PERAN KEPOLISIAN DALAM UPAYA PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PENIPUAN SECARA ONLINE OLEH WARGA NEGARA ASING

  PERAN KEPOLISIAN DALAM UPAYA PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PENIPUAN SECARA ONLINE OLEH WARGA NEGARA ASING (Jurnal) Oleh : Tiara Indah Sari 1412011456

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2018

  

ABSTRAK

PERAN KEPOLISIAN DALAM UPAYA PENEGAKAN HUKUM

TERHADAP PENIPUAN SECARA ONLINE OLEH

WARGA NEGARA ASING

Oleh

Tiara Indah Sari, Maroni, Diah Gustiniati M

  

E-mail : tiarapratama59@gmail.com

  Penipuan melalui via telepon atau penipuan berbasis online merupakan kejahatan yang marak terjadi saat ini. Pengguna telepon yang semakin meningkat ternyata membuka kesempatan yang lebih besar bagi para penipu online untuk mendapatkan uang atau keuntungan dari telepon, internet atau online baik Warga Negara Indonesia maupun Warga Negara Asing. Permasalahan: Bagaimanakah Peran Kepolisian dalam Upaya Penegakan Hukum terhadap Penipuan secara

  

Online oleh Warga Negara Asing dan faktor apakah yang menghambat Peran

  Kepolisian dalam Upaya Penegakan Hukum terhadap Penipuan secara Online oleh Warga Negara Asing. Pendekatan masalah menggunakan yuridis normatif dan yuridis empiris. Data primer dan sekunder kemudian dianalisis secara kualitatif. Narasumber: Kasubdit II Ditreskrimsus Polda Lampung dan Akademisi Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Peranan yang ideal oleh pihak kepolisian yaitu berkoordinasi dengan kepolisian negara bersangkutan, melakukan kerjasama dengan ahli teknologi untuk menyelidiki lebih lanjut dan peranan yang sebenarnya adalah peranan yang di kehendaki dan diharapkan oleh hukum di tetapkan oleh UU. Faktor penghambat yang paling dominan adalah faktor hukumnya sendiri yang dalam hal ini UU ITE yang ada saat ini belum memuat pasal khusus tentang penipuan, penegakan hukum kurangnya anggota atau tim penyidik yang benar-benar berkompeten dalam menangani kasus tersebut, sarana dan fasilitas yang belum sepenuhnya memadai seperti anggaran yang terkadang tidak mencukupi.. Saran: pihak kepolisian untuk dapat mengambil peran yang lebih besar dalam upaya penegakan hukum terhadap penipuan online oleh Warga Negara Asing. Dan perlu adanya sarana dan fasilitas yang memadai guna memaksimalkan kinerja kepolisian dalam upaya penegakan hukum. Disertai dengan peningkatan kualitas dari kepolisian dengan cara diberikannya pemahaman yang mendalam tentang perkembangan teknologi dan informasi.

  Kata Kunci: Peran Kepolisian, Penipuan Online, Warga Negara Asing

  

ABSTRACT

THE ROLE OF THE POLICE IN LAW ENFORCEMENT EFFORTS

AGAINST ONLINE FRAUD BY FOREIGNERS

Phone-based fraud or online-based fraud is a crime that often happens nowadays.

  

The increasement of the phone users are turning into great opportunities for the

online fraudsters to earn money or profits from phone, internet or online both

from Indonesian Citizens and Foreigners. The problem is: How is the Role of the

Police in Law Enforcement Efforts against Online-based fraud by Foreigners and

what factors are inhibiting the Role of Police in the Fraud Enforcement Efforts

against Online- based fraud by Foreigners. The problem approach using

normative and empiric juridical. The primary and secondary data are analyzed

qualitatively. Speaker: Head of Sub Directorate of Police of Lampung and

Criminal Law Academician Faculty of Law University of Lampung. The ideal role

of the police is to coordinate inside the police itself, to cooperate with technology

experts to investigate further and the actual role is the role that is desired and

expected by the law establishment. The most dominant inhibiting factor is the law

itself which in this case the existing ITE law has not yet contained a special clause

on fraud, the lack of members or a team of investigators who are really competent

in handling the case, and the facilities that have not been fully adequate such as

insufficient budget. Suggestion: the police had to take a bigger role in law

enforcement efforts against online-based fraud by Foreigners. And the need for

adequate facilities to maximizing the police performance in law enforcement

efforts. Accompanied by improvements in the quality of the police by providing a

thorough understanding of the development of technology and information.

  Keywords: The Role of The Police, Online-Based Fraud, Foreigners

I. PENDAHULUAN

  Kepolisian adalah salah satu penyelenggara tugas dan fungsi pemerintahan, dalam melaksanakan tugas dan fungsinya harus berdasarkan pengesahan yang sah menurut hukum yang berlaku. Fungsi utama dari Polisi itu adalah menegakan hukum dan melayani dan mengayomi masyarakat, tugas Polisi adalah melakukan pencegahan terhadap kejahatan dan memberikan perlindungan kepada masyarakat.

