BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebijakan Moneter 2.1.1 Pengertian Kebijakan Moneter - Analisis Peranan Kebijakan Moneter Dalam Menangani Dampak Variabel Shock External Di Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kebijakan Moneter

2.1.1 Pengertian Kebijakan Moneter

  Menurut Mishkin (2004), kebijakan moneter adalah semua upaya atau tindakan Bank Sentral dalam mempengaruhi perkembangan variabel moneter (uang beredar, suku bunga kredit, dan nilai tukar) untuk mencapai tujuan ekonomi tertentu. Sementara itu Ismail (2006) menyatakan bahwa kebijakan moneter adalah tindakan yang dilakukan oleh penguasa moneter (biasanya Bank Sentral) untuk mempengaruhi jumlah uang beredar dan kredit yang pada gilirannya akan mempengaruhi kegiatan ekonomi masyarakat.

  Kebijakan moneter dilakukan oleh bank sentral sebagai otoritas moneter untuk menjaga stabilitas moneter yang operasionalnya dilakukan oleh bank umum dan lembaga keuangan non bank. Dengan demikian Bank Indonesia sebagai bank sentral memiliki kewajiban untuk mengawasi aktivitas usaha yang dilakukan bank umum dan non bank sehingga tujuan ekonomi makro tercapai. Tujuan kebijakan moneter sebagai upaya untuk memecahkan isu ekonomi makro dalam kerangka memacu pertumbuhan ekonomi, pengendalian inflasi, dan mengatasi pengangguran.

  Secara eksplisit dinyatakan bahwa inflasi yang rendah dan stabil merupakan tujuan utama dari kebijakan moneter dengan menggunakan instrumen suku bunga Bank Indonesia (BI Rate) sebagai pengganti dari jumlah uang beredar

  

(Base Money). Sejalan dengan kebijakan moneter kuantitatif yaitu dengan

  pengaturan tingkat suku bunga, Bank Indonesia menggunakan instrumen BI Rate dalam rangka stabilisasi harga demi tercapainya target pertumbuhan ekonomi yang telah ditetapkan sebelumnya.

  Dari sudut ekonomi makro kebijakan moneter dapat digolongkan dalam 2 bagian yaitu kebijakan moneter ekspansif dan kebijakan moneter kontraktif.

  Kebijakan moneter ekspansif (Monetary Expansive Policy) adalah suatu kebijakan yang bertujuan untuk menambah uang beredar. Sedangkan kebijakan moneter kontraktif (Monetary Contractive Policy) adalah kebijakan yang memiliki tujuan untuk mengurangi jumlah uang beredar.

2.1.2 Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter

  Manurung (2008:279) menyatakan ada beberapa mekanisme transmisi kebijakan moneter yaitu :

1. Mekanisme Transmisi Alur Tingkat Bunga

  Tingkat bunga adalah kunci mekanisme transmisi moneter dalam model IS, model LM, model AD, dan model AS. Penurunan tingkat bunga riil dan biaya modal diakibatkan oleh meningkatnya stok uang namun di sisi yang lain akan meningkatkan investasi bisnis. Dengan demikian penurunan tingkat bunga akibat ekspansi moneter akan meningkatkan belanja atau konsumsi dan permintaan agregat.

  Mekanisme transmisi alur tingkat bunga dirumuskan sebagai berikut : m ↑→r↓→i↑→y↑ m ↑→p↑→r↓→i↑→y↑

  dimana : m = stok uang nominal r = tingkat bunga riil p = ekspektasi tingkat harga i = investasi riil y = output riil agregat

  2. Mekanisme Transmisi Alur Harga Aset Mekanisme transmisi alur harga aset terdiri dari efek nilai tukar (exchange

  

rate effect), teori q Tobin dan efek kekayaan (wealth effect). Pertumbuhan

  ekonomi internasional dan nilai tukar fleksibel telah meningkatkan peranan kebijakan moneter internasional dalam penentuan nilai tukar mata uang suatu negara.

  a) Mekanisme transmisi alur efek nilai tukar mata uang dirumuskan : m ↑→r↓→e↓→x↑→y↑

  dimana : e = nilai tukar mata uang x = ekspor riil netto

  b) Teori q Tobin

  Tobin mendefenisikan q sebagai rasio harga pasar perusahaan dengan biaya penggantian modal. Jika q tinggi maka rasio harga pasar perusahaan dengan biaya penggantian modal tinggi, dan sebaliknya jika q rendah maka rasio harga pasar perusahaan dengan biaya pengganti an modal rendah. Ekspansi moneter akan meningkatkan ekspektasi harga saham perusahaan dan akibatnya rasio harga pasar perusahaan dengan biaya penggantian modal naik.

