BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Pasar Modal - Pengaruh Manajemen Laba terhadap Biaya Modal Ekuitas pada Perusahaan Pertambangan yang terdaftar di BEI pada tahun 2009-2012

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoritis

2.1.1 Pengertian Pasar Modal

  Pasar modal berhubungan dengan obligasi dan saham. Pengertian pasar modal menurut Horne dan Wachowicz (2001:322) adalah: “pasar yang relative berjangka panjang (lebih lama dari waktu jatuh tempo satu tahun) untuk berbagai instrument keuangan (contohnya, obligasi dan saham)”.

  Dalam pasar modal terdapat pasar perdana dan sekunder (Horne dan Wachowicz, 2001:322). Pasar perdana adalah pasar tempat sekuritas baru dibeli dan dijual untuk pertama kalinya (pasar sekuritas terbitan baru). Pasar sekunder adalah pasar untuk sekuritas yang telah ada (telah dibeli sebelumnya), bukan untuk emisi baru. Pengertian pasar modal menurut Fahmi (2012:52) adalah: “tempat berbagai pihak khususnya perusahaan menjual saham (stock) dan obligasi (bond) dengan tujuan dari hasil penjualan tersebut nantinya akan dipergunakan sebagai tambahan dana atau untuk memperkuat modal perusahaan. Pasar modal adalah tempat bertemunya berbagai pihak untuk menjual saham dan obligasi.

2.1.2 Manfaat Pasar Modal

  Mendorong laju investasi.

  Memberi variasi pada jenis lembaga penunjang.

  c.

  Likuiditas.

  4. Manfaat pasar modal bagi pemerintah dan pembangunan nasional a.

  Mendorong laju pertumbuhan.

  b.

  c.

  Pembentuk harga dalam bursa paralel.

  Menciptakan lapangan kerja.

  d.

  Mengurangi beban anggaran bagi BUMN.

  e.

  Menggurangi hutang luar negeri f. Memperbaiki struktur permodalan perusahaan.

  g.

  Menunjang terciptanya perekonomian yang sehat.”

  b.

  Pasar modal memiliki beberapa manfaat. Menurut Anoraga (1995) manfaat pasar modal dapat dirasakan oleh investor, emiten, pemerintah, dan lembaga penunjang.

  Menurut Anoraga (1995) manfaat yang diperoleh masing-masing pihak adalah sebagai berikut : “1. Manfaat pasar modal bagi perusahaan.

  d.

  a.

  Jumlah dana yang dapat dihimpun bisa berjumlah besar.

  b.

  Solvabilitas perusahaan tinggi, sehingga memperbaiki citra perusahaan.

  c.

  Jangka waktu penggunaan tidak terbatas.

  Emisi jangka waktu penggunaan dana tidak terbatas.

  Dapat sekaligus melakukan investasi dalam beberapa instrument yang mengurangi risiko.

  2. Manfaat pasar modal bagi investor a.

  Nilai investasi berkembang mengikuti pertumbuhan ekonomi.

  b.

  Mudah mengganti instrument investasi.

  c.

  Memperoleh deviden bagi pemegang saham dan bunga tetap.

  d.

  3. Manfat pasar modal bagi lembaga penunjang a.

  2.1.3 Macam-macam Pasar Modal

  bursa/ OTC (Over The Counter Market), biasa disebut sebagai bursa paralel.

  Saham istimewa.

  b.

  Saham biasa (common stock) adalah surat berharga yang dijual oleh suatu perusahaan yang menjelaskan nilai nominal (rupiah, dolar, yen, dan sebagainya) di mana pemegang diberi hak untuk mengikuti Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan Rapat Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) serta berhak untuk menentukan membeli issue (penjualan saham terbatas) atau tidak Pemegang saham ini di akhir tahun akan memperoleh keuntungan dalam bentuk dividen.

  Saham biasa.

