Sapi Pada masa Kering Kandang

PROFIL HEMATOLOGI SAPI PERAH FH (Freisian Holstein)
PERIODE KERING KANDANG DI KUNAK CIBUNGBULANG
BOGOR
Deka Permana Putera1, Retno Wulansari2, RP Agus Lelana2
1

2

Mahasiswa Program Sarjana Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor
Staf Pengajar Divisi Penyakit Dalam, Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi, Fakultas
Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor

ABSTRACT
Dry period in dairy cattle is a critical situation in herd health management.
In this period, the physiological state should be in good condition to assure
normal calving and delivery. To understand these critical levels of dry period of
dairy cattle, hematological test was performed on eightteen dairy cattle at Kunak,
Cibungbulang Bogor. The result showed that the average of erythrocytes count
was 6.1 ± 1.03 x 106/µ l, hemoglobin concentration was 9.83 ± 1.54 g/dl,
percentage of hematocrit was 30.77 ± 3.52%, MCV was 51.30 ± 7.47fl and
MCHC was 31.88 ± 2.85%. Based on this finding we noted the presentages

erythrocytes count, hemoglobin concentration and percentages of hematocrit of
dairy cattle at Kunak Cibungbulang Bogor were tend to be lowed. We were also
noted that three of animals had normocytic hypochromic anemia, two of animals
had microcytic hypochromic anemia and one of animals had macrocytic
hypochromic anemia.
Keywords: dry period, erythrocyte, hematocrit, hemoglobin.

PENDAHULUAN
Sapi perah merupakan ternak andalan dalam mewujudkan swasembada susu
segar nasional. Keberhasilan menejemen peternakan sapi perah diantara
ditentukan oleh kemampuan dalam pemeliharaan dan menejemen kesehatan,
terutama pada periode kering kandang. Menurut Sudono et al. (2003), periode
kering kandang sangat penting dalam rangka merumuskan kebutuhan pakan
sehingga sapi memenuhi kondisi fisologis untuk melahirkan secara normal.
Menurut Smith & Risco (2005), periode kering kandang harus diantisipasi
terhadap gangguan kesehatan dan gangguan metabolisme. Terjadinya masalah
kesehatan selama periode kering kandang akan berdampak terhadap kinerja
reproduksi yang selanjutnya berakibat terhadap kerugian ekonomi dan produksi
susu (Ferguson 2001). Oleh sebab itu sangat penting untuk memantau gambaran
hematologi sebagai indikator tingkat kesehatan ternak (Huyler et al. 1999)


2
Pemeriksaan hematologi yang sering digunakan untuk mengukur derajat
kesehatan hewan adalah jumlah sel darah merah (eritrosit), profil kadar
hemoglobin (Hb) dan persentase hematokrit (PCV) (Gerardo et al. 2009).
Menurut Mohri et al. (2007), untuk menginterpretasi hasil pemeriksaan
laboratorium dibutuhkan pengetahuan fisiologis darah dan parameter acuan darah
normal.
Permasalah yang ada hingga saat ini belum banyak laporan mengenai
gambaran darah sapi perah sehat pada periode kering kandang di Indonesia.
Dengan alasan tersebut perlu dilakukan penelitian hematologi pada sapi perah FH
pada periode kering kandang di Kunak Cibungbulang Bogor. Penelitian ini juga
diharapkan untuk mendapatkan profil masalah anemia sapi perah di kawasan
tersebut.

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan bulan Juli s.d Agustus 2013 di Kawasan Usaha
Peternakan Sapi Perah Cibungbulang, Bogor. Pemeriksaan sempel darah
dilakukan di Laboratorium Patologi Klinik, Divisi Penyakit Dalam, Departemen

Klinik, Reproduksi, dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian
Bogor.

