PEMBAHARUAN HUKUM KONTRAK DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA THE ASPECT OF THE CONTRACT LAW REFORM WITHIN THE REGULATION OF INDONESIA

PEMBAHARUAN HUKUM KONTRAK DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA THE ASPECT OF THE CONTRACT LAW REFORM WITHIN THE REGULATION OF INDONESIA

Diangsa Wagian

Ketua Yayasan Al-Muhammady Langko Janapria Email : dwagian@gmail.com

Naskah diterima : 02/03/2015; direvisi : 31/03/2015; disetujui : 05/04/2015 Abstract

The research aims to study the aspect of the contract law reform within the virous regulations living in Indonesia. To obtain the purpose, the research is conducted through a legal normative study. It simultaneously applies to statute, conceptual, and case approaches. This research is conducted through

a literature study towards the relevan legal materials. The results of the research elaborated in a descriptive and analytic way using qualitative methods to analyze the data. The research discovers that the norms of Contract law as stipulated in the Book III of Indonesian Code Civil have been gradually and continuously reformed by Indonesian governments since 1960. The reform is carried out partially and spread in various regulation as explained above. Therefore, nowadays in Indonesia, the contract law not only exists in the Book III of Indonesian Code Civil but also in various relevant regulations. The reform has been conducted by the government by breaking through one of the very basic principle and the backbone of contracts law, is that the freedom of contract. As a result, parties in contract have no more absolute freedom to contract or to determine the clauses of contract. Such policy made by government to protect public interest and inferior or subordinate party in a contract. Thus, the contract law nowadays shows that it is not purely private anymore but containing public aspect, where penal and administrative laws penetrate to it.

Key Words: Legal Reform, Contract Law, Regulation

Abstrak

Penelitian ini ditujukan untuk mengeskplorasi aspek pembaharuan hukum kontrak dalam berbagai peraturan perundang-undangan di Indonesia. Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian ini dilakukan dalam bingkai penelitian yuridis-normatif. Penelitian ini menggunakan beberapa pendekatan, yaitu pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konsep (conceptual approach), dan pendekatan perbandingan (comparative approach). Penelitian ini dilakukan melalui studi kepustakaan terhadap berbagai bahan hukum yang relevan. Hasil penelitian ini bersifat deskriptif-analitis. Analisis data dilakukan secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa norma hukum kontrak sebagaimana yang diatur dalam Buku III KUHPerdata telah diperbaharui oleh pemerintah secara bertahap dan berkesinambungan sejak tahun 1960. Pembaharuan itu dilakukan secara parsial dan tersebar melalui berbagai macam peraturan perundang-undangan sebagaimana yang telah diuraikan di atas. Sehingga, hukum kontrak di Indonesia sekarang ini bukan hanya ada dalam Buku III KUHPerdata tetapi juga ada dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang relevan. Pembaharuan itu dilakukan oleh pemerintah dengan menerobos asas kebebasan berkontrak yang menjadi tulang punggung hukum perjanjian sehingga para pihak tidak lagi memiliki kebebasan penuh dalam berkontrak atau untuk menentukan isi perjanjiannya. Hal itu dilakukan oleh pemerintah atas dasar kepentingan umum dan melindungi pihak yang mempunyai kedudukan yang lemah dalam kontrak. Dengan demikian, hukum kontrak kini bercorak tidak lagi murni bersifat keperdataan tetapi mengandung aspek

Diangsa Wagian| Pembaharuan Hukum Kontrak Dalam Peraturan Perundang-Undangan Di..........

hukum publik, dimana aspek hukum pidana dan hukum administratif telah mewarnai dan masuk di dalamnya.

Kata Kunci: Pembaharuan Hukum, Hukum Kontrak, Peraturan Perundang-Undangan.

PENDAHULUAN

dan pengorganisasian serta transformasi masyarakat masih bertumpu kepada atau

d ewasa ini , perkembangan teknologi melalui peraturan perundang-undangan. 2 komunikasi dan informasi semakin pesat. Peraturan perundang-undangan merupakan

Transaksi bisnis ini tidak hanya dilakukan alat untuk mengadakan dan mengarahkan, oleh sesama warga negara tetapi sudah lintas serta mendorong perubahan-perubahan batas negara (transnasional). Transaksi dalam masyarakat. Oleh karena itu, maka bisnis juga banyak dilakukan melalui media pembaharuan atau pembangunan hukum itu internet atau tanpa melalui interaksi fisik terutama dikendalikan oleh kebijaksanaan secara langsung. Aktor bisnis juga tidak pemerintah dalam melaksanakan fungsinya hanya dilakukan oleh pihak swasta tetapi untuk menciptakan kemakmuran dan juga negara, baik secara langsung maupun kesejahteraan rakyat sebagai salah satu ciri melalui organnya. Untuk kepentingan negara welfare state. 3 efektifitas dan efisiensi, masyarakat bisnis kemudian mempraktikkan kontrak baku

Melalui peraturan perundang-un dangan, (kontrak standar) pada banyak bidang Pemerintah tidak hanya bertugas me-

transaksi. Berbagai jenis perjanjian baru nyesuaikan perundang-undangan itu den- dengan sifat dan karakter keperdataan gan perubahan-perubahan yang sementara yang berbeda-beda semakin banyak yang itu terjadi dalam masyarakat, tetapi juga bermunculan. Demikianlah transaksi bisnis mengadakan dan mengarahkan serta men- berikut persoalan hukumnya pun dewasa dorong perubahan-perubahan itu dengan ini semakin kompleks.

perundang-undangan. Pembentuk undang-

Situasi ini tentu saja sulit terjangkau oleh undang tidak lagi hanya mengikuti per-

ubahan-perubahan yang terjadi dalam aturan hukum kontrak konvensional yang

selama ini berpedoman pada aturan yang masyarakat, tetapi bahkan mendahului perubahan-perubahan itu. 4 Dengan demiki-

merupakan warisan dari pemerintahan kolonial Hindia Belanda, yaitu Kitab Undang- an, maka kesejahteraan umum adalah ha-

sil kreasi pemerintah sebagai pembentuk Undang Hukum Perdata (KUHPerd) atau

Burgerlijk Wetboek (BW) khususnya Buku undang-undang. Dengan ini mungkin seka- li suatu masyarakat yang baru sama sekali

III tentang Perikatan karena sebagian sudah out of date seiring dengan arus globalisasi dan yang berdinamika lain, akan diarahkan ke arah yang lain pula daripada selama ini.

yang semakin deras. Oleh sebab itu, maka pembaharuan atau modernisasi hukum Sehingga, pemerintah sebagai pembentuk kontrak 1

undang-undang mempengaruhi arah ke- mutlak dilakukan. Pembaharuan

hukum itu dapat dilakukan melalui dua

2 Mochtar Kusumaatmadja, Hukum, Masyarkat

jalan, yaitu peraturan perundang-undangan dan Pembinaan Hukum Nasional, Bandung: Binacipta, 1976, hlm. 14 dan yurisprudensi.

