ANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PENJATUHAN PIDANA MINIMUM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG (Studi Putusan Nomor: 1218PID.SUS2016PN.TJK) (Jurnal)

  ANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PENJATUHAN PIDANA MINIMUM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG (Studi Putusan Nomor: 1218/PID.SUS/2016/PN.TJK) (Jurnal) Oleh Siti Novalda Rigayo FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2018

  

ABSTRAK

ANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PENJATUHAN

PIDANA MINIMUM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA

PERDAGANGAN ORANG

(Studi Putusan Nomor: 1218/PID.SUS/2016/PN.TJK)

Oleh

  

Siti Novalda Rigayo, Diah Gustiniati M, Dona Raisa Monica

Email : sitinovaldarigayo@gmail.com

  Perdagangan orang atau dikenal dengan istilah human trafficking akhir-akhir ini muncul menjadi suatu masalah yang banyak diperdebatkan baik dari tingkat regional maupun global dan dikatakan sebagai bentuk perbudakan masa kini. Permasalahan penelitian ini adalah apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam penjatuhan pidana minimum terhadap pelaku tindak pidana perdagangan orang dan apakah putusan pengadilan terhadap pelaku tindak pidana perdagangan orang yang telah memenuhi rasa keadilan substantif. Pendekatan masalah dalam penelitian menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Sumber dan jenis data yang akan dipergunakan dalam penulisan skripsi ini terbagi atas dua yaitu data primer dan data sekunder. Setelah data terkumpul kemudian dianalisis secara kualitatif dengan pendekatan secara induktif. Hasil penelitian ini adalah hal yang meringankan terdakwa belum pernah di hukum sebelumnya dan terdakwa menyesali perbuatannya. Sedangkan hal yang memberatkan adalah sifat dari perbuatan yang terdakwa lakukan yaitu perekrutan untuk tujuan eksploitasi seksual. Putusan tersebut sudah memenuhi rasa keadilan substantif, karena putusan hakim telah memenuhi syarat yakni dua pertiga dari tuntutan jaksa. Saksi pidana diberikan sesuai dengan berat dan ringannya kesalahan yang dilakukan, oleh karena tindak pidana perdagangan orang dapat merugikan korban yang biasanya adalah perempuan. Saran dalam penelitian ini adalah majelis hakim yang menangani tindak pidana perdagangan orang untuk lebih meningkatkan sanski pidana yang akan di jatuhkan, mengingat tindak pidana perdagangan orang adalah tindak pidana luar biasa yang memerlukan penanganan yang luar biasa pula, walaupun pelaku telah menunjukan rasa penyesalannya atas apa yang ia perbuat.

  

Kata Kunci: Dasar Pertimbangan Hakim, Penjatuhan Pidana Minumum, Tindak

Pidana Perdagangan Orang.

  

ABSTRACT

AN ANALYSIS ON JUDGES' BASIC CONSIDERATIONS IN IMPOSING

MINIMUM PENALTY TO PERPETRATORS OF HUMAN TRAFFICKING

(A Case Study on Verdict Number: 1218/PID.SUS/2016/PN.TJK)

  

By

Siti Novalda Rigayo, Diah Gustiniati M, Dona Raisa Monica

Email : sitinovaldarigayo@gmail.com

  

The trade of humans or known as human trafficking currently becomes a matter of

debate both in the regional and global levels and it is assumed as a form of

modern slavery. The problems of this research are formulated as follows: what is

the judges' basic considerations in imposing minimum penalty to perpetrators of

human trafficking? and have the court's decision on human trafficking case

fulfilled the substantive sense of justice? This research used normative and

empirical approaches. The data in this research were divided into two sources:

primary data and secondary data. The data were collected and then analyzed

qualitatively with an inductive approach. The results of this research showed that

there were some alleviating facts like, the defendant has never been violated the

law before and the defendant has already regretted his criminal actions. While the

incriminating fact was that the defendant's intention to recruit women for the

purpose of sexual exploitation. The verdict has met the sense of substantive

justice, because it has fulfilled tha requirements of two thirds of the prosecutor’s

demands. The penalty should be impose in accordance with the major or minor of

the mistakes/destructions, because the criminal actions of human trafficking can

harm women as victims. In this research, it is suggested that the panel of judges

who deal with the case of human trafficking should further improve the criminal

sanction, since the crime of human trafficking belongs to an extraordinary crime

which requires extraordinary handling as well, regardless how the perpetrator

has shown his regrets for what he has done.

