Analisis Yuridis Perbuatan Melawan Hukum Dalam Pengalihan Saham Perseroan Melalui Perjanjian Jual Beli Saham (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 2678 K/Pdt/2011)

(1)

ANALISIS YURIDIS PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM PENGALIHAN SAHAM PERSEROAN MELALUI PERJANJIAN JUAL

BELI SAHAM (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 2678 K/Pdt/2011)

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh :

110200224

FEBRI ANDISTA HASIBUAN

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

ANALISIS YURIDIS PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM PENGALIHAN SAHAM PERSEROAN MELALUI PERJANJIAN JUAL

BELI SAHAM (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 2678 K/Pdt/2011)

Oleh :

110200224

FEBRI ANDISTA HASIBUAN

Disetujui Oleh :

Ketua Departemen Hukum Ekonomi

NIP. 197501122005012002 Windha, S.H., M.Hum

Pembimbing I Pembimbing II

Prof.Dr.Bismar Nasution,SH,

NIP. 195603291986011001 NIP. 197002012002122001 MH Dr.T.KeizerinaDevi Azwar,SH,CN,M.Hum

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

ABSTRAK

ANALISIS YURIDIS PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM PENGALIHAN SAHAM PERSEROAN MELALUI PERJANJIAN JUAL BELI SAHAM (Studi Putusan

Mahkamah Agung No. 2678 K/Pdt/2011)

1Febri Andista Hasibuan

**

Bismar Nasution ***

1

Mahasiswa Fakultas Hukum USU **

Dosen Pembimbing I ***

Dosen Pembimbing II

T. Keizerina Devi Azwar

Saham perseroan dapat dialihkan oleh pemegang saham salah satunya dengan cara jual beli saham. Jual beli saham secara otomatis akan terjadi pengalihan hak atas saham yang diperjualbelikan tersebut. Jual beli menurut pengertian KUHPerdata Pasal 1457 adalah suatu perjanjian atau suatu persetujuan timbal balik antara pihak yang satu selaku penjual yang berjanji untuk menyerahkan suatu barang kepada pihak lain yaitu pembeli. Pasal 56 ayat (1) UUPT dikatakan bahwa pengalihan hak atas saham dalam hal ini melalui jual beli harus dilakukan dengan akta pengalihan hak, baik akta otentik maupun akta di bawah tangan. Para pihak harus tunduk atas segala hal yang diperjanjikan yang tertuang di dalam akta pengalihan. Namun, dewasa ini seringkali pihak penjual saham menyembunyikan informasi mengenai saham yang menjadi objek jual beli yang tidak tercantum di dalam akta jual beli saham sehingga pihak pembeli mengalami kerugian. Hal tersebut dapat menjadi suatu perbuatan melawan hukum karena telah menyalahi syarat-syarat yang terdapat di dalam akta jual beli saham seperti yang dikaitkan dengan putusan Mahkamah Agung No. 2678 K/Pdt/2011. Adapun permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini adalah mengenai bagaimanakah hak kebendaan atas saham perseroan, bagaimanakah aspek hukum pengalihan hak atas saham perseroan melalui perjanjian jual beli saham, dan bagaimana bentuk-bentuk perbuatan melawan hukum dalam pengalihan hak atas saham perseroan melalui perjanjian jual beli saham yang terdapat dalam putusan MA No. 2678 K/Pdt/2011.

Metode penelitian yang dipakai untuk menyusun skripsi ini adalah penelitian hukum normatif atau penelitian kepustakaan, yang menggunakan sumber data sekunder, berupa buku-buku, undang-undang, internet, dan hasil tulisan ilmiah lainnya yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.

Saham merupakan bukti penyertaan modal seseorang dalam perseroan yang memberikan hak kebendaan bagi pemiliknya. Saham sebagai objek jual beli harus dibuat akta jual belinya yang disepakati oleh pihak yang terkait. Perjanjian jual saham secara harus memenuhi kaidah dari suatu perjanjian yang terdapat dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Perjanjian jual beli saham ini harus sama-sama saling diuntungkan. Apabila terdapat hal-hal atau informasi mengenai saham perseroan tersebut yang disembunyikan oeh pihak penjual dan tidak diberitahukan kepada pembeli saham sementara perjanjian jual beli sudah dilakukan dan pembayaran sudah terlaksana, maka hal tersebut oleh penjual telah melakukan suatu perbuatan melawan hukum. Suatu perbuatan dikategorikan sebagai melawan hukum memenuhi perbuatan dan merugikan pihak lain. Menurut Pasal 1365 KUHPerdata suatu hal yang dikatakan perbuatan melawan hukum dalam hal ini terkait perjanjian jual beli saham, maka pihak pelaku harus mengganti kerugian baik materiil maupun immateriil karena kesalahannya seperti pada putusan MA No. 2678 K/Pdt/2011.


(4)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Dengan segenap kerendahan hati dan keikhlasan hati penulis panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, dan ridha-Nya yang begitu besar kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik. Begitu pula shalawat beiring salam penulis panjatkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW (Allahumma sholli ‘ala sayyidina Muhammad, wa ‘ala sayyidina wa maulana Muhammad) semoga kita mendapatkan syafaatnya di hari kelak.

Sudah menjadi suatu kewajiban bagi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara untuk membuat suatu karya ilmiah dalam menyelesaikan masa kuliahnya. Untuk menyelesaikan masa kuliah dan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum maka penulis mempersembahkan sebuah skripsi yang berjudul “Analisis Yuridis Perbuatan Melawan Hukum Dalam Pengalihan Saham Perseroan Melalui Perjanjian Jual Beli Saham (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 2678 K/Pdt/2011).” Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari dengan sepenuhnya bahwa hasil yang diperoleh masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis akan sangat berterima kasih jika ada kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini kedepan terlebih kepada penulis sendiri.

Di dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis telah mendapatkan banyak bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:


(5)

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH.,MH., DFM selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,

4. Bapak Dr. O.K. Saidin, SH., M.Hum selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,

5. Ibu Windha, SH., M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,

6. Bapak Ramli Siregar, SH., M.Hum selaku Sekretaris Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,

7. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, SH., MH selaku Pembimbing I yang telah banyak meluangkan waktunya dalam memberikan bantuan, bimbingan, dan arahan kepada penulis pada saat penulisan skripsi,

8. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH.,CN.,M.Hum selaku Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktunya dalam memberikan bantuan, bimbingan, dan arahan kepada penulis pada saat penulisan skripsi,

9. Bapak Dr. Mahmud Mulyadi, SH., M.Hum selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan banyak masukan selama masa perkuliahan,

10.Bapak/Ibu Dosen Staf Pengajar yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan selama penulis menempuh perkuliahan beserta seluruh staf


(6)

pegawai yang telah memberikan pelayanan dengan baik selama perkuliahan,

11.Kepada orang tuaku tercinta yang menjadi penyemangat hidup penulis, Bapak Ali Irsan Hasibuan dan Mamak Rosnani. Terima kasih tak terhingga atas segala doa, dukungan, kesabaran dan segala pemberian baik materil maupun moril yang telah diberikan selama ini. Nothing can change you both in this whole world, I love you the most,

12.Abang dan adikku tercinta Alfian Syah Putra Hasibuan, ST, dan Tri Satria Darmawan Hasibuan. Terima kasih tak terhingga atas segala doa, dukungan, dan bantuannya selama ini. I love you the most, my brother. Begitu pula dengan seluruh keluarga besar yang telah memberikan banyak doa kepada penulis selama ini,

13.Buat sahabat-sahabatku David Parulian Sinurat, Vonny Fransisca Simarmata, Miftahul Rahmah, Abdel Khalish, Abdul Rasyid Mustafa, Hirmawaty Fanny, Marni Novita, Ahmad Husein Pan Harahap, Rahmansyah Putra, Rika Hanifah, Christy Pratami, Susan Oktaviana, Arius Prima, Pranto Situmorang, Satria Waruwu, Happy Day, Dayana, Ezra Sipayung, Juantha Barus, Fetricya Naomi, Dian Julia, Yuliana Siregar, teman-teman Grup E Stambuk 2011, dan seluruh teman-teman IMAHMI Departeman Hukum Ekonomi Stambuk 2011 Fakultas Hukum Sumatera Utara. Terima kasih buat semua kebersamaannya selama ini. 14. Buat sahabat-sahabatku Parsidikalang , ISOTOP dan LIQUID Ibrahim


(7)

Yohana, Pasu, Peniel, Sara, Mino, Sartika, Miss Endang, Cokro, Susi, Peniel dan lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima Kasih atas dukungan dan kekompakannya selama ini.

