Keterbelakangan Pembangunan semesta Ekonomi Pada

Keterbelakangan Pembangunan Ekonomi Pada Negara-Negara Islam
A. Pendahuluan
Dalam sistem yang diajarkan oleh Islam, bahwa ummatnya haruslah berIslam
secara kaffah (sempurna). Aspek-aspek dalam kehidupan harus didasarkan oleh Islam.
Salah satu aspek penting yang diterapkan adalah masalah ekonomi. Dalam al-Qur’an
ayat-ayat yang mengatur masalah prekonomian ada 70 ayat (Ma’u, 2013:87). Hal ini
menunjukkan pembangunan ekonomi merupakan kegiatan yang vital bagi kehidupan
umat Islam.
Namun kenyataannya negara-negara dengan mayoritas berpenduduk muslim tidak
begitu sejahtera dalam prekonomian jika dibandingkan dengan negara-negara barat. Data
perbandingan pendapatan bisa kita lihat pada gambar berikut:
Gambar 1. Pendapatan Perkepala Negara-Negara Dunia

Sumber: Todaro, 2011

Dimana pendapatan perkepala terbesar didominasi oleh negara-negara kapitalis seperti
AS, Swiss, Jepang dan lain-lain. Sementara negara-negara yang penduduknya muslim
seperti Pakistan, Aljazair, Mesir hingga Indoesia memiliki rata-rata pendapatan sangat
rendah bahkan menunjukkan dibawah $ 5000 pertahun jauh dibawah AS dan Swiss yang
diatas $ 30.000 pertahun.
Masalah-masalah ekonomi seperti ketimpangan, inflasi, transmigrasi dan masalahmasalah ekonomi lainnya harus segera teratasi oleh negara-negara Islam yang masih

banyak tergolong sebagai negara berkembang. Dalam Islam sendiri sudah banyak
konsep-konsep ekonomi pembangunan yang ditawarkan baik dalam al-Qur’an, Haidts

atau ijma’ para ulama’. Salah satu contoh konsep yang ditawarkan adalah zakat sebagai
bentuk distirbusi harta. Sehingga dalam makalah ini akan dibahas masalah-masalah
ekonomi yang dialami negara Islam yang mengakibatkan pembangunan ekonomi mereka
tidak lebih maju dari ekonomi barat. Selain identifikasi masalah akan diberikan juga
solusi-solusi yang mungkin bisa diterapkan dalam kemajuan prekonomian negara Islam
B. Pembahasan
1. Prekonomian yang Baru Dimulai pada Negara Muslim
Seperti yang kita ketahui dalam sejarah bahwa negara-negara muslim terutama
yang berada diwilayah Asia dan Afrika banyak yang merupakan bekas jajahan
negara-negara barat. Menurut Chapra (2000) bahwa negara-negara muslim secara
fisik berhasil membebaskan dirinya dari penjajahan dan kolonialisme barat pada
pertengahan abad ke-20. Selama penjajahan otomatis negara terjajah tidak bisa
menerapkan segala potensi yang dimiliki, apalagi untuk menerapkan sistem
prekonomian mereka sendiri karena mereka sedang terdekte.
Negara barat sebagai pihak penjajah sudah berabad-abad lebih dulu
mengekplorasi kemampuan ekonomi mereka dibanding negara muslim. Sedangkan
negara muslim masih kurang satu abad untuk mereka menciptakan ekonomi sendiri.

Sehingga tidak heran para ahli barat yang dipengaruhi teori moderniasai Max Webber
berpendapat bahwa dunia Islam identik dengan kemunduran, keterbelakangan dan
kemiskinan. Kondisi disebagian negara muslim memang benar demikian tapi ini
disebabkan oleh penjajahan yang dilakukan oleh negara barat sendiri sehingga
mereka belum mammpu keluar dalam masalah ekonomi tersebut.
Namun hal tersebut tidak bisa dijadikan alasan utama jika kita menengok pada
Korea Selatan yang juga mengalami penjajahan tetapi prekonomiannya sekarang
sangat luar biasa. Menurut Webber budaya adalah pendorong dibalik beragamnya
perumbuhan ekonomi (Hennida et al., 2017). Negara-negara Islam seharusnya bisa
mengamalkan al-Qur’an tentang budaya kerja. Dalam al-Qur’an dihari Jum’at yang
dianggap sebagai hari suci ummat Islam kita disuruh Allah untuk bekerja (Mirakhor
dan Askari, 2010). Sehingga dengan keterlambatan dalam memulai ekonomi dari
negara Islam bisa terkejar dengan budaya kerja yang tinggi seperti Korea Selatan.
Faktor lain yang menyebabkan Korea Selatan maju adalah adanya bantuan
sekutu seperti Amerika Serikat ketika awal-awal kebangkitan mereka. Sedangkan
negara-negara Islam belumlah bersatu padu dalam membantu saudaranya. Dalam
hadits Nabi SAW dikatakatan “sesungguhnya muslim saudara bagi muslim lainnya”
(HR. Bukhari Muslim). Seharusnya anggota-anggota OKI lebih fokus lagi membantu