  

Keywords: Basic Judges' Considerations, Criminal Minimum Arrangement,

Human Trafficking Crime.

I. PENDAHULUAN

  Perdagangan orang atau dikenal dengan istilah human trafficking akhir-akhir ini muncul menjadi suatu masalah yang banyak diperdebatkan baik dari tingkat regional maupun global dan dikatakan sebagai bentuk perbudakan masa kini. Sebenarnya perdagangan manusia bukanlah hal yang baru, namun beberapa tahun belakangan ini, masalah ini muncul ke permukaan dan menjadi perhatian tidak saja pemerintah Indonesia, namun juga telah menjadi masalah transnasional. Saat ini kejahatan perdagangan orang merupakan kejahatan dengan bentuk dan modus operandi yang sangat kompleks karena terkait dengan bentuk- bentuk kejahatan baru, seperti white

  collar crime, organized crime, dan transnational crime .

1 Fenomena tentang perdagangan orang

  telah ada sejak tahun 1949, yaitu sejak ditandatanganinya Convention on

  bentuk. Di Indonesia terdapat pengakuan bahwa bentuk-bentuk perburuhan eksploitasi sektor informal, perekrutan untuk industri seks, perbudakan berkedok pernikahan yang sebelumya telah ada dan diterima masyarakat. Mengingat banyaknya kasus yang terjadi di Indonesia muncul pertanyaan apakah pemerintah sudah mengantisipasi permasalahan tersebut dan upaya-upaya apa yang sudah dan akan dilakukan.

  trafficking ) terjadi dalam berbagai

  korban yang paling rentan adalah perempuan, terutama dari keluarga kurang mampu, perempuan dari pedesaan, dan perempuan yang putus sekolah dan sedang mencari pekerjaan. Berbagai latar belakang dapat di kaitkan dengan meningkatnya masalah perdagangan perempuan, seperti : lemahnya penegakan hukum, peran pemerintah dalam penanganan maupun minimnya informasi tentang trafficking. Perdagangan wanita (woman

  3 Berbicara tentang trafficking, maka

  Women (GAATW) di Thailand tahun 1994.

2 Hal ini berkembang

  Global Alliance Against Traffic in 1 Mahrus Ali dan bayu Aji Pramono, Perdagangan Orang; Dimensi, Instrumen Internasional dan Pengaturannya di indonesia , Citra Aditya Bakti, Bandung, 2011, hlm. Vii.

  Kemudian dipertegas dalam agenda

  7 Tahun 1984 tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan.

  Indonesia dengan Undang-Undang Nomor

  Elimination of All From of Discrimination Agaisnt Women (CEDAW) dan telah diratifikasi oleh

  Salah satu perkara tindak pidana perdagangan orang dalam Putusan Nomor 1218/PID.SUS/2016/PN.TJK dengan terdakwa Ratih Wulandari Paramita Alias Uli Binti Ade Kasim yang melakukan Tindak Pidana Perdagangan Orang yang mana korban adalah Meliyana Fathin Binti Nurhalim (Alm) yang sedang membutuhkan uang karna adanya masalah ekonomi. Jaksa Penuntut Umum menyatakan bahwa terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana “Perdagangan Orang” sebagaimana diatur dan diancam hukum dalam Pasal 2 ayat (1)

  ketika banyak laporan tentang terjadinya tindakan perdagangan orang pada Beijing Plat Form Action yang dilanjutkan dengan Convention on

  Traffic In Person .

  Dalam Buku Dr. Maroni, S.H., M.H., Tindak Pidana Khusus Diluar KUHP , Justice Publisher, Bandar Lampung, 2015, hlm 185.

  Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Jaksa Penuntut Umum menuntut agar majelis hakim menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa berupa pidana selama 5 (lima) tahun 6 (enam) bulan dan denda sebesar Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) Subsidair pidana kurungan selama 4 (empat) bulan, sedangkan Majelis Hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa yaitu pidana penjara 3 (tiga) tahun 8 (delapan) bulan denda Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 1 bulan.

  Kesenjangan yang terjadi dalam putusan tersebut adalah seharusnya terdakwa dihukum dengan sanksi pidana maksimal, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor

  21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang yang menyebutkan sanksi pidana maksimal adalah 15 (lima belas) tahun, tetapi pada kenyataannya terdakwa hanya dipidana selama 3 (tiga) tahun 8 (delapan) bulan.

