Pengembangan Sumber daya Manusia Melalui

Pengembangan Sumber daya manusia melalui Job Specification dan Job
Description
Jafar Basalamah

PENDAHULUAN
Dewasa ini, salah satu persoalan mendasar yang masih dihadapi oleh
berbagai organisasi adalah kualitas SDM, akibat SDM kurang atau tidak didukung
kemampuan, kompetensi khususnya pendidikan dan pelatihan keterampilan/ skill
sehingga memunculkan perilaku-perilaku yang tidak profesional, serta akan
menimbulkan persoalan baru dan hanya akan menjadi beban organisasi. Robert
Bacal (2004) mengemukakan beberapa indikator job specification yaitu : pendidikan,
pelatihan, kemampuan kerja, pengetahuan, keahlian, kompetensi.
Menyimak lebih jauh, kunci paling utama dalam mewujudkan SDM yang
berkualitas dan profesional, yang memiliki kompetensi, keahlian/ keterampilan
adalah pelatihan (training). Pelatihan memainkan peran urgen, vital dan strategis
dalam pembangunan SDM yang diinginkan atau diharapkan, sebab dari pelatihan
tersebut maka seseorang anggota organisasi dapat memperoleh pengetahuan,
kecakapan/ keterampilan/ keahlian yang dibutuhkan.
Seorang karyawan atau pegawai atau pekerja sebagai unsur SDM, sulit
diharapkan dapat berkontribusi lebih banyak terhadap organisasinya jika tidak
didukung pengetahuan dan kecakapan/ keterampilan/ keahlian yang dibutuhkan.

Sebesar dan se-modern apapun sebuah organisasi namun jika tidak didukung unsur
SDM yang berpengetahuan, cakap/ terampil/ ahli dalam bidang tugas dan fungsinya
maka secara perlahan organisasi akan mengalami kemunduran, tidak mampu
menghadapi persaingan, tidak akan mampu menjadi unggul.
Atas dasar itulah sehingga banyak organisasi yang memberikan perhatian
pada kebijakan pendidikan dan pelatihan bagi unsur-unsur SDM-nya, dengan
harapan bahwa, setelah mengikuti pelatihan maka kompetensi unsur SDM yang
bersangkutan dapat meningkat, yang pada akhirnya kinerja – prestasi kerja individu
dan organisasi juga dapat mengalami peningkatan.
Disadari bahwa, kegiatan pendidikan dan pelatihan SDM membutuhkan
waktu, sarana dan prasarana, tenaga dan biaya yang tidak sedikit, namun demikian
organisasi akan memperoleh banyak manfaat dan keuntungan - keunggulan jika

2
memiliki SDM yang berkualitas. Sebaliknya, organisasi akan menanggung kerugian
yang jauh lebih besar jika SDM yang dimiliki kurang atau tidak memiliki kualitas dan
profesionalisme.
Organisasi akan menanggung kerugian yang jauh lebih besar jika SDM-nya
tidak memiliki kemampuan keahlian/ kecakapan/ keterampilan dalam melaksanakan
tugas pekerjaan dan fungsinya. Banyak kesempatan atau peluang akan dilewatkan

jika organisasi kurang atau tidak didukung unsur-unsur SDM yang memadai
kualitasnya. Oleh karena itu, kiranya cukup beralasan jika banyak organisasi
perusahaan rela mengeluarkan biaya dalam jumlah besar untuk membekali
keterampilan/keahlian bagi karyawannya melalui pelatihan.
Pelatihan (on the job training), dalam berbagai bentuk kegiatannya dapat
berupa pelatihan formal (seperti pelatihan manajemen, pelatihan balanaced
scorecard,

pelatihan

service

scorecard,

pelatihan

kepemimpinan,

termasuk


pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi) maupun pelatihan informal (seperti kursus –
kursus keterampilan administrasi – teknis, seminar-seminar, lokakarya, magang).
Proses dan output pelatihan tersebut, pada dasarnya adalah suatu model
pembelajaran yang diselenggarakan oleh organisasi atau manajemen, dan sekaligus
menjadi salah satu langkah strategis untuk pengembangan SDM pada organisasi
yang bersangkutan. Hal ini berarti bahwa, pelatihan keterampilan merupakan bagian
integral dari pengembangan SDM.
Sulit untuk melakukan pengembangan SDM organisasi tanpa ada
penyelenggaraan pelatihan keterampilan; seorang karyawan atau pekerja sulit untuk
berkembang dengan cepat atau meningkat keahlian/ kecakapan/ keterampilannya
jika tidak didukung pelatihan. Walaupun seorang karyawan atau pekerja dapat
belajar dari pengalaman kerjanya, namun proses perkembangan dan peningkatan
keahlian/ kecakapan/ keterampilannya berjalan lambat.
Pelatihan dapat mempercepat proses perkembangan dan peningkatan
keahlian/ kecakapan/ keterampilan seorang karyawan atau pekerja pada sebuah
organisasi, sebab dalam kegiatan pelatihan terjadi transfer ilmu pengetahuan,
keterampilan metode kerja dan inovasi, strategi atau taktik dalam menyelesaikan
suatu tugas pekerjaan serta mengatasi suatu masalah, ada proses pencerahan
wawasan dan pembinaan perilaku dan motivasi. Hal ini tentu berbeda dengan
seorang karyawan atau pekerja yang hanya mengandalkan pengalaman kerjanya

dan belum pernah mengikuti pelatihan keterampilan.

