KAMBOJA AWAL SAMPAI MENJELANG KEDATANGAN PERANCIS

KAMBOJA AWAL SAMPAI MENJELANG KEDATANGAN PERANCIS

MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Asia Tenggara
Kelas B

Dosen Pengampu
Drs. Sumarjono, M.Si

Disusun Oleh :
AYU LUCKYTASARI
FINKY ARYA YONANDHA
AGUS DANUGROHO
CAHAYA NOVALINDA
KAHFINDO ARYA BUANA

160210302061
160210302062
160210302063
160210302064
160210302066


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2017

PRAKATA
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan YME yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami
berhasil menyelesaikan makalah ini dengan tepat pada waktu.
Makalah ini berisikan informasi mengenai Kamboja awal sampai
menjelang kedatangan Prancis. Kami menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang
bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah
ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang
telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir
dan pada pembaca yang sudah membaca makalah ini.Semoga makalah ini
dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.


Jember, 10 Oktober 2017

Penyusun

DAFTAR ISI

PRAKATA..................................................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................4
1.3 Tujuan...............................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................5
2.1

Keadaan Alam.............................................................................................................5

2.1.1 Letak Geografis.........................................................................................................5
2.1.2 Keadaan Sosial..........................................................................................................5

2.1.3 Iklim..........................................................................................................................5
2.1.4 Bentang Alam............................................................................................................5
2.2

Khmer di Kamboja Sampai Tahun 1001.....................................................................6

2.3

Dari Tahun 1001 Sampai Angkor Ditinggalkan Tahun 1432....................................16

BAB III PENUTUP..................................................................................................................26
3.1 Simpulan........................................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................28

BAB I PENDAHULUAN
2.1 1.1 Latar Belakang
Kamboja merupakan negara yang berada di kawasan Asia
Tenggara.Secara geografis negara Kamboja terletak di Semenanjung
Indochina, berbatasan darat di sebelah utara dengan Laos dan Thailand, di
sebelah timur dan selatan dengan Vietnam dan sebelah barat dengan Teluk

Thailand.Sebagian besar negara Kamboja terdiri dari dataran rendah yang
dikelilingi pegunungan di utara dan barat daya serta di sebelah timur
mengalir sungai Mekong sampai Vietnam di selatan. Negara Kamboja
memiliki kekayaaan alam yang cukup melimpah baik dari bidang pertanian,
hasil hutan, maupun perikanan. Masyarakat Kamboja sebagian besar
bertumpu pada sektor pertanian. Lebih dari 80 persen penduduk tinggal di
dataran pusat di mana beras merupakan produk yang paling penting.Selain
itu juga tersedia industri bahan baku seperti karet dan kapas.
Pada masa pra kolonial, Kamboja merupakan suatu kerajaan yang
besardengan wilayah yang membentang dari laut Cina Selatan sampai
perbatasan Birma, tetapi sekarang Kamboja hanyalah sebuah negara kecil di
Asia Tenggara dengan luas sekitar 181.035 kilometer persegi.
Lima puluh persen dari wilayah tersebut berupa hutan belantara
yang masih belum terjamak sehingga sangat bermanfaat bagi tempat
persembunyian para gerilyawan dari pengejaran pihak lawan.
2.2 1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana keadaan alam Negara Kamboja ?
1.2.2 Bagaimana keadaan Khmer di Kamboja sampai Tahun 1001 ?
1.2.3 Bagaimana keadaan pada tahun 1001 sampai Angkor
ditinggalkan pada

tahun 1432 ?

2.3 1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui bagaimana keadaan alam Negara Kamboja.
1.3.2 Untuk mengetahui bagaimana keadaan Khmer di Kamboja
sampai tahun
1001.
1.3.3 Untuk mengetahui bagaimana keadaan pada tahun 1001
sampai Angkor
ditinggalkan pada tahun 1432.

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Keadaan Alam
2.1.1 Letak Geografis
Secara astronomis, Kamboja terletak antara 10o LU- 14o
LU dan 102,5o BT- 107,5o BT. Dengan Luas sekitar 181,035 Km2.
Secara geografis Kamboja berbatasan dengan negara-negara lain,
yaitu: Sebelah utara berbatasan dengan Negara Thailand dan Laos,
Sebelah selatan berbatasan dengan Teluk Thailand, Sebelah timur
berbatasan dengan Negara Vietnam, serta Sebelah barat berbatasan

dengan Negara Thailand
2.1.2 Keadaan Sosial
Masyarakat Kamboja terdiri dari beberapa etnis, yaitu
Khmer, Vietnam, Tionghoa, Melayu-Cham, Eropa, Thai, sukusuku perbukitan, dan etnis minoritas lainnya. Etnis Khmer
merupakan penduduk mayoritas di Kamboja. Mereka lebih banyak
menetap di pedesaan sebagai petani. Walaupun begitu, etnis
Khmer tetap mendominasi bidang politik. Orang Vietnam dan Cina
(Tionghoa) lebih banyak bergerak di bidang perekonomian.
2.1.3 Iklim
Kamboja beriklim tropis dengan musim kemarau (bulan
November – Mei) membawa pengaruh angin musim timur laut.
Pada bulan Januari, sebagian besar daerahnya menerima curah
hujan kurang dari 50 mm. Pada bulan Juni –Oktober, angin bertiup
dari laut. Curah hujan tertinggi di daerah Pegunungan Gajah dan
Pegunungan Cardamon, yaitu 2.050 mm per tahun, sedangkan
curah hujan terendah terdapat di daerah Dataran Besar Tonle Sap,
yaitu 1.525 mm per tahun. Suhu rata-rata tahunan berkisar antara
21ºC - 35ºC.
2.1.4 Bentang Alam
Wilayah Kamboja bagian tengah merupakan dataran

rendah alluvial yang disebut Dataran Besar Tonle Sap. Dataran

rendah tersebut dikelilingi oleh rangkaian pegunungan antara lain:
Pegunungan Dangrek (Phanom Dang Raek) di sebelah utara,
Pegunungan Cardamon di sebelah barat, Plato Batanokini dan
Plato Mondol Kini, di sebelah timur. Barisan pegunungan tersebut
memiliki ketinggian antara 750-900 m, puncak tertinggi adalah
Gunung Phnum Aoral (1.771 m) yang terletak di Pegunungan
Cardamon. Sungai utama yang terdapat di Kamboja adalah Sungai
Mekong dengan anak sungainya Sungai Tonle Sap, sungai ini
merupakan sungai terpanjang yang mengalir dari negara Laos
melewati Kampuchea kemudian memasuki Vietnam.
2.2 Khmer di Kamboja Sampai Tahun 1001
Lenyapnya kerajaan Funan pertengahan abad ke-enam menurut
catatan orang-orang Cina, disebabkan oleh pemberontakan Negara feodal
bersama Che-la. Buku History of the Sui, melukiskan kejadian itu sebagai
berikut: ‘’ Kerajaan Chen-la dibarat daya Lin-yi. Asalnya adalah daerah
vassal kerajaan Funan. Nama keluarga rajanya Ch’a-lidan nama
sebenarnya adalah Che-to-sseu-na. Pengganti-penggantinya lambat laun
memperluas kekuasaan negerinya. Che-to-sseu-na menyerang Funan dan

menaklukkannya. Tentu saja Lin-yi adalah Campa. Cha’ali adalah
Ksatriya dan Che-to-sseu-na adalah Chitrasena. Tidak ada penjelasan yang
dikaitkan dengan kata Sanskerta atau Khimer.
Funan sendiri membentang meliputi bagian selatan Kamboja dan
Co-chin China sekarang. Chen-la merupakan bagian kecil dari padanya
menguasai bagian selatan dan tengah Mekong dari Strung Treng ke utara
dan pusat asalnya di daerah Bassak persis dibawah muara sungai mun.
Dengan demikian meliputi apa yang sekarang merupakan bagian utara
Kamboja dan sebagian selatan kerajaan laos. Menurut buku, Historyof he
Sui, sebelum penakklukan Funan, ibu kota Chen-la terletak dekat sebuah
pegunungan yang disebut ‘’Ling-kia-po-po’’atau Linggaparwata tempat
sebuah Candi untuk memuja dewa ‘’P’o-to-li atau Bhadreswarayang oleh
raja diberi persembahan korban manusia di waktu malam setiap tahun.