  Berdasarkan uraian di atas maka penulis akan melakukan kajian dan penelitian yang berjudul : Analisis Dasar Petimbangan Hakim Dalam Penjatuhan Pidana Minimum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang (Studi Putusan Nomor 1218/PID.SUS/2016/PN.TJK). Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : a.

  Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam penjatuhan pidana minimum terhadap pelaku tindak pidana perdagangan orang pada Putusan No. 1218/PID.SUS/2016/PN.TJK? b. Apakah putusan pengadilan terhadap pelaku tindak pidana perdagangan orang pada Putusan No. 1218/PID.SUS/2016/PN.TJK telah memenuhi rasa keadilan substantif?

  Penelitian Hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang di dasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisannya.

  4 Pendekatan masalah

  yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan cara pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Narasumber yang diperlukan dalam penelitian ini adalah Hakim Pengadilan Negeri IA Tanjung Karang dan Dosen bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif, yaitu analisis yang dilakukan dengan cara menguraikan data dalam bentuk kalimat yang tersusun secara sistematis, jelas dan terperinci.

  II. PEMBAHASAN A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Penjatuhan Pidana Minimum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang pada Putusan Nomor 1218/PID.SUS/2016/PN.TJK

  Putusan hakim merupakan mahkota dan pucak dari suatu perkara yang sedang diperiksa dan diadili oleh hakim tersebut. Oleh karena itu, tentu saja hakim dalam membuat putusan harus memperhatikan segala aspek didalamnya, mulai dari perlunya kehati- hatian, dihindari sedikit mungkin ketidakcermatan, baik yang bersifat formal maupun materiil sampai dengan adanya kecakapan teknik membuatnya. Jika hal-hal negatif tersebut dapat dihindari, tentu saja diharapkan dalam diri hakim hendak lahir, tumbuh dan berkembang adanya sikap atau sifat kepuasan moral jika kemudian putusan yang dibuatnya itu dapat menjadi tolak ukur untuk perkara yang sama, atau dapat menjadi bahan referensi bagi kalangan teoritis maupun praktisi hukum serta kepuasan nurani tersendiri jika putusannya dikuatkan dan tidak dibatalkan pengadilan yang lebih tinggi.

  Suryawati, hakim Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang tersebut, bahwa yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan perkara pada Putusan Nomor 1218/PID.SUS/2016/PN.TJK yaitu, penjatuhan pidana penjara terhadap pelaku tindak pidana perdagangan orang berdasarkan pada landasan yurudis dan nonyuridis. Landasan yuridis didasarkan pada ketentuan hukum pidana materiil dan hukum pidana formil. Hukum pidana materiil yang dimaksud adalah adanya unsur-unsur delik atau unsur-unsur tindak pidana yang dilanggar. Unsur- unsur tindak pidana dalam arti luas terdiri dari unsur subjektif (dilakukan dengan sengaja atau kelapaan), unsur objektif (adanya perbuatan, menimbulkan akibat, keadaan-keadaan, sifat dapat dihukum dan sifat melawan hukum) dan adanya kemampuan bertanggungjawab serta tidak adanya alasan penghapus pidana 5 Lirik Mulyadi, Penerapan Putusan Hakim

  (strafuitsluitingsgrondery). Hukum pidana formil berkaitan dengan acara pemeriksaan perkara pidana dan kekuatan pembuktian atas suatu tindak pidana. Sedangkan landasan nonyuridis berkaitan dengan aspek sosiologis (latar belakang kehidupan, keadaan keluarga, pendidikan,ekonomi, dan lingkungan masyarakat), aspek psikologis (bekaitan dengan kepribadian dan kejiwaan), serta aspek kriminologis (berkaitan dengan sebab-sebab kejahatan yang dilakukan.

  Berdasarkan hasil wawancara Jhony Butar-Butar, ditinjau dari perspektif hukum pidana, perdagangan orang adalah perbuatan yang menyimpang terhadap hak asasi manusia seseorang, dengan pemenuhan unsur-unsur : pertama, perbuatan tersebut merupakan perbuatan melawan hukum, baik dalam pengertian formil maupun materil, kedua, salah satu pihak adalah pihak yang di untungkan dan pihak lain dirugikan.