15.Seluruh pihak yang telah memberikan bantuannya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Akhir kata, penulis ucapkan terima kasih atas semua partisipasi dari berbagai pihak yang telah membantu, dan penulis juga meminta maaf apabila masih ada pihak yang mendukung penulis tetapi belum sempat dimuat namanya. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 9 Maret 2015 Penulis,

Febri Andista Hasibuan


(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK………...………i

KATA PENGANTAR………ii

DAFTAR ISI……… vii

BAB I PENDAHULUAN ………..1

A. Latar Belakang ………1

B. Rumusan Masalah ………...6

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ………7

D. Keaslian Penulisan ………..8

E. Tinjauan Kepustakaan ………9

F. Metode Penelitian ………..15

G. Sistematika Penulisan ………18

BAB II HAK KEBENDAAN ATAS SAHAM DALAM PERSEROAN………21

A. Pengertian dan Konsep Yuridis Saham ………21

B. Saham Sebagai Benda Bergerak ………...25

C. Bukti dan Hak Kepemilikan Saham ………..32

D. Klasifikasi Saham ……….46

E. Hak Pemegang Saham Atas Saham Yang Dimilikinya Dalam Hal Pengalihan Saham Perseroan ……….58

BAB III ASPEK HUKUM PENGALIHAN SAHAM PERSEROAN ME- LALUI PERJANJIAN JUAL BELI SAHAM………..63

A. Konsep Perjanjian ………63


(9)

C. Syarat dan Tata Cara Pengalihan Saham Perseroan ………87

D. Pengalihan Hak Atas Saham Perseroan Melalui Perjanjian Jual Beli Saham ………..94

BAB IV PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM PENGALI- HAN SAHAM PERSEROAN MELALUI PERJANJIAN JUAL BELI SAHAM (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 2678 K/ Pdt/2011 ) ……….100

A. Aspek Yuridis Perbuatan Melawan Hukum ( Onrechtmatige Daad ) Dalam Perjanjian Jual Beli Saham Terkait Proses Pengalihan Saham Perseroan ………...100

B. Perlindungan Hukum Terhadap Pihak Yang Dirugikan Atas Perbuatan Melawan Hukum Dalam Pengalihan Saham Perseroan Melalui Perjanjian Jual Beli Saham ….106 C. Bentuk-bentuk Perbuatan Melawan Hukum Dalam Pengalihan Saham Perseroan Melalui Perjanjian Jual Beli Saham (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 2678 K/ Pdt/2011 ) ……….112

1. Kasus Posisi ………112

2. Analisis Putusan ………..123

BAB V PENUTUP ………134

A. KESIMPULAN ………134

B. SARAN ………136

DAFTAR PUSTAKA ……….137 Lampiran Putusan Mahkamah Agung No 2678 K/Pdt/2011


(10)

ABSTRAK

ANALISIS YURIDIS PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM PENGALIHAN SAHAM PERSEROAN MELALUI PERJANJIAN JUAL BELI SAHAM (Studi Putusan

Mahkamah Agung No. 2678 K/Pdt/2011)

1Febri Andista Hasibuan

**

Bismar Nasution ***

1

Mahasiswa Fakultas Hukum USU **

Dosen Pembimbing I ***

Dosen Pembimbing II

T. Keizerina Devi Azwar

Saham perseroan dapat dialihkan oleh pemegang saham salah satunya dengan cara jual beli saham. Jual beli saham secara otomatis akan terjadi pengalihan hak atas saham yang diperjualbelikan tersebut. Jual beli menurut pengertian KUHPerdata Pasal 1457 adalah suatu perjanjian atau suatu persetujuan timbal balik antara pihak yang satu selaku penjual yang berjanji untuk menyerahkan suatu barang kepada pihak lain yaitu pembeli. Pasal 56 ayat (1) UUPT dikatakan bahwa pengalihan hak atas saham dalam hal ini melalui jual beli harus dilakukan dengan akta pengalihan hak, baik akta otentik maupun akta di bawah tangan. Para pihak harus tunduk atas segala hal yang diperjanjikan yang tertuang di dalam akta pengalihan. Namun, dewasa ini seringkali pihak penjual saham menyembunyikan informasi mengenai saham yang menjadi objek jual beli yang tidak tercantum di dalam akta jual beli saham sehingga pihak pembeli mengalami kerugian. Hal tersebut dapat menjadi suatu perbuatan melawan hukum karena telah menyalahi syarat-syarat yang terdapat di dalam akta jual beli saham seperti yang dikaitkan dengan putusan Mahkamah Agung No. 2678 K/Pdt/2011. Adapun permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini adalah mengenai bagaimanakah hak kebendaan atas saham perseroan, bagaimanakah aspek hukum pengalihan hak atas saham perseroan melalui perjanjian jual beli saham, dan bagaimana bentuk-bentuk perbuatan melawan hukum dalam pengalihan hak atas saham perseroan melalui perjanjian jual beli saham yang terdapat dalam putusan MA No. 2678 K/Pdt/2011.

Metode penelitian yang dipakai untuk menyusun skripsi ini adalah penelitian hukum normatif atau penelitian kepustakaan, yang menggunakan sumber data sekunder, berupa buku-buku, undang-undang, internet, dan hasil tulisan ilmiah lainnya yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.

Saham merupakan bukti penyertaan modal seseorang dalam perseroan yang memberikan hak kebendaan bagi pemiliknya. Saham sebagai objek jual beli harus dibuat akta jual belinya yang disepakati oleh pihak yang terkait. Perjanjian jual saham secara harus memenuhi kaidah dari suatu perjanjian yang terdapat dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Perjanjian jual beli saham ini harus sama-sama saling diuntungkan. Apabila terdapat hal-hal atau informasi mengenai saham perseroan tersebut yang disembunyikan oeh pihak penjual dan tidak diberitahukan kepada pembeli saham sementara perjanjian jual beli sudah dilakukan dan pembayaran sudah terlaksana, maka hal tersebut oleh penjual telah melakukan suatu perbuatan melawan hukum. Suatu perbuatan dikategorikan sebagai melawan hukum memenuhi perbuatan dan merugikan pihak lain. Menurut Pasal 1365 KUHPerdata suatu hal yang dikatakan perbuatan melawan hukum dalam hal ini terkait perjanjian jual beli saham, maka pihak pelaku harus mengganti kerugian baik materiil maupun immateriil karena kesalahannya seperti pada putusan MA No. 2678 K/Pdt/2011.


(11)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Perekonomian yang diselenggarakan berdasarkan demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta menjaga dengan keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional perlu didukung oleh lembaga perekonomian yang kokoh dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, untuk lebih meningkatkan pembangunan perekonomian nasional dan sekaligus memberikan landasan yang kokoh bagi dunia usaha dalam menghadapi perkembangan perekonomian dunia dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknolo gi pada era globalisasi sekarang dan akan terus berlanjut pada masa mendatang, juga perlu dukungan lembaga perseroan terbatas yang dapat menjamin terselenggaranya iklim dunia usaha yang kondusif yang tentunya digerakkan dalam kerangka yang kokoh dari undang-undang yang mengatur tentang perseroan terbatas.2

Kehadiran perseroan terbatas sebagai bentuk badan usaha dalam kehidupan sehari-hari tidak lagi dapat diabaikan. Tidak berlebihan bila dikatakan bahwa kehadiran perseroan terbatas sebagai salah satu sarana untuk melakukan kegiatan ekonomi sudah menjadi suatu keniscayaan yang tidak dapat ditawar-tawar. Praktik bisnis yang dilakukan oleh para pelaku usaha, baik itu pedagang,

2

Frans Satrio Wicaksono, Tanggung Jawab Pemegang Saham, Direksi, dan Dewan Komisaris Perseroan Terbatas (PT) (Malang: Visimedia, 2009), hlm. 1-2.


(12)

industrialis, investor, kontraktor, distributor, banker, perusahaan asuransi, pialang, agen dan lain sebagainya tidak lagi dipisahkan dari kehadiran perseroan terbatas.3

Perseroan Terbatas (PT) merupakan bentuk usaha kegiatan ekonomi yang paling disukai saat ini, di samping karena pertanggung jawabannya yang bersifat terbatas juga memberikan kemudahan bagi pemilik (pemegang saham) untuk mengalihkan perusahaannya (kepada setiap orang) dengan menjual seluruh saham yang dimilikinya pada perusahaan tersebut.

Kata “perseroan” menunjuk kepada modalnya yang terdiri atas sero (saham). Sedangkan kata “terbatas” menunjuk kepada tanggung jawab pemegang saham yang tidak melebihi nilai nominal saham yang diambil bagian dan dimilikinya.

4

Saham adalah bukti kepemilikan atas sejumlah modal dalam suatu perseroan terbatas. Demikian yang dirumuskan dalam Pasal 51 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut dengan UUPT).5

3

Binoto Nadapdap, Hukum Perseroan Terbatas (Jakarta: Aksara, 2014), hlm. 1.

4

Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), hlm.1.

5

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Bab, Bab III, Pasal 51 “Pemegang saham diberi bukti pemilikan saham untuk saham yang dimilikinya.”

Saham merefleksikan sesuatu hak yang merupakan benda yang dapat dikuasai dengan hak milik, yang memiliki wujud konkrit, yang dapat dilihat dan dikuasai secara fisik oleh setiap pemegang saham dalam suatu perseroan terbatas. Persyaratan kepemilikan saham dapat ditempatkan dalam anggaran dasar dengan


(13)

memperhatikan persyaratan yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang6

Jual beli menurut pengertian yang diberikan oleh undang-undang dalam hal ini Pasal 1457 KUHPerdata adalah suatu perjanjian atau suatu persetujuan timbal balik antara pihak yang satu selaku penjual yang berjanji untuk menyerahkan suatu barang kepada pihak lain, yaitu pembeli, dan pembeli membayar harga yang telah dijanjikan. Dengan demikian, jual beli dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak seketika setelah para pihak yang bersangkutan mencapai kata sepakat tentang barang dan harganya, meskipun barang itu belum diserahkan dan harganya belum dibayar.

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

7

Penjualan saham akan menyebabkan terjadinya pengalihan hak atas saham dari penjual kepada pembeli saham. Selanjutnya pengalihan hak atas saham

Pasal 613 KUHPerdata menjelaskan bahwasanya saham ditempatkan sebagai barang bergerak dan penyerahannya (levering) dilakukan dengan akta otentik ataupun di bawah tangan dengan mana hak-hak atas kebendaan saham itu dilimpahkan kepada orang lain. Pasal 56 angka 1 UUPT dikatakan bahwa pengalihan hak atas saham dilakukan dengan akta pengalihan. Berdasarkan keterangan yang terdapat dalam KUHPerdata bahwa saham dapat dijadikan sebagai obyek jual beli namun pengalihan hak atas saham menurut undang-undang Perseroan Terbatas harus dilakukan dengan akta pengalihan hak, baik akta otentik maupun akta di bawah tangan.

