LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN D

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
DENGAN KASUS PERUBAHAN SENSORI PERSEPSI:
HALUSINASI

Disusun Oleh:
Deny Yulanda Anggraeni

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Dian Husada
Mojokerto
Tahun Akademik 2014-2015

LAPORAN PENDAHULUAN
I. Diagnosa Keperawatan
Perubahan Sensori Persepsi: Halusinasi
II. Tinjauan Teori
a. Pengertian
Halusinasi adalah hilangnya

kemampuan

manusia


dalam

membedakan

rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien member
persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata.
Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara padahal tidak ada orang yang
berbicara. Halusinasi adalah tanggapan (persepsi) panca indra tanpa rangsangan dari luar
atau suatu respon orientasi realistik yang mal adaptif. Jenis-jenis halusinasi terdiri dari :
1. Halusinasi pendengaran ( auditif, akustik) :
Paling sering dijumpai dapat berupa bunyi mendenging atau suara bising yang
tidak mempunyai arti, tetapi lebih sering terdengar sebagai sebuah kata atau kalimat
yang bermakna. Biasanya suara tersebut ditujukan pada penderita sehingga tidak
jarang penderita bertengakar dan berdebat dengan suara-suara tersebut.
Suara tersebut dapat dirasakan berasal dari jauh atau dekat, bahkan mungkin
datang dari tiap bagian tubuhnya sendiri. Suara bisa menyenangkan, menyuruh
berbuat baik, tetapi dapat pula berupa ancaman, mengejek, memaki atau bahkan yang
menakutkan dan kadang-kadang mendesak/memerintah untuk berbuat sesuatu seperti
membunuh dan merusak.

2. Halusinasi penglihatan (visual, optik) :
Lebih sering terjadi pada keadaan delirium (penyakit organik). Biasanya sering
muncul bersamaan dengan penurunan kesadaran, menimbulkan rasa takut akibat
gambaran-gambaran yang mengerikan.
3. Halusinasi penciuman (olfaktorik) :
Halusinasi ini biasanya berupa mencium sesuatu bau tertentu dan dirasakan tidak
enak, melambangkan rasa bersalah pada penderita. Bau dilambangkan sebagai
pengalaman yang dianggap penderita sebagai suatu kombinasi moral.
4. Halusinasi pengecapan (gustatorik) :
Walaupun jarang terjadi, biasanya bersamaan dengan halusinasi penciuman,
penderita merasa mengecap sesuatu. Halusinasi gastorik lebih jarang dari halusinasi
gustatorik.
5. Halusinasi raba (taktil) :

Merasa diraba, disentuh, ditiup atau seperti ada ulat, yang bergerak di bawah
kulit. Terutama pada keadaan delirium toksis dan skizofrenia
6. Halusinasi seksual, ini termasuk halusinasi raba :
Penderita merasa diraba dan diperkosa, sering pada skizofrenia dengan waham
kebesaran terutama mengenai organ-organ.
7. Halusinasi kinestetik :

Penderita merasa badannya bergerak gerak dalam suatu ruang atau anggota
badannya yang bergerak-gerak, misalnya “phantom phenomenon” atau tungkai yang
diamputasi selalu bergerak-gerak (phantom limb). Sering pada skizofrenia dalam
keadaan toksik tertentu akibat pemakaian obat tertentu.
8. Halusinasi viseral :
Timbulnya perasaan tertentu di dalam tubuhnya.
b. Faktor Predisposisi dan Presipitasi
a) Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi adalah faktor risiko yang memengaruhi jenis dan jumlah
sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stres. Diperoleh baik
dari klien maupun keluarganya. Faktor predisposisi dapat meliputi faktor
perkembangan, sosiokultural, biokimia, psikologis dan genetik.
 Faktor perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan


dan

hubungan


interpersonal terganggu, maka individu akan mengalami stres dan kecemasan.
Faktor sosiokultural
Berbagai faktor di masyarakat dapat menyebabkan seseorang merasa di
singkirkan, sehingga orang tersebut merasa kesepian di lingkungan yang
membesarkannya.