3
Jelaslah bahwa, pelatihan dan pengembangan SDM terutama penting untuk
mewujudkan sosok SDM yang professional. Dikemukakan oleh Tabrani Rusyan
(1990) bahwa profesionalisme yaitu keahlian atau keterampilan melakukan suatu
pekerjaan yang bersifat sederhana yang hanya dapat dilaksanakan oleh mereka
yang secara khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan
oleh mereka yang tidak dapat memperoleh pekerjaan tersebut. Profesionalisme
merupakan suatu keahlian atau kemampuan dan keterampilan aparat terhadap
suatu pekerjaan tertentu sesuai dengan disiplin ilmu yang ditekuni atau yang
diemban benar-benar dimiliki dan dikuasai secara profesional.
PEMBAHASAN
Pengembangan sumber daya manusia (SDM) ditujukan untuk mewujudkan
manusia pembangunan yang berbudi luhur, tangguh cerdas, terampil, mandiri, dan
memiliki rasa kesetiakawanan, bekerja keras, produktif, kreatif dan inovatif,
berdisiplin serta berorientasi ke masa depan untuk menciptakan kehidupan yang
lebih baik. Peningkatan kualitas SDM perlu diselaraskan dengan persyaratan
keterampilan,


keahlian,

dan

profesi

yang

dibutuhkan

dalam

semuasektor

pembangunan (Kartasasmita,1995).
Secara umum, ada empat aspek yang terkandung dalam pengembangan
SDM, yaitu : Pertama, memberikan penekanan pada kapasitas (capacity), yaitu
upaya meningkatkan kemampuan beserta energi yang diperlukan untuk itu. Kedua,
penekanan pada aspek pemerataan (equity) dalam rangka menghindari perpecahan
di dalam masyarakat yang dapat menghancurkan kapasitasnya. Ketiga, pemberian

kekuasaan dan wewenang (empowerment) yang lebih besar kepada masyarakat
dengan maksud agar hasil pembangunan dapat benar-benar bermanfaat bagi
masyarakat, karena aspirasi dan partisipasi masyarakat terhadap pembangunan
dapat meningkat. Di samping adanya wewenang untuk memberikan koreksi
terhadap

keputusan

yang

diambil

tentang

alokasi

resources,

Keempat,


pembangunan mengandung pengertian kelangsungan pembangunan yang harus
diperhatikan mengingat keterbatasan sumber daya yang ada (Bryant & White,1987).
Winardi (2005:53) mengklasifikasi 5 kelompok jenis sumber daya organisasi
yang lebih dikenal dengan ”5 M”, yaitu men (manusia), materials (material),
machines ( mesin), methods (metode), dan money (uang). Hasibuan (2003)

4
mengemukakan bahwa dengan pengembangan SDM maka produktifitas kerja
pegawai akan meningkatkan kualitas dan kuantitas produktifitas semakin baik,
karena technical skill, human skill, maupun managerial skill SDM yang semakin baik.
Pengembangan kemampuan pengetahuan dan keahlian dikemukakan oleh
Hasibuan (1994:76) bahwa arti pengembangan yakni sebagai usaha meningkatkan
kemampuan teknis, teoritis, konseptual dan moral karyawan sesuai dengan
kebutuhan penspesifikasi/ jabatan melalui pendidikan dan pelatihan.
Saydam (1996) menyatakan bahwa, pengembangan sumber daya aparatur
merupakan kegiatan yang harus dilaksanakan agar pengetahuan, kemampuan dan
keterampilan sesuai dengan tuntutan penspesifikasi yang dilakukan.
Tjiptohenjanto dan Abidin (1993:41) mengemukakan bahwa :
Pengembangan sumber daya manusia ditujukan untuk mewujudkan
manusia pembangunan yang berbudi luhur, tangguh, cerdas dan terampil,

mandiri dan memiliki rasa kesetiakawanan, bekerja keras, produktif,
kreatif dan inovatif, berdisiplin dan berorientasi ke masa depan untuk
menciptakan kehidupan yang lebih baik.
Handoyo (1992:103) mengemukakan bahwa :
Program pengembangan memiliki dua tujuan utama yaitu : Pertama,
latihan dan pengembangan dilakukan untuk menutup ’gap’ antara
kecakapan atau kemampuan karyawan dengan permintaan jabatan;
Kedua, program-program tersebut diharapkan dapat meningkatkan
efisiensi dan efektivitas specification/ kerja karyawan dalam mencapai
sasaran-sasaran specification yang telah ditetapkan.
Simamora (1997:335) mengemukakan bahwa :
Orientasi pelatihan dan pengembangan SDM yaitu : menyiratkan
perubahan-perubahan dalam keahlian-keahlian, pengetahuan, sikap atau
perilaku. Aktivitas-aktivitas pelatihan dan pengembangan adalah programprogram terencana dari perbaikan organisasi dan penting bahwa,
program-program tersebut direncanakan seteliti mungkin.
Program pengembangan memiliki dua tujuan utama yaitu : Pertama, latihan
dan pengembangan dilakukan untuk menutup ’gap’ antara kecakapan atau
kemampuan karyawan dengan permintaan jabatan; Kedua, program-program
tersebut diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas specification/ kerja
karyawan dalam mencapai sasaran-sasaran specification yang telah ditetapkan.