3 Berkembangnya paham negara kesejahteraan (wel- fare state) menyebebakan semakin bebasnya keikutser-

Di Indonesia, cara utama yang taan negara dalam mengatur dan mengelola berbagai

lapangan kehidupan masyarkat, yang semula diatur dan

ditempuh dalam melakukan pengaturan dikelola oleh masyarkat sendiri.

4 Roeslan Saleh, “Sekitar Pasal 33 Undang-Undang 1 Satjipto Rahardjo, Hukum dan Perubahan Sosial,

Dasar 1945”, dalam Sumantoro, Hukum Ekonomi, Ja- Bandung: Alumni, 1983, hlm. 221.

karta: UI Press, 2008, hlm.256

Kajian Hukum dan Keadilan IUS 173

J Urnal IUS | Vol III | Nomor 7 | April 2015 | hl m, 172~189

mana keseluruhan nilai-nilai dari kehidu- atas tanah bersifat tunai, riil dan terang. 7 pan masyarakat itu akan dikembangkan.

Dengan demikian, untuk terjadinya perjanjian atas tanah tidak cukup hanya

Penelitian ini ditujukan untuk meng- dengan kata sepakat saja, melainkan tanah eskplorasi aspek pembaharuan hukum yang menjadi objek perjanjian tersebut

kontrak dalam berbagai peraturan per- harus secara nyata telah ada, diserahkan undang-undangan di Indonesia. Untuk seketika dan dilakukan di hadapan kepala

mencapai tujuan tersebut, penelitian ini

adat/kepala desa.

dilakukan dalam bingkai penelitian yuridis- normatif. 5 Penelitian ini menggunakan

Konsepsi transaksi atau perjanjian jual beberapa pendekatan, yaitu pendekatan beli tanah di atas memperbaharui ketentu- perundang-undangan (statute approach) an tentang jual beli dalam Pasal 1457, 1458, dan pendekatan perbandingan (comparative dan 1459 KUHPerdata. Dalam konsep approach). Penelitian ini dilakukan melalui KUHPerdata BW, jual beli atas tanah ter- studi kepustakaan terhadap berbagai bahan diri dari atas 2 (dua) bagian yang terpisah hukum yang relevan. Hasil penelitian ini yaitu perjanjian jual belinya dan peny- bersifat deskriptif-analitis. Analisis data erahan haknya. Perjanjian jual-beli atas dilakukan secara kualitatif.

tanah di sebut sebagai perjanjian obliga- toir, sedangkan penyerahan haknya disebut

PEMBAHASAN

sebagai perjanjian kebendaan. Pada perjan-

A. Aspek Pembaharuan Hukum Kontrak jian obligatoir, perjanjian jual-beli dianggap dalam Peraturan Perundang-Undangan sah dan berkekuatan hukum tetap atas dasar

kesepakatan bertimbal-balik antara penjual

1. Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang dan pembeli berkaitan dengan tanah dan Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

harga. Meskipun perjanjian ini melahirkan

Sebagai perangkat hukum yang me ngatur kewajiban hukum akan tetapi belum tentu

akan benar-benar dilaksanakan oleh para bidang pertanahan, UUPA telah mem-

berikan pengaturan tersendiri mengenai pihak. objek perjanjian jual-beli yang berupa

Perjanjian obligatoir haruslah diikuti tanah. Sepanjang objek perjanjiannya dengan perjanjian kebendaan untuk pe-

adalah hak-hak atas tanah maka berlakulah ngalihan penguasaan/kepemilikan atas ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam objek perjanjian berdasarkan ketentuan UUPA dan tidak lagi tunduk kepada aturan- Pasal 1459 KUHPerdata yaitu melalui apa aturan Buku III KUHPerdata BW. Di sisi yang disebut dengan “penyerahan yuridis” yang lain, UUPA sendiri berlandaskan pada (juridische levering). Dengan demikian,

hukum adat. 6 Sebagai konsekuensinya, perjanjian jual beli menurut KUHPerdata maka perjanjian yang berkaitan dengan BW belum memindahkan hak milik. Agar tanah menggunakan konsepsi, asas-asas, hak milik atas tanah tersebut baru beralih dan norma hukum adat. Oleh karena kepada pembeli, maka harus dilakukan UUPA berlandaskan pada hukum adat “penyerahan yuridis” (juridische levering). maka perbuatan hukum seperti jual beli Dengan kata lain, meskipun sebenarnya

5 Sudikno Mertokusumo, Metode Penemuan Hu-

perjanjian jual belinya sendiri dianggap

kum, Yogyakarta: Liberty, 2010, hlm. 7 6 Pemberian tempat hukum adat dalam UUPA dapat

7 Lihat Maria S. W. Sumardjono, Kebijakan Hukum ditemukan dalam Pasal 2 ayat 4, Pasal 3, Pasal 5, Pasal

Pertanahan: antara Regulasi dan Implementasi, hlm. 22 ayat 1, Pasal 56, Pasal 58 dan Pasal VI serta Pasal VIII

142, Boedi Harsono, Hukum Agraria, Djambatan, Ja- ketentuan konversi konsiderans dan penjelasannya.

karta, 2000, hal 23.

174 IUS Kajian Hukum dan Keadilan

Diangsa Wagian| Pembaharuan Hukum Kontrak Dalam Peraturan Perundang-Undangan Di.......... telah terjadi, walaupun tanah belum perjanjian sebagaimana ditentukan di atas

diserahkan atau harganya belum dibayar dapat berakibat jual beli hak atas tanah atau pada saat kedua pihak itu telah mencapai berbagai bentuk peralihan hak atas tanah kata sepakat, tapi kalau levering belum lainnya berakibat tidak sah. dilakukan, maka status tanah tersebut

Di samping itu beberapa aspek tersebut di masih tetap hak milik penjual. Hukum adat atas, secara materil perjanjian, UUPA juga tidak mengenal lembaga levering seperti

mengatur bahwa pengalihan hak milik atas halnya KUHPerdata. Dalam Hukum Adat tanah, demikian pula hak guna usaha, hak “jual beli tanah” bukan perbuatan hukum

guna bangunan dan hak pakai kepada pihak- yang disebut “perjanjian obligatoir”. Jual pihak yang tidak memenuhi persyaratan beli tanah dalam Hukum Adat merupakan

sebagai subyek pemegang hak, transaksi perbuatan hukum pemindahan hak dengan tersebut menjadi batal demi hukum, tanah pembayaran tunai.

tersebut kemudian beralih menjadi tanah UUPA sendiri juga memperbaharui sifat negara dan uang yang telah diserahkan “terang” dari perjanjian adat. 8 Dalam konsep tidak dapat dituntut kembali. 10 UUPA juga hukum adat, terang berarti perjanjian itu melarang orang asing atau badan hukum harus dilakukan di hadapan kepala adat/ asing untuk memiliki apartemen jika hak kepala desa. Terhadap norma adat ini, UUPA atas tanah di mana apartemen dibangun melakukan pembaharuan melalui ketentuan adalah hak guna bangunan. Sedangkan Pasal 23, Pasal 4 ayat (3) dan Pasal 19 ayat sewa untuk jangka waktu tak terbatas atau (1) yang mewajibkan pendaftaran tanah. untuk jangka waktu yang lama (dengan hak Secara teknis operasional, pendaftaran opsi memperpanjang sewa) dapat dianggap tanah diatur kemudian diatur melalui sebagai pengalihan hak atas tanah secara Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 tidak langsung kepada seseorang yang tidak sebagaimana telah diubah dalam Peraturan diperkenankan menyewa) dapat dianggap Pemerintah No. 24 Tahun 1997 yang sebagai pengalihan hak atas tanah secara merupakan peraturan pelaksana dari UUPA. tidak langsung kepada seseorang yang Berdasarkan ketentuan tersebut, maka jual tidak diperkenankan sebagai pemegang hak beli tanah atau setiap peralihan hak atas tersebut sesuai dengan pasal 36 (2) UUPA. tanah yang semula cukup dilakukan di

2. Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang hadapan kepala adat/kepala desa, kini harus Perlindungan Konsumen dilakukan di hadapan Pejabat Pembuat

Secara substansial, berlakunya Undang- menegaskan tentang bentuk dan formalitas Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Per-

Akte Tanah (PPAT). 9 Ketentuan ini juga

perjanjian jual beli hak atas tanah dan lindungan Konsumen (selanjutnya disingkat atau peralihan hak atas tanah lainnya. UUPK) telah secara signifikan mengoreksi Tidak terpenuhinya bentuk dan formalitas keberlakuan dua fondasi dasar hukum

kontrak yaitu asas kebebasan berkontrak

8 Pembaharuan ini harus dilihat sebagai upaya un-

tuk meningkatkan mutu alat bukti hukum adat. Hukum

dan asas personalitas/kepribadian kontrak

adat dimodernisasi dan disesuaikan dengan kebutuhan kehidupan masyarakat modern yang terbuka tanpa men-

(the privity of contract). Koreksi UUPK

gubah hakekat hukum adat itu sendiri. Sudargo Gauta-

terhadap asas kebebasan dikaitkan dengan

ma, Tafsiran UUPA, Bandung: Alumni, 1981, hal. 204. Lihat pula Boedi Harsono, Hukum Agraria, Djambatan,

perjanjian baku yang seringkali digunakan

Jakarta, 2000, hal 56.

oleh pelaku usaha untuk mengeksploitasi

Pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 sebagaimana telah diubah dalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

10 Pasal 26 (2) UUPA

Kajian Hukum dan Keadilan IUS 175

J Urnal IUS | Vol III | Nomor 7 | April 2015 | hl m,

176 IUS Kajian Hukum dan Keadilan

kelengahan dan minimnya pengetahuan konsumen. Pada dasarnya, UUPK tidak melarang dilakukannya perjanjian baku. UUPK juga tidak melarang pencantuman klausula baku dalam perjanjian baku. UUPK hanya melarang pencantuman beberapa karakter klausula baku yang memberatkan dan merugikan konsumen. Klausula-klausula tersebut biasanya di selip- kan oleh pelaku usaha untuk mem perkecil risiko dan tanggung jawabnya dari segala kerusakan atau kerugian yang mungkin ditimbulkannya, kemudian membeban- kannya kepada pihak konsumen. Dengan kata lain, melalui klausula-klausula baku itu pelaku usaha mengalihkan kewajiban- kewajiban yang seharusnya menjadi tanggung jawabnya kepada konsumen.

Klausula-klausula baku yang dilarang oleh UUPK adalah klausula yang: a. me- nyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha; b. menyatakan bahwa pe- laku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen; c. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli konsumen; d. menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran; e. mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli konsumen; f. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi objek jual beli jasa; g. Menyatakan tunduk- nya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam

masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya; h. menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran; i. pelaku usaha juga dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit

dimengerti. 11 Apabila pengusaha tetap men- cantumkan klausula-klausula di atas dalam perjanjian baku, maka perjanjian demikian akan dinyatakan batal demi hukum. Larangan pencantuman klasula baku di dalam perjanjian baku dimaksudkan untuk me nem patkan kedudukan konsumen se- tara dengan pelaku usaha, berdasarkan prinsip kebebasan berkontrak. Di samping itu, untuk mencegah terjadinya penyalah- gunaan keadaan oleh pihak yang memiliki kedudukan lebih kuat dalam kontrak. 12

Selanjutnya, koreksi UUPK terhadap asas personalitas/kepribadian kontrak (the privity of contract) sebagaimana diatur dalam Pasal 1315 jo. Pasal 1340 ayat (2) KUHPerdata. Berdasarkan asas ini, maka pelaku usaha hanya dapat dimintakan pertanggungjawaban hukumnya sepanjang ada hubungan kontraktual antara dirinya dengan konsumen. Pelaku usaha ber- kewajiban melindungi konsumen semata- mata jika di antara mereka telah terjalin suatu hubungan kontraktual. Asas ini oleh UUPK tidak dipertahankan secara mutlak dalam mengatur hubungan antara pelaku usaha dan konsumen. Kontrak bukan lagi merupakan syarat mutlak lahirnya suatu hubungan hukum. Pandangan ini tercermin berdasarkan ketentuan Pasal 24 UUPK yang menyatakan bahwa pengusaha yang menjual jasa atau barang melalui

11 Pasal 18 UUPK 12 Pasal 24 UUPK

Diangsa Wagian| Pembaharuan Hukum Kontrak Dalam Peraturan Perundang-Undangan Di.......... pengusaha lainnya harus bertanggung jawab yang telah ditentukan undang-undang.

terhadap gugatan ganti rugi yang diajukan Bah kan, penjual dan pembeli boleh konsumen sepanjang tidak ada perubahan mem buat persetujuan yang sama sekali secara substansial dari barang–jasa yang “membebaskan” penjual dari dari segala

diterima konsumen melalui pengusaha lain jaminan, 14 misalnya menjamin pembeli ter- tersebut. Karena itu, bilamana prinsipal hadap cacat tersembunyi. Karena itu, jika menjual mobil jadi (built up) melalui agen, barang yang dibelinya ternyata cacat karena penyalur dan toko akhir, maka prinsipal kelalaian pembuat/pabrik, penjual dapat akan tetap bertanggung jawab atas cacat lolos dari tuntutan pertanggungjawaban. tersembunyi dan tuntutan konsumen Namun, ada satu hal yang dapat tidak

untuk mendapatkan ganti rugi. 13 Dengan dihilangkan dalam perjanjian tersebut, yaitu demikian, UUPK telah memperluas tang- jaminan untuk menanggung kerugian yang gung jawab penjual (pelaku usaha) ter- diderita pembeli akibat perbuatan penjual hadap pembeli (konsumen), pembeli dan (jaminan atas kerugian yang timbul akibat

pengguna akhir dari suatu produk yang dari perbuatan penjual sendiri). 15 Setiap diedarkan oleh pengusaha.

perjanjian yang bermaksud menghilangkan jaminan tersebut dengan sendirinya batal

Berbeda dengan UUPK, KUHPerdata

demi hukum.

sendiri dalam ketentuan Pasal 1491 hanya memberikan dua jaminan/janji dari penjual

3. Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 ten- kepada pembeli, yaitu a) penjual menjamin

tang Informasi dan Transaksi Elektronik penguasaan barang yang dijual itu secara

Disahkannya Undang-Undang No. 11 aman dan tenteram. Dengan kata lain

Tahun 2008 tentang Informasi dan Tran- penjual menjamin bahwa ia adalah pemilik saksi Elektronik yang selanjutnya di singkat sah dari barang tersebut dan berkuasa