Dongeng Khimer pada abad X mencatat prasasti yang melukiskan
asal-usul keluarga raja pada perkawinan seorang pertapa, Khambhu
Swayambhuwa , dengan dewi Mera yang diberikan kepadanya oleh Dewa
Siwa. Ceritera ini yang jelas sangat berbeda dengan ceritera Kaundinya
dan putera Naga. Rupanya ditanamkanuntuk menjelaskan nama
‘’Kambiya’’ yang oleh orang-orang Khmer diterima sebagai hasil

Indianisasi.
Bhawawarman, ‘’Siwa Sebagai Pelindung , yang tertua dari dua
bersaudara memimipin pemberontakan melawan Funan, menjadi raja
Chen-la melalui perkawinan dengan puteri Lakshmi dari dynasti KhambuMera, yang terjadi sekitar sau setengah abad sejarah sebelum peristiwa itu.
Ayahnya, Wirawarman , disebut dalam prasasti sebagai tuan tanah di
bawah Funan. Kakeknya bernama ‘’Sarwa bhauma ‘’ adalah termasuk
dynasti Bulan yang telah didirikan oleh kaundinya dan Soma, seandainya
Rudrawarman adalah raja terakhir Funan, seperti terlihat dari namanya.
Perkawinannya mempunyai arti penting dalam perkembangan tradisi
kerajaan Khmer karena terpakai untuk menjelaskan bagaimana raja-raja
Kamboja kemudian menuntut untuk menempatkan keturunan mereka pada
garis keturunan Bulan dan Matahari dengan seluruh dongeng dynasti yang
tidak ada hubungannya itu.
Berapa lama pastinya

pemerintahan

Bhawawarman

tidak


diketahui. Tahun satu-satunya prasatinya yang memperingati pendirian
sebuah lingga adalah 598. Chitrasena menggantikannya sekitar tahun 600
dan memakai gelar kerajaan Mahendrawarman, ‘’Indra yang Agung
sebagai pelindung’’. Tahun pemerintahannya tidak diketahui, tetapi
pemerntahannya singkat, karena beliau muncul waktu jadi raja saja.
Semua berita tentangnya, Cham, China dan dari prasastinya sendiri ,
menggambarkannya sebagai seorang pahlawan dan penakluk. Selama
Pemerintahannya beliau menaklukkan dengan mendirikan lingga-lingga
yang diabadikan pada ‘’Girisa,’’ Dewa Gunung’’. Prasastinya terdapat
sepanjang Mekong di dekat Kratie dan Strung Teng dan ke barat sejauh
Burriram dan Surin.

Puteranya, Isnawarman, yang menggantikannya sekitar tahun 611
diakui oleh orang-orang Cina dengan kelengkapan penaklukan Funan dari
tahun yang terdapat dalam Buku ‘’Tang history,’’ ini harus terjadi dalam
atau segera setelah tahun 627. Kepisahannya sebagai daerah tuan tanah
diakhiri di daerahnya disatukan. Orang Cina mencatat bahwa terus ada
pengiriman utusan-utusannya bahkan setelah daerahnya disatukan. Briggs
berpendapat ini adalah utusan-utusan yang memprotes yang dikirim oleh

Dynasti yang digulingkan.
Isnawarman I juga meluaskan kekuasaannya ke barat sampai
daerah yang kemudian menjadi pusat kerajaan Angkor. Seorang Pangeran
bernama Baladtya jelas keturunan Kaundinya- Soma yang telah
memerintah Funan dan yang telah mendirikan Negeri merdeka di lembah
Strung Treng suatu daerah bawahan sungai Tonle-Sap yang mengalir
sejajar ke Mekong. Kerajaannya rupanya pada mulanya dikenal dengan
namanya yang kemudian, Aninditapura. Ini telah ditaklukkan isnawarman
yang sejak itu mendirikan ibu kota baru di Stung-sen. Kota baru ini
disebut Isanpura. Letaknya jelas kira-kira dua belas mile di utara kota
Kompong Thom sekarang dan ditandai oleh kelompok puing-puing PreAngkor kamboja yang sangat mengesankan yang telah diketemukan
sampai sekarang. Alasan pemindahan itu rupanya adalah politik perluasan
ke barat karena ibu kotanya yang lama di Mekong terlalu dekat dengan
perbatasan timurnya. Kemudian meluaskan sayap, atas tiga Negara di
barat laut kamboja: Chakrakanpura, Amoghapura dan Bhimapura. Di
selatan juga beliau menaklukkan daerah-daerah yang membawa
kekuasaannya ke barat sampai sejauh kota modern Chantabun dan sampai
keperbatasan kerajaan Mon dwarawati. Ini penting bahwa keduanya,
beliau dengan ayahnya, untuk memudahkan politik penaklukannya,
memupuk hubungan persahabatan dengan Champa. Isnawarman sendiri
kawin dengan puteri Cham.
Menurut sumber-sumber China Isnawarman I memerintah sampai
tahun 635, meskipun prasastinya yang terakhir berangka tahun 628-629.
Penggantinya Bhawawarman II, yang hubungannya dengan beliau idak
diketahui, juga tahun-tahun pemerintahannya sama. Briggs berpendapat

bahwa beliau mungkin seorang putera dari putera yang namanya misterius
yang sama sekali lenyap dari sejarah. Hanya satu dari prasasti-prasastinya
yang dapat dipastikan tahunnya : Coedes menyebutkan tahun 639. Beliau
diganti oleh Jayawarman I yang menurut coedes adalah puteranya, tetapi
Briggs menolak ini. Beliau berpendapat bahwa Jayawarman mungkin
termasuk dynasti Isanawarman. Tahun permulaan pemerintahannya
terdapat pada dynasty yang bertahun 657, tetapi diperkirakan beliau naik
tahta beberapa tahun lebih awal lagi. Pemerintahannya mungkin
berlangsung selama 40 tahun, dan meskipun tidak ada bangunan yang
dapat dikaitkan dengan beliau, beliau adalah penulis banyak prasasti ,
Salah satu diantaranya menyebut beliau‘’Raja singha yang agung,
Jayawarman yang jaya. Beliau menaklukkan Laos tengah dan utara
sampai keperbatasan kerajaan Nanchao. Tetapi daerahnya yang luas itu
tidak pernah aman dan perang-perang saudara yang memecah kekaisaran
Chenla terpisah sesudah kematiannya telah lebih cepat menemukan asal
mereka. Beliau sendiri telah mampu mempertahankan kekuasaannya atas
daerah Mekong, tetapi Baladityapura nampaknya telah menjadi pusat
kekuatan musuh yang menguasai bagian barat dan disangsikan apakah
beliau menguasai daerah-daerah Isnawarman yang jauh sebelah selatan
itu. Beliau tidak meninggalkan putera atau puteri pewaris dan untuk
selama lebih dari satu abad setelah kematiannya, Kamboja mengalami
masa yang sangat sulit. Dari prasasti tahun 713, jelas bahwa janda beliau
Jayadewi, memerintah setelah beliau mangkat tetapi gagal untuk
mengetahui gerakan-gerakan separatis yang menentang kekuasaannya
selama hidupnya.
Prasasti-prasasti