5 Jhony Butar-Butar dan Noerista

  6 Sanksi pidana yang dijatuhkan terhadap

  terdakwa dalam Putusan Nomor 1218/PID.SUS/2016/PN.TJK dilaksanakan dengan pertimbangan bahwa pelaku sebagai subjek hukum telah cakap atau mampu dalam melakukan perbuatan melawan hukum. Pelaku harus mempertanggungjawabkan tindak pidana perdagangan orang yang ia lakukan karena unsur kesengajaan, yaitu pelaku melakukan tindak pidana perdagangan orang mengetahui bahwa perbuatannya bersifat melanggar hukum dan dengan sengaja melakukan perbuatan tersebut, maka ia harus mempertanggungjawabkan perbuatan tersebut di sepan hukum. 6 Hasil wawancara dengan Jhony Butar-Butar,

  Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang Menurut Heni Siswanto, motif utama terjadinya perdagangan orang adalah faktor ekonomi, karena tiga kejahatan terbesar di dunia adalah kejahatan yang berbau perdagangan yaitu yang pertama adalah perdagangan narkotika, kedua perdagangan senjata (penyelundupan senjata), dan yang terakhir adalah perdagangan orang. Manusia yang menjadi korban perdagangan orang tidaklah di anggap sebagai manusia melainkan sebagai komuditas/barang dagangan yang bisa diperjualbelikan, dipinjamkan, disewakan dan digadaikan. Sama halnya yang terjadi pada kasus dengan Nomor Perkara 1218/PID.SUS/2016/PN.TJK, motif utama adalah masalah ekonomi yang dialami oleh korban.

  1218/PID.SUS/2016/PN.TJK dengan Terdakwa Ratih Wulandari Paramita Alias Uli Binti Ade Kasim ini terjadi ketika Korban yang bernama Meliyana Fatihin Binti Nurhalim (Alm) meminta pekerjaan dikarnakan masalah ekonomi yang menghimpitnya pada saat itu, sehingga korban meminta kepada temannya Saksi Chenika Putri untuk mencarikan pekerjaan dan memperkenalkan korban kepada terdakwa. Tanpa adanya paksaan, korban menyetujui pekerjaan yang diberikan kepada korban oleh terdakwa yaitu melayani persetubuhan karena adanya imbalan uang. Dalam hal ini, terdakwa telah melakuakan perekrutan terhadap korban untuk tujuan eksploitasi meskipun tidak adanya paksaan secara fisik maupun non fisik kepada korban.

  Meskipun tidak ada paksaan secara fisik dan non fisik yang dilakukan terdakwa 7 Hasil wawancara dengan Heni Siswanto, kepada korban, namun apa yang dilakukan Terdakwa telah memenuhi unsur tindak pidana perdagangan orang yaitu perekrutan dan penjualan manusia dengan tujuan ekspolitasi seksual.

  Majelis Hakim dalam pemeriksaan di persidangan, menemukan bahwa unsur di Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang No.

  21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidaan Perdagangan orang telah terpenuhi seluruhnya. Dengan terpenuhinya seluruh unsur tindak pidana tersebut, maka perbuatan Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan sebagaimana Dakwaan Penuntut Umum.

  Menurut Noerista Suryawati, korban adalah orang yang meminta pekerjaan dan menyanggupi pekerjaan yang diberikan kepada korban yaitu melayani persetubuhan dengan imbalan uang. Selain itu, terdakwa bukanlah seorang

7 Pada kasus dengan Nomor Perkara

  residive dan terdakwa juga menyesali

  perbuatannya. Sehingga hal ini menjadi alasan peringan bagi terdakwa karena tidak adanya paksaan secara fisik dan non fisik yang dilakukan kepada korban. Hal ini tercantum dalam Pasal 197 Huruf f yang berbunyi : pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan atau tindakan dan pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum dari putusan disertai keadaan yang memberatkan dan meringankan terdakwa.

  8 Menurut Jhony Butar-Butar, hakim

  memiliki kebebasan dalam memeriksa dan mengadili suatu perkara dan tidak ada satu pihak pun yang dapat menginterpensi hakim dalam menjalankan tugasnya. Hakim dalam menjatuhkan putusan harus 8 Hasil wawancara dengan Noerista Suryawati, mempertimbangkan banyak hal, baik itu berkaitan dengan perkara yang sedang diperiksa, tingkat perbuatan, dan kesalahan yang dilakukan pelaku, kepentingan pihak korban, keluarganya, dan rasa keadilan masyarakat. Putusan hakim bukanlah semata-mata didasarkan pada ketentuan yuridis saja, melainkan juga didasarkan pada hati nurani.