5
Hasibuan (1994:77) mengemukakan tujuan pengembangan SDM antara
lain:
1. Produktivitas kerja. Dengan pengembangan maka produktivitas kerja
akan meningkatkan kualitas dan kuantitas produktivitas yang semakin
baik karena technical skill, human skill maupun managerial skill yang
semakin baik
2. Efisien.

Pengembangan

PNS

atau

karyawan

bertujuan


untuk

meningkatkan efisiensi tenaga, waktu, bahan baku dan mengurangi
ausnya mesin-mesin, pemborosan berkurang, biaya produksi relatif kecil
sehingga daya saing perusahaan berkurang
3. Pelayanan. Pengembangan bertujuan untuk meningkatkan pelayanan
yang lebih baik
4. Moral. Dengan pengembangan, maka moral karyawan atau pegawai akan
lebih baik karena keahlian dan keterampilannya sesuai dengan
pekerjaannya sehingga mereka antusias untuk menyelesaikannya dengan
baik
5. Karier. Dengan pengembangan, maka kesempatan untuk meningkatkan
karier semakin besar, karena keahlian, keterampilan dan prestasi lebih
baik
6. Konseptual. Dengan pengembangan, maka manajer semakin cakap dan
cepat dalam mengambil keputusan yang lebih baik, karena technical skill,
human skill maupun managerial skill telah lebih baik
7. Kepemimpinan. Dengan pengembangan, maka kepemimpinan seorang
manajer akan lebih baik, human ralation-nya lebih luas, motivasinya lebih
terarah, sehingga pembinaan pegawai atau karyawan dalam bekerjasama

secara vertikal dan horisontal semakin harmonis
8. Balas jasa. Dengan pengembangan, maka balas jasa (gaji, upah intensif
dan benefit) akan meningkat karena prestasi kerja mereka semakin besar.
Swasto

(2003:63) menjelaskan

bahwa

kemampuan

kerja karyawan

menunjuk pada potensi seseorang untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan. Ada 3
(tiga) jenis variabel dari kemampuan kerja itu yaitu (1) kemampuan pengetahuan, (2)
kemampuan keterampilan, dan (3) emampuan sikap. Kemampuan pengetahuan
secara luas mencakup segala hal yang diketahui tentang suatu obyek tertentu.
Keterampilan adalah kemampuan psikomotorik dan teknik pelaksanaan kerja

6
tertentu

sedangkan kemampuan sikap adalah kesiapsiagaan mental yang

diorganisasikan lewat pengalaman, yang mempunyai pengaruh tertentu kepada
tanggapan seseorang terhadap orang-orang, obyek dan situasi yang berhubungan
dengannya. Perpaduan antara motivasi dengan kemampuan kerja sangat besar
pengaruhnya terhadap optimalisasi kinerja seseorang sehingga perlu mendapat
perhatian yang lebih luas.
Kaliski dalam Rivai (2005 :63) mengemukakan bahwa terdapat 4 (empat)
dimensi yang dapat digunakan untuk mengamati kemampuan kerja karyawan atau
pegawai, yaitu : (1) keterampilan, (2) mental, (3) fisik, dan (4) tanggungjawab.
Rue dan Brian (Keban, 2001:51) menyatakan bahwa kemampuan kerja yaitu
sebagai tingkat pencapaian hasil (the degree of accomplishment). Dalam kaitan itu,
Whitmore (2000:24) menyakan bahwa kemampuan kerja sebagai pelaksanaan
fungsi-fungsi yang dituntut. Konsep kemampuan kerja sebagai pelaksanaan fungsi
fungsi yang dituntut merupakan kebutuhan paling minimal untuk berhasil.
Gibson (2003:16) menyatakan bahwa keterampilan kerja adalah kecakapan
yang berhubungan dengan tugas yang dimiliki dan dipergunakan oleh sesorang
pada waktu yang tepat. Sejalan dengan Gibson, Bayhan (Robert Bacal, 2004)
menyatakan bahwa keterampilan merupakan suatu kemampuan dengan tugas yang
dimiliki dan dipergunakan dalam menghadapi tugas yang bersifat teknis atau non
teknis.
Luissert dan Robert (Siagian, 2003:75) menjelaskan bahwa sumber daya
manusia memegang peranan yang sangat vital karena ia melaksanakan kegiatan
organisasi. Sebagian besar perhatian, waktu dan tenaga disibukkan oleh masalahmasalah manusia yang sering bersifat amat pelik dan sensitif untuk dapat
diselesaikan. Betapapun besarnya kemampuan seseorang untuk mengumpulkan
dana untuk dijadikan modal, namun tidak akan terjadi nilai tambah terhadap modal
tersebut bilamana tidak digunakan oleh manusia untuk menghasilkan barang atau
jasa untuk dijual kepada pihak konsumen yang membutuhkannya.
Tegasnya bahwa betapapun besarnya modal yang dipupuk namun tetap
merupakan benda mati dan hanya mempunyai makna bilamana digunakan dan
dikelola oleh manusia yang berkemampuan.” Ini berarti bahwa modal hanya akan
mempunyai arti apabila diberikan perhatian yang lebih besar kepada kemampuan
sumber daya manusia yang mengelola modal tersebut. Bukan saja modal tetapi
peralatan atau mesin yang canggih dan modern serta yang mahal harganya yang