6

Instansi yang berwenang adalah instansi yang berdasarkan undang-undang berwenang mengawasi perseroan yang melakukan kegiatan usahanya di bidang tertentu. Misalnya Otoritas Jasa Keuangan berwenang mengawasi perseroan terbatas di bidang perbankan.

7

I.G. Ray Widjaja, Merancang Suatu Kontrak (Teori dan Praktek) (Bekasi: Megapoin, 2004), hal. 150


(14)

tersebut harus dilakukan berdasarkan akta pengalihan hak atas saham atau akta pemindahan hak yang dapat dibuat di hadapan Notaris maupun akta bawah tangan (Penjelasan Pasal 56 Ayat (1) UUPT). Kemudian para pihak dalam proses pengalihan hak atas saham ini diharuskan untuk menyampaikan akta tersebut atau salinannya secara tertulis kepada perseroan (Pasal 56 Ayat (2) UUPT) dan kemudian direksi perseroan berkewajiban untuk melakukan pencatatan mengenai perubahan susunan pemegang saham yang terjadi akibat pengalihan hak atas saham tersebut serta memberikan pemberitahuan kepada Menteri Hukum dan HAM (Pasal 56 Ayat (3) UUPT).

Pengalihan saham melalui jual beli saham tidak terlepas dengan adanya perikatan yang terjadi diantara kedua belah pihak yang terlibat. Jual beli sebagai suatu perjanjian konsensuil, artinya ia sudah dilahirkan sebagai suatu perjanjian yang sah (mengikat atau mempunyai kekuatan hukum) pada detik tercapainya sepakat antara penjual dan pembeli mengenai unsur-unsur yang pokok yaitu barang dan harga baik jual beli itu mengenai barang bergerak maupun barang tidak bergerak.

Saham yang menjadi objek yang diperjualbelikan oleh pihak yang mengadakan perjanjian jual beli sama dengan perjanjian biasanya dimana harus terpenuhinya syarat-syarat sah perjanjian yang terdapat dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yakni :

1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri; 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. Suatu hal tertentu; dan


(15)

4. Sebab yang halal.

Keempat syarat ini merupakan syarat pokok bagi setiap perjanjian, artinya perjanjian adalah sah, jika memenuhi keempat syarat tersebut. Dengan demikian, perjanjian tersebut berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya (Pasal 1338 KUHPerdata).

Berdasarkan keempat syarat tersebut dapat dibedakan atas 2 (dua) golongan, yaitu:8

a. Syarat pertama dan kedua disebut sebagai syarat subyektif, karena menyangkut orang atau person yang melakukan perjanjian. Dalam perjanjian jual beli artinya terdapat pihak yang mengikatkan diri yaitu penjual dan pembeli.

b. Syarat ketiga dan keempat disebut sebagai syarat obyektif, karena mengenai perbuatan yang diperjanjikan. Dalam perjanjian jual beli di sini artinya ada obyek yang diperjanjikan berdasarkan kesepakatan para pihak yaitu saham.

Segala kesepakatan mengenai perjanjian jual beli saham untuk mengalihkan hak milik atas saham tersebut dimuat dalam akta perjanjian jual beli. Akta perjanjian jual beli tersebut dapat tercantum mengenai kesepakatan harga yang dibuat oleh para pihak, mengenai waktu pembayaran, penyerahan objek jual beli saham, mengenai pilihan hukum (choice of law) penyelesaian sengketa apabila terjadi di kemudian hari, dan hal-hal terkait lainnya yang mengenai proses pengalihan saham. Apabila salah satu pihak baik itu penjual maupun pembeli melanggar ketentuan yang terdapat di dalam akta perjanjian jual beli saham dan mengakibatkan salah satu pihak mengalami kerugian, maka hal tersebut telah

8

R. Subekti, Aneka Perjanjian, Cetakan Kesepuluh (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1995, hlm. 4 (Selanjutnya disebut R. Subekti I).


(16)

melanggar kesepakatan yang telah diperbuat dan dapat diajukan gugatan mengenai perbuatan melawan hukum.

Terkait dengan perbuatan melawan hukum khususnya menyangkut perjanjian jual beli saham ini harus memenuhi unsur-unsur pelanggaran yang telah diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata yang menyatakan adanya perbuatan, perbuatan itu harus melawan hukum, adanya kerugian baik itu kerugian materiil maupun immateriil, adanya hubungan sebab akibat antara perbuatan melawan hukum itu dengan kerugian yang dialami, dan adanya kesalahan (schuld) seperti yang terjadi berdasarkan Studi Kasus pada Putusan Mahkamah Agung No. 2678 K/Pdt/2011. Untuk itu, penulis merasa hal tersebut menjadi kajian menarik untuk diteliti dalam penulisan skripsi yang diberi judul “Analisis Yuridis Perbuatan Melawan Hukum Dalam Pengalihan Saham Perseroan Melalui Perjanjian Jual Beli Saham (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 2678 K/Pdt/2011).”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut sebelumnya, dalam penelitian ini akan dibahas permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah hak kebendaan atas saham dalam suatu perseroan ?

2. Bagaimana aspek hukum pengalihan saham perseroan melalui perjanjian jual beli saham ?

3. Bagaimanakah bentuk perbuatan melawan hukum dalam pengalihan saham perseroan melalui perjanjian jual beli saham (studi putusan Mahkamah Agung No. 2678 K/Pdt/2011) ?


(17)

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Adapun tujuan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui hak kebendaan atas saham dalam suatu perseroan.

2. Untuk mengetahui aspek hukum pengalihan saham perseroan melalui perjanjian jual beli saham.

3. Untuk mengetahui bentuk perbuatan melawan hukum dalam pengalihan saham perseroan melalui perjanjian jual beli saham yang dianalisis melalui studi putusan Mahkamah Agung No. 2678 K/Pdt/2011.

Adapun yang menjadi manfaat penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat teoritis

Memberikan pengetahuan yang besar bagi penulis sendiri mengenai kasus perbuatan melawan huku dalam pengalihan saham perseroan melalui perjanjian jual beli saham serta dalam pembangunan ilmu pengetahuan dalam bidang hukum ekonomi, khususnya yang berkaitan dengan pengalihan hak atas saham perseroan.

2. Manfaat praktis

a. Memberikan kontribusi terhadap masyarakat dan pelaku bisnis untuk dapat mengetahui mengenai perbuatan melawan hukum dalam pengalihan saham perseroan melalui perjanjian jual beli saham;

b. Memberikan masukan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan khususnya terhadap hukum perusahaan dan juga memberikan pemahaman pada pihak terkait seperti; praktisi hukum, praktisi legal corporate, dan juga mahasiswa diharapkan memberikan manfaat yang cukup luas


(18)

D. Keaslian Penulisan

Skripsi dengan judul “Analisis Yuridis Perbuatan Melawan Hukum Dalam Pengalihan Saham Perseroan Melalui Perjanjian Jual Beli Saham (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 2678 K/Pdt/2011)” ini disusun berdasarkan pengumpulan bahan-bahan baik berupa bahan pustaka, literatur, undang-undang, maupun peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan permasalahan yang diangkat dalam penulisan skripsi ini.

Untuk mengetahui keaslian penulisan, penulis sebelumnya sudah melakukan penelusuran terhadap berbagai judul skripsi yang tercatat pada catalog skripsi departemen hukum ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan tidak menemukan judul yang sama. Melalui surat tertanggal 15 Desember 2014 yang dikeluarkan oleh Perpustakaan Universitas Cabang Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara/ Pusat Dokumentasi dan Informasi Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara menyatakan bahwa judul skripsi ini belum pernah ditulis oleh orang lain di lingkungan Universitas Sumatera Utara maupun di lingkungan universitas/ perguruan tinggi lainnya dalam wilayah Republik Indonesia. Apabila dikemudian hari, ternyata terdapat judul yang sama atau telah ditulis oleh orang lain dalam berbagai tingkat kesarjanaan sebelum skripsi ini dibuat, maka hal tersebut dapat dimintakan pertanggungjawaban.