Faktor biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Jika seseorang
mengalami stres yang berlebihan, maka di dalam tubuhnya akan dihasilkan suatu
zat yang dapat bersifat halusinogenikneurokimia seperti buffofenon dan



dimethytranferase (DMP).
Faktor psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran ganda
bertentangan yang sering diterima oleh seseorang akan mengakibatkan stres dan




kecemasan yang tinggi dan berakhir pada gangguan orientasi realitas.
Faktor genetic

Gen yang berpengaruh dalam skizofrenia belum diketahui, tetapi hasil
studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat
berpengaruh pada penyakit ini.
b) Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai
tantangan, ancaman, atau tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk
menghadapinya. Adanya rangsangan dari lingkungan, seperti partisipasi klien dalam
kelompok, terlalu lama tidak diajak berkomunikasi, objek yang ada di lingkungan dan
juga suasana sepi atau terisolasi sering menjadi pencetus terjadinya halusinasi.Hal
tersebut dapat meningkatkan stres dan kecemasan yang merangsang tubuh
mengeluarkan zat halusinogenik.
c. Patofisologi
Resiko tinggi kekerasan
Perubahan sensori perseptual halusinasi
Kerusakan Interaksi sosial : menarik diri

Harga diri rendah

Sindrom defisit perawatan diri mandi kebersihan

Intoleransi aktivitas

d. Penentuan Diagnosa
a) Batasan Karakteristik
1. Disorientasi (waktu/tempat/ orang)
2. Konsentrasi kurang
3. Penyimpangan pendengaran/ penglihatan
4. Gelisah
5. Mudah tersinggung
6. Perubahan kemampuan memecahkan masalah
7. Perubahan pola perilaku
8. Perubahan pola komunikasi
9. Halusinasi:
- Halusinasi penglihatan: merasa melihat bayangan
- Halusinasi pendengaran: merasa mendengar suara/bisikan/percakapan
- Halusinasi pengecapan: merasa mengecap rasa seperti rasa darah/urin/feses

- Halusinasi perabaan: merasa mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa
stimulus yang jelas.
- Halusinasi penghidu: Membaui bau-bauan tertentu yang tidak menyenangkan.
b) Tanda Mayor
1. Halusinasi sesuai karakteristik jenis halusinasi
1) Halusinasi Pendengaran
 Data obyektif :
Bicara/tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab, menyedengkan telinga


kearah tertentu, menutup telingan
Data subyektif ;
Mendengar suara-suara atau kegaduhan, mendengar suara yanng mengajak

bercakap-cakap, mendengar suara yang menyuruh sesuatu yang berbahaya
2) Halusinasi Penglihatan
 Data obyektif :
Menunjuk-nunjuk kearah tertentu, ketakutan dengan sesuatu yang tidak
jelas



Data subyektif :
Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartoon, melihat hantu

atau monster
3) Halusinasi Penghidu
 Data obyektif :
Menghidu seperti sedang mencium bau-bauan tertentu, menutup hidung
 Data subyektif :
Membaui bau-bauan seperti bau darah, urin, feces, kadang-kadang bau itu
menyenangkan
4) Halusinasi Pengecapan
 Data obyektif : Sering meludah, muntah
 Data subyektif : Merasa rasa seperti darah, urin atau feces

5) Halusinasi Perabaan
 Data obyektif : mengaruk-garuk kulit
 Data subyektif : mengatakan ada serangga dipermukaan kulit, merasa
seperti tersengat listrik
2. Konsentrasi kurang

3. Penyimpangan pendengaran/ penglihatan
4. Perubahan pola perilaku (mis: bicara atau tertawa sendiri)
5. Perubahan pola komunikasi
III.Perumusan Diagnosa Keperawatan

IV. Rencana Tindakan Keperawatan
V.

VI.

Diagn
osa

Tgl.