Alat dan Bahan Penelitian
Hewan yang digunakan sebanyak 18 ekor sapi perah FH periode kering
kandang milik 4 peternak di Kunak Cibungbulang Bogor. Pengambilan darah
digunakan dalam penelitian ini antara lain syringe 10 ml, gelas objek, tabung
vakum EDTA (Ethylene Diamine Tetraacetic Acid), mikroskop, alat penghitung
(counter ), tabung Sahli, tabung kapiler, alat sentrifuge, Micro Hematokrit Reader,
hemoglobinometer dan pipet tetes. Bahan yang digunakan antara lain sampel
darah segar, alkohol 70%, aquades, cairan pengencer (Turk) dan HCl 0.1 N.

Persiapan Sampel Darah
Pengambilan darah dilakukan melalui vena Jugularis dan atau melalui vena
Coccygealis kurang lebih sebanyak 10 ml. Kemudian dimasukkan kedalam tabung
vakum yang mengandung antikogulan EDTA untuk kemudian dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut.

3
Perhitungan Jumlah Eritrosit

Sampel darah dihisap sampai dengan batas 0.5 menggunakan pipet
pengencer. Ujung pipet dicelupkan ke dalam cairan pengencer (Turk) dan cairan
tersebut dihisap sampi batas 101. Pipet diangkat, lalu ditutup ujungnya dengan
jempol dan pangkalnya ditutup dengan jari tengah dengan kondisi pipet yang
mendatar. Larutan dengan darah diratakan dan dicampur dengan membuat
gerakan seperti angka 8. Setelah homogen sebagian larutan dibuang kira-kira 3-5
tetes. Kamar Hitung diambil dari kaca penutupnya, kaca penutup diletakkan diatas
tanggul kamar hitung. Larutan diisikan kedalam kamar hitung dengan
menyentuhkan ujung pipet pada tepi antara dataran kaca penutup, sehingga
permukaan dataran terisi merata. Setelah itu dibaca dibawah mikroskop dengan
perbesaran 40x. Sel-sel yang menyentuh garis batas kedua dihitung, sisi lainnya
(kanan dan bawah) tidak masuk perhitungan. Lima kotak yang biasa dihitung
ialah empat kotak pojok dan satu kotak tengah. Hasil perhitungan akhir (jumlah
total eritrosit), total eritrosit = n x 10.000, dengan n adalah jumlah seluruh sel dari
lima kotak.

Perhitungan Nilai Hematokrit
Darah dihisap dengan tabung mikrokapiler, dengan menyentuhkan ujung
tabung pada darah dan mengetuk-ngetuk ujung lainnya dengan telunjuk dimana
posisi tabung hampir mendatar. Bagian ujung tabung dikosongkan kira-kira 1 cm.

Bagian ujung lain dari tabung disumbat dengan alat penyumbat khusus. Tabung
diletakan pada alat sentrifuge dengan bagian tak tersumbat mengarah ke pusat
sentrifuge. Sentrifuge dilakukan selama 10 menit dengan kecepatan 6500 rpm.
Hasil sentrifugasi dibaca dengan menggunakan alat khusus (Micro Hematokrit
Reader).

Perhitungan Kadar Hemoglobin
Perhitungan kadar hemoglobin dilakukan dengan metode Sahli. Tabung
Sahli diisi dengan HCl 0.1 N sampai garis terbawah. Darah dihisap dengan pipet
hemoglobin sampai angka 20. Darah yang dihisap dimasukkan pada HCl 0.1 N
dengan meniup pelan-pelan. Darah dan HCl 0.1 N dicampurkan dengan cara
meniup dan mengisap perlahan-lahan. Terbentuknya asam hematin ditandai
dengan adanya perubahan warna menjadi coklat atau coklat kehitaman. Aquades
diteteskan dengan menggunakan pipet tetes sambil dikocok, penambahan aquades
dilakukan sampai warna sama dengan warna pembanding. Kadar hemoglobin
dibaca dengan melihat miniskus cairan pada tabung Sahli. Satuan hemoglobin
dinyatakan dengan gram%.

