MAKALAH STRATEGI MEMPERTAHANKAN BUDAYA I

MAKALAH
LATIHAN KADER II (INTERMEDIATE TRAINING)
KODE F : SIKAP BANGSA MENGHADAPI CULTURE WAR
STRATEGI MEMPERTAHANKAN BUDAYA INDONESIA
DARI ARUS GLOBALISASI DAN HEGEMONI BUDAYA ASING

Disusun oleh :
MARWAN

HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM ( HMI ) CABANG TENGGARONG
KOMISARIAT FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KUTAI KARTANEGARA
TAHUN 2017

KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah, Tuhan Yang Maha Esa Yang senantiasa
memberikan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya kepada kita sekalian sehingga kita
dapat menjalankan aktivitas sehari-hari. Shalawat serta salam selalu kita
hanturkan kepada Nabi dan Rasul kita, Rasul yang menjadi panutan semua
ummat, yakni Nabi Besar Muhammad SAW serta keluarga dan sahabat beliau
yang telah membawa kita dari jurang yang penuh kesesataan menuju sebuah

kehidupan yang penuh kebahagiaan dan kedamaian.
Suatu rahmat yang besar dari Allah SWT yang selanjutnya penulis syukuri,
karena dengan kehendaknya, taufiq dan rahmatnya pulalah akhirnya penulis dapat
menyelasaikan makalah ini guna diajukan sebagai persyaratan untuk mengikuti
Latihan Kader II (Intermediate Training) Tingkat Nasional Yang dilaksanakan
oleh Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Tenggarong pada tanggal 25
Februari s/d 4 Maret 2017 di Asrama Atlit Tenggarong. Adapun judul makalah ini
adalah:
( Strategi Mempertahankan Budaya Indonesia Dari Arus Globalisasi
dan Hegemoni Budaya Asing )
Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya
kepada HMI Cabang Tenggarong dan juga kepada para senior kanda, yunda dan
rekan-rekan seperjuangan kader-kader HMI Cabang Tenggarong yang selalu
berjuang, yang selalu memberikan saran, koreksi dan motivasi yang sangat
membangun.
Makalah ini merupakan hasil jerih payah penulis yang sangat maksimal
sebagai manusia yang tidak lepas dari salah dan khilaf. Namun penulis menyadari
bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Jadi

18


saran, kritik, koreksi dan masukan yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan dari rekan-rekan semua.
Akhirnya, kepada Allah Swt. jualah kita memohon. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi kita sebagai penambah wawasan dan cakrawala pengetahuan.
Dan dengan memanjatkan do’a dan harapan semoga apa yang kita lakukan ini
menjadi amal dan mendapat ridha dan balasan serta ganjaran yang berlipat ganda
dari Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang.
Billahittaufiq Wal Hidayah
Tenggarong, 16 Februari

2017 M
20 Jumadil Awal 1438 H

Penulis,

18

DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL......................................................................................


i

KATA PENGANTAR........................................................................................

ii

DAFTAR ISI...................................................................................................... iii
BAB I

BAB II

PENDAHULUAN.............................................................................

1

A. Latar belakang................................................................................

1


B. Rumusan masalah..........................................................................

2

C. Tujuan Penulisan............................................................................

2

PEMBAHASAN................................................................................
............................................................................................................

3

A. Pengertian Kebudayaan................................................................

3

B. Pengertian Hegemoni...................................................................

4


C. Pengaruh hegemoni budaya asing terhadap budaya Indonesia....

4

D. Globalisasi dan Teknologi Informasi dan Komunikasi Penyebab
Hegemoni Budaya Asing di Indonesia.........................................

5

E. Problematika Budaya Indonesia di Era Globalisasi.....................

7

F. Pola Atau Corak Reaksi Dalam Menghadapi Tantangan Dan
Kebudayaan Barat.........................................................................

9

G. Strategi Menghadapi Globalisasi Hegemoni Budaya Asing......... 10

1. Pembangunan Jati Diri Bangsa............................................... 11
2. Kembali Kepada Ideologi Bangsa.......................................... 12
3. Pemahaman Falsafah Budaya................................................. 13
4. Penerbitan Peraturan Daerah.................................................. 14
5. Pemanfaatan Teknologi Informasi.......................................... 15
BAB III PENUTUP......................................................................................... 16
............................................................................................................
A. Kesimpulan................................................................................... 16
B. Saran............................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA

..............................................18

18

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Bekalang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang mencakup lebih dari 17.000
pulau yang dihuni oleh sekitar 255 juta penduduk, angka ini mengimplikasikan

bahwa banyak keanekaragaman budaya, etnis, agama maupun linguistik yang
dapat ditemukan di dalam negara ini. Indonesia dikenal dengan banyaknya
keanekaragaman budaya yang sangat bervariasi dari setiap pulau maupun etnis,
suku dari setiap daerah.
Budaya adalah warisan para leluhur yang harus tetap dijaga dan
dilestarikan sebagai ciri khusus dan identitas suatu negara, sungguh disayangkan
ketika budaya yang sebagai ciri khas dan identitas itu tergeser dan bahkan punah
karena pengaruh budaya lain.
Di era modern saat ini dengan arus globalisasi yang datang dari luar yang
sangat

