Makalah Teknik Produk Surfaktan Dari M

TUGAS AKHIR
TEKNIK PRODUK (TEKPROD-C)
“SURFAKATAN DARI MINYAK JELANTAH”

Disusun Oleh:
Herman Amrullah
(14/369649/TK/42651)

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2017

A.

Latar Belakang
Produksi minyak bumi di dalam reservoir dengan menggunakan tenaga pompa
(primary recovery) dan injeksi air dan gas (secondary recovery) dapat memproduksi
minyak berkisar 60-70% dari volume minyak mula-mula.

Setelah primary dan


secondary recovery tidak dapat mendorong minyak untuk naik ke permukaan, maka
untuk memproduksikan sisa minyak yang tertinggal perlu diterapkan metode peningkatan
perolehan minyak tahap lanjut yang dikenal dengan enhanced oil recovery (EOR). Salah
satu metode EOR yang digunakan yaitu injeksi surfaktan. Injeksi surfaktan bertujuan
untuk menurunkan tegangan antarmuka minyak-air, dengan turunnya tegangan antarmuka
maka tekanan kapiler pada daerah penyempitan pori-pori batuan reservoir dapat
dikurangi sehingga minyak yang terperangkap dalam pori-pori dapat didesak dan
diproduksi.
Surfaktan yang banyak digunakan untuk EOR berbahan dasar dari minyak bumi,
contohnya linear alkylbenzene sulfonate (LAS). Penggunaan surfaktan dari minyak bumi
dinilai kurang efektif karena bahan baku yang bersifat tidak dapat diperbarui, memiliki
harga yang mahal, tidak tahan terhadap kesadahan tinggi, dan dapat merusak lingkungan
karena sulit terdegradasi. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, dibutuhkan surfaktan
dengan bahan dasar yang tidak berasal dari minyak bumi, contohnya metil ester sulfonat
(MES) yang berasal dari minyak nabati.

B.

Needs

Needs dari surfaktan ini yaitu dapat mengurangi tegangan antar muka air dan
minyak hingga mendekati nol, membuat minyak terperangkap sehingga minyak dapat
mengalir (teknologi EOR). Dalam pembuatan sebuah produk yang bertujuan untuk
memenuhi needs tersebut, perlu didasarkan pada kebutuhan pasar sehingga produk yang
diciptakan dapat diterima dan menghasilkan profit yang tinggi. Berikut keinginankeinginan dari pasar dan pengguna surfaktan.
1. Memiliki nilai Interfacial Tension (IFT) rendah
Surfaktan yang diinginkan oleh pasar berupa surfaktan yang memiliki nilai
Interfacial Tension (IFT) rendah. Semakin rendah nilai IFT maka semakin baik
surfaktan mengurangi tegangan muka air dan minyak. Surfaktan yang memiliki

nilai Interfacial Tension dibawah 10-2 dyne/cm maka mampu meningkatkan oil
recovery sebanyak 10-20%

2. Kestabilan Produk
Surfaktan yang diinginkan pasar merupakan surfaktan yang stabil, yaitu dapat
diaplikasikan tanpa merusak lingkungan. Surfaktan biasanya memiliki pH dan
kesadahan yang tinggi, dimana kondisi ini dapat menyebabkan penggumpalan
dalam sumur dan kerusakan batuan formasi. Surfaktan yang berbasis dari minyak
bumi sangat sulit untuk didegradasi, sehingga pasar membutuhkan surfaktan yang
biodegradable.


3. Harga Produk
Surfaktan untuk teknologi EOR memiliki harga yang tinggi di pasaran, surfaktan
yang banyak di pasaran merupakan surfaktan berbasis minyak bumi dimana harga
produknya mengikuti harga dari minyak bumi. Dibutuhkan surfaktan yang tidak
berbasis minyak bumi, sehingga harga produk yang ada lebih murah dan stabil.