  Perkembangan teknologi informasi yang makin pesat seiring berjalannya waktu membuat teknologi dan informasi menjadi hal yang penting dalam masyarakat. Dalam hal ini juga menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat untuk meningkatkan produktivitas keseharian mereka dengan akses yang cepat dalam memperoleh informasi, yang membuat kemajuan teknologi informasi dan komunikasi menjadi pengubah pola hidup masyarakat dan memicu terjadinya perubahan sosial, budaya, ekonomi, pertahanan, keamanan, dan penegakan hukum.

  Teknologi informasi dan komunikasi telah dimanfaatkan dalam kehidupan sosial masyarakat, dan telah memasuki berbagai faktor kehidupan baik sektor pemerintahan, bisnis, perbankan, pendidikan, kesehatan, dan kehidupan pribadi. Manfaat teknologi informasi dan komunikasi selain memberikan dampak positif juga disadari memberi peluang untuk dijadikan sarana melakukan kejahatan baru yaitu kejahatan dunia maya (cyber crime). Cyber crime dapat diartikan sebagai kegiatan ilegal dengan perantara komputer yang dapat dilakukan melalui jaringan elektronik global.

  1 Terdapat pengaturan dalam Kitab

  Undang-Undang Hukum Pidana tepatnya pada Pasal 378 ditetapkan kejahatan penipuan (oplichting) dalam bentuk umum, sedangkan yang tercantum dalam Bab XXV Buku II KUHP memuat berbagai bentuk penipuan terhadap harta benda yang dirumuskan dalam 20 pasal, yang masing-masing pasal mempunyai nama-nama khusus (penipuan dalam bentuk khusus), keseluruhan pasal pada Bab XXV ini dikenal dengan nama begrog atau perbuatan curang. Pengaturan khusus mengenai penipuan dalam transaksi elektronik terdapat dalam Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 jo. Undang-Undang No.

  19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

  Pasal 28 Ayat (1) UU ITE mengatur sebagai berikut : “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan dan mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik”

  R. Sugandhi mengemukakan pengertian penipuan sebagai berikut : “Penipuan adalah tindakan seseorang dengan tipuan muslihat, rangkaian kebohongan, nama palsu dan keadaan palsu dengan maksud menguntungkan diri sendiri dengan tiada hak rangkaian 1 http://id.wikipedia.org/wiki/cyber_crime.

  (Diakses pada 18 Desember 2017. Pkl. kebohongan ialah susunan kalimat-kalimat bohong yang tersusun demikian rupa yang merupakan cerita sesuatu yang seakan- akan benar.”

  kasus penipuan online via telepon yang dilakukan oleh Warga Negara Asing. Satgas Mabes Polri berhasil menggerebek sebuah rumah di Pondok Indah, Jakarta Selatan, yang dijadikan kantor kejahatan siber tingkat internasional. Sejumlah pelaku yang berasal dari China ini diduga melakukan penipuan dan pemerasan kepada sejumlah korban di negara asalnya. Para pelaku ditangkap pada Sabtu 29 Juli 2017 pukul 14.00 WIB di jalan Sekolah Duta Raya RW 15 RT 02 Nomor 5, Kelurahan Pondok Pinang, Kecamatan Kebayoran Lama. Berdasarkan informasi yang dihimpun detik.com, para pelaku melakukan operasi penipuan dengan menelpon korban yang berada di China. Pihak kepolisian China, yang menerima sejumlah aduan penipuan dan pemerasan, akhirnya melacak serta menemukan lokasi di Indonesia, seperti di Bali, Surabaya, dan Jakarta.

  via telepon yang dilakukan oleh Warga Negara Asing di atas tersebut maka penulis tertarik untuk meneliti tentang peran kepolisian dalam upaya penegakan hukum kasus tersebut. Berdasarkan uraian di atas, penulis mencoba untuk menulis 2 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung : PT citra aditya bhakti, 1998) hlm. 52.

  skripsi dengan judul “Peran

  Kepolisian Dalam Upaya Penegakan Hukum Terhadap Penipuan Secara Online Oleh Warga Negara Asing ”.

2 Sebagai salah satu contoh adalah

  Permasalahan dalam penulisaan skripsi ini, terdiri dari :

  1. Bagaimanakah peran kepolisian dalam upaya penegakan hukum terhadap penipuan secara online oleh Warga Negara Asing ?

  2. Apa faktor yang menghambat dalam upaya penegakan hukum terhadap penipuan secara online oleh Warga Negara Asing ?

  Pendekatan masalah yang digunakan pada skripsi ini adalah yuridis normatif dan yuridis empiris. Narasumber pada penelitian ini terdiri dari Kasubdit II Ditreskrimsus Kepolisian Daerah Lampung dan Akademisi Hukum Pidana pada Fakultas Hukum Universitas Lampung. Analisis data dilakukan secara kualitatif dan disimpulkan secara induktif.