semuanya

berhubungan

dengan

pemujaan

keagamaan dan banyak sekali bukti yang berhubngan dengan agama
Negara. Budhisme tidak lama memegang posisi yang menggembirakan
sebagai mana terjadi pada kerajaan Funan. Hinduisme adalah predominant
dan khusus mengenai pemujaan lingga dari batara siwa

merupakan inti

dari pada agama Istana. Pokok sekte-sekte siwa dan wisnu yang terdapat
di india disebut juga. Pemujaan Harihara atau siwa dan wisnu dalam
kesatuan dalam satu badan, yang dikatakan mula-mula telah muncul di

bukit Badami dan Mahawilipur di Negara pallawa pada suatu saat
sebelum tahun 450 Masehi, merupakan gambaran penting kurun waktu
itu.
Sebagian besar prasasti dalam bahasa Sanskerta tetapi ada
beberapa yang sudah berbahasa khimer. Sebuah prasasti di Ak Yam di
lembah mun, yang kemungkinan dapat ditetapkan dari tahun 609, adalah
yang tertua yang telah diketemukan sampai sekarang yang memakai
bahasa Khimer. Kebudayaan tertulis/sastera didasarkan atas sastera
Sanskerta kelasik, dan banyak karya dibuat dari mytologi Ramayana,
Mahabharata dan Purana. Tetapi semua ini kebudayaan istana: seberapa
jauh mempengaruhi pandangan rakyat biasa tidak diceritakan kepada kita.
Bahwa kebudayaan tua pra-hindhu masih bertahan dengan kuat tidak
dapat diragukan dan menarik sekali untuk menemukan dalam prasastiprasasti pengukuhan pentingnya dasar keluarga yang metrelineal.
History of T’ang, menyebutkan bahwa segera setelah tahun 706
negeri itu terpecah menjadi dua bagian yang terpisah degan nama Chenla
daratan dan Chenla pesisir. Nama-nama itu menunujukkan setengah
bagian utara dan setengah bagian selatan, yang dapat disamakan dengan
Chenla Atas dan Chenla bawah. Pengganti-pengganti JayawarmanI, secara
nasinal menguasai keduanya dengan nama ‘’Adhiraja’’ atau Raja-raja
besar, tetapi kenyataannya kekuasaan ada di tangan-tangan sekelompok
raja-raja kecil. Begitu besarnya ketidakpastian dan demikian jarangnya
bukti-bukti, hingga tidak mungkin untuk menceritakan suatu cerita yang
padat. Karena itu munculnya buku kelasik Aymonier, ‘’Le Comboge’’,
tahun 1900, setiap teori telah dirumuskan mengenai letak ibu kota ke dua
bagian yang disebutkan oleh Sumber China itu. Dalam bukunya, ‘’Deux
itenaraires,’’ Paul pelliot menyodorkan teori bahwa Vyadapura adalah
ibukota Chenla Pesisir dan Sambhupura (Sambor) adalah ibukota Chenla
daratan. Selama beberapa waktu ini diterima. Tetapi ditantang olh Henri
Maspero, Coedes dan Pierre Dupont. Yang terakhir menyebutkan dan
yakin bahwa untuk lokasi Chenla Daratan orang harus mencari tanah air
lama orang-orang Khimer, yang beliau letakkan baik ke bagian utara di
daerah Bassak-Pakse maupun dibagian daerah rendah sungai Mun. Chenla

Pesisir, beliau kira meliputi Sambhupura, Vyadapura dan Baladtyapura.
Disini terlihat Chenla Pesisir akan menjadi pengganti sebenarnya kerajaan
Jayawarman I.
Semua yang diketahui tentang Chenla daratan diambil dari catatan
perwakilan-perwakilan cina. Mereka menamakan Wen Tan dan daerahnya
rupanya telah meluas ke utara sampai Yunnan dengan penduduk Khas dan
mungkin T’ai diperbatasan Nanchao. Utusannya yang pertama tiba di
Tiongkok tahun 717. Tahun 722 bergabung dalam perang melawan
gubernur Cina dari Chiao-chou (Tongking), tetapi terkalahkan utusan lain
telah dicatat tahun 750, tetapi dari catatan ini Chenla tidak jelas. Putera
mahkota Wen Tan pergi ke Istana Tiongkok tahun 750 menerima gelar
‘’Pelindung Tangguh dan Tak Terkalahkan’’. Tiongkok kemudian
berperang melawan Nanchao. Catatan terakhir dari utusan Wen Tan tahun
799. Semua yang dapat disebutkan tentang sejarahnya selama kurun
waktu itu, hanya itu, dibanding dengan Chenla pesisir yang tetap bertahan
dalam keadaan stabil.
Setelah kurun waktu ini keterangan tentang Chenla Pesisir sangat
sedikit dan timbul lebih banyak pertanyaan daripada jawabannya. Tidak
ada catatan tentang utusan-utusan yang datang ke Tiongkok dan hanya ada
beberapa prasasti saja. Prasasti terakhir dari Raja Jayadewi bertahun 713,
menyebutkan tentang malapetaka. Sebuah prasasti pada pintu Preah Theat
Kvan Pir di propinsi Kratle bertahun 716 berbunyi: “Pushkara yang
dewanya Pushkaresa telah didirikan oleh para muni (pertapa) dan sebagian
besar Brahmana-brahmana yang kuat”. Mungkin penulisnya Pushkaraksha
dari Sambhupura. Ini dituntut menjadi contoh pertama dalam negara
Kamboja tentang apotheosisnya (pendewaannya) seorang raja. Empat
buah prasasti kurun waktu 770-781 menyebut raja Jayawarman yang tidak
termasuk dalam raja-raja Kamboja sebelumnya yang telah diterima. Maka
untuk menghindari kekeliruan, Coedes menyebutkan Jayawarman I
berkali-kali. Semuanya datang dari daerah Sambhupura.
Selama bagian terakhir abad itu Chenla Pesisir diserang oleh
perampok-perampok Melayu dari “Jawa”. Istilah itu mungkin untuk Jawa

sendiri, Sumantera dan Semenanjung Melayu atau bahkan untuk
ketiganya. Mereka merebut pulau-pulau Condor dan menggunakannya
sebagai basis untuk menyerbu meluas jauh ke utara sampai Tongking.
Dalam tahun 774 dan 787 mereka menyerbu Champa. Kamboja juga
diserang, tetapi prasasti tidak menyebut bahwa negeri itu ditaklukkan oleh
Raja Sanjaya. Penulis Arab pada awal abd X, Abu Zaid Hasan,
menceriterakan pelayaran seorang pedagang bernama Sulayman, yang
berpergian di daerah-daerah ini dalam tahu 851 dan mencatat suatu
expedisi orang-orang Jawa melawan Chenla dalam penghujung tahuntahun abad VIII. Meskipun secara dongeng, rupanya memberi kejelasan
sedikit tentang sesuatu yang terjadi pada waktu itu.
Seorang raja muda Khmer tanpa pikir akibatnya mencetuskan
keinginan untuk menyantap kepala Maharaja “Zabag” (yaitu Crivijaya) di
piringnya. Keinginan itu sampai ke telinga Maharaja, yang melakukan
serangan yang mengejutkanatas ibu kota raja Khmer itu, menawannya dan
memotong

kepalanya.