4
Perhitungan Indeks Eritrosit

Perhitungan MCV, MCH, dan MCHC dapat dilakukan
menggunakan rumus menurut (Schalm et al. 1975) sebagai berikut:
MCV=

P VX
∑R

MCH=

Hb X
∑R

MCHC=

dengan

Hb X

P V


Analisis Data
Data yang diperoleh diolah dengan mencari nilai rata-rata dan standar
deviasi selanjutnya dianalisis secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Parameter Eritrosit
Eritosit di dalam aliran darah mamalia merupakan sel-sel yang tidak berinti
dan tidak bergerak (Schalm et al. 1975). Menurut Cowell (2004), parameter yang
penting dalam pemeriksaan eritrosit sapi meliputi jumlah eritrosit, konsentrasi
hemoglobin dan hematokrit. Penurunan salah satu dari ketiga parameter tersebut
dapat menjadi indikasi anemia. Penelitian yang telah dilakukan pada sapi perah
FH pada periode kering kandang menghasilkan gambaran eritrosit yang disajikan
dalam tabel 1.

Tabel 1 Rataan jumlah eritrosit, konsentrasi hemoglobin, dan nilai hematokrit
sapi perah FH periode kering kandang
Parameter
Eritrosit (x 106/µl)
Hemoglobin (g/dl)
Hematokrit (%)

a
Sumber : Gavan et al.(2010)

Kisaran nilai
4.07-7.2
7-12
26-36

Rata-rata
6.1 ± 1.03
9.83 ± 1.54
30.77 ± 3.52

Nilai normal
5.00-10.00a
8.00-15.00a
24.00-46.00a

Jumlah Eritrosit
Jumlah eritrosit pada 18 sapi perah FH periode kering kandang dapat dilihat

pada gambar 1, dengan kisaran nilai antara 4.07-7.8x 106/µl. Terdapat beberapa
sapi menunjukkan gambaran jumlah eritrosit berada dibawah nilai normal (5.010.0x 106/µl) yaitu pada sapi dengan nomor 5, 8 dan 18, dengan jumlah eritrosit
masing masing sebesar 4.95, 4.90 dan 4.07x 106/µl. Sedangkan 15 ekor lainnya
memiliki nilai yang berada dalam kisaran normal.
Tabel 1 menunjukkan rataan jumlah eritrosit sapi perah FH pada periode
kering kandang sebesar 6.1± 1.03x 106/µl. Nilai ini berada dalam kisaran normal
menurut Gavan et al. (2010), yaitu sebesar 5.00-10.00x 106/µl.

5
11
10

Jumlah eritrosit (x 106/µl)

9
7,8

7,5

8

7
6

6,2

6,6

6,5

6,9

7

6,3

6,01

5,66

5,4


5,18 4,95

5,00

7,2

6,9

4,9

5

4,07

4
3
2
1
0
1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16

17

18

Nomor sapi
Gambar 1 Grafik jumlah eritrosit sapi perah pada periode kering kandang (Daerah
diantara tanda
menunjukan jumlah eritrosit normal)