  II. PEMBAHASAN A. Peran Kepolisian Dalam Upaya Penegakan Hukum Terhadap Penipuan Secara Online Oleh Warga Negara Asing

3 Dari kasus berkedok penipuan online

  Secara umum, peran adalah suatu keadaan di mana seseorang melakukan hak dan kewajibannya dalam suatu sistem atau organisasi. Kewajiban yang dimaksud dapat berupa tugas dan wewenang yang diberikan kepada seseorang yang memangku jabatan dalam organisasi. Peran terbagi menjadi : 1.

  Peran normatif adalah peran yang dilakukan oeh seseorang atau lembaga yang didasarkan pada

  • Diakses pada 13
seperangkat norma yang berlaku dalam kehidupan masyarakat, pengaturan peran dalam pelaksanaan fungsi , tugas dan wewenang diatur dalam Pasal 2,

  Pasal 13, dan Pasal 15 UU No. 2 Tahun 2002.

  2. Peran ideal adalah peran yang dilakukan oleh seseorang atau lembaga yang didasarkan pada nilai-nilai ideal atau yang seharusnya dilakukan yang sesuai dengan kedudukannya didalam suatu sistem.

  3. Peran faktual adalah peran yang dilakukan oleh seseorang atau lembaga yang didasarkan pada kenyataan secara konkrit di lapangan atau kehidupan sosial yang terjadi secara nyata, bentuk peran faktual, kepolisian adalah segala tindakan kepolisian yang berhubungan dengan penyelidikan, penyidikan, penangkapan, penggeledahan dan penahanan seseorang yang diduga terlibat atau tertangkap tangan melakukan kejahatan. Pengaturan mengenai aturan hukum yang berkaitan dengan peran faktual kepolisian diatur dalam Pasal 5, Pasal 7, Pasal 16, Pasal 20 KUHP.

  tugas, fungsi dan wewenang, Menurut Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, fungsi Kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemerintahan keamanan dan ketertiban, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. 4 Peranan di atas disebut sebagai peran normatif, karena dilakukan berdasarkan peraturan perundang- undangan sesuai dengan tugas pokok, fungsi, dan wewenang yang dimiliki. Penerapan peranan normatif dilakukan untuk melindungi, menegakkan hukum dan memelihara ketertiban masyarakat. Penerapan ini dilakukan dengan upaya-upaya yang diharapkan dapat mencegah serta menanggulangi tindak pidana penipuan online.

  Menurut Ketut Suryana, peran yang diharapkan oleh kepolisian adalah mengadakan patroli disetiap sudut titik yang rawan, dapat menggunakan media sosial guna untuk menyelidiki kasus-kasus baik terkait kasus penipuan online maupun yang lainnya. Peran ideal yang saat ini telah dilakukan oleh kepolisian adalah telah bekerjasama dengan ahli tekonolgi dalam menyelidiki guna penegakan hukum dalam kasus penipuan online. Berkaitan dengan penegakan hukum, peranan yang ideal dan peranan yang sebenarnya adalah memang peranan yang dikehendaki dan diharapkan oleh hukum ditetapkan oleh undang- undang. Sedangkan Peran yang dianggap diri sendiri dan peran yang sebenarnya telah dilakukan adalah peran yang mempertimbangakan antara kehendak hukum yang tertulis dengan kenyataan-kenyataan, dalam hal ini kehendak hukum harus menentukan dengan kenyataan yang ada. Peranan-peranan yang mulai berfungsi apabila berhubungan dengan pihak lain atau peranan tersebut akan mulai dilaksanakan apabila sudah ada pihak-pihak

4 Kepolisian merupakan pelaksanaan

  tertentu yang melakukan aktivitas atau kegiatan. Ketut Suryana menambahkan, peranan peran yang dianggap diri sendiri dan peran yang sebenarnya yang telah dilakukan oleh pihak kepolisian yaitu dengan adanya inisiatif dari kepolisian untuk mengadakan pelatihan penguasaan media sosial, dikarenakan masih banyak tim kepolisian yang masih belum menguasai bidang tersebut guna mempermudah dalam hal penegakan hukum. Kepolisian telah mengupayakan penangkapan terhadap pelaku tindak pidana penipuan online dan menyita barang- barang bukti maupun menyelidikan kasus lebih dalam. Menurut Ketut Suryana, mengenai kasus tersebut para tersangka yang merupakan Warga Negara Asing telah ditangkap oleh pihak kepolisian. Pihak kepolisian telah berusaha dalam mengungkap kasus tersebut dengan cara berkoordinasi dengan pihak kepolisian negara yang bersangkutan. Namun dalam kasus tersebut seluruh Warga Negara Asing pada akhirnya dideportasi ke negara asalnya dan mereka akan diproses berdasarkan hukum setempat. Deportasi adalah tindakan paksa mengeluarkan Orang Asing dari Wilayah Indonesia.

  dilakukan oleh pihak kepolisian guna menjaga hubungan baik antar negara yang bersangkutan. Dan diketahui, peran dalam kejahatan siber tersebut beragam. Ada yang berperan sebagai supir, pemasang jaringan internet, hingga penerjemah. Ketut Suryana 5 Peraturan Pemerintan No. 31 Tahun 2013 juga mengatakan bahwa negara

  Indonesia pada saat ini masih menjadi sasaran empuk bagi para sindikat kejahatan siber lintas negara. Luasnya wilayah Indonesia menjadi salah satu alasan memudahkan para pelaku kejahatan siber ini untuk melancarkan aksinya.