negara yang mengalami keterbatasan bukan justru negara yang mengalami

keterbatasan membantu yang maju.
2. Kurang Memaksimalkan Potensi yang Menyebabkan Pengangguran
Menurut Todarodan Smith (2011) bahwa dengan banyaknya tenaga kerja
berarti banyaknya produktivitas tenaga kerja, sedangkan banyaknya populasi secara
keseluruhan meningkatkan jumlah pasar-pasar yang potensial didalam negeri. Teori
ini kurang dimaksimalkan oleh negara Islam terutama bagi penganut mazhab tertentu
yang tidak melibatkan tenaga kerja perempuan seperti di negara-negara timur-tengah.
Bahkan sebagaian negara disana menggap prempuan yang bekerja adalah tabu karena
memang secara kebiasaan Islam yang bekerja adalah pihak laki-laki. Namun dengan
bekerjanya pihak perempuan otomatis akan menambah pendapatan keluarga dan
tidak ada larangan dalam Islam bagi perempuan yang ingin bekerja.
Tapi yang menjadi masalah lainnya adalah keterbatasan lapangan kerja
terutama di negara-negara Islam. Mungutip data yang dikeluarkan Organisasi Buruh
Dunia (ILO) bahwa tingkat pengangguran dinegara anggota OKI naik dari 7,6%
menjadi 8,8% antara tahun 2000-2012, sementara rata-rata tingkat pengangguran
dunia berada pada kisaran 7%. Menurut chapra (1999) mayoritas penduduk negara
berkembang hidup didesa, kesejahteraan mereka tidak akan terjamin tanpa adanya
pembangunan pedesaan dan pertanian. Sehingga tidak perlu sebuah negara harus
berbasis pada industri, dan inilah yang sering dipaksakan oleh negara-negara
berkembang termasuk negara-negara Islam. Jika kesejahteraan manusia yang ingin

dicapai, maka hubungan timbal balik akan saling membantu antara industri dan
pertanian. Dalam buku Todaro dan Smith (2011) dijelaskan teori keterkaitan dari hulu
ke hilir atau sebaliknya yang menandakan saling membutuhkannya setiap industri
dan akan kembali juga ke pertanian yang merupakan penyedia utama. Dengan
memaksimalkan potensi pertanian dapat menyerap tenaga kerja lebih banyak. Seperti
hadits Nabi SAW tentang pentingnya pertanian “ Tidaklah suatu muslim menanam
suatu tanaman melainkan apa yang dimakan dari tanaman itu sedekah baginya, dan
apa yang dicuri dari tanaman tersebut sebagai sedekah baginya dan tidaklah
kepunyaan seseorang itu dikurangi melainkan menjadi sedekah baginya” (HR.
Muslim). Negara-negara Islam yang memiliki banya dataran tandus seharusnya tetap
bisa menanami dataran tersebut dengan tumbuhan yang cocok untuk kondisi seperti
itu dan jangan samapai mebiarkan tanah itu kosong dan ditelantarkan.
3. Masalah Ketimpangan yang Tidak Terselesaikan

Ketimpangan memang selalu menjadi masalah klasik prekonomian dunia terlebih
bagi negara-negara berkembang. Negara-negara Islam mengalami ketimpangan
cukup besar yang ditunjukkan pada gambar rasio gini berikut:
Gambar 2. Indeks Rasio Gini Negara-negara Islam

Sumber: Bank Dunia, World Development Indicators (Dalam Muttaqin)