Jumlah eritrosit dibawah nilai normal menunjukkan sapi mengalami anemia.
Menurut Fransond (1993), anemia terjadi karena pembentukan darah yang kurang
mencukupi karena gizi tidak baik termasuk adanya defisiensi zat besi, Cu, vitamin
dan asam amino di dalam pakan dari sapi diperiode kering kandang. Dapat juga
disebabkan karena pendarahan dari luka, parasit-parasit cacing (endoparasit) atau
karena sel-sel darah merah tidak berhasil menjadi masak secara normal.
Pada proses pembentukan eritrosit dibutuhkan nutrien-nutrien esensial
seperti vitamin B12 (Cyanocobalamin). Masing-masing molekul mengandung satu
atom Cobalt yang berfungsi dalam pendewasaan eritrosit. Cobalt merupakan
bahan esensial untuk ruminansia dan dibutuhkan oleh mikroorganisme dalam
pembentukan vitamin B12 dalam rumen (Goff 2000). Mineral-mineral lainnya
yang dibutuhkan adalah tembaga untuk pembentukan molekul hemoglobin.
Tembaga sangat esensial sebagai koenzim/katalisator dalam sintesa Hb. Faktor
yang mempengaruhi kualitas eritrosit bukan saja jumlah sel-selnya tetapi juga
kadar Hb, PCV, dan kadar konstituen darah lainnya. Faktor lain yang dapat
mempengaruhi kualitas eritrosit adalah umur, sex, gizi, kehamilan, laktasi, iklim,
fase estrus, dan ketinggian lakasi (Ali et al. 2013). Bila pada ternak ruminansia
terjadi defisiensi vitamin B12 dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan dan
perkembangan eritosit yang menimbulkan penyakit anemia. Anemia terjadi
apabila jumlah sel-sel darah merah yang fungsional atau jumlah hemoglobin
berkurang jauh di bawah normal.
Konsentrasi Hemoglobin
Sebagian besar sapi perah FH periode kering kandang dalam penelitian
memiliki konsentrasi hemoglobin pada rentang normal (8.0-15.0 g/dl), dengan
kisaran nilai antara 7.0-12.0 g/dl ditunjukkan pada gambar 2. Akan tetapi, ada satu
ekor sapi yang memiliki konsentrasi hemoglobin dibawah normal, yaitu dengan
konsentrasi hemoglobin sebesar 7.00 g/dl. Sapi yang memiliki nilai konsentrasi
hemoglobin tersebut adalah sapi nomor 18 dimana pada sapi tersebut juga
memiliki jumlah eritrosit yang berada dibawah jumlah normal, yaitu 4.07x 106/µl.

6
Nilai rataan konsentrasi Hb sapi perah FH periode kering kandang sebesar
9.83 ± 1.54 g/dl (Tabel 1). Menurut Gavan et al. (2010), nilai rataan tersebut
berada pada rentang normal yaitu 8.0-15.0 g/dl.
16

Konsentrasi hemoglobin (g/dl)

14
12
12

11

11
10

10

9

12
11

10

9

10

9
8

12

11
9

8

8

8

7

6
4
2
0
1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16

17

18

Nomor sapi
Gambar 2 Grafik jumlah konsentrasi hemoglobin sapi perah pada periode kering
kandang (Daerah diantara tanda
menunjukan jumlah eritrosit normal)

Hemoglobin merupakan komponen utama penyusun eritrosit yang berfungsi
mengangkut oksigen dan karbondioksida (Price & Wilson 2006). Rendahnya
hemoglobin diakibatkan oleh jumlah eritrosit yang rendah, karena hemoglobin
merupakan komponen utama pengisi eritrosit (Guyton & Hall 1997). Faktor yang
mempengaruhi derajat anemia selain jumlah eritrosit adalah konsentrasi
hemoglobin yang berada dalam darah. Besarnya konsentrasi hemoglobin
dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya nutrisi, ras, umur, waktu pengambilan
sampel dan antikogulan yang dipakai dalam pengambilan sampel (Mbassa dan
Poulsen 1993).
Nilai Hematokrit (PCV)
Gambar 3 menunjukkan pada 18 ekor sapi yang diperiksa mempunyai
kisaran nilai hematokrit antara 26.00-36.00%. Terdapat sapi dengan nilai
hematokrit normal rendah, yaitu sapi nomor 18 (26.00%). Kondisi pada sapi
nomor 18 diikuti dengan dengan gambaran jumlah eritrosit dan konsentrasi
hemoglobin yang juga rendah yaitu 4.07x 106/µl dan 7.00 g/dl. Hal ini
menunjukkan adanya korelasi antara ketiganya. Semakin rendah jumlah eritrosit
maka nilai hematokrit dan konsentrasi hemoglobinnya juga rendah. Pada kondisi
sapi dengan jumlah eritrosit rendah dan hematokrit normal rendah menunjukan
bahwa kondisi sapi tersebut selain mengalami anemia juga mengalamia dehidrasi.