Keperawatan
XVI. XVII. Resiko
menciderai
diri


sendiri,

orang lain dan
lingkungan
berhubungan
dengan

VII.
XII.

Tujuan

Perencanaan
XIII. Kriteria

XVIII. TUM:
XIX. Klien

VIII.


Intervensi

IX.

Rasional

Evaluasi
XX.

XXI.

XXII.

tidak
mencinderai
diri
sendiri/orang
lain/lingkungan

halusinasi
pendengaran
XXIII.XXIV.

XXV. TUK 1:
XXVI. Klien
dapat membina
hubungan
saling percaya
dengan perawat

XXVII.

Kl

ien
dapat
meng
ungka
pkan
peras
aan
dan
keber

1. Bina hubungan saling percaya
XXIX. Hubunga
a. sapa klien dengan rama,baik verbal
n saling percaya
maupun non verbal
akan
b. perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanya nama lengkap klien dan nama menimbulkan
panggilan yang disukai klien
d. Jelaskan tujuan pertemuan,jujur

kepercayan
dan

klien
pada
menepati janji
perawat
e. Tunjukkan sikap empati dan menerima
sehingga akan
klien apa adanya
f. Beri perhatian pada klien
memudahkan
2. Beri kesempatan klien mengungkapkan
dalam

adaan
nya

perasaannya
3. Dengarkan ungkapan klien dengan empati
XXVIII.

secara

pelaksanaan
tindakan
selanjutnya.

verbal
.
-

Klien

mau

menjawab
-

salam
Klien

mau

berjabat
-

tangan
Mau
menjawab

-

pertanyaan
Ada kontak

-

mata
Klien

mau

duduk
berdamping
an
XXX. XXXI.

dengan

XXXII.

perawat
T XXXIV.
Kl

UK 2:
XXXIII.

K

ien

mampu

mengenali

1. Adakan kontak sering dan singkat secara XXXV.
bertahap.
2. Tanyakan

engetahui
apa

yang

didengar

dari

apakah

M

lien

dapat halusinasinya

mengenali

dengan

kriteria

halusinasinya

hasil:
- Klien dapat
menyebutka
n

waktu,

halusinasinya.
3. Tanyakan kapan halusinasinya datang
4. Tanyakan isi halusinasinya

halusinasi
datang

dan

menentukan
tindakan
tepat

yang
atas

halusinasinya

timbulnya
-

halusinasi
Klien dapat
mengidentifi
kasi

kapan

frekuensi
situasi

saat

terjadi
-

halusinasi
Klien dapat
mengungkap
kan
perasaannya
saat muncul

XXXVI.
XXXVII.

XXXVIII.

halusinasi.
XXXIX.

5. Bantu klien mengenal halusinasinya
XL. Mengena
- Jika menemukan klien sedang halusinasi,
lkan pada klien
tanyakan apakah ada suara yang didengar
terhadap

-

-

dan
yang dikatakan
Katakan bahwa perawat percaya klien
mengidentifikasi
mendengar suara itu, namun perawat
faktor pencetur
sendiri tidak mendengarnya
halusinasinya
Katakan bahwa klien lain juga ada yang

-

seperti klien
Katakan bahwa perawat akan membantu

-

XLI. XLII.

XLIII.

Jika klien menjawab ada, lanjutkan apa halusinasinya

klien
6. Diskusikan dengan klien:
XLV. Menentu
- Situasi yang menimbulkan atau tidak
kan
tindakan
menimbulkan halusinasi
yang sesuai bagi
- Waktu,frekuensi terjadinya halusinasi
untuk
7. Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan klien

XLIV.

jika terjadi halusinasi dan beri kesempatan mengontrol
XLVI.XLVII.

XLVIII.
UK 3:
XLIX. Klien
dapat
mengontrol
halusinasinya

LII.

LIII.

LIV.

T L.