  Menurut Fahmi ada 2 (dua) jenis saham yang paling umum dikenal oleh publik (2011:86) yaitu: a.

  2.1.4 Macam-macam Saham

  Fourth Market Fourth Market merupakan bentuk perdagangan efek antar investor yang dilakukan tanpa melalui perantara pedagang efek.

  d.

  Third Market adalah perdagangan saham yang dilakukan diluar

  Dalam Chancera (2011) pasar modal dapat dibedakan menjadi: a.

  Third Market

  c.

  beli saham/ sekuritas setelah masa penawaran terlewati yaitu ditandai dengan dilakukannya listing bursa.

  Secondary Market biasanya diistilahkan sebagai transaksi jual

  Secondary Market

  b.

  emiten kepada calon investor selama batas waktu tertentu yang ditetapkan oleh emiten sebelum hal tersebut dijual melalui bursa/sebelum listing.

  Primary Market adalah penawaran saham yang dilakukan oleh

  Primary Market

  Saham istimewa (preferred stock) adalah surat berharga yang dijual oleh suatu perusahaan yang menjelaskan nilai nominal (rupiah, dolar, yen, dan sebagainya) di mana pemegangnya akan memperoleh pendapatan tetap dalam bentuk dividen yang akan diterima setiap kuartal (tiga bulanan).

  2.1.5 Efisiensi Pasar Modal

  Efisiensi adalah pemanfaat sebaik-baiknya modal atau input yang digunakan untuk menghasilkan output yang murah dan berkualitas sesuai dengan tujuan atau efektif. Menurut Samuel (1981, p. 131), dalam Panji Anoraga,(1995:760), pasar modal dikatakan efisian apabila:

  a. Apa yang diharapkan bersifat homogen, artinya semua investor mempunyai harapan yang sama dalam memandang pendapatan dan risiko dari surat-surat berharga.

  b.

  Pasar cukup besar sehingga jumlah saham yang ditawarkan mencukupi untuk investor, jika mereka berminat maka portofolio seimbang sempurna.

  c.

  Fungsi “utility” semua investor termasuk dalam kelas yang sama, artinya investor-investor tersebut mempunyai sikap yang serupa terhadap “trade off” antara “risk” dan “return”.

  2.1.6 Manajemen laba (earnings management)

2.1.6.1 Definisi Manajemen Laba

  Menurut Copeland (1968:10) dalam Chancera (2013), manajemen laba sebagai “some ability to increase or decrease

  reported net income at will ” yang artinya adalah manajemen laba

  mencakup usaha manajemen untuk memaksimumkan, atau meminimumkan laba, termasuk perataan laba sesuai dengan keinginan manajemen. Manajemen laba didefinisikan oleh Setiawati dan Na’im (2000) adalah “campur tangan manajemen dalam proses pelaporan keuangan eksternal dengan tujuan untuk menguntungkan dirinya sendiri”.

  2.1.6.2 Tujuan Manajemen laba

  Menurut Healy dan Wahlen dalam Belkaoui (2006:75) penyebab manajemen laba yaitu: Manajemen Laba terjadi ketika para manajer menggunakan pertimbangan mereka pelaporan keuangan dan struktur transaksi untuk mengubah laporan keuangan dengan tujuan menyesatkan beberapa pemangku kepentingan mengenai kondisi kinerja ekonomi perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil-hasil kontraktual yang bergantung pada angka-angka akuntasi yang dilaporkan. Defenisi manajemen laba yang dikemukakan di atas berfokus pada penerapan pertimbangan dalam laporan keuangan untuk menyesatkan para pemangku kepentingan baik bisa maupun tidak melakukan manajemen laba dan untuk membuat laporan keuangan menjadi lebih informatif bagi para penggunanya.