7
Rataan nilai hematokrit sapi perah FH periode kering kandang dapat dilihat
pada tabel 1, yaitu 30.77 ± 3.52%. Menurut Gavan et al. (2010), nilai rataan
tersebut berada pada rentang normal yaitu 24.00-46.00%.
50

Konsentrasi hematokrit (%)

45
40
35
30

34

32
29

27

27

2

3

36

34

32

34

30

29

36

35

32
28

27

26

26

25
20
15
10
5
0
1

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16

17

18

Nomor sapi
Gambar 3 Grafik jumlah konsentrasi hematokrit sapi perah pada periode kering kandang
(Daerah diantara tanda
menunjukan jumlah eritrosit normal)

Perhitungan PCV (Packet cell volume) pada ternak-ternak sehat harus
sebanding dengan jumlah eritrosit dan konsentrasi hemoglobin. Hematokrit
dipergunakan untuk menghitung jumlah darah dan untuk mengecek jumlah sel
darah merah. Nilai hematokrit merupakan salah satu unsur yang dapat digunakan
untuk menentukan derajat anemia selain jumlah eritrosit dan konsentrasi
hemoglobin. Jumlah eritrosit yang rendah dan ukuran eritrosit yang kecil akan
menyebabkan nilai hematokrit menjadi rendah (Colville & Bassert 2002). Duncan
& Prase (1977) menyatakan nilai hematokrit akan menurun pada keadaan bunting,
dan anemia.

Indeks Eritrosit
Indeks eritrosit sapi perah pada periode kering dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2 menunjukkan nilai MCV sapi perah pada periode kering kandang dalam
kisaran 44.44 - 63.88 fl dengan nilai rata-rata sebesar 51.30 ± 7.29 fl. Nilai
MCHC berada pada kisaran 26.92 - 37.50% dengan nilai rata-rata sebesar 31.88 ±
2.85%. Nilai MCV dan MCHC ini berada dalam kisaran normal 40.0-60.0 fl dan
30.0-36.0% (Gavan et al. 2010).

8
Tabel 2 Nilai MCV dan MCHC sapi perah kering kandang
No Sapi
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
Rata-rata
± SD
a
sumber: Gavan et al.(2010)

MCV (fl)
Nilai normal
(40.0-60.0)a
51.24
54.00
36.00
61.78
52.53
54.84
49.23
59.18
56.57
45.45
52.17
50.00
53.97
44.44
52.17
50.00
35.90
63.88
51.30 ± 7,47

MCHC (%)
Nilai normal
(30.0-36.0)a
31.03
33.33
29.63
34.38
30.77
29.41
34.38
31.03
29.41
36.67
33.33
33.33
33.33
37.50
29.41
31.43
28.57
26.92
31.88 ± 2.85