Klien

dapat
mengidentifikasi
tindakan

yang

halusinasinya
klien mengungkapkan perasaannya
1. Identifikasi bersama klien tindakan yang biasa LI.
dilakukan bila terjadi halusinasi
2. Diskusikan manfaat dan cara yang digunakan
klien, jika bermanfaat beri pujian

dilakukan untuk
mengendalikan
halusinasinya
LV.
Klien
dapat

3. Diskusiskan

cara

baik

memutus

atau LVI.

mengontrol timbulnya halusinasi
- Katakan “saya tidak mau dengar kamu”

menunjukkan
cara baru untuk
mengontrol
halusinasinya

-

(pada saat halusinasi terjadi)
Temui orang lain untuk bercakap-cakap

-

atau mengatakan halusinasi yang didengar
Membuat jadwal kegiatan sehari-hari
Meminta keluarga atau teman atau
perawat menyapa klien jika tampak bicara
sendiri, melamun atau kegiatan yang tidak

terkontrol
4. Bantu klien memilih

dan

melatih

cara

memutus halusinasi secara bertahap
5. Beri kesempatan untuk melakukan cara yang
dilatih. Evaluasi hasilnya dan beri pujian jika
berhasil
6. Anjurkan klien mengikuti terapi aktivitas
kelompok jenis orientasi realita atau stimulasi
LVII. LVIII.

LIX.
LX.

TUK 4:
Klien

dapat dukungan
dari

keluarga

LXI.
dapat
cara

Klien
memilih
mengatasi

dalam

halusinasi.
LXII. Klien

mengontrol

melaksanakan

halusinasinya

cara yang telah
dipilih memutus
halusinasinya.

persepsi.
1. Anjurkan klien untuk memberi tahu keluarga LXIV. Memban
jika mengalami halusinasi.
2. Diskusikan dengan keluarga

tu
(pada

klien

saat

menentukan
keluarga berkunjung atau kunjungan rumah)
cara mengontrol
- Gejala halusinasi yang dialami klien
- Cara yang dapat dialkukan klien dan halusinasi.
-

Membantu klien
keluarga untuk memutus halusinasi
Cara merawat anggota keluarga yang
untuk
mengalami halusinasi dirumah: beri
beradaptasi
kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan
dengan
cara

LXIII. Klien

bersama, berpergian bersama
alternatife yang
- Beri informasi waktu follow up atau kapan
dapat mengikuti
ada. Memberi
perlu mendapat bantuan halusinasi tidak
terapi aktivitas
motivasi
agar
terkontrol dan resiko menciderai orang
kelompok
cara diulang
lain.
3. Diskusikan dengan keluarga dan klien tentang
LXV. LXVI.

LXVII.TUK 5:
LXVIII.
K

minum obat sesuai dengan program dokter
LXIX. Keluarga 1. Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang LXXI. Partisipa

manfaat dan efek samping obat yang dirasakan si klien dalam
2. Diskusikan akibat berhenti obat tanpa
hubungan saling
kegiatan
menggunakan
konsultasi
percaya dengan
tersebut
3. Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip
obat
dengan
perawat.
membantu klien
5 benar
bentar
untuk LXX. Keluarga
beraktivitas
mengendalikan dapat
sehingga
halusinasinya
menyebutkan
halusinasi tidak
pengertian, tanda
muncul.
dan
tindakan
LXXII.Keluarga
lien

dapat

membina

dapat

untuk

merupakan

mengalihkan

orang

halusinasinya

yang

terdekat
bisa

membantu klien
meningkatkan
pengetahuan
keluarga

dan

cara
LXXIII.
LXXIV.

LXXV.

LXXVI.

Kl LXXX.

merawat

klien halusinasi
LXXXI.
M

ien dan keluarga

eningkatkan

dapat

pengetahuan

menyebutkan

keluarga tentang

manfaat,

obat membantu

dosis

dan

efek

mempercepat

samping obat.
LXXVII.
Kl

penyembuhan

ien minum obat

dan memastikan
obat

sudah

secara teratur.
LXXVIII.
Kl

diminum

oleh

ien

klien.
LXXXII.