cepat

mempengaruhi

beberapa

aspek

kebudayaan


di

Indonesia

menyebabkan beberapa budaya nasional maupun budaya lokal di Indonesia
mengalami kemunduran, kemunduran dalam fenomena sosial budaya yang terjadi
di Indonesia sekarang ini disadari atau tidak telah terhegemoni oleh budaya
asing/luar yang masuk di Indonesia melalui, media massa, Teknologi Informasi
dan Komunikasi, barang-barang impor dll.
Hegemoni budaya-budaya asing seperti gaya hidup (lifestyle) yang masuk
dan menjamur di negeri ini sedikit banyaknya telah diadopsi oleh masyarakat
Indonesia seperti produk budaya; musik, mode pakaian, teknologi, dan makanan.
Gaya pakaian yang menghiasi tubuh generasi muda di Indonesia lebih banyak
meniru gaya asing/luar, bahkan yang paling sederhana adalah model makanan
juga meniru gaya barat. Model makanan cepat saji saat ini telah menjamur di
negeri ini. Demikian halnya dengan minuman, rokok, dan lain sebagainya.
Budaya hedonis, materialis dan konsumtif telah menjadikan masyarakat bangsa
Indonesia diperbudak oleh negara lain. Kerelaan menggunakan produk asing atau
membanggakan budaya asing sendiri adalah sebuah penjajahan idelogis yang oleh


Antonio Gramsci disebut sebagai hegemoni budaya. Dalam kehidupan kebiasaan
masyarakat Indonesia sadar atau tidak telah terhegomoni sedikit demi sedikit baik
secara budaya, ekonomi, ideologi dan juga politik dan dari akibat itu semua
menyebabkan Indonesia tidak berdaya menentukan jati diri bangsanya sendiri.
“Apakah kelemahan kita adalah kurang percaya diri sebagai bangsa, sehingga
kita menjadi bangsa penjiplak luar negeri dan kurang mempercayai satu sama
lain, padahal kita ini asalnya adalah rakyat gotong royong” Ir. Soekarno
Dari kutipan pernyataan presiden pertama soekarno menghimbau kepada
kita sebagai bangsa yang bergotong royong agar bangga terhadap kebudayaan
sendiri tanpa harus menjiplak dari negara lain.
B. Rumusan Masalah
Dari penjabaran diatas penulis menuliskan beberapa masalah yaitu :
1. Pengaruh hegemoni budaya asing di Indonesia
2. Apa penyebab masuknya pengaruh hegemoni budaya asing masuk di
Indonesia
3. Pengaruh budaya asing terhadap eksistensi jati diri bangsa Indonesia
4. Bagaimana Strategi mempertahankan kebudayaan Indonesia
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi persyaratan mengikuti

Latihan kader II (Intermediate training) Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)
Cabang Tenggarong. Selain itu tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui apa saja hegemoni budaya asing di Indonesia
2. Sebagai bahan kajian bersama untuk mengenal lebih jauh tentang
bagaimana penyebab hegemoni dan fakor-faktor penyebab masuknya
budaya asing di Indonesia
3. Salah satu sumbangan Konsep strategi dalam mempertahankan
Kebudayaan nasional dan lokal dari hegemoni budaya asing di Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kebudayaan
Kebudayaan berasal dari kata “budaya”. Budaya diserap dari kata bahasa
Sanskerta “buddhayah”, yaitu bentuk jamak dari buddhi” yang berarti budi atau
akal. Kebudayaan dapat diartikan “segala hal yang bersangkut dengan budi dan
akal” Koentjaraningrat (1981, hlm. 5) mengemukakan bahwa kebudayaan
merupakan perkembangan dari bentuk jamak “budi daya”, artinya dari budi,
kekuatan dari akal, Kemudian beliau merumuskan definisi kebudayaan itu sebagai
“keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakannya dengan

belajar1. Sedangkan menurut (Taylor, 1897) Kebudayaan atau pun yang disebut
peradaban, mengandung pengertian yang luas, meliputi pemahaman perasaan
suatu bangsa yang kompleks, meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, moral,
hukum, adat istiadat (kebiasaan), dan pembawaan lainnya yang diperoleh dari
anggota masyarakat2 dan sedangkan Menurut Alfian (1979) Kebudayaan adalah
salah satu sumber utama dari sistem atau tata nilai yang dihayati atau dianut
seseorang atau masyarakat yang selanjutnya membentuk sikap mental atau pola
berpikirnya, sikap mental itu mempengaruhi dan membentuk pola tingkahlakunya
dalam berbagai aspek kehidupannya yang pada gilirannya melahirkan sistem
politik, sistem ekonomi, sistem sosial, karya-karya seni budaya, buah-buah ilmu
pengetahuan dan teknologi dan sebagainya. Itu semua mencerminkan corak dan
mencerminkan kulitas kebudayaan itu sendiri. Dari uraian diatas jelas terlihat
bahwa kebudayaan sebenarnya memasuki berbagai segi kehidupan manusia dan
masyarakat. Sejalan dengan itu ia sesungguhnya merupakan unsur utama dalam
proses