Sambil

membawanya

pulang,

beliau

membalsemnya dan mengirimkan kembali dalam kuwali sebagai
peringatan kepada pengganti raja itu. Subuah pasasti Khmer dari tahun
belakangan menyebut bahwa Jayawarman II, sebelum naik tahta di
Kamboja, telah mengunjungi Jawa. Jelasnya beliau telah di bawa ke Istana
Sailendra untuk mengabdi sebagai pengganti raja yang dipenggal
kepalanya itu. Para sejarawan cenderung berpendapat bahwa banyak
kebenaran terkandung dalam ceritera Arab itu, karena ketika Jayawarman
II telah berkuasa di kerajaannya beliau mengadakan upacara khusus untuk
memproklamirkan kemerdekaannya. Oleh karena itu Briggs berpendapat
bahwa beliau adalah pengganti Raja Mahipatiwarman dan bahwa yang
terakhir adalah raja Khmer yang telah dipenggal kepalanya oleh Maharaja
Sailendra.
Pada abad VIII penuh dengan contoh-contoh yang menarik
daripada seni dan arsitektur pra-Angkor. Klasifikasi dan kronologi seni
Khmer telah berubah deras sejak tahun 1937, ketika Philipe Stern
menerbitkan bukunya yang bersifat menantang “Le Bayon d’Angkor et

l’evolution de l’art Khmer”. Ia telah menegakkan hasil penelitianpenelitian batu ke dalam masalah yang dikupas oleh Parmentier, Madema
de Coral Resumat, Pierre Dupont dan sarjana-sarjana lain. Pada tahun
1940 hasil-hasilnya diramu oleh Madame de Coral Resumat dalam suatu
karya besar dan penting “L’art Khmer les grandes etapes de son
evolution”, yang menempatkan monumen-monumen besar pada perangkat
sejarah dengan sesuatu yang bagaikan membuat kepastian, dan
diantaranya memberi arti baru kepada masa berkembangan yang panjang
sebelum berdirinya Angkor sebagai ibu kota dan pusat kesenian kerajaan
Khmer.
Jayawarman II adalah pendiri kerajaan Angkor, meskipun bukan
pada kota yang sekarang. Briggs berpendapat bahwa beliau dipilih oleh
Menteri-menteri Mahipatiwarman sesuai pemerintah Maharaja Jawa
menurut ceritera orang Arab. Beliau tidak termasuk pada garis keturunan
Rajendrawarman I. Prasasti-prasasti berikut menyebut beliau sebagai cicit
Nrepatindrawarman dari Aninditapura, tetapi pengganti raja yang berhasil
naik tahta selalu dapat dilengkapi dengan garis keturunan yang baik.
Pendapat yang diajukan mengatakan bahwa keluarganya tinggal disana
selama masa kekacauan dan beliau dijadikan sebagai abdi di Istana
Sailendra. Beliau tidak meninggalkan prasasti, sejauh yang diketahui, dan
peranannya dalam sejarah Khmer hanya melalui perbandingan baru-baru
ini diakui.
Hal-hal besar dalam pemerintahannya terdapat dalam prasasti abad
XI, pada batu Sdok Kak Thom, yang telah diterjemahkan oleh Louis Finot
tahun 1915. Beliau memulai masa pemerintahannya yang panjang dengan
mendirikan ibu kota yang diberi nama Indrapura, pada suatu tempat yang
telah disamakan dengan peninggalan arkeologis Banteay Prei Nokor, di
timur Kompong Cham di daratan rendah Mekong. Disana beliau
menugaskan seorang Brahmana, Siwakaiwalya, yang menjadi pendeta
pertama pemujaan itu yang didirikan sebagai agama resmi. Dewa-raja
itulah suatu bentuk Siwaisme yang terpusat pada pemujaan sebuah lingga
sebagai personifikasi suci dari raja yang diberikan kepadanya oleh Siwa

melalui pendeta Brahmana sebagai mediumnya. Kemakmuran kerajaan
diperkirakan erat hubungannya dengan kesuburan lingga kerajaan itu.
Tempat sucinya di puncak suatu candi pegunungan, secara alam atau
buatan, yang berada di tengah ibu kota dan dianggap sebagai poros dunia.
Konsepsi suatu candi pegunungan ini berasal jauh sebelumnya
daripada pemujaan pada Siwa sendiri. Konsepsi itu berasal dari praktek
pemujaan orang-orang Mesopotamia kuno, dan dari sana ke India Kuno,
dimana terdapat dynasti Hindu memiliki gunung-gunung suci. Funan
seperti telah diketahui, bukit sucinya di Ba Phnom dan di Jawa Sailendra
berarti

“Raja-raja

Pegunungan”.

Penerimaan

pemujaan

itu

oleh

Jayawarman merupakan suatu isyarat kemerdekaan, suatu tanda bahwa
beliau tidak mengakui yang super di bumi. Lebih dari itu, hal ini
menunjukkan keinginan kerasnya menjadi seorang Chakrawartin, raja
yang universal dan pengganti-penggantinya berarti sama dengan arti gajah
putih bagi raja-raja yang beragama Buddha dari aliran Therwada. Dari
zaman beliau seterusnya untu selama beberapa abad merupakan kewajiban
bagi setiap raja Khmer untuk membangun candi gunung untuk memuja
lingga kerajaan yang menyinari “diri pribadi suci” beliau. Dengan
demikian terbangunlah candi-candi besar yang menyemarakkan daerah
Angkor.
Coedes menempatkan kenaikan tahta beliau dalam tahun 802.
Bertentangan dengan ini Briggs menunjukkan bahwa tahun itu adalah
tahun menurut prasasti beliau mendirikan ibu kotanya di gunung
Mahendra (Phnom Kulen). Arti pentingnya terletak pada kenyataan bahwa
tahun ini beliau mendirikan zaman baru dengan resmi menyatakan
kemerdekaan Kamboja dan dengan menyelenggarakan upacara pemujaan
Dewa-raja. Tahun kembalinya dari Jawa dan lama nya janga waktu beliau
tinggal di tiap-tiap ibu kotanya dulu tidak diketahui.
Mahendraparwata bukan tempat tinggal yang terakhir, karena
akhirnya beliau kembali ke Hariharalaya dan tinggal disitu sampai
meninggalnya dalam tahun 850. Di bagian utara Kamboja kekuasaannya

tidak meluas ke luar daerah Danau Besar. Mungkin beliau memilih daerah
ini sebagai pusat kekuatannya sebagian karena dekat dengan tempattempat berpasir batu Phnom Kulen dan untuk menyeberang mencapai
dataran tinggi Korat dan lembah Menam. Tempat yang indah sebagai basis
melancarkan politik expansi yang di dorong oleh gelar Chakrawartin bagi
penyanggul-penyanggulnya.
Selama beberapa waktu setelah Jayawarman II mangkat,
pengganti-penggantinya terus bermukim di Hariharalaya. Puteranya,
Jayawarman III (850-877) terkenal sebagai pemburu gajah. Banyak
bangunan di sekitar Angkor berasal dari masa pemerintahannya, tetapi
tanpa ada prasasti. Indrawarman I (877-889) membangun Bakong, candi
batu besar pertama dalam gaya agung diketemukan kemudian di Angkor.
Bersama-sama dengan dengan Preah Ko., yang didirikannya, dan Loley
yang didirikan oleh putera dan penggantinya, Yasowarman I, merupakan
suatu kelompok diterapkannya “Seni Indrawarman”. Ini menandakan
permulaan masa pertama arsitektur Khmer klasik.
Yasowarman I (889-900) pendiri kota pertama Angkor. Untuk
melebihi candi ayahnya, Bakong, beliau memilih bukti alam Phnom
Bakheng, tempat didirikannya candinya sendiri, dan kota yang
berkembang

disekitanya

diberi

nama

Yasodharapura.