4. Ketersediaan Bahan Baku
Surfaktan berbasis minyak bumi harus dikurangi, hal ini dapat mempercepat
habisnya sumber daya minyak bumi di dunia. Minyak bumi merupakan energi
yang tidak dapat diperbaharui, sehingga untuk itu dibutuhkan bahan baku
surfaktan yang memiliki ketersediaan yang banyak dan dapat diperbaharui.
Dari berbagai permintaan pasar dapat dilakukan klasifikasi sebagai berikut.



Essential
- Dapat mengurangi tegangan antar muka air dan minyak hingga mendekati nol
- Jumlah ketersediaan bahan baku yang melimpah




Desirable
- Harga produk murah
- Bahan baku dapat diperbaharui



Useful

- Produk stabil, tidak merusak lingkungan
- Biodegradable

C.

Ideas
Dalam memenuhi kebutuhan di atas, diperlukan pemilihan bahan baku yang baik
agar produk surfaktan yang dihasilkan berkualitas tinggi. Muncul beberapa ide yang perlu
diseleksi secara kualitatif sebelum dilakukan perhitungan teknis. Beberapa ide bahan
baku yang dapat memenuhi kebutuhan pasar di antaranya adalah:

1. Minyak sawit, palm kernel oil
2. Minyak sawit, crude palm oil
3. Minyak dedak padi
4. Metil ester mikroalga
5. Minyak jelantah
6. Lemak tallow
7. Minyak kedelai
Dengan beberapa pertimbangan seperti harga, dan ketersediaan bahan baku,
dipilih tiga buah produk yang selanjutnya dilakukan perhitungan teknis yaitu minyak
sawit, minyak dedak padi, dan minyak jelantah.

D.

Selection
Ketiga ide di atas perlu kajian lebih lanjut secara kuantitatif agar dapat diperoleh
ide paling optimum untuk memenuhi kebutuhan (need) yang ada. Faktor berupa harga
proses, kestabilan dan spesifikasi produk, ketersediaan bahan baku, dan pemanfaatan
bahan baku menjadi hal penting yang perlu dipertimbangkan dengan weighting faktor
yang berbeda-beda. Berikut adalah pertimbangan kuantitatif dari masing-masing ide.
1. Minyak Sawit

Minyak sawit jenis crude palm oil memiliki harga di pasaran sekitar Rp 8.116
dan palm kernel oil sekitar Rp 14.864 per kilogramnya, dimana minyak sawit ini
dapat dikonversi sebesar 70% menjadi metil ester. Untuk dijadikan surfaktan

direaksikan dengan asam sulfat hingga menjadi surfaktan metil ester sulfonat,
konversi dari metil ester (ME) ke metil ester sulfonat (MES) tiap bahan baku berbeda
tetapi biasanya berada di angka 50% menggunakan katalis.
Jika dimisalkan harga bahan penunjang dan biaya konsumsi energi adalah
sebesar x rupiah, maka didapatkan harga proses untuk minyak sawit.
Rp 8.116 kg CPO
kg ME
x
x
kg CPO 0,7 kg ME 0,5 kg MES

Harga proses

=

Harga proses


= Rp (23.118 + x)/ kg MES

+ Rp x

Surfaktan yang dihasilkan dari minyak sawit berupa metil ester sulfonat
(MES) yang merupakan surfaktan yang stabil, memiliki nilai IFT yang cukup rendah,
dan tidak merusak lingkungan karena bersifat biodegradable.
Minyak sawit memiliki ketersediaan bahan baku yang melimpah, dimana
perkebunan sawit ini sangat banyak di daerah Sumatra dan Kalimantan. Pemanfaatan
minyak sawit sebagai surfaktan tidak terlalu urgent, hal ini dikarenakan minyak sawit
dapat banyak dimanfaatkan untuk produk lain, dan juga apabila terlalu banyak
membuka perkebunan sawit dapat mengakitbatkan kerusakan hutan.