  tidak sependapat dengan putusan hakim terhadap terdakwa dengan pidana selama 3 (tiga) tahun (8) delapan bulan dan denda Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). Responden menjelaskan bahwa Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang telah tepat dalam menjatuhkan vonis penjara selama 3 (tiga) tahun 8 (delapan) bulan dan denda Rp 200.000.000,00 (dua ratus juga rupiah). Penulis berpendapat bahwa putusan yang dijatuhkan Majelis hakim Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang yang mengadili Terdakwa Ratih Wulandari Paramita Alias Uli Binti Ade Kasim terlalu ringan. Apabila kita melihat isi putusan Pengadilan Negeri Kelas Ia Tanjung Katang dengan Nomor 1218/PID.SUS/2016/PN.TJK pada kasus yang dialami terdakwa dalam permasalahan ini, dimana terdakwa melakukan perekrutan terhadap korban Meliyana Binti Nurhalim (Alm) yang sedang mengalami permasalahn ekonomi dengan tujuan eksploitasi seksual dimana korban di pertemukan dengan laki-laki yang akan menerima jasa persetubuhan. Meskipun terdakwa tidak melakukan pemaksaan terhadap korban, namun terdakwa mengetahui bahwa apa yang ia lakukan dapat melanggar ketentuan hukum. 9 Hasil wawancara dengan Jhony Butar-Butar

  Penulis menambahkan, bahwa putusan yang dijatuhkan kepada terdakwa terlalu ringan. Apabila hakim telah mempunyai keyakinan yang pasti bahwa perbuatan terdakwa adalah perbuatan yang melanggar ketentuan Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang , seharusnya hakim dapat memberi putusan yang lebih tinggi dari dakwaan Jaksa Penuntut Umum.

9 Penulis menganalisa bahwa penulis

  Menurut Noerista Suryawati, ada beberapa golongan orang yang oleh hukum positif telah dinyatakan tidak cakap atau kurang cakap untuk bertindak sendiri dalam melakukan perbuatan-perbuatan hukum, tetapi mereka harus diwakili dan dibantu orang lain. Mereka yang oleh hukum dinyatakan tidak cakap untuk melakukan sendiri perbuatan hukum ialah orang yang masih dibawah umur atau belum dewasa dan orang yang tidak sehat pikirannya (gila). Dengan demikian maka selain dua kelompok tersebut maka setiap orang dapat/cakap melakukan perbuatan melawan hukum serta dapat dimintai pertanggung- jawabannya.

  10 Pelaku Tindak Pidana Perdagangan

  Orang dalam Putusan Pengadilan Nomor 1218/PID.SUS/2016/PN.TJK dengan Terdakwa Ratih Wulandari Paramita Alias Uli Binti Ade Kasim telah secara sah dan meyakinkan melak ukan tindak pidana “perdagangan orang” yang mana terdakwa merekrut Korban Meliana Fathin Binti Nurhalim (alm) sehingga Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Ratih Wulandari Paramita Alias Uli 10 Hasil wawancara dengan Noerista Suryawati. Binti Ade Kasim dengan pidana penjara selama 3 (tiga) tahun 8 (delapan) bulan dan dengan denda sebesar Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) subsidair kurungan selama 1 bulan kurungan penjara. Sanksi pidana terhadap pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang dalam Putusan Nomor 1218/PID.SUS/2016/PN.TJK sesuai dengan teori bahwa terdapat hal-hal yang menyebabkan seseorang tidak dapat dipidana, dengan beberapa alasan yaitu: a.

  Alasan pembenar, yaitu alasan yang menghapuskan sifat melawan hukumnya perbuatan, sehingga apa yang dilakukan oleh terdakwa lalu menjadi perbuatan yang patut dan benar.

  b.

  Alasan pemaaf, yaitu alasan yang menghapuskan kesalahan terdakwa, perbuatan yang dilakuakan oleh terdakwa tetap bersifat melawan hukum jadi merupakan perbuatan pidana, tetapi dia tidak dipidana karna tidak mempunyai kesalahan.

  c.

  Alasan penghapusan penuntutan, disini masalahnya bukan ada alasan pembenar maupun alasan pemaaf, jadi tidak ada pikiran mengenai sifat perbuatan, tetapi pemerintah menganggap bahwa atas dasar utilitas/kemanfaatan kepada masyarakat, sebaliknya tidak diadakan penuntutan.

  merupakan aspek penting dan diperlukan untuk menyelesaikan perkara pidana. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa putusan hakim di satu pihak berguna bagi terdakwa guna memperoleh kepastian hukum tentang 11 Moeljatno, Perbuatan Pidana dan statusnya dan sekaligus dapat mempersiapkan langkah berikutnya terhadap putusan tesebut dalam arti dapat berupa menerima putusan, melakukan upaya hukum banding, atau kasasi, melakukan grasi dan sebagainya.