E. Tinjauan Kepustakaan

Adapun yang menjadi kerangka studi atau tinjauan kepustakaan dalam skripsi ini terbagi dalam 3 sub bagian, yaitu:


(19)

1. Saham

Saham adalah surat berharga yang menyatakan bahwa pemiliknya mempunyai andil dalam memodali perusahaan. Besarnya andil ini tergantung dari jumlah uang yang disetor atau setara utang lainnya, misalnya karena keahliannaya seseorang dianggap telah menyetor uang setara dengan keahliannya tersebut. Sedangkan besarnya jumlah saham secara keseluruhan tergantung kesepakatan pada saat pendirian perseroan.9

Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 24/32 tanggal 12 Agustus 1991 tentang Kredit Kepada Perusahaan Sekuritas dan Kredit dengan Agunan Saham, dalam Pasal 1 butir c dinyatakan bahwa saham adalah surat bukti pemilikan suatu Perseroan Terbatas (PT), baik yang diperjualbelikan di pasar modal maupun yang tidak. Sedangkan saham menurut Kamus Bank Indonesia adalah surat bukti kepemilikan atau bagian modal suatu Perseroan Terbatas yang dapat diperjualbelikan, baik di dalam maupun di luar pasar modal yang merupakan klaim atas penghasilan dan aktiva perusahaan dan memberikan hak atas dividen sesuai dengan bagian modal.10

Saham itu tidak harus dikeluarkan, artinya dapat dikeluarkan atau tidak. Jika saham itu dikeluarkan, saham itulah satu-satunya alat pembuktian bagi perseroan atau pemegang saham. Jika tidak, daftar persero yang biasanya ada di kantor perseroan dapat diakui alat pembuktian bagi persero. Kutipan dari daftar persero yang ditandatangani oleh Direksi dapat pula dipakai sebagai bukti turut sertanya seseorang dalam perseroan. Kalau saham itu dikeluarkan atas nama,

9

Sawidji Widiatmodjo, Seri Membuat Uang Bekerja Untuk Anda Cara Cepat Memulai Investasi Saham (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2004), hlm. 39

10


(20)

nama pembeli ditulis dalam surat saham yang merupakan bukti bagi pemegangnya.11 Saham mempunyai tiga fungsi utama, yaitu :12

a. Saham sebagai bagian dari modal. Pada dasarnya, saham itu merupakan modal yang sering dibaca dalam akta pendirian Perseroan Terbatas. Karena itu, dapat dikatakan bahwa setiap saham merupakan bagian dari modal yang menjelma dalam harga saham;

b. Saham sebagai tanda anggota. Setiap orang yang akan ikut serta sebagai anggota dalam kerja sama dalam Perseroan Terbatas diwajibkan untuk memberikan pemasukan sejumlah uang sebagai inbreng ke dalam Perseroan Terbatas. Pemasukan inilah yang diperhitungkan dalam bentuk saham. Nominal uang pemasukan itu tercantum sama dalam saham. Dengan dimilikinya saham menunjukkan bahwa orang tersebut adalah anggota yang disebut persero dan sebagai bukti diberikanlah saham sebagai tanda anggota;

c. Saham sebagai alat legitimasi, saham merupakan suatu surat yang menunjuk kepada pemegangnya sebagai orang yang berhak.

Saham sebagai benda bergerak sewaktu-waktu dapat dialihkan oleh pemegang saham kepada pihak lain dengan suatu perbuatan hukum, salah satunya melalui perjanjian jual beli saham. Pengalihan kepemilikan saham dalam jual beli saham diatur dalam Pasal 56 UUPT yang menyebutkan bahwa pemindahan hak atas saham dilakukan dengan akta pemindahan hak.

11

Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas (Bandung: Alumni, 2004), hlm. 102 (Selanjutnya disebut Rachmadi Usman I).

12 Ibid.


(21)

2. Perjanjian

Charles L. Knapp dan Nathan M. Crystal menyatakan, perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih, tidak hanya memberikan kepercayaan tetapi secara bersama-sama saling pengertian untuk melakukan sesuatu pada masa mendatang oleh seseorang atau keduanya dari mereka.13

R. Subekti menyatakan, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana ada seorang berjanji kepada orang lain atau dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.14

M. Yahya Harahap mengatakan, perjanjian adalah suatu hubungan hukum kekayaan harta benda antara dua orang atau lebih yang member kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi. Dari pengertian ini dapat dijumpai beberapa unsure antara lain hubungan hukum (rechtsbetrekking) yang menyangkut hukum kekayaan antara dua orang atau lebih, yang memberi hak pada satu pihak dan kewajiban pada pihak lain tentang suatu prestasi. Unsur-unsur yang tercantum dua orang dalam definisi di atas, yaitu:15

a. Hubungan hukum

Hubungan hukum merupakan hubungan yang menimbulkan akibat hukum. Dimana akibat hukum di sini adalah timbulnya hak dan kewajiban.

13

Salim, H.S., Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, Cet. 1 (Jakarta: Sinar Grafika, 2003), hlm. 16 (Selanjutnya disebut Salim H.S. I).

14

Syahmin, Hukum Kontrak Internasional, Cet, 1 (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 1.

15

M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Cet. II (Bandung: Alumni, 1986), hlm.6 (selanjutnya disebut M. Yahya Harahap I).


(22)

b. Subjek hukum

Subjek hukum adalah pendukung hak dan kewajiban. c. Prestasi

Prestasi terdiri atas melakukan sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu.

d. Di bidang harta kekayaan.

Artinya yang menjadi objek dalam perjanjian adalah sesuatu yang dapat dinilai dengan uang.

Perjanjian jual beli (menurut B.W.) adalah perjanjian bertimbal balik dalam mana pihak yang satu (si penjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedang pihak yang lainnya (si pembeli) berjanji untuk membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut. Perjanjian jual beli tersebut sudah dilahirkan pada detik tercapainya “sepakat” mengenai barang dan harga. Begitu kedua pihak sudah setuju tentang barang dan harga, maka lahirlah perjanjian jual beli yang sah.16

Pasal 511 KUHPerdata, menyebutkan saham merupakan benda bergerak tak berwujud, dalam suatu pengalihan hak atas saham (benda) yang diperjualbelikan harus disertai dengan adanya suatu penyerahan. Dengan kata lain hak atas benda (saham) yang diperjualbelikan belum beralih dari penjual kepada pembeli, hak milik atas benda itu baru beralih setelah adanya penyerahan. Pada umumnya penyerahan (levering) atas pengalihan saham perseroan melalui

16


(23)

perjanjian jual beli berdasarkan Pasal 613 ayat (1) KUHPerdata dilakukan dengan cara membuat akta otentik atau di bawah tangan (yang dinamakan cessie).17

3. Perbuatan melawan hukum

Akta otentik yang menjadi pedoman kuat dalam hal perjanjian jual beli saham tersebut, apabila dari pihak penjual maupun pihak pembeli tidak menaati hal-hal yang tercantum di dalam akta otentik perjanjian jual beli saham tersebut maka dapat dikatakan sebagai perbuatan melawan hukum.

Pengaturan tentang melawan hukum dalam KUHPerdata hanya dalam beberapa pasal saja, sebagaimana juga terjadi di negara-negara yang menganut sistem Eropa Kontinental lainnya, tetapi kenyataannya menunjukkan bahwa gugatan perdata yang ada di pengadilan di dominasi oleh gugatan melawan hukum, di samping gugatan ingkar janji kontrak (wanprestasi).

Perbuatan melawan hukum di sini dimaksudkan adalah sebagai melawan hukum keperdataan. Di negara-negara Eropa Kontinental, misalnya Belanda dikenal istilah “Onrechtmatige Daad,” atau di negara-negara Anglo Saxon dikenal dengan istilah “tort”. Pengertian perbuatan melawan hukum adalah perbuatan yang dilakukan oleh seseorang atau badan hukum yang oleh karena salahnya telah menimbulkan kerugian bagi orang lain. Ilmu hukum dikenal adanya 3 (tiga) kategori dari perbuatan melawan hukum, yaitu sebagai berikut:

1) Perbuatan melawan hukum karena kesengajaan (Pasal 1365 KUHPerdata); 2) Perbuatan melawan hukum tanpa kesalahan/tanpa unsur kesengajaan

maupun kelalaian (pasal 1366 KUHPerdata);

17

Ridwan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata (Bandung: Alumni, 2000), hlm. 146.


(24)

3) Perbuatan melawan hukum karena kelalaian (Pasal 1367 KUHPerdata). Perbuatan melawan hukum menurut M. A. Moegini Djodjodirdjo, adalah: suatu perbuatan dapat dianggap sebagai perbuatan melawan hukum, kalau bertentangan dengan hak orang lain atau bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri atau bertentangan dengan kesusilaan yang baik atau bertentangan dengan keharusan yang harus diindahkan dalam pergaulan masyarakat mengenai orang lain atau benda. Adalah kealpaan berbuat, yang melanggar hak orang lain atau bertentangan dengan kepatutan yang harus diindahkan dalam pergaulan masyarakat tentang orang lain atau barang. M.A. Moegini Djodjodirdjo, menjelaskan yang dimaksud:18

a. Bertentangan dengan hak orang lain adalah bertentangan dengan kewenangan yang berasal dari suatu kaidah hukum, dimana yang diakui dalam yurisprudensi, diakui adalah hak-hak pribadi seperti hak atas kebebasan, hak atas kehormatan, dan hak atas kekayaan;

b. Bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri adalah berbuat atau melalaikan dengan bertentangan dengan keharusan atau larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan;

c. Melanggar kesusilaan yang baik adalah perbuatan atau melalaikan sesuatu yang bertentangan dengan norma-norma kesusilaan, sepanjang norma tersebut oleh pergaulan hidup diterima sebagai peraturan peraturan hukum yang tidak tertulis;

18

M.A. Moegini Djodjodirdjo, Perbuatan Melawan Hukum (Bandung: Alumni, 2002), hlm. 35.


(25)

d. Bertentangan dengan peraturan yang diindahkan adalah bertentangan dengan sesuatu yang menurut hukum tidak tertulis harus diindahkan dalam lalu lintas masyarakat.

F. Metode Penelitian

Soerjono Soekanto menyebutkan bahwa penelitian dimulai ketika seseorang berusaha untuk memecahkan masalah yang dihadapi secara sistematis dengan metode dan teknik tertentu yang bersifat ilmiah, artinya bahwa metode atau teknik yang digunakan tersebut bertujuan untuk satu atau beberapa gejala dengan jalan menganalisanya dan dengan mengadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta tersebut untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas masalah yang ditimbulkan faktor tersebut.19

1. Spesifikasi penelitian

Penelitian yang dipergunakan dalam menyelesaikan skripsi ini adalah bersifat deskriptif yang mengacu kepada penelitian hukum normatif yaitu menguji, mengkaji ketentuan-ketentuan mengenai perbuatan melawan hukum yang dilakukan dalam pengalihan saham perseroan melalui perjanjian jual beli saham. Adapun metode pendekatan yang digunakan adalah metode pendekatan yuridis.