pembangunan

diri

manusia

dan

masyarakat

dipertahankan. (Alfian 1979)3

1 Abdulkadir Muhammad. (2004), Ilmu Sosial Budaya Dasar Hal. 75
2
Muandar Soelaeman, (2000) Ilmu Budaya Dasar Hal. 19
3 Alfian (1979), Politik, Kebudayaan dan Manusia Indonesia.Hal. 18

yang

harus

tetap

B. Pengertian Hegemoni
Hegemoni (bahasa Yunani: ἡγεμονία hēgemonía Antonio Gramsci :
merujuk pada dominasi suatu kelas sosial terhadap kelas sosial lain dalam
masyarakat melalui hegemoni budaya. Hegemoni adalah proses dominasi, dimana
sebuah ide menumbangkan atau membawahi ide lainnya. Hegemoni tercipta
karena kemajuan media serta pengalaman populer kita terkait dengan konsumsi.
Hegemoni terjadi ketika masyarakat yang dikuasai oleh kelas yang
dominan bersepakat dengan ideologi, gaya hidup dan cara berpikir dari kelas
dominan sehingga kaum tertindas tidak merasa ditindas oleh kelas yang berkuasa.
Berdasarkan pemikiran Gramsci tersebut dapat dijelaskan bahwa hegemoni
merupakan suatu kekuasaan atau dominasi atas nilai-nilai kehidupan, norma,
maupun kebudayaan4 sekelompok masyarakat yang akhirnya berubah menjadi
doktrin terhadap kelompok masyarakat lainnya dimana kelompok yang
didominasi tersebut secara sadar mengikutinya.
Dari beberapa pengertian diatas diharapkan agar kebudayaan yang menjadi
unsur utama proses pembangunan diri manusia dan masyarakat yang harus tetap
dipertahankan tanpa menghilangkan eksistensi Kebudayan Indonesia secara
menyeluruh dari hegemoni budaya asing.
C. Pengaruh Hegemoni Kebudayaan Asing terhadap Kebudayaan Indonesia
Indonesia di kenal sebagai negara multi etnis dan agama, dari situlah
Indonesia memiliki ragam Budaya yang berbeda-beda. Di setiap budaya tersebut
terdapat nilai-nilai sosial dan seni yang tinggi. Pada kondisi saat ini kebudayaan
Indonesia kini kian memudar secara perlahan. Hal ini dikarenakan semakin
berkembangnya teknologi yang akhirnya dapat memberikan dampak negatif
terhadap kebudayaan asli Indonesia. Dengan banyak berkembangnya media
elektronik, kebudayaan barat dan kebudayaan asing lainnya dapat dengan mudah
masuk ke Indonesia, sehingga mulai mengubah pola pikir dan prilaku masyarakat
Indonesia. Kebudayaan barat yang masuk ke Indonesia sebenarnya memiliki
dampak positif dan negatif bagi masyarakat Indonesia. Dampak positif misalnya,
4 https://yolagani.wordpress.com/2007/10/22/antonio-gramsci-hegemoni-dan-budaya/

kreatifitas, inovasi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, hidup disiplin
dan profesionalitas dalan lain-lain. Dampak negatifnya kebudayaan asing atau
barat terhadap masyarakat Indonesia sudah sampai tahap memprihatinkan karena
ada kecenderungan sudah melupakan kebudayaan bangsanya sendiri. Budaya ikutikutan atau latah terhadap cara berpakaian misalnya. tidak ingin ingin dikatakan
kuno, kampungan kalau tidak mengikuti cara berpakaian ala barat karena dinilai
modern, tren dan mengikuti perkembangan zaman meski memperlihatkan
auratnya yang dilarangan oleh ajaran agama maupun bertentangan dengan adat
istiadat masyarakat secara turun temurun.
Selain cara berpakaian dan mode, pergaulan bebas dan cara berhura-hura
di kalangan remaja maupun dewasa yang di lihat sebagi prilaku yang menyimpang
baik secara agama maupun sosial juga menjadi masalah bagi kebudayaan di
Indonesia. Umumnya kalangan muda Indonesia berperilaku ikut-ikutan tanpa
selektif sesuai dengan nilai-nilai agama yang di anut dan adat kebiasaan yang
mereka miliki. Para remaja dan kalangan muda di Indonesia juga merasa bahwa
kebudayaan di negerinya sendiri terkesan jauh dari moderenisasi. Sehingga para
remaja merasa gengsi kalau tidak mengikuti perkembangan zaman meskipun
bertentangan dengan nilai-nilai ajaran agama dan budayanya. Sehingga pada
akhirnya masyarakat Indonesia lebih menyukai kebudayaan barat, dibandingkan
dengan kebudayaan sendiri.5
D. Globalisasi dan Teknologi Informasi dan Komunikasi Penyebab
Hegemoni Budaya Asing di Indonesia
Seiring dengan kian pesatnya perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi, arus globalisasi juga semakin menyebar ke segenap penjuru dunia.
Penyebarannya berlangsung secara cepat dan meluas, tak terbatas pada negaranegara maju dengan pertumbuhan ekonomi tinggi, tapi juga melintasi batas
negara-negara berkembang dan miskin dengan pertumbuhan ekonomi rendah.
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dengan derasnya arus
globalisasi merupakan dua proses yang saling terkait satu sama lain. Keduanya
5 Ahmad Sihabuddin H. (2001), M.Si Komunikasi Antar Budaya