7
digunakan oleh perusahaan tidak akan mempunyai nilai dan peranan yang berarti
apabila tidak didukung oleh kehadiran manusia sebagai kemampuan penggeraknya/
penggunanya atau pelaksananya (Siagian, 2003:76).
Pengembangan sumber daya aparatur pemerintahan pada hakekatnya
merupakan upaya untuk meningkatkan kinerja PNS dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya. Hal tersebut hanya dapat terwujud melalui penyempurnaan berbagai
produk hukum yang mengatur pemberdayaan yang meliputi pendidikan dan
pelatihan, pengembangan, pembinaan sehingga keseluruhan unsur yang ada dalam
setiap organisasi pemerintahan dapat meningkatkan produktivitasnya.
Bramban

dalam

Ismail

Said

(2001:76)

menjelaskan

bahwa

dalam

mewujudkan pemberdayaan aparatur diperlukan: (1) pengurangan monopoli
seorang birokrat, dengan mendelegasikan wewenang yang dimiliki kepada
bawahannya sesuai makna pemberdayaan, (2) setiap aparat dituntut untuk
memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat, (3) pemberdayaan juga
menghendaki berkurangnya sentralistik formalistik kekuasaan, (4) perwujudan
konsepsi diatas hanya dapat dilakukan jika sumber daya yang dimiliki oleh setiap
organisasi memiliki keunggulan dan profesionalisme yang cukup.
Perspektif administrasi pengembangan sumber daya aparatur pemerintahan
menekankan bahwa peranan organisasi pada zaman modern ini menjadi semakin
penting. Semua kemajuan dan keberhasilan manusia dalam berbagai aspek
kehidupan niscaya dicapai meialui organisasi. Manusia tanpa organisasi, tanpa
bantuan orang lain tidak akan dapat mewujudkan impian, cita-cita dan tujuan
hidupnya, Kenyataan demikian mengindikasikan bahwa maju atau mundurnya
kehidupan manusia, tergantung kepada kemampuannya untuk mengatur dan
memanfaatkan sumberdaya yang ada dalam organisasi, termasuk sumberdaya
manusianya dengan lebih efisien, efektif dan produktif. Jones (2001:17) menjelaskan
bahwa setiap orang mempunyai akses yang berbeda-beda dalam proses
kebijaksanaan tersebut.
Dikemukakan Schuler & Youngblood

(1986) bahwa, pengembangan

sumber daya manusia pada suatu organisasi akan melibatkan berbagai faktor,
seperti : pendidikan dan pelatihan, perencanaan dan manajemen karir, peningkatan
kualitas dan produktivitas kerja, serta peningkatan kesehatan dan keamanan kerja.
Hal