Penelitian yuridis normatif dapat dikatakan juga dengan penelitian sistematik hukum sehingga bertujuan mengadakan identifikasi terhadap pengertian-pengertian pokok/dasar dalam hukum, yakni masyarakat hukum,

19

Khudzaifah Dimyati & Kelik Wardiono, Metode Penelitian Hukum (Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2004), hlm. 1.


(26)

subyek hukum, obyek hukum, hak dan kewajiban, peristiwa hukum dan hubungan hukum.20

2. Data penelitian

Sumber data adalah subjek dari mana data dapat diperoleh.21

a. Bahan hukum primer

Sumber data dapat dari data primer dan data sekunder. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data sekunder, dimana data yang diperoleh secara tidak langsung.

Yaitu dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Dalam tulisan ini diantaranya Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (PERMENKUMHAM RI) No. 4 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar dan Perubahan Data Perseroan Terbatas, Putusan Mahkamah Agung No. 2678 K/Pdt/2011, dan peraturan-peraturan lainnya.

b. Bahan hukum sekunder

Yaitu semua dokumen yang merupakan informasi atau hasil kajian tentang hukum perjanjian jual beli dan kegiatan dalam pengalihan saham perseroan seperti buku-buku, karya-karya ilmiah serta tulisan yang ada

20

Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, cetakan ketigabelas (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), hlm. 15.

21

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm. 172.


(27)

hubunganna dengan permasalahan yang diajukan dalam penulisan skripsi ini.

c. Bahan hukum tertier

Yaitu berupa bahan-bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti Kamus Hukum dan Kamus Bahasa Indonesia dan lain sebagainya.

3. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah dengan studi dokumen dengan penelusuran pustaka (library research)

yaitu mengumpulkan data dari informasi dengan bantuan buku, karya ilmiah, dan juga peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan materi penelitian. Menurut M. Nazil dalam bukunya yang berjudul Metode Penelitian, dikemukakan bahwa studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literature-literatur, catatan-catatan dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan.22

4. Analisis Data

Penelitian hukum normatif yang menelaah data sekunder menyajikan data berikut dengan analisisnya.23

Metode penarikan kesimpulan pada dasarnya ada dua, yaitu metode penarikan kesimpulan secara deduktif dan induktif. Metode penarikan kesimpulan secara deduktif adalah suatu proposisi umum yang kebenarannya telah diketahui Metode analisis data yang dilakukan adalah dengan metode kualitatif dengan penarikan kesimpulan secara deduktif.

22

M. Nazil, Metode Penelitian (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2010), hlm. 111.

23


(28)

dan berakhir pada suatu kesimpulan (pengetahuan baru) yang bersifat lebih khusus.24 Metode penarikan kesimpulan secara induktif adalah proses berawal dari

proposisi-proposisi khusus (sebagai hasil pengamatan) dan berakhir pada kesimpulan (pengetahuan baru) berupa asas umum.25

G. Sistematika Penulisan

Penulisan penelitian ini akan dibagi menjadi lima bab untuk mempermudah penulisan dan penjabaran dengan sistematika sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini dikemukakan tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan, serta sistematika penulisan.

BAB II HAK KEBENDAAN ATAS SAHAM DALAM PERSEROAN

Bab ini akan dipaparkan mengenai hak kebendaan atas saham dalam perseroan. Bab ini berisikan tentang pengertian dan konsep yuridis saham, saham sebagai benda bergerak, bukti dan hak kepemilikan saham, klasifikasi saham, serta hak pemegang saham atas saham yang dimilikinya dalam hal pengalihan saham perseroan.

24

Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 11.

25


(29)

BAB III ASPEK HUKUM PENGALIHAN SAHAM PERSEROAN MELALUI PERJANJIAN JUAL BELI SAHAM

Bab ini akan dipaparkan mengenai bagaimana aspek hukum pengalihan saham perseroan melalui perjanjian jual beli saham. Bab ini berisikan mengenai konsep perjanjian, asas-asas hukum perjanjian jual beli, syarat dan tata cara pengalihan saham perseroan, serta pengalihan hak atas saham perseroan melalui perjanjian jual beli saham.

BAB IV PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM PENGALIHAN

SAHAM PERSEROAN MELALUI PERJANJIAN JUAL BELI SAHAM (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 2678 K/Pdt/2011) Bab ini akan dipaparkan mengenai bagaimana bentuk-bentuk perbuatan melawan hukum yang terjadi dalam hal pengalihan saham perseroan melalui perjanjian jual beli saham berdasarkan kasus yang terjadi berdasarkan putusan Mahkamah Agung No. 2678 K/Pdt/2011. Bab ini berisikan mengenai aspek hukum perbuatan melawan hukum dalam perjanjian jual beli saham terkait proses pengalihan saham, perlindungan hukum terhadap pihak yang dirugikan atas perbuatan melawan hukum dalam pengalihan saham perseroan melalui perjanjian jual beli saham, serta bentuk-bentuk perbuatan melawan hukum dalam pengalihan saham perseroan melalui perjanjian jual beli saham berdasarkan putusan Mahkamah


(30)

Agung tersebut, yang dilengkapi dengan kasus posisi serta analisis putusan.

BAB V PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan yang dikemukakan berdasarkan permasalahan yang telah dibahas dan di analisis, dalam bab ini juga dikemukakan berbagai saran dari penulis atas penelitian yang dilakukan


(31)

BAB II

HAK KEBENDAAN ATAS SAHAM PERSEROAN

A. Pengertian dan Konsep Yuridis Saham

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas tidak memberikan pengertian dari saham. Dalam undang-undang hanya disebutkan bahwa modal dasar perseroan terbatas terdiri atas seluruh nilai nominal saham.

Saham merupakan bukti penyertaan modal seseorang dalam sebuah perusahaan, pengertian ini terlihat dari bunyi Pasal 1 angka 1 UUPT yaitu perseroan terbatas, yang selanjutnya disebut perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.

Berdasarkan ketentuan tersebut dapat diambil pengertian bahwa saham merupakan bukti persekutuan modal perusahaan. Hal ini ditegaskan juga oleh M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya dalam bukunya yang mengatakan bahwa saham pada dasarnya merupakan instrumen penyertaan modal seseorang atau lembaga dalam sebuah perusahaan.26

Para pemegang saham diberikan bukti kepemilikan atas saham yang dimilikinya. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 51 UUPT yaitu pemegang saham Ketentuan tersebut sesuai dengan aturan yang terdapat dalam Pasal 31 Ayat (1) UUPT yang menyatakan modal dasar perusahaan terdiri atas seluruh nominal saham.

26

M. Irsan Nasarudin, et. al., Aspek Hukum Pasar Modal di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2008), hlm. 188.


(32)

diberi bukti pemilikan saham untuk saham yang dimilikinya. Dalam penjelasan pasal yang sama diterangkan bahwa pengaturan bentuk bukti pemilikan saham ditetapkan dalam anggaran dasar sesuai dengan kebutuhan.

Ketentuan lain dalam UUPT tepatnya dalam Pasal 48 Ayat (1) disebutkan bahwa saham perseroan dikeluarkan atas nama pemiliknya. Jadi, dengan demikian bukti kepemilikan saham adalah adanya nama yang tertera/tertulis dalam sertifikat saham yang dikeluarkan oleh perusahaan tersebut. Nama yang tercantum dalam sertifikat saham merupakan bukti bahwa pemilik sertifikat saham itu adalah sesuai dengan nama yang tercantum.

Selain itu bukti kepemilikan lain, adalah adanya catatan kepemilikan saham yang dimiliki oleh perusahaan yang mengeluarkan saham yang dibuat oleh direksi perseroan. Dalam catatan tersebut dapat dilihat pihak-pihak yang memiliki saham dan hal-hal yang tersangkut dengan saham-saham, misalnya apakah saham itu dijadikan jaminan utang atau tidak, serta perubahan pemilikan saham dan klasifikasi sahamnya. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 50 Ayat (1), Ayat (2), dan Ayat (3) UUPT yang berbunyi:

Ayat (1), direksi perseroan wajib mengadakan dan menyimpan daftar pemegang saham, yang sekurang-kurangnya memuat:

1. Nama dan alamat pemegang saham;

2. Jumlah, nomor, dan tanggal perolehan saham yang dimiliki pemegang saham, dan klasifikasinya dalam hal dikeluarkan lebih dari satu klasifikasi;


(33)

4. Nama dan alamat dari orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai hak gadai atas saham atau sebagai penerima jaminan fidusia saham dan tanggal perolehan hak gadai atau tanggal pendaftaran jaminan fidusia tersebut;

5. Keterangan penyetoran saham dalam bentuk lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2).

Ayat (2), selain daftar pemegang saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1), direksi perseroan wajib mengadakan dan menyimpan daftar khusus yang memuat keterangan mengenai saham anggota direksi dan dewan komisaris beserta keluarganya dalam perseroan dan/atau pada perseroan lain serta tanggal saham itu diperoleh.

Ayat (3), dalam daftar pemegang saham dan daftar khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dicatat pula setiap perubahan kepemilikan saham.

Saham haruslah memiliki nilai nominal. Ini berlaku mutlak, karena UUPT melarang suatu perusahaan untuk menerbitkan saham tanpa nilai nominal. Namun demikian, tidak ada ketentuan berapa nilai nominal untuk masing-masing saham tersebut. Jadi, untuk satu saham dapat mempunyai nilai nominal misalnya Rp 1000,- , Rp 5000,- , dan sebagainya. Kecuali untuk perusahaan terbuka dimana nilai nominal sahamnya sudah ditentukan oleh peraturan di bidang pasar modal dan harus seragam untuk semua perusahaan.27

27

Munir Fuady, Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2002), hlm. 83-86.