  12 Menurut Jhony Butar-Butar, hakim

  dalam menjatuhakan putusan harus mempertimbangkan banyak hal, baik itu yang berkaitan dengan perkara yang sedang diperiksa, tingkat perbuatan, dan kesalahan yang dilakukan pelaku, kepentingan pihak korban, keluarganya, dan rasa keadilan masyarakat. Terkait hakim yang menjatuhi pidana minimum terhadap terdakwa yang melakukan perdagangan orang, menurut penulis pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana perdagangan orang harus lebih dioptimalkan sehingga memberikan efek jera kepada pelakunya dan sebagai pembelajaran bagi pihak lain yang berpotensi melakukan tindak pidana perdagangan orang agar tidak melakukan hal tersebut, mengingat tindak pidana perdagangan orang dapat merugikan korban baik dari segi mental maupun segi fisik, sehingga pemberantasan tindak pidana perdagangan orang di Indonesia menjadi lebih maksimal.

  B. Penjatuhan Pidana Minimum Bagi Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang dalam Putusan No. 1218/PID.SUS/2016/PN.TJK terhadap Keadilan Substantif.

11 Putusan hakim atau putusan pengadilan

  Majelis Hakim Pengadilan Negerti Kelas IA Tanjung Karang dalam Putusan Nomor : 1218/PID.SUS/2016/ PN.TJK menjatuhkan sanksi pidana terhadap Terdakwa Ratih Wulandari Paramita Alias Uli Binti Ade Kasim dengan pidana penjara semala 3 (tiga) tahun 8 (delapan) bulan dan denda sebesar Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar dapat diganti dengan kurungan selama 1 (satu) bulan. Hakim dalam membuat putusan harus memperhatikan segala aspek di dalamnya, yaitu mulai dari perlunya kehati-hatian serta dihindari sedikit mungkin ketidakcermatan, baik bersifat formal maupun materiil sampai dengan adanya kecakapan teknik dalam membuatnya. Hakim yang cermat dan hati-hati dalam merumuskan putusannya tersebut akan menghasilkan putusan yang benar-benar berlandaskan pada keadilan dan memenuhi aspek kepastian hukum. Menurut Jhony Butar-Butar, hakim dalam hal ini melihat bahwa terdakwa masih memiliki rasa penyesalan atas apa yang ia perbuat. Selain itu, terdakwa juga belum pernah dihukum sebelumnya atas tindak pidana apapun. Hal ini menjadi alasan peringan yang dipertimbangkan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana terhadap Terdakwa Ratih Wulandari Paramita Alias Uli Binti Ade Kasim dalam Perkara Nomor 1218/PID.SUS/2016/ PN.TJK.

  Jhony Butar-Butar melanjutkan, putusan pengadilan tersebut sudah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

  13

  . Sebagaimana pada Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 menyebutkan : “Setiap orang yang melakukan pengrekrutan, pengangkutan, penam- 13 Hasil wawancara dengan Jhony Butar-Butar, pungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, walaupun memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan mengekspolitasi orang tersebut di wilayah Negara Republik Indonesia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).” Menurut penulis, keadilan substantif tidak bisa di ukur dari orang perorangan karena melihat dari segi keadilan menurut terdakwa belum tentu adil menurut korban dan keluarga korban perdagangan orang karena sifatnya subyektif. Hakim dalam memutus pekara juga harus melihat sisi keadilan menurut korban tidak hanya melihat dari sisi keadilan menurut terdakwa. Adil menurut terdakwa belum tentu adil menurut korban. Perdagangan orang adalah kejahatan kemanusiaan yang dapat memberikan efek negatif secara jangka panjang. Trauma yang di alami oleh korban akan sulit di sembuhkan, sehingga hal tersebut seharusnya menjadi pertimbangan hakim untuk memberikan hukuman maksimal terhadap terdakwa perdagangan orang. Namun kembali lagi kepada kebebasan hakim dalam memutus suatu perkara, terdapat tiga esensi yang terkandung dalam kebebasan kehakiman dalam melaksanakan kekuasaan kehakiman, yaitu:

  1. Hakim hanya tunduk pada hukum dan keadilan;

  2. Tidak seorangpun termasuk pemerintah dapat mempengaruhi atau mengarahkan putusan yang akan dijatuhkan oleh hakim; 3. Tidak ada konsekuensi terhadap pribadi hakim dalam menjalankan tugas dan fungsi yuridisnya.