tersebut

mengindikasikan

dengan

jelas

bahwa,

Schuler

&

Youngblood menempatkan faktor pendidikan dan pelatihan pada urutan pertama

8
dalam pengembangan SDM. Hal ini cukup beralasan sebab, sebaik apapun
perencanaan dan manajemen karier, dan sebaik apapun program peningkatan
kualitas dan produktivitas kerja serta peningkatan kesehatan dan keamanan kerja,
namun jika SDM organisasi masih tetap kurang atau tidak didukung keahlian/
keterampilan maka hal-hal tersebut tidak akan banyak berarti dan sulit dicapai.
Pengembangan sumber daya manusia pada dasarnya tidak terlalu jauh
berbeda dengan harapan atas atribut-atribut profesionalisme,yaitu : (1) seseorang
memiliki ketrampilan dan keahlian teoritis ilmiah tertentu sesuai dengan bidang
pekerjaan yang akan digeluti-nya; (2) harus mampu menyumbangkan ilmu dan
tenaganya secara optimal untuk kelancaran usaha tempat kerjanya; (3) harus dapat
mendorong peningkatan produktivitas yang berkelanjutan; (4) memiliki sikap
untuk terus menerus memperbaiki dan meningkatkan keahlian dan ketrampilannya;
(5) disiplin dan patuh pada aturan main profesidan tempat kerjanya; (6) memiliki
kesiapan untuk berubah atau melakukan penyesuaian terhadap perubahanperubahan yang tengah berlangsung atau bahkan mampu menciptakan perubahan
(Osborne & Gaebler, 1996).
Potensi SDM merupakan kondisi riil yang dimiliki oleh suatu organisasi dalam
kurun waktu tertentu. Kondisi tersebut menyangkut jumlah karyawan atau pegawai
yang dimiliki untuk kemudian dipetakan berdasarkan jenis kelamin, tingkat
pendidikan, umur, pengalaman kerja, jenjang kepangkatan, bidang keahlian.
Analisis penting berikutnya justru dilakukan dengan mempetakan potensi
SDM tersebut dengan potensi wilayah untuk menilai derajat kesesuaian persebaran
antara potensi SDM dengan potensi wilayah yang ada. Jika hal demikian telah dapat
dilakukan maka akan dengan mudah diketahui apa yang kurang dan apa yang telah
memadai dalam menyelenggarakan kegiatan organisasi. Situasi ini akan sangat
berguna bagi perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan perbaikan atas pelayanan
kepada masyarakat serta pembangunan.
Budaya kerja merupakan aspek pentingyang menentukan sikap kerja seorang
karyawan atau pegawai baik itu kinerja, kepuasan kerja, mau pun tingkat
kemangkirannya (Luthans 1989). Salah satu aspek yang bisa dipergunakan untuk
melihat budaya kerja adalah disiplin kerja. Disiplin kerja merupakan ketaatan
pada peraturan-peraturan yang berlaku di dalam proses pelaksanaan pekerjaan dan
menyebabkannya dapat menyesuaikandiri dengan sukarela terhadap keputusan-

9
keputusan, peraturan-peraturan dan nilai dannorma yang terkandung dalam
pekerjaannya.
Beberapa aspek yang dapat digolongkan menjadi potensi pengembangan
sumber daya manusia adalah :(1) kepemimpinan yang cukup kuat sehingga mampu
menjadi modal dasar untuk mengarahkan, memfasilitasi bah-kan mendorong sumber
daya manusiayang ada untuk lebih berkembang. Perilaku intruktif yang lebih
dominan

tampaknya

sesuai

dengan

kultur

masyarakatyang

ada

sehingga

pemanfaatan pola perilaku tersebut akan memberikandampak positif yang lebih
cepat dalammenggerakkan potensi aparat yang ada. (2) Motivasi kerja yang
cenderung tinggi jelas merupakan potensi besar bagisumber daya manusia yang
ada untuk berkembang atas dasar kehendak, kemauan, dan semangat internal. Hal
ini misalnya bisa dilihat dari jenjang pendidikan formal yang dimiliki total aparat yang
ada yang cenderung me-ningkat dari tahun ke tahun. (3) Komitmen terhadap
pekerjaan yangcenderung besar sehingga hal ini merupakan kekuatan pemerintah
untuk menyelesaikan tugas pelayanan dan pem- bangunan. Terdapat kemauan,
kerelaan,dan kesungguhan serta pengorbanan yang memadai dari karyawan untuk
menuntaskan beban dan tanggung jawab pekerjaannya. Dua indikator utamanya
adalah keterikatan kerja (attachment ) dan kepuasan kerja yang cukup baik dari diri
karyawan.Selain potensi yang ada tersebut, maka perlu diperhatikan pula beberapa
faktor penghambat pencapaian tugas oleh karya-wan.
Hambatan tersebut meliputi : (1) komunikasi organisasi yang kurang efektif .
Komunikasi merupakan urat nadi kehidupan organisasi. Gangguan komunikasi
berarti akan menghambat kelancaran pelaksanaan tugas keorganisasian. Hambatan
komunikasi dirasakan cukup besar namun demikian hal tersebut tidak diimbangi
dengan peningkatan komunikasi yang memadai sehingga wajar sekali jika
komunikasi pelaksanaan tugas dan pekerjaan menjadi kurang efektif. Jika hal ini
dibiarkan maka gangguan pelaksanaan tugas ini akan berlangsung terus dan bisa
jadi akan mengakumulasi persoalan hingga tidak dapat ditolerir lagi. Secara umum
kondisi tersebut justru akan sangatmembahayakan kelancaran roda organi-sasi
pemerintahan dengan segenap fu-ngsi yang harus dijalankan. (2) Kondisi kerja yang
kurang memadai
.Aspek ini jelas merupakan faktor penunjang keberhasilan kerja SDM.
Bilamana faktor ini tidak ter-sedia secara memadai maka bisa di- pastikan akan
mempengaruhi kinerja SDM. Yang paling menonjol adalah kurangnya sarana dan