(34)

Batas minimal modal yang ditentukan dalam pendirian perseroan terbatas adalah Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). Namun apabila sebuah perseroan terbatas hendak melakukan penawaran umum di pasar modal maka persyaratannya adalah sahamnya harus dimiliki sekurang-kurangnya Rp 300.000.000.000,- (tiga ratus milyar rupiah). Jadi apabila perseroan tertutup akan menambah modalnya melalui pasar modal maka harus memenuhi persyaratan tersebut jika tidak maka perusahaan tersebut tidak dapat melakukan penawaran umum. Adapun ketentuan yang mengatur pengurangan saham antara lain:28

a. Saham perseroan dikeluarkan atas nama pemiliknya. Perseroan hanya diperkenankan mengeluarkan saham atas nama pemiliknya dan perseroan tidak boleh mengeluarkan saham atas tunjuk.

b. Persyaratan kepemilikan saham dapat ditetapkan dalam anggaran dasar dengan memperhatikan persyaratan yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

c. Persyaratan kepemilikan saham sebagaimana dimaksud pada poin ke-2, telah ditetapkan dan tidak dipenuhi, pihak yang memperoleh kepemilikan saham tersebut tidak dapat menjalankan hak selaku pemegang saham dan saham tersebut tidak diperhitungkan dalam kuorum yang harus dicapai sesuai dengan ketentuan UUPT dan/ atau anggaran dasar.

Nilai nominal saham dalam Pasal 49 UUPT dikatakan:29

1) Nilai saham harus dicantumkan dalam mata uang rupiah.

28

Nindyo Pramono, Hukum Bisnis Aktual (bunga rampai) (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2006), hlm. 135.

29

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas , Bab III, Pasal 49.


(35)

2) Saham tanpa nilai nominal tidak dapat dikeluarkan.

3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menutup kemungkinan diaturnya pengeluaran saham tanpa nilai nominal dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.

Perkembangan saham tanpa nilai nominal ini menjadi instrumen bursa pasar modal yang sangat likuid di Amerika, khususnya sebagai instrument lembaga mutual fund atau investment fund semacam reksa dana di pasar modal.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal telah mengintrodusir saham tanpa nilai nominal dalam lembaga reksa dana yang berbentuk perseroan.30

B. Saham Sebagai Benda Bergerak 1. Penggolongan Benda

Mengacu pada KUHPerdata, benda itu sesuatu dan tiap hak yang dapat dimiliki oleh seseorang. Di dalam KUHPerdata terdapat beberapa pasal yang mengatur mengenai kebendaan. Pasal 499 KUHPerdata menurut undang-undang, barang adalah tiap benda dan tiap hak yang dapat menjadi obyek dari hak milik. Benda dari segi tetap atau tidaknya dibagi menjadi 2 (dua) macam, yaitu:

a. Benda tak bergerak, yang termasuk benda tak bergerak menurut KUHPerdata, yaitu:31

1) Hak pakai hasil dan hak pakai barang tak bergerak 2) Hak pengabdian tanah

30

Nindyo Pramono, Op. Cit., hlm. 139. 31

Republik Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Buku Kedua, BabI, Pasal 508.


(36)

3) Hak numpang karang 4) Hak guna usaha

5) Bunga tanah, baik dalam bentuk uang maupun dalam bentuk barang 6) Hak sepersepuluhan

7) Besar atau pasar yang yang diakui oleh pemerintah dan hak istimewa yang berhubungan dengan itu

8) Gugatan guna menuntut pengembalian atau penyerahan barang tak bergerak

b. Benda bergerak yang termasuk benda bergerak, yaitu:32

1) Hak pakai hasil dan hak pakai barang-barang bergerak

2) Hak atas bunga yang dijanjikan, baik bunga yang terus-menerus maupun bunga cagak hidup

3) Perikatan dan tuntutan mengenai jumlah uang yang dapat ditagih atau mengenai barang bergerak

4) Bukti saham atau saham dalam persekutuan perdagangan uang, persekutuan perusahaan, sekalipun barang-barang bergerak yang bersangkutan dan perusahaan itu merupakan milik persekutuan. Bukti saham atau saham ini dipandang sebagai barang bergerak, tetapi hanya terhadap masing-masing peserta saja, selama persekutuan berjalan 5) Saham dalam utang Negara Indonesia, baik yang terdaftar dalam buku

besar maupun sertifikat, surat pengakuan utang, obligasi atau surat

32


(37)

berharga lainnya, beserta kupon atau surat-surat bukti bukti bunga yang berhubungan dengan itu

6) Sero-sero atau kupon obligasi dari pinjaman lainnya, termasuk juga pinjaman yang dilakukan Negara-negara asing.

Macam-macam benda berdasarkan keberadaannya dalam KUHPerdata antara lain dimuat dalam Pasal 503 sampai dengan Pasal 518.

1) Dalam Pasal 503 disebutkan bahwa benda itu ada yang bertubuh dan ada yang tidak bertubuh

2) Pasal 504 menyebutkan bahwa barang itu ada yang bergerak dan ada yang tidak bergerak

3) Pasal 505 menyebutkan bahwa barang bergerak ada 2 (dua) macam yaitu; barang bergerak yang dapat dihabiskan dan tidak dapat dihabiskan.

4) Dalam Pasal 506-508 disebutkan benda-benda yang tergolong benda tak bergerak, yaitu:

a) Tanah dan segala apa yang tumbuh dan didirikan di atasnya serta yang ada di dalamnya

b) Barang-barang pabrik baik yang ada di dalamnya maupun hasil produksinya

c) Barang-barang rumah dan segala barang yang berhubungan dengan rumah baik yang menempel maupun yang tidak

d) Barang-barang yang diletakkan pada benda tak bergerak untuk dipakai selamanya


(38)

e) Sedangkan dalam Pasal 508 disebutkan berbagai macam hak milik. (pasal ini telah dijelaskan sebelumnya)

2. Saham sebagai benda bergerak dan akibat hukumnya

Pasal 499 KUHPerdata menyebutkan, yang dinamakan dengan kebendaan adalah tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak, yang dapat dikuasai oleh hak milik. Benda dalam terminologinya secara umum dapat dinyatakan sebagai segala yang ada di alam yang berwujud atau berjasad. Benda adalah segala sesuatu yang dapat dikuasai manusia dan dapat dijadikan objek hukum, dan pada umumnya benda berwujud, harta kekayaan dan hak.33

Hak kebendaan adalah hak mutlak dan tidak dapat diganggu gugat oleh pihak lainnya.34 Hak kebendaan memberikan kekuasaan atas suatu benda, artinya

hak kebendaan itu tetap berhubungan dengan bendanya, bahkan sekalipun ada campur tangan dari pihak luar. Dengan demikian, dapat diketahui hak kebendaan itu termasuk dalam hak keperdataan yang bersifat mutlak/absolut, yang mengandung arti bahwa seseorang mempunyai kekuasaan langsung atas sesuatu benda, sehingga hak seseorang atas sesuatu benda tersebut dapat dipertahankan terhadap siapa pun juga.35

Hak kebendaan memiliki sifat mutlak/absolut yang secara singkat memiliki pengertian bahwa hak mutlak/absolut tersebut berarti hak itu mengikat

33

Marium Darus Badrulzaman, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional (Bandung: PT. Alumni, 2010), hlm. 35.

34

Gunawan Widjaja, Memahami Prinsip Keterbukaan dalam Hukum Perdata (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2006), hlm. 242 (Selanjutnya disebut Gunawan Widjaja I).

35

Rachmadi Usman, Hukum Kebendaan (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm. 109 (Selanjutnya disebut Rachmadi Usman II).


(39)

setiap orang. Adapun ciri-ciri hak kebendaan yang bersifat mutlak/absolut tersebut sebagai berikut:36

a. Hak kebendaan merupakan hak mutlak/jamak arah, dalam arti dapat dipertahankan terhadap siapa pun juga;

b. Hak kebendaan mempunyai zaaksgevolg atau droit de suit, artinya hak tersebut diikuti benda pada siapa hak tersebut berada;

c. Hak kebendaan adalah hal prioritas (yang lebih dahulu) terjadinya, tingkat hak yang lebih dahulu lebih tinggi dari hak yang terjadi kemudian;

d. Hak kebendaan berupa droit de preference atau hak didahulukan;

e. Pada hak kebendaan orang mempunyai macam-macam aksi sebagai cara untuk mengatasi gangguan terhadap haknya. Gugatan yang menyangkut hak kebendaan disebut gugat kebendaan. Misalnya penuntutan kembali oleh pemilik benda semula atau penuntutan ganti rugi terhadap siapa yang mengganggu haknya;

f. Pemindahan hak kebendaan itu harus dilakukan secara penuh. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata membagi benda terdiri atas: 1) Benda bergerak

a) Benda berwujud b) Benda tidak berwujud 2) Benda tidak bergerak

Sesuai dengan sifat tertutup dalam hukum kebendaan, maka pengertian benda bergerak dan benda tidak bergerak juga telah diatur secara limitatif

36


(40)

sepanjang belum diubah oleh peraturan perundangan lainnya. Benda tidak bergerak adalah benda yang karena sifatnya tidak dapat dipindahkan atau berpindah. Dalam KUHPerdata kebendaan yang tidak bergerak ini telah diatur dalam Pasal 506 sampai dengan Pasal 508. Kemudian yang dimaksud dengan benda bergerak adalah karena dilihat dari sifatnya yang dapat berpindah atau dipindahkan (Pasal 509 KUHPerdata).