  6 Pihak Kepolisian melakukan

  deportasi terhadap pelaku tindak pidana penipuan online oleh Warga Negara Asing ini tidak dapat bekerja sendiri. Kepolisian harus bekoordinasi dengan Kementrian Luar Negeri yang memiliki wewenang untuk melalukan tindakan administratif keimigrasian terhadap orang asing. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 75 Undang-Undang No.

  6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian :

  (1) Pejabat Imigrasi berwenang melakukan Tindakan Administratif Keimigrasian terhadap Orang Asing yang berada di Wilayah Indonesia yang melakukan kegiatan berbahaya dan patut diduga membahayakan keamanan dan ketertiban umum atau tidak menghormati atau tidak menaati peraturan perundang-undangan. (2) .... Tindakan Administratif

5 Hal tersebut

  Keimigrasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa: a. pencantuman dalam daftar Pencegahan atau Penangkalan; 6 Hasil wawancara dengan Ketut Suryana,

  Kasubdit II Dirreskrimsus Polda Lampung, b. pembatasan, perubahan, atau pembatalan Izin

  Tinggal; c.

  c. larangan untuk berada di satu atau beberapa tempat tertentu di Wilayah Indonesia; d. keharusan untuk bertempat tinggal di suatu tempat tertentu di Wilayah Indonesia; e. pengenaan biaya beban; dan/atau f.

  Deportasi dari Wilayah Indonesia. (3) Tindakan Administratif

  Keimigrasian berupa Deportasi dapat juga dilakukan terhadap Orang Asing yang berada di Wilayah Indonesia karena berusaha menghindarkan diri dari ancaman dan pelaksanaan hukuman di negara asalnya. ”

  Gunawan Jatmiko menambahkan, adanya tindakan deportasi yang dilakukan terhadap pelaku tindak pidana penipuan online oleh Warga Negara Asing tersebut bertujuan untuk menjaga hubungan baik antar negara Indonesia dengan negara yang bersangkutan. Akan tetapi hukum negara Indonesia atau pengadilan di Indonesia sebenarnya memiliki kewenangan untuk menghakimi pelaku yang merupakan Warga Negara Asing tersebut. Adapun jika pelaku dideportasi maka itu merupakan suatu kebijakan bukan masalah penegakan hukum. Dengan arti dalam menjaga hubungan baik yaitu hubungan diplomatik maka dari itu dilakukan deportasi. Namun secara hukum negara Indonesia berwenang untuk mengadili sesuai dengan locus delicti yaitu dimana tempat tindak pidana itu dilakukan dan sesuai dengan asas nasional pasif.

  7 Asas nasional pasif adalah asas yang

  menyatakan berlakunya undang- undang hukum pidana Indonesia di luar wilayah negara bagi setiap orang, warga negara atau orang asing yang melangar kepentingan hukum Indonesia, atau melakukan perbuatan pidana yang membahayakan kepentingan nasional Indonesia di luar negeri. Asas nasional pasif diatur dalam Pasal 4 KUHP :

  “Ketentuan pidana dalam perundang - undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan di luar Indonesia

  .” Dasar hukum dari asas nasional pasif adalah, tiap-tiap negara yang berdaulat pada umumnya berhak untuk melindungi kepentingan hukumnya. Dengan demikian, undang-undang hukum pidana Indonesia dapat diperlukan terhadap siapapun, baik warga negara maupun bukan warga negara yang melakukan pelanggaran terhadap kepentingan hukum negara Indonesia dimanapun dan terutama di luar negeri. (Pasal 104 - Pasal 108 KUHP). Ketut Suryana menjelaskan bahwa untuk penegakan hukum terhadap pelaku penipuan bisnis online ini dapat dikenakan Pasal 378 KUHP atau Pasal 28 ayat (1) dan Pasal 45 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

  8 7 Hasil wawancara dengan Gunawan Jatmiko, Selaku Akademisi Hukum Pidana Universitas Lampung, Rabu 16 Mei 2018. 8 Walaupun antara Pasal 378 KUHP dengan Pasal 28 ayat (1) Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transasksi Elektronik tidak memiliki kaitan dan UU ITE tidak mengatur secara khusus mengenai tindak pidana penipuan, namun terkait dengan timbulnya kerugian dalam transaksi elektronik terdapat dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE. Kata “berita bohong” dan “menyesatkan” dan dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE menurut pendapat kami dapat disetarakan dengan kata “tipu muslihat atau rangkaian kebohongan” sebagaimana unsur dalam Pasal 378 KUHP. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Pasal 28 ayat (1) UU

  ITE merupakan perluasan dari delik tentang penipuan secara konvensional. Dan di dalam

  Pasal 378 KUHP untuk sanksi pidananya yang terlalu ringan, maka aparat kepolisian juga menggunakan

  Pasal 45 ayat (2) UU ITE sebagai pasal untuk memberikan sanksi yang berat supaya pelaku akan jera dengan hukuman tersebut.