  2.1.6.3 Bentuk Manajemen Laba

  Scott (1997:405) menyebutkan bahwa ada empat bentuk manajemen laba, yaitu:

  1. Tindakan kepalang basah” (taking a big bath). Tindakan ini dilakukan ketika keadaan buruk yang tidak menguntungkan dan tidak bisa dihindari pada periode berjalan, dengan cara mengakui biaya-biaya pada periode- periode yang akan datang dan kerugian periode berjalan; 2. Meminimumkan laba (income minimation), dilakukan saat perusahaan memperoleh profitabilitas yang tinggi dengan tujuan agar tidak mendapat perhatian secara politis. Kebijakan yang diambil bias berupa pembebanan pengeluaran iklan, riset dan pengembangan yang cepat dan sebagainya;

  3. Memaksimumkan laba (income maximization), yaitu memaksimalkan laba agar memperoleh bonus yang lebih besar. Demikian pula dengan perusahaan yang mendekati suatu pelanggaran kontrak utang jangka panjang, manajer perusahaan tersebut akan cenderung untuk memaksimalkan laba;

  4. Perataan laba (income smoothing), merupakan bentuk manajemen laba yang dilakukan dengan cara menaikkan dan menurunkan laba untuk mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan sehingga perusahaan terlihat stabil dan tidak berisiko tinggi.

2.1.6.4 Perhitungan Manajemen Laba

  Menurut Utami (2005) perhitungan manajemen laba untuk periode penjualan (t) adalah sebagai berikut: Akrual Modal Kerja (t)

  Manajemen laba (ML)= Penjualan periode (t)

  Akrual modal kerja = ΔAL - ΔHL - ΔKas Keterangan: ΔAL = Perubahan aktiva lancar pada periode t ΔHL = Perubahan hutang lancar pada periode t ΔKas = Perubahan kas dan ekuivalen kas pada periode t

2.1.7 Teori Equity Market Timing

  Dalam Syahyunan (2013:229), Baker dan Wurgler (2002) mengemukakan teori Equity Market Timing yang berbunyi bahwa “perusahaan-perusahaan akan menerbitkan equity pada saat market

  value tinggi dan akan membeli kembali ekuitas pada saat market value rendah”. Praktik ini yang disebut sebagai Equity Market Timing.

  Eksploitasi fluktuasi sementara yang terjadi pada cost of equity terhadap cost of other forms of capital merupakan tujuan dari equity

  market timing . Menurut Baker dan Wurgler (2002) dalam Syahyunan

  (2013:229), “Struktur modal adalah hasil kumulatif dari usaha melakukan equity market timing di masa lalu”.

2.1.8 Teori Asimetri Informasi dan Signaling

  Teori ini dikemukakan oleh Gordon (1950 dalam Sjahrial 2007 : 237) yang menyatakan “asymmetric information adalah kondisi dimana suatu pihak memiliki informasi yang lebih banyak dari pihak lain. Karena asymmetric information, manajemen perusahaan tahu lebih banyak tentang perusahaan dibanding investor di pasar modal.” Konsep biaya modal berhubungan dengan konsep mengenai pengertian tingkat keuntungan yang disyaratkan (required rate of

  

return ). Tingkat keuntungan yang disyaratkan dilihat dari dua pihak,

  yaitu investor dan perusahaan. Menurut investor, tinggi rendahnya tingkat keuntungan yang disyaratkan (required rate of return) merupakan tingkat keuntungan (rate of return) yang mencerminkan tingkat risiko dari aktiva yang dimiliki, sedangkan menurut perusahaan yang menggunakan dana (modal), besarnya tingkat keuntungan yang disyaratkan (required rate of return) merupakan biaya modal (cost of capital) yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan modal tersebut. Perusahaan melakukan manajemen laba untuk menarik investor menanamkan dananya. Manajemen laba yang sering dilakukan adalah menaikkan laba (income Maximation).