Yang menjadi pertanyaan besarnya kenapa ketimpangan ini begitu besar pada negara
Islam padahal sistem Islam mengajajarkan bahkan mewajibkan pola distribusi berupa
zakat. Adapun masalah ini dapat disebabkan oleh hal-hal berikut:
a. Sistem Zakat yang Belum Maksimal
Nampaknya potensi zakat pada negara-negara Islam belum optimal baik
dari pengumpulan maupun distribusi. Sebagai contoh di Indonesia seperti yang
dikutip dalam republika, bahwa potensi zakat mencapai 286 trilliun rupiah.
Namun menurut Bambang Sudibyo (ketua BAZNAS Indonesia) bahwa ditingkat
nasional zakat dikumpulkan oleh lembaga badan amil resmi baru mencapai 5,1
triliun rupiah. Penyaluran zakat yang kurang tepat bisa menjadi hambatan untuk
kemajuan ekonomi. Masyarakat di Indonesia lebih senang membagikan zakatnya
langsung kepada penerima zakat sehingga dana zakat tersebut tidak terkontrol.
Harusnya negara mengambil tindakan penting dengan mengambil alih
segala urusan zakat menjadi tanggung jawab pemerintah. Karena hanya
pemerintah yang paling berhak mengelola dana umat untuk kemajuan negara, jika
dikelola oleh swasta maka dana zakat masih kurang optimal karena masih
dikurangi dengan biaya operasional lembaga. Dengan diambil alih negara
pengelolaan zakat bisa menjadi hampir mirip dengan pajak yang sama-sama
bertujuan membangun negara. Belajar pada negara kapitalis dengan pengelolaan


pajak yang baik mereka bisa menjadi lebih baik. Seharusnya negara-negara Islam
bisa memanfaatkan dana zakat ditambah pajak untuk membangun ekonomi yang
lebih baik.
b. Mengabaikan Pemerataan dan Terlalu Fokus pada Pertumbuhan
Trickle down effect merupakan jargon dari strategi pembangunan ekonomi
yag diusulkan oleh teroi liberal, memfokuskan diri pada pencapaian pertumbuhan
ekonomi yang setinggi-tingginya. Sedangkan pemerataan akan tercapai dengan
sendirinya, berjalan beriringan mengikuti pertumbuhan ekonomi yang ada (Noor,
2013). Inilah strategi yang banyak dikembangkan dinegara-negara saat ini
termasuk negara Islam, bahkan mungkin di Indonesia stretegi ini sudah
digunakan dari sejak zaman orde baru hingga sekarang. Padahal jika kita amati
pertumbuhan ekonomi hanya diartikan dari kenaikan GDP/GNP saja tanpa
memperhatikan pertumbuhan penduduk. Padahal negara-negara Islam yang
memiliki populasi penduduk tinggi seperti Indonesia, Bangladesh dan Pakistan
memeliki pertumbuhan yang tinggi juga dibanding negara-negara populasi
tertinggi lainnya.
Tabel 1. Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk Negara dengan Populasi Tertinggi

Sumber: Encarta Reference Library Premium
Dengan tingginya pertumbuhan pertumbuhan penduduk walaupun GDP/GNP

terus naik tidak akan berdampak pada pemerataan. Dengan menekankan
pertumbuhan ekonomi juga memerlukan permodalan yang besar untuk keperluan
investasi. Imbasnya utang luar negeri serta investasi asing yang menjadi tumpuan
permodalan negara seperti di Indonesia saat ini. Negara-negara Islam yang
tergolong negara berkembang bahkan negara tertinggal akan kesulitan mendapat
pinjaman modal dan investasi karena keterbatasan mereka baik karena keadaan
pasar ataupun keadaan politik dinegara tersebut. Negara-negara seperti Yaman,
Libi, Irak ataupun Syiria mengalami kondisi politik yang tidak baik sehingga

akan berdampak pada investasi yang masuk kenegaranya. Sehingga jika negara
ini mengharapkan pertumbuhan ekonomi akan sangat sulit terlaksana.
Menurut Chapra (1999) mengejar pertumbuhan ekonomi yang tidak
terkendali bukan membantu mewujudkan tujuan distribusi, ia malah membantu
meninggikan nilai inflasi dan suku bunga karena cepatnya tingkat kenaikan yang
diperlukannya dalam pengeluaran sektor publik dan swasta. Oleh karena itu para
pemimpin negara-negara Islam tidak hanya berfokus pada pencapaian tingkat
pertumbuhan yang setinggi-tingginya, namun harus mengambil kebijakan untuk
menciptakan keadilan distribusi dan kesejahteraan pada masyarakatnya.
c. Masih Kurang Efektifnya Perbankan Syariah
Menurut Ilyas (2015) permbankan dalam kehidupan suatu negara adalah