  Menurut Ketut Suryana, selain itu Kepolisian melakukan upaya-upaya dalam penegakan hukum terhadap penipuan online oleh Warga Negara Asing yaitu : 1.

  Upaya Penal Upaya penal merupakan salah satu upaya penegakan hukum atau segala tindakan yang dilakukan oleh aparatur penegak hukum yang lebih menitikberatkan pada pemberantasan setelah terjadinya kejahatan yang dilakukan dengan hukum pidana yaitu sanksi pidana yang merupakan ancaman bagi pelakunya.

  2. Upaya Non Penal Ketut Suryana, mengemukakan bahwa selain upaya penal ada juga upaya non penal yang dilakukan oleh aparat penegak hukum merupakan upaya dalam penegakan hukum terhadap tindak pidana penipuan online yang bersifat preventif dan pre- emtif.

  9 B.

   Faktor yang Menghambat dalam Upaya Penegakan Hukum terhadap Penipuan secara Online oleh Warga Negara Asing

  Teori yang digunakan dalam menjawab permasalahan yang ada dalam penulisan skripsi ini adalah teori Soerjono Soekanto yang mengemukakan bahwa dalam penegakan hukum terdapat beberapa faktor-faktor penghambat dalam penanggulangan tindak pidana pemerasan dan/ atau pengancaman melalui media elektronik. Faktor- faktor tersebut adalah faktor hukumnya sendiri, faktor penegak hukum, faktor sarana dan fasilitas yang mendukung, faktor masyarakat, dan faktor kebudayaan.

  10 Berdasarkan hasil wawancara yang

  telah penulis lakukan, diperoleh jawaban atas permasalahan mengenai faktor penghambat dalam upaya penegakan hukum terhadap tindak pidana penipuan online oleh Warga Negara Asing adalah sebagai berikut:

  9 Hasil wawancara dengan Ketut Suryana, Kasubdit II Dirreskrimsus Polda Lampung, Rabu 02 Mei 2018. 10 Soerjono Soekanto, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegak Hukum , (Jakarta :

1. Faktor Hukumnya Sendiri

  Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan upaya penegakan hukum terhadap tindak pidana penipuan online oleh Warga Negara Asing yang dilakukan oleh kepolisian sulit dilakukan karena pada dasarnya dalam Pasal 28 ayat (1) Undang- Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tidak secara jelas mengandung unsur penipuan atau belum memuat pasal khusus/eksplisit tentang delik “penipuan”.

  Pengaturan mengenai penipuan sendiri diatur dalam Pasal 378 KUHP :

  "Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat ataupun dengan rangkaian kebohongan menggerakkan orang lain untuk menyerahkan sesuatu benda kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 tahun." Sedangkan dalam Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan:

  “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.” Ancaman pidana dari pasal tersebut adalah penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar (Pasal 45 ayat [2] UU ITE).

  Menurut Gunawan Jatmiko, adanya hubungan diplomaik antara Indonesia dengan negara lain sehingga membuat aturan yang ada lebih dikesampingkan demi menjaga hubungan baik antar negara. Beberapa negara maju mengkategorikan secara terpisah delik penipuan yang dilakukan secara

  online (computer related fraud) dalam ketentuan khusus cyber crime.

  Sedangkan di Indonesia, UU ITE yang ada saat ini belum memuat pasal khusus/eksplisit tentang delik “penipuan”. Pasal 28 ayat (1) UU

  ITE saat ini bersifat general/umum dengan titik berat perbuatan “penyebaran berita bohong dan menyesatkan” serta pada “kerugian” yang diakibatkan perbuatan tersebut. Tujuan rumusan Pasal 28 ayat (1) UU ITE tersebut adalah untuk memberikan perlindungan terhadap hak-hak dan kepentingan. Perbedaan prinsipnya dengan delik penipuan pada KUHP adalah unsur “menguntungkan diri sendiri” dalam

  Pasal 378 KUHP tidak tercantum lagi dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE, dengan konsekuensi hukum bahwa diuntungkan atau tidaknya pelaku penipuan, tidak menghapus unsur pidana atas perbuatan tersebut dengan ketentuan perbuatan tersebut terbukti menimbulkan kerugian bagi orang lain.

