BAB II HAK KEBENDAAN ATAS SAHAM PERSEROAN A. Pengertian dan Konsep Yuridis Saham - Analisis Yuridis Perbuatan Melawan Hukum Dalam Pengalihan Saham Perseroan Melalui Perjanjian Jual Beli Saham (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 2678 K/Pdt/2011)
HAK KEBENDAAN ATAS SAHAM PERSEROAN A.
Pengertian dan Konsep Yuridis Saham
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas tidak memberikan pengertian dari saham. Dalam undang-undang hanya disebutkan bahwa modal dasar perseroan terbatas terdiri atas seluruh nilai nominal saham.
Saham merupakan bukti penyertaan modal seseorang dalam sebuah perusahaan, pengertian ini terlihat dari bunyi Pasal 1 angka 1 UUPT yaitu perseroan terbatas, yang selanjutnya disebut perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.
Berdasarkan ketentuan tersebut dapat diambil pengertian bahwa saham merupakan bukti persekutuan modal perusahaan. Hal ini ditegaskan juga oleh M.
Irsan Nasarudin dan Indra Surya dalam bukunya yang mengatakan bahwa saham pada dasarnya merupakan instrumen penyertaan modal seseorang atau lembaga
dalam sebuah perusahaan. Ketentuan tersebut sesuai dengan aturan yang terdapat dalam Pasal 31 Ayat (1) UUPT yang menyatakan modal dasar perusahaan terdiri atas seluruh nominal saham.
Para pemegang saham diberikan bukti kepemilikan atas saham yang dimilikinya. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 51 UUPT yaitu pemegang saham 26 M. Irsan Nasarudin, et. al., Aspek Hukum Pasar Modal di Indonesia (Jakarta: Kencana, pasal yang sama diterangkan bahwa pengaturan bentuk bukti pemilikan saham ditetapkan dalam anggaran dasar sesuai dengan kebutuhan.
Ketentuan lain dalam UUPT tepatnya dalam Pasal 48 Ayat (1) disebutkan bahwa saham perseroan dikeluarkan atas nama pemiliknya. Jadi, dengan demikian bukti kepemilikan saham adalah adanya nama yang tertera/tertulis dalam sertifikat saham yang dikeluarkan oleh perusahaan tersebut. Nama yang tercantum dalam sertifikat saham merupakan bukti bahwa pemilik sertifikat saham itu adalah sesuai dengan nama yang tercantum.
Selain itu bukti kepemilikan lain, adalah adanya catatan kepemilikan saham yang dimiliki oleh perusahaan yang mengeluarkan saham yang dibuat oleh direksi perseroan. Dalam catatan tersebut dapat dilihat pihak-pihak yang memiliki saham dan hal-hal yang tersangkut dengan saham-saham, misalnya apakah saham itu dijadikan jaminan utang atau tidak, serta perubahan pemilikan saham dan klasifikasi sahamnya. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 50 Ayat (1), Ayat (2), dan Ayat (3) UUPT yang berbunyi:
Ayat (1), direksi perseroan wajib mengadakan dan menyimpan daftar pemegang saham, yang sekurang-kurangnya memuat:
1. Nama dan alamat pemegang saham; 2.
Jumlah, nomor, dan tanggal perolehan saham yang dimiliki pemegang saham, dan klasifikasinya dalam hal dikeluarkan lebih dari satu klasifikasi;
3. Jumlah yang disetor atas setiap saham;
Nama dan alamat dari orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai hak gadai atas saham atau sebagai penerima jaminan fidusia saham dan tanggal perolehan hak gadai atau tanggal pendaftaran jaminan fidusia tersebut;
5. Keterangan penyetoran saham dalam bentuk lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2).
Ayat (2), selain daftar pemegang saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1), direksi perseroan wajib mengadakan dan menyimpan daftar khusus yang memuat keterangan mengenai saham anggota direksi dan dewan komisaris beserta keluarganya dalam perseroan dan/atau pada perseroan lain serta tanggal saham itu diperoleh.
Ayat (3), dalam daftar pemegang saham dan daftar khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dicatat pula setiap perubahan kepemilikan saham.
Saham haruslah memiliki nilai nominal. Ini berlaku mutlak, karena UUPT melarang suatu perusahaan untuk menerbitkan saham tanpa nilai nominal. Namun demikian, tidak ada ketentuan berapa nilai nominal untuk masing-masing saham tersebut. Jadi, untuk satu saham dapat mempunyai nilai nominal misalnya Rp 1000,- , Rp 5000,- , dan sebagainya. Kecuali untuk perusahaan terbuka dimana nilai nominal sahamnya sudah ditentukan oleh peraturan di bidang pasar modal dan harus seragam untuk semua perusahaan.
27 Munir Fuady, Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis (Bandung: PT.
adalah Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). Namun apabila sebuah perseroan terbatas hendak melakukan penawaran umum di pasar modal maka persyaratannya adalah sahamnya harus dimiliki sekurang-kurangnya Rp 300.000.000.000,- (tiga ratus milyar rupiah). Jadi apabila perseroan tertutup akan menambah modalnya melalui pasar modal maka harus memenuhi persyaratan tersebut jika tidak maka perusahaan tersebut tidak dapat melakukan penawaran
umum. Adapun ketentuan yang mengatur pengurangan saham antara lain: a.
Saham perseroan dikeluarkan atas nama pemiliknya. Perseroan hanya diperkenankan mengeluarkan saham atas nama pemiliknya dan perseroan tidak boleh mengeluarkan saham atas tunjuk.
b.
Persyaratan kepemilikan saham dapat ditetapkan dalam anggaran dasar dengan memperhatikan persyaratan yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
c.
Persyaratan kepemilikan saham sebagaimana dimaksud pada poin ke-2, telah ditetapkan dan tidak dipenuhi, pihak yang memperoleh kepemilikan saham tersebut tidak dapat menjalankan hak selaku pemegang saham dan saham tersebut tidak diperhitungkan dalam kuorum yang harus dicapai sesuai dengan ketentuan UUPT dan/ atau anggaran dasar. Nilai nominal saham dalam Pasal 49 UUPT dikatakan:
1) Nilai saham harus dicantumkan dalam mata uang rupiah. 28 Nindyo Pramono, Hukum Bisnis Aktual (bunga rampai) (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2006), hlm. 135. 29 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Saham tanpa nilai nominal tidak dapat dikeluarkan. 3)
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menutup kemungkinan diaturnya pengeluaran saham tanpa nilai nominal dalam peraturan perundang- undangan di bidang pasar modal.