Rencana

pembangunannya yang luas itu meliputi bendungan besar, sekarang
dibagian timur Baray dan serentetan tempat-tempat suci bagi sekte-sekte
keagamaan.

Siwaite,

Waisnawite

dan

mungkin

Budhis

juga.

Yasodharapura, asal kota Angkor, meliputi daerah-daerah yang lebih luas
lagi daripada Angkor Thom yang kemudian, yang didirikan oleh
Jayawarman VII sampai akhir abad XII, dengan keunikan dan misterinya
candi Buddha Bayon sebagai pusat situasinya. Kudua kota itu terkurung
tetapi Phnom Bakheng ada di luar bagian selatan tembok Angkor Thom
Sedikit

diketahui

tentang

sejarah

politik

pemerintahan-

pemerintahan ini, atau yang berikut sampai akhir abad XII. Perluasan
daerah Yasowarman I melebihi banyak daerah daripada yang dilakukan

Jayawarman. Prasasti-prasasti memberi penghormatan penuh kepada
beliau sebagai pejuang. Seandainya prasasti tahun 947 di Baksei
Chamrong dapat dipertanggung jawabkan maka daerah kekuasaanya
meluas sekitar daerah-daerah kekuasaan Funan pada masa jayanya.
Menurut kenyataannya beliau memerintah selama 11 tahun dan
melaksanakan rencana pembangunan yang luas, kiranya sulit untuk
percaya bahwa beliau punya waktu untuk mencapai kerajaan yang luas
sekali yang terbentang ke Tiongkok di utara, Champa di timur, Lautan
Hindia di barat dan meliputi bagian utara Semenanjung Melayu jauh
kebawah

sampai

P’an-P’an

(Grahi).

Briggs

berpendapat

bahwa

seandainya beliau tidak bertanggung jawab atas perluasan yang
ditunjukkan oleh daerah-daerah perbatasan itu, daerah yang di dalamnya
tentu tidak mengakui perluasan itu. Coedes sebaliknya hanya percaya
beliau mengawasi lembah Mekong sampai perbatasan-perbatasan
Chinadan lembah Menam, jadi melepaskan daerah Semenanjung Melayu
dan kerajaan Mondi Thaton di dataran rendah Burma. Kenyataannya,
seperti yang dikatakan Briggs bahwa “banyak salah informasi mungkin
telah ditulis tentang Jasowarman.I daripada raja lain dari sejarah
Kamboja”, dan banyak yang dikaitkan kepadnya termasuk suatu masa
yang panjang. Salah satu contoh daripada ini adalah ceritera usaha
penaklukkan Champa dan kekalahannya oleh Cham Indrawarman II. Hasil
terbesar dalam pemerintahannya adalah penyediaan air sementara yang
cukup bagi ibu kotanya yang baru. Penggalian yang luas di timur Baray
‘tulis Briggs’, perubahan dan pengawasan aliran sungai Siemreap dan
sistem parit-parit yang mengagumkan, persediaan air dan kolam-kolam
yang melengkapi ibu kotanya yangbaru merupakan hasil karya yang luar
biasa.
Sejarah Khmer dalam abad X terutama merupakan catatan
bangunan-bangunan, bukan peristiwa-peristiwa politik. Ini masa yang
indah dalam pembentukan peradaban. Ada hubungannya dengan masa
monarki di Cina pada akhir masa T’ang dan selama masa Lima Dynasti.
Oleh karena itu sejarahwan harus mengambil hampir seluruhnya pada

prasasti-prasasti; semua dokumen-dokumen yang bahan-bahannya kurang
tahan lama, seperti daun lontar, yang telah lenyap karena ganasnya jamur
perusak, anai-anai dan api. Dan prasasti hanya bertalian dengan masalahmasalah Dewa-raja dan Istananya, hampir tidak memberikan kunci untuk
peradapan materiil, adat dan kepercayaan rakyat.
Dalam abad IX dan X Siwaisme sangat berpengaruh. Menjelang
abad XII Waisnawisme sudah cukup kuat untuk mengilhami bangunanbangunan besar,

di antara contoh yang penting adalah Angkor Wat

sendiri. Tetapi Buddhisme masih punya pengikut dan karena semua agama
ini import dari negeri asing, mereka mengambil intinya untuk bertahan
dalam toleransi yang saling membantu. Lagi pula, banyak sinkritisisme
karena pemujaan kuno animisme dan pemujaan nenek moyang melanjut
menjadi agama yang sesungguhnya bagi massa rakyat. Dalam kehidupan
sosial juga, sementara Hukum Manu dan ajaran-ajaran Brahmana secara
resmi diakui oleh Istana, faktor-faktor yang menentukan dalam hampir
semua masalah adalah adat yang hampir tidak dapat diingat banyaknya.
Enam orang raja memerintah salama perjalanan abad X.
Pemerintahan mereka pada pokoknya merupakan sebuah catatan tentang
bangunan-bangunan. Hanya dua yang penting yang ada hubungan dengan
perubahan-perubahan politik. Jayawarman IV (928-942) seorang perebuat
tahta yang menaklukkan Yasodharapura (Angkor) dan entah di tinggalkan
atau dibiarkan saja, lalu beliau mendirikan ibu kota baru di Koh Ker, arah
ke timur laut. Rajendrawarman II (944 968) menurunkan dari tahta putera
si perebut tahta itu, Harshawarman II dan mengembalikan lagi ibu kota ke
Angkor, yang tetap menjadi kota besar orang-orang Khmer sejak itu
sampai terakhir di tinggalkan tahun 1432. Kembali ke Yasodharapura
membawa tugas rekonstruksi besar dan raja dipuja dalam suatu prasasti
karena memperindahnya indah dan semarak dengan mendirikan di sana
rumah-rumah yang dihias dengan emas berkilauan, istana bergelimang
dengan batu permata yang mahal-mahal,

seperti istana Mahendra di

bumi". Beliau bertanggung jawab atas serangan Champa tahun 945-946
dan sebuaah prasasti Cham mengatakannya dengan membawa pergi

patung emas Bhagawati dari candi Nagar. Meskipun beliau sedhisme
orang siwaite,

prasasti-prasastinya memperlihatkan praktek-praktek

agama yang bermacam-macam sekali dan sangat toleran. Khususnya
Budhisme berkembang selama pemerintahannya.