  11 Menurut Ketut Suryana, akan tetapi

  seiring perkembangan zaman yang tentunya mengalami peningkatan kualitas modus operandi kejahatan yang melibatkan media online sebagai sarana atau alat, maka diperlukan suatu aturan khusus tentang penipuan online. Indonesia 11 Hasil wawancara dengan Gunawan

  Jatmiko, Selaku Akademisi Hukum Pidana sesungguhnya telah memiliki sejumlah peraturan perundang- undangan untuk sementara waktu menghadapi para pelaku penyalahgunaan media online , misalnya UndangUndang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

12 Menurut penulis sebenarnya dalam

  upaya penegakan hukum terhadap tindak pidana penipuan online oleh Warga Negara Asing secara garis besar dapat dikatagorikan sebagai jaringan telekomunikasi karena pada dasarnya komputer dan media elektronik lainnya sebagai sarana atau alat dalam mengakses identitas berupa blog dan yang lainnya tersebut harus terhubung dengan jaringan komunikasi baik telepon maupun satelit untuk dapat melaksanakan kegiatannya. Dengan demikian maka kejahatan dengan menggunakan sarana internet maupun telepon ini jika memang dilakukan pada saat komputer atau telepon terhubung dengan internet maka dapat dijerat dengan menggunakan undang-undang telekomunikasi, hanya masalahnya belum ada aturan baku yang mengatur tentang masalah ini.

  Kuantitas dari penegak hukum seperti kepolisian yang menjadi bagian terdepan dari penegakan hukum sangat menentukan hasil dari 12 Hasil wawancara dengan Ketut Suryana,

  Kasubdit II Dirreskrimsus Polda Lampung, proses penegakan hukum itu sendiri.

  Jumlah anggota kepolisian yang kurang sehingga menimbulkan banyak hambatan seperti pada saat proses penegakan hukum apalagi kasus penipuan online ini menggunakan media elektronik yang sudah pasti perlu dan korbannya pun sangat banyak. Kualitas dari penegak hukum juga sangat menentukan dan sangat diperlukan karena pengetahuan aparat penegak hukum yang kurang mengenai penipuan

  online ini dapat menjadi faktor

  penghambat dalam penegakan hukum. Menurut Gunawan Jatmiko, kualitas dari penegak hukum seperti kepolisian yang menjadi garda terdepan dari penanggulangan tindak pidana sangat menentukan hasil proses penanggulangan tindak pidana itu sendiri. Kualitas dari kepolisian sangat menentukan dan sangat diperlukan karena pengetahuan aparat kepolisian yang kurang mengenai penipuan jual beli online ini dapat menjadi salah satu faktor penghambat penanggulangan tindak pidana.

  13 Menurut penulis, upaya penindakan

  yang dilakukan pihak kepolisian dalam penegakan hukum terhadap tindak pidana penipuan online oleh Warga Negara Asing akan mengalami banyak hambatan dimana akan kesulitan menemukan dimana pelaku berada karena biasanya pelaku menggunakan akun palsu dan identitas palsu dalam pembuatan nomor rekening. Maka tindakan kepolisian juga seharusnya menghimbau masyarakat agar lebih 13 Hasil wawancara dengan Gunawan

2. Faktor Penegak Hukum

  Jatmiko, Selaku Akademisi Hukum Pidana berhati-hati dalam melakukan transaksi online, walaupun memang memudahkan dalam bertansaksi namun seharusnya masyarakat harus lebih cermat untuk melakukan transaksi online. Pada dasarnya proses penegakan hukum sudah berjalan, tetapi belum berjalan secara utuh, hal ini dikarenakan para aparat penegak hukum hanya menunggu laporan dari pihak korban dan pihak lain yang mengetahui, serta kurangnya pemahaman pada sikorban tentang pentingnya mendapat perlindungan hukum dan penyelesaian hukum itu sendiri.

  Mendukung Menurut Ketut Suryana, keterbatasan sarana dan fasilitas merupakan faktor penghambat yang masih ada pada saat ini. Sarana dan fasilitas tersebut mencakup, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup dan sebagainya. Jika hal tersebut tidak terpenuhi, terasa sulit dalam melakukan upaya penegakan hukum terhadap penipuan online secara sempurna. Sehingga upaya tersebut dapat berlangsung dengan baik apabila didukung dengan sarana dan fasilitas yang cukup seperti yang telah disebutkan.

  Gunawan Jatmiko menambahkan sarana ekonomis ataupun biaya dari pada penegakkan hukum terhadap kejahatan diperhitungkan, dengan berpegang pada cara yang lebih efektif dan efisien, sehingga biaya dapat ditekan di dalam program- program pemberantasan jangka panjang. Peningkatan teknologi deteksi kriminalitas, umpamanya, mempunyai peranan yang sangat penting bagi kepastian dan kecepatan penanganan perkara-perkara pidana.

  Cara demikian dianggap lebih tepat.