Perkembangan saham tanpa nilai nominal ini menjadi instrumen bursa pasar modal yang sangat likuid di Amerika, khususnya sebagai instrument lembaga mutual fund atau investment fund semacam reksa dana di pasar modal.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal telah mengintrodusir saham tanpa nilai nominal dalam lembaga reksa dana yang berbentuk perseroan.
B. Saham Sebagai Benda Bergerak 1.
Penggolongan Benda Mengacu pada KUHPerdata, benda itu sesuatu dan tiap hak yang dapat dimiliki oleh seseorang. Di dalam KUHPerdata terdapat beberapa pasal yang mengatur mengenai kebendaan. Pasal 499 KUHPerdata menurut undang-undang, barang adalah tiap benda dan tiap hak yang dapat menjadi obyek dari hak milik.
Benda dari segi tetap atau tidaknya dibagi menjadi 2 (dua) macam, yaitu: a.
Benda tak bergerak, yang termasuk benda tak bergerak menurut KUHPerdata, yaitu: 1)
Hak pakai hasil dan hak pakai barang tak bergerak 2) 30 Hak pengabdian tanah 31 Nindyo Pramono, Op. Cit., hlm. 139.
Republik Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Buku Kedua, BabI, Pasal
Hak numpang karang 4)
Hak guna usaha 5)
Bunga tanah, baik dalam bentuk uang maupun dalam bentuk barang 6)
Hak sepersepuluhan 7)
Besar atau pasar yang yang diakui oleh pemerintah dan hak istimewa yang berhubungan dengan itu 8)
Gugatan guna menuntut pengembalian atau penyerahan barang tak bergerak b.
Benda bergerak yang termasuk benda bergerak, yaitu: 1)
Hak pakai hasil dan hak pakai barang-barang bergerak 2)
Hak atas bunga yang dijanjikan, baik bunga yang terus-menerus maupun bunga cagak hidup 3)
Perikatan dan tuntutan mengenai jumlah uang yang dapat ditagih atau mengenai barang bergerak 4)
Bukti saham atau saham dalam persekutuan perdagangan uang, persekutuan perusahaan, sekalipun barang-barang bergerak yang bersangkutan dan perusahaan itu merupakan milik persekutuan. Bukti saham atau saham ini dipandang sebagai barang bergerak, tetapi hanya terhadap masing-masing peserta saja, selama persekutuan berjalan
5) Saham dalam utang Negara Indonesia, baik yang terdaftar dalam buku besar maupun sertifikat, surat pengakuan utang, obligasi atau surat
32 Ibid., Pasal 511. berhubungan dengan itu 6)
Sero-sero atau kupon obligasi dari pinjaman lainnya, termasuk juga pinjaman yang dilakukan Negara-negara asing.
Macam-macam benda berdasarkan keberadaannya dalam KUHPerdata antara lain dimuat dalam Pasal 503 sampai dengan Pasal 518.
1) Dalam Pasal 503 disebutkan bahwa benda itu ada yang bertubuh dan ada yang tidak bertubuh
2)
Pasal 504 menyebutkan bahwa barang itu ada yang bergerak dan ada yang tidak bergerak 3)
Pasal 505 menyebutkan bahwa barang bergerak ada 2 (dua) macam yaitu; barang bergerak yang dapat dihabiskan dan tidak dapat dihabiskan. 4)
Dalam Pasal 506-508 disebutkan benda-benda yang tergolong benda tak bergerak, yaitu: a)
Tanah dan segala apa yang tumbuh dan didirikan di atasnya serta yang ada di dalamnya b)
Barang-barang pabrik baik yang ada di dalamnya maupun hasil produksinya c)
Barang-barang rumah dan segala barang yang berhubungan dengan rumah baik yang menempel maupun yang tidak d)
Barang-barang yang diletakkan pada benda tak bergerak untuk dipakai selamanya Sedangkan dalam Pasal 508 disebutkan berbagai macam hak milik.
(pasal ini telah dijelaskan sebelumnya) 2. Saham sebagai benda bergerak dan akibat hukumnya
Pasal 499 KUHPerdata menyebutkan, yang dinamakan dengan kebendaan adalah tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak, yang dapat dikuasai oleh hak milik. Benda dalam terminologinya secara umum dapat dinyatakan sebagai segala yang ada di alam yang berwujud atau berjasad. Benda adalah segala sesuatu yang dapat dikuasai manusia dan dapat dijadikan objek hukum, dan pada umumnya benda berwujud, harta kekayaan dan hak.
Hak kebendaan adalah hak mutlak dan tidak dapat diganggu gugat oleh pihak lainnya. Hak kebendaan memberikan kekuasaan atas suatu benda, artinya hak kebendaan itu tetap berhubungan dengan bendanya, bahkan sekalipun ada campur tangan dari pihak luar. Dengan demikian, dapat diketahui hak kebendaan itu termasuk dalam hak keperdataan yang bersifat mutlak/absolut, yang mengandung arti bahwa seseorang mempunyai kekuasaan langsung atas sesuatu benda, sehingga hak seseorang atas sesuatu benda tersebut dapat dipertahankan terhadap siapa pun juga.
Hak kebendaan memiliki sifat mutlak/absolut yang secara singkat memiliki pengertian bahwa hak mutlak/absolut tersebut berarti hak itu mengikat 33 Marium Darus Badrulzaman, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional (Bandung: PT.
Alumni, 2010), hlm. 35. 34 Gunawan Widjaja, Memahami Prinsip Keterbukaan dalam Hukum Perdata (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2006), hlm. 242 (Selanjutnya disebut Gunawan Widjaja I). 35 Rachmadi Usman, Hukum Kebendaan (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm. 109 (Selanjutnya disebut Rachmadi Usman II).
sebagai berikut: a.
Hak kebendaan merupakan hak mutlak/jamak arah, dalam arti dapat dipertahankan terhadap siapa pun juga; b.
Hak kebendaan mempunyai zaaksgevolg atau droit de suit, artinya hak tersebut diikuti benda pada siapa hak tersebut berada; c.
Hak kebendaan adalah hal prioritas (yang lebih dahulu) terjadinya, tingkat hak yang lebih dahulu lebih tinggi dari hak yang terjadi kemudian; d.
Hak kebendaan berupa droit de preference atau hak didahulukan; e. Pada hak kebendaan orang mempunyai macam-macam aksi sebagai cara untuk mengatasi gangguan terhadap haknya. Gugatan yang menyangkut hak kebendaan disebut gugat kebendaan. Misalnya penuntutan kembali oleh pemilik benda semula atau penuntutan ganti rugi terhadap siapa yang mengganggu haknya; f. Pemindahan hak kebendaan itu harus dilakukan secara penuh.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata membagi benda terdiri atas: 1)
Benda bergerak
a) Benda berwujud
b) Benda tidak berwujud
2) Benda tidak bergerak
Sesuai dengan sifat tertutup dalam hukum kebendaan, maka pengertian benda bergerak dan benda tidak bergerak juga telah diatur secara limitatif 36 Ibid., hlm.110. bergerak adalah benda yang karena sifatnya tidak dapat dipindahkan atau berpindah. Dalam KUHPerdata kebendaan yang tidak bergerak ini telah diatur dalam Pasal 506 sampai dengan Pasal 508. Kemudian yang dimaksud dengan benda bergerak adalah karena dilihat dari sifatnya yang dapat berpindah atau dipindahkan (Pasal 509 KUHPerdata).
Saham (sero) menurut Pasal 511 KUHPerdata dianggap sebagai benda bergerak, hal ini dapat dilihat dari banyaknya literatur yang mengklasifikasikan
Pasal 511 KUHPerdata ini dalam sub bab benda bergerak yang kemudian dapat dimengerti adalah saham benar-benar bagian dari benda bergerak. Saham (sero) itu senidiri adalah tanda penyertaan modal pada perseroan terbaats. Saham adalah suatu bentuk kekayaan yang dimiliki oleh pemilik modal yang mana suatu saat dapat dipindahkan kepada siapapun sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Saham dikenal sebagai saham atas nama dan saham atas tunjuk. Saham atas nama adalah yang mencantumkan nama pemegang atau pemiliknya.
Sedangkan saham atas tunjuk adalah saham yang tidak mencantumkan nama pemegang atau pemiliknya. Dalam dunia usaha, klasifikasi saham tidak hanya terbagi menjadi 2 (dua) bagian yakni saham atas nama dan saham atas tunjuk saja melainkan memiliki banyak varian dengan klasifikasi yang berbeda-beda.
Contohnya adalah dikenalnya saham umu (common stock) dan saham preferen (preferren stock) atau sering disebut juga saham prioritas. 37 Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Op. Cit., hlm. 56. juga merupakan bukti kepemilikan. Saham merupakan bukti kepemilikan. Saham merupakan bukti kepemilikan dari pemodal yang yang menginvestasikannya dalam Perseroan.
Berdasarkan pemaparan di atas maka dalam hukum kebendaan dapat dilihat bahwa saham (sero) adalah merupakan benda sehingga termasuk dalam hukum kebendaan, benda tersebut merupakan benda yang dapat dimiliki oleh seseorang dan kepemilikannya tersebut bersifat mutlak/absolut, sehingga secara yuridis saham diakui sebagai benda bergerak tidak berwujud (Pasal 511 KUHPerdata).
Saham (sero) sebagai benda tidak pernah dilepaskan dengan perihal kepemilikan dan akibat yang timbul dari adanya saham itu sendiri. Dalam Pasal
60 Ayat (1) UUPT dikatakan bahwa saham merupakan benda bergerak dan memberikan hak menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS, menerima pembayaran dividen dan sisa kekayaan hasil likuidasi dan menjalankan hak lainnya berdasarkan undang-undang perseroan terbatas kepada pemiliknya.
Adapun akibat dari saham sebagai benda bergerak ini aalah saham dapat diagunkan dengan gadai atau jaminan fidusia sepanjang tidak ditentukan lain dalam anggaran dasar (Pasal 60 Ayat (2) UUPT). Saham dapat digadaikan atau dijadikan jaminan dengan memindahkan barang tersebut dari satu tempat ke tempat yang lain tanpa harus menghilangkan hak atas kepemilikannya. Namun,
38 Ibid., hlm. 57.
atas status sementara saham tersebut berada di tangan pihak lain.
C. Bukti dan Hak Kepemilikan Saham
Saham adalah benda bergerak yang memberikan hak kebendaan bagi pemiliknya. Hak-hak pemegang saham lahir dari kebendaan tersebut. Saham yang dimiliki oleh pemegang saham memberikan hak kepada pemegang saham. Pasal
51 UUPT mengatur tentang kewajiban perseroan untuk: 1.
Memberi “bukti pemilikan” saham kepada pemegang saham sesuai dengan jumlah yang dimilikinya,
2. Menurut Penjelasan pasal ini, mengenai pengaturan bentuk bukti pemilikan saham dapat ditetapkan dalam Anggaran Dasar sesuai dengan kebutuhan.
Saham juga mengandung arti kepemilikan (eigenaar, ownership) yang bersifat tidak dapat diraba (intangible) yang harus dibuktikan kepemilikannya.
Untuk itulah undang-undang menentukan Perseroan member bukti pemilikan saham untuk saham yang dimiliki oleh pemegang saham. Pada umumnya, bukti saham yang diberikan kepada pemegang saham (aandelhouder, shareholder) berbentuk surat “sertifikat saham” (certificaat van aandelen, depositary receipt
for shares) .
Hak pemilik saham diatur pada Pasal 52 UUPT. Akan tetapi perlu diingat, hak yang disebut pada pasal ini, dapat dikatakan merupakan hak yang paling
39 M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas (Jakarta:Sinar Grafika, 2009), hlm.257 (Selanjutnya disebut M. Yahya Harahap II).
ketentuan Pasal 52 Ayat (1), Ayat (2), Ayat (3), Ayat (4), dan Ayat (5) UUPT
mengenai hak kepemilikan saham yang berbunyi: Ayat (1), Saham memberikan hak kepada pemiliknya untuk : a. Menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS; b. Menerima pembayaran dividen dan sisa kekayaan hasil likuidasi; c. Menjalankan hak lainnya berdasarkan Undang-Undang ini.
Ayat (2), Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku setelah saham dicatat dalam daftar pemegang saham atas nama pemiliknya.
Ayat (3), Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf c tidak berlaku bagi klasifikasi saham tertentu sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang ini.
Ayat (4), Setiap saham memberikan kepada pemiliknya hak yang tidak dapat dibagi.
Ayat (5), dalam hal 1 (satu) saham dimiliki oleh lebih dari 1 (satu) orang, hak yang timbul dan saham tersebut digunakan dengan cara menunjuk 1 (satu) orang sebagai wakil bersama.
Adapun hak dan kewajiban yang dimiliki oleh para pemegang saham antara lain : a.
Hak pemegang saham 1) 40 Hak memesan terdahulu 41 Ibid., 262-263.
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas menjelaskan bila perseroan terbatas menerbitkan saham yang baru, terlebih dahulu ditawarkan kepada pemegang saham lama secara seimbang dengan pemilikan saham untuk klasifikasi saham yang Dalam rangka memnuhi kewajiban pasal tersebut, maka pihak manajemen perusahaan menawarkan ke pemegang saham lama. Sedangkan pihak pemegang saham lama akan melakukan pemesanan saham yang akan diterbitkan.
2) Hak mengajukan gugatan ke pengadilan
Bila pemegang saham melihat tindakan yang dilakukan oleh RUPS, komisaris, direksi dapat membahayakan kelangsungan perseroan, maka pemegang saham dapat mengajukan gugatan ke pengadilan bahwa tindakan yang dilakukan organ PT tersebut dapat merugikan pemegang saham. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 61 UUPT yang mengemukakan, setiap pemegang saham berhak mengajukan gugatan terhadap perseroan ke pengadilan negeri apabila dirugikan karena tindakan perseroan yang dianggap tidak adil dan tanpa alasan yang wajar, sebagai akibat keputusan RUPS, komisaris, atau direksi.
Gugatan semacam ini dinamakan dengan personal rights yang dimiliki oleh setiap pemegang saham. Selain itu, terdapat juga bentuk gugatan
derivative action , yaitu suatu gugatan berdasarkan atas hak utama 42 (primary rights) dari perseroan, tetapi dilaksanakan oleh pemegang Ibid., Pasal 43. suatu kegagalan dalam perseroan, atau dengan perkataan lain derivative
action merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh para pemegang
saham untuk dan atas nama perseroan.3) Hak saham dibeli dengan harga wajar
Ada kemungkinan perseroan akan membeli kembali saham yang telah dikeluarkan. Bila terjadi hal yang semacam ini, dalam undang- undang perseroan perbatas dijelaskan bahwa para pemegang saham berhak mendapatkan harga yang wajar terhadap saham yang dipegangnya. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 62 Ayat (1) UUPT, yang mengemukakan bahwa setiap pemegang saham berhak meminta kepada perseroan agar sahamnya dibeli dengan harga yang wajar apabila yang bersangkutan tidak menyetujui tindakan perseroan yang merugikan pemegang saham atau perseroan, berupa : (1)
Perubahan anggaran dasar (2)
Pengalihan atau penjaminan kekayaan perseroan yang mempunyai nilai lebih dari 50% (lima puluh persern) kekayaan bersih perseroan
(3) Penggabungan, peleburan, pengambilalihan atau pemisahan. Jumlah nilai nominal seluruh saham yang dibeli kembali oleh perseroan dan gadai saham atau jaminan fidusia atas saham yang dipegang oleh perseroan sendiri dan/atau perseroan lain yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung dimiliki oleh perseroan, tidak melebihi perseroan, kecuali diatur lain dalam peraturan perundang-undangan di
bidang pasar modal. Dalam hal saham yang diminta untuk dibeli melebihi batas ketentuan pembelian kembali saham oleh perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 Ayat (1) huruf b UUPT, perseroan wajib mengusahakan agar sisa saham dibeli oleh pihak
ketiga.
4) Hak meminta ke pengadilan negeri menyelenggarakan RUPS
Penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dilakukan sekali dalam setahun, namun dalam hal tertentu, para pemegang saham dapat meminta diadakan RUPS. Hal ini dijabarkan dalam Pasal 79 UUPT yaitu sebagai berikut : (1)
Direksi menyelenggarakan RUPS tahunan dan RUPS lainnya dengan didahului pemanggilan RUPS ; (2)
Penyelenggaraan RUPS dapat dilakukan atas permintaan 1 (satu) orang atau lebih pemegang saham yang bersama-sama mewakili 1/10 (satu persepuluh) atau lebih dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, kecuali anggaran dasar menentukan suatu jumlah yang kecil atau dewan komisaris
Yang diajukan kepada direksi dengan surat tercatat disertai dengan alasannya. Dalam hal permintaan dating dari pemegang saham, maka 43 surat tercatat tersebut tembusannya disampaikan kepada dewan 44 Ibid., Pasal 37.
Ibid., Pasal 62 ayat (2). didahului dengan pengumuman mengenai akan diadakan pemanggilan RUPS dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan di pasar modal. Pengumuman dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum pemanggilan RUPS.
Direksi wajib melakukan pemanggilan RUPS dalam jangka waktu paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak tanggal permintaan penyelenggaraan RUPS diterima. Dalam hal Direksi tidak melakukan pemanggilan RUPS, maka : (1)
Dalam hal permintaan penyelenggaraan RUPS dilakukan oleh pemegang saham, maka harus diajukan kembali kepada dewan komisaris; atau
(2) Dalam hal permintaan dilakukan oleh dewan komisaris, maka dewan komisaris melakukan pemanggilan sendiri RUPS.
Dewan komisaris melakukan pemanggilan RUPS dalam jangka waktu paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak tanggal permintaan penyelenggaraan RUPS diterima. Dalam hal direksi atau dewan komisaris tidak melakukan pemanggilan RUPS dalam jangka waktu tersebut di atas, pemegang saham yang meminta penyelenggaraan RUPS dapat mengajukan permohonannya kepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan untuk menetapkan pemberian izin kepada pemohon melakukan sendiri pemanggilan RUPS tersebut. Ketua direksi dan/ atau dewan komisaris, menetapkan pemberian izin untuk menyelenggarakan RUPS apabila pemohon secara sumir telah membuktikan bahwa persyaratan telah dipenuhi dan pemohon mempunyai kepentingan yang wajar untuk menyelenggarakan RUPS. Penetapan ketua pengadilan negeri memuat juga mengenai : (1)
Bentuk RUPS, mata acara RUPS sesuai dengan permohonan pemegang saham, jangka waktu pemanggilan RUPS, serta penunjukan ketua rapat, sesuai dengan atau tanpa terikat pada ketentuan undang-undang ini atau anggaran dasar; dan/atau
(2) Perintah yang mewajibkan direksi dan/atau dewan komisaris untuk hadir dalam RUPS.
(3) Penetapan ketua pengadilan negeri mengenai pemberian izin tersebut bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap atau
merupakan instansi pertama dan terakhir.
5) Hak menghadiri RUPS
Salah satu hak yang cukup penting bagi pemegang saham adalah menghadiri RUPS. Dalam Pasal 85 UUPT dijelaskan sebagai berikut : (1)
Pemegang saham dengan hak suara yang sah, baik sendiri maupun diwakili berdasarkan surat kuasa tertulis berhak menghadiri RUPS
dimilikinya; (2)
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi pemegang saham dan saham tanpa hak suara; (3)
Dalam pemungutan suara, suara yang dikeluarkan oleh pemegang saham berlaku untuk seluruh saham yang dimilikinya dan pemegang saham tidak berhak memberikan kuasa kepada lebih dan seorang kuasa untuk sebagian dan jumlah saham yang dimilikinya dengan suara yang berbeda;
(4) Dalam pemungutan suara, anggota direksi, anggota dewan komisaris, dan karyan perseroan yang bersangkutan dilarang bertindak sebagai kuasa dan pemegang saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1);
(5) Dalam hal pemegang saham hadir sendiri dalam RUPS, surat kuasa yang telah diberikan tidak berlaku untuk rapat tersebut;
Saham juga memberikan hak kepada pemiliknya untuk :
(a) Menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS;
(b) Menerima dan mengeluarkan dividend dan sisa kekayaan hasil likuidasi;
(c) Menjalankan hak lainnya berdasarkan Undang-Undang ini
46 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Bab III, Pasal 52 ayat (1). yang harus dijalankan oleh pemegang saham. Kewajiban tersebut
yaitu: b. Kewajiban pemegang saham
1) Kewajiban dalam pengalihan saham
Mengalihkan saham yang dimiliki oleh pemegang saham merupakan hak dari pemegang saham yang bersangkutan. Hal ini tidak berarti dapat dilakukan tanpa memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar perseroan. Anggaran dasar perseroan dapat menetapkan kewajiban bagi pemegang saham yang akan mengalihkan sahamnya terlebih dahulu harus menawarkan saham yang akan dialihkan tersebut kepada kelompok pemegang saham tertentu atau pemegang saham lain untuk kepada karyawan melakukan penawaran kepada pihak lain.
Pemegang saham wajib terlebih dahulu meminta persetujuan dari organ perseroan apabila anggaran dasar menetapkan bahwa pengalihan hak atas saham harus mendapatkan persetujuan dari perseroan. Ketentuan lain yang harus diperhatikan oleh pemegang saham adalah kewajiban pengalihan saham atas nama dengan mempergunakan akta pemindahan hak. Akta dimaksud dapat berupa akta di bawah tangan ataupun akta otentik.
47 Irwadi, Hukum Perusahaan Suatu Telaah Yuridis Normatif (Jakarta: Mitra Karya,
Kewajiban mengalihkan saham dalam hal pemegang saham kurang dari 2 (dua) orang Pengertian perseroan terbatas dalam Pasal 1 Ayat (1) UUPT mengandung pengertian bahwa perseroan terbatas terbentuk berdasarkan sebuah perjanjian. Dengan demikian, berarti dibutuhkan lebih dari 1 (satu) orang dalam pembentukan sebuah perseroan terbatas.
Perseroan didirikan harus terdapat paling sedikit 2 (dua) orang pemegang saham. Namun, adakalanya bisa terjadi bahwa setelah erseroan disahkan (memperoleh status badan hukum), salah seorang atau beberapa pemegang saham mengalihkan sahamnya kepada pemegang saham lain, sehingga bisa terjadi keadaan dimana hanya satu orang saja pemegang saham perseroan.
Apabila terjadi keadaan yang demikian, maka pemegang saham tunggal tersebut dalam jangka waktu 6 bulan tertentu sejak keadaan tersebut, wajib mengalihkan sahamnya kepada orang lain. Akibat hukum yang diterima oleh pemegang saham tunggal tersebut apabila terlampau jangka waktu enam bulan tersebut adalah pemegang saham tunggal tersebut bertanggung jawab secara pribadi atas segala perikatan atau kerugian perseroan. tanggung jawab yang demikian tidak terbatas hanya pada besaran saham yang dimiliki dalam perseroan tapi juga
meliputi harta pribadi pemegang saham yang bersangkutan.
Tanggung jawab terbatas Sifat perseroan (corporate nature) merupakan perorangan atau person yang tidak dapat terlihat, tidak teraba atau abstrak dan artificial.
Namun demikian, Perseroan menikmati semua hak yang dimiliki perseorangan (natural person). Pada dasarnya, pemegang saham (shareholder, stockholder, proprietor) dari Perseroan : (1)
Pemegang saham diberi sertifikat saham sebagai bukti, bahwa yang bersangkutan adalah pemilik sebagian (own a portion) dari perseroan tersebut;
(2) Akan tetapi, oleh karena perseroan merupakan wujud yang terpisah
(separate entity) dari pemegang saham sebagai pemilik, maka
pemegang saham tidak boleh menuntut aset perseroan; (3)
Kekayaan perseroan tetap milik perseroan, oleh karena itu pemegang saham tidak mempunyai hak untuk mengalihkan kekayaan perseroan kepada dirinya maupun kepada orang lain. Saham yang dimiliki pemegang saham tersebut sebagai bukti kepemilikannya atas sebagian perseroan, pada umumnya hanya memberi hak kepada pemegang saham untuk mengeluarkan suara dalam RUPS, menerima dividen, menerima persentase aset perseroan secara proporsional sesuai dengan jumlah saham yang dimiliki apabila perseroan dilikuidasi. Selanjutnya, pemegang saham sebagai pemilik, hanya mempunyai hak kontrol tidak langsung atas operasional sehari- hari perseroan dan atas segala kebijaksanaan direksi. Akan tetapi, fungsi direksi. Semakin banyak saham yang dimiliki seorang pemegang saham, maka semakin besar kekuasaan kontrol yang dapat dilakukannya. Selain daripada hal-hal yang dijelaskan di atas, salah satu keuntungan yang paling besar diperoleh dan dinikmati oleh pemegang saham adalah tanggung jawab terbatas (limited liability). Keuntungan ini diberikan undang-undang kepadanya, sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 3 Ayat (1) UUPT. Meskipun pemegang saham dikonstruksikan sebagai pemilik dari perseroan, namun hukum perseroan (corporate law) melalui Pasal 3 Ayat (1) UUPT, membatasi tanggung jawabnya dengan acuan: (1)
Pemegang saham perseroan, tidak bertanggung jawab secara pribadi (personal liability) atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan maupun atas kerugian yang dialami perseroan;
(2) Risiko yang ditanggung pemegang saham, hanya sebesar investasinya atau tidak melebihi saham yang dimilikinya pada
Perseroan; (3)
Pemegang saham tidak bertanggung jawab secara pribadi atau
secara individual atas utang perseroan.
Prinsip ini dipertegas lagi dalam Penjelasan Pasal 3 ayat (1) UUPT, bahwa pemegang saham hanya bertanggung jawab sebesar setoran atas
49 M. Yahya Harahap II, Op. Cit., hlm. 74.
pribadinya.
(1) Perseroan sebagai badan hukum merupakan unit hukum (legal
uniti ) dengan kewenangan dan kapasitas yang terpisah dari
pemegang saham untuk menguasai kekayaan, membuat kontrak, menggugat dan digugat, melanjutkan hidup dan eksistensi meskipun pemegang saham berubah dan direksi diberhentikan atau diganti;
Tanggung jawab pemegang saham yang terbatas inilah yang dibakukan dalam istilah “tanggung jawab terbatas”. Jadi, bertitik tolak dari konsep dan prinsip separate entity dan corporate entity yang melahirkan tanggung jawab terbatas (limited liability) pemegang saham, dapat disimpulkan: (2)
Harta kekayaan, hak dan kepentingan serta tanggung jawab perseroan terpisah dari pemegang saham; (3)
Selanjutnya pemegang saham menurut hukum sesuai dengan ketentuan Pasal 3 Ayat (1) UUPT, mempunyai imunitas dari kewajiban dan tanggung jawab perseroan, karena antara pemegang saham dan perseroan terdapat perbedaan dan pemisahan personalitas hukum. Tujuan utama yang ingin dicapai prinsip limited liability, untuk menjadikan perseroan sebagai kendaraan yang menarik menanam 50 Republik Indonesia, Undang-Undang nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan dan tabir perlindungan kepada pemegang saham yang tidak bersalah terlepas dan terbebas dari tuntutan pihak ketiga yang timbul dari kontrak atau transaksi yang dilakukan perseroan. Dengan demikian, melalui perisai atau tabir limited liability, bertujuan untuk membudayakan investor pasif, yakni para pemegang saham menaruh sejumlah uang dalam bisnis yang dikeloa perseroan tanpa memikul risiko yang dapat menjangkau harta pribadinya. Terlepas dari pendapat yang mengatakan limite liability bukan prinsip hukum, tetapi merupakan tonggak kapitalisme, mungkin ada benarnya. Sebab tanggung jawab terbatas (limited liability) pada dasarnya merupakan
good deal atas risiko berusaha bagi penanam modal, dalam hal ini
pemegang saham. Dengan demikian tanggung jawab terbatas, lebih mengarah kepada stimulasi investasi daripada persoalan hukum.
Prinsip pembatasan penerapan tanggung jawab terbatas dari pemegang saham dikenal dengan prinsip piercing the corporate veil.
Prinsip ini dalam Bahasa Indonesia selalu diartikan “menyingkap tabir
atau cadar perseroan”. Tabir atau cadar yang disingkap dimaksud adalah diterobosnya pertanggungjawaban terbatas dari pemegang saham yang telah ditetapkan dalam Pasal 3 Ayat (1) UUPT tersebut. Dalam
51 Rudhi Prasetya, Upaya Mencegah Penyalahgunaan Badan Hukum, Serangkaian Pembahasan Pembaharuan Hukum di Indonesia (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1993), hlm.
corporate veil dipersyaratkan beberapa hal sebagai berikut:
(1) Persyaratan perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi;
(2) Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan perseroan semata- mata untuk kepentingan pribadi;
(3) Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh perseroan; atau
(4) Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan, yang mengakibatkan kekayaan perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang perseroan.
D. Klasifikasi Saham
Klasifikasi saham diatur pada Pasal 53 UUPT. Penjelasan pasal ini, yang dimaksud dengan “klasifikasi saham: adalah pengelompokkan saham berdasar karakteristik yang sama. Salah satu prinsip pokok klasifikasi saham, ditegaskan pada Pasal 53 Ayat (2) UUPT berupa hak yang sama (equal right) kepada pemegangnya yakni setiap saham dalam klasifikasi yang sama, memberikan kepada pemegangnya hak yang sama. Undang-undang membolehkan anggaran dasar perseroan menetapkan 1 (satu) atau lebih klasifikasi saham. Apabila 52 M. Yahya Harahap II, Op. Cit., hlm. 77. diantaranya sebagai “saham biasa”.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas hanya dikenal satu jenis saham yaitu saham atas nama. Hal ini diatur dalam Pasal 48 Ayat (1), yaitu: saham perseroan dikeluarkan atas nama pemiliknya dan tidak dikenal lagi adanya saham atas tunjuk sebagaimana pernah diatur dalam Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas yang telah dicabut.
Berdasarkan UUPT ditentukan ada beberapa klasifikasi saham, sebagaimana diatur dalam Pasal 53 ayat (4) yang berbunyi : Klasifikasi saham
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), antara lain: a.
Saham dengan hak suara atau tanpa hak suara; b. Saham dengan hak khusus untuk mencalonkan anggota direksi dan/atau anggota dewan komisaris; c.
Saham yang setelah jangka waktu tertentu ditarik kembali atau ditukar dengan klasifikasi saham lain; d.
Saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima dividen lebih dahulu dan pemegang saham klasifikasi lain atas pembagian dividen secara kumulatif atau nonkumulatif; e. Saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima lebih dahulu dan pemegang saham klasifikasi lain atas pembagian sisa kekayaan perseroan dalam likuidasi.
53 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
sebagai berikut: 1.
Saham biasa (common share)
Pasal 53 ayat (3) UUPT, apabila anggaran dasar menetapkan lebih dari 1 (satu) klasifikasi saham, harus ditetapkan salah satu di antaranya sebagai “saham biasa”. Yang dimaksud dengan saham biasa menurut Penjelasan pasal ini
adalah: a.
Saham yang “mempunyai hak suara” untuk mengambil keputusan dalam RUPS mengenai segala hal yang berkaitan dengan pengurusan Perseroan; b. Mempunyai “hak untuk menerima dividen” yang dibagikan; c. Mempunyai hak menerima sisa kekayaan hasil likuidasi.
Saham biasa adalah suatu sertifikat atau piagam yang memiliki fungsi sebagai bukti kepemilikan suatu perusahaan dengan berbagai aspek-aspek penting bagi perusahaan. Pemilik saham akan mendapatkan hak untuk menerima sebagian pendapatan tetap/dividen dari perusahaan serta kewajiban menanggung risiko kerugian yang diderita perusahaan. Saham biasa diberikan kepada setiap orang yang memberikan pemasukan sejumlah uang kepada perseroan. Kepada orang itu diberikan beberapa lembar saham sesuai dengan uang pemasukannya. Pada setiap saham biasa secara imperatif melekat hak-hak yang disebut di atas. Hak-hak itu, dicantumkan dalam anggaran dasar. Pengaturannya dalam anggaran dasar, boleh melebihi hak-hak yang disebut di atas. 54 Ibid., Penjelasan Pasal 53 ayat (3).
2. Saham Preferen
Saham preferen adalah saham yang pemiliknya akan memiliki hak lebih dibanding hak pemilik saham biasa. Pemegang saham preferen akan mendapat dividen lebih dahulu dan juga memiliki hak suara lebih dibanding pemegang saham biasa seperti hak suara dalam pemilihan direksi sehingga jajaran manajemen akan berusaha sekuat tenaga untuk membayar ketepatan pembayaran
dividen preferen agar tidak lengser. Saham ini mempunyai hak lebih dahulu memperoleh bagian dividen dari pemegang saham klasifikasi lain. Misalnya, kalau pemegang saham biasa menerima dividen 20%, maka saham utama lebih dahulu menerima dividen 20% ditambah 5% sehingga menjadi 25%.
Setiap orang yang dapat menjadi pendiri suatu perseroan terbatas dapat menjadi pemegang saham perseroan terbatas. Pendiri adalah mereka yang hadir di hadapan notaries pada saat akta pendirian perseroan terbatas ditandatangani. Status hukum para pendiri ini akan berubah menjadi pemegang saham pada saat perseroan terbatas memperoleh status sebagai badan hukum, yaitu pada saat akta pendirian perseroan terbatas tersebut memperoleh pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM. Dengan demikian, berarti pada saat yang bersamaan juga yaitu pada saat perseroan terbatas memperoleh status badan hukum, saham perseroan sebagai bukti pemilikan pemegang saham dalam perseroan terbatas memperoleh kedudukan dalam hukum. 55
(diakses pada tanggal 25 Maret 2015 pukul
21.45 WIB).
56 dalam: a.
Kepemilikan melalui perusahaan kelompok Perusahaan kelompok dikenal dengan berbagai macam istilah, ada yang menyebut holding company/ parent company/ controlling company atau dikenal pula dengan istilah concern/ group company.
Perusahaan kelompok adalah perusahaan yang bertujuan untuk memiliki saham satu atau lenih perusahaan lain dan/ atau mengatur satu atau lebih perusahaan lain tersebut. Pendapat lain menyebutnya sebagai satuan ekonomi dimana badan-badan hukum/ perseroan secara organisasi terkait
sedemikian rupa sehingga mereka berada di bawah satu pimpinan. Dalam kedua pengertian tersebut di atas, pada prinsipnya memiliki poin yang sama di dalam aspek ekonomi, dimana adanya perusahaan sentral yang memimpin anak-anak perusahaan. Perusahaan sentral tersebut disebut juga dengan induk perusahaan (parent company/ controlling company) yang kegiatan utamanya adalah melaksanakan investasi pada anak-anak perusahaan dan selanjutnya mengontrol dan mengawasi kegiatan manajemen anak perusahaan dan juga mengawasi kegiatan antar anak perusahaan.
Struktur kepemilikan saham dalam perseroan terbatas, dimungkinkan pemilikan saham oleh induk perusahaan ke dalam lebih dari satu anak perusahaan dan selanjutnya sehingga membentuk suatu kepemilikan
57 Munir Fuady, Op. Cit., hal. 83-84.
dengan anak perusahaan, cucu perusahaan, dan seterusnya.