  Mekanisme transmisi alur teori q Tobin dirumuskan : m ↑→s↑→q↑→i↑→y↑ dimana : s = ekspektasi harga saham q = rasio harga pasar saham dengan biaya penggantian modal

  c) Mekanisme transmisi alur efek kekayaan dirumuskan : m ↑→s↑→w↑→c↑→y↑

  dimana : w = kekayaan keuangan atau neraca konsumen c = konsumsi riil rumah tangga

  3. Mekanisme Transmisi Alur Kredit Mekanisme transmisi alur kredit terdiri atas mekanisme transmisi alur pinjaman bank, alur neraca, alur arus kas, alur tingkat, harga tak terantisipasi dan alur likuiditas rumah tangga.Ketergantungan bisnis terhadap kredit sistem perbankan dalam pembiayaan mengakibatkan peningkatan kredit sistem perbankan, investasi, dan output riil agregat.

2.2 Teori-Teori Perdagangan Internasional

  Ada beberapa teori perdagangan internasional (Apridar, 2009) yaitu : a. Teori Keunggulan Mutlak/Absolut (The Theory of Absolute Advantage)

  Pandangan ini berpendapat bahwa logam mulia tidak mungkin ditumpuk dengan surplus ekspor karena logam mulia akan mengalir dengan sendirinya melalui perdagangan internasional (price specie flow mechanism). Adam Smith menginginkan tidak adanya campur tangan pemerintah dalam perdagangan bebas, karena perdagangan bebas akan membuat orang bekerja keras untuk kepentingan negaranya sendiri dan menciptakan spesialisasi. Spesialisai akan menghasilkan suatu produk yang memiliki keunggulan mutlak (absolute advantage). Menurut Adam Smith dalam teori absolute advantage negara akan memperoleh manfaat perdagangan internasional (gain from trade) karena melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang jika negara ini memiliki keunggulan mutlak tersebut dan akan mengimpor barang bila tidak memiliki ketidakunggulan mutlak.

  Teori keunggulan mutlak meiliki asumsi yaitu : 1. Faktor produksi yang digunakan hanya tenaga kerja.

  2. Kualitas barang yang diproduksi kedua negara sama.

  3. Pertukaran dilakukan secara barter atau tanpa uang.

  4. Biaya transpor diabaikan.

  b.

  Teori Keunggulan Komparatif (The Theory of Comparative Advantage) Teori David Ricardo ini didasarkan pada nilai tenaga kerja atau theory of labor

  

value yang menyatakan bahwa nilai atau harga suatu cost comparative produk

  ditentukan oleh jumlah waktu atau jam kerja yang diperlukan untuk memproduksinya. Menurut teori comparative advantage (labor eficiency), suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang dimana negara tersebut dapat berproduksi relatif lebih efisien serta mengimpor barang dimana negara tersebut berproduksi relatif kurang/tidak efisien.

  Dalam teori ini, setiap negara mengkhususkan produksinya dalam bidang yang diungguli secara komparatif dan semua negara melakukan perdagangan secara bebas tanpa hambatan, maka akan tercapainya efisiensi dalam penggunaan faktor- faktor produksi dan pada gilirannya produksi dunia secara keseluruhan akan mencapai maksimum. Teori David Ricardo ini didasarkan pada nilai kerja atau

  

theory of labor value , yang menyatakan bahwa nilai atau harga suatu produk ditentukan oleh jumlah waktu atau jam kerja yang diperlukan untuk memproduksinya.

  c.

  Teori Heckscher-Ohlin (Modern Theory of Comparative Advantage) Menurut teori Heckscher-Ohlin atau tori H-O, perbedaan opportunity cost suatu produk antara satu negara dengan negara lain dapat terjadi karena adanya perbedaan jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki (endowment

  

factors) masing-masing negara. Dalam analisisnya, teori modern H-O

  menggunakan dua kurva yaitu kurva “isocost” (kurva yang menggambarkan total biaya produksi yang sama dan kurva “isoquant” (kurva yang menggambarkan total kuantitas produk yang sama.

2.3 INFLASI

  Menurut Boediono (1985:161) defenisi singkat dari inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus menerus.

  Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada sebagian besar dari harga barang-barang lain.

  Sehingga pemerintah menjaga agar tingkat inflasi tetap rendah.