  14 Berdasarkan hasil wawancara yang

  dilakukan dengan Ketut Suryana ada beberapa hambatan yang mempengaruhi kinerja aparat penegak hukum dalam melakukan tugasnya dalam menghadapi tindak pidana penipuan online. Adapun hambatan tersebut sebagai berikut: 1)

  Terbatasnya jumlah tenaga ahli dalam bidang teknologi informatika karena dalam kasus ini benar-benar memerlukan tenaga profesional yang ahli di bidangnya sehingga mampu menyipulkan hasil analisa sesuai dengan bentuk pelanggaran yang telah dilakukan oleh pelaku. 2)

3. Faktor Sarana dan Fasilitas yang

  Membutuhkan biaya operasional yang cukup besar. 3)

  Kurangnya sarana dan peralatan investigasi yang mengakibatkan pemeriksaan dan penanganan kasus seperti ini dilakukan tidak secara khusus dan total.

  15 Menurut penulis, sarana dan

  prasarana dalam proses upaya penegakan hukum terhadap tindak pidana penipuan online seharusnya sangat diutamakan karena tindak pidana tersebut berbeda dengan tindak pidana umum lainnya tindak pidana penipuan online dalam melacak pelaku yang berada di dunia maya yang tidak terdapat saksi, untuk melacak keberadaan pelaku dibutuhkan adanya peralatan yang menunjang proses penyidikan agar berjalan lancar. 14 Hasil wawancara dengan Gunawan

  Jatmiko, Selaku Akademisi Hukum Pidana Universitas Lampung, Rabu 16 Mei 2018. 15 Hasil wawancara dengan Ketut Suryana, Kasubdit II Dirreskrimsus Polda Lampung,

  4. Faktor Masyarakat Penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai kedamaian masyarakat, karena dapat mempengaruhi penegakan hukum itu sendiri. Persoalan penegakan hukum terhadap tindak pidana penipuan

  online ini merupakan suatu persoalan

  yang sangat rumit. Masyarakat atau konsumen tidak menyadari bahwa dirinya menjadi korban dari kejahatan.

  Gunawan Jatmiko juga menambahkan bahwa tuntutan ekonomi yang mendesak dan berkurangnya peluang serta penghasilan di bidang lain yang memberikan suatu hasil yang cukup, adanya kesempatan untuk melakukan penipuan online yang mempunyai nilai yang besar dan singkat, meembuat pelaku tanpa berfikir panjang akhirnya melakukan tindak pidana penipuan online.

  Dikatakan bahwa pemahaman masyarakat akan tindak pidana penipuan online oleh Warga Negara Asing harus mengalami perubahan- perubahan di dalam kadar-kadar tertentu. Perubahan-perubahan tersebut dapat dilakukan melalui penerangan dan penyuluhan hukum yang berkesinambungan dan yang senantiasa dievaluasi hasil-hasilnya, untuk kemudian dikembangkan lagi. Kegiatan-kegiatan tersebut nantinya akan dapat menempatkan hukum pada kedudukan dan peranan yang semestinya.

  5. Faktor Kebudayaan Kebudayaan hukum pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang berlaku, nilai-nilai yang merupakan konsepsi-konsepsi abstrak mengenai apa yang dianggap baik (sehingga dianuti) dan apa yang dianggap buruk (sehingga dihindari). Nilai-nilai tersebut, lazimnya merupakan pasangan nilai-nilai yang mencerminkan dua keadaan ekstrim yang harus diserasikan.

  Menurut Gunawan Jatmiko, kebudayaan merupakan salah satu faktor yang paling lama hidup dan berkembang ditengah masyarakat. Budaya mayarakat yang memiliki rasa keingintahuan yang berlebihan membuat para pelaku tindak pidana penipun online memanfaatkan situasi seperti ini. Filterisasi budaya itu harusnya masyarakat menerapkan dengan baik, sehingga dalam penggunaan media elektronik baik itu hand phone ataupun komputer dapat dilakukan dengan bijak sesuai kultur budaya masyarakat Lampung itu sendiri. Maka dari itu seharusnya kita sebagai masyarakat haruslah jeli dan memproteksi dari segala kejahatan baik itu kejahatan dunia maya maupun kejahatan konvensional. Selain faktor tersebut di atas, Ketut Suryana mengatakan bahwa pelaku mengerti dengan baik mengenai teknologi merupakan faktor yang sangat mempengaruhi dalam penegakan hukum. Sulitnya mendeteksi dan mencari pelaku yang biasanya menggunakan akun palsu dalam melancarkan aksinya, membuat kepolisian harus ekstra dalam melakukan penindakan. Selain itu pelaku berada di luar wilayah Polda Lampung seperti pada kasus yang terjadi di Jakarta, Surabaya dan Bali, sehingga diperlukan koordinasi dengan Polda terkait. Koordinasi tersebut memperlambat penindakan yang dilakukan kepolisian untuk menangkap pelaku.