saling mendukung. Tak ada globalisasi tanpa kemajuan teknologi informasi dan
komunikasi. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi juga berjalan
lambat jika masyarakat tidak berpikir secara global. Dalam konteks itu, globalisasi
menjadi sebuah fenomena yang tak terelakkan
Semua golongan, suka atau tidak suka, harus menerima kenyataan bahwa
globalisasi merupakan sebuah virus mematikan yang bisa berpengaruh buruk pada
pudarnya eksistensi budaya-budaya lokal atau sebuah obat mujarab yang dapat
menyembuhkan penyakit-penyakit tradisional yang berakar pada kemalasan,
kejumudan, dan ketertinggalan. Karena globalisasi diusung oleh negara-negara
maju yang memiliki budaya berbeda dengan negara-negara berkembang, maka
nilai-nilai Barat bisa menjadi ancaman bagi kelestarian nilai-nilai lokal di negaranegara berkembang, termasuk Indonesia.
Harus diakui, aktor utama dalam proses globalisasi masa kini adalah
negara-negara maju. Mereka berupaya mengekspor nilai-nilai lokal di negaranya
untuk disebarkan ke seluruh dunia sebagai nilai-nilai global. Mereka dapat dengan
mudah melakukan itu karena mereka menguasai arus teknologi informasi dan
komunikasi lintas batas negara-bangsa. Sebaliknya, pada saat yang sama, negaranegara berkembang tak mampu menyebarkan nilai-nilai lokalnya karena daya
kompetitifnya yang rendah. Akibatnya, negara-negara berkembang hanya menjadi
penonton bagi masuk dan berkembangnya nilai-nilai negara maju yang dianggap
nilai-nilai global ke wilayah negaranya. Bagi Indonesia, merasuknya nilai-nilai
Barat yang menumpang arus globalisasi ke kalangan masyarakat Indonesia
merupakan ancaman bagi budaya asli yang mencitrakan lokalitas khas daerahdaerah di negeri ini. Kesenian-kesenian daerah seperti ludruk, ketoprak, wayang,
gamelan, tari dan kebudayaan lainnya dari setiap daerah menghadapi ancaman
serius dari berkembangnya budaya pop khas budaya asing yang semakin diminati
masyarakat karena dianggap lebih modern. Budaya konvensional yang
menempatkan toleransi, keramahtamahan, penghormatan pada yang lebih tua juga
digempur oleh pergaulan bebas dan sikap individualistik yang dibawa oleh arus
globalisasi. Dalam situasi demikian, kesalahan dalam merespon globalisasi bisa
berakibat pada lenyapnya budaya nasional dan lokal. Kesalahan dalam

merumuskan strategi mempertahankan eksistensi budaya nasional dan lokal juga
bisa mengakibatkan budaya nasional dan lokal semakin ditinggalkan masyarakat
yang kini kian gandrung pada budaya yang dibawa arus globalisasi.
Inilah masalah terbesar budaya lokal di era kekinian. Ketika gelombang
globalisasi menggulung wilayah Indonesia, kekuatannya ternyata mampu
menggilas budaya-budaya lokal. Menurut Saidi (1998), proses itu sudah
berlangsung sejak dimulainya era liberalisasi Indonesia pada zaman Presiden
Soeharto. Sejak masa liberalisasi, budaya-budaya asing masuk Indonesia sejalan
dengan masuknya pengaruh-pengaruh lainnya. Sementara, Wilhelm (2000)
berpendapat bahwa perusakan budaya dimulai sejak masa teknologi informasi
seperti satelit dan internet berkembang. Sejak masa itu, konsumsi informasi
menjadi kian tak terbatas. Masa-masa yang haram untuk mengkonsumsi sesuatu
ternyata menjadi halal begitu saja. Anak-anak kecil dapat begitu saja melihat
gambar-gambar porno. Remaja-remaja yang seharusnya menjadi tonggak
kebudayaan bangsa malah mengagung-agungkan hedonisme dan modernitas.
Karena itu, di era kontemporer sekarang ini, ujian terbesar yang dihadapi
budaya lokal adalah mempertahankan eksistensinya di tengah terpaan globalisasi.
Strategi-strategi yang jitu dalam menguatkan daya tahan budaya lokal perlu
dirumuskan.6
E. Problematika Budaya Indonesia di Era Globalisasi
Problematika yang dihadapi budaya nasional dan lokal di Indonesia di
masa lalu jauh berbeda dibandingkan masa kini. Di masa lampau, globalisasi telah
terjadi dalam model yang berbeda Sejarah abad ke-5 mencatat, kemapanan budaya
lokal yang merupakan akumulasi dari budaya masyarakat di sekitarnya dimasuki
tradisi dan budaya Hindu. Di abad ke-13, tradisi muslim turut memasuki budaya
lokal. Hal itu disikapi dengan proses akulturasi yang wajar tanpa rekayasa
sehingga melahirkan kebudayaan baru yang bernuansa Hindu dan Islam yang khas
Indonesia.
6 Safril Mubah (2011), Strategi Meningkatkan Daya Tahan Budaya Lokal dalam Menghadapi
Arus Globalisasi Hal. 1