Beberapa sapi memiliki nilai MCV normal ditunjukkan pada sapi nomor 6,
9 dan 15 dengan nilai 54.84 fl, 56.57 fl dan 52.17 fl. Ini diikuti dengan nilai
MCHC pada sapi tersebut yang rendah yaitu dengan nilai 29.41%, 29.41% dan
29.41%. Sapi nomor 6, 9 dan 15 dapat dikatakan mengalami anemia normositik
hipokromik. Anemia normositik hipokromik ditandai dengan ukuran eritrosit yang
normal tetapi konsentrasi hemoglobin darah rendah (MCV normal, MCHC
rendah). Anemia jenis ini dapat disebabkan oleh defisiensi besi dan sintesis
hemoglobin yang belum sempurna (Stockham & Scott 2008).
Sapi yang diteliti mengalami anemia mikrositik hipokromik, yaitu pada sapi
nomor 3 dan 17. Dengan nilai MCV 36.00 dan 35.90 fl serta nilai MCHC 29.63
dan 28.57%. Anemia mikrositik hipokromik ditandai dengan ukuran eritrosit lebih
kecil dari normal dengan konsentrasi hemoglobin lebih sedikit dari nomal (MCV
dan MCHC rendah). Kejadian ini disebabkan oleh insufisiensi sintesis hem (besi)
akibat defisiensi zat besi serta defisiensi pyridoxine (Stockham & Scott 2008).
Menurut Abdulsalam & Daniel (2002), defisiensi besi dapat menyebabkan
terjadinya berbagai komplikasi antara lain berupa penurunan daya tahan tubuh,
penurunan aktivitas, dan perubahan tingkah laku.
MCHC yang lebih tinggi dari batas normal terdapat sapi nomor 10 (36.67%)
dan sapi nomor 14 (37.50%). Hal ini dikarenakan kondisi hemoglobinemia yang
menyebabkan hemoglobin dalam plasma darah ikut terhitung saat pengukuran
konsentrasi hemoglobin sehingga menyebabkan nilai MCHC cenderung lebih
tinggi dari normal (Stockham & Scott 2008).

9
Sapi nomor 18 menunjukkan nilai MCV dan MCHC masing-masing sebesar
63.88 fl dan 26.92% dapat dikatakan anemia makrositik hipokromik. Kenaikan
nilai MCV dan penurunan MCHC yang mengindikasikan eritrosit berukuran lebih
besar dari normal dan merupakan eritrosit muda karena pada eritrosit muda
jumlah Hb lebih rendah. Menurut Stockham & Scott (2008) ini diakibatkan karena
perdarahan yang berlebihan sehingga eritrosit muda (retikulosit) dilepas kedalam
peredaran darah sebagai respon regeneratif.
Hasil yang diperoleh dari penelitian pada 18 ekor sapi FH periode kering
kandang menunjukkan profil eritrosit dengan jumlah eritrosit rendah pada sapi
nomor 5, 8, dan 18. Sapi nomor 5 selain jumlah eritrosit yang rendah diikuti
dengan konsentrasi hemoglobin dan nilai hematokrit yang rendah. Hal ini
mengindikasikan sapi tersebut mengalami anemia. Jumlah eritrosit yang rendah
akan diikuti dengan jumlah hemoglobin yang rendah karena hemoglobin
merupakan komponen penyusun eritrosit. Pada sapi nomor 8 menunjukkan jumlah
eritrosit dan hematokrit rendah namun memperlihatkan konsentrasi hemoglobin
normal. Hal ini dapat menandakan terjadinya kehilangan darah yang berakibat
kekurangan darah pada sapi. Sapi nomor 18 menunjukkan eritrosit, hemoglobin,
dan hematokrit yang rendah. Ini terjadi ketika eritrosit yang bersirkulasi dalam
darah adalah eritrosit muda dan berukuran besar. Dengan nilai MCV yang tinggi
dan MCHC yang rendah, maka pada sapi tersebut dapat dikatakan mengalami
anemia tipe regeneratif.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap delapan belas ekor
sapi perah FH periode kering kandang terdapat tiga sapi yang mengalami anemia
normositik hipokromik, dua sapi mikrositik hipokromik dan satu sapi yang
mengalami anemia makrositik hipokromik dan terdapat beberapa sapi kekurangan
besi (Fe).
Saran
Saran yang diberikan dalam penelitian ini adalah perlu dilakukan
pemeriksaan lanjutan terhadap sapi perah pada periode kering kandang terutama
pada periode transisi di Kunak Cibungbulang Bogor, dengan sampel yang lebih
banyak dan pemeriksaan mengenai profil biokimiawi darah dan kondisi fisik
hewan di lapangan.