  hasil penelitian yang dilakukan pada Polda Lampung dan Akademisi Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila dan berdasarkan sumber referensi yang digunakan. Faktor- faktor penghambat dalam upaya penegakan hukum pidana terhadap pelaku tindak pidana penipuan online disebabkan karena rendahnya ancaman sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana penipuan online yang ditetapkan dalam KUHP, UU

  ITE yang ada saat ini belum memuat pasal khusus/eksplisit tentang delik “penipuan”. Pasal 28 ayat (1) UU

  ITE saat ini bersifat general/umum dengan titik berat perbuatan “penyebaran berita bohong dan menyesatkan” serta pada “kerugian” yang diakibatkan perbuatan tersebut, kurangnya faktor penegak hukum yang bena-rbenar berkompeten dalam menangani kasus tersebut sehingga dalam proses penegakan hukum sedikit terkendala. Faktor sarana dan prasarana yang dimiliki aparat penegak hukum yang kurang memadai serta kurangnya kesadaran masyarakat dalam menyikapi fenomena hukum yang terjadi disekitarnya merupakan penyebab penegakan hukum pidana di Indonesia sulit untuk ditegakkan.

  Berdasarkan Uraian di atas maka dapat disimpulkan : 16 Hasil wawancara dengan Ketut Suryana,

  Kasubdit II Dirreskrimsus Polda Lampung, 1.

  Peran Kepolisian dalam hal melakukan peran normatif yaitu berdasarkan dengan peraturan undang-undang sesuai dengan dengan tugas pokok fungsi dan wewenang, peranan yang ideal yaitu berkoordinasi dengan kepolisian negara bersangkutan, melakukan kerjasama dengan ahli teknologi untuk menyelidiki lebih lanjut dan peranan yang sebenarnya adalah peranan yang di kehendaki dan diharapkan oleh hukum di tetapkan oleh undang- undang.

16 Penulis menilai bahwa, berdasarkan

  2. Faktor penghambat dalam penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana penipuan

  online yaitu faktor hukumnya

  sendiri yang dalam hal ini UU

  ITE yang ada saat ini belum memuat pasal khusus/eksplisit tentang delik “penipuan”. Pasal 28 ayat (1) UU ITE saat ini bersifat general/umum dengan titik berat perbuatan “penyebaran berita bohong dan menyesatkan” serta pada “kerugian” yang diakibatkan perbuatan tersebut serta undang-undang yang ancaman pidananya terlalu ringan dan tidak menimbulkan efek jera sehingga masih banyak oknum- oknum yang ingin memanfaatkan keadaan yang ada tanpa memikirkan yang lain.

III. PENUTUP A. Simpulan

  B. Saran 1.

  Perlu adanya undang-undang yang baru yang lebih spesifik dalam hal aturan mengenai penipuan online . Diharapkan kepada pihak kepolisian untuk dapat mengambil peran yang lebih besar dalam upaya penegakan hukum terhadap Soekanto, Soerjono. 1983. Faktor-faktor

  penipuan online oleh Warga

  yang Mempengaruhi Penegak

  Negara Asing. Dan perlu adanya

  Hukum . Bumi Aksara :

  sarana dan fasilitas yang Jakarta. memadai seperti alat dan teknologi yang lebih canggih

  Undang-Undang Nomor 1 Tahun guna memaksimalkan kinerja 1946 jo. Undang-Undang kepolisian dalam upaya Nomor 73 Tahun 1958 penegakan hukum. Disertai tentang Pemberlakukan dengan peningkatan kualitas dari Peraturan Hukum Pidana di kepolisian dengan cara diberikan- Seluruh Indonesia (KUHP). nya pemahaman maupun pelatihan yang mendalam tentang

  Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 perkembangan teknologi dan tentang Kepolisian informasi serta perlu bekerjasama Republik Indonesia. dengan instansi terkait sehingga kepolisian dapat menjalankan

  Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tugas dan kewajibannya dengan

  jo. Undang-Undang No. 19 maksimal.

  Tahun 2016 tentang 2. Perlu adanya sosilisasi dari pihak

  Perubahan Atas Undang- kepolisian dan instansi terkait Undang No. 11 Tahun 2008 terhadap mayarakat untuk lebih tentang Informasi dan berhati-hati dalam menggunakan Transaksi Elektronik. sosial media khususnya dalam bertransaksi online. Diperlukan-

  Undang-Undang No. 6 Tahun 2011 nya metode dan sistem tentang Keimigrasian oprasional yang lebih singkat dan tidak dipersulit dalam hal

  Peraturan Pemerintah Republik penangkapan Warga Negara Indonesia No. 31 Tahun Asing. 2013 tentang Pelaksanaan UU No. 6 Tahun 2011

DAFTAR PUSTAKA

  http://news.detik.com/ Rahardjo, Satjipto. 1998. Ilmu Hukum.

  PT citra aditya bhakti :

   Bandung.