Kolonialisme Belanda mulai abad ke-16 mengeser budaya lokal untuk
lebih dekat ke Barat. Tetapi, pergeseran itu tidak membuahkan perubahan berarti.
Dalam kebudayaan Jawa misalnya, strategi budaya ’ngeli tanpa ngeli’
(menghanyut tetapi tidak ikut benar-benar hanyut dalam menghadapi gelombang
perubahan zaman) telah terbukti berhasil menangkal arus budaya asing (Suryanti
2007).
Namun, situasi masa lalu jelas berbeda dengan masa kini. Modus dan
skala globalisasi telah berubah. Sekarang, dunia mengalami Revolusi 4T
(Technology,

Telecomunication,

Transportation,

Tourism)

yang

memiliki

globalizing force dominan sehingga batas antarwilayah semakin kabur dan
berujung pada terciptanya global village seperti yang pernah diprediksikan
McLuhan (Saptadi 2008).
Kondisi itu memunculkan permasalahan pada melunturnya warisan
budaya. Bukti nyata kelunturan warisan budaya itu antara lain dapat disaksikan
pada gaya berpakaian, gaya bahasa, dan teknologi informasi. Rok mini dipandang
lebih indah daripada pakaian rapat. Bahasa daerah, bahkan bahasa nasional,
tergeser oleh bahasa asing. Di berbagai kesempatan seringkali terlihat masyarakat
lebih senang menggunakan bahasa Inggris karena dipandang lebih modern.
Pola konsumsi masyarakat juga beralih pada makanan-makanan cepat saji
(fastfood) yang bisa didapatkan di restoran. Pizza, spaghetti, hamburger, fried
chicken dianggap lebih menarik daripada makanan lokal. Aneka makanan itu
menawarkan kepraktisan. Masyarakat menilai globalisasi telah mendorong
terciptanya kecepatan, efisiensi, efektivitas yang bermuara pada kepraktisan
dalam segala hal. Tidak hanya dalam makanan, budaya asing yang mengglobal
juga menawarkan kepraktisan dalam berpakaian dengan cukup mengenakan
kemeja, kaos, celana dan rok. Sebaliknya, budaya lokal dinilai terlalu rumit.
Dalam kebudayaan asli Jawa, masyarakat dianjurkan memakai beskap dan kebaya
yang cara pemakaiannya memakan waktu lama (Suryanti 2007).
Pola semacam itu menerapkan banyak aturan yang rumit. Persoalannya,
aturan yang terlalu ketat sebagai bagian dari sebuah ritual budaya dinilai
membatasi kebebasan masyarakat. Masyarakat yang terbawa arus globalisasi

menginginkan adanya kebebasan dalam berekspresi. Upacara-upacara ritual yang
rumit dan mahal dianggap tak sejalan dengan ekspresifitas yang ingin
diungkapkan masyarakat. Keinginan untuk menabrak ritual itu tak bisa
diakomodasi budaya lokal, tetapi dengan sangat mudah difasilitasi budaya asing.
Budaya asing tentu tak mengenal upacara ritual dalam fase kehidupan seperti
kelahiran, pernikahan, kehamilan, hingga meninggal. Keinginan untuk tidak
melakukan itu dikategorikan sebagai pelanggaran.
Di sisi lain, media elektronik selalu kebanjiran film-film Mandarin,
Bollywood, dan Hollywood. Tempat belanja lokal tidak memenuhi kebutuhan,
sehingga wisata belanja ke luar negeri membudaya, walaupun membutuhkan
biaya mahal. Itu artinya proses imitasi budaya asing akan terus berlangsung. Di
dalamnya ada upaya untuk menyeragamkan budaya yang tidak memperhatikan
heterogenitas antarbudaya.7

A. Pola Atau Corak Reaksi Dalam Menghadapi Tantangan Dan Kebudayaan
Barat
Menurut Alfian (1985, 36) ada tiga pola atau corak reaksi dalam menghadapi
tantangan dan kebudayaan barat yaitu :
1. Corak reaksi yang menerima dan merangkul bulat-bulat kebudayaan Barat.
Corak ini menganggap kebudayaan Timur (sendiri) sudah tidak relelvan
lagi untuk menghadapi kondisi sekarang, hanya kebudayaan Barat yang
unggul dan mampu melahirkan manusia yang berkualitas
2. Corak reaksi yang sama sekali anti kebudayaan Barat. Corak ini
menganggap kebudayaan Barat hanya melahirkan manusia buas dan
kejam, dan kebudayaan Timur yang lebih unggul
3. Corak reaksi yang berusaha melihat perbenturan kebudayaan Timur
dengan Barat secara realistis dan kritis. Krisis yang mengguncangkan tidak
menyababkan hilangnya keseimbangan atau hanya memilih salah satu
kebudayaan seperti digambakan dalam pola reaksinya.
7 Safril Mubah (2011), Strategi Meningkatkan Daya Tahan Budaya Lokal dalam Menghadapi
Arus Globalisasi