M

dapat

informasi

eningktakan

tentang manfaat
dan

efek

samping

obat.

Klien

dapat

memahami
akibat
minum

pengetahuan
tentang manfaat
dan

efek

samping

obat.

Mengetahui

berhenti
obat

tanpa konsultasi.
LXXIX.
Kl

reaksi

setalah

minum
Ketetapan

obat.

ien

dapat

menyebutkan

5

prinsip 5 benar
minum

obat

benar

membantu

penggunaan obat

penyembuhan
dan menghindari
kesalahan
minum

obat

serta membantu
tercapainya
standar.
LXXXIII.
LXXXIV.

LXXXV.

Daftar Pustaka

LXXXVI. Azizah, Lilik M.2011.Keperawatan Jiwa (Aplikasi Praktik Klinik).Yogyakarta:
Graha Ilmu
LXXXVII.Keliat, Budi Anna, dkk.1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta:
EGC.
LXXXVIII.

Stuart, Sundeen, S.J. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa (terjemahan),

Edisi 3. Jakarta: EGC.
LXXXIX.

XC.
XCI.

Strategi Pelaksanaan

SP 1 Pasien : Membantu pasien mengenal halusinasi, menjelaskan
cara-cara mengontrol halusinasi, mengajarkan pasien mengontrol
halusinasi dengan cara pertama: menghardik halusinasi

XCII.

XCIII. Orientasi:
XCIV. ”Assalamualaikum D. Saya perawat yang akan merawat D. Nama Saya SS, senang
dipanggil S. Nama D siapa? Senang dipanggil apa”
XCV.

”Bagaimana perasaan D hari ini? Apa keluhan D saat ini”

XCVI. ”Baiklah, bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang suara yang selama ini D dengar
tetapi tak tampak wujudnya? Di mana kita duduk? Di ruang tamu? Berapa lama? Bagaimana
kalau 30 menit”
XCVII.
XCVIII. Kerja:
XCIX.

”Apakah D mendengar suara tanpa ada ujudnya?Apa yang dikatakan suara itu?”

C.” Apakah terus-menerus terdengar atau sewaktu-waktu? Kapan yang paling sering D dengar
suara? Berapa kali sehari D alami? Pada keadaan apa suara itu terdengar? Apakah pada waktu
sendiri?”
CI.

” Apa yang D rasakan pada saat mendengar suara itu?”

CII.
”Apa yang D lakukan saat mendengar suara itu? Apakah dengan cara itu suara-suara
itu hilang? Bagaimana kalau kita belajar cara-cara untuk mencegah suara-suara itu muncul?
CIII.
” D , ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul. Pertama, dengan
menghardik suara tersebut. Kedua, dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain. Ketiga,
melakukan kegiatan yang sudah terjadwal, dan yang ke empat minum obat dengan teratur.”
CIV.

”Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik”.

CV.
”Caranya sebagai berikut: saat suara-suara itu muncul, langsung D bilang, pergi saya
tidak mau dengar, … Saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu. Begitu diulang-ulang sampai
suara itu tak terdengar lagi. Coba D peragakan! Nah begitu, … bagus! Coba lagi! Ya bagus D
sudah bisa”
CVI.
CVII.

Terminasi:

CVIII. ”Bagaimana perasaan D setelah peragaan latihan tadi?” Kalau suara-suara itu muncul
lagi, silakan coba cara tersebut ! bagaimana kalu kita buat jadwal latihannya. Mau jam berapa
saja latihannya? (Saudara masukkan kegiatan latihan menghardik halusinasi dalam jadwal
kegiatan harian pasien). Bagaimana kalau kita bertemu lagi untuk belajar dan latihan
mengendalikan suara-suara dengan cara yang kedua? Jam berapa D?Bagaimana kalau dua jam
lagi? Berapa lama kita akan berlatih?Dimana tempatnya”
CIX.

CX.
CXI.

”Baiklah, sampai jumpa. Assalamu’alaikum”