  Sadono Soekirno (2004) berdasarkan kepada sumber atau penyebab kenaikan harga-harga yang berlaku, inflasi dibedakan atas :

1. Inflasi Tarikan Permintaan Inflasi ini biasanya terjadi pada masa perekonomian berkembang dengan pesat.

  Kesempatan kerja yang tinggi menciptakan tingkat pendapatan yang tinggi dan selanjutnya menimbulkan pengeluaran yang melebihi kemampuan ekonomi menegluarkan barang dan jasa. Pengeluaran yang berlebihan ini akan menimbulkan inflasi

  2. Inflasi Desakan Biaya Inflasi ini berlaku dalam masa perekonomian berkembang dengan pesat ketika tingkat pengangguran rendah. Apabila perusahaan-perusahaan masih menghadapi permintaan yang bertambah, mereka akan berusaha menaikkan produksi dengan cara memberikan gaji dan upah yang lebih tinggi kepada pekerjanya dan mencari pekerja baru dengan tawaran pembayaran yang lebih tinggi ini. Langkah ini mengakibatkan biaya produksi meningkat, yang akhirnya akan menyebabkan kenaikan harga-harga berbagai barang.

  3. Inflasi Diimpor Inflasi ini akan terwujud apabila barang-barang impor yang mengalami kenaikan harga mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan pengeluaran perusahaan-perusahaan.

  Berdasarkan pada tingkat kelajuan kenaikan harga-harga yang berlaku, inflasi dapat dibedakan atas : a.

  Inflasi Merayap Inflasi merayap adalah proses kenaikan harga-harga yang lambat jalannya.

  Yang digolongkan kepada inflasi ini adalah kenaikan harga-harga yang tingkatnya tidak melebihi dua atau tiga persen setahun.

  b.

  Hiperinflasi

  Hiperinflasi adalah proses kenaikan harga-harga yang sangat cepat, yang menyebabkan tingkat harga menjadi dua atau beberapa kali lipat dalam masa yang singkat.

  c.

   Inflasi Sederhana (Moderate) Inflasi ini di sebagian negara mencapai antara 5 hingga 10 persen.

  Menurut Boediono (1985) berdasarkan atas dasar sebab-musabab awal dari inflasi dibagi menjadi : a.

  Demand Inflation Inflasi yang timbul karena permintaan masyarakat akan berbagai barang terlalu kuat.

  b.

  Cost Inflation Inflasi yang timbul karena kenaikan biaya produksi.

2.4 KURS

  Menurut Mankiw (2006) kurs (exchange rate) antara dua negara adalah tingkat harga yang disepakati penduduk kedua negara untuk saling melakukan perdagangan. Sementara itu menurut Yoopi (2004) nilai tukar atau exchange rate atau kurs adalah harga relatif mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain.

  Para ekonom membedakan kurs menjadi 2 yaitu 1. Kurs Nominal (nominal exchange rate) Kurs nominal adalah harga relatif dari mata uang dua negara. Sebagai contoh, jika kurs antara dolar AS dan yen Jepang adalah 120 yen per dolar, maka anda bisa menukar 1 dolar untuk 120 yen di pasar uang.

2. Kurs Riil (real exchange rate)

  Kurs riil adalah harga relatif dari barang-barang diantara dua negara. Kurs ini menyatakan tingkat dimana kita bisa memperdagangkan barang-barang dari suatu negara untuk barang-barang dari negara lain. Kurs riil kadang-kadang disebut terms of trade.

  Hubungan antara kurs riil dan kurs nominal : Kurs Riil = Kurs Nominal x Harga Barang Domestik

  Harga Barang Luar Negeri Tingkat harga dimana kita memperdagangkan barang domestik dengan barang luar negeri tergantung pada harga barang dalam mata uang lokal dan pada tingkat kurs yang berlaku.

  Faktor-faktor yang mempengaruhi kurs adalah sebagai berikut : • Perubahan dalam citarasa masyarakat.

  • Perubahan harga barang ekspor dan impor
  • Kenaikan harga umum (inflasi) • Perubahan suku bunga dan tingkat pengembalian investasi.

  Dalam sistem perekonomian terbuka ada sistem kurs yang dikenal (Mankiw, 2006) yaitu: A.

  Kurs Mengambang (Floating Exchange Rate)

  Dibawah kurs mengambang, kurs ditentukan oleh pasar dan dibiarkan berfluktuasi dengan bebas untuk menanggapi kondisi perekonomian yang sedang berubah. Pada kasus ini, kurs e menyesuaikan untuk mencapai keseimbangan simultan di pasar barang dan pasar uang. Ketika sesuatu terjadi pada keseimbangan tersebut, kurs memungkinkan untuk bergerak ke nilai keseimbangan baru.