Corak reaksi ini berusaha mengambil jarak dan menilai secara jujur
keunggulan

kebudayaan

Barat

dan

kelemahan

Timur

sekaligus

mempertahankan relevansi nilai-nilai kebudayaannya.
Melihat kenyataan yang dihadapi bangsa Timur khususnya bangsa
Indonesia, yang menjadi strategi kebudayaan nasional mungkin hanya
corak reaksi ketiga, yaitu usaha mengadakan sintesis antara nilai budaya
Barat dan nilai budaya Timur, atau perpaduan keduanya secara selektif.8
B. Strategi Menghadapi Globalisasi Hegemoni Budaya Asing
Tidak dapat dibantah, arus globalisasi yang berjalan dengan cepat menjadi
ancaman bagi eksistensi budaya lokal. Penggerusan nilai-nilai budaya nasional
dan lokal merupakan resiko posisi Indonesia sebagai bagian dari komunitas
global. Globalisasi adalah keniscayaan yang tidak dapat dicegah, tetapi efeknya
yang mampu mematikan budaya lokal tidak boleh dibiarkan begitu saja.
Budaya lokal perlu memperkuat daya tahannya dalam menghadapi
globalisasi budaya asing. Ketidakberdayaan dalam menghadapinya sama saja
dengan membiarkan pelenyapan atas sumber identitas lokal yang diawali dengan
krisis identitas lokal. Memang, globalisasi harus disikapi dengan bijaksana
sebagai hasil positif dari modenisasi yang mendorong masyarakat pada kemajuan.
Namun, para pelaku budaya lokal tidak boleh lengah dan terlena karena era
keterbukaan dan kebebasan itu juga menimbulkan pengaruh negatif yang akan
merusak budaya bangsa.
Menolak globalisasi bukanlah pilihan tepat, karena itu berarti menghambat
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena itu, yang dibutuhkan adalah
strategi untuk mempertahankan daya tahan budaya nasional dan lokal dalam
menghadapinya. Berikut ini adalah strategi yang bisa dijalankan :
1. Pembangunan Jati Diri Bangsa
Upaya-upaya pembangunan jati diri bangsa Indonesia, termasuk di
dalamnya penghargaan pada nilai budaya dan bahasa, nilai-nilai solidaritas
sosial, kekeluargaan dan rasa cinta tanah air dirasakan semakin memudar.
8

Muandar Soelaeman, (2000) Ilmu Budaya Dasar Hal. 63

Budaya lokal yang lebih sesuai dengan karakter bangsa semakin sulit
ditemukan, sementara itu budaya global lebih mudah merasuk. Selama ini
yang terjaring oleh masyarakat hanyalah gaya hidup yang mengarah pada
westernisasi, bukan pola hidup modern.
Karena itu, jati diri bangsa sebagai nilai identitas masyarakat harus
dibangun secara kokoh dan diinternalisasikan secara mendalam. Caranya,
dengan menanamkan nilai-nilai kearifan lokal sejak dini kepada generasi
muda. Pendidikan memegang peran penting di sini sehingga pengajaran
budaya perlu dimasukkan dalam kurikulum pendidikan nasional dan diajarkan
sejak sekolah dasar.
Harus dipahami, nilai-nilai kearifan lokal bukanlah nilai usang yang
ketinggalan zaman sehingga ditinggalkan, tetapi dapat bersinergi dengan nilainilai universal dan nilai-nilai modern yang dibawa globalisasi.
Globalisasi yang tidak terhindarkan harus diantisipasi dengan
pembangunan budaya yang berkarakter penguatan jati diri dan kearifan lokal
yang dijadikan sebagai dasar pijakan dalam penyusunan strategi dalam
pelestarian dan pengembangan budaya. Upaya memperkuat jati diri daerah
dapat dilakukan melalui penanaman nilai-nilai budaya dan kesejarahan senasib
sepenanggungan di antara warga. Karena itu, perlu dilakukan revitalisasi
budaya daerah dan penguatan budaya daerah.
Pembangunan budaya yang berkarakter pada penguatan jati diri
mempunyai karakter dan sifat interdependensi atau memiliki keterkaitan lintas
sektoral, spasial, struktural multidimensi, interdisipliner, bertumpu kepada
masyarakat sebagai kekuatan dasar dengan memanfaatkan potensi sumber
daya pemerataan yang tinggi. Karakter pembangunan budaya tersebut secara
efektif merangkul dan menggerakkan seluruh elemen dalam menghadapi era
globalisasi yang membuka proses lintas budaya (transcultural) dan silang
budaya (cross cultural) yang secara berkelanjutan akan mempertemukan nilainilai budaya satu dengan lainnya (Saptadi 2008).
2. Kembali Pada Ideologi Bangsa