  Melihat dari ketiga hal tersebut, penulis menganalisis bahwa hakim memiliki kebebasan untuk memutus perkara yang sedang ditangani. Tidak seorangpun dapat mempengaruhi putusan yang di berikan oleh hakim, baik itu pemerintah, badan hukum maupun perorangan. Putusan hakim bersifat mengikat bagi pihak-pihak yang berperkara terutama terdakwa yang harus menjalani hukuman pidana penjara maupun denda yang telah diputuskan oleh hakim. Selain itu, apabila hakim melakukan kesalahan terhadap putusan yang diberikan, maka tidak ada konsekuensi terhadap pribadi hakim dalam menjalankan tugasnya karena apa yang telah diputus oleh hakim, melihat adanya dakwaan dari Jaksa Pununtut Umum sehingga hakim hanya menjalankan fungsinya untuk memutus perkara tersebut. Menurut Heni Siswanto, penjatuhan sanksi pidana terhadap terdakwa yang melakukan tindak pidana perdagangan orang tidak harus serta-merta dijatuhi pidana yang ringan atau pidana minimum. Tindak pidana perdagangan orang adalah tindak pidana yang disengaja dan dapat merugikan banyak orang terutama orang-orang yang memiliki tingkat ekonomi rendah, sudah seharusnya Majelis Hakim lebih meningkatkan hukuman sanksi pidana walaupun terdakwa tersebut telah menyesali apa yang ia perbuat.

  Setiap pelaku yang terbukti melakukan tindak pidana perdagangan orang harus mempertanggungjawabkan perbuatan- nya didepan hukum dan mendapatkan pidana maksimal sesuai dengan ketentuan undang-undang. Seorang yang melanggar hukum harus mempertanggungjawabkan perbuatan- nya sesuai dengan aturan hukum. Pemidanaan kepada pelaku bertujuan untuk mencapai perbaikan kepada pelaku sebagai tujuan pemidanaan adalah jika suatu tindak pidana diancam dengan pidana pokok secara relatif, maka penjatuhan pidana pokok yang lebih ringan harus lebih diutamakan, apabila hal itu dipandang telah sesuai dan dapat menunjang tercapainya tujuan pemidanaan.

  Penjatuhan saksi pidana merupakan hal yang paling penting dipertimbangkan hakim, karena menyangkut kepentingan-kepentingan yang berbeda dengan sanksi perdata atau administrasi, yang hanya berkenaan dengan sifat-sifat kebendaan. Pembebanan pidana harus diusahakan agar sesuai dan seimbang dengan nila-nilai kesadaran hukum, nilai-nilai mana yang bergerak menurut perkembangan, waktu dan keadaan yang mewajibkan pengenaan suatu nestapa yang istimewa sifatnya, sebagai suatu reaksi terhadap aksi dalam penjatuhan pidana.

  14 Berdasarkan uraian di atas, Putusan

  Nomor : 1218/PID.SUS/2016/PN.TJK sudah memenuhi keadilan substantif, dimana putusan yang dijatuhkan kepada terdakwa sudah sesuai dengan Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Namun, penulis setuju dengan pendapat Heni Siswanto 14 Ahmad Rifai. Penemuan Hukum oleh Hakim yakni bahwasannya sanksi pidana pada Putusan Nomor : 1218/PID.SUS/2016/ PN.TJK kurang memenuhi rasa keadilan. Sanksi pidana diberikan sesuai dengan berat dan ringannya kesalahan yang dilakuakn, oleh karena tindak pidana perdagangan orang merupakan kejahatan luar biasa, sudah seharusnya pemidanaan nya juga harus secara luar biasa, sehingga tidak bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat yang mengharapkan pemberantasan tindak pidana perdagangan orang.

  Majelis Hakim seharusnya dapat menjatuhkan sanksi pidana yang maksimal, karena tindak pidana perdaganngan orang merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary

  crime ) yang sudah seharusnya

  penanganan perkara dilakukan secara luar biasa juga. Penjatuhan pidana maksimal terhadap pelaku tindak pidana perdagangan orang dapat memberikan efek jera terhadap pelaku tindak pidana perdagangan orang lainnya untuk berhenti melakukan perdagangan orang, karena perdagangan orang merupakan kejahatan kemanusiaan yang menimbulkan efek negatif yang di derita korban baik efek negatif yang menyerang jasmani maupun rohani korban.