salah satu agen pembangunan. Bank syariah bisa dikatakan sebagai landmark dari
produk Islam dan ditonjolkan juga oleh negara-negara Islam. Namun jika kita
lihat sekarang peran bank syariah masih belum begitu besar dalam mengatasi
masalah pembangunan ekonomi terutama dalam hal permodalan. Bank syariah
jika diamati diberbagai negara lebih banyak memberikan pembiayaan jenis
murabahah daripada pembiayaan bagi hasil seperti mudharabah dan musyarakah.
Seperti contoh di Indonesia jika kita melihat Statistik Perbankan Syariah (SPS)
yang dirilis oleh OJK, porsi penyaluran dana murabahah selalu diatas 50%
setidaknya selama 10 tahun terakhir. Hal ini menunjukkan bahwa perbankan
syariah masih terlalu sibuk untuk mendapatkan profit karena kecenderungan
murabahah adalah risiko yang kecil.
Permasalahan yang muncul adalah akad murabahah umumnya bersifat
konsumtif karena akad jual beli sehingga akad ini akan lebih menonjolkan sektor
moneter saja. Sedangkan dengan akad bagi hasil akan lebih menonjolkan sektor
rill sehingga dapat menciptakan pengusaha-pengusaha baru dan akan berdampak
pada pemerataan prekonomian yang lebih adil. Kemajuan UMKM yang sangat
penting untuk prekonomian suatu negara dan akad bagi hasil yang paling tepat
dalam pembiayaan seperti ini. Sehingga akad murabahah itu harusnya
dikembalikan lagi seperti semula, karena akad ini awalnya bukanlah jenis
pembiayaan tapi melainkan skema penghindaran bunga.

4. Superiornya Negara-Negara Kapitalis
Menurut Teori Hirscman secara geografis pertumbuhan ekonomi pasti tidak
seimbang. Dalam proses pertumbuhan tidak seimbang selalu dapat dilihat bahwa
kemajuan disuatu tempat menimbulkan tekanan-tekanan, ketegangan-ketegangan,
dan dorongan-dorongan kearah perkembangan pada tempat-tempat berikutnya

(Nurhadi, 2000). Teori ini miri dengan Teori Myrdal yang memperkenalkan spread
effect dan backwash effect. Dari teori-teori tersebut menunjukkan bahwa jika terdapat
kemajuan disuatu tempat atau negara maka akan berdampak berlawanan dengan
tempat atau negara lainnya. Jika kita amati fenomena sekarang bahwa pasar secara
global dikuasai oleh negara-negara kapitalis dan ditambah Cina dari Asia. Hal ini
yang membuat negara-negara kapitalis menjadi semakin superior sementara negaranegara Islam karena tidak memiliki komoditi untuk bersaing pada pasar membuat
prekonomian mereka stagnan. Bahkan produk-produk yang notabenenya menjadi
produk unggulan Islam dikuasai juga oleh negara non-muslim.
Inggris di Eropa menjadi kiblat keuangan syariah mengalahkan negara-negara
Islam Eropa seperti Macedonia, Bosnia ataupun Albania. Begitu juga dengan
Thailand di Asia yang menjadi salah satu landmark pariwisata halal didunia yang
bahkan melebihi Indonesia dari segi jumlah kunjungan wisatawan. Mereka bukanlah
negara muslim namun tujuan mereka tentu untuk menguasai pasar yang menjanjikan
dari konsep syariah. Sehingga satu-satunya cara untuk maju dan menyaingi negaranegara kapitalis adalah dengan ikut mendominasi pasar. Negara-negara Islam harus

memaksimalkan komoditi-komoditi andalan mereka untuk bersaing pada pasar.
Negara-negara Islam bisa mencontoh negara Islam lainnya seperti negara-negara
teluk (Qatar, Saudi Arabia, UEA) yang menguasai pasar perminyakan dunia atau
Turki dengan pariwisata dan industri perkapalan mereka hingga Malaysia dengan
komoditi Perkebunan mereka yang ikut mendominasi pasar dunia. Dengan komoditi
yang menguasai pasar negara-negara Islam bisa menekan kesuperioran negara-negara
kapitalis sehigga mereka tidak terlalu jauh tertinggal bahkan menjadi negara yang
maju.
5. Kondisi Negara yang Tidak Stabil
Dari sekian banyak penyebab prekonomian negara-negara Islam terbelakang,
mungkin faktor kondisi kesetabilan politik dalam negeri yang paling menentukan.
Negara-negara Islam yang sedang mengalami konflik seperti Syiria, Yaman, Irak dan
lain sebagainya tidak akan mungkin mengalami kemajuan ekonomi jika masih terjadi
konflik dalam negeri. Irak memiliki potensi minyak yang luar biasa namun tidak bisa
berkontribusi karena kondisi negara yang sedang kacau. Kondisi ini akn
mengakibatkan investasi tidak bisa masuk kedalam negeri, inflasi akan tinggi hingga
masalah pengangguran yang akan meningkat akibat sempitnya lapangan kerja akibat
perang. Jangankan negara-negara berkembang, negara besar seperti Amerika Serikat
ketika menghadapi perang saudara (1861-1865) mengalami kemunduran ekonomi