UUITE tidak hanya meletakkan legal basis untuk menjualnya. Jika setelah penyerahan, bagi pengakuan terhadap transaksi elektro- alas hak kepemilikan pembeli digugat oleh

nik dan dokumen elek tronik dalam kerangka pihak ketiga, maka pembeli dapat memaksa hu kum kontrak sehingga menjamin ke- pihak penjual untuk membela dirinya; b)

pastian hukum transaksi elektronik tetapi penjual menjamin pembeli terhadap cacat juga memberikan solusi atas kelemahan dan tersembunyi, termasuk cacat yang tidak

kesulitan pe nerapan Buku III KUHPerdata diketahui oleh penjual pada waktu jual beli dalam transaksi elektronik. UUITE me- terjadi. Kedua jaminan tersebut merupakan

letakkan norma-norma operasional yang kewajiban penjual “demi hukum” dan jika mengisi kekosongan hukum yang mengatur kedua jaminan tersebut tidak ditanggung/

berbagai permasalahan yang terdapat dalam dijamin penjual, maka pembeli dapat kontrak elektronik yang belum sepenuhnya meminta pembatalan perjanjian dan me-

tertampung atau diatur dalam Buku III nuntut ganti rugi.

KUHPerdata.

Namun demikian, penjual dan pembeli Kaitannya dengan momentum terjadinya dapat membuat “perjanjian istimewa” yang (berlakunya) kontrak, UUITE menentukan memperluas atau mengurangi jaminan bahwa kecuali ditentukan lain oleh para yang diwajibkan kepada penjual di luar pihak, kontrak elektronik terjadi pada saat

13 Suharnoko, Hukum Perjanjian: Teori dan Analisa Kasus, Jakarta: Kencana Prenada Media, 2004, hlm. 85-

14 Pasal 1493 KUHPerdata

15 Pasal 1494 KUHPerdata

Kajian Hukum dan Keadilan IUS 177

J Urnal IUS | Vol III | Nomor 7 | April 2015 | hl m, 172~189

penawaran transaksi (offering) yang dikirim bohong atau menyesatkan tentang status oleh pengirim telah diterima dan disetujui dan kompetensinya (kewenangan dan ke- oleh penerima. Adapun persetujuan (ac- cakapannya) sehingga menimbulkan ke- ceptance) atas penawaran dalam kontrak rugian bagi pihak lain sebagai perbuatan elektronik tersebut harus dilakukan dengan melawan hukum yang dapat dituntut baik pernyataan penerimaan (acceptance) secara secara perdata maupun pidana. Di samping

elektronik pula. 16 Ketentuan UUITE ini itu, untuk memverifikasi dan otentikasi sesuai dengan teori penerimaan (onvangs kontrak elektronik, UUITE mengintrodusir theorie) dalam hukum kontrak. Menurut apa yang disebut sebagai “digital signature” teori ini, kontrak itu lahir pada saat surat (tanda tangan elektronik), yang meskipun penerimaan itu telah sampai di tempat hanya berupa suatu kode, simbol, atau pihak yang menawarkan, tidak peduli perforasi, tanda tangan elektronik memiliki apakah ia mengetahui (membaca) surat kedudukan, kekuatan dan akibat hukum penerimaan tersebut atau tidak. Dengan yang sah serta sama dengan tanda tangan

demikian, maka menurut teori ini, kontrak manual pada umumnya. 20 Tanda tangan elektronik terjadi sejak e-mail jawaban atas elektronik ini penting mengingat dokumen penerimaan tawaran yang dikirimkan oleh yang digunakan dalam kontrak elektronik pembeli diterima penawar.

adalah dokumen elektronik yang sulit pembuktiannya, karena bukti dari suatu

Untuk memverifikasi dan otentikasi komputer mudah sekali menghilang, ke cakapan dan kewenangan para pihak mudah diubah tanpa dapat dilacak kembali,

dalam kontrak elektronik yang sangat sulit tidak berwujud dan sulit dibaca, kecuali terdeteksi, UUITE menyediakan beberapa jika dokument elektronik tersebut telah

perangkat ketentuan pengaman seperti Pasal 9 dan Penjelasan pasal 9 ,17 Pasal 28 18

dicetak dalam bentuk hard-copy yang sudah

menjadi dokumen kertas.

dan Pasal 35 UUITE Beberapa ketentuan ini pada intinya mewajibkan para pihak

.19

Selanjutnya untuk memastikan ter- yang terlibat dalam transaksi elektronik penuhi nya syarat sah perjanjian yang untuk memberikan informasi yang lengkap ketiga, yaitu bahwa objek kontrak itu dan benar, dan mengancam para pihak yang haruslah tertentu atau dapat ditentukan memanipulasi data, memberikan informasi sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal

1320 KUHPerdata, maka UUITE memuat

16 Pasal 20 ayat (1 dan 2) UUITE

ketentuan-ketentuan normatif sebagai

17

Pasal 9 dan penjelasannya: “Pelaku usaha yang menawarkan produk melalui Sistem Elektronik harus

berikut:

menyediakan informasi yang lengkap dan benar berkai- tan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk yang

“Pelaku usaha yang menawarkan

ditawarkan.” Yang dimaksud dengan “informasi yang lengkap dan benar” meliputi: a. informasi yang memuat

produk melalui Sistem Elektronik harus

identitas serta status subjek hukum dan kompetensinya,

menyediakan informasi yang lengkap dan

baik sebagai produsen, pemasok, penyelenggara maupun perantara.”

benar berkaitan dengan syarat kontrak,

18 Pasal 28: “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa

produsen, dan produk yang ditawarkan. 21

hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.”

“Informasi yang lengkap dan benar”

19 Pasal 35: “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa

meliputi: a. ………, b. informasi lain

hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, pen- ciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Infor-

yang menjelaskan hal tertentu yang

masi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang

20 Pasal 11 ayat (1) UUITE

otentik.”

21 Pasal 9 UUITE

178 IUS Kajian Hukum dan Keadilan

Kajian Hukum dan Keadilan 179 IUS

Diangsa Wagian| Pembaharuan Hukum Kontrak Dalam Peraturan Perundang-Undangan Di.......... menjadi syarat sahnya perjanjian serta

menjelaskan barang dan/atau jasa yang ditawarkan, seperti nama, alamat, dan deskripsi barang/jasa. 22

“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan me- nyesatkan yang mengakibatkan kerugian

konsumen dalam Transaksi Elektronik.” 23

Berkaitan dengan syarat causa yang tidak dilarang dalam kontrak sebagaimana diharuskan menurut ketentuan pasal 1320 KUHPerdata, maka UUITE memuat ke tentuan-ketentuan normatif sebagai berikut:

“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.”

“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau men- transmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki mua- tan perjudian.”

“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau men- transmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki mua- tan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.”

“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman.” 24

22 Penjelasan Pasal 9 huruf b UUITE 23 Pasal 28 UUITE 24 Pasal 27 UUITE

Larangan yang terkandung dalam ke- tentuan-ketentuan di atas menjadi dasar hukum substantif bagi larangan membuat kontrak elektronik yang bertentangan den- gan aturan hukum positif, ketertiban umum dan kesusilaan.

4. Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persain- gan Usaha Tidak Sehat

Berlakunya Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 telah secara signifikan ikut membatasi asas kebebasan berkontrak. Secara umum, sebenarnya KUHPerdata melalui ketentuan Pasal 1320, 1337 dan 1339 telah lebih dahulu memberikan pembatasan terhadap asas kebebasan berkontrak tersebut, yaitu bahwa perjanjian apapun yang melanggar undang- undang, ketertiban umum, kepatutan dan kesusilaan adalah tidak sah dan karena itu perjanjian tersebut batal demi hukum. Namun demikian, norma yang bersifat umum di atas kemudian lebih jauh diisi oleh ketentuan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Undang- Undang No. 5 Tahun 1999 secara tegas memuat 11 macam perjanjian yang dilarang dibuat oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha yang lain, yaitu oligopoli, penetapan harga, pembagian wilayah, pemboikotan, kartel, trust, oligopsoni, integrasi vertikal, perjanjian tertutup, perjanjian dengan

pihak luar negeri. 25 Apabila perjanjian- perjanjian yang dilarang tersebut ternyata tetap dibuat oleh pelaku usaha, maka perjanjian yang demikian diancam batal demi hukum, karena yang dijadikan sebagai objek perjanjian adalah causa yang dilarang. Perjanjian-perjanjian tersebut dilarang karena dianggap sebagai praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.

25 Pasal 4 sampai Pasal 16 UU No. 5 Tahun 1999

J Urnal IUS | Vol III | Nomor 7 | April 2015 | hl m, 172~189

Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 se- melarang beberapa kegiatan. Berbeda lanjut nya menyebutkan beberapa perbuatan dengan istilah perjanjian, dalam Undang- dan perjanjian-perjanjian yang dikecualikan Undang ini tidak ditemukan suatu definisi

dari undang-undang ini, yaitu: 26 mengenai “kegiatan”. Akan tetapi, jika ditafsirkan secara a contrario terhadap

a. perbuatan dan atau perjanjian yang ber- definisi perjanjian yang diberikan dalam tujuan melaksanakan peraturan per- Undang-Undang ini, dapat dikatakan

undang-undangan yang berlaku; atau bahwa pada dasarnya yang dimaksud

b. perjanjian yang berkaitan dengan hak atas dengan “kegiatan” adalah tindakan atau kekayaan intelektual seperti lisensi, paten,

perbuatan hukum “sepihak” yang dilaku-

merek dagang, hak cipta, desain produk kan oleh satu pelaku usaha atau kelompok industri, rangkaian elektronik terpadu, pelaku usaha tanpa melibatkan atau dan rahasia dagang, serta perjanjian yang tanpa ada keterkaitan hubungan hukum berkaitan dengan waralaba; atau

secara langsung dengan pelaku usaha lainnya. c. perjanjian penetapan standar teknis 27 Bila dalam perjanjian yang

produk barang dan atau jasa yang tidak dilarang merupakan perbuatan hukum dua mengekang dan atau menghalangi persain- pihak maka dalam kegiatan yang dilarang gan; atau

adalah merupakan perbuatan hukum sepihak. Beberapa kegiatan yang dilarang

d. perjanjian dalam rangka keagenan yang oleh Undang-Undang ini, yaitu praktek isinya tidak memuat ketentuan untuk monopoli, praktek monopsoni, penguasaan

memasok kembali barang dan atau jasa pasar dan persekongkolan. 28 Pada intinya,

dengan harga yang lebih rendah daripada larangan Undang-Undang No. 5 Tahun harga yang telah diperjanjikan; atau

1999 baik terhadap perjanjian-perjanjian maupun kegiatan-kegiatan tersebut di atas

e. perjanjian kerja sama penelitian untuk peningkatan atau perbaikan standar hidup

sesungguhnya dilakukan dalam rangka menciptakan persaingan usaha yang sehat,

masyarakat luas; atau serta melindungi konsumen dan masyarkat

f. perjanjian internasional yang telah luas dari eksploitasi oleh pengusaha. diratifikasi oleh Pemerintah Republik

5. Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang Indonesia; atau

Ketenagakerjaan

g. perjanjian dan atau perbuatan yang Secara materil, Undang-Undang Ketena-

ber tujuan untuk ekspor yang tidak

ga kerjaan berkaitan erat dengan hukum per- mengganggu kebutuhan dan atau pasokan

pasar dalam negeri; atau janjian terutama dalam kaitannya dengan perjanjian kerja sebagaimana diatur dalam

h. pelaku usaha yang tergolong dalam usaha Pasal Undang-Undang ini. Undang-Undang kecil; atau

ini secara signifikan membatasi prinsip kebebasan berkontrak dan hadir untuk

i. kegiatan usaha koperasi yang secara memberikan perlindungan kepada tenaga khusus bertujuan untuk melayani ang- kerja atau pihak buruh sebagai pihak yang gotanya.

27 Di samping perjanjian yang dilarang, Ahmad Yani dan Gunawan Widjaya, Anti Monop-

oli, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999, hlm. 31.

Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 juga Rachmadi Usman, Hukum Persaingan Usaha di Indone-

sia, Jakarta PT Gramedia Pustaka Utama, 2004 26 Pasal 50 UU No. 5 Tahun 1999

28 Pasal 17 sampai Pasal 24 UU No 5 Tahun 1999

180 IUS Kajian Hukum dan Keadilan

Diangsa Wagian| Pembaharuan Hukum Kontrak Dalam Peraturan Perundang-Undangan Di.......... secara umum berada pada posisi yang lebih perjanjian kerja waktu tertentu yang

lemah di hadapan perusahaan atau majikan. didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat

Mengenai perlindungan bagi pekerja/ diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun buruh secara umum dalam Undang- dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali Undang Ketenagakerjaan diatur mengenai untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) per lindungan terhadap penyandang cacat, tahun. Selanjutnya dalam Pasal 59 ayat (6) perlindungan terhadap perempuan, per- dinyatakan bahwa: “Pembaruan perjanjian lindungan terhadap waktu kerja, ke- kerja waktu tertentu hanya dapat diadakan selamatan dan kesehatan kerja, juga setelah melebihi masa tenggang waktu 30 perlindungan dalam hal pengupahan dan (tiga puluh) hari berakhirnya perjanjian dalam hal kesejahteraan. Hubungan kerja kerja waktu tertentu yang lama, pembaruan antara tenaga kerja dengan pengusaha atau perjanjian kerja waktu tertentu ini hanya perusahaan harus dibuat dalam bentuk boleh dilakukan 1 (satu) kali dan paling perjanjian kerja dan peraturan perusahaan. lama 2 (dua) tahun.” Baik perjanjian kerja maupun peraturan

Berdasarkan ketentuan di atas, pekerja perusahaan yang dibuat oleh pengusaha

kontrak dapat dikontrak maksimal selama harus memenuhi berbagai persyaratan

2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang 1 dan ketentuan sesuai dengan ketentuan