Mengingat kembali pada apa itu kebudayaan nasional. Undang-Undang
Dasar 1945, penjelasan pasal 32 menerangkan bahwa; Kebudayaan bangsa
ialah kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha budi rakyat Indonesia
seluruhnya. Kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagai puncak-puncak
kebudayaan di daerah-daerah di seluruh Indonesia, terhitung sebagai
kebudayaan bangsa. Usaha kebudayaan harus menuju ke arah kemajuan adab,
budaya, persatuan, dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan
asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa
sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia. Itu
sebabnya, satu-satunya jalan yang bisa ditempuh untuk bangkit dari
keterpurukan bangsa adalah dengan kembali pada ideologi sendiri. Pancasila
adalah sebuah ideologi negara yang dibuat oleh para Founding Father. Dengan
kembali pada ideologi ini diharapkan agar tercipta sebuah bangsa yang
memiliki harga diri dalam percaturan global. Kekonsistenan pada ideologi
pancasila, akan menjadikan Indonesia sebagai negara yang bermartabat. Dan
inilah identitas Bangsa Indonesia. Konsekuensi dari kembalinya pada ideologi
bangsa adalah keberanian pada prinsip hidup. Prinsip hidup bangsa Indonesia
akan; kemandirian, kesopanan, kebersamaan dan kesederhanaan akan sangat
penting bagi pembangunan bangsa ini. Sikap seperti ini akan melepaskan diri
dari budaya hedonis dan materilis yang mengakibatkan kerusakan moral yang
merugikan bangsa ini. Lahirnya budaya korupsi, kolusi dan berbagai kejahatan
lainya sebenarnya karena ketidakmampuan diri untuk mengendalikan emosi
terhadap budaya-budaya hedonis dan materialis ini. kesadaran akan ideologi
bangsa sendiri, akan mengembalikan jati diri yang sesungguhnya. Hanya
dengan cara inilah kita akan menjadi bangsa yang bermartabat di hadapan
bangsa lain.

3. Pemahaman Falsafah Budaya
Sebagai tindak lanjut pembangunan jati diri bangsa melalui revitalisasi
budaya daerah, pemahaman atas falsafah budaya lokal harus dilakukan.
Langkah ini harus dijalankan sesegera mungkin ke semua golongan dan semua
usia berkelanjutan dengan menggunakan bahasa-bahasa lokal dan nasional
yang di dalamnya mengandung nilai-nilai khas lokal yang memperkuat
budaya nasional.
Karena itu, pembenahan dalam pembelajaran bahasa lokal dan bahasa
nasional mutlak dilakukan. Langkah penting untuk melakukannya adalah
dengan meningkatkan kualitas pendidik dan pemangku budaya secara
berkelanjutan. Pendidik yang berkompeten dan pemangku budaya yang
menjiwai nilai-nilai budayanya adalah aset penting dalam proses pemahaman
falsafah budaya.
Pemangku budaya tentunya juga harus mengembangkan kesenian
tradisional. Penggalakan pentas-pentas budaya di berbagai wilayah mutlak
dilakukan. Penjadwalan rutin kajian budaya dan sarasehan falsafah budaya
juga tidak boleh dilupakan. Tetapi, semua itu tidak akan menimbulkan efek
meluas tanpa adanya penggalangan jejaring antarpengembang kebudayaan di
berbagai daerah. Jejaring itu juga harus diperkuat oleh peningkatan peran
media cetak, elektronik dan visual dalam mempromosikan budaya lokal.
Dalam melakukan itu, semua pihak harus dilibatkan. Pemerintah, lembaga
swadaya masyarakat (LSM), kelompok masyarakat, pemerhati budaya,
akademisi, dan pengusaha harus menyinergikan diri untuk bekerja sama secara
konstruktif dalam pengembangan budaya. Mereka yang berjasa besar harus
diberikan apresiasi sebagai penghargaan atas dedikasinya.
4. Penerbitan Peraturan Daerah
Budaya lokal harus dilindungi oleh hukum yang mengikat semua
elemen masyarakat. Pada dasarnya, budaya adalah sebuah karya. Di dalamnya
ada ide, tradisi, nilai-nilai kultural, dan perilaku yang memperkaya aset
kebangsaan. Tidak adanya perlindungan hukum dikhawatirkan membuat

budaya lokal mudah tercerabut dari akarnya karena dianggap telah ketinggalan
zaman.
Karena itu, peraturan daerah (perda) harus diterbitkan. Peraturan itu
mengatur tentang pelestarian budaya yang harus dilakukan oleh semua pihak.
Kebudayaan akan tetap lestari jika ada kepedulian tinggi dari masyarakat.
Selama ini kepedulian itu belum tampak secara nyata, padahal ancaman sudah
kelihatan dengan jelas.
Berkaitan dengan itu, para pengambil keputusan memegang peran
sangat penting. Eksekutif dan legislatif harus bekerja sama dalam
merumuskan sebuah perda yang menjamin kelestarian budaya.
Dalam perda, perlu diatur hak paten bagi karya-karya budaya leluhur
agar tidak diklaim oleh negara lain. Selain itu, masalah pendanaan juga harus
diperhatikan karena untuk merawat sebuah budaya tentu membutuhkan
anggaran meskipun bukan yang terpenting. Anggaran itulah yang nantinya
dimanfaatkan untuk bisa memberi fasilitas secara berkelanjutan bagi programprogram pelestarian budaya. Dalam hal ini, pemerintah memegang peran
paling besar.
Untuk memperkuat daya saing budaya, pemerintah perlu membangun
pusat informasi gabungan untuk pertunjukan seni, pendirian dan pengelolaan
promosi pertunjukan seni, pengembangan tenaga ahli khusus untuk
membesarkan anak yang berbakat seni, menggiatkan sumbangan pengusaha
dibidang seni, penghargaan untuk pertunjukan seni budaya, peningkatan
kegiatan promosi tentang produk budaya.