Saham (sero) menurut Pasal 511 KUHPerdata dianggap sebagai benda bergerak, hal ini dapat dilihat dari banyaknya literatur yang mengklasifikasikan Pasal 511 KUHPerdata ini dalam sub bab benda bergerak yang kemudian dapat dimengerti adalah saham benar-benar bagian dari benda bergerak.

Saham (sero) itu senidiri adalah tanda penyertaan modal pada perseroan terbaats. Saham adalah suatu bentuk kekayaan yang dimiliki oleh pemilik modal yang mana suatu saat dapat dipindahkan kepada siapapun sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Saham dikenal sebagai saham atas nama dan saham atas tunjuk. Saham atas nama adalah yang mencantumkan nama pemegang atau pemiliknya. Sedangkan saham atas tunjuk adalah saham yang tidak mencantumkan nama pemegang atau pemiliknya. Dalam dunia usaha, klasifikasi saham tidak hanya terbagi menjadi 2 (dua) bagian yakni saham atas nama dan saham atas tunjuk saja melainkan memiliki banyak varian dengan klasifikasi yang berbeda-beda. Contohnya adalah dikenalnya saham umu (common stock) dan saham preferen (preferren stock) atau sering disebut juga saham prioritas.37

37


(41)

Sentral hukum kebendaan adalah hak milik, maka saham dalam Perseroan juga merupakan bukti kepemilikan. Saham merupakan bukti kepemilikan. Saham merupakan bukti kepemilikan dari pemodal yang yang menginvestasikannya dalam Perseroan.

Berdasarkan pemaparan di atas maka dalam hukum kebendaan dapat dilihat bahwa saham (sero) adalah merupakan benda sehingga termasuk dalam hukum kebendaan, benda tersebut merupakan benda yang dapat dimiliki oleh seseorang dan kepemilikannya tersebut bersifat mutlak/absolut, sehingga secara yuridis saham diakui sebagai benda bergerak tidak berwujud (Pasal 511 KUHPerdata).

Saham (sero) sebagai benda tidak pernah dilepaskan dengan perihal kepemilikan dan akibat yang timbul dari adanya saham itu sendiri. Dalam Pasal 60 Ayat (1) UUPT dikatakan bahwa saham merupakan benda bergerak dan memberikan hak menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS, menerima pembayaran dividen dan sisa kekayaan hasil likuidasi dan menjalankan hak lainnya berdasarkan undang-undang perseroan terbatas kepada pemiliknya.38

Adapun akibat dari saham sebagai benda bergerak ini aalah saham dapat diagunkan dengan gadai atau jaminan fidusia sepanjang tidak ditentukan lain dalam anggaran dasar (Pasal 60 Ayat (2) UUPT). Saham dapat digadaikan atau dijadikan jaminan dengan memindahkan barang tersebut dari satu tempat ke tempat yang lain tanpa harus menghilangkan hak atas kepemilikannya. Namun,

38


(42)

pencatatan akan gadai tersebut diberlakukan demi terciptanya kepastian hukum atas status sementara saham tersebut berada di tangan pihak lain.

C. Bukti dan Hak Kepemilikan Saham

Saham adalah benda bergerak yang memberikan hak kebendaan bagi pemiliknya. Hak-hak pemegang saham lahir dari kebendaan tersebut. Saham yang dimiliki oleh pemegang saham memberikan hak kepada pemegang saham. Pasal 51 UUPT mengatur tentang kewajiban perseroan untuk:

1. Memberi “bukti pemilikan” saham kepada pemegang saham sesuai dengan jumlah yang dimilikinya,

2. Menurut Penjelasan pasal ini, mengenai pengaturan bentuk bukti pemilikan saham dapat ditetapkan dalam Anggaran Dasar sesuai dengan kebutuhan.

Saham juga mengandung arti kepemilikan (eigenaar, ownership) yang bersifat tidak dapat diraba (intangible) yang harus dibuktikan kepemilikannya. Untuk itulah undang-undang menentukan Perseroan member bukti pemilikan saham untuk saham yang dimiliki oleh pemegang saham. Pada umumnya, bukti saham yang diberikan kepada pemegang saham (aandelhouder, shareholder)

berbentuk surat “sertifikat saham” (certificaat van aandelen, depositary receipt for shares).39

Hak pemilik saham diatur pada Pasal 52 UUPT. Akan tetapi perlu diingat, hak yang disebut pada pasal ini, dapat dikatakan merupakan hak yang paling

39

M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas (Jakarta:Sinar Grafika, 2009), hlm.257 (Selanjutnya disebut M. Yahya Harahap II).


(43)

pokok, karena ada lagi berbagai hak yang diatur pada pasal lain.40 Sesuai dengan

ketentuan Pasal 52 Ayat (1), Ayat (2), Ayat (3), Ayat (4), dan Ayat (5) UUPT mengenai hak kepemilikan saham yang berbunyi:41

a. Menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS;

Ayat (1), Saham memberikan hak kepada pemiliknya untuk :

b. Menerima pembayaran dividen dan sisa kekayaan hasil likuidasi; c. Menjalankan hak lainnya berdasarkan Undang-Undang ini.

Ayat (2), Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku setelah saham dicatat dalam daftar pemegang saham atas nama pemiliknya.

Ayat (3), Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf c tidak berlaku bagi klasifikasi saham tertentu sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang ini.

Ayat (4), Setiap saham memberikan kepada pemiliknya hak yang tidak dapat dibagi.

Ayat (5), dalam hal 1 (satu) saham dimiliki oleh lebih dari 1 (satu) orang, hak yang timbul dan saham tersebut digunakan dengan cara menunjuk 1 (satu) orang sebagai wakil bersama.

Adapun hak dan kewajiban yang dimiliki oleh para pemegang saham antara lain :

a. Hak pemegang saham 1) Hak memesan terdahulu

40

Ibid., 262-263.

41

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Bab III, Pasal 52.


(44)

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menjelaskan bila perseroan terbatas menerbitkan saham yang baru, terlebih dahulu ditawarkan kepada pemegang saham lama secara seimbang dengan pemilikan saham untuk klasifikasi saham yang sama.42

2) Hak mengajukan gugatan ke pengadilan

Dalam rangka memnuhi kewajiban pasal tersebut, maka pihak manajemen perusahaan menawarkan ke pemegang saham lama. Sedangkan pihak pemegang saham lama akan melakukan pemesanan saham yang akan diterbitkan.

Bila pemegang saham melihat tindakan yang dilakukan oleh RUPS, komisaris, direksi dapat membahayakan kelangsungan perseroan, maka pemegang saham dapat mengajukan gugatan ke pengadilan bahwa tindakan yang dilakukan organ PT tersebut dapat merugikan pemegang saham. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 61 UUPT yang mengemukakan, setiap pemegang saham berhak mengajukan gugatan terhadap perseroan ke pengadilan negeri apabila dirugikan karena tindakan perseroan yang dianggap tidak adil dan tanpa alasan yang wajar, sebagai akibat keputusan RUPS, komisaris, atau direksi. Gugatan semacam ini dinamakan dengan personal rights yang dimiliki oleh setiap pemegang saham. Selain itu, terdapat juga bentuk gugatan

derivative action, yaitu suatu gugatan berdasarkan atas hak utama

(primary rights) dari perseroan, tetapi dilaksanakan oleh pemegang

42


(45)

saham atas nama perseroan, gugatan mana dilakukan karena adanya suatu kegagalan dalam perseroan, atau dengan perkataan lain derivative

action merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh para pemegang

saham untuk dan atas nama perseroan. 3) Hak saham dibeli dengan harga wajar

Ada kemungkinan perseroan akan membeli kembali saham yang telah dikeluarkan. Bila terjadi hal yang semacam ini, dalam undang-undang perseroan perbatas dijelaskan bahwa para pemegang saham berhak mendapatkan harga yang wajar terhadap saham yang dipegangnya. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 62 Ayat (1) UUPT, yang mengemukakan bahwa setiap pemegang saham berhak meminta kepada perseroan agar sahamnya dibeli dengan harga yang wajar apabila yang bersangkutan tidak menyetujui tindakan perseroan yang merugikan pemegang saham atau perseroan, berupa :

(1) Perubahan anggaran dasar

(2) Pengalihan atau penjaminan kekayaan perseroan yang mempunyai nilai lebih dari 50% (lima puluh persern) kekayaan bersih perseroan

(3) Penggabungan, peleburan, pengambilalihan atau pemisahan.

Jumlah nilai nominal seluruh saham yang dibeli kembali oleh perseroan dan gadai saham atau jaminan fidusia atas saham yang dipegang oleh perseroan sendiri dan/atau perseroan lain yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung dimiliki oleh perseroan, tidak melebihi


(46)

10% (sepuluh persen) dari jumlah modal yang ditempatkan dalam perseroan, kecuali diatur lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.43 Dalam hal saham yang diminta untuk dibeli melebihi batas ketentuan pembelian kembali saham oleh perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 Ayat (1) huruf b UUPT, perseroan wajib mengusahakan agar sisa saham dibeli oleh pihak ketiga.44

4) Hak meminta ke pengadilan negeri menyelenggarakan RUPS

Penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dilakukan sekali dalam setahun, namun dalam hal tertentu, para pemegang saham dapat meminta diadakan RUPS. Hal ini dijabarkan dalam Pasal 79 UUPT yaitu sebagai berikut :

(1) Direksi menyelenggarakan RUPS tahunan dan RUPS lainnya dengan didahului pemanggilan RUPS ;

(2) Penyelenggaraan RUPS dapat dilakukan atas permintaan 1 (satu) orang atau lebih pemegang saham yang bersama-sama mewakili 1/10 (satu persepuluh) atau lebih dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, kecuali anggaran dasar menentukan suatu jumlah yang kecil atau dewan komisaris

Yang diajukan kepada direksi dengan surat tercatat disertai dengan alasannya. Dalam hal permintaan dating dari pemegang saham, maka surat tercatat tersebut tembusannya disampaikan kepada dewan

43

Ibid., Pasal 37.