  Profitabilitas yang tinggi menyebabkan investor tertarik untuk menanamkan modal di suatu perusahaan dan mengakibatkan tingginya tingkat keuntungan yang disyaratkan (required rate of return). Semakin besar tingkat keuntungan yang disyaratkan semakin besar biaya modal. Beberapa hal di atas menunjukkan bahwa biaya modal erat hubungannya dengan manajemen laba.

2.1.9 Biaya Modal Ekuitas (Cost of Equity Capital)

2.1.9.1 Definisi Biaya Modal Ekuitas

  Biaya modal (cost of capital) adalah biaya riil yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh dana baik yang berasal dari hutang/obligasi, saham preferen, saham biasa, maupun laba ditahan untuk mendanai suatu investasi atau operasi perusahaan (Syahyunan, 2013:210). Besar biaya riil yang harus dikeluarkan perusahaan untuk memperoleh dana yang diperlukan yaitu diketahui melalui penentuan biaya modal. Biaya modal adalah komponen utama untuk menilai investasi, sumber pembelanjaan, dan manajemen aktiva.

  Menurut (Warsono, 2003:136) biaya modal dapat didefinisikan sebagai “biaya peluang atas penggunaan dana investasi untuk diinvestasikan dalam proyek-proyek baru”. Biaya ekuitas biasa menurut Warsono (2003:144), yaitu: “tingkat pengembalian minimum (minimum rate of return) yang harus dihasilkan oleh perusahaan atas dana yang diinvestasikan dalam suatu proyek yang bersumber dari modal sendiri, agar harga saham perusahaan di pasar saham tidak berubah”.

  Definisi biaya modal menurut Horne dan Wachowicz (2001:322) adalah: “tingkat pengembalian yang diminta (required rate

  

of return) atas berbagai jenis pendanaan”. Menurut Tampubolon

  (2004: 170) biaya modal (the cost of Capital) didefinisikan sebagai “tingkat pengembalian (rate of return) berdasarkan nilai pasar dari suatu korporasi yang dilihat dari saham yang beredar (price of the

  

firm’s stock )”. Biaya modal ekuitas adalah tingkat pengembalian yang

diminta atas investasi oleh para pemegang saham perusahaan.

2.1.9.2 Fungsi Biaya Modal Ekuitas

  Konsep biaya modal berhubungan dengan konsep mengenai pengertian tingkat keuntungan yang disyaratkan (required rate of

  

return ). Tingkat keuntungan yang disyaratkan dilihat dari dua pihak,

  yaitu investor dan perusahaan. Menurut investor, tinggi rendahnya tingkat keuntungan yang disyaratkan (required rate of return) merupakan tingkat keuntungan (rate of return) yang mencerminkan tingkat risiko dari aktiva yang dimiliki, sedangkan menurut perusahaan yang menggunakan dana (modal), besarnya tingkat keuntungan yang disyaratkan (required rate of return) merupakan biaya modal (cost of capital) yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan modal tersebut.

  Menurut Syahyunan (2013:210) fungsi biaya modal yaitu dapat digunakan sebagai ukuran untuk menentukan diterima atau ditolaknya suatu usulan investasi (sebagai discount rate), yaitu dengan membandingkan tingkat keuntungan (rate of return) dari investasi tersebut dengan biaya modalnya. Fungsi biaya modal untuk perusahaan digunakan pada saat: pengambilan keputusan untuk anggaran modal (capital badgeting), membantu untuk memaksimalkan struktur permodalan, membuat keputusan apakah melalui leasing surat hutang dengan pendanaan kembali surat hutang di dalam menentukan modal kerja perusahaan.

2.1.9.3 Sumber Biaya Modal Ekuitas

  Besar biaya riil yang harus dikeluarkan perusahaan untuk memperoleh dana yang diperlukan dapat diketahui dengan menentukan biaya modal. Biaya modal dapat dihitung berdasarkan biaya modal untuk masing-masing sumber dana atau disebut biaya modal individual (Syahyunan, 2013:210). Biaya modal individual dihitung untuk setiap jenis modal. Perusahaan yang menggunakan beberapa sumber biaya modal, maka biaya modal yang dihitung adalah biaya rata-rata tertimbang (Weighted Average Cost of Capital) dari seluruh modal yang digunakan. Biaya modal rata-rata tertimbang mempunyai beberapa komponen.