10
prasarana kerja yang mendukung penyelesaian tugas. Kendala lingkungan kerja dan
penguasaan prosedur kerja yang lemah juga menjadi hambatan tersendiri. (3)
Prestasi kerja yang cenderung rendah. Aspek ini tampaknya secara logis merupakan
konsekuensi dari hambatan-hambatan lainnya. Mengingat adanya potensi faktor
internal yang memadai namun tidak didukung dengan hasil kerja yang memadai.
Dengan demikian berarti ada faktor lain yangcukup besar pengaruhnya dan hal
tersebut lebih berupa faktor eksternal.
Untuk itu, menjadi suatu hal yang wajar bila komunikasi organisasi dan
kondisi kerja kurang memadai akan diikuti pula oleh kinerja yang kurang
memuaskan. Pengaruh utama yang memprihatinkan justru terhadap sikap prestasi
kerja yangrendah yang selanjutnya diikuti dengan kualitas kerja yang cenderung
rendahdan tingkat ketepatan waktu penyele-saian pekerjaan yang cenderung
rendah pula.
Dikemukakan Gibson (Robert Bacal. 2004) bahwa job specification
melaksanakan fungsi yang terpisah dari komponen analisis pekerjaan yang lain.
Selain itu tidak menggambarkan lingkungan fisik, tugas dan kewajiban atau kondisi
pekerjaan. Sebaliknya, tujuan job specification

adalah untuk menentukan

karakteristik personalia (seperti latar belakang pendidikan, pengalaman, pelatihan
kejuruan) yang sahih untuk penyisihan, seleksi dan penempatan. Persyaratanpersyaratan tersebut dapat ditentukan melalui pertimbangan pemegang jabatan,
analisis kebijakan dan penyelia-penyelia.
Robert Bacal (2004) mengemukakan beberapa indikator job specification
yaitu : pendidikan, pelatihan, kemampuan kerja, pengetahuan, keahlian, kompetensi.
Pendidikan adalah usaha untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensipotensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada
dalam masyarakat dan kebudayaan (Sumego, 2001:86). Peran pendidikan adalah
memberikan bimbingan, pengajaran dan latihan. Pendidikan merupakan proses alih
transformasi teknologi yang berkaitan dengan peningkatan pengetahuan pada
institusi kelembagaan secara formal dan non formal melalui metode proses belajar
mengajar (learning-teaching) terhadap setiap individu yang membutuhkannya
(Sedarmayanti, 2001:62).
Syafri Mangkuprawira (2000:53) menyatakan bahwa sasaran pendidikan
diarahkan pada (1) learning to know, (2) learning to do, (3) learning to be, dan (4)
learning to live together. Ini juga berarti bahwa pendidikan memiliki sasaran pada

11
kegiatan pembelajaran untuk mengetahui, melakukan dan memberikan pengajaran
untuk membentuk kepribadian seseorang termasuk belajar di dalam membangun
kebersamaan dalam hidup.
Pelatihan atau training adalah suatu kegiatan yang bermaksud untuk
memperbaiki

dan

mengembangkan

sikap,

tingkah

laku,

keterampilan

dan

pengetahuan dan karyawan/ pegawai sesuai dengan keinginan organisasi, dengan
demikian pelatihan yang dimaksud adalah pengertian yang luas tidak terbatas hanya
untuk mengembangkan berbagai keterampilan semata-mata. Pendidikan dan
pelatihan dapat dipandang sebagai salah satu bentuk investasi pengembangan
sumber daya manusia.
Tujuan pendidikan dan pelatihan adalah (1) meningkatkan pengabdian mutu,
keahlian dan keterampilan, (2) menciptakan adanya pola pikir yang sama, (3)
menciptakan dan mengembangkan metode job specification yang lebih baik, dan (4)
membina karier pegawai negeri sipil (Sumego, 2001:86).
Musanef dalam Swasto (2003) menyatakan bahwa pembinaan karier pada
dasarnya mempunyai tiga sasaran timbal balik, yaitu :
a. Pembinaan karier harus ditujukan agar fungsi-fungsi dan tujuan organisasi
dapat dicapai secara efektif dan efisien
b. Memberikan prospek yang baik bagi masa depan pegawai antara lain dengan
memberikan kehidupan yang layak, kenaikan pangkat, jabatan yang jelas
prospeknya, tempat pekerjaan yang menyenangkan dan jaminan-jaminan
sosial lainnya.
c. Pembinaan sistem karier yang tepat adalah merupakan salah satu dimensi
organisasi yang baik, oleh karena dengan sistem pembinaan karier yang baik
dan dilaksanakan dengan baik pula akan dapat menimbulkan kegairahan
bekerja, dan rasa tanggung jawab yang besar dari seluruh pegawai, tetapi
sebaliknya apabila tidak ada sistem pembinaan karier yang baik atau secara
formal ada sistem pembinaan karier yang baik tetapi tidak dilaksanakan
dengan baik, maka akan dapat menimbulkan berbagai macam frustrasi
kemudian dapat menurunkan gairah dan prestasi serta produktivitas kerja
para pegawai.
Syahrir (1999) mengemukakan bahwa pelatihan atau training adalah suatu
kegiatan yang bermaksud untuk memperbaiki dan mengembangkan sikap, tingkah
laku, keterampilan dan pengetahuan dan karyawan/ pegawai sesuai dengan
keinginan organisasi, dengan demikian pelatihan yang dimaksud adalah pengertian
yang luas tidak terbatas hanya untuk mengembangkan berbagai keterampilan
semata-mata. Pendidikan dan pelatihan dapat dipandang sebagai salah satu bentuk
investasi pengembangan sumber daya manusia.