44Ibid.,


(47)

komisaris. Bagi PT, sebelum pemanggilan RUPS dilakukan wajib didahului dengan pengumuman mengenai akan diadakan pemanggilan RUPS dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan di pasar modal. Pengumuman dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum pemanggilan RUPS.

Direksi wajib melakukan pemanggilan RUPS dalam jangka waktu paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak tanggal permintaan penyelenggaraan RUPS diterima. Dalam hal Direksi tidak melakukan pemanggilan RUPS, maka :

(1) Dalam hal permintaan penyelenggaraan RUPS dilakukan oleh pemegang saham, maka harus diajukan kembali kepada dewan komisaris; atau

(2) Dalam hal permintaan dilakukan oleh dewan komisaris, maka dewan komisaris melakukan pemanggilan sendiri RUPS.

Dewan komisaris melakukan pemanggilan RUPS dalam jangka waktu paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak tanggal permintaan penyelenggaraan RUPS diterima. Dalam hal direksi atau dewan komisaris tidak melakukan pemanggilan RUPS dalam jangka waktu tersebut di atas, pemegang saham yang meminta penyelenggaraan RUPS dapat mengajukan permohonannya kepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan untuk menetapkan pemberian izin kepada pemohon melakukan sendiri pemanggilan RUPS tersebut. Ketua


(48)

pengadilan negeri setelah memanggil dan mendengar pemohon, direksi dan/ atau dewan komisaris, menetapkan pemberian izin untuk menyelenggarakan RUPS apabila pemohon secara sumir telah membuktikan bahwa persyaratan telah dipenuhi dan pemohon mempunyai kepentingan yang wajar untuk menyelenggarakan RUPS.

Penetapan ketua pengadilan negeri memuat juga mengenai :

(1) Bentuk RUPS, mata acara RUPS sesuai dengan permohonan pemegang saham, jangka waktu pemanggilan RUPS, serta penunjukan ketua rapat, sesuai dengan atau tanpa terikat pada ketentuan undang-undang ini atau anggaran dasar; dan/atau

(2) Perintah yang mewajibkan direksi dan/atau dewan komisaris untuk hadir dalam RUPS.

(3) Penetapan ketua pengadilan negeri mengenai pemberian izin tersebut bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap atau merupakan instansi pertama dan terakhir.45

5) Hak menghadiri RUPS

Salah satu hak yang cukup penting bagi pemegang saham adalah menghadiri RUPS. Dalam Pasal 85 UUPT dijelaskan sebagai berikut :

(1) Pemegang saham dengan hak suara yang sah, baik sendiri maupun diwakili berdasarkan surat kuasa tertulis berhak menghadiri RUPS


(49)

dan menggunakan hak suaranya sesuai dengan jumlah saham yang dimilikinya;

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi pemegang saham dan saham tanpa hak suara;

(3) Dalam pemungutan suara, suara yang dikeluarkan oleh pemegang saham berlaku untuk seluruh saham yang dimilikinya dan pemegang saham tidak berhak memberikan kuasa kepada lebih dan seorang kuasa untuk sebagian dan jumlah saham yang dimilikinya dengan suara yang berbeda;

(4) Dalam pemungutan suara, anggota direksi, anggota dewan komisaris, dan karyan perseroan yang bersangkutan dilarang bertindak sebagai kuasa dan pemegang saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1);

(5) Dalam hal pemegang saham hadir sendiri dalam RUPS, surat kuasa yang telah diberikan tidak berlaku untuk rapat tersebut;

Saham juga memberikan hak kepada pemiliknya untuk :46 (a) Menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS;

(b) Menerima dan mengeluarkan dividend dan sisa kekayaan hasil likuidasi;

(c) Menjalankan hak lainnya berdasarkan Undang-Undang ini

46

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Bab III, Pasal 52 ayat (1).


(50)

Selain mempunyai hak, pemegang saham juga memiliki kewajiban yang harus dijalankan oleh pemegang saham. Kewajiban tersebut yaitu:47

b. Kewajiban pemegang saham

1) Kewajiban dalam pengalihan saham

Mengalihkan saham yang dimiliki oleh pemegang saham merupakan hak dari pemegang saham yang bersangkutan. Hal ini tidak berarti dapat dilakukan tanpa memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar perseroan. Anggaran dasar perseroan dapat menetapkan kewajiban bagi pemegang saham yang akan mengalihkan sahamnya terlebih dahulu harus menawarkan saham yang akan dialihkan tersebut kepada kelompok pemegang saham tertentu atau pemegang saham lain untuk kepada karyawan melakukan penawaran kepada pihak lain.

Pemegang saham wajib terlebih dahulu meminta persetujuan dari organ perseroan apabila anggaran dasar menetapkan bahwa pengalihan hak atas saham harus mendapatkan persetujuan dari perseroan.

Ketentuan lain yang harus diperhatikan oleh pemegang saham adalah kewajiban pengalihan saham atas nama dengan mempergunakan akta pemindahan hak. Akta dimaksud dapat berupa akta di bawah tangan ataupun akta otentik.

47

Irwadi, Hukum Perusahaan Suatu Telaah Yuridis Normatif (Jakarta: Mitra Karya, 2003), hlm. 48.


(51)

2) Kewajiban mengalihkan saham dalam hal pemegang saham kurang dari 2 (dua) orang

Pengertian perseroan terbatas dalam Pasal 1 Ayat (1) UUPT mengandung pengertian bahwa perseroan terbatas terbentuk berdasarkan sebuah perjanjian. Dengan demikian, berarti dibutuhkan lebih dari 1 (satu) orang dalam pembentukan sebuah perseroan terbatas. Perseroan didirikan harus terdapat paling sedikit 2 (dua) orang pemegang saham. Namun, adakalanya bisa terjadi bahwa setelah erseroan disahkan (memperoleh status badan hukum), salah seorang atau beberapa pemegang saham mengalihkan sahamnya kepada pemegang saham lain, sehingga bisa terjadi keadaan dimana hanya satu orang saja pemegang saham perseroan.

Apabila terjadi keadaan yang demikian, maka pemegang saham tunggal tersebut dalam jangka waktu 6 bulan tertentu sejak keadaan tersebut, wajib mengalihkan sahamnya kepada orang lain. Akibat hukum yang diterima oleh pemegang saham tunggal tersebut apabila terlampau jangka waktu enam bulan tersebut adalah pemegang saham tunggal tersebut bertanggung jawab secara pribadi atas segala perikatan atau kerugian perseroan. tanggung jawab yang demikian tidak terbatas hanya pada besaran saham yang dimiliki dalam perseroan tapi juga meliputi harta pribadi pemegang saham yang bersangkutan.48


(52)

3) Tanggung jawab terbatas

Sifat perseroan (corporate nature) merupakan perorangan atau person yang tidak dapat terlihat, tidak teraba atau abstrak dan artificial. Namun demikian, Perseroan menikmati semua hak yang dimiliki perseorangan (natural person). Pada dasarnya, pemegang saham (shareholder, stockholder, proprietor) dari Perseroan :

(1) Pemegang saham diberi sertifikat saham sebagai bukti, bahwa yang bersangkutan adalah pemilik sebagian (own a portion) dari perseroan tersebut;

(2) Akan tetapi, oleh karena perseroan merupakan wujud yang terpisah

(separate entity) dari pemegang saham sebagai pemilik, maka

pemegang saham tidak boleh menuntut aset perseroan;

(3) Kekayaan perseroan tetap milik perseroan, oleh karena itu pemegang saham tidak mempunyai hak untuk mengalihkan kekayaan perseroan kepada dirinya maupun kepada orang lain. Saham yang dimiliki pemegang saham tersebut sebagai bukti kepemilikannya atas sebagian perseroan, pada umumnya hanya memberi hak kepada pemegang saham untuk mengeluarkan suara dalam RUPS, menerima dividen, menerima persentase aset perseroan secara proporsional sesuai dengan jumlah saham yang dimiliki apabila perseroan dilikuidasi. Selanjutnya, pemegang saham sebagai pemilik, hanya mempunyai hak kontrol tidak langsung atas operasional sehari-hari perseroan dan atas segala kebijaksanaan direksi. Akan tetapi,


(53)

pemegang saham tidak memikul tanggung jawab atas pelaksanaan fungsi direksi. Semakin banyak saham yang dimiliki seorang pemegang saham, maka semakin besar kekuasaan kontrol yang dapat dilakukannya. Selain daripada hal-hal yang dijelaskan di atas, salah satu keuntungan yang paling besar diperoleh dan dinikmati oleh pemegang saham adalah tanggung jawab terbatas (limited liability). Keuntungan ini diberikan undang-undang kepadanya, sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 3 Ayat (1) UUPT. Meskipun pemegang saham dikonstruksikan sebagai pemilik dari perseroan, namun hukum perseroan (corporate law) melalui Pasal 3 Ayat (1) UUPT, membatasi tanggung jawabnya dengan acuan:

(1) Pemegang saham perseroan, tidak bertanggung jawab secara pribadi (personal liability) atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan maupun atas kerugian yang dialami perseroan;

(2) Risiko yang ditanggung pemegang saham, hanