Analisis Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Di Indonesia

(1)

ANALISIS MEKANISME TRANSMISI KEBIJAKAN

MONETER DI INDONESIA

TESIS

Oleh

BOBBY RUSDA ZEGA

087018003/EP

SE

K O L A

H

P A

S C

A S A R JA

NA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(2)

ANALISIS MEKANISME TRANSMISI KEBIJAKAN

MONETER DI INDONESIA

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan pada

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

BOBBY RUSDA ZEGA

087018003/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(3)

Judul Tesis : ANALISIS MEKANISME TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA

Nama Mahasiswa : Bobby Rusda Zega Nomor Pokok : 087018003

Program Studi : Ekonomi Pembangunan

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Dr. Jonni Manurung, M.S) Ketua

(Drs. Rahmad Sumanjaya, M.Si) Anggota

Ketua Program Studi

(Dr. Murni Daulay, SE., M.Si)

Direktur

(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 09 September 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Jonni Manurung, M.S

Anggota : 1. Drs. Rahmad Sumanjaya, M.Si 2. Dr. Murni Daulay, M.Si

3. Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec 4. Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, Ph.D


(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul:

“ANALISIS MEKANISME TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA”.

Adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.

Medan, September 2009 Yang membuat pernyataan

Bobby Rusda Zega 087018003/EP


(6)

ABSTRAK

Kebijakan moneter adalah kebijakan yang diambil oleh otoritas moneter dalam mempengaruhi perekonomian. Bagaimana kebijakan moneter itu mempengaruhi perekonomian dapat dilihat melalui suatu mekanisme yang disebut dengan mekanisme transmisi kebijakan moneter yang terdiri atas beberapa jalur transmisi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana mekanisme transmisi yang terjadi di Indonesia melalui jalur kredit jalur suku bunga dan jalur nilai tukar kurun waktu 2000:1-2008:4.

Variabel yang digunakan untuk jalur kredit terdiri atas jumlah uang beredar, deposit, kredit, investasi dan pendapatan domestik bruto. Jalur tingkat bunga terdiri dari jumlah uang beredar, inflasi, tingkat bunga, investasi dan pendapatan domestik bruto. Jalur nilai tukar terdiri dari jumlah uang beredar, tingkat bunga, nilai tukar, ekspor netto dan pendapatan domestik bruto. Sistem persamaan VAR digunakan dalam penelitian ini. Sebelumnya dilakukan uji stasioner terhadap data yang digunakan kemudian dilakukan uji kausalitas granger dan uji kointegrasi. Kemudian dilanjutkan dengan Impulse Response Function dan variance decomposition.

Semua analisis data manggunakan perangkat lunak Eviews. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama periode penelitian mekanisme transmisi kebijakan moneter di Indonesia selama periode penelitian terjadi melalui tiga jalur yaitu jalur kredit, jalur tingkat bunga dan jalur nilai tukar. Dalam jangka pendek kebijakan moneter ditransmisikan melalui jalur tingkat bunga dan jalur nilai tukar. Dalam jangka panjang kebijakan moneter ditansmisikan melalui jalur kredit dan jalur nilai tukar.

Kata Kunci: Kebijakan moneter, Mekanisme transmisi, VAR, Jalur kredit, Jalur tingkat bunga, Jalur nilai tukar.


(7)

ABSTRACT

Monetary policy is policy that took by monetary authority in regards economics. How is that monetary policy regard economics can thru see a mechanism so-called with monetary policy transmission mechanism that consist of umpteen transmission line. This research intent to see how transmission mechanism that happens Indonesia via channel credit channel rate of interest and exchange rate channel time period 2000:1 - 2008:4.

Variable that utilized for credit channel consisting of money supply, deposit, credit, investment and gross domestic product. Interest rate channel consisting of money supply, inflation, interest rate, investment and gross domestic product. Exchange rate channel consisting of money supply, interest rate, exchange rate, net export and gross domestic product. VAR equation system is utilized in this research. Previously been done stasionerity test to data that is utilized then done by granger's causality test and cointegration test. Then drawned out by Impulse Response Function and variance decomposition.

All data was analizing utilize by Eviews's software. Result observationaling to point out that up to transmission mechanism research period monetary policy at Indonesian up to research period happens to pass through three channels which is credit channels, interest rate channel and exchange rate channel. In the short term monetary policy transmission mechanism pass through interest rate channel and exchange rate channel. In a long term monetary policy transmission mechanism pass through credit channel and exchange rate channel.

Keywords: Monetary policy, Transmission mechanism, VAR, Kredit channel,


(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan hikmat dan hidayah kepada penulis, sehingga penulis dapat mengerjakan dan menyelesaikan tesis yang berjudul “Analisis Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia” sebagai tugas akhir pada Program Studi Ekonomi Pembangunan, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus dan sebanyak-banyaknya kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan, dukungan, dan bantuan selama proses penyelesaian tesis ini. Secara khusus, penulis haturkan terima kasih kepada: 1. Bapak Prof. Chairuddin P Lubis, DTM&H, Sp. A (K) selaku Rektor Universitas

Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan sehingga bisa mengikuti dan menyelesaikan program pendidikan Magister.

2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, beserta seluruh staf pengajar dan pegawai, khususnya pada Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan pengajaran dan bimbingan selama proses perkuliahan hingga penulis mampu menyelesaikan studi ini.

3. Bapak Dr. Jonni Manurung, MS selaku Dosen Pembimbing I yang telah membimbing selama penyelesaian tesis ini serta dengan arif dan bijaksana dapat mengarahkan kami sehingga mampu menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. 4. Bapak Drs. Rahmad Sumanjaya, M.Si selaku Dosen Pembimbing II yang telah

memberi masukan dan bantuan kepada penulis dan penyelesain tesis ini.

5. Ibu Dr. Murni Daulay, M.Si selaku Dosen Pembanding yang telah membantu, memberikan kritik dan saran serta mengarahkan dan memberikan pelajaran yang sangat berharga kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan sebaik-baiknya.


(9)

6. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec dan Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, Ph.D selaku Dosen Pembanding yang telah membantu penulis, memberikan motivasi dan dukungan moril sehingga penulis dapat semangat menyelesaikan tesis ini dengan baik.

7. Kedua orang tuaku tercinta Ayahanda Mhd. Natsir Zega dan Ibunda Nurhamidah Zalukhu yang telah memberikan kasih sayangnya serta dukungan moril dan meteril sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik serta buat saudara-saudaraku Hilda dan Jefri atas dukungan yang telah mereka berikan kepada penulis.

8. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara angkatan 14 dan 15 yang telah sama-sama berjuang dengan penulis, dalam menyelesaikan studi dan telah memberikan banyak bantuan dan dukungan yang luar biasa.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar nantinya dapat menjadi lebih baik dan sempurna. Akhirnya penulis memohon agar Allah SWT memberikan limpahan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis dan semua pihak yang telah memberikan bantuannya selama ini.

Medan, September 2009 Penulis,

Bobby Rusda Zega NIM. 087018003


(10)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Bobby Rusda Zega

Tempat dan Tanggal Lahir : Gunungsitoli, 08 April 1985

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Nama Orang Tua

Ayah : Mhd. Natsir Zega

Ibu : Nurhamidah Zalukhu

Alamat Rumah : Jl. Sakti Lubis Gg. Usaha No. 46 Medan Pendidikan

1. Tahun 1991-1997 : SD Negeri 070974 Gunungsitoli 2. Tahun 1997-2000 : SMP Negeri 1 Teluk Dalam 3. Tahun 2000-2003 : SMU Negeri 1 Gunungsitoli 4. Tahun 2003-2007 : Universitas Sumatera Utara

Jurusan Ekonomi Pembangunan 5. Tahun 2008-2009 : Program Studi Ekonomi Pembangunan


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Perumusan Masalah... 6

1.3 Tujuan Penelitian... 8

1.4 Manfaaat Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Kebijakan Moneter ... 10

2.1.1 Pengertian Kebijakan Moneter... 10

2.1.2 Instrumen Kebijakan Moneter ... 11

2.2 Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter... 14

2.3 Tahapan Transmisi Moneter ... 17

2.4 Jalur Transmisi Kebijakan Moneter ... 20

2.4.1 Jalur Langsung ... 21

2.4.2 Jalur Suku Bunga ... 23

2.4.3 Jalur Kredit... 25

2.4.4 Jalur Harga Aset... 28


(12)

2.4.6 Jalur Ekspektasi... 34

2.5 Penelitian Terdahulu... 36

2.6 Kerangka Pemikiran ... 42

2.7 Hipotesis Penelitian ... 44

BAB III METODE PENELITIAN ... 45

3.1 Ruang Lingkup Penelitian ... 45

3.2 Jenis dan Sumber Data ... 45

3.3 Uji Asumsi ... 45

3.3.1 Uji Stasionaritas Data... 45

3.3.2 Uji Kointegrasi... 48

3.3.3 Uji Kausalitas... 51

3.4 Model Analisis... 53

3.4.1 Vector Autoregression (VAR) ... 53

3.4.2 Impulse Response Function (IRF)... 55

3.4.3 Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) ... 55

3.5 Definisi Operasional ... 57

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 58

4.1 Perkembangan Beberapa Indikator Ekonomi ... 58

4.1.1 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia ... 58

4.1.2 Perkembangan Stok Uang (Base Money)... 62

4.1.3 Perkembangan Deposit dan Keredit Perbankan... 63

4.1.4 Perkembangan Nilai Tukar ... 64

4.2 Hasil Uji Akar-Akar Unit ... 65

4.3 Mekanisme Transmisi Jalur Kredit (Credit Channel) ... 66

4.3.1 Uji Kausalitas Granger... 66

4.3.2 Uji Kointegrasi ... 67

4.3.3 Hasil Estimasi Model Vector Autoregression... 68

4.3.4 Analisis Impulse Respons Function (IRF) ... 72


(13)

4.4 Mekanisme Transmisi Jalur Tingkat Bunga

(Interest Rate Channel) ... 77

4.4.1 Uji Kausalitas Granger... 77

4.4.2 Uji Kointegrasi ... 78

4.4.3 Hasil Estimasi Model Vector Autoregression... 78

4.4.4 Analisis Impulse Respons Function (IRF) ... 82

4.4.5 Analisis Variance Decompositon... 84

4.5 Mekanisme Transmisi Jalur Nilai Tukar (Exchange Rate Channel)... 87

4.5.1 Uji Kausalitas Granger... 87

4.5.2 Uji Kointegrasi ... 88

4.5.3 Hasil Estimasi Model Vector Autoregression... 89

4.5.4 Analisis Impulse Respons Function (IRF) ... 92

4.5.5 Analisis Variance Decomposition... 95

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 98

5.1 Kesimpulan ... 98

5.2 Saran ... 100


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman 4.1 Perkembangan Produk Domestik Bruto Atas Dasar

Harga Konstan Tahun 2000 Periode 2000:1 – 2008:4... 61

4.2 Perkembangan Stock Uang (Base Money) Periode 2000:1 – 2008:4 .. 62

4.3 Uji Akar-Akar Unit pada Tingkat Level ... 65

4.4 Uji Kausalitas Granger... 66

4.5 Uji Kointegrasi ... 68

4.6 Nilai Modulus Seluruh Akar Unit ... 69

4.7 Hasil Estimasi VAR Credit Channel... 71

4.8 Variance Decomposition dari Model VAR Credit Channel... 74

4.9 Uji Kausalitas Granger... 77

4.10 Uji Kointegrasi ... 78

4.11 Nilai Modulus Seluruh Akar Unit ... 79

4.12 Hasil Estimasi VAR Interst Rate Channel... 81

4.13 Variance Decomposition Model VAR Interst Rate Channel... 84

4.14 Uji Kausalitas Granger... 87

4.15 Uji Kointegrasi ... 88

4.16 Nilai Modulus Seluruh Akar Unit ... 89

4.17 Hasil Estimasi Model VAR Exchange Rate Channel... 91

4.18 Variance Decomposition Model VAR Exchange Rate Channel... 95


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Kerangka Pemikiran... 43

4.1 Perkembangan Uang Primer (Base Money) ... 63

4.2 Perkembangan Deposit dan Kredit Perbankan... 63

4.3 Perkembangan Nilai Tukar (Rp/US $)... 64

4.4 Nilai Modulus Seluruh Akar-akar Unit... 70

4.5 Hasil Penaksisran IRF dari Model Credit Channel... 73

4.6 Nilai Modulus Seluruh Akar-akar Unit... 80

4.7 Hasil Penaksiran IRF Model VAR Interst Rate Channel... 83

4.8 Nilai Mudulus Akar-akar Unit ... 90


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Data Penelitian ……….. 105

2. Variance Decomposition untuk Jalur Kredit ……… 106

3. Variance Decomposition untuk Jalur Tingkat Bunga ……….. 107


(17)

ABSTRAK

Kebijakan moneter adalah kebijakan yang diambil oleh otoritas moneter dalam mempengaruhi perekonomian. Bagaimana kebijakan moneter itu mempengaruhi perekonomian dapat dilihat melalui suatu mekanisme yang disebut dengan mekanisme transmisi kebijakan moneter yang terdiri atas beberapa jalur transmisi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana mekanisme transmisi yang terjadi di Indonesia melalui jalur kredit jalur suku bunga dan jalur nilai tukar kurun waktu 2000:1-2008:4.

Variabel yang digunakan untuk jalur kredit terdiri atas jumlah uang beredar, deposit, kredit, investasi dan pendapatan domestik bruto. Jalur tingkat bunga terdiri dari jumlah uang beredar, inflasi, tingkat bunga, investasi dan pendapatan domestik bruto. Jalur nilai tukar terdiri dari jumlah uang beredar, tingkat bunga, nilai tukar, ekspor netto dan pendapatan domestik bruto. Sistem persamaan VAR digunakan dalam penelitian ini. Sebelumnya dilakukan uji stasioner terhadap data yang digunakan kemudian dilakukan uji kausalitas granger dan uji kointegrasi. Kemudian dilanjutkan dengan Impulse Response Function dan variance decomposition.

Semua analisis data manggunakan perangkat lunak Eviews. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama periode penelitian mekanisme transmisi kebijakan moneter di Indonesia selama periode penelitian terjadi melalui tiga jalur yaitu jalur kredit, jalur tingkat bunga dan jalur nilai tukar. Dalam jangka pendek kebijakan moneter ditransmisikan melalui jalur tingkat bunga dan jalur nilai tukar. Dalam jangka panjang kebijakan moneter ditansmisikan melalui jalur kredit dan jalur nilai tukar.

Kata Kunci: Kebijakan moneter, Mekanisme transmisi, VAR, Jalur kredit, Jalur tingkat bunga, Jalur nilai tukar.


(18)

ABSTRACT

Monetary policy is policy that took by monetary authority in regards economics. How is that monetary policy regard economics can thru see a mechanism so-called with monetary policy transmission mechanism that consist of umpteen transmission line. This research intent to see how transmission mechanism that happens Indonesia via channel credit channel rate of interest and exchange rate channel time period 2000:1 - 2008:4.

Variable that utilized for credit channel consisting of money supply, deposit, credit, investment and gross domestic product. Interest rate channel consisting of money supply, inflation, interest rate, investment and gross domestic product. Exchange rate channel consisting of money supply, interest rate, exchange rate, net export and gross domestic product. VAR equation system is utilized in this research. Previously been done stasionerity test to data that is utilized then done by granger's causality test and cointegration test. Then drawned out by Impulse Response Function and variance decomposition.

All data was analizing utilize by Eviews's software. Result observationaling to point out that up to transmission mechanism research period monetary policy at Indonesian up to research period happens to pass through three channels which is credit channels, interest rate channel and exchange rate channel. In the short term monetary policy transmission mechanism pass through interest rate channel and exchange rate channel. In a long term monetary policy transmission mechanism pass through credit channel and exchange rate channel.

Keywords: Monetary policy, Transmission mechanism, VAR, Kredit channel,


(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan ekonomi yang telah berlangsung cukup lama di Indonesia menuntut berbagai prasyarat untuk mencapai keberhasilannya. Salah satunya adalah keterlibatan sektor moneter, yang merupakan salah satu unsur penting dalam proses pembangunan tersebut. Kebijakan moneter sering dipandang mempunyai kekuatan yang lebih dari apa yang secara efektif dapat dicapai dengan kebijakan tersebut. Di satu sisi hal ini dapat dipahami mengingat sektor moneter memang mempunyai fungsi yang mampu memberi pelayanan pada bekerjanya sektor riil baik kegiatan investasi, produksi, distribusi maupun konsumsi. Sektor moneter dan juga kebijakan moneter, merupakan salah satu bagian dari keseluruhan kebijakan pembangunan nasional yang secara bersama-sama dalam suatu sinergi diarahkan untuk mencapai berbagai sasaran pembangunan. Oleh karena itu, pembahasan maupun perumusan kebijakan moneter harus senantiasa ditempatkan pada konteksnya sebagai bagian dari kebijakan ekonomi nasional.

Kebijakan moneter bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri, tetapi terdapat interdependensi terhadap berbagai variabel dalam perekonomian. Di satu sisi,

kebijakan moneter banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor dalam perekonomian, di sisi lain kebijakan moneter secara langsung juga mempengaruhi kondisi moneter


(20)

dan keuangan yang pada gilirannya akan membawa pengaruh terhadap kondisi sektor riil atau sektor nyata.

Di dalam Undang-undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (BI) sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2004 pada Pasal 7 menyatakan bahwa Indonesia telah menganut kebijakan moneter dengan tujuan tunggal yakni mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Stabilitas nilai rupiah terhadap barang dan jasa dapat tercermin pada perkembangan laju inflasi dan stabilitas nilai rupiah terhadap mata uang negara lain tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah. Kebijakan moneter dengan tujuan stabilisasi nilai rupiah mulai diterapkan sejak tahun 2000. Tujuan tunggal kebijakan moneter Bank Indonesia tersebut terangkum dalam kerangka strategis penargetan inflasi (inflation targeting

framework). Penargetan inflasi adalah sebuah kerangka kerja untuk kebijakan

moneter yang ditandai dengan pengumuman kepada masyarakat tentang angka target inflasi dalam satu periode tertentu (Warjiyo dkk, 2003). Penargetan inflasi secara eksplisit menyatakan bahwa tujuan akhir kebijakan moneter adalah mencapai dan menjaga tingkat inflasi yang rendah dan stabil. Berkaitan dengan tujuan penargetan inflasi, yaitu untuk mencapai laju inflasi yang rendah dan stabil dalam jangka panjang, maka pemerintah dan Bank Indonesia menetapkan bahwa sasaran inflasi jangka menengah dan panjang yang ingin dicapai adalah sebesar 3%. Untuk mencapai keinginan tersebut, Pemerintah dan Bank Indonesia menetapkan sasaran inflasi jangka pendek yang harus dicapai setiap tahun.


(21)

Sejak tanggal 14 Agustus 1997 pemerintah menetapkan sistem nilai tukar yang dianut adalah sistem nilai tukar mengambang bebas. Dalam sistem nilai tukar mengambang bebas, nilai tukar dibiarkan bergerak sesuai dengan kekuatan permintaan dan penawaran yang terjadi di pasar. Sistem nilai tukar mengambang bebas memungkinkan terjadinya nilai tukar yang sangat fluktuatif sehingga dapat menambah ketidakpastian bagi dunia usaha. Yang dapat dilakukan oleh Bank Indonesia adalah menjaga agar fluktuasinya tidak tinggi. Pengukuran yang tepat mengenai dampak kebijakan moneter terhadap ekonomi sangatlah penting, baik untuk membuat kebijakan yang tepat maupun untuk memilih di antara alternatif terbaik yang sesuai dengan teori makroekonomi. Hal ini dilakukan karena masih terdapat ketidakpastian yang besar mengenai dampak kebijakan moneter pada aktivitas ekonomi.

Perubahan perilaku otoritas moneter, perbankan dan sektor keuangan serta pelaku ekonomi akan berpengaruh pada interaksi yang dilakukannya dalam berbagai aktivitas perekonomian dan akan membawa perubahan pada mekanisme transmisi kebijakan moneter. Dalam banyak hal, karena merupakan perubahan perilaku dan ekspektasi, mekanisme transmisi kebijakan moneter dimaksud diliputi ketidakpastian dan relatif sulit diprediksi (Blinder, 1998). Setiap perubahan kebijakan otoritas moneter akan senantiasa diikuti oleh perubahan perilaku dunia keuangan dan perbankan serta para pelaku ekonomi dalam berbagai aktivitasnya. Sebagai contoh misalnya setiap pernyataan Ketua Dewan Gubernur terutama Federal Reserve Bank Amerika Serikat, berpengaruh pada ekspektasi para pelaku pasar keuangan di


(22)

berbagai kawasan dunia. Demikian pula perubahan perilaku dunia perbankan dalam operasi perbankan dengan adanya inovasi baru, seperti keengganan bank dalam menyalurkan kredit dan maraknya produk derivatif dalam transaksi valuta asing, juga berpengaruh pada mekanisme transmisi kebijakan moneter sehingga otoritas moneter perlu mempertimbangkan perubahan ini dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan moneter.

Terdapat beberapa penelitian mengenai pengaruh kebijakan moneter terhadap perekonomian salah satunya diantaranya melalui suku bunga terhadap beberapa variabel makroekonomi pada satu atau beberapa negara. Cheng (2006) menganalisis dampak kejutan kebijakan moneter di negara Kenya. Cheng (2006) menyatakan bahwa peningkatan suku bunga jangka pendek cenderung diikuti oleh penurunan tingkat harga dan apresiasi nilai tukar nominal, namun tidak memiliki dampak yang signifikan terhadap output. Penelitian lain yang dilakukan oleh Dabla-Norris dan Floerkemeier (2006) menganalisis dampak kebijakan moneter di negara Armenia. Dabla-Norris dan Floerkemeier (2006) menunjukkan bahwa kemampuan kebijakan moneter dalam mempengaruhi aktivitas ekonomi dan inflasi masih terbatas. Jalur suku bunga tetap lemah dalam mempengaruhi output.

Untuk kasus Indonesia sudah banyak penelitian yang dilakukan untuk melihat pengaruh dan dampak kebijakan moneter yang diambil oleh otoritas moneter dalam mempengaruhi perekonomian. Di antaranya penelitian yang dilakukan Julaihah dan Insukindro (2004) menyatakan bahwa suku bunga SBI mampu mempengaruhi pergerakan suku bunga deposito satu bulan, indeks harga konsumen (IHK), tingkat


(23)

output, dan nilai tukar. Bahkan, kejutan suku bunga sertifikat Bank Indonesia (SBI) mampu memberi kontribusi dalam menjelaskan variabilitas pertumbuhan ekonomi meskipun dalam jangka panjang. Selanjutnya, Solikin (2005) menyatakan bahwa suku bunga SBI berpengaruh secara signifikan dan persisten hanya pada inflasi. Namun, pengaruhnya terhadap pertumbuhan output dan kesempatan kerja relatif kecil. Selain itu, Nuryati, Siregar dan Ratnawati (2006) menyatakan bahwa suku bunga SBI hanya berpengaruh sangat kecil terhadap tingkat harga dan nilai tukar.

Walaupun terdapat beberapa penelitian terdahulu mengenai pengaruh kebijakan moneter terhadap variabel ekonomi, penelitian ini penting untuk dilakukan. Pengukuran yang tepat mengenai dampak perubahan kebijakan moneter terhadap ekonomi sangatlah penting, baik untuk membuat kebijakan yang tepat maupun untuk memilih diantara alternatif teori makroekonomi (Bernanke dan Mihov, 1998). Sementara itu, masih terdapat ketidakpastian yang besar mengenai dampak kebijakan moneter pada aktivitas ekonomi dan harga (Fung, 2002). Sehingga perlu dilakukan suatu studi untuk melihat bagaimana suatu kebijakan yang diambil otoritas moneter mempengaruhi perekonomian suatu negara. Bagaimana kebijakan moneter mempengaruhi perekonomian terutama sektor riil dapat dilihat melalui mekanisme transmisi kebijakan moneter.

Mekanisme transmisi kebijakan moneter dapat berpengaruh terhadap aktifitas ekonomi dan bisnis melalui jalur tingkat bunga (interest rate channel), jalur harga aktiva (asset price channel) dan jalur kredit (credit channel) (Manurung dan Manurung, 2009). Permasalahan dari mekanisme transmisi kebijakan moneter adalah


(24)

memilih jalur transmisi yang paling efektif dalam meningkatkan aktifitas ekonomi dan bisnis. Dalam perekonomian yang semakin terbuka sejalan dengan arus globalisasi, perkembangan perekonomian suatu negara akan dipengaruhi oleh pola perkembangan perekonomian negara lain. Pengaruh ini terjadi melalui perubahan nilai tukar mata uang, kegiatan ekspor dan impor serta arus dana masuk dan keluar dari negara yang bersangkutuan. Dengan kondisi seperti ini peranan jalur transmisi kebijakan moneter seperti suku bunga, kredit dan harga aset menjadi semakin penting.

1.2. Perumusan Masalah

Tugas pokok Bank Indonesia sebagai otoritas moneter saat ini menjadi lebih fokus karena memiliki sasaran tunggal. Namun, dalam pelaksanaannya tugas tersebut cukup berat mengingat kestabilan nilai rupiah tidak sepenuhnya dapat dikendalikan oleh Bank Indonesia. Bank Indonesia hanya memiliki kemampuan untuk mempengaruhi tekanan inflasi dari sisi permintaan, sedang tekanan inflasi yang berasal dari sisi penawaran sepenuhnya berada di luar pengendalian Bank Indonesia. Demikian pula dengan ditetapkannya sistem nilai tukar mengambang bebas maka nilai tukar rupiah akan sepenuhnya ditetapkan oleh kekuatan pasar. Tujuan tunggal kebijakan moneter Bank Indonesia untuk menjaga stabilitas nilai rupiah terangkum dalam kerangka kerja penargetan inflasi.

Berdasarkan paparan pada latar belakang, maka terlihat pentingnya pemahaman mengenai apakah kebijakan moneter memiliki dampak terhadap


(25)

perekonomian mengingat tujuan kebijakan moneter adalah untuk menggerakkan perekonomian yang mana pengaruhnya dapat dilihat melalui mekanisme transmisi kebijakan moneter, sehingga permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah terdapat saling pengaruh antara variabel dalam penelitian yaitu jumlah uang beredar, deposit sistem perbankan, kredit sistem perbankan, investasi dan pendapatan nasional dalam mentransmisikan kebijakan moneter di Indonesia melalui jalur kredit?

2. Apakah terdapat saling pengaruh antara variabel dalam penelitian yaitu jumlah uang beredar, tingkat bunga, nilai tukar, net ekspor dan pendapatan nasional dalam mentransmisikan kebijakan moneter di Indonesia jalur nilai tukar?

3. Apakah terdapat saling pengaruh antara variabel dalam penelitian yaitu jumlah uang beredar, inflasi, tingkat bunga, investasi dan pendapatan nasional dalam mentransmisikan kebijakan moneter di Indonesia melalui jalur tingkat bunga?

4. Apakah masing-masing variabel memiliki kontribusi terhadap perubahan variabel lainnya di dalam penelitian yaitu jumlah uang beredar, tingkat bunga, deposit sistem perbankan, inflasi, nilai tukar, kredit sistem perbankan, net ekspor, investasi dan pendapatan nasional dari masing-masing jalur dalam mentransmisikan kebijakan moneter di Indonesia?


(26)

5. Bagaimana mekanisme transmisi kebijakan moneter yang terjadi di Indonesia selama periode penelitian?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh antara variabel dalam penelitian yaitu jumlah uang beredar, deposit sistem perbankan, kredit sistem perbankan, investasi dan pendapatan nasional dalam mentransmisikan kebijakan moneter di Indonesia melalui jalur kredit.

2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh antara variabel dalam penelitian yaitu jumlah uang beredar, tingkat bunga, nilai tukar, net ekspor dan pendapatan nasional dalam mentransmisikan kebijakan moneter di Indonesia jalur nilai tukar.

3. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh antara variabel dalam penelitian yaitu jumlah uang beredar, inflasi, tingkat bunga, investasi dan pendapatan nasional dalam mentransmisikan kebijakan moneter di Indonesia melalui jalur tingkat bunga.

4. Untuk mangetahui besar kontribusi dari masing-masing variabel terhadap variabel lainnya di dalam penelitian yaitu jumlah uang beredar, tingkat bunga, deposit sistem perbankan, inflasi, nilai tukar, kredit sistem perbankan, net ekspor, investasi dan pendapatan nasional dari masing-masing jalur dalam mentransmisikan kebijakan moneter di Indonesia.


(27)

5. Untuk mengetahui bagaimana kebijakan moneter yang diambil ditransmisikan di Indonesia selama periode penelitian.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Memberikan gambaran bagaimana kebijakan moneter yang diambil oleh otoritas yang berwenang mempengaruhi perekonomian melalui mekanisme transmisi kebijakan moneter.

2. Hasil penelitian diharapkan memberikan masukan bagi pengambil keputusan baik pemerintah, investor dan pelaku usaha agar dapat mengetahui pengaruh dari kebijakan moneter yang diambil.

3. Menambah wawasan, baik bagi penulis sendiri, maupun pemerhati moneter lainnya terutama di dalam menganalisa pengaruh kebijakan moneter terhadap variabel-variabel makroekonomi serta berguna sebagai referensi dalam penelitian selanjutnya.


(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kebijakan Moneter

2.1.1. Pengertian Kebijakan Moneter

Kebijakan moneter adalah tindakan yang dilakukan oleh penguasa moneter (biasanya bank sentral) untuk mempengaruhi jumlah uang beredar dan kredit yang pada gilirannya akan mempengaruhi kegiatan ekonomi masyarakat. Tujuan kebijakan moneter terutama untuk stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang seimbang. Apabila kestabilan dalam kegiatan ekonomi terganggu, maka kebijakan moneter dapat dipakai untuk memulihkan kondisi yang terganggu (tindakan stabilisasi). Kebijakan moneter adalah bagian dari kebijakan ekonomi makro yang meliputi pula kebijakan-kebijakan lainnya dalam mempengaruhi kegiatan perekonomian. Selain kebijakan moneter, pemerintah secara simultan melaksanakan kebijakan fiskal (anggaran), kebijakan perdagangan luar negeri (trade policy) dan kebijakan mengenai perizinan dan peraturan (licencing and regulation). Selain itu pemerintah juga melaksanakan kebijakan khusus tentang investasi, pasar modal serta kebijakan sektor riil.


(29)

2.1.2 Instrumen Kebijakan Moneter

Di dalam pelaksanaan kebijakan moneter, bank sentral biasanya menggunakan berbagai piranti sebagai instrumen dalam mencapai sasaran. Adapun instrumen yang digunakan adalah:

a. Reserve Requirement (RR)

Reserve requirement atau biasa disingkat RR adalah ketentuan bank sentral

yang mewajibkan bank-bank untuk memelihara sejumlah alat likuid (reserve) sebesar persentase tertentu dari kewajiban lancarnya. Semakin kecil persentase tersebut, semakin besar kemampuan bank memanfaatkan reserve-nya untuk memberikan pinjaman dalam jumlah yang lebih besar kepada masyarakat. Sebaliknya semakin besar persentase, semakin berkurang kemampuan bank untuk memberikan pinjaman. Oleh kerena itu, pinjaman perbankan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi jumlah uang beredar. Di sinilah posisi RR yang dapat menjadi alat untuk menambah dan mengurangi jumlah uang beredar.

Disamping itu penetapan besar kecilnya RR akan berdampak terhadap suku bunga. Makin tinggi RR akan mengakibatkan suku bunga pinjaman meningkat serta cost of loanble fund menjadi tinggi. Sebaliknya semakin rendah RR semakin rendah pula suku bunga pinjaman (lending rate). Apabila bank sentral memandang perlu untuk mengetatkan kebijakan moneter cadangan wajib tersebut dapat ditingkatkan, dan demikian juga sebaliknya.


(30)

Bank Sentral juga dapat bertindak sebagai lending of the last lesort. Dalam melaksanakan fungsi ini, bank sentral dapat memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah kepada bank yang mengalami kesulitan likuditas jangka pendek yang disebabkan oleh terjadinya mishmatch

dalam pengelolaan dana. Pinjaman tersebut pada umumnya berjangka waktu maksimal 90 hari dan bank penerima pinjaman wajib menyediakan agunan yang barkualitas tinggi dengan nilai sekurang-kurangnya sama dengan jumlah pinjaman. Untuk saat ini ketentuan mengenai RR juga dikenal dengan cadangan wajib atau Giro wajib Minimum (GWM) adalah sebasar 5% dari dana pihak ketiga yang diterima bank yang wajib dipelihara dalam rekening bank yang bersangkutan pada bank sentral.

b. Operasi pasar terbuka (OPT)

Operasi pasar terbuka adalah kegiatan jual beli surat-surat berharga oleh bank sentral. Dalam kaitan ini penjualan surat-surat berharga oleh bank sentral akan mempunyai dampak kontraksi moneter karena pengurangan alat-alat likuid perbankan yang akan memperkecil kemampuan bank-bank memberikan pinjaman. Sebaliknya pembelian surat-surat berharga oleh bank sentral akan membawa dampak ekspansi moneter karena peningkatan alat-alat likuid bank-bank yang akan memperbesar kemampuannya dalam pemeberian pinjaman. OPT dilaksanakan untuk mempengaruhi likuditas rupiah di pasar uang yang pada gilirannya akan mempengaruhi tingkat suku bunga. OPT dilakukan melalui dua cara, yaitu melalui penjualan Sertifikat Bank Indonesai (SBI) dan


(31)

intervensi rupiah melalui fasilitas simpanan Bank Indonesia (FASBI). Penjualan SBI dilakukan melalui lelang sehingga tingkat diskonto yang terjadi benar-benar mencerminkan kondisi likuiditas pasar uang. Sementra itu, kegiatan intervensi rupiah dilakukan oleh bank sentral untuk menyesuiakan kondisi pasar uang baik likuiditas maupun tingkat suku bunga.

c. Fasilitas Diskonto

Fasilitas diskonto adalah kebijakan moneter bank sentral untuk mempengaruhi jumlah uang beredar melalui penetapan diskonto pinjaman bank sentral kapada bank. Dengan menetapkan tingkat diskonto yang tinggi diharapkan bank-bank akan mengurangi permintaan kredit dari bank-bank sentral yang pada gilirannya akan mengurangi jumlah uang beredar. Sebaliknya penetapan tingkat diskonto yang rendah akan meningkatkan permintaan pinjaman bank sentral yang selanjutnya akan menambah jumlah uang beredar.

d. Foreign Exchange Intervention

Intervensi valuta asing adalah kebijakan bank sentral untuk mempengaruhi jumlah uang beredar atau likuiditas di pasar uang melalui jual beli valuta asing atau cadangan devisa. Apabila bank sentral ingin mengetatkan likuiditas rupiah di pasar uang, bank sental akan menjual cadangan devisanya. Sebaliknya pembelian valuta asing oleh bank sentral akan meningkatkan likuiditas rupiah di pasar uang.


(32)

Bank sentral juga dapat melakukan imbauan kepada bank-bank untuk melakukan kebijakan tertentu. Imbauan ini bersifat tidak mengikat, tetapi sebagai lembaga yang kredibel imbauan bank sentral biasanya memiliki dampak yang cukup efektif dalam kebijakan moneter

2.2. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter

Implementasi kebijakan moneter tidak dapat dilakukan secara terpisah dari kebijakan ekonomi makro lainnya, seperti kebijakan fiskal, kebijakan sektoral dan kebijakan lainnya, semuanya akan mengarah pada pencapaian suatu tujuan akhir, yaitu kesejahteraan sosial masyarakat (social welfare). Secara keseluruhan, kebijakan fiskal yang merupakan suatu kebijakan yang terkait dengan anggaran pemerintah bersama-sama dengan kebijakan moneter mempengaruhi sisi penawaran (demand side) dalam perekonomian, kebijakan sektoral seperti kebijakan di bidang perdagangan, perindustrian, pertambangan, pertanian, tanaga kerja dan lainnya akan mempengaruhi sisi penawaran (supply side) dari perekonomian. Kebijakan-kebijakan yang diterapkan secara bersama-sama dapat saja memberikan pengaruh dengan arah yang saling bertentangan sehingga saling meniadakan ataupun memperlemah. Hal ini disebut sebagai benturan kebijakan (policy conflict).

Bagaimana suatu kebijakan moneter menyentuh sektor riil merupakan suatu proses yang kompleks karena uang berkaitan erat dengan hampir seluruh aspek kehidupan dalam perekonomian. Proses ini disebut sebagai mekanisme transmisi kebijakan moneter. Mekanisme transmisi kebijakan moneter dimulai sejak otoritas


(33)

moneter atau bank sentral bertindak menggunakan instrumen moneter dalam implementasi kebijakan moneternya sampai terlihat pengaruh terhadap aktifitas perekonomian, baik secara langsung maupun secara bertahap. Pengaruh tindakan otoritas moneter terhadap aktivitas perekonomian ini terjadi melalui berbagai jalur

(channels), di antaranya melalui jalur uang atau langsung, jalur suku bunga, jalur

kredit, dan jalur harga aset. Di bidang keuangan kebijakan moneter berpengaruh terhadap perkembangan suku bunga, nilai tukar dan harga saham disamping volume dana masyarakat yang disimpan di bank, kredit yang disalurkan bank kepada dunia usaha, penanaman dana pada obligasi dan saham. Sementara itu di sektor riil, kebijakan moneter selanjutnya mempengaruhi kegiatan konsumsi, investasi dan produksi, ekspor dan impor serta harga barang dan jasa pada umumnya.

Dalam teori ekonomi moneter, mekanisme transmisi kebijakan moneter sering disebut black box (Mishkin, 1995), karena transmisi dimaksud banyak dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu:

1. Perubahan perilaku bank sentral, perbankan dan para pelaku ekonomi dalam berbagai aktivitas ekonomi dan keuangan.

2. Lamanya tenggang waktu (time lag) sejak tindakan otoritas moneter sampai sasaran akhir tercapai.

3. Terjadinya perubahan pada jalur-jalur transmisi moneter itu sendiri sesuai dengan perkembangan ekonomi dan keuangan di negara-negara yang bersangkutan.


(34)

Perubahan perilaku otoritas moneter, perbankan dan sektor keuangan serta pelaku ekonomi akan berpengaruh pada interaksi yang dilakukannya dalam berbagai aktivitas perekonomian dan akan membawa perubahan pada mekanisme transmisi kebijakan moneter. Dalam banyak hal, karena merupakan perubahan perilaku dan ekspektasi, mekanisme transmisi kebijakan moneter dimaksud diliputi ketidakpastian dan relatif sulit diprediksi (Blinder: 1998). Setiap perubahan kebijakan otoritas moneter akan senantiasa diikuti oleh perubahan perilaku dunia keuangan dan perbankan serta para pelaku ekonomi dalam berbagai aktivitasnya. Seperti yang dikemukakan pada pendahuluan sebelumnya bahwa setiap pernyataan dari seorang Ketua Dewan Gubernur terutama Federal Reserve Bank Amerika Serikat akan berpengaruh pada ekspektasi para pelaku pasar keuangan di berbagai kawasan dunia. Demikian pula perubahan perilaku dunia perbankan dalam operasi perbankan dengan adanya inovasi baru, seperti keengganan bank dalam menyalurkan kredit dan maraknya produk derivatif dalam transaksi valuta asing, juga akan mempengaruhi mekanisme transmisi kebijakan moneter sehingga otoritas moneter perlu mempertimbangkan perubahan ini dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan moneternya.

Menurut Friedman dan Schwartz (1963) terdapatnya tenggang waktu yang cukup lama dan bervariasi dalam transmisi kebijakan moneter ke pertumbuhan ekonomi dan inflasi telah lama disadari. Hal ini disebabkan transmisi moneter banyak berkaitan dengan pola hubungan antara berbagai variabel ekonomi dan keuangan yang selalu berubah sejalan dengan perkembangan perekonomian negara yang


(35)

bersangkutan. Dalam sebuah perekonomian yang masih tradisional dan sifatnya tertutup dengan perbankan sebagai satu-satunya lembaga keuangan, hubungan antara uang beredar dengan aktivitas ekonomi riil masih relatif erat. Akan tetapi, sejalan dengan perkembangannya perekonomian suatu negara dan semakin majunya sektor keuangan, keterkaitan antara uang beredar dengan sektor riil menjadi semakin merenggang. Sebagian dana yang dimobilisasi oleh lembaga keuangan dapat terus berputar di sektor keuangan saja dan tidak menyentuh sektor riil. Pola hubungan varibel-variabel ekonomi dan keuangan yang berubah dan semakin tidak erat tersebut akan berpengaruh pada lamanya tenggang waktu mekanisme transmisi kebijakan moneter.

2.3. Tahapan Transmisi Moneter

Pada dasarnya transmisi kebijakan moneter merupakan interaksi antara otoritas moneter atau bank sentral dengan perbankan dan lembaga-lembaga keuangan lainya serta pelaku-pelaku ekonomi di sektor riil. Interaksi ini terjadi melaui dua tahapan proses perputaran uang, yaitu:

1. Pertama, interaksi antara bank sentral dengan perbankan dan lembaga keuangan lainnya dalam berbagai transaksi keuangan. Interaksi ini terjadi di pasar keuangan.

2. Kedua, interaksi yang berkaitan dengan fungsi intermediasi, yaitu interaksi antara perbankan dan lembaga keuangan lainnya serta dengan para pelaku ekonomi dalam berbagai aktivitasnya di sektor ekonomi riil.


(36)

Interaksi tahapan pertama di pasar keuangan terjadi pada sistem pengendalian moneter tidak langsung yang sudah lazim dilakukan dewasa ini, di mana pengendalian moneter dilakukan melaui pasar keuangan. Di satu sisi, bank sentral melakukan operasi moneter melalui transaksi keuangan dengan dunia perbankan. Di sisi lain, perbankan dan lembaga keuangan lainnya melakukan transaksi keuangan dalam portofolio investasinya, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabahnya. Interaksi ini dapat terjadi, baik melalui pasar uang maupun pasar valuta asing. Interaksi antara bank sentral dengan perbankan akan berpengaruh terhadap volume maupun harga-harga aset (suku bunga, nilai tukar, yield obligasi dan harga saham).

Interaksi di pasar uang domestik, seperti rupiah untuk Indonesia terjadi ketika bank sentral melakukan operasi moneter dengan target moneter yang ditetapkan, baik target kuantitas dengan uang primer ataupun target suku bunga jangka pendek. Bank-bank umum dalam pengeloaan likuiditasnya melakukan transaksi di pasar uang domestik yang pada umumnya ditujukan untuk menjaga posisi rekeningnya di bank sentral dalam rangka pemenuhan Giro Wajib Minimum (GWM), penanaman modal dalam surat-surat berharga dan pinjam-meminjam antar bank. Interaksi ini akan berpengaruh pada besaran moneter seperti uang primer dan cadangan bank-bank

(bank reserves), suku bunga jangka pendek, posisi investasi pada sekuritas jangka

pendek seperti Surat Perbendaharaan Negara (SPN) atau treasury bills. Dalam hal bank sentral melakukan pelonggaran moneter, likuiditas di pasar uang domestik akan meningkat dan suku bunga jangka pendek akan menurun.


(37)

Interaksi di pasar valuta asing (foreign exchange market) terjadi ketika bank sentral melakukan operasi moneter melalui intervensi atau sterilisasi dalam mata uang asing dalam rangka stabilisasi nilai tukar. Sebagai counterparty, bank-bank dalam operasinya melakukan transaksi valuta asing, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabahnya. Interaksi ini akan berpengaruh terhadap perkembangan nilai tukar dan dan volume transaksi valuta asing maupun posisi cadangan devisa yang dimiliki oleh bank sentral dan perbankan. Apabila ingin melakukan stabilisasi nilai tukar yang sedang melemah, bank sentral melakukan intevensi dengan menjual atau menambah pasokan valuta asing di pasar uang sehingga nilai tukar akan terdorong kembali menguat dan stabil.

Interaksi di pasar modal terjadi sebagai akibat dari perubahan penanaman dana dalam suatu potofolio investasi yang terdiri dari surat-surat berharga. Perubahan likuiditas volume transaksi, suku bunga dan nilai tukar akan berpengaruh pada perkembangan harga dan volume perdagangan saham dan obligasi korporasi di pasar

modal. Apabila suku bunga di pasar uang naik, harga-harga saham dan obligasi di pasar modal akan cenderung menurun, demikian sebaliknya apabila suku bunga di pasar uang turun, harga-harga saham dan obligasi di pasar modal akan cenderung menaik.

Interaksi tahap kedua dari transmisi kebijakan moneter melibatkan dunia perbankan dengan para pelaku ekonomi di sektor riil. Dalam hal ini perbankan berperan sebagai lembaga intermediasi, yaitu mobilisasi dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya dalam bentuk kredit dan pembiayaan lainnya


(38)

kepada masyarakat dan dunia usaha. Di sisi mobilisasi dana, interaksi tersebut akan mempengaruhi suku bunga, volume tabungan, dan deposito yang merupakan komponen dari uang beredar M1 (dalam arti sempit) dan M2 (dalam arti luas). Apabila perbankan ingin meningkatkan simpanan masyarakat ceteris paribus, suku bunga akan dinaikkan sedemikian sehingga minat menabung akan lebih besar. Sementara itu di sisi penyaluran dana, interaksi tersebut akan berpengaruh pada perkembangan kredit perbankan yang disalurkan kepada masyarakat. Jika perbankan ingin meningkatkan ekspansi kreditnya ceteris paribus, suku bunga kredit akan diturunkan sedemikian sehingga minat untuk meminjam oleh masyarakat meningkat.

Intermediasi perbankan juga berpengaruh pada perkembangan pasar modal, baik dilihat dari sisi penanaman dana oleh para investor maupun dari sisi sumber pembiayaan oleh para emiten. Apabila suku bunga simpanan di bank cenderung menurun, investor akan mengalihkan sebagian simpanannya di bank ke saham atau obligasi dan sebaliknya. Sementara itu, pengaruh intermediasi perbankan terhadap penyediaan pembiayaan kepada dunia usaha melalui pasar modal terjadi karena dunia usaha memenuhi kebutuhan pembiayaannya tidak hanya dari kredit tetapi juga dari emisi saham dan atau obligasi di pasar modal. Apabila suku bunga kredit tinggi atau perbankan membatasi ekspansi kreditnya, dunia usaha akan berminat untuk meningkatkan usahanya dengan sumber pembiayaan dari pasar modal melaui emisi saham dan atau obligasi.


(39)

2.4. Jalur Transmisi Kebijakan Moneter

Sejalan dengan perubahan struktur perekonomian dan perkembangan yang cukup pesat dibidang keuangan, terdapat lima jalur (channels) mekanisme transmisi kebijakan moneter. Kelima jalur tersebut meliputi jalur moneter langsung (direct

monetary channel), jalur suku bunga (interst rate channel), jalur harga aset (asset

price channel), jalur kredit (credit channel) dan jalur ekspektasi (expectation

channel).

2.4.1. Jalur Langsung

Transmisi kebijakan moneter melaui jalur langsung atau jalur uang (money

channel) mengacu pada teori klasik mengenai peranan uang dalam perekonomian,

yang pertama kali dijelaskan dalam teori kuantitas uang atau Quantity Theory of

Money (Fisher, 1911). Pada dasarnya teori ini menggambarkan kerangka yang jelas

mengenai analisis hubungan langsung antara uang beredar dan harga yang dinyatakan dalam suatu persamaan:

MV = PT

(2.1)

di mana jumlah uang beredar (M) dikalikan dengan tingkat perputaran uang atau

income velocity (V) sama dengan jumlah output atau transaksi riil (T) dikalikan

dengan tingkat harga barang dan jasa (P). Dalam keseimbangan, jumlah uang beredar yang digunakan dalam seluruh kegiatan transaksi ekonomi (MV) adalah sama dengan output nominal dihitung dengan harga yang berlaku yang ditransaksikan dalam


(40)

ekonomi. Teori kuantitas uang ini menjelaskan bahwa permintaan uang oleh masyarakat semata-mata adalah untuk keperluan transaksi. Dalam perkembangannya, pendekatan ini diperbaharui oleh Keynes yang menyatakan bahwa motif permintaan masyarakat akan uang adalah untuk keperluan transaksi, berjaga-jaga dan spekulasi.

Mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui jalur uang merupakan konsekuensi langsung dari proses perputaran uang dalam perekonomian yang terdiri dari dua tahapan. Tahap pertama, bank sentral melakukan operasi moneter untuk pengendalian uang beredar di masyarakat, baik M1 maupun M2 melalui pengaturan uang primer (base money) sebagai sasaran operasional. Tahap kedua, bank-bank mengelola likuiditasnya dalam bentuk cadangan yang dapat dipergunakan sewaktu-waktu sebagai muara kegiatan utama bank-bank di bidang perkreditan dan pengerahan dana. Para pelaku ekonomi menyimpan dan menggunakan uang beredar M1 dan M2 untuk menopang kegiatan ekonominya.

Secara matematis, mekanisme transmisi jalur uang dapat dijelaskan sebagai berikut. Pada tahap pertama, interaksi antar bank sentral dengan perbankan di pasar uang domestik yang tercermin pada pengganda uang atau money multiplier (m) yang menghubungkan base money (M0) dengan uang beredar (M) sebagai berikut,

M =

0 M

M

(2.2)

Pada tahap kedua, interaksi antarbank dengan para pelaku ekonomi yang tercermin pada hubungan erat antara uang beredar dengan transaksi ekonomi seperti


(41)

yang dijelaskan dalam Quantity Theory of Money. Dalam hubungan ini, jumlah uang beredar yang diperlukan dalam perekonomian dapat dihitung sebagai berikut,

M =

V PT

(2.3)

dapat dilihat bahwa mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui jalur uang dimulai dengan tindakan bank sentral mempengaruhi uang primer (M0) sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai. Kemudian perubahan uang primer ini, dengan proses penggandaan uang ditransmisikan ke uang beredar (M1, M2) untuk memenuhi permintaan masyarakat. Proses penggandaan uang dari uang primer menjadi uang beredar di masyarakat merupakan sisi penawaran uang beredar yang seterusnya perubahan jumlah uang beredar dalam msayarakat akan mempengaruhi berbagai kegiatan ekonomi, terutama inflasi dan output riil.

2.4.2. Jalur Suku Bunga

Berbeda dengan jalur langsung yang menekankan aspek kuantitas proses perputaran uang perekonomian, jalur suku bunga lebih menekankan pentingnya aspek harga di pasar keuangan terhadap berbagai aktivitas ekonomi di sektor riil. Dalam kaitan ini, kebijakan moneter yang diambil bank sentral akan berpengaruh terhadap perkembangan berbagai suku bunga di sektor keuangan dan selanjutnya akan berpengaruh pada tingkat inflasi dan output riil. Pada tahap pertama, operasi moneter bank sentral akan mempengaruhi suku bunga jangka pendek, seperti suku bunga


(42)

Setifikat Bank Indonesia (SBI) dan suku bunga pasar uang antarbank (PUAB). Selanjutnya perubahan ini akan memberikan pengaruh pada suku bunga deposito yang ditawarkan bank kepada masyarakat penabung dan pada suku bunga kredit yang dibebankan bank kepada debiturnya. Proses perubahan suku bunga bank ke masyarakat pada umumnya tidak berlangsung segera, tetapi terdapat tenggang waktu

(time lag) terutama karena kondisi internal bank dalam pengelolaan aset dan

kewajibannya.

Pada tahapan berikutnya, transmisi melalui jalur suku bunga dari sektor keuangan ke sektor riil akan tergantung pada pengaruhnya terhadap permintaan konsumsi dan investasi. Pengaruh suku bunga terhadap konsumsi berkaitan erat dengan peranan suku bunga sebagai komponen pendapatan masyarakat dari deposito

(income effect) dan bunga kredit sebagai sumber pembiayaan konsumsi (substitution

effect). Sementara itu pengaruh suku bunga terhadap investasi terjadi karena bunga

kredit merupakan komponen biaya modal (cost of capital), di samping yield obligasi dan deviden saham. Pengaruh perubahan suku bunga terhadap investasi dan konsumsi akan berdampak pada permintaan agregat yang pada gilirannya akan menetukan tingkat inflasi dan output riil. Mekanisme transmisi jalur tingkat bunga dari ekspansi moneter adalah peningkatan permintaan agregat sebagai akibat peningkatan ekspektasi inflasi dan penurunan tingkat bunga riil. Penurunan tingkat bunga riil akan meningkatkan investasi dan menurunkan biaya modal dalam proses produksi sehingga output agregat naik.


(43)

Tingkat bunga merupakan kunci mekanisme transmisi moneter dalam model IS, model LM, model AD dan model AS. Peningkatan stok uang akan menurunkan tingkat suku bunga riil dan biaya modal serta meningkatkan investasi bisnis. Peningkatan investasi pada akhirnya akan meningkatkan output agregat. Penurunan tingkat suku bunga riil juga akan meningkatkan pengeluaran untuk pembelian rumah dan barang tahan lama. Oleh sebab itu penurunan tingkat suku bunga akibat ekspansi moneter akan meningkatkan belanja atau konsumsi dan permintaan agregat. Pada tingkat suku bunga nominal yang sangat rendah, ekspansi moneter akan meningkatkan ekspektasi tingkat harga dan inflasi, akibatnya tingkat suku bunga riil turun. Penurunan tingkat suku bunga riil akan menurunkan biaya modal dan biaya memegang uang, kemudian menstimulasi pengeluaran bisnis dan konsumen. Peningkatan pengeluaran bisnis dan konsumen pada akhirnya akan meningkatkan permintaan agregat. Mekanisme transmisi jalur tingkat bunga dirumuskan dalam bentuk, yaitu:

m  p  r  i  y  dimana:

m = stok uang nominal, r = tingkat bunga riil, p = ekspektasi tingkat harga, i = investasi riil, dan


(44)

2.4.3. Jalur Kredit

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa transmisi kebijakan moneter melalui jalur suku bunga beranggapan bahwa aspek harga di sektor keuangan memegang peranan penting dalam menggerakkan kegiatan konsumsi dan investasi dalam perekonomian melalui mobilisasi dana masyarakat dan menyalurkannya dalam bentuk kredit perbankan. Sementara itu pendekatan melalui jalur langsung beranggapan bahwa seluruh simpanan masyarakat disalurkan ke sektor riil. Anggapan seperti ini pada kenyataannya tidak seluruhnnya benar. Selain faktor suku bunga, perilaku penawaran kredit perbankan juga dipengaruhi oleh persepsi bank terhadap prospek usaha debitur dan kondisi internal perbankan itu sendiri yang tercermin pada aspek permodalan atau Capital Adequate Ratio (CAR), jumlah kredit macet atau

Non-Performing Loans (NPL) dan Loan to Deposit Ratio (LDR). Selain itu tidak

semua permintaan kredit debitur dapat dipenuhi oleh bank-bank, khususnya karena kondisi dari prospek keuangan debitur yang dinilai oleh bank tidak layak, antara lain karena tingginya rasio utang terhadap modal (leverage), risiko kredit macet, moral

hazard dan sebagainya. Adanya informasi yang tidak simetris (assymetric

information) antara bank dan debitur dapat menyebabkan pasar kredit tidak selalu

berada dalam keseimbangan.

Pendekatan mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui jalur kredit didasarkan pada asumsi bahwa tidak semua simpanan masyarakat dalam bentuk uang (M1, M2) disalurkan oleh bank ke masyarakat dalam bentuk kredit. Dengan kata lain,


(45)

fungsi intermediasi perbankan tidak selalu berjalan sempurna dalam arti bahwa kenaikan simpanan masyarakat tidak selalu diikuti dengan kenaikan secara proporsional kredit yang disalurkan ke masyarakat. Yang lebih memiliki pengaruh terhadap ekonomi riil adalah kredit perbankan bukan simpanan masyarakat.

Interaksi antara bank sentral dengan perbankan dan para pelaku ekonomi dapat dijelaskan sebagai berikut. Pada tahap awal, interaksi antara bank sentral dengan perbankan terjadi di pasar uang uang domestik, interaksi ini terjadi karena di satu sisi bank sental melakukan operasi moneter sesuai dengan sasaran operasional yang ingin dicapai baik berupa uang primer maupun suku bunga jangka pendek. Di sisi lain bank-bank melakukan transaksi di pasar uang untuk pengelolaan likuiditasnya. Interaksi ini tidak saja mempengaruhi suku bunga jangka pendek, tetapi juga besarnya dana yang dialokasikan bank-bank dalam bentuk instrumen likuiditas dan dalam pemberian kredit.

Tahapan berikutnya transmisi kebijakan moneter dari perbankan ke sektor riil melalui pemberian kredit yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor internal bank maupun faktor eksternal. Perkembangan kredit perbankan selanjutnya akan berpengaruh pada sektor riil seperti kegiatan konsumsi, investasi dan produksi serta pada gilirannya pada harga barang dan jasa.

Mekanisme transmisi jalur kredit (credit channel) adalah peningkatan permintaan karena peningkatan kredit perbankan sebagai akibat peningkatan investasi dan konsumsi. Peningkatan investasi dan konsumsi akan mendorong aktifitas ekonomi dan bisnis. Mekanisme transmisi jalur kredit menjelaskan jalur ekspansi


(46)

moneter terhadap peningkatan aktifitas ekonomi dan bisnis. Mekanisme transmisi jalur kredit salah satunya adalah mekanisme transmisi jalur pinjaman bank, disamping mekanisme transmisi lainnya. Mekanisme transmisi jalur pinjaman bank didasarkan pada peranan khusus sistem perbankan dalam sistem keuangan. Munculnya informasi asimetris pada pasar keuangan menciptakan masalah dalam pasar kredit. Peranan khusus dari sistem perbankan adalah membuka akses debitur tertentu terhadap pasar kredit. Substitusi sempurna antara sumber dana bank dengan sumber dana nonbank hampir tidak ada sehingga mekanisme transmisi jalur kredit eksis. Oleh sebab itu ekspansi moneter akan meningkatkan deposit dan kredit sistem perbankan. Ketergantungan bisnis terhadap kredit sistem perbankan dalam pembiayaan mengakibatkan peningkatan kredit sistem perbankan, investasi dan

output riil agregat. Mekanisme transmisi jalur pinjaman bank dirumuskan sebagai

berikut:

m  d  l  i  y  dimana:

m = stok uang nominal,

d = deposit sistem perbankan, dan


(47)

i = investasi riil, dan

y = output riil agregat.

Implikasi penting mekanisme transmisi jalur pinjaman bank adalah bahwa ekspansi moneter mempunyai pengaruh lebih besar terhadap kinerja bisnis skala kecil, karena pembiayaan aktifitas ekonomi dari bisnis skala kecil sangat tergantung pada kredit perbankan dibandingkan dengan pembiayaan aktifitas ekonomi dan bisnis skala besar. Pada umumnya perusahaan skala besar menggunakan kredit perbankan jika terjadi kejutan pada pasar modal. Jika alokasi kredit perbankan terkonsentrasi pada bisnis skala besar maka kemungkinan mekanisme transmisi jalur pinjaman kurang signifikan untuk mendorong aktifitas ekonomi dan bisnis. Alasan mengapa mekanisme transmisi jalur pinjaman bank kurang signifikan mendorong aktifitas ekonomi dan bisnis juga disebabkan regulasi alokasi kredit perbankan kurang sesuai dengan konsep laba maksimal dari sistem perbankan.

2.4.4. Jalur Harga Aset

Perubahan harga aset baik aset finansial seperti obligasi saham maupun aset fisik seperti properti dan emas banyak dipengaruhi secara langsung oleh kebijakan moneter. Transmisi ini terjadi karena penanaman modal oleh para investor dalam portofolio investasi pada umumnya tidak saja berupa simpanan di bank dan instrumen lain di pasar uang, tetapi juga dalam bentuk obligasi, saham serta aset fisik. Perubahan suku bunga dan nilai tukar akan berpengaruh pada volume transaksi dan harga obligasi, saham dan aset fisik tersebut. Selanjutnya, perubahan harga aset


(48)

dimaksud pada gilirannya akan berdampak pada berbagai aktivitas di sektor riil, seperti permintaan terhadap konsumsi baik karena perubahan kekayaan yang dimiliki

(wealth effect) maupun perubahan karena tingkat pendapatan yang dikonsumsi akibat

perubahan hasil penanaman aset finansial dan aset fisik (substitutional income effect). Selain itu pengaruh harga aset terhadap sektor riil juga terjadi pada permintaan investasi oleh dunia usaha. Hal ini berkaitan dengan perubahan harga aset tersebut yang memberikan dampak terhadap biaya modal yang harus dikeluarkan dalam berproduksi dan berinvestasi yang pada gilirannya akan mempengaruhi permintaan agregat, output dan inflasi. Mekanisme transmisi jalur harga aktiva dari ekspansi moneter adalah peningkatan permintaan agregat sebagai akibat peningkatan ekspektasi inflasi, nilai perusahaan dan kekayaan individu. Peningkatan ekspektasi inflasi akan menurunkan tingkat bunga riil sehingga nilai tukar mata uang depresiasi, ekspor netto naik dan kemudian meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Mekanisme transmisi jalur harga aset terdiri dari Tobin’s q theory dan efek kekayaan (wealth effect). Tobin telah mengembangkan teori bagaimana kebijakan moneter dapat mempengaruhi penilaian saham, yang disebut Tobin’s q theory. Tobin mendefinisikan q sebagai rasio harga pasar perusahaan dengan biaya penggantian modal. Jika q tinggi maka rasio harga pasar perusahaan dengan biaya penggantian modal tinggi, dan sebaliknya jika q rendah maka rasio harga pasar perusahaan dengan biaya penggantian modal rendah. Ekspansi moneter akan meningkatkan ekspektasi harga saham perusahaan dan akibatnya rasio harga pasar perusahaan dengan biaya


(49)

penggantian modal naik. Peningkatan q ini akan meningkatkan pengeluaran untuk peralatan dan pabrik baru atau investasi. Peningkatan pengeluaran investasi perusahaan akan meningkatkan permintaan agregat. Mekanisme transmisi alur

Tobin’s q theory dirumuskan sebagai berikut:

m  s  q  i  y

dimana:

m = stok uang nominal, s = ekspektasi harga saham,

q = rasio harga pasar saham dengan biaya penggantian modal. i = investasi riil, dan

y = output riil agregat.

Mekanisme transmissi moneter juga mempengaruhi kekayaan masyarakat. Keputusan pengeluaran dari konsumen mungkin akan mempengaruhi neraca konsumen. Modigliani menggunakan hipotesis siklus hidup atau life cycle hypotheses

dari konsumsi barang tahan lama dan jasa-jasa untuk menjelaskan efek kekayaan. Premis utama dari Modigliani adalah bahwa konsumsi tidak konstan dalam periode jangka panjang. Hal ini terutama disebabkan oleh kekayaan keuangan dari konsumen, seperti saham, obligasi dan deposit tidak konstan selama hidup. Ekspansi moneter akan meningkatkan harga aktiva keuangan sehingga kekayaan keuangan naik. Peningkatan kekayaan keuangan akan meningkatkan sumberdaya ekonomi selama


(50)

hidup konsumen dan pada akhirnya akan meningkatkan konsumsi dan permintaan agregat. Mekanisme transmisi jalur efek kekayaan dirumuskan sebagai berikut:

m  s  w  c  y

dimana:

m = stok uang nominal, s = ekspektasi harga saham,

w = kekayaan keuangan atau neraca konsumen, c = konsumsi riil rumahtangga, dan

y = output riil agregat.

2.4.5. Jalur Nilai Tukar

Pendekatan mekanisme transmisi kebijakan moneter malalui jalur nilai tukar sama seperti jalur suku bunga yang menekenkan pentingnya aspek perubahan harga aset finansial terhadap berbagai aktivitas perekonomian. Dalam kaitan ini, pentingnya jalur nilai tukar dalam transmisi kebijakan moneter terletak pada pengaruh aset finansial dalam valuta asing yang berasal dari hubungan kegitan ekonomi suatu negara dengan negara lain. Pengaruhnya bukan saja terjadi pada perubahan nilai tukar, tetapi juga pada aliran dana yang masuk dan keluar suatu negara yang terjadi antara lain karena aktivitas perdagangan antar negara dan aliran modal investasi seperti yang tercermin dalam neraca pembayaran. Selanjutnya perubahan nilai tukar dan aliran dana dari luar dan ke luar negeri akan mempengaruhi kegiatan ekonomi riil


(51)

di negara yang bersangkutan. Semakin terbuka perekonomian suatu negara yang disertai dengan sistem nilai tukar mengambang dan sistem devisa bebas semakin besar pula pengaruh nilai tukar dan aliran dana luar negeri terhadapa perekonomian dalam negeri.

Mengenai interaksi anatra bank sentral dengan perbankan dan para pelaku ekonomi dalam proses perputaran uang dapat dijelaskan sebagai berikut. Pada tahap awal, operasi moneter oleh bank sental akan mempengaruhi baik secara langsung maupun secara tidak langsung terhadap perkembangan nilai tukar, pengaruh langsung terjadi sehubungan dengan operasi moneter melalui intervensi, jual beli valuta asing dalam rangka stabilisasi nilai tukar. Sementara itu pengaruh tidak langsung terjadi karena operasi moneter yang dilakukan oleh bank sentral mempengaruhi perkembangan suku bunga di pasar uang dalam negeri sehingga mempengaruhi perbedaan suku bunga dalam negeri dan suku bunga luar negeri (interrest rate

differential), yang selanjutnya akan mempengaruhi besarnya aliran dana dari dan ke

luar negeri. Pada tahap berikutnya perubahan nilai tukar berpengaruh baik langsung maupun tidak langsung terhadap perkembangan harga-harga barang dan jasa di dalam negeri. Pengaruh langsung (direct exchange rate pass-through) terjadi karena perubahan nila tukar mempengaruhi pola pembentukan harga oleh perusahaan dan ekspektasi inflasi oleh masyarakat khususnya terhadap barang-barang impor. Sementara itu, pengaruh tidak langsung (indirect exchange rate pass-through) terjadi karena perubahan nilai tukar mempengaruhi kegiatan ekspor dan impor yang pada gilirannya berdampak pada output dan perkembangan harga-harga barang dan jasa.


(52)

Pertumbuhan ekonomi internasional dan nilai tukar yang fleksibel telah meningkatkan peranan kebijakan moneter internasional dalam penentuan nilai tukar mata uang suatu negara. Ekspansi moneter pada awalnya akan menurunkan tingkat bunga riil domestik dan kemudian mengakibatkan deposit mata uang luar negeri naik. Peningkatan nilai deposit mata uang luar negeri terhadap deposit mata uang domestik akan mengakibatkan apresiasi nilai tukar mata uang luar negeri dan depresiasi nilai tukar mata uang domestik. Depresiasi nilai tukar mata uang domestik mengakibatkan harga relatif produk atau ekspor lebih murah sehingga ekspor netto naik, dan akhirnya meningkatkan permintaan agregat. Mekanisme transmisi jalur efek nilai tukar mata uang dirumuskan sebagai berikut:

m  r  e x  y  dimana:

m = stok uang nominal, e = nilai tukar mata uang, x = ekspor riil netto. i = investasi riil, dan y = output riil agregat.


(53)

Dengan semakin meningkatnya ketidakpastian dalam perekonomian, jalur ekspektasi semakin penting dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter ke sektor riil. Para pelaku ekonomi dalam mengambil langkah bisnisnya, akan mendasarkan pada prospek ekonomi ke depan. Mereka membentuk persepsi tertentu terhadap kecenderungan perkembangan ekonomi ke depan yang tercermin pada berbagai indikator ekonomi dan keuangan. Ekspektasi para pelaku ekonomi dimaksud pada umumnya dipengaruhi oleh berbagai informasi mengenai perkembangan berbagai indikator ekonomi dan keuangan serta antisipasinya terhadap langkah-langkah kebijakan ekonomi dan moneter yang ditempuh pemerintah dan bank sentral. Dalam konteks kebijakan moneter yang paling diperhatikan adalah ekspektasi inflasi oleh masyarakat. Teori ekspektasi berpendapat bahwa apabila masyarakat cukup rasional mereka akan mengambil tindakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya inflasi. Tindakan tersebut adalah berupa pengurangan jumlah uang yang mereka pegang dengan membelanjakannya ke dalam bentuk barang-barang riil sehingga risiko kerugian memegang uang karena inflasi dapat dihindari.

Ekspektasi masyarakat terhadap kenaikan harga pada gilirannya akan mendorong kenaikan tingkat suku bunga. Apabila suku bunga meningkat lebih kecil dibandingkan dengan kenaikan harga, secara riil rate of return atas aset finansial menurun dan penurunan ini akan mendorong orang mengalihkan kekayaannya dari bentuk finansial ke bentuk aset riil, sehingga apabila masyarakat khususnya perusahaan-perusahaan besar dapat memanfaatkan statistik atau data moneter dengan baik untuk memperkirakan tingkat inflasi yang akan terjadi perusahaan-perusahaan


(54)

akan menaikkan harga barang-barang yang diproduksi dan masyarakat akan meminta upah yang lebih tinggi mendahului kemungkinan inflasi yang mereka perkirakan akan terjadi. Mereka tidak perlu harus menunggu melakukan tindakan penyesuaian harga dan upah sampai setelah terjadi inflasi. Apabila tindakan tersebut dilakukan oleh seluruh atau sebagian besar anggota masyarakat, tindakan tersebut akan membawa pada dua implikasi moneter yang sangat penting. Pertama, kebijakan moneter menjadi tidak efektif karena kebijakan moneter tidak dapat mengubah sektor riil, yaitu konsumsi, produksi, investasi dan kesempatan kerja tetapi yang terjadi hanyalah perubahan tingkat harga. Kedua, ekspektasi masyarakat terhadap inflasi akan mengakibatkan inflasi yang semula hanya dugaan, akhirnya menjadi kenyataan.

Ekspektasi inflasi selain dipengaruhi oleh perkembangan inflasi yang terjadi

(inertia inflation) juga dipengaruhi oleh kebijakan moneter yang diambil oleh bank

sentral yang tercermin pada perkembangan suku bunga dan nilai tukar. Semakin kredibel kebijakan moneter yang antara lain ditunjukkan pada kemampuan bank sentral dalam mengendalikan suku bunga dan nilai tukar, maka semakin kuat dampaknya terhadap pembentukan ekspektasi inflasi oleh masyarakat. Dalam kondisi demikian, ekspektasi inflasi masyarakat akan cenderung mendekati sasaran inflasi yang ditetapkan bank sentral dalam kebijakan moneternya. Dengan kata lain, semakin kredibel kebijakan moneter, maka semakin rendah deviasi ekspektasi masyarakat dari sasaran inflasi yang ditetapkan bank sentral (Pohan, 2008). Oleh karena itu, semakin kecil distorsi yang ditimbulkan terhadap perkembangan output dan pencapaian sasaran inflasi.


(55)

2.5. Penelitian Terdahulu

Ratnawati dan Mahatmi (2006) melakukan penelitian dengan membandingkan efektifitas jalur kredit dan jalur nilai tukar dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter di Indonesia selama periode 1997:1-2004:12. Transmisi kebijakan moneter melalui jalur kredit terdiri variabel jumlah uang beredar, total deposit, total kredit, investasi, GDP dan tingkat harga. Untuk jalur nilai tukar terdiri dari jumlah uang beredar, suku bunga PUAB, nilai tukar, ekspor netto, GDP dan tingkat harga. Dengan menggunakan metode Structural Equation Model (SEM) menunjukkan bahwa jalur nilai tukar lebih efektif daripada jalur kredit dalam mentransmisikan kebijakan moneter di Indonesia. Penelitian yang dilakukan ini menyarankan kepada bank Indonesia selaku otoritas moneter harus lebih memprioritaskan kestabilan nilai tukar dalam kebijakan moneternya.

Selain itu, Sofyan (2002) melakukan penelitan yang membandingkan peranan dari masing-masing jalur dalam mentransmisikan kebijakan moneter di Indonesia periode 1990:1-2000:12. Penelitian yang dilakukan menggunakan pendekatan Vector

Error Correction Method (VECM) yang terdiri dari tiga alat analisis yaitu kausalitas,

impulse response dan variance decomposition. Data yang digunakan adalah total

deposit, total kredit, GDP, CPI, kurs dan ekspor netto, suku bunga PUAB, suku bunga deposito dan suku bunga kredit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jalur nilai tukar lebih dominan dibanding jalur lainnya dalam mentransmisikan kebijakan moneter di Indonesia terhadap sektor riil.


(56)

Penelitian yang dilakukan Sholihah (2007) yang menggunakan model penawaran kredit, permintaan kredit dan ekuitas bank memilki tujuan untuk membuat analisis pengaruh spread suku bunga dan ekuitas terhadap penawaran kredit bank, pengaruh suku bunga kredit dan PDB terhadap permintaan kredit bank, serta pengaruh PDB dan IHK terhadap ekuitas di Indonesia dalam proses transmisi kebijakan moneter selama periode 2000:1-2007:6. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas posisi kredit bank umum, posisi capital equity (modal), Produk Domestik Bruto, suku bunga kredit modal kerja, spread suku bunga (selisih suku bunga kredit dengan suku bunga SBI) dan Indeks Harga Konsumen (IHK). Keseluruhan data merupakan data bulanan. Model diestimasi dengan menggunakan

Ordinary Least Square (OLS) dan Model Koreksi Kesalahan (Error Correction

Model). Hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya hubungan positif spread suku

bunga dan ekuitas terhadap penawaran kredit baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Terdapat hubungan positif Produk Domestik Bruto dan suku bunga kredit modal kerja terhadap permintaan kredit dalam jangka panjang. Sedangkan dalam jangka pendek, Produk Domestik Bruto berpengaruh negatif terhadap permintaan kredit. Dalam persamaan ekuitas, terbukti bahwa Produk Domestik Bruto dan IHK memiliki pengaruh positif terhadap ekuitas dalam jangka panjang. Sedangkan dalam jangka pendek IHK berpengaruh negatif terhadap ekuitas.

Penelitian yang dilakukan Rahmadiani (2008) menganalisis efektifitas transmisi kebijakan moneter di Indonesia, khususnya transmisi melalui jalur kredit bank (bank lending channel). Dengan menggunakan variabel suku bunga kebijakan


(1)

29 0.037079 16.83375 29.89519 12.74751 9.044079 31.47947 30 0.037422 16.78240 30.09323 12.95387 9.159125 31.01138 31 0.037755 16.73233 30.28110 13.15198 9.268322 30.56627 32 0.038080 16.68365 30.45952 13.34209 9.372076 30.14267 33 0.038397 16.63643 30.62914 13.52448 9.470758 29.73920 34 0.038707 16.59070 30.79057 13.69942 9.564709 29.35460 35 0.039008 16.54649 30.94435 13.86723 9.654240 28.98769 36 0.039303 16.50379 31.09098 14.02820 9.739637 28.63739 37 0.039590 16.46257 31.23094 14.18264 9.821164 28.30268 38 0.039870 16.42282 31.36463 14.33084 9.899062 27.98264 39 0.040144 16.38450 31.49245 14.47310 9.973554 27.67640 40 0.040411 16.34756 31.61476 14.60969 10.04484 27.38315


(2)

Lampiran 4:

Variance Decomposition

untuk Jalur Nilai Tukar

Variance Decomposition of LOG(M1):

Period S.E. LOG(M1) LOG(RIN) LOG(EXR) LOG(NEX) LOG(PDB) 1 0.068501 100.0000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 2 0.094008 53.56672 0.006215 0.002565 2.696118 43.72838 3 0.107722 44.56280 0.644114 0.613956 3.179124 51.00000 4 0.121242 36.48783 1.539382 1.398815 4.637947 55.93603 5 0.133687 30.94245 2.690087 2.368304 6.030611 57.96855 6 0.145600 26.66788 3.889368 3.346621 7.386123 58.71001 7 0.156976 23.34424 5.062592 4.281612 8.610092 58.70147 8 0.167864 20.69989 6.160542 5.140567 9.695479 58.30353 9 0.178279 18.56410 7.164836 5.914882 10.64580 57.71038 10 0.188239 16.81446 8.071010 6.605435 11.47437 57.03473 11 0.197762 15.36317 8.882640 7.218161 12.19625 56.33977 12 0.206865 14.14558 9.606931 7.760813 12.82622 55.66046 13 0.215571 13.11345 10.25248 8.241490 13.37755 55.01503 14 0.223899 12.23022 10.82802 8.667890 13.86183 54.41205 15 0.231871 11.46785 11.34183 9.046997 14.28890 53.85442 16 0.239507 10.80459 11.80147 9.384984 14.66711 53.34186 17 0.246827 10.22334 12.21364 9.687231 15.00345 52.87234 18 0.253850 9.710573 12.58426 9.958385 15.30380 52.44298 19 0.260593 9.255435 12.91847 10.20244 15.57311 52.05054 20 0.267074 8.849170 13.22073 10.42283 15.81554 51.69173 21 0.273308 8.484641 13.49492 10.62248 16.03459 51.36337 22 0.279310 8.155988 13.74437 10.80394 16.23323 51.06247 23 0.285092 7.858362 13.97198 10.96935 16.41399 50.78632 24 0.290668 7.587724 14.18024 11.12060 16.57902 50.53241 25 0.296050 7.340687 14.37133 11.25929 16.73017 50.29853 26 0.301247 7.114394 14.54712 11.38682 16.86900 50.08266 27 0.306269 6.906417 14.70926 11.50439 16.99689 49.88304 28 0.311126 6.714687 14.85917 11.61306 17.11502 49.69806 29 0.315827 6.537428 14.99811 11.71375 17.22440 49.52632 30 0.320379 6.373107 15.12716 11.80725 17.32593 49.36655 31 0.324789 6.220398 15.24729 11.89427 17.42038 49.21765 32 0.329064 6.078147 15.35935 11.97543 17.50844 49.07862 33 0.333210 5.945346 15.46408 12.05128 17.59072 48.94857 34 0.337234 5.821110 15.56215 12.12229 17.66773 48.82671 35 0.341141 5.704660 15.65415 12.18890 17.73995 48.71234 36 0.344935 5.595308 15.74059 12.25148 17.80780 48.60483 37 0.348622 5.492443 15.82194 12.31037 17.87165 48.50360 38 0.352206 5.395524 15.89862 12.36589 17.93182 48.40815 39 0.355692 5.304064 15.97101 12.41829 17.98861 48.31802 40 0.359082 5.217631 16.03944 12.46782 18.04229 48.23281

Variance Decomposition of LOG(RIN):

Period S.E. LOG(M1) LOG(RIN) LOG(EXR) LOG(NEX) LOG(PDB) 1 0.108913 3.460599 96.53940 0.000000 0.000000 0.000000 2 0.167754 3.669583 86.97424 7.385895 1.939937 0.030350 3 0.214188 4.603159 77.40725 12.18214 5.780455 0.027005 4 0.248564 5.175404 71.21807 14.95046 8.635617 0.020454


(3)

5 0.272980 5.488857 67.35079 16.58922 10.55257 0.018563 6 0.289961 5.649253 64.89907 17.59850 11.82880 0.024374 7 0.301671 5.721654 63.30985 18.24086 12.68858 0.039061 8 0.309744 5.744101 62.25558 18.66013 13.27739 0.062795 9 0.315346 5.739006 61.53899 18.93915 13.68773 0.095122 10 0.319276 5.719637 61.03875 19.12762 13.97879 0.135199 11 0.322079 5.693789 60.67890 19.25638 14.18895 0.181980 12 0.324119 5.665934 60.41125 19.34504 14.34343 0.234353 13 0.325640 5.638522 60.20489 19.40633 14.45903 0.291234 14 0.326804 5.612786 60.03983 19.44868 14.54709 0.351624 15 0.327721 5.589243 59.90303 19.47773 14.61536 0.414640 16 0.328464 5.568006 59.78590 19.49733 14.66924 0.479526 17 0.329083 5.548969 59.68275 19.51014 14.71249 0.545646 18 0.329613 5.531922 59.58975 19.51803 14.74782 0.612481 19 0.330077 5.516623 59.50430 19.52231 14.77716 0.679605 20 0.330491 5.502825 59.42461 19.52394 14.80194 0.746680 21 0.330868 5.490302 59.34945 19.52360 14.82321 0.813438 22 0.331216 5.478852 59.27794 19.52181 14.84174 0.879670 23 0.331540 5.468303 59.20943 19.51893 14.85812 0.945213 24 0.331846 5.458510 59.14349 19.51526 14.87280 1.009944 25 0.332137 5.449353 59.07975 19.51100 14.88613 1.073769 26 0.332416 5.440731 59.01798 19.50631 14.89836 1.136621 27 0.332683 5.432564 58.95796 19.50133 14.90970 1.198452 28 0.332942 5.424786 58.89955 19.49613 14.92030 1.259228 29 0.333192 5.417343 58.84262 19.49080 14.93030 1.318929 30 0.333435 5.410193 58.78708 19.48539 14.93979 1.377543 31 0.333671 5.403298 58.73285 19.47994 14.94885 1.435068 32 0.333902 5.396632 58.67986 19.47448 14.95753 1.491505 33 0.334127 5.390171 58.62804 19.46904 14.96588 1.546861 34 0.334347 5.383896 58.57736 19.46364 14.97395 1.601146 35 0.334562 5.377792 58.52777 19.45829 14.98177 1.654374 36 0.334772 5.371845 58.47924 19.45301 14.98935 1.706559 37 0.334979 5.366046 58.43172 19.44780 14.99672 1.757717 38 0.335181 5.360384 58.38519 19.44266 15.00390 1.807866 39 0.335379 5.354853 58.33961 19.43761 15.01090 1.857023 40 0.335573 5.349447 58.29497 19.43264 15.01773 1.905208

Variance Decomposition of LOG(EXR):

Period S.E. LOG(M1) LOG(RIN) LOG(EXR) LOG(NEX) LOG(PDB) 1 0.060424 0.083200 24.63020 75.28660 0.000000 0.000000 2 0.071916 2.901879 19.60373 63.06120 14.10147 0.331732 3 0.074581 3.682041 18.56128 60.85931 16.56863 0.328737 4 0.075137 3.815395 18.31768 60.45045 17.06835 0.348128 5 0.075240 3.848576 18.26864 60.36087 17.16295 0.358960 6 0.075259 3.853019 18.27544 60.33517 17.16787 0.368498 7 0.075272 3.852023 18.29458 60.31488 17.16179 0.376722 8 0.075291 3.850181 18.31343 60.29290 17.15894 0.384538 9 0.075312 3.848355 18.32901 60.27073 17.15965 0.392253 10 0.075332 3.846636 18.34115 60.24991 17.16226 0.400043 11 0.075351 3.845015 18.35043 60.23106 17.16554 0.407958 12 0.075368 3.843493 18.35748 60.21419 17.16883 0.415996


(4)

13 0.075382 3.842076 18.36287 60.19907 17.17186 0.424130 14 0.075396 3.840768 18.36700 60.18537 17.17453 0.432326 15 0.075407 3.839567 18.37020 60.17283 17.17685 0.440547 16 0.075418 3.838467 18.37271 60.16121 17.17885 0.448763 17 0.075428 3.837458 18.37468 60.15032 17.18059 0.456946 18 0.075438 3.836529 18.37626 60.14002 17.18211 0.465075 19 0.075446 3.835671 18.37753 60.13021 17.18345 0.473131 20 0.075455 3.834872 18.37857 60.12081 17.18464 0.481100 21 0.075462 3.834125 18.37943 60.11176 17.18572 0.488973 22 0.075470 3.833420 18.38014 60.10300 17.18670 0.496740 23 0.075477 3.832753 18.38074 60.09450 17.18760 0.504397 24 0.075484 3.832117 18.38126 60.08624 17.18844 0.511938 25 0.075491 3.831508 18.38171 60.07819 17.18923 0.519361 26 0.075498 3.830923 18.38211 60.07033 17.18997 0.526665 27 0.075504 3.830359 18.38246 60.06266 17.19068 0.533848 28 0.075511 3.829812 18.38278 60.05515 17.19135 0.540910 29 0.075517 3.829282 18.38307 60.04780 17.19200 0.547852 30 0.075523 3.828766 18.38333 60.04060 17.19263 0.554674 31 0.075529 3.828264 18.38358 60.03355 17.19323 0.561377 32 0.075535 3.827774 18.38381 60.02663 17.19382 0.567962 33 0.075541 3.827295 18.38403 60.01985 17.19439 0.574432 34 0.075546 3.826827 18.38424 60.01320 17.19495 0.580786 35 0.075552 3.826369 18.38444 60.00667 17.19549 0.587027 36 0.075557 3.825920 18.38463 60.00027 17.19602 0.593157 37 0.075562 3.825481 18.38482 59.99398 17.19654 0.599177 38 0.075568 3.825050 18.38500 59.98782 17.19705 0.605090 39 0.075573 3.824628 18.38517 59.98176 17.19754 0.610896 40 0.075578 3.824213 18.38534 59.97582 17.19803 0.616598

Variance Decomposition of LOG(NEX):

Period S.E. LOG(M1) LOG(RIN) LOG(EXR) LOG(NEX) LOG(PDB) 1 0.215555 10.23741 0.719377 5.692370 83.35084 0.000000 2 0.223401 9.715825 1.595447 6.284209 81.01671 1.387808 3 0.226143 9.662202 2.743703 6.143702 79.36334 2.087052 4 0.228765 9.724130 3.754558 6.085879 77.55857 2.876860 5 0.231090 9.882558 4.422401 6.108175 76.02529 3.561579 6 0.232957 10.03643 4.798739 6.134160 74.83843 4.192240 7 0.234370 10.16719 4.973900 6.133980 73.95331 4.771618 8 0.235442 10.26554 5.030126 6.109728 73.28407 5.310536 9 0.236298 10.33235 5.025894 6.073039 72.75471 5.814008 10 0.237039 10.37107 4.998657 6.035167 72.30936 6.285753 11 0.237733 10.38616 4.970345 6.003876 71.91113 6.728485 12 0.238422 10.38203 4.952484 5.983371 71.53751 7.144600 13 0.239128 10.36267 4.950063 5.975176 71.17574 7.536348 14 0.239858 10.33149 4.964209 5.979089 70.81932 7.905887 15 0.240615 10.29135 4.993953 5.993956 70.46548 8.255259 16 0.241395 10.24458 5.037324 6.018191 70.11354 8.586365 17 0.242194 10.19303 5.092002 6.050108 69.76393 8.900935 18 0.243006 10.13818 5.155683 6.088103 69.41751 9.200525 19 0.243828 10.08120 5.226265 6.130745 69.07528 9.486512 20 0.244653 10.02297 5.301920 6.176809 68.73820 9.760108


(5)

21 0.245478 9.964187 5.381117 6.225277 68.40705 10.02237 22 0.246300 9.905377 5.462599 6.275319 68.08248 10.27422 23 0.247116 9.846935 5.545356 6.326272 67.76497 10.51646 24 0.247925 9.789154 5.628593 6.377614 67.45484 10.74980 25 0.248724 9.732249 5.711685 6.428936 67.15230 10.97483 26 0.249511 9.676375 5.794157 6.479926 66.85743 11.19211 27 0.250287 9.621639 5.875647 6.530349 66.57026 11.40211 28 0.251051 9.568111 5.955888 6.580029 66.29073 11.60524 29 0.251802 9.515837 6.034684 6.628838 66.01876 11.80188 30 0.252539 9.464837 6.111900 6.676685 65.75421 11.99237 31 0.253263 9.415120 6.187444 6.723510 65.49691 12.17702 32 0.253974 9.366678 6.261261 6.769274 65.24670 12.35609 33 0.254671 9.319500 6.333319 6.813957 65.00338 12.52985 34 0.255355 9.273563 6.403612 6.857551 64.76675 12.69852 35 0.256026 9.228844 6.472144 6.900059 64.53663 12.86232 36 0.256684 9.185315 6.538934 6.941490 64.31281 13.02145 37 0.257328 9.142946 6.604009 6.981860 64.09509 13.17610 38 0.257960 9.101704 6.667400 7.021188 63.88328 13.32643 39 0.258580 9.061559 6.729147 7.059497 63.67718 13.47262 40 0.259187 9.022478 6.789287 7.096811 63.47662 13.61481

Variance Decomposition of LOG(PDB):

Period S.E. LOG(M1) LOG(RIN) LOG(EXR) LOG(NEX) LOG(PDB) 1 0.022776 0.139857 0.177617 1.444911 0.447308 97.79031 2 0.027787 6.259489 1.203011 2.768930 2.736355 87.03221 3 0.032758 5.830906 2.017998 3.360624 5.419541 83.37093 4 0.036990 5.741489 3.126528 4.155386 7.055873 79.92072 5 0.040937 5.395110 4.263333 4.925833 8.464369 76.95136 6 0.044631 5.033151 5.392731 5.680946 9.650492 74.24268 7 0.048128 4.676137 6.461892 6.389994 10.67684 71.79514 8 0.051451 4.346965 7.450199 7.043300 11.56618 69.59335 9 0.054615 4.050988 8.348802 7.636349 12.33911 67.62475 10 0.057631 3.788602 9.157968 8.169966 13.01206 65.87141 11 0.060509 3.557424 9.882512 8.647590 13.59936 64.31312 12 0.063257 3.354150 10.52951 9.073993 14.11338 62.92897 13 0.065882 3.175312 11.10678 9.454382 14.56478 61.69875 14 0.068391 3.017642 11.62210 9.793902 14.96260 60.60376 15 0.070793 2.878220 12.08275 10.09737 15.31456 59.62710 16 0.073092 2.754503 12.49537 10.36916 15.62715 58.75381 17 0.075296 2.644309 12.86584 10.61317 15.90588 57.97080 18 0.077410 2.545780 13.19936 10.83281 16.15537 57.26668 19 0.079440 2.457344 13.50045 11.03108 16.37955 56.63158 20 0.081391 2.377664 13.77304 11.21058 16.58172 56.05700 21 0.083268 2.305610 14.02056 11.37354 16.76470 55.53559 22 0.085075 2.240220 14.24595 11.52194 16.93088 55.06101 23 0.086816 2.180677 14.45178 11.65744 17.08230 54.62780 24 0.088495 2.126282 14.64026 11.78152 17.22071 54.23122 25 0.090116 2.076434 14.81333 11.89545 17.34761 53.86718 26 0.091681 2.030621 14.97266 12.00033 17.46428 53.53211 27 0.093194 1.988396 15.11970 12.09712 17.57185 53.22293 28 0.094657 1.949377 15.25574 12.18667 17.67129 52.93693


(6)

29 0.096074 1.913228 15.38189 12.26970 17.76343 52.67176 30 0.097445 1.879660 15.49913 12.34687 17.84901 52.42534 31 0.098774 1.848416 15.60831 12.41873 17.92867 52.19587 32 0.100063 1.819274 15.71021 12.48580 18.00299 51.98173 33 0.101313 1.792038 15.80548 12.54851 18.07245 51.78152 34 0.102526 1.766533 15.89473 12.60725 18.13751 51.59397 35 0.103703 1.742607 15.97848 12.66238 18.19854 51.41799 36 0.104847 1.720122 16.05721 12.71419 18.25590 51.25257 37 0.105959 1.698957 16.13133 12.76297 18.30990 51.09684 38 0.107040 1.679003 16.20122 12.80897 18.36081 50.95000 39 0.108091 1.660164 16.26721 12.85241 18.40887 50.81135 40 0.109114 1.642352 16.32961 12.89348 18.45432 50.68024