Permuj aan nenek

moyang menjadi lebih dekat dengan candi-candi

besar daripada

sebelumnya.
Raja

terakhir

abad

itu,

Jayawarman

V

(968-1001)

menyempurnakan dan mengabdikan sebuah candi Khmer yang paling
indah,

Banteay srei'Benteng Wanita yang pertama direstorasi oleh

arkaeolog Perancis menurut methoda yang terkenal sebagai anastylosis,
yang pertama dijalankan oleh Belanda di Jawa.
2.3 Dari Tahun 1001 Sampai Angkor Ditinggalkan Tahun 1432
Pertengahan pertama abad XI penting bagi pemerintahan sejarah
raja-raja besar Khmer yang lain, Suryawarman I (1002-1050). Beliau
menggantikan seorang raja setan yang terbang melintasi tahta sebagai
mana Finot menggambarkannya,
pengganti Jayawarman V.

Udaya dityawarman I (1001-1002),

Tidak ada bukti sehubungan dengan baik

lenyapnya Udayadityawarman I maupun naik tahtanya Suryawarman I y
ang terakhir ini dikatakan putera seorang raja dari Tambralingga, dan
merurtut tahta karena ketunuan melalui ibuinva dari garis Indrawarman I.
Ceriteranya adalah bahwa beliau mendarat di bagian timur Kamboja tahun
1001 dan akhirnya dinobatkan di Angkor sekitar tahun 1010. Prasasti
berikut menetapkan tahun pemerintahannya dari tahun 1002 ketika
udayaditvawarman lenyap. Saingan utamanya setelah tahun 1002 adalah
seorang Jayawarman, yang menguasai bagian Kamboja sampai tahun 100
atau mungkin tahun 1011.

Tuntutan Suryawarman lemah.

Beliau

digambarkan dalam salah satu prasasti telah mencapai tahta dengan
pedangnya, yang” membelah lingkaran kepungan musuh-musuhnya"
Bangunan-bangunan

Suryawarman

banyak

yang

menarik

perhatian. Dua yang sangat terkenal, Phimeanakas (''istana candi") dan
Ta Keo, yang telah dimulai zaman pemerintahan Jayawarman V. Ta Keo

adalah yang pertama dari candi-candi Khmer yang dibangun dengan batu
pasir. Seperti Bakheng yang dulu dan Angkor Wat yang kemudian, pusat
situnya adalah sebuah dataran yang dikelilingi oleh lima menara.
Phimeanakas sebaliknya, bergaya bentuk pyramide dengan satu menara
saja sebagai pusatnya. Menurut dongeng itu adalah istana, tetapi istanaistana Khmer selalu dari kayu dan rencananya sangat tidak sesuai dengan
denah istana tradisional. Chou Ta-kuan, yang mengunjungi Angkor pada
akhir abad XIII, mencatat kepercayaan rakyat bahwa raja Khmer berjaga
jaga setiap malam di menara dengan naga mythologis yang berbentuk
wanita cantik dan bahwa atas sajian upacara ini tergantung kemakmuran
kerajaan. Menara-menara dua candi ini dilapisi emas dan cara ini pertama
kali disebut dalam pemerintahan Suryawarman. Ini adalah suatu adat
Mon yang kini saja dikira diambil olel Khemr.
Abad XI benar-benar suatu masa yang menanjak dalam peperan
orang-orang

Khmer

Putera

Suryawarman

dan

pentingnya

Udayadityawarman II (1050-1066) sibuk dengan pemberontakanpemberontakan sepanjang pemerintahannya. Yang pertama pecah jauh di
selatan dan rupanya disebabkan oleh gangguan Cham dari daerah
Panduranga. Daerah itu yang dalam keadaan memberontak beberapa saat
lamanya,

seluruh nya dikuasai oleh Raja Jaya Parameswarawarman,

yang pasukan-pasukannya juga melakukan serangan sementara ke dalam
daerah Kamboja dan membebaskan Sambhupura. Pemberontakan yang
terjadi itu dipimpin oleh seorang pemimpin yang dilukiskan sebagai orang
yang menguasai ilmu memanah. Ia mungkin seorang Cham. Mula-mula
ia sangat sukses dan mengalahkan lebih dari satu pasukan Kamboja.
Ketika akhirnya ia diserang oleh seorang jenderal Kamboja yang terkenal,
Sangrama, yang menandai setiap kemenangannya dengan suatu bangunan
keagamaan, ia berlindung ke Champa.
Selama pemerintahan Udayadityawarman,

raja anawrahta dari

pagan memperkecil jumlah rakyat Mon di burma selatan dan mengambil
thaton, ibu kota mereka. Tradisi T’ai menyatakan bahwa beliau meluaskan
penaklukkannya sejauh Lopburi dan Dwarawati dan bahwa orang Khmer

harus mengakui kedaulauan Burma atas daerah-daerah yang tela
ditaklukkannya sebagai imbalan atas penerimaan kembali Lopburi.
Tulisan-tulisan tak ada yang menyebutkan bukti untuk menunjang ceritera
ini dan babad Burma sama sekali tidak menyebut apa-apa mengenai
masalah ini. Tidak ada alasan untuk mempercayai bahwa Anawrahta
mencoba menaklukkan arah ke barat kerajaan Thaton.
Dua pemberontakan selanjutnya terjadi dalam pemerintahan Udaya
ditywarman II. Salah satu terjadi di barat laut dan dinimpin oleh seorang
jenderal kerajaan Kamvau, yang sesungguhnya mengancam ibu kota,
tetapi dikalahkan oleh Sangrama. Yang lain di timur, juga dihancurkan
olehnya.

Pendapat mengatakan mungkin sebagai hasil daripada

permusuhan raja dengan Buddisme. Ayahnya, yang datang dari Buddhis,
menunjukkan

keakraban

khusus

kepada

mempertahankan pemujaan Dewa-raja.

agama

itu,

meskipun

Udayadityawarman hanya

mendirikan tempat tempat suci Siwaite. Yang terindah dari semuanya,
Baphuon, yang berkilauan, dengan sebuah lingga emas. Ini adalah candi
terbesar didirikan sampai saat itu di Kamboja. Parmentier melukiskannya
sebagai satu-satunya yang paling sempurna dari kesenian Khmer". Chou
Ta-kuan yang melihat masa keagungannya, menulis bahwa itu adalah
benar-benar mengesankan.
Harshawarman lll(1066-1080),

adik udayadityawarman ll,

mencoba memperbaiki kerusakan dan kehilangan yang disebabkan oleh
perang dari masa pemerintahan sebelumnya. Beliau adalah raja yang cinta
damai, tetapi waktu melawannya. Beliau adalah raja yang cinta damai.
Biliau diturunkan dari tahta oleh suatu pemberontakan yang dipimpin oleh
seorang bangsawan bernama Jayawarman,

bukan dari keluarga raja,

tetapi jelas seorang putera dari seorang raja tuan tanah atau gubernur
propinsi dari kota yang bernama Mahidharapura, yang lokasinya belum
diketahui.
Jayawarman IV yang mendirikan dynasti baru, pemerintahannya
penuh kesulitan. Anggota-anggota keluarga Harshawarman bangkit di

selatan menentangnya dan terus berperang sampai naik tahtanya
Suryawarman II dalam tahun 1113. Coedes berpendapat ini meragukan
apakah beliau pernah memerintah di Angkor, meskipun prasasti seabad
kemudian menyebut bahwa beliau memusatkan diri di sana. Mahidha.
Mahidharapura, suatu tempat di utara, rupanya menjadi markas dari
mana beliau melancarkan operasinya.
Beliau diganti oleh kakaknya Dharanindrawarman I (1107-1113)
seorang berusia lanjut yang telah memasuki asrama tempat orang suci.
Meskipun sebuah prasasti mencatat bahwa beliau memerintah dengan
hati-hati'', beliau sama sekali tidak mampu menundukkan pemberortakan
yang berlangsung selama pemerintahan saudaranya Tugas ini di jalankan
oleh sepupunya dari pihak ibu,

