Model Pengelolaan Sumber Daya Pesisir da

Model Pengelolaan Sumber Daya Pesisir
dan Laut, Sasii Ala Maluku
1. Pembahasan
a. Gambaran Umum Provinsi Maluku
Maluku merupakan provinsi di wilayah timur Indonesia dengan posisi strategis antara
seluruh wilayah barat dan tengah Indonesia dengan Papua di bagian timur. Demikian juga
dapat menghubungkan wilayah selatan termasuk Australia dan Timor Leste dengan wilayah
utara seperti Maluku Utara dan Sulawesi. Posisi ini menyebabkan provinsi Maluku sebagai
titik persilangan yang memiliki peranan penting sebagai wilayah transit. Kondisi wilayah
kepulauan ini memberikan arti penting bagi prospek pengembangan ekonomi wilayah yang
tidak hanya bertumpu pada wilayah daratan, tapi sebagian besar akan mengarah pada
pesisir, laut dan pulau-pulau kecil
.
1.1. Letak Geografis
Secara geografis Provinsi Maluku berbatasan dengan Provinsi Maluku Utara di bagian
Utara, bagian Timur berbatasan dengan Provinsi-provinsi Papua Barat, bagian Barat
berbatasan dengan Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah dan bagian Selatan
berbatasan dengan Negara Timor Leste dan Australia.
Secara Astronomi Provinsi Maluku terletak antara 2 30’ – 8 30’ Lintang Selatan dan 124 –
135 30’ Bujur Timur, dengan luas wilayah 712.479,65 Km2 (7,6%) ialah luas daratan dan
658.294,69 Km2 (92,4%) adalah luas lautan.

Sebagai provonsi kepulauan, Maluku memiliki 32 pulau besar dan kecil. Pulau-pulau
dimaluku antara lain Pulau Seram, Pulau Buru, Pulau Yamdena dan Pulau Wetar. Dengan
kondisi wilayah yang dominan perairan, Provinsi Maluku sangat terbuka untuk berintegrasi
dengan provinsi-provinsi dan negara sekitar.

1.2. Iklim
Provinsi Maluku beriklim tropis dan iklim muson, iklim ini sangat dipengaruhi oleh eksistensi
perairan laut yang luas dan berlangsung seirama dengan iklim musim yang ada. Suhu
minimum rata-rata sebesar 23,8 derajat cecius dan suhu maksimum rata-rata sebesar 31,1
derajat celcius. Kelembaban udara berdasarkan stasiun meteorologi Ambon ialah 83,%
terendah, terendah pada bulan Januari sebesar 76% dan tertinggi pada bulan September
sebesar 91%.
Curah hujan tahunan yang berlau dalam wilayah provinsi Maluku cukup bervariasi sehingga
dikelompokkan dalam beberapa zona
.
1.3. Topografi
Rata-rata topografi wilayah Kota Ambon agak datar mulai dari pesisir pantai sampai dengan
wilayah pemukiman. Morfologi daratan Kota Ambon bervariasi dari datar, berombak,
bergelombang dan berbukit serta bergunung dengan lereng dominan agak landai sampai
dengan curam.


Keadaan topografi wilayah Maluku Tengah, Seram bagian Barat dan Seram bagian Timur
umumnya berbukit. Topografi wilaya Maluku Tenggara dibagi atas daratan, berbukit dan
bergunung dengan lereng datar, landai/berombak, bergelombang, curam dan agak curam.
b. Sasi
Sasi adalah aturan adat yang dibuat oleh Raja-raja, perangkat desa dan masyarakat
menjadi pedoman bagi setiap warga masyarakat Maluku dalam mengelola lingkungan,
termasuk pedoman pemanfaatan sumber daya alam.
Di Maluku Tengah tidak ditemukan defenisi sasi secara tertulis. Namun pada naskah salinan
reglemen sasi negeri (desa) Paperu tahun 1913-1922 disebutkan bahwa sasi itu adalah
suatu tanda larangan kepada penduduk desa yang ditandai dengan daun kelapa, dipasang
pada batas-batas daerah sasi. Berdasarkan atas praktek pelaksanaannya, maka sasi dapat
didefenisikan sebagai suatu sistem pengaturan pemanfaatan sumber daya alam (huutan
dan laut) bagi penduduk desa setempat maupun pendatang (Nikijuluv, 1994).
Sasi telah lama ada dan hidup dalam masyarakat pesisir Maluku, jauh sebelum era
perdagangan antar bangsa-bangsa di mulai. Dalam pelaksanaannya sasi dibagi atas 2 :
1. Sasi Negeri, dibagi atas 2 : a. Sasi Darat, 2. Sasi Laut
2. Sasi Gereja, pelaksanaannya dijalankan dan diawasi oleh gereja
Kelembagaan sasi dengan berbagai variasi bentuk dan istilah berlaku luas di Maluku. Dari
Pulau Morotai di Utara samapai dengan Pulau Babar di Selatan, dari Pulau Sidangdoli di