12
Penataan

pendidikan

dan

pelatihan

berarti

mengatur

manajemen,

memimpin, mengelola atau mengadministrasikan sumber daya yang meliputi
merencanakan, melaksanakan, dan mengawasi atau membina sumber daya meliputi
sumber daya manusia, sumber belajar dan fasilitas. Sumber daya manusia terdiri
atas peserta didik, pendidik dan para pemakai jasa pendidikan (Sedarmayanti,
2001:19).
Kompetensi

menunjuk

pada

pengertian

memenuhi

kualifikasi

atau

persyaratan tertentu atau kecocokan ataupun ketepatan dengan sesuatu hal atau
kondisi. Dikatakan White (Hersey dan Blanchard,1990:42) bahwa kompetensi
sebagai "kemampuan seseorang dalam mengendalikan faktor-faktor lingkungan,
baik fisik maupun non fisik" Dengan kata lain, sejauhmana kemampuan sumberdaya
manusia dalam menguasai, rnengelola bahkan mengendalikan faktor-faktor di luar
dirinya, baik yang bersifat internal maupun eksternal organisasi akan menentukan
tingkat kompetensi sumberdaya manusia dalam organisasi secara keseluruhan.
Amidjaya (1980:5) menguraikan bahwa kompetensi adalah kemampuan
untuk melaksanakan tugas yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan.
Kemampuan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, penguasaan faktor
lingkungan untuk menunjang pelaksanaan tugas dan fungsi. Dalam kaitan itu,
Kusmana (1987:44) menyatakan bahwa, kompetensi yaitu sebagai tingkat
kemampuan umum yang diperoleh atau dituntut untuk mendukung kinerja
(performance) dalam suatu jabatan atau pekerjaan tertentu yang mencakup
sejumlah tingkah laku yang amat penting dan menjadi syarat utama bagi kinerja
yang memuaskan dalam menjalankan suatu jabatan atau pekerjaan.
Mustopadidjaya (2002) mengemukakan bahwa kompetensi merupakan
kesadaran akan keberadaan dan peran masing-masing dalam Sistem Administrasi
Negara Kesatuan Republik Indonesia dan independensinya satu sama lain, perilaku
konsisten dalam mengemban amanat perjuangan bangsa sesuai dimensi spiritual,
kultural, dan institutional yang diamanatkan Pembukaan Konstitusi Negara.
Pemahaman mengenai visi, misi dan strategi secara tepat bahkan kemampuan
dalam pengembangannya disamping keahlian dan keterampilan teknis dan
managerial dalam mengemban tugas dan tanggung jawab masing-masing.
Untuk dapat membentuk sosok aparatur atau PNS sesuai dengan konsepkonsep kompetensi tersebut diatas, maka perlu dilaksanakan pembinaan atau

13
pengembangan sumber daya aparatur antara lain melalui jalur diklat yang mengarah
kepada upaya peningkatan :
a. Sikap dan semangat pengabdian yang berorientasi pada kepentingan
masyarakat, bangsa, negara dan tanah air;
b. Kompetensi teknis, manajerial, dan atau kepemimpinannya;
c. Efisiensi, efektifitas dan kualitas pelaksanaan tugas yang dilakukan dengan
semangat kerjasama dan tanggungjawab sesuai dengan lingkungan kerja
dan organisasinya (Mustopadidjaya, 2002).
Rofwell (2002 ; 324) mengemukakan kompetensi yang perlu dimiliki oleh
setiap pegawai, yang terbagi atas 4 (empat) jenis, yaitu :
a. Kompetensi Teknis (Technical Competence), yaitu kompetensi mengenai
bidang yang menjadi tugas pokok organisasi.
b. Kompetensi Manajerial (Managerial Competence), yaitu kompetensi yang
berhubungan dengan berbagai kemampuan manajerial yang dibutuhkan
mengenai tugas organisasi.
c. Kompetensi sosial (Social Competence), yaitu kemampuan melakukan
komunikasi yang dibutuhkan organisasi dalam pelaksanaan tugasnya.
d. Kompetensi Intelektual/ Strategik (Intellectual/ Strategy Competence)
yaitu kemampuan untuk berfikir strategik dengan visi jauh ke depan.
Perlu

ada

penetapan

standar kompetensi yang dimaksudkan

agar

sumberdaya aparatur memiliki acuan yang jelas dalam lima tipe karakteristik
kompetensi, yaitu motif (motive), sifat (traits), konsep pribadi (self-consept),
pengetahuan (knowledge), dan keterampilan (skill). (Spencer and Spencer : 1993).
Sumberdaya manusia dalam suatu organisasi harus mempunyai kompetensi yang
tinggi. Tanpa kompetensi yang tinggi, maka unsur sumberdaya manusia juslru akan
menjadi constraint (faktor penghambat) bagi jalannya roda organisasi dalam upaya
pencapaian tujuan secara optimal (Etzioni, 1985 : 3 dan Zainun, 1990 : 50).
Menurut Kaliski dalam Gani (1986 : 6) terdapat 4 (empat) dimensi yang
dapat digunakan untuk mengamati konsep kompetensi, yaitu: (1) keterampilan, (2)
mental, (3) fisik, Jan (4) tanggungjawab. Sementara menurut Boydell (1986 : 45)
juga terdapat 4 (empat) dimensi kompetensi, yaitu : (I) pengetahuan, (2) kecalcapan
melaksanakan tugas, (3) keterampilan, dun (4) kecakapan sosial. Apabila kita
menerima pandangan bahwa kompetensi mempengaruhi kualitas pelaksanaan
tugas dan fungsi organisasi (Hersey dan Blanchard, 19100,0 : 42), maka secara