yang luar biasa terutama dibagian selatan Amerika yang mengandalkan sektor agraris
karena hancurnya lahan mereka akibat perang.
C. Kesimpulan
Negara-negara dengan mayoritas berpenduduk muslim tidak begitu sejahtera
dalam prekonomian jika dibandingkan dengan negara-negara barat. Dimana pendapatan
perkepala terbesar didominasi oleh negara-negara kapitalis seperti AS, Swiss, Jepang dan
lain-lain. Sementara negara-negara yang penduduknya muslim seperti Pakistan, Aljazair,
Mesir hingga Indoesia memiliki rata-rata pendapatan sangat rendah bahkan menunjukkan
dibawah $ 5000 pertahun jauh dibawah AS dan Swiss yang diatas $ 30.000 pertahun.
Keterbelakangan negara-negara Islam ini bukan tanpa sebab, namun ada berbagai
masalah yang menjadi sebab keterbelakangan tersebut. Penyebab pertama adalah
prekonomian yang baru dimulai oleh negara Muslim, seperti diketahui negara-negara
muslim banyak yang baru bisa membebaskan diri dari penjajahan pada pertengahan abad
ke-20 yang menyebabkan prekonomian baru dimulai. Kedua adalah kurangnya
memaksimalkan potensi yang dimiliki negara yag dapat mengakibatkan pengangguran.
Jika masalahnya karena kurangnya tenaga kerja, maka tenaga kerja wanita bisa
diberdayakan. Namun jika masalahnya lapangan kerja yang terbatas maka potensi negara
harus dimaksimalkan khususnya pertanian. Ketiga masalah ketimpangan yang tidak
terselesaikan diakibatkan karena sistem zakat yang belum maksimal, terlalu fokus pada
pertumbuhan dan mengabaikan pemerataan, serta masih kurang efektifnya bank syariah.
Keempat dikarenakan negara-negara kapitalis yang terlalu superior sehingga menurut
teori akan berdampak negatif terhadap negara lainnya. Dan yang kelima merupakan
penyebab utama yaitu banyak negara-negara Islam yang kondisi politik dalam negerinya
tidak stabil.
Daftar Pustaka
Chapra, M. Umer. (1999). Islam dan tantangan ekonomi. Risalah Gusti: Surabaya
Chapra, M. Umer. (2000). Islam dan Pembangunan Ekonmi. Gema Insani: Jakarta
Hennida, Citra et al. (2017). Budaya dan Pembangunan Ekonomi di Jepang, Korea Selatan
dan China. Jurnal Global dan Startegis. Vol. 10, No. 2
Ilyas, rahmat. (2015). Konsep Pembiayaan dalam Perbankan Syariah. Jurnal Penelitian. Vol.
9, No. 1
Ma’u, Dahlia Haliah. (2013). Harta dalam Perspektif al-Qur;an. Jurnal Khatulistiwa. Vol. 3
No. 1
Mirakhor, Abbas dan Hosein Askari. (2010). Islam and The Path To Human and Economic
Development. Palgrave MacMillan: New York
Noor, Ruslan Abdul Ghofur. (2013). Konsep Distribusi dalam Ekonomi Islam. Pustaka
Pelajar: Yogyakarta

Nurhadi. (2000). Konsep Teori Pembangunan Pusat Pinggiran dalam Kajian Geografi.
Universitas Negeri Yogyakarta
Todaro, Michael P dan Stephan C. Smith. (2011). Economic Development. Edisi ke-11
Erlangga: Jakarta

Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

FENOMENA INDUSTRI JASA (JASA SEKS) TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU SOSIAL ( Study Pada Masyarakat Gang Dolly Surabaya)

63 375 2

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI PUBLIC RELATIONS DALAM MENANGANI KELUHAN PELANGGAN SPEEDY ( Studi Pada Public Relations PT Telkom Madiun)

32 284 52

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65