  Menurut Warsono (2003:138) biaya modal rata-rata tertimbang mempunyai beberapa komponen, yaitu “biaya utang (cost of debt), biaya saham Preferen (Cost of Preferred stock), dan biaya ekuitas biaya (cost of common equity)”. Menurut Syahyunan (2013:210) biaya hutang adalah “ biaya yang ditanggung perusahaan disebabkan penggunaan sumber dana pinjaman, biaya obligasi”. Biaya saham preferen adalah biaya yang ditanggung perusahaan berupa dividen yang disepakati pada saat penerbitan saham preferen. Biaya saham adalah biaya dikeluarkan ketika perusahaan memiliki laba. Biaya penerbitan saham biasa yang baru menjadi penting jika laba ditahan tidak tersedia. Biaya saham biasa yang baru lebih tinggi dari biaya laba ditahan karena penjualan saham biasa yang baru memerlukan biaya emisi saham (floating cost). floating cost akan mengurangi penerimaan perusahaan dari penjualan saham baru. “Biaya emisi (floating cost) terdiri dari biaya cetak saham, komisi untuk pihak penjamin emisi dan lain-lain” (Syahyunan, 2013:210).

2.1.9.4 Pengukuran Biaya Modal Ekuitas

  Pengukuran biaya modal saham biasa (biaya modal ekuitas) dipengaruhi oleh model penilaian perusahaan yang digunakan. Dalam Utami (2005) pengukuran biaya modal saham biasa (biaya modal ekuitas), dipengaruhi oleh model penilaian perusahaan yang digunakan.

  • X

  = Nilai buku per lembar saham periode t

  dari hasil penelitian oleh Scott adalah informasi mengenai laba perusahaan akan mencerminkan keadaan dan jumlah biaya ekuitas yang dikeluarkan

  

earnings management terhadap biaya. Kesimpulan yang dapat diperoleh

  Adanya hubungan antara manajemen laba dengan biaya modal ekuitas dapat dilihat dari penelitian Demski dan Sappington (1987) dalam Scott (1997), yang meneliti manajemen laba dilihat dari perspektif pasar modal. Penelitian tersebut menyatakan bahwa manajemen laba dapat menghubungkan informasi yang terkandung dalam pasar tentang pengaruh

  = Harga saham pada periode

  t

  = Laba per saham pada periode t+1 P

  t+1

  X

  t

  Dalam Utami (2005) ada beberapa model penilaian perusahaan, antara lain: "1. Model penilaian pertumbuhan konstan (constant growth

  r = Biaya modal ekuitas B

  Keterangan:

  

P

t

  t+1 − P t

  r = B t

  Dalam Utami (2005) secara matematis biaya modal ekuitas untuk periode t dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut:

  Capital Asset Pricing Model (CAPM) 3. Model Ohlson.”

  valuation model) 2.

2.1.10 Manajemen Laba dan Biaya Modal Ekuitas

  oleh perusahaan. Penelitian Leuz et al (2003) dalam Utami (2005) mengenai studi komparatif internasional tentang manajemen laba dan proksi investor, membuktikan bahwa tingkat manajemen laba emiten di Indonesia relatif tinggi dan proteksi terhadap investor relatif rendah.