14
operasional, dimensi-dimensi tersebutlah yang berpengaruh terhadap kualitas
pelaksanaan tugas dan fungsi tersebut.
Boydell dalam Gani (1985: 6) mengembangkan dimensi-dimensi kompetensi
dipadukan dengan satu dimensi yang diambil dari pedoman penyelenggaraan
Diklatpim yaitu: (I) pengetahuan, (2) kecakapan melaksanakan. Menurut Kaliski
dalam Moekijat (2002: 6) terdapat 4 (empat) dimensi yang dapat digunakan untuk
mengamati konsep kompetensi, yaitu : (1) keterampilan, (2) mental, (3) fisik, dan (4)
tanggungjawab.
Berdasarkan uraian pendapat beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan
bahwa pendidikan dan pelatihan memainkan peranan penting dalam kebijakan
penempatan aparatur dalam jabatan berdasarkan job description dan job
specification, dan peningkatan – pengembangan SDM dan profesionalisme aparatur.
Di lingkungan sebuah organisasi yang berskala besar dan menengah perlu
dimiliki rencana strategik yang seharusnya dirumuskan secara tertulis, dan untuk
mencapai sukses, diperlukan pengimplementasian MSDM dengan strategi yang
tepat guna menunjang dan meningkatkan efisiensi dan efektivitas perwujudan
rencana organisasinya. Dalam penggunaan strategi, manajemen sumber daya
manusia yang tepat itu dapat diwujudkan pengintegrasian perencanaan SDM
dengan perencanaan pada tahap operasional (Suroso, 2002).
Kualitas SDM dikemukakan oleh Tjiptono (Sedarmayanti (2002 : 2002)
antara lain : kesesuaian dengan persyaratan atau tuntutan, perbaikan atau
penyempurnaan berkelanjutan, melakukan segala sesuatu secara benar semenjak
awal. Aparatur yang berkualitas dalam arti sebenarnya yaitu kerja yang
dikerjakannya dapat menghasilkan sesuatu yang memang di kehendaki dari
pekerjaan tersebut dengan baik. Berkualitas bukan hanya pandai tetapi memenuhi
semua syarat kualitas yang dituntut pekerjaan itu sehingga pekerjaan itu benarbenar dapat diselesaikan menurut ukuran yang dikehendaki iti seperti kemampuan,
kecakapan, keterampilan, kepribadian, sikap dan orientasi.
Buchari Zainun (1990 : 48) peningkatan kualitas sumber daya manusia
dimaksudkan untuk berbagai keperluan seperti :
1. Menyiapkan seseorang agar saatnya diberi tugas tertentu yang belum
tahu secara khusus apa tugas itu dengan harapan akan mampu
bilamana nanti diserahi tugas yang sesuai.

15
2. Memperbaiki kondisi seseorang yang sudah diberi tugas dan sedang
menghadapi tugas tertentu merasa ada kekurangan pada dirinya untuk
mampu mengembang tugas itu sebagaimana mestinya.
3. Mempersiapkan seseorang untuk diberi tugas tertentu yang sudah pasti
syarat-syaratnya lebih berat dari tugas yang dikerjakan sekarang.
4. Melengkapi seseorang dengan hal-hal apapun yang mungkin timbul
diseputar tugasnya baik yang langsung maupun tidak langsung
berpengaruh terhadap pelaksanaan tugasnya.
5. Menyesuaikan seseorang kepada tugas-tugas yang mengalami
perubahan karena berubahnya syarat-syarat untuk mengerjakan tugas
atau pekerjaan itu secara sebagian atau seluruhnya.
6. Menambah keyakinan dan percaya diri kepada seseorang bahwa dia
adalah orang yang benar-benar cocok untuk tugas yang sedang
diembannya.
7. Meningkatkan wibawa seseorang dari pandangan bawahan maupun
orang lain baik teman sejawat maupun para relasinya.
Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa, job description dan
job specification memainkan peranan penting dalam analisis jabatan untuk
penempatan aparatur dalam jabatan di Sekretariat Daerah Kabupaten Pohuwatu.
Dalam penerapan analisis job description dan job specification, perlu
dipertimbangkan faktor-faktor seperti pendidikan, pelatihan, motivasi dan
kemampuan kerja, kompetensi, prestasi. Job description dan job specification
memainkan peran dalam pengembangan SDM aparatur yang berkualitas dan
profesional.