seorang muda penuh ambisi, yang

menghancurkan istana Harshawarman III,
Dharanindrawarman I,

meruntuhkan kelemah

dan dinobatkan sebagai raja dengan nama

suryawarman II.
Suryawarman II (1113-1150) menjadi raja yang sangat berkuasa
dalam sejarah Khmer. Coedes mengomentari: “kenaikannya bersamaan
dengan kematian Jaya Indrawarman ll di Champa dan Kyanzittha di
Pagan. Pengetahuan yang lebih baik tentang hubungan antara negerinegerii ini harus menunjukkan suatu sebab akibat antara lenyapnya
kekuatan antara dua orang raja dan perampasan kekuasaan oleh seorang
raja Khmer yang ambisius yang mampu menghantam barat dan timur”.
Musuh-musuhnya menyerbu lebih jauh daripada sebelumnya dalam
sejarah Khmer tetapi prasasti dari masa pemerintahannya anehnya tidak
menyebut-nyebut serangannya ke Champa dan Anam,

seperti juga

terhadap Mon dan T’ai di Lembah Menam. Kebanyakan terdapat di utara
tempat beliau banyak menghabiskan waktu mendirikan candi-candi.
Tahun yang tepat mangkatnya Suryawarman tidak diketahui.
Prasasti-prasasti Cham menunjukkan bahwa beliau masih memerintah
dalam tahun 1149. Coedes berpendapat bahwa mungkin beliau mengirim
expedisi Kamboja melawan Tongking yang dikalahkan dalam tahun 1150

dan bahwa beliau tentu mangkat pata tahun itu. Rencana pembangunannya
yang luas itu. Bersamaan dengan ledakan dan sebagian besar tidak
berhasilnya politik luar negerinya, menarik negerinya kelaut kemalangan
yang hanayaa dapat diselamatkan oleh Jayawarman VII.
Kurun waktu sejak kematiannya sampai naik tahtanya Jayawarman
VII sangat tidak jelas. Tidak ada prasasti dewasa ini dan keteranganketerangan mengenai itu yang harus dikumpulkan dari masa-masa yang
berikut dan dari sumber-sumber luar negeri. Dharanindrawarman II,
sepupunya dari pihak wanita, yang menggantikannya dalam tahun 1150
adalah penganut Buddha yang memecah tradisi lama Hinduisme. Dalam
tahun 1160 beliau digantikan oleh Yasowaraman II, yang diperkirakan
adalah salah seorang puteranya, tetapi bukan pewaris tahta yang sah.
Putera sulungnya, Jayawarman, yang harus menggantikannya, pergi ke
Champa sebagai orang buangan dengan suka rela, karena sebagai
penganut Buddha beliau menarik diri daripada menyebabkab perang
saudara dengan menekan kemauannya..
Penaklukkan Champa adalah hasil militer terbesar pemerintahan
Jayawarman. Kesabaran dan ketelitiannya yang dicurahkan pada
persiapan aksi dendamnya yang besar sangat luar biasa. Bahkan beliau
mengirim utusan dengan persembahan kepada Raja Dai-Viet untuk
mendapatkan jaminan keneteralan Annam. Ceritera ini lebih menyerupai
bagian sejarah Champa dari pada sejarah Kamboja, bahwa beliau
menghadapi kemunduran Champa yang terus-menerus menuju suatu
posisi sebuah negara yang tunduk pada negara yang lebih kuat terlihat
bukan saja dengan pengangkatan bangsawan Cham, Widyanandana,
sebagai kepala staf pasukan tempur, tetapi juga oleh kenyataan bahwa
ketika Champa untuk ke dua kalinya jatuh ke tangan serdadu-serdadu
khmer dalam tahun 1203, pemerintahannya dipercayakan kepada seorang
Cham yang lain, Ong Dhamapatigrama yang telah menghabiskan waktu
kadang-kadang di Istana Angkor. Ini juga penting dalam hubungannya
yang sangat berbeda, bahwa wakil raja Cham, yang diciptakan tahun
1207, juwaraja menggunakan pasukan khmer karena kekuasaannya

terutama dalam menyerang Annam. Mereka dipimpin oleh bangsawan
Cham lain yaitu Ong Asnaraja, putera Jaya Harshawarman II ( 11621163 ) dan pewaris tahta Champa.
Satu perkembangan yang menarik di Burma selama pemerintahan
raja ini, adalah keinginan untuk mempunyai pengaruh penting atas
Kamboja pada pertengahan abad berikutnya. Di antara teman-teman
pendeta Mon, Chapata yang tahun 1190 menegakkan satu aliran Buddha
Therawada setelah orang-orang Sinhala bermukim di Burma adalah
seorang bangsawan Khmer yang oleh Coedes di curigai sebagai salah satu
seorang putera Jayawarman VII. Ajaran baru sekte itu dibawa oleh para
pendeta missi ke negara-negara di lembah Menam dan akhirnya ke
Kamboja sendiri, dengan akibat-akibat yang revolusioner. Sebab itu
seperti Saiwisme, Waisnawisme dan aliran Buddha Mahayana, yang
ditegakkan dari atas, doktrin baru ini dikhotbahkan kepada rakyat dan
merangsang gerakan rakyat yang membawa orang-orang Khmer
keseluruhan

ke dalam naungan Hinayana yang tak pernah mereka

tinggalkan.
Di pusat ibu kota tegak menjulang monumen yang sangat aneh
yang pernah didirikan oleh seorang raja Khmer, monumen Bayon
namanya, sebelah Angkor Wat, candi terbesar dalam kelompok Angkor.
Sebuah candi berbentuk pyramide yang sebagian besar tengahnya dihiasi
dengan menara-menara emas menyangga empat wajah manusia besarbesar. Di sekitar ini dari dalam dan luar ruangan terbuka menjulang
banyak menara-menara berwajah empat yang lebih kecil, jumlahnya
diperkirakan lima puluh. Didirikan agak tergesa-gesa batu ditumpuk atas
batu yang lain hingga merupakan tiang tanpa memakai perekat atau
semen. Dekorasinya terindah dalam arsitektur Khmer, motif arsitektur
nyasatu-satunya yang paling mengesankan di dunia, tetap sekarang
merupakan puing yang keadaanya paling buruk. Wajah-wajah yang tak
terhitung jumlahnya itu begitu menggesankan dan menggusarkan menatap
setiap pengunjung merupakan potret Jaywarman sendiri dalam bentuk
siluman

dari Awalokiteswara,

seorang

Boddhisattwa

dari

aliran

Mahayana, yang di Asia Tenggara umumnya disamakan dengan
Lokeswara.
Seperti ayahnya Dharanindrawarman II, beliau seorang pemeluk
agama buddha dan di bawah pemerintahan beliau untuk sementara agama
buddha

alira

Mahayana

menjadi

agama

penting

di

Kamboja.