  Menurut Copeland dalam Utami (2005), manajemen laba mencakup usaha manajemen untuk memaksimumkan atau meminimumkan laba, termasuk perataan laba sesuai dengan keinginan manajemen. Dechow et al. (1996) dalam Utami (2005), meneliti penyebab dan konsekuensi dari tindakan manipulasi laba, dimana salah satu tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh mana dampak manipulasi laba terhadap biaya modal ekuitas. Sampel yang digunakan perusahaan yang mendapatkan sanksi dari Securitas Exchange Commision (SEC) karena diduga keras telah melakukan penyimpangan terhadap standar akuntansi yang berlaku, dengan tujuan untuk memanipulasi laba.

  Dalam Chancera (2011), adanya hubungan antara manajemen laba dengan biaya modal ekuitas juga dapat dilihat dari penelitian Demski dan Sappington (1987) dalam Scoot (1997), yang meneliti manajemen laba dilihat dari perspektif pasar modal. Penelitian tersebut menyatakan bahwa manajemen laba dapat menghubungkan informasi yang terkandung dalam pasar tentang pengaruh earnings management terhadap biaya. Informasi laba akan mencerminkan juga informasi biaya modal ekuitas yang akan dikeluarkan perusahaan untuk investor.

2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu 1.

  Botosan (1997) yang meneliti hubungan antara tinunugkat ungkapan sukarela dengan cost equity capital, dengan meregresikan cost of equity

  capital (yang dihitung berdasarkan dengan market beta), ukuran

  perusahaan dan tingkat pengungkapan yang diukur dengan score yang dikembangkan sendiri oleh peneliti yang bersangkutan. Hasilnya menunjukkan bahwa adanya hubungan antara tingkat pengungkapan dengan cost of equity capital pada perusahaan yang diikuti oleh sedikit analis.

  2. Green et al. (2001), yang meneliti biaya modal ekuitas dengan sampel perusahaan perbankan yang berada di negara Amerika. Penelitian ini menggunakan tiga model pengukuran biaya modal ekuitas, antara lain

  Comparable Accounting Earnings Model (CAE), Discounted Cash Flow Method (DCF), dan Capital Asset Pricing Model (CAPM).

  Hasil dari penelitian ini membuktikan bahwa biaya modal ekuitas dapat diukur dalam perusahaan perbankan dengan menggunakan tiga model pengukuran di atas, namun model yang paling signifikan adalah model CAPM (Capital Asset Pricing Model).

  3. Komalasari dkk. (2001) mengembangkan riset analisis yang dilakukan oleh Diamond dan Verrecchia (1991), dengan tujuan untuk menarik bukti empirik mengenai asimetri informasi dan pengaruhnya terhadap cost of

  equity capital secara langsung. Penelitian ini secara khusus menguji

  apakah pengurangan asimetri informasi yang dipengaruhi oleh naiknya likuiditas pasar dapat menurunkan cost of equity capital pada perusahaan besar lebih besar dibadingkan perusahaan kecil.

  4. Juniarti (2003), mengenai pengaruh tingkat disclosure terhadap biaya modal ekuitas dan signifikan pengaruh tersebut pada perusahaan yang sahamnya tergolong sebagai saham bluechip dan non bluechip, menemukan bukti bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara tingkat disclosure dan biaya modal ekuitas serta tidak terdapatnya perbedaan signifikan pengaruh tingkat disclosure terhadap biaya modal ekuitas pada perusahaan perbankan bersaham bluechip maupun non

  bluechip . Dengan kata lain, tanpa memperhatikan suatu perusahaan

  termasuk dalam kategori perusahaan yang bersaham bluechip atau pun

  non bluechip , pengaruh tingkat disclosure tetap signifikan terhadap biaya modal ekuitas.

  5. Murni (2004), meneliti pengaruh luas pengungkapan sukarela dan asimetri informasi terhadap cost of equity capital, yang kemudian mengemukakan bahwa pengungkapan sukarela, asimetri informasi, dan beta berpengaruh terhadap cost of equity capital. Hasil pengujian yang dilakukan menunjukkan bahwa ungkapan sukarela dalam laporan tahunan perusahaan tidak menurunkan cost of equity capital. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa ukuran perusahaan secara signifikan mempunyai pengaruh terhadap hasil pengujian serta dapat diketahui bahwa semakin besar ukuran perusahaan, maka cost of equity capital perusahaan semakin kecil.