Sebagai suatu perusahaan, perusahaan kelompok dapat merupakan perusahaan dengan berbagai macam bentuk persekutuan perdata, firma, persekutuan komanditer sampai dengan perseroan terbatas. Bentuk-bentuk tersebut bukanlah suatu keharusan, namun dalam praktek bisnis sehari-hari ditemukan bahwa perusahaan kelompok selalu dibentuk dalam suatu perseroan terbatas. Dengan status hukum perseroan terbatas maka perusahaan kelompok di Indonesia tunduk kepada UUPT. Pada perusahaan kelompok, hubungan antara induk dan anak perusahaan terjadi karena sebab antara lain, karena penguasaan saham, karena perjanjian dan dapat juga terjadi karena fakta unipersonal/ personnya dimana anggota direksi perusahaan anak adalah juga anggota direksi pada perusahaan induk, sehingga kebijakan dalam
menjalankan perseroan ada pada perusahaan induk.
Beberapa ketentuan UUPT seharusnya diperhatikan baik oleh induk dan
anak perusahaan, yaitu: 1)
Ketentuan mengenai batas-batas kewenangan dan tangung jawab direksi, komisaris, dan pemegang saham 2)
Ketentuan mengenai merger, konsolidasi, dan akuisisi 3)
Ketentuan mengenai kepemilikan saham 4)
Ketentuan mengenai treasury stock 5) 58 Ketentuan mengenai perjanjian penjaminan saham dan jual beli saham.
Ningrum N. Sirait, Modul Hukum Perusahaan, Program Studi Magister Ilmu Hukum (Medan: USU, 2006), hlm. 32. 59 Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Op. Cit.,hlm. 154. Kepemilikan piramid oleh Perseroan Selain kepemilikan melalui holding company seringkali dalam kepemilikan saham perseroan terjadi kepemilikan piramid. Kepemilikan piramid ini terdiri dari piramid 2 (dua) tingkat dan piramid 3 (tiga) tingkat. Dalam piramid 2 (dua) tingkat, pemegang saham minoritas pengendali memegang saham pengendali di dalam suatu perusahaan induk (holding
company ) yang selanjutnya memegang saham pengendali (controlling company ) di dalam perusahaan yang menjalankan operasional (operating company ). Di dalam 3 (tiga) tingkat, perusahaan induk utama (primary
holding company ) yang selanjutnya memegang kendali atas perusahaan induk
sekunder (secondary holding company) yang selanjutnya memegang kendali
atas perusahaan yang menjalankan operasional (operating company).
Gunawan Widjaja menyebutkan kepemilikan piramid adalah pengendalian suatu perseroan oleh pemegang saham minoritas dalam suatu perusahaan sekaligus yang juga merupakan pemegang saham pengendali pada pemegang saham mayoritas perusahaan tersebut. Dengan kata lain, kepemilikan piramid adalah kepemilikan saham minoritas oleh induk perusahaan pada cucu perusahaan dimana saham mayoritasnya dimiliki oleh anak perusahaan dari induk perusahaan tersebut. Dalam kepemilikan piramid atau disebut juga piramid holding, tidak ada hubungan kepemilikan hubungan yang bersilang secara horizontal (horizontal cross holding) pada saham pengendali yang mempunyai kekuatan pengendali secara terpusat. Karenanya 60 Ibid., hlm. 155. didistribusikan ke seluruh anggota grup bukan terkonsentrasi di tangan suatu perusahaan atau pemegang saham.
c.
Kepemilikan oleh anak perusahaan Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 melarang perseroan mengeluarkan saham untuk dimiliki sendiri atau dimiliki oleh perseroan lain yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung telah
dimiliki oleh perseroan. Karena pada prinsipnya pengeluaran saham adalah suatu upaya pengumuman modal karena kewajiban penyetoran saham sudah seharusnya dibebankan kepada pihak lain.
Kepemilikan langsung atau penguasaan langsung oleh perseroan atas saham-saham miliknya sendiri dapat menciptakan kesewenang-wenangan dalam perseroan terbatas, oleh karena perseroan terbatas tersebut menjadi
tidak dapat lagi dikontrol dan diawasi. Di samping itu, menyatunya pemilikan dan pengurusan perseroan di bawah satu kendali, yaitu direksi sebagai wakil perseroan sebagai pemilik dan direksi sekaligus sebagai organ yang melaksanakan fungsi pengurusan dan perwakilan jelas sangat bertentangan dengan prinsip Good Corporate Governance, sehingga kepemilikan jenis ini pada umumnya dilarang. Kepemilikan sendiri secara
langsung ini dapat terjadi karena: 61 Gunawan Widjaja, Hak Individu dan Kolektif Para Pemegang Saham (Jakarta: Forum Sahabat, 2008), hlm. 43 (Selanjutnya disebut Gunawan Widjaja II). 62 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan terbatas, Bab III, Pasal 36. 63 64 Gunawan Widjaja II, Op. Cit., hlm. 44.
Ibid., hlm. 45.
Perseroan mengeluarkan sahamnya untuk diambil bagian dan dimiliki sendiri 2)
Perseroan membeli saham dari pemegang saham yang hendak menjual sahamnya 3)
Suatu peristiwa atau perbuatan hukum, misalnya merger antara anak perusahaan dengan cucu perusahaan.
Berkaitan dengan konteks pembelian saham, terutama pembelian kembali saham perseroan, Pasal 37 UUPT menegaskan bahwa hal tersebut masih diperbolehkan dengan ketentuan bahwa:
a) Pembelian kembali saham tersebut tidak menyebabkan kekayaan bersih perseroan menjadi lebih kecil dari jumlah modal yang ditempatkan ditambah cadangan wajib yang telah disisihkan
b) Jumlah nilai nominal seluruh saham yang dibeli kembali oleh
Perseroan berikut gadai saham atau jaminan fidusia atas saham yang dipegang oleh perseroan sendiri dan/ atau perseroan lain yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung dimiliki oleh perseroan, tidak melebihi 10% dari jumlah yang ditempatkan dalam perseroan, kecuali diatur lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal, dan
c) Hanya boleh dikuasai perseroan paling lama 3 (tiga) tahun.