Suryawarman II telah mensenyawakan Saiwisme dan Waisnawisme
sedemikan rupa menjadi Wishnuraja yang sama dengan Dewaraja di
Angkor Wat. Jayawarman VII melanjutkan proses persenyawaan itu pada
tingkata selanjutnya dengan mewujudkan suatu pemujaan Buddharajayang
berpusat di Bayon. Tahun 1933 arkeolog Perancis, Trouve, menemukan
sebuah patung Buddha yang amat besar dalam suatu lubang di bawah
kekuatan pusat Bayon. Ini tentu merupakan contoh dari Buddharaja.
Dikuburkan disitu jelasnya selama adanya aksi kekerasan orang-orang
Hindu setelah kematian Jayawarman, ketika Bayon menjadi tempat suci di
Saivite dan pemujaan lingga menggantikan pemujaan Lokeswara itu.
Tetapi Saiwisme tidak lenyap selama pemerintahan Jayawarman.
Tidak ada Saivite besar yang dibangun tetapi diantara tempat suci yang
lebih kecil jumlahnya sebanyak yang diabdikan pada Lokeswara. Tak
perlu disebut massa rakyat tetap tidak tersentuh oleh perkembanganperkembangan dalam agama resmi ini. Mereka memberi arti bentunya
yang beraneka itu menurut faham animisme dan pemujaan nenek moyang
mereka sendiri.
Rencana pembangunan Jayawarman VII meliputi lebih banyak
daripada monumennya yang besar itu, Angkor Thom dan Bayon.
Diantaranya

yang

beliau

inginkan

membangun

rumah-rumah

peristirahatan sebanyak 121 buah antara sepanjang jalan-jalan yang
terbesar di ibu kota permaisurinya, Jayarajadewi, “memenuhi bumi
dengan hujan hadiah yang amat indah”. Waktu meninggalnya beliau
mengangkat kakak perempuannya, indra dewi, pada posisi yang telah
diduduki Jayarajadewi dulu.indradewi seorang guru terhormat dalam
ajaran Buddha di tiga sekolah agama. Di samping banyak mendirikan

“patung Jayadewi dengan patung raja dan patung beliau sendiri di semua
kota”. Beliau menyusuri dalam bahasa Sanskerta yang sempurna prasasti
terkenal di Phimeanakas yang memuat riwayat hidup suaminya.
Suatu rencana seperti ini terlalu berat untuk rakyat yang telah
hancur oleh cengkeraman perang dan bangunan-bangunan Suryawarman
II. Ribuan desa diwajibkan memelihara candi-candi besar, sedangkan
puluhan ribu pegawai dan ratusan penari ditugaskan melayani dan
menghibur. Tak tersebutkan pasukan para buruh, tukang batu, pemahat
dan dekarator untuk pekerjaan bangunan. Jayawarman VII mungkin yang
terbesar diantara raja-raja Khmer, dan patut dibenarkan bahwa
pemerintahannya melukiskan kejayaan puncak kerajaan Kamboja, tetapi
beliau memiskinkan rakyatnya dengan pajak yang berat, dan permintaanpermintaan yang mencekek leher untuk bekerja paksa dan menjadi tentara
Coedes menepatkan masalah itu apakah beliau bukan agak seperti
“seorang megalomaniac yang kebodohannya yang jenius itu merupakan
salah satu sebab kehancuran negerinya”
Pengosongan

Champa

merupakan

langkah

pertama

dalam

pemecahan kerajaan. Ada alasan untuk menduga bahwa itu diikuti segera
oleh kebebasan Tambralingga, meskipun apa yang sebenarnya terjadi
belum jelas. Tai juga memperkuat kekuasaannya didataran lembah Menam
sejauh kekuasaan Khmer. Tetapi di Kamboja sendiri, tidak ada tanda-tanda
kehancuran, hanya beberapa kerusakan, hingga pada akhir abad itu
memungkinkan bagi pengamat Cina, Chou Ta-kwan, untuk melukiskan
sebuah kota yang sangat indah dan negeri yang makmur, meskipun ada
perampokan-perampokan oleh pasukan-pasukan T’ ai.
Ada lima lagi raja Angkor disebut sebelum prasasti sampai pada
ahkirnya dan Babat Resmi Kamboja mulai. Salah seorang ialah
Jayawarman VIII (1243-1295) mempunyai masa pemerintahan terpanjang
dalam sejarah Khmer, tetapi tidak ada bedanya baik sebagai negarawan
atau pembangun. Masa jaya arsitektur Khmer mendadak berhenti dengan
bengkitnya

Jayawarman

VII.

Jayawarman

VIII

sebagian

besar

bertanggung jawab atas tindakan vandalisme atas patung -patung Budha
yang telah didirikan atas pendahulu-pendahulunya. Dibawah beliau
dominasi Brahmana ditegakkan lagi.
Beliau sama sekali tidak bisa mengendalikan orang T’ai. Dibawah
pemeritahannyalah mereka berhasil menguasai sebagian besar apa yang
dewasa ini bernama kerajaan Thailand atau Siam. Suatu langkah besar
pada jurusan ini telah dilakukan ketika seorang pemimpin T’ai yang
mengawini putri Jayawarman VII mengalahkan gubernur Khmer di hulu
lembah Menam dan mendirikan kerajaan Sukhot’ai. Rama Khamheng
yang naik tahta pada tahun 1270 meluaskan kekuasaannya jauh dan luas
mendekati kerajaan Khmer. Jauh di utara, bangsawan T’ai yang lain,
Mangrai, menaklukan kerajaan tuan T’ai, Tali, atau Nanchao tahun 1235.
Serangan meraka pada Khmer dilakukan dengan beraninya, Jayawarman
VII membuat keributan itu dengan

tidak mengacuhkan permintaan

Mongol untuk membayar upeti dan bahkan lebih jauh tidak menawan
utusan Ku blai Khan, seandainya Marsekal Sogatu berhasil menaklukan
Campa, berlipat berbaliknya Kamboja akan terjadi kemudian. Tetapi
usahanya berahkir dengan kehancuran. Kemudian Ku belai berpendapat
T’ai akan berguna sekali sebagai alat melemahkan kebanggaan
pemerintahan Angkor. Penaklukan T’ai lebih cepat menghilangkan
pendapatan dan tenaga manusia untuk bekerja paksa yang diperkirakan
akan terjadi pemberhentian tiba-tiba pembanguna monumen-monumen
yang besar itu. Tetapi sebaliknya kehidupan di Kamboja akan berjalan
seperti sebelumnya untuk suatu waktu mungkin agak menjadi mudah
untuk menekan massa , yang kewajiban pokoknya bekerja untuk
pemujaan dewa-dewa , Pada puncuk pimpinan sejumlah usaha-usaha
besar baik berupa pendirian candi atau serangan ke luar negeri telah
mendorong suatu gairah baru untuk belajar. Seperti kata Louis Finot ’’
syair-syair Sansekerta masih ditulis. Banyak orang-orang bijaksana
disana, dan sarjana-sarjana asing berdatangan, tertarik oleh reputasi
kerajaan yang berkebudayaan tinggi. Dimana-mana pengetahuan lebih
dihargai. Para cendikiawan menduduki tugas-tugas utama dalam Negara:

mereka boleh dikatakan dekat dengan raja-raja. Putera-putrinya bisa
menjadi ratu. Mereka sendiri adalah guru-guru kerajaan, hakim-hakim
besar dan menteri-menteri. Ada seorang raja yang profesor ‘
Missionarinya adalah pendeta-pendeta yang sederhana, mandiri
dan bermeditasi dan mengabdiakan diri pada kehidu