  6. Utami (2005) yang menjadi acuan dalam penelitian ini, membuktikan bahwa manajemen laba berpengaruh positif dan signifikan terhadap biaya modal ekuitas dengan menggunakan model pengukuran Ohslon sebagai proksi pengukuran biaya modal ekuitas, artinya semakin tinggi tingkat akrual, maka semakin tinggi biaya modal ekuitas.

  7. Chancera (2013), yang meneliti pengaruh manajemen laba terhadap biaya modal ekuitas. Hasil pengujian yang dilakukan adalah manajemen laba tidak berpengaruh secara signifikan terhadap biaya modal ekuitas.

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

  4. Juniarti 2003 Variabel Independen: tingkat disclosure

  Manajemen laba tidak berpengaruh terhadap biaya modal ekuitas

  2013 Variabel Independen: manajemen laba Variabel dependen: Biaya modal ekuitas

  modal ekuitas Manajemen laba berpengaruh positif dan signifikan terhadap biaya modal ekuitas.

  Variabel dependen: biaya

  6. Utami 2005 Variabel Independen: manajemen laba

  capital

  Pengungkapan sukarela, asimetri informasi, dan beta berpengaruh terhadap cost of equity

  Variabel dependen: cost of equity capital.

  5. Murni 2004 Variabel Independen: Pengungkapan sukarela, asimetri informasi, danbeta.

  dan biaya modal ekuitas.

  disclosure

  modal ekuitas Terdapat pengaruh yang signifikan antara tingkat

  Variabel dependen: biaya

  Asimetri informasi mempunyai pengaruh signifikan terhadap costof equity capital.

  No Peneliti Tahun Variabel Penelitian Hasil Penelitian

  Variabel dependen: cost of equity capital

  Variabel Independen: asimetri informasi

  3. Komalasari dkk 2001

  Biaya modal ekuitas dapat diukur dalam perusahaan perbankan dengan menggunakan CAE, DCF, CAPM. Hasil dari penelitian ini yaitu model yang paling signifikan adalah model CAPM (Capital Asset Pricing Model ).

  Variabel dependen: Biaya Modal Ekuitas

  

Discounted Cash Flow

Method (DCF), dan

Capital Asset Pricing

Model (CAPM).

  (CAE),

  

Comparable Accounting

Earnings Model

  2. Green et al. 2001 Variabel Independen:

  yang diikuti oleh sedikit analis.

  capital pada perusahaan

  Adanya hubungan antara tingkat pengungkapan sukarela dengan cost of

  Variabel dependen: cost of capital.

  1. Botosan 1997 Variabel Independen: Pengungkapan sukarela, ukuran perusahaan, tingkat pengungkapan.

7. Chancera

2.3 Kerangka konseptual dan Hipotesis

2.3.1 Kerangka Konseptual

  Dalam Wirartha (2005:209) kerangka (landasan) teoritis atau konsepsional adalah kerangka berpikir kita yang bersifat teoritis atau konsepsional mengenai masalah yang akan diteliti. Kerangka berpikir tersebut menggambarkan hubungan antara konsep-konsep atau variabel-variabel yang akan diteliti. Konsep atau variabel itu sendiri merupakan abstraksi dari gejala atau fenomena tang akan diteliti. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Utami (2005) manajemen laba berpengaruh secara positif terhadap biaya modal ekuitas. Semakin tinggi tingkat manajemen laba menunjukkan semakin tinggi risiko imbal hasil saham dan konsekuensinya investor akan menaikkan