DAFTAR PUSTAKA
Abdulsalam M, Daniel A. 2002. Diagnosis, pengobatan dan pencegahan anemia
defisiensi besi. J Sari Pediatri. Vol. 4 (2): 74 – 77.

10
Ali AS, Ismoyowati T, Indrasanti D. 2013. Jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan
hematokrit pada berbagai jenis itik lokal terhadap penambahan probiotik
dalam ransum. J Ilmiah Peternakan. 1(3): 1001-1013.
Colville T, Bassert JM. 2002. Clinical Anatomy and Physiology for Veterinary
Technicians. Missouri (US): Mosby.
Cowell RL. 2004. Veterinary Clinical Pathology Secrets. St. Louis (US): Elsevier
Mosby.
Duncan JR, Prase KW. 1977. Veterinarv Laboratory Medicine. Clinical Patholoy
Lowa (US): The Lowa state University Pr.
Ferguson JD. 2001. Nutrition and reproduction in dairy herds. Di dalam: Proc.
2001 Intermountain Nutrition Conf; Salt Lake City (US): University of
Texas. hlm 65-82.
Frandsond RD. 1993. Anatomi dan Fisiologi ternak. Ed ke 4. Yogyakarta (ID):
UGM Pr.
Găvan C, Retea C, Motorga V. 2010. Changes in the Hematological Profile of
Holstein Primiparous in Periparturient Period and in Early to Mid Lactation.
Scientific Papers: Animal Sciences and Biotechnologies, 43 (2): 244-246.
Gerardo FQ, Stephen JL, Todd FD, Darven W, Ken EL, Robert MJ. 2009.
References limits for biochemical and hematological analytes of dairy cows
one week beafor and one week after parturition. Can Vet J 50 (4): 383-388.
Goff JP. 2000. Determining the mineral requirement of dairy cattle. In
Proceedings 11th Annual Florida Ruminant Nutrition Symposium. [Waktu
dan tempat pertemuan tidak diketahui]; Gainesville. Florida (US):
University of FloridaPages 106-132.
Guyton AC, Hall JE. 1997. Textbook of Medical Physiology. Philadelphia (US):
Saunders Company.
Huyler MT, Kincaid RL, Dostal DF. 1999. Metabolic and yield responses of
multiparous Holstein cows to prepartum rumen-undegradable protein. J
Dairy Sci. 82:527–36.
Mbassa GK, Poulsen JS. 1993. Reference Range for Hematological Value in
Landrace Goats. Small Rum Res.
Mohri M, Sharifi K, Eidi S. 2007. Hematological and serum biochemistry of
holstein dairi calves: ages related changes and comparison with blood
composition in adult. Res Vet Sci. 83: 30-39.
Price SA, Wilson LM. 2006. Patophysiology Clinical Conceps of Disease
Processes. Ed ke-4. Jakarta (ID): Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Schalm OW, Jain NC, Carrol EJ. 1975. Veteriner Haematology. Philadelphia
(US): Saunders College.
Smith BI, Risco CA. 2005. Management of priparturient disorders in diary cattle.
Vet Clin North Am FoodAnim Pract. 21: 503-521.
Stockham SL, Scott MA. 2008. Fundamentals of Veterinary Clinical Phatology.
Ed ke-2. State Avenue (US): Blackwell Publishing.
Sudono A, Rosidiana RF, Setiawan BS. 2003. Beternak Sapi Perah Secara
Intensif. Bogor (ID): Angromedia Pustaka.

Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

FENOMENA INDUSTRI JASA (JASA SEKS) TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU SOSIAL ( Study Pada Masyarakat Gang Dolly Surabaya)

63 375 2

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI PUBLIC RELATIONS DALAM MENANGANI KELUHAN PELANGGAN SPEEDY ( Studi Pada Public Relations PT Telkom Madiun)

32 284 52

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65