2. Minyak Dedak Padi
Dedak padi merupakan kulit dari beras, dimana bahan ini termasuk limbah
dari sektor pertanian. Dedak padi mengandung minyak 7% berat, sehingga minyak
dedak padi terlebih dahulu diekstrak dengan menggunakan pelarut n-heksan.
Dimisalkan ekstrak 1 kg dedak padi membutuhkan 200 mL n-heksan, dimana nheksan memiliki harga Rp 117.600 per liter. Minyak dedak padi dapat terkonversi
sebanyak 90% menjadi metil ester dan 50% menjadi metil ester sulfonat.

Jika dimisalkan harga bahan penunjang dan biaya konsumsi energi adalah
sebesar x rupiah, maka didapatkan harga proses untuk minyak sawit.

Harga proses =

200 mL Rp 117.600 kg dedak
1 kg ME
x
x
x
kg dedak
1000 mL
0,9 kg ME 0,5 kg MES

+ Rp x

Harga proses = Rp (52.266 + x)/ kg MES
Surfaktan yang dihasilkan dari minyak dedak padi berupa metil ester sulfonat
(MES) yang merupakan surfaktan yang stabil, memiliki nilai IFT yang cukup rendah,
dan tidak merusak lingkungan karena bersifat biodegradable.

Dedak padi memiliki ketersediaan bahan baku yang sangat melimpah,
dimana ladang padi sangat banyak temui. Pemanfaatan dedak padi sebagai surfaktan
sangat baik untuk dilakukan, hal ini dikarenakan dedak padi merupakan limbah dan
belum banyak diolah menjadi bahan baku yang bernilai jual.
3. Minyak Jelantah
Minyak jelantah merupakan minyak goreng yang tidak digunakan lagi,
dimana minyak jelantah ini dapat diperoleh di industri-industri makanan secara gratis.
Minyak jelantah merupakan minyak sawit yang telah habis asam lemak tidak
jenuhnya (dikarenakan penggorengan) untuk itu dia hanya dapat terkonversi sebesar
18% ke metil ester, lalu 50% ke metil ester sulfonat. Untuk dapat dikonversi menjadi
metil ester, minyak jelantah terlebih dahulu disaring menggunakan kertas saring
whatman no. 42. Kertas saring ini berharga Rp 7.500 perlembar. Dimana 1 kg minyak
jelantah menggunakan 1 lembar kertas saring.
Jika dimisalkan harga bahan penunjang dan biaya konsumsi energi adalah
sebesar x rupiah, maka didapatkan harga proses untuk minyak sawit.

Harga proses =

1lembar Rp 7.500 kg minyak
kg ME

x
x
x
kg minyak lembar 0,18 kg ME 0,5 kg MES

+ Rp x

Harga proses = Rp (83.333 + x)/ kg MES
Surfaktan yang dihasilkan dari minyak jelantah berupa metil ester sulfonat
(MES) yang merupakan surfaktan yang stabil, memiliki nilai IFT yang cukup rendah,
dan tidak merusak lingkungan karena bersifat biodegradable.
Minyak jelantah memiliki ketersediaan bahan baku yang sangat melimpah,
dimana

industri-industri

makanan

banyak


yang

menghasilkan

limbah

ini.

Pemanfaatan minyak jelantah sebagai surfaktan sangat baik untuk dilakukan, hal ini
dikarenakan minyak jelantah merupakan limbah dan belum banyak diolah menjadi
bahan baku yang bernilai jual.
Dari seluruh perhitungan teknis, dapat dibuat table less objective criteria sebagai
berikut.
Parameter
Harga Proses
Kestabilan
Produk
Ketersediaan
Bahan Baku
Pemanfaatan
Bahan Baku
Sum

Weighting
Factor
0,35
0,1

Minyak Sawit
9
8

Minyak Dedak
Padi
7
8

Minyak
Jelantah
5
8

0,25

6

6

9

0,3

5

8

9

1,0

6,95

7,15

7,5

Dapat dilihat bahan baku surfaktan metil ester sulfonat berupa minyak jelantah
memiliki skor paling tinggi, sehingga dipilih minyak jelantah.