  

rate biaya modal ekuitas. Tingkat keuntungan yang disyaratkan dilihat dari

  dua pihak, yaitu investor dan perusahaan. Menurut investor, tinggi rendahnya tingkat keuntungan yang disyaratkan (required rate of return) merupakan tingkat keuntungan (rate of return) yang mencerminkan tingkat risiko dari aktiva yang dimiliki, sedangkan menurut perusahaan yang menggunakan dana (modal), besarnya tingkat keuntungan yang disyaratkan (required rate of

  

return ) merupakan biaya modal (cost of capital) yang harus dikeluarkan

  untuk mendapatkan modal tersebut. Menurut tingkat keuntungan yang disyaratkan biaya modal ekuitas timbul karena adanya antisipasi investor yang mengajukan tingkat pengembalian minimum yang harus dikembalikan perusahaan (rate of return) dan perusahaan melakukan tindakan manajemen laba sebagai umpan utama investor dalam berinvestasi.

  Hubungan antara biaya modal ekuitas dan manajemen laba secara deskriptif adalah biaya modal ekuitas timbul sebagai konsekuensi adanya praktik manajemen laba. Kerangkan konseptual penelitian ini adalah:

  Ha Manajemen Laba (X) Biaya Modal Ekuitas (Y)

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

  Berdasarkan kerangka pemikiran dan juga didasari oleh penelitian sebelumnya, penelitian ini merupakan penelitian replikasi dari penelitian sebelumnya yang bertujuan untuk memberikan bukti empiris mengenai pengaruh manajemen laba terhadap biaya modal ekuitas.

2.3.2 Hipotesis Penelitian

  Menurut Idrus (2009 : 53), “hipotesis memiliki makna simpulan yang sifatnya masih rendah. Secara singkat hipotesis dapat dinyatakan sebagai simpulan sementara penelitian”. Kegunaannya untuk menjadikan arah penelitian semakin jelas atau memberikan arah bagi peneliti untuk melaksanakan penelitiannya secara baik. Dalam penelitian ini, hipotesis yang digunakan yaitu: H : Manajemen laba tidak berpengaruh terhadap biaya modal ekuitas

  H Manajemen laba berpengaruh positif terhadap biaya modal ekuitas

  : a

Dokumen yang terkait

Pengaruh Manajemen Laba terhadap Biaya Modal Ekuitas pada Perusahaan Pertambangan yang terdaftar di BEI pada tahun 2009-2012

6 124 76

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Cost of Equity Capital - Pengaruh Intellectual Capital, Asetri Informasi dan Nilai Pasar Ekuitas terhadap Cost of Equity Capital pada perusahaan Otomotif yang Terdaftar di BEI (2011-2013)

0 0 20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1. Manajemen Modal Kerja - Pengaruh Manajemen Modal Kerja, Pertumbuhan Perusahaan, dan Ukuran Perusahaan terhadap Kebijakan Dividen pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pasar Modal - Analisis Pengaruh EPS, PER dan M/B terhadap Return Saham pada Perusahaan Properti dan Real Estate yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 25

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Modal - Pengaruh Modal Kerja Terhadap Profitabilitas Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 1 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Bank - Pengaruh Tingkat Likuiditas, Solvabilitas dan Efisiensi Terhadap Pertumbuhan Laba pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 23

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pasar Modal 2.1.1.1 Pengertian Pasar Modal - Pengaruh Earning per Share, Price Earning Ratio, Debt to Equity Ratio & Volume Perdagangan Saham terhadap Return Saham pada Perusahaan Kategori LQ45 yang Terd

0 0 25

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Manajemen Laba - Pengaruh Size, ROA dan Leverage terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Struktur Modal - Pengaruh Struktur Modal dan Return on Asset terhadap Rentabilitas Modal Sendiri pada Perusahaan Barang Konsumsi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1. Struktur Modal 2.1.1.1. Pengertian Struktur Modal - Pengaruh Growth Opportunity, Liquidity, Profitability, dan Tangibility terhadap Struktur Modal pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efe

0 0 26