III. PENUTUP A. Simpulan

  Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpilkan sebagai berikut: 1.

  Dasar pertimbangan hakim dalam penjatuhan pidana bagi pelaku tindak pidana perdagangan orang dalam Putusan Nomor: 1218/PID.SUS/2016/PN.TJK terdiri dari aspek yuridis yaitu dakwaan jaksa penuntut umum, tuntutan terdakwa, barang-barang bukti yang ditemukan di persidangan, sedangkan aspek nonyuridis terdiri dari hal-hal yang memberatkan dan meringankan. Hakim cenderung menggunakan teori ratio decidendi, yaitu teori ini didasarkan pada landasan filsafat yang mendasar, yang mempertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan pokok perkara yang disengketakan, kemudian mencari peraturan perundang-undangan yang relevan dengan pokok perkara yang disengketakan sebagai dasar hukum dalam penjatuhan putusan, serta pertimbangan hakim harus didasarkan pada motivasi yang jelas untuk menegakkan hukum dan memberikan keadilan bagi para pihak yang berperkara. Selain menggunakan teori ratio decidendi, tampaknya Majelis Hakim juga menggunakan teori kebijakan, karena teori ini menekankan bahwa pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua ikut bertanggung jawab untuk membimbing, membina, mendidik dan melindungi terdakwa yang terbilang masih muda agar kelak dapat menjadi manusia yang lebih baik dan berguna bagi keluarga dan masyarakat.

  2. Putusan hakim terhadap pelaku tindak pidana perdagangan orang dalam Putusan Nomor: 1218/PID.SUS/2016/PN.TJK sudah memenuhi rasa keadilan substantif, karena berdasarkan ilmu pengetahuan, putusan hakim telah memenuhi syarat yakni dua pertiga dari tuntutan jaksa yaitu 3 (tiga) tahun 8 (delapan) bulan dari 5 (lima) tahun 6 (enam) bulan. Meskipun keadilan substantif tidak bisa diukur dari orang perorangan karena terdakwa belum tentu adil menurut korban.

DAFTAR PUSTAKA

B. Saran

  Pertanggung Jawaban Dalah Hukum Pidana . Jakarta: Bina

  Penelitian Hukum , Jakarta, Rineka Cipta.

  Grafika. Soekanto, Soerjono. 2003. Pengantar

  oleh Hakim dalam Perspektif Hukum Progresif , Jakarta: Sinar

  Ikahi. Rifai, Ahmad. 2010. Penemuan Hukum

  Putusan Hakim pada Kekerasan Dalam Rumah Tangga , Jakarta,

  Aksara. Mulyadi, Lirik. 2007. Penerapan

  Saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

  1. Majelis hakim yang menangani tindak pidana perdagangan orang di masa yang akan datang diharapkan untuk lebih konsisten mengemban amanat pemberantasan tindak pidana perdagangan orang, dengan cara lebih cermat dan tepat dalam menjatuhkan putusan terhadap pihak-pihak yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam terjadinya atau mempermudah terlaksananya tindak pidana tersebut sesuai dengan berat dan ringannya kesalahan yang dilakukan oleh pelaku.

  Pidana Khusus Diluar KUHP ,

  Aditya Bakti, Bandung, 2011, hlm. Vii. Dalam Buku Dr. Maroni, S.H., M.H., Tindak

  Perdagangan Orang; Dimensi, Instrumen Internasional dan Pengaturannya di indonesia , Citra

  Mahrus, Ali dan bayu Aji Pramono,

  Perdagangan Orang Di Indonesia , Jakarta: Sinar Grafika.

  Farhana, 2010. Aspek Hukum

  2. Hakim diharapkan untuk lebih meningkatkan saksi pidana yang akan dijatuhkan, mengingat tindak pidana perdagangan orang adalah tindak pidana luar biasa yang memerlukan penanganan yang luar biasa pula, walaupun pelaku telah menunjukan rasa penyesalannya atas apa yang ia perbuat. Selain itu, hakim dalam memutus suatu perkara juga diharapkan untuk tidak terlalu berpatokan pada tuntutan jaksa yang ada agar dapat memberikan saksi maksimal terhadap pelaku tindak pidana perdagangan orang.

  Justice Publisher, Bandar Lampung, 2015, hlm 185. Moeljatno, 2003. Perbuatan Pidana dan