(satu) kali untuk selama maksimal 1 (satu) yang ditentukan dalam Undang-Undang

tahun. Apabila pengusaha merasa cocok Ketenagakerjaan.

dengan kinerja pekerja kontrak, dapat Undang-Undang Ketenagakerjaa mem - dilakukan pembaruan PKWT dengan

bagi perjanjian kerja menjadi 2 macam, ketentuan hanya boleh dilakukan sekali yaitu perjanjian kerja untuk waktu untuk waktu maksimal 2 (dua) tahun. tertentu dan untuk waktu tidak ter- Terhadap pengusaha yang mempekerjakan

tentu. 29 Perjanjian kerja untuk waktu pekerja kontrak namun tidak seperti tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan aturan di atas, maka pekerja tersebut secara tertentu yang menurut jenis dan sifat otomatis statusnya berubah menjadi kerja

atau kegiatan pekerjaannya akan selesai waktu tidak tertentu. 31 Sehingga, jika ada dalam waktu tertentu, yaitu: 30 a. pekerjaan pekerja yang dikontrak 5 (lima) tahun maka yang sekali selesai atau yang sementara pekerja tersebut secara hukum, setelah sifatnya; b. pekerjaan yang diperkirakan

3 (tiga) tahun waktu ia bekerja menjadi penyelesaiannya dalam waktu yang tidak pekerja tetap, dan jika ia di-PHK, maka

terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) harus dengan izin panitia penyelesaian tahun; c. pekerjaan yang bersifat musiman; perburuhan. atau d. pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk

Namun, perlu juga diperhatikan bahwa tambahan yang masih dalam percobaan terhadap pemutusan hubungan kerja

atau penjajakan. Per janjian Kerja untuk karena alasan tersebut, maka pekerja/ waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk buruh berhak menerima uang penggantian pekerjaan yang bersifat tetap.

hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) UU Ketenagakerjaan dan uang pisah yang

Undang-Undang Ketenagakerjaan besarnya dan pelaksanaannya diatur dalam dalam Pasal 59 ayat (4) menetapkan bahwa perjanjian kerja, peraturan perusahaan,

29 Pasal 56 Undang-Undang Ketenagakerjaan 30 Pasal 59 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Ke-

31 Pasal 59 ayat (7) Undang-Undang No. 13 Tahun tenagakerjaan

2003 tentang Ketenagakerjaan.

Kajian Hukum dan Keadilan IUS 181

J Urnal IUS | Vol III | Nomor 7 | April 2015 | hl m, 172~189

atau perjanjian kerja bersama. Selain proyek swasta maupun pada proyek-proyek itu, perlu juga diperhatikan prinsip yang pemerintah .32 diatur di dalam UU Ketenagakerjaan,

Berbeda dengan konsep perjanjian dimana pengusaha dan pekerja harus me- pemborongan pada KUHPerdata yang

ngusahakan agar jangan terjadi pe mutusan bersifat pelengkap, kontrak pengadaan hubungan kerja. Namun, dalam hal segala barang dan jasa oleh pemerintah sebagai- upaya telah dilakukan, tetapi pemutusan mana diatur dalam Peraturan Presiden hubungan kerja tidak dapat dihindari, (Perpres) No 54 Tahun 2010 tentang maka rencana pemutusan hubungan Pengadaan Barang dan Jasa justru dido- kerja wajib dirundingkan oleh pengusaha minasi oleh ketentuan-ketentuan yang dengan pekerja. Dalam hal per undingan bersifat memaksa. Pelanggaran terhadap tidak menghasilkan suatu persetujuan, ketentuan-ketentuan dalam Perpres No. 54 maka pengusaha hanya dapat memutuskan Tahun 2010 dapat menyebabkan para pihak hubungan kerja dengan pekerja setelah terancam sanksi perdata, administrasi mem peroleh penetapan dari lembaga dan pidana .33 Hal ini wajar mengingat penyelesaian perselisihan hubungan indu- kontrak pengadaan barang/jasa pemerintah strial.

berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara sehingga kontrak pengadaan barang/

Masa Percobaan tidak dapat diterapkan jasa pemerintah tidak lagi murni bersifat

pada Pekerja Kontrak/PKWT. Hal ini perdata melainkan campuran.

berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 58 ayat (1)

Untuk terciptanya kesepakatan kon- dan (2) yang menyatakan: “(1) Perjanjian trak pengadaan barang dan jasa antara

kerja untuk waktu tertentu tidak dapat pengguna dan penyedia barang dan jasa, mensyaratkan adanya masa percobaan kerja. harus didahului oleh prosedur dan tahapan (2) Dalam hal disyaratkan masa percobaan tertentu. Tahapan tersebut terkait dengan kerja dalam perjanjian kerja sebagaimana persiapan dan pelaksanaan pengadaan dimaksud dalam ayat (1), masa percobaan khususnya mengenai metode pemilihan kerja yang disyaratkan batal demi hukum.” penyedia barang/jasa berikut evaluasi

terhadap dokumen penawaran. Pada prin-

6. Peraturan Presiden (Perpres) No 54 Tahun sipnya, pembentukan kontrak diawali

2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa dengan pelelangan (tender) atau seleksi.

Kontrak pengadaan barang/jasa merupa- Dalam kaitannya dengan penentuan saat kan bagian dari perjanjian pemborongan atau momentum terjadinya akseptasi dalam pekerjaan sebagaimana diatur dalam Buku tender, menurut ketentuan Pasal 8 ayat

III KUHPerdata. KUHPerdata tidak banyak (1) huruf f dan Pasal 17 ayat (2) huruf g mengatur tentang perjanjian pemborongan dan huruf h Perpres No 54 Tahun 2010, pekerjaan. Pengaturannya hanya sebanyak akseptasi terhadap penawaran dalam tender

14 pasal, mulai dari Pasal 1601b dan Pasal terjadi atau diberikan saat diterbitkannya 1604-1616. Pengaturan tentang hak dan surat penetapan pemenang lelang dari Pokja kewajiban para pihak pun relatif sedikit. ULP/pejabat pengadaan atau PA. Dengan Meski singkat dan terlihat sederhana, aturan demikian, syarat kesepakatan dalam ini tetap saja berlaku sebagai hukum positif di Indonesia dan menjadi lex generalis bagi 32 FX. Djumialdji, Hukum Bangunan sebagai Dasar-

Dasar Hukum dalam Proyek dan Sumber Daya Manusia,

perjanjian pemborongan baik pada proyek- Jakarta: Rineke Cipta, 1996, hlm. 7

33 Pasal 118 Perpres No. 54 Tahun 2010

182 IUS Kajian Hukum dan Keadilan

Kajian Hukum dan Keadilan 183 IUS

Diangsa Wagian| Pembaharuan Hukum Kontrak Dalam Peraturan Perundang-Undangan Di.......... pembentukan kontrak telah terpenuhi sejak

ditetapkannya pemenang tender. Kewenangan atau kapasitas merupakan

salah satu syarat yang menentukan keabsahan kontrak pengadaan barang dan jasa. Syarat kewenangan itu tidak hanya pada tahap/proses penandatangan kontrak, tetapi juga pada proses pengadaannya. Kewenangan pihak penyedia barang/ jasa diatur dalam Pasal 86 ayat (5) dan (6) Perpres No 54 Tahun 2010, dimana disebutkan bahwa yang berwenang untuk menandatangani kontrak adalah direksi atau kuasanya. Pada pihak pemerintah, yang berwenang menandatangani kontrak

adalah PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) 34

yang merupakan organ yang diangkat oleh Pengguna Anggaran (PA) sebagai pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan pengadaan barang/jasa.