  B.

  Kurs Tetap (Fixed Exchange Rates) Di bawah kurs tetap, bank sentral mengumumkan nilai kurs dan siap untuk membeli dan menjual mata uang domestik untuk mempertahankan kurs sesuai dengan tingkat yang diumumkan. Dengan kata lain, esensi dari sistem kurs tetap adalah komitmen bank sentral untuk membiarkan jumlah uang beredar menyesuaikan pada level berapapun akan menjamin kurs ekuilibrium sama dengan kurs yang diumumkan. Menurut Levin, 1975 (dalam buku memahmi kurs valuta asing, Yoopi, 2004) sistem nilai tukar tetap bersifat excessive rigidity atau sangat kaku. Di sisi lain, sistem nilai tukar mengambang mendorong spekulasi yang bersifat destabilizing.

2.5 BI Rate

   BI Rate adalah suku bunga instrumen sinyalin Bank Indonesia ditetapkan

  pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) triwulan untuk berlaku selama satu triwulan berjalan, kecuali ditetapkan berbeda oleh RDG bulanan dalam triwulan yang sama. Dengan demikian, suku bunga tertimbang rata-rata hasil lelang SBI tidak lagi diinterpretasikan oleh stakeholders sebagai sinyal kebijakan moneter Bank Indonesia.

  BI Rate diumumkan kepada publik segera setelah ditetapkan dalam RDG

  sebagai sinyal kebijakan moneter dalam merespon prospek pencapaian sasaran inflasi ke depan. Fungsi BI Rate adalah sebagai sinyal kebijakan dan sasaran pengendalian moneter bagi Bank Indonesia. Dengan langkah ini kebijakan moneter diharapkan dapat lebih mudah dan lebih pasti ditangkap oleh pelaku pasar dan masyarakat sehingga dapat pula meningkatkan efektivitas moneter.

2.6 Suku Bunga Bank Sentral Amerika (The Fed)

  Suku bunga The Fed merupakan tingkat suku bunga moneter yang ditetapkan oleh Federal Open Market Commite (FOMC) atau Komite Pasar Terbuka Bank Sentral Amerika. Penetapan tingkat suku bunga The Fed ini merupakan sebuah piranti moneter Bank Sebtral Amerika untuk mempengaruhi jumlah uang beredar. Hal ini dilakukan melalui salah satu kebijakan yaitu operasi pasar terbuka.

  Perubahan tingkat suku bunga The Fed secara langsung akan mempengaruhi perkembangan ekonomi global seperti tingkat suku bunga internasional. Hal ini karena nilai mata uang dollar Amerika yang stabil sehingga banyak dipakai dalam transaksi internasional. Hal ini membuat pengaruh terhadap tingkat suku bunga negara-negara yang memakai dollar dalam transaksi tersebut.

  Di Indonesia, perkembangan suku bunga di dalam negeri selain dipengaruhi oleh inflasi, juga dipengaruhi oleh suku bunga luar negeri terutama Amerika Serikat. Penurunan dan peningkatan suku bunga dalam negeri ini sejalan dengan kebijakan Bank Indonesia untuk mengupayakan perbedaan selisih antara tingkat suku bunga domestik (BI Rate) dengan tingkat suku bunga luar negeri The

  

Fed berada pada tingkat yang wajar, guna mengurangi ekspansi moneter yang

berasal dari aliran modal masuk terutama yang berjangka pendek.

2.7 Pertumbuhan Ekonomi

  Pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat menggambarkan kondisi perekonomian negara tersebut. Hal itu sangat berpengaruh karena pertumbuhan ekonomi dapat merangsang investor untuk menanamkan modalnya di negara tersebut. Pertumbuhan ekonomi adalah proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu (wikipedia.org).

  Menurut Samuelson (2001) pertumbuhan ekonomi menggambarkan ekspansi GDP potensial atau output nasional negara. Dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi terjadi apabila batas kemungkinan produksi (production-

  

possiblity frontier/PPF) bangsa bergeser keluar. Pertumbuhan ekonomi meliputi

  pertumbuhan output perkapita merupakan sasaran penting pemerintah karena berkaitan dengan peningktan rata-rata riil pendapatan dan standar-standar hidup.

  Ada empat faktor pertumbuhan ekonomi yaitu : 1. Sumber daya manusia (penawaran tenaga kerja, pendidikan, displin, motivasi).