Barat sampai dengan Kepulauan Aru di Timur Maluku.
Di beberapa desa, batas (boundaris) dari sasi disebutkan degan jelas. Di desa Nolloth
misalnya, batasan sasi pada pesisir pantai sepanjang 2,5 km dan kearah laut mulai air surut
sampai kedalaman 25 m.
Dapat dikatakan bahwa batas-atas zona dari sasi pada beberap daerah disebutkan dengan
jelas dan dilapangan zona ini diakui dan dikenali dengan mudah. Adanya kejelasan batas ini
merupakan salah satu syarat atau kondisi kunci dari satu co-menagement.
Sasi memiliki dimensi temporal dan lambang (atribut) yang bersama-sama membuat institusi
sasi bersifat mengikat, batasan lainnnya yang memiliki dimensi temporal dan atribut yaitu
bahwa sasi adalah larangan yang bersifat melindungi sesuatu atau hasil tertentu dalam
batas waktu tertentu, diberlakukan dengan tanda tertentu (biasanya pita kuning), yang
mempunyai kekuatan hukum yang berlaku untuk umum maupun perorangan.
Kekuatan hukum aturan sasi diakui secara agama maupun adat. Sasi negeri dalam
pelaksanaannya di awasi oleh oleh lembaga Kewang, yang diangkat dengan upacara adat
yang sakral. Kewang merupakan perwujudan penjaga sasi (low inforcer) dan juga
merupakan pemimpin adat. Seorang kewang tidak dipilih secara sembarangan, akan tetapi
berdasarkan garis keturunan marga yang telah diakui oleh masyarakat secara turun
temurun. Marga yang memperoleh kepercayaan sebagai kewang adalah marga Latu
Kawemuni.
Keputusan dan aturan sasi yang telah ditetapkan dalam masyarakat kemudian sepenuhnya

diserahan kepada Kewang (pemimpin adat) dan ditaati oleh unsur masyarakat, lembaga
pemerintah dan pihak gereja. Pelaksanaaan sasi juga mendapat dukungan doa dan berkat
dari upacara keagamaan di gereja (Nikijuluv 1994).

c. Sasi dan Konservasi
Sebagai suatu kearifan lokal masyarakat pesisir Maluku, sasi telah menjadi bentuk bentuk
dasar konservasi perikanan laut modern, yang telah dipraktekkan selama berabad-abad
oleh penghuni pulau (islander), sebelum kesadaran perlunya konservasi laut di negaranegara barat di mulai.
Tujuan sasi yang dapat dirasakan oleh masyarakat serta kaedah dan tingkah dan tingkah
laku dalam pelaksanaannya merupakan syarat yang esensial yang menjamin
keberlangsungan dan keberadaan sasi. Sedangkan syarat optional adalah adanya struktur
organisasi yang jelas.
Sasi pada awalnya berada pada daerah daratan yang pada akhirnya juga digunakan untuk
mengelola sumber daya yang ada di wilayah pesisir dan laut. Pada bentuk pelaksanaannya
sasi di Maluku di bedakan atas dua, yakni :
1. Sasi Lompa, dilaksanakan dengan tertutup.
2. Sasi Labuhan, dilaksanakan terbuka dan juga dirangkaikan dengan upacara-upacara
keagamaan.
Tujuan sasi secara umum adalah sebagai upaya elindungi tradisi, meningkatkan pendaatan
desa dan melindungi sumber daya dari ancaman orang lain. Norma atau kaedah sasi

menyangkut apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Disetiap desa ada larangan untuk
mengambil komuditas tertentu selama sasi ditutup (close season). Pengaturan lain
menyangkut dimana sasi diberlakukan. Meskipun batas-batas sasi tidak ditentukan secara
akurat, dalam pelaksanaannya setiap orang dapat mengidentifikasi batas-batas tersebut.
Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa sasi lebih banyak berkaitan dengan jenis-jenis
sunberdaya keanekaragaman hayati ekonomis yang penting yang hidup di laut dan dasar
laut.
Di desa Paperu ada dua hal yang diberlakukan yaitu sasi umum dan sasi khusus. Sasi
umum adalah larangan bagi yang bukan penduduk Paperu untuk menangkap ikan,
mengambil kerang atau hasil laut lainnya pada perairan depan desa dengan batas-batas
sejauh air surut terendah. Sedangkan sasi khusus adalah larangan menangkap ikan dengan
radius 200 m dari tanjung Paperu. Dari sisi menajemen, sasi umum ini adalah bentuk
kombinasi antara penutupan daerah (closed area) dan pembatasan aktifitas penangkapan
(fishing retrction).
Zona sasi merupakan daerah batas bagi pemanfaatan sumberdaya laut saat tutup sasi,
kegiatan penangkapan dan pengambilan ikan dan biota-biota laut pada batas-batas tertentu
tidak diijinkan bagi penduduk desa maupun orang luar. Di desa Nolloth dan Sir Nori,
komuditas yang diatur pemanfaatannya adalah jenis lola, batu laga, caping-caping,
terupang, akar bahar dan bunga karang. Sedangkan di Paperu, sasi merupakan
pembatasan dan larangan alat tangkap yang bersifat destruktif (merusak).

Penutupan sasi untuk biota laut seperti lola, teripang dan caping-caping di desa Siri Sori dan
Nolloth dilakukan selama kurang lebih setahun. Setelah melalui mengamatan dan diketahui
komuditas di atas sudah banyak dan besar, maka masa penangkapan dan buka sasi mulai
diakukan.
Ketetapan buka sasi dilakukan melalui rapat desa dengan mempertimbangkan ada tidaknya
nelayan yang mengusahakan komuditas itu. Di desa Nolloth tenaga kerja yang melakukan
buka sasi dibayar dengan uang hasil penjualan ikan atau biota laut yang ditangkap. Setelah
dikurangi dengan biaya produksi lainnya, sisa hasil penjualan adalah milik desa, yang akan
digunakan untuk membangun sarana dan prasarana umum. Di desa Siri Sori, pengusahaan

komuditas pada zona sasi ditetapkan secara lelang. Pemerintah memberikan kesempatan
kepada penduduk asli ataupun penduduk luar untuk mengikuti lelang ini. Uang hasil lelang
digunakan untuk menjalankan pemerintahan dan pembangunan desa, disamping juga untuk
membayar upah kewang. Besaran upah kewang ditetapkan berdasarkan kesepakatan
bersama perangkat dan masyarakat desa.
Pada dasarnya sasi dalam pelaksanaannya sasi mengatur mengenai :

1. Masa penutupan pemanfaatan jenis-jenis tertentu keanekaragaman hayati yang
berada diwilayah pesisir dan laut;


2. Masa pembukaan kembali sasi, untuk jangka waktu yang telah ditentukan
sebelumnya atau berdasarkan hasil pengamatan terhadap jenis-jenis tertentu
keanekaragaman hayati pesisir dan laut yang di berlakukan sasi, yang diikuti dengan
ritual secara adat dan religi;

3. Menentukan jenis-jenis keanekaragaman hayati yang di sasi-kan;
4. Menentukan batasan kuantitas pemanfaatan jenis-jenis keanekaragaman yang di
sasi-kan;

5. Menentukan batasan ukuran jenis-jenis keanekaragaman yang di sasi-kan, ketika
sasi dibuka;

6. Menentukan praktek penjualan hasil jenis-jenis keanekaragaman yang di sasi-kan.
Struktur organisasi yang menyangkut aturan-aturan, pengawasan dan sanksi secara tertulis
terdapat di desa Nolloth dan Paperu. Aturan-aturan tersebut dibuat dengan cara
musyawarah antara pemerintah desa, LKMD serta masyarakat sendiri dan kemudian
dituliskan. Tapi pada prakteknya di beberapa desa di Maluku ada juga sasi yang tidak
tertulis.
Aturan tertulis yang dikeluarkan beberapa tahun lalu, merupakan hasil rumusan antara
pemerintah desa, lembaga adat dan pemimpin keagamaan. Perubahan dalam peraturan

sasi juga sering terjadi di beberapa desa. Di desa Paperu misalnya, aturan sasi mengalami
penambahan berupa larangan membuang sampah di pesisir untuk menjaga kebersihan
pantai.
Aturan sasi juga mengatur mengenai sanksi bagi orang-orang yang melanggar sasi. Sanksi
ini biasanya berupa denda, pengucilan dari pergaulan sosial dan adat, dipermalukan
didepan umum, kerja bakti dan pencabutan hak untuk sumber daya. Selain itu masyarakat di
Maluku juga percaya, bahwa pelanggaran terhadap sasi akan memperoleh kualat/kutukan
dari alam.
2. Analisis
Ada beberapa permasalahan yang terjadi baik disadari ataupun tidak yang merupakan
akibat dari pelaksanaan dalam pembangunan dan pemanfaatan wilayah pesisir, laut dan
pulau-pulau kecil yang selama ini terjadi, antara lain adalah; pencemaran, degradasi habitat,
over eksploitasi sumber daya ikan, abrasi pantai, konservasi kawasan lindung menjadi
peruntukan lain dan bencana alam, serta konflik-konflik kepentingan pemanfaatan dan
kekuasaan

Jika melihat kondisi pembangunan wilayah pesisir dewasa ini di Maluku, telah mulai terlihat
adanya kesadaran aparatur pemerintah dan para stakeholder lainnya akan pentingnya
memperhatikan kearifan lokal suatu daerah, maka eksistensi sasi di Maluku harus di
pertahankan.

Pada pendekatan konsep menajemen, sasi mempunyai legitimasi yang kuat dan
terinternalisasi dengan baik, misalnya dengan praktek buka dan tutup sasi yang diumumkan
kepada publik.
Keberadaan sasi tidak hanya untuk tetap mempertahankan tradisi, tetapi disadari bersama
oleh masyarakat adat dan pemerintah bahwa keberadaan sasi merupakan ujud dari
kepedulian terhadap pembangunan dan pemanfaatan lingkungan hidup yang lestari dan
berkelanjutan.
Selain itu, sasi telah menjadi sebuah metode tanggung jawab dari generasi sekarang untuk
tetap mempertahankan keanekaragaman dan kelimpahan sumberdaya hayati yang ada di
wilayah pesisir dan laut untuk anak dan cucu pada generasi mendatang, sehingga
kemakmuran dari berlimpahnya sumberdaya keanekaragaman hayati di wilayah pesisir dan
laut yang masyarakat Maluku nikmati sekarang juga dapat dinikmati oleh anak cucu pada
generasi yang akan datang.
KESIMPULAN dan SARAN
Sasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam konservasi sumber daya hayati
selama ini di wilayah pesisir Maluku,selain itu praktek sasi telah membuat terus adanya
ketersediaan (restocking) jenis-jenis tertentu keanekaragaman hayati pesisir dan laut,
melindungi dan menjaganya dari eksploitasi berlebihan yang akan menyebabkan
kepunahan.
Sasi juga merupakan metode pengelolaan sumber daya hayati di wilayah pesisir dan laut

yang telah mempraktekkan co-menagement, dimana pemerintah dan masyarakat samasama berperan dan sama-sama bertanggung jawab untuk melakukan pengelolaan.
Pelaksanaan sanksi sasi pada msa sekarang harusnya lebih rasional, contohnya dalam hal
denda, seharusnya juga ditingkatkan, disesuaikan dengan kondisi sosial dan ekonomi masa
sekarang. Dengan penyesuaian besarnya sanksi yang harus dibayarkan oleh orang yang
melanggar sasi baik yang dilakukan oleh orang dari dalam ataupun luar wilayah sasi, maka
diharapkan sasi dalam pelaksanaannya akan lebih ditaati.
Sasi harusnya dijadikan salah satu acuan penting bagi pemerintah apabila membuat
kebijakan dalam bentuk peraturan perundang-undangan dan sejenisnya mengenai
pengelolaan sumber daya wilayah pesisir dan laut, sehingga produk hukum yang dihasilkan
benar-benar merupakan pengejewantahan dari hukum-hukum kebiasaan dalam bentuk
kearifan lokal dan semangat yang hidup dalam masyarakat Indonesia, bukan berdasarkan
pada kepentingan pemilik modal, sehingga pelaksanaan peraturan-peraturan tersebut dapat
dengan mudah diterima, dijalankan dan dipatuhi oleh masyarakat.
Pengelolaan sumberdaya alam di wilayah pesisir, laut dan pulau-pulau kecil yang berbasis
masyarakat, termasuk masyarakat adat, mulai dari sekarang harusnya dijadikan paradigma
acuan dalam menterjemahkan penghormatan hak-hak asasi masyarakat adat dan
pelestarian lingkungan hidup di wilayah pesisir, laut dan pulaupulau kecil, sebagai jawaban
atas permasalahan dan konflik kepentingan yang selama ini terjadi dalam pemanfaatan
sumber daya alam di wilayah pesisir, laut dan pulau-pulau kecil..


DAFTAR PUSTAKA
1. Undang-undang No.32 Tahun 2004 Tentang Otonomi Daerah.
2. Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau
Kecil.
3. Ellias Lamerburu, 2001, Jurnal, Peran Sasi Sebagai Model Pengelolaan Sumber Daya Pulaupulau Kecil di Kabupaten Maluku Tenggara Barat.
4. Alex SW Retraubun, Jurnal, Sasi dan Konservasi