Perpres No 54 Tahun 2010 mengatur secara rinci tentang klausula dan per- syaratan-persyaratan standar (baku) yang harus dituangkan oleh para pihak dalam kontrak pengadaan barang/jasa. Hal ini dimaksudkan sebagai alat pengaman standar bagi kepentingan publik yang lebih besar. Salah satu klausula standar yang penting dalam kontrak pengadaan barang/ jasa adalah klausula pemutusan kontrak secara sepihak. Ketentuan mengenai pemutusan kontrak secara sepihak dapat dilihat dalam Pasal 93 ayat (1) Perpres No 54 Tahun 2010. Menurut ketentuan tersebut, pemutusan kontrak secara sepihak dapat dilakukan oleh pengguna barang/ jasa jika pihak penyedia barang/jasa gagal memenuhi kewajiban kontraktualnya, terbukti melakukan KKN, kecurangan dan/atau pemalsuan baik dalam proses pemilihan maupun dalam pelaksanaan pekerjaan. Di samping itu, pemutusan kontrak secara sepihak oleh PPK dapat

34 Pasal Perpres No. 54 Tahun 2010

pula dilakukan apabila: kebutuhan barang/ jasa tidak dapat ditunda melebihi batas berakhirnya kontrak dan/atau pengaduan tentang penyimpangan prosedur, dugaan KKN dan/atau pelanggaran persaingan sehat dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa dinyatakan benar oleh instansi yang berwenang .35 Pemutusan kontrak juga dapat disertai dengan sanksi berupa: a. Jaminan pelaksanaan dicairkan; b. Sisa uang muka harus dilunasi oleh penyedia barang/ jasa atau jaminan uang muka dicairkan;

c. Penyedia barang/jasa membayar denda keterlambatan; dan/atau d. penyedia barang/jasa dimasukkan dalam daftar

hitam. 36 Pemutusan kontrak secara sepihak oleh penyedia barang/jasa menyimpang dari ketentuan pasal 1266 ayat (2) KUHPerdata yang mengharuskan pembatalan kontrak berdasarkan putusan pengadilan.

Klausula baku penting lainnya adalah larangan mengalihkan seluruh kontrak. Yang diperbolehkan hanya mengalihkan sebagian kontrak. Pengalihan sebagian kontrak ini hanya diperbolehkan setelah mendapatkan persetujuan dari pengguna barang/jasa. Ketentuan tentang subkontrak ini bertentangan dengan asas kepribadian/ personalitas kontrak sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 1315 jo. 1340 KUHPerdata. Prinsip ini berimplikasi bahwa subkontraktor tidak dapat secara langsung menuntut pengguna barang/jasa sekalipun terjadinya subkontrak itu atas persetujuan pengguna barang/jasa atau pemerintah, melainkan hanya mempunyai hak menuntut pihak kontraktor manakala subkontraktor telah memenuhi kewajibannya. Sebaliknya jika subkontraktor melaliakan kewajiban kontraktualnya, pihak pemerintah tidak dapat dapat secara langsung menggugat atau memaksa subkontraktor atas dasar

35 Pasal 93 ayat (1) Perpres No 54 Tahun 2010 36 Pasal 93 ayat (2) Perpres No 54 Tahun 2010

J Urnal IUS | Vol III | Nomor 7 | April 2015 | hl m, 172~189

pelanggaran kontrak. Dalam kaitan dengan gaining power). Perjanjian franchise ini, tanggung gugat tetap melekat pada merupakan perjanjian baku yang dibuat kontraktor.

secara sepihak oleh franchisor. Franchisor menetapkan syarat-syarat dan standar

Klausula baku lainnya yang harus yang harus diikuti oleh franchisee yang

dituangkan oleh para pihak dalam kontrak memuangkinkan franchisor dapat mem- pengadaan barang/jasa menurut Perpres batalkan perjanjian apabila dia menilai

No. 54 Tahun 2010 antara lain berkaitan franchisee tidak dapt memenuhi dengan jaminan uang muka, jaminan kewajibannya. Dalam perjanjian franchise

pelaksanaan dan jaminan pelaksanaan. dicantumkan kondisi-kondisi bagi pe- Untuk mencapai kualitas pekerjaan yang mutusan perjanjian seperti: kegagalan

dapat dipertanggungjawabkan, Perpres memenuhi jumlah penjualan, kegagalan No 54 Tahun 2010 memberikan pedoman memenuhi standar pengoperasian, dan se -

me ngenai metode pelaksanaan kontrak. bagainya. Franchisor mempunyai discre- Beberapa aspek penting terkait dengan tionary power untuk menilai semua aspek metode pelaksanaan kontrak tersebut usaha franchisee, sehingga perjanjian tidak

adalah penggunaan program mutu, 37 maka-

memberikan perlindungan yang memadai nisme pengawasan (inspeksi dan supervisi)

38 pekerjaan, bagi franchisee dalam menghadapi pe- dan penolakan hasil pekerjaan. mutusan perjanjian dan penolakan fran-

7. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun chisor untuk memperbaharui per jan- jian 2007 tentang Usaha Waralaba .39 Franchisor memanfaatkan kedu-

dukan franchisee untuk menguji pasar,

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 setelah mengetahui bahwa kondisi pasar Tahun 2007 yang merupakan perubahan

menguntungkan, maka franchisor me- terhadap Peraturan Pemerintah Nomor mutuskan perjanjian dengan franchisee,

16 Tahun 1997 tentang Waralaba sedikit selanjutnya franchisor mengoperasikan

banyak memberikan pembatasan terhadap outlet atau tempat usaha sendiri di wilayah keberlakuan asas kebebasan berkontrak,

franchisee. Atau dengan alasan bahwa sebab melalui Peraturan Pemerintah ini, franchisor sedang menghadapi kenyataan

pengaturan substansi kontrak tidak se- pasar sedang lesu sehingga permintaan atas

mata-mata diserahkan sepenuhnya ke- produk yang ditawarkan menurun .40 pada pihak franchisor dan franchisee. Peraturan Pemerintah ini hadir untuk lebih

Berdasarkan situasi di atas, PP No. 42 menyeimbangkan kedudukan para pihak Tahun 2007 menyediakan berbagai bentuk di hadapan pihak yang lebih dominan perlindungan hukum terhadap franchisee, posisinya dalam kontrak.

antara lain bahwa perjanjian franchise harus dibuat dalam bahasa Indonesia dan harus

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor didaftarkan. Perlindungan lain diberikan

42 Tahun 2007 cenderung memberikan dalam ketentuan Pasal 8 yang menetapkan perlindungan hukum bagi franchisee.

bahwa “jangka waktu perjanjian waralaba Hubungan antara franchisor dan franchisee berlaku sekurang-kurangnya lima tahun.”

ditandai dengan adanya ketidakseimbangan Berdasarkan ketentuan ini franshor tidak

kekuatan tawar menawar (unequal bar- dapat memutuskan perjanjain kapan saja.

37 Pasal 17 ayat (1) huruf e Perpres No 54 Tahun 2010

38

Pasal 18 (ayat 5) dan Pasal 95 ayat (4), Pasal 116 39 Suharnoko, Hukum Perjanjian.. hlm. 85-86 Perpres No 54 Tahun 2010 40 Ibid.

184 IUS Kajian Hukum dan Keadilan

Kajian Hukum dan Keadilan 185 IUS

Diangsa Wagian| Pembaharuan Hukum Kontrak Dalam Peraturan Perundang-Undangan Di.......... Selanjutnya dalam Pasal 11 disebutkan

bahwa Penerima Waralaba wajib men- daftarkan Perjanjian waralaba beserta keterangan tertulis yang dimaksud dalam Pasal 5 pada Departemen Perindustrian dan Perdagangan untuk memperoleh Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba (STPUW). Pasal 14 menetapkan bahwa jika Pemberi waralaba memutuskan perjanjian sebelum berakhirnya masa berlakunya perjanjian waralaba dan kemudian me- nunjuk penerima waralaba yang baru, maka penerbitan STPUW bagi penerima waralaba yang baru hanya diberikan kalau pemberi waralaba telah menyelesaikan segala permasalahan yang timbul sebagai akibat dari pemutusan tersebut yang dituangkan dalam bentuk surat pernyataan bersama (clean break). Dengan demikian, jika ada tuntutan ganti rugi dari franchisee yang diajukan kepada franchisor, maka ganti rugi itu harus dibayar terlebih dahulu, sebelum franchisor dapat menunjuk franchisee yang baru. Apabila permasalahan ini belum terselesaikan maka tidak akan diterbitkan STPW untuk Franchisee yang baru.

8. Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 yang merupakan perubahan atas Undang- Un dang No. 1 Tahun 1995 tentang Per- seroan Terbatas (disingkat UUPT) mem- punyai hubungan erat dengan masalah kecakapan dan kewenangan para pihak dalam berkontrak. Sebagaimana diketahui bahwa subyek hukum dalam kontrak adalah orang (manusia) dan badan hukum. Badan hukum sebagaimana halnya manusia pribadi, harus memenuhi persyaratan tertentu agar dapat diakui kecakapannya sebagai subjek hukum. Agar badan hukum itu sah dan diakui, maka ada beberapa prosedur dan tahapan yang harus dipenuhi. Prosedur, formalitas dan persyaratan yang

harus dipenuhi dalam pendirian PT itulah yang harus merujuk kepada ketentuan- ketentuan UUPT.

Mengikuti pandangan bahwa PT sebagai badan hukum merupakan artificial person atau persona yang diciptakan oleh hukum, maka PT tanpa alat perlengkapan sebenarnya tidak memiliki daya. Agar dapat mewujudkan maksud dan tujuan serta kegiatan usahanya, setiap PT dipandang mutlak membutuhkan dan menciptakan di dalamnya organ yang representatif. Badan hukum tidak seperti manusia (orang), dalam melakukan suatu tindakan atau perbuatan hukumnya dijalankan dan diwakili oleh orang (manusia). PT se- bagai badan hukum hanya mampu dan cakap bertindak melalui “wakilnya” atau pengurusnya. Standar kecakapan bagi badan hukum untuk melakukan suatu perbuatan hukum didasarkan pada kewenangan yang melekat pada pihak yang mewakilinya. Siapakah yang berwenang mewakili PT dalam kontrak menurut UUPT? Menurut UUPT, direksi bertanggungjawab penuh atas pengurusan PT untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan

baik di dalam maupun di luar pengadilan. 41 Namun demikian, PT mempunyai Anggaran Dasar yang mengatur masalah intern perusahaan termasuk mengenai direksi. Siapa yang mewakili perseroan, diatur dan ditentukan dalam Anggaran Dasar, namun pengaturan itu harus tetap dalam batas dan ruang lingkup yang dibolehkan berdasarkan UUPT. Jadi tidak boleh bebas sekehendak hati organ-organ PT.

9. Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan dan Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia

Hak Tanggungan dan Jaminan Fidusia (selanjutnya masing-masing disebut HT dan

41 Pasal 1 angka 5 UUPT

J Urnal IUS | Vol III | Nomor 7 | April 2015 | hl m,

186 IUS Kajian Hukum dan Keadilan

172~189

Dokumen yang terkait

MENGUKUR DERAJAT DEMOKRASI UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN MEASURING THE DEMOCRATIZATION DEGREE ACCORDING TO LAW NUMBER 42 OF 2008 CONCERNING GENERAL ELECTION OF THE PRESIDENT AND VICE PRESIDENT

0 1 16

KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA TERHADAP PENANGGULANGAN DELIK AGAMA DALAM RANGKA PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA THE POLICY OF CRIMINAL LAW FORMULATION CONCERNING ERADICATION OF RELIGIOUS OFFENSE IN ORDER OF CRIMINAL LAW REFORMATION

0 0 12

PRINSIP MEDIASI PENAL DALAM TINDAK PIDANA KDRT PRINCIPLE MEDIATION OF DOMESTIC VIOLENCE AS CRIMINAL ACT

0 0 10

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERENCANAAN TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN LOMBOK TIMUR JURIDICAL REVIEW ON COMMUNITY ROLE IN SPATIAL PLANNING IN EAST LOMBOK REGENCY

0 0 15

DISKRESI KEPOLISIAN DALAM MENGATASI TINDAKAN ANARKI DI MASYARAKAT THE DISCRETION OF THE POLICE TO ALLEVIATE THE ACT OF ANARCHY IN THE SOCIETY

0 0 12

PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARIAH DI PENGADILAN AGAMA THE SETTLEMENT FOR SHARIAH ECONOMY DISPUTES WITHIN RELIGIOUS COURT

0 0 13

PEMENUHAN HAK-HAK EKONOMI DAN MORIL MASYARAKAT ASLI ATAS PENGETAHUAN TRADISIONAL DAN EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL MELALUI SISTEM HKI INDONESIA THE FULFILLMENT OF ECONOMIC AND MORAL RIGHTS OF INDIGENOUS PEOPLES ON TRADITIONAL KNOWLEDGE AND TRADITIONAL CULTU

0 1 21

THE GOVERNMENT CONTRACTUAL DISPUTE RESOLUTION TRUTH INTERNATIONAL COMMERCIAL ARBITRATION AND I'TS PROBLEMS

0 0 16

EKSISTENSI PERKAWINAN MASYARAKAT SUKU SASAK LOMBOK (MERARIQ) DALAM MUARA PLURALISME HUKUM EXISTENCE OF MARRIAGE IN THE SASAK TRIBE IN LOMBOK (MERARIQ) WITHIN THE ESTUARY OF LEGAL PLURALISM

2 2 18

PENERAPAN SANKSI TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA DALAM PERSPEKTIF RESTORATIVE JUSTICE di Wilayah Hukum Polres Mataram

0 0 18