  2. Sumber daya alam (tanah, mineral, bahan bakar, kualitas lingkungan).

  3. Pembentukan modal (mesin, pabrik, jalan).

  4. Teknologi (sains, rekayasa, manajemen, kewirausahaan)

  Sadono Sukirno (2004) menyatakan bahwa dalam kegiatan perekonomian yang sebenarnya pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan fisikal produksi barang dan jasa yang berlaku di suatu negara, seperti pertambahan dan jumlah produksi barang industri, perkembangan infrastruktur, pertambahan jumlah sekolah, pertambahan produksi sektor jasa dan pertambahan produksi barang modal.

  Todaro (2006) menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses peningkatan kapasitas produksi dari perekonomian secara komprehensif dan terus menerus atau berkesinambungan sepanjang waktu sehingga menghasilkan tingkat pendapatan nasional yang semakin lama semakin besar.

2.8 Teori Pertumbuhan Ekonomi Menurut Ahli

  2.8.1 Teori Pertumbuhan Klasik

  Menurut pandangan ahli-ahli ekonomi klasik (Sadono Sukirno, 2004) ada empat faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yaitu : jumlah penduduk, jumlah stok barang-barang modal, luas tanah dan kekayaan alam, serta tingkat teknologi yang digunakan.

  2.8.2 Teori Schumpeter

  Teori Schumpeter menekankan tentang pentingnya peranan pengusaha di dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi. Para pengusaha merupakan golongan yang akan terus-menerus membuat pembaharuan atau inovasi dalam kegiatan ekonomi. Menurut Schumpeter makin tinggi tingkat kemajuan sesuatu ekonomi semakin terbatas kemungkinan untuk mengadakan inovasi. Pada akhirnya akan akan tercapai tingkat “keadaan tidak berkembang” atau “stationary state”.

2.8.3 Teori Harrod-Domar

  Teori Harrod-Domar bertujuan untuk menerangkan syarat yang harus dipenuhi supaya suatu perekonomian dapat mencapai pertumbuhan yang teguh atau steady growth dalam jangka panjang. Dalam Teori Harrod-Domar tidak diperhatikan syarat untuk mencapai kapasitas penuh apabila ekonomi terdiri dari tiga sektor atau empat sektor. Melalui analisis Harrod-Domar dapat dilihat bahwa dalam jangka panjang pertambahan pengeluaran agregat yang berkepanjangan perlu dicapai untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi yang teguh hanya mungkin dicapai apabila I+G+(X-M) terus menerus bertambah dengan tingkat yang menggalakkan.

2.9 Penelitian-Penelitian Terdahulu

  Penelitian Yu Hsing (2012) meneliti tentang dampak dari desakan makroekonomi dan shock eksternal terhadap produksi riil di Indonesia. Penelitian ini menggunakan model IS-MP untuk mempelajari dampak potensial dari variabel ekonomi makro yang sudah dipilih dan shock eksternal yaitu harga minyak dunia terhadap GDP Indonesia. Hasilnya menunjukkan bahwa tingginya tingkat harga, rupiah yang terapresiasi, rendahnya tingkat inflasi, tingginya harga minyak dunia dan rendahnya tingkat persediaan federal diharapkan bisa meningkatkan GDP riil Indonesia. Persentase defisit dari GDP tidak akan mengakibatkan produki meningkat. Oleh karena itu, Indonesia tidak akan menderita karena tingginya harga minyak dunia.

  Penelitian Ibnu Yahya (2007) menganalisis efektivitas kebijakan moneter dalam menangani dampak variabel shock external pada rezim nilai tukar mengambang bebas : studi kasus Indonesia (model struktural VAR : periode 1997:8-2006:12). Penelitian ini ingin menguji efektifitas kebijakan moneter terhadap perubahan variabel harga minyak dunia dan suku bunga internasional pada perekonomian Indonesia dalam rezim nilai tukar mengambang bebas periode Agustus 1997 sampai dengan Desember 2006. Dengan menggunakan model struktural VAR milik Kim dan Roubini (1999) yang telah dimodifikasi oleh Andrea Brischetto dan Graham Voss (1999), maka didapat kesimpulan bahwa kebijakan moneter berlangsung secara efektif dalam mempengaruhi tingkat harga.

  Kebijakan moneter yang cenderung ketat menyebabkan penurunan tingkat inflasi yang diakibatkan oleh peningkatan harga minyak dunia dan suku bunga internasional.

  Penelitian Andrea Brischetto dan Graham Voss (1999) menganalisis efektivitas kebijakan moneter negara Australia dengan memperhatikan variabel shock eksternal, yaitu harga minyak dunia dan suku bunga internasional. Kesimpulan dari penelitian ini adalah respon kualitatif dari tingkat harga dan nilai tukar terhadap perubahan dari kebijakan moneter konsisten dengan teori. Sebagai respon dari perubahan kebijakan moneter mereka mengamati bahwa perubahan terhadap output dan harga, besar dan waktunya konsisten secara empiris untuk Australia dan negara lainnya. Selain itu, model ini juga memberikan prediksi yang tepat untuk dampak terhadap output dan harga dari shock suku bunga luar negeri atau shock siklus bisnis eksternal. Model ini juga berkesimpulan bahwa kebijakan moneter dapat mengurangi dampak dari shock siklus bisnis eksternal.

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

  Peneliti Judul Penelitian Tujuan Penelitian Metode Kesimpulan dan Tahun Penelitian

  Penelitian Impacts of Meneliti dampak Regresi GDP riil memiliki

  Yu Hsing Macroeconomic beberapa variabel Ordinary hubungan yang

  (2012) Forces and ekonomi makro Least Square positif dengan harga External Shocks yang dipilih dan (OLS) dan minyak dunia on Real Output shock eksternal metode for Indonesia termasuk harga Newey-West minyak dunia terhadap produksi riil di Indonesia

  Efektivitas

  1.Menjelaskan Model Kebijakan moneter Ibnu

  Kebijakan bagaimana Struktural berlangsung secara Yahya

  Moneter Dalam pengaruh Vector Auto efektif dalam (2007)

  Menangani perubahan (shock) Regressive mempengaruhi Dampak Variabel harga minyak dunia (VAR) tingkat harga dan

  Shock External Pada Rezim Nilai Tukar Mengambang Bebas : Studi Kasus Indonesia (Model Struktural

  VAR :Periode 1997:8-2006:12) dan tingkat suku bunga internasional terhadap variabel domestik Indonesia seperti pendapatan nasional dan tingkat harga.

  2.Membuktikan apakah kebijakan moneter yang diterakan, terutama penggunaan variabel suku bunga domestik sudah benar dan efektif dalam menghadapi gangguan- gangguan external tersebut. kebijakan moneter yang cenderung ketat menyebabkan penurunan tingkat inflasi yang diakibatkan oleh peningkatan harga minyak dunia dan suku bunga internasional.

  Andrea Brischetto dan Graham Voss (1999)

  A Structural Vector Auto Regression Model of Monetary Policy In Australia

  Menganalisis efektivitas kebijakan moneter negara Australia dengan memperhatikan variabel shock eksternal, yaitu harga minyak dunia dan suku bunga internasional

  Structural Vector Auto Regression Model (VAR)

  Respon kualitatif dari tingkat harga dan nilai tukar terhadap perubahan dari kebijakan moneter adalah konsisten dengan teori. Model ini juga memberikan prediksi yang tepat untuk dampak terhadap output dan harga dari shock suku bunga luar negeri atau shock siklus bisnis eksternal.

2.10 Kerangka Konseptual

  Suku Bunga The FED

  BI Rate Kurs Dollar AS Pertumbuhan

  Ekonomi Terhadap rupiah

  Inflasi Kurs Dollar

  AS BI Rate

  Suku Bunga The FED Pertumbuhan

  Ekonomi Inflasi Dollar AS Suku Bunga

  The FED Pertumbuhan

  BI Rate Ekonomi

  Inflasi

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

2.11 Hipotesis Penelitian

  Berdasarkan teori dan hasil penelitian terdahulu serta variabel- variabel yang dijelaskan dalam penelitian ini untuk menguji apakah terjadi hubungan antar variabel, maka dalam penelitian ini dirumuskan hipotesis sebagai berikut :

  1. Shock kurs dollar Amerika Serikat berpengaruh positif terhadap suku bunga The FED, BI Rate, pertumbuhan ekonomi, inflasi dan nilai tukar rupiah di Indonesia.

  2. Shock suku bunga internasional berpengaruh positif terhadap kurs dollar AS, BI Rate, pertumbuhan ekonomi, inflasi dan nilai tukar rupiah di Indonesia.

  3. Kebijakan moneter (BI Rate) berpengaruh positif terhadap kurs dollar AS, suku bunga The FED, pertumbuhan ekonomi, inflasi dan nilai tukar rupiah di Indonesia.