5. Pemanfaatan Teknologi Informasi
Keberhasilan budaya asing masuk ke Indonesia dan memengaruhi
perkembangan

budaya

lokal

disebabkan

oleh

kemampuannya

dalam

memanfaatkan kemajuan teknologi informasi secara maksimal. Di era global,
siapa yang menguasai teknologi informasi memiliki peluang lebih besar dalam
menguasai peradaban dibandingkan yang lemah dalam pemanfaatan teknologi
informasi. Karena itu, strategi yang harus dijalankan adalah memanfaatkan akses

kemajuan teknologi informasi dan komunikasi sebagai pelestari dan pengembang
nilai-nilai budaya lokal.
Budaya lokal yang khas dapat menjadi suatu produk yang memiliki nilai
tambah tinggi apabila disesuaikan dengan perkembangan media komunikasi dan
informasi. Harus ada upaya untuk menjadikan media sebagai alat untuk
memasarkan budaya lokal ke seluruh dunia. Jika ini bisa dilakukan, maka daya
tarik budaya lokal akan semakin tinggi sehingga dapat berpengaruh pada daya
tarik lainnya, termasuk ekonomi dan investasi. Untuk itu, dibutuhkan media
bertaraf nasional dan internasional yang mampu meningkatkan peran kebudayaan
lokal di pentas dunia.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan pemaparan pada bagian sebelumnya, dapat ditarik tiga
kesimpulan. Pertama, hegemoni arus globalisasi budaya asing adalah sebuah
kondisi tak terelakkan yang harus disikapi secara strategis oleh semua negara,
termasuk Indonesia. Prosesnya yang menyebar ke segala arah menembus batas
wilayah negara bangsa mendorong terciptanya lalu lintas budaya lokal yang
kemudian bermetamorfosis menjadi budaya yang dianut masyarakat global.
Akibatnya, budaya lokal menghadapi ancaman serius dari budaya asing yang
mampu secara cepat masuk ke dinamika kehidupan masyarakat lokal melalui
media komunikasi dan informasi.
Kedua, sebagai negara berkembang, Indonesia menghadapi persoalan
terkait kemampuan budayanya dalam menahan penetrasi budaya asing.
Kelemahan penguasaan teknologi komunikasi dan informasi serta pasar yang luas
menjadikan Indonesia sebagai target potensial bagi budaya negaranegara maju.
Problematika yang muncul adalah melunturnya warisan budaya yang telah
puluhan tahun ditradisikan oleh leluhur. Tradisi budaya asli tergeser oleh tradisi
budaya baru yang dipromosikan negara-negara maju.
Ketiga, menyikapi prolematika itu, dibutuhkan strategi yang tepat agar
budaya lokal tidak semakin tergerus oleh budaya asing dan secara perlahan
berpotensi melenyapkan. Strategi yang bisa dijalankan adalah pembangunan jati
diri dan kembali pada ideologi bangsa untuk memperkokoh identitas kebangsaan,
pemahaman falsafah budaya kepada seluruh kalangan masyarakat, penerbitan
peraturan daerah yang melindungi budaya lokal, dan memanfaatkan teknologi
informasi untuk mengenalkan budaya lokal ke masyarakat dunia.

B. SARAN
Dari penjabaran diatas penulis menuliskan memberikan beberapa saran
sebagai berikut :

1. Sebagai warga negara Indonesia agar tetap menjaga dan melestarikan budaya
asli Indonesia
2. Sebagai warga negara Indonesia agar selalu selektif dan berpikir secara global
dalam menghadapi kebudayaan asing di Indonesia
3. Sebagai Warga negara Indonesia selalu menyebarluaskan kebudayaan
Indonesia khususnya kebudayaan lokal di Indonesia
4. Selalu Menanamkan Ideologi dan jati diri bangsa Indonesia sebagai warga
negara Indonesia
Indonesia adalah negara yang kaya akan aneka ragam variasi warna
kebudayaan yang harus tetap dijaga dan dilestarikan, budaya adalah identitas
suatu negara yang membentuk jati diri suatu negara olehnya itu penulis mengajak
kepada para pembaca agar selalu sadar akan peran dan fungsinya sebagai warga
negara Indonesia untuk tetap menjaga dan melestarikan budaya sendiri, selalu
bangga terhadap kebudayaan Indonesia sebagai ciri khas dan identitas negara.

DAFTAR PUSTAKA
Muandar Soelaeman, (2000) Ilmu Budaya Dasar. Bandung: PT Refika Aditama
Ahmad Sihabuddin H. (2001), M.Si Komunikasi Antar Budaya. Jakarta: PT. Bumi
Aksara
Abdulkadir Muhammad. (2004), Ilmu Sosial Budaya Dasar. Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti
Alfian (1979), Politik, Kebudayaan dan Manusia Indonesia. Jakarta: Lembaga
Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES)
Safril Mubah (2011), Strategi Meningkatkan Daya Tahan Budaya Lokal dalam
Menghadapi Arus Globalisasi. Surabaya: Departemen Hubungan
Internasional, FISIP, Universitas Airlangga
https://yolagani.wordpress.com/2007/10/22/antonio-gramsci-hegemoni-danbudaya/