
Oksigen (O2) merupakan salah satu elemen bumi paling umum
yang jumlahnya mencapai 20.9% dari udara. Bahan bakar padat atau
cair harus diubah ke bentuk gas sebelum dibakar. Biasanya
diperlukan panas untuk mengubah cairan atau padatan menjadi gas.
Bahan bakar gas akan terbakar pada keadaan normal jika terdapat
udara yang cukup.
Hampir 79% udara (tanpa adanya oksigen) merupakan nitrogen,
dan sisanya merupakan elemen lainnya. Nitrogen dianggap sebagai
pengencer yang menurunkan suhu yang harus ada untuk mencapai
oksigen yang dibutuhkan untuk pembakaran.
Nitrogen mengurangi efisiensi pembakaran dengan cara
menyerap panas dari pembakaran bahan bakar dan mengencerkan
gas buang. Nitrogen juga mengurangi transfer panas pada permukaan
alat penukar panas, juga meningkatkan volum hasil samping
pembakaran, yang juga harus dialirkan melalui alat penukar panas
sampai ke cerobong.
Nitrogen ini juga dapat bergabung dengan oksigen (terutama
pada suhu nyala yang tinggi) untuk menghasilkan oksida nitrogen
(NOx), yang merupakan pencemar beracun. Karbon, hidrogen dan
sulfur dalam bahan bakar bercampur dengan oksigen di udara
membentuk karbon dioksida, uap air dan sulfur dioksida,
melepaskan panas masing-masing 8.084 kkal, 28.922 kkal dan 2.224
kkal. Pada kondisi tertentu, karbon juga dapat bergabung dengan
oksigen membentuk karbon monoksida, dengan melepaskan
sejumlah kecil panas (2.430kkal/kg karbon). Karbon terbakar yang
membentuk CO2 akan menghasilkan lebih banyak panas per satuan
bahan bakar daripada bila menghasilkan CO atau asap.
Setiap kilogram CO yang terbentuk berarti kehilangan panas
5654 kKal (8084 – 2430).
2.7.2 Konsep Udara Berlebih
Untuk pembakaran yang optimum, jumlah udara pembakaran
yang sesungguhnya harus lebih besar daripada yang dibutuhkan
secara teoritis. Bagia n dari gas buang mengandung udara murni,
yaitu udara berlebih yang ikut dipanaskan hingga mencapai suhu gas
buang dan meninggalkan boiler melalui cerobong. Analisis kimia
gas- gas merupakan metode objektif yang dapat membant u untuk
mengontrol udara dengan lebih baik.
Dengan mengukur CO2 atau O2 dalam gas buang (menggunakan
peralatan pencatat kontinyu atau peralatan Orsat atau beberapa
peralatan portable yang murah) kandungan udara berlebih dan
kehilangan di cerobong dapat diperkirakan. Udara berlebih yang
dibutuhkan tergantung pada jenis bahan bakar dan sistim
pembakarannya.
Cara yang lebih cepat untuk menghitung udara berlebih adalah
dengan menggunakan gambar 2 dan 3, setelah persen CO 2 atau O2
dalam gas buang diukur.
Gambar 4. Hubungan antara CO2 & Udara Berlebih
(Biro Efisiensi Energi, 2004)
Gambar 5. Hubungan antara oksigen sisa & Udara Berlebih
(Biro Efisiensi Energi, 2004)
Untuk pembakaran bahan bakar minyak yang optimum, CO2
atau O2 dalam gas buang harus dicapai sebagai berikut:
CO2 = 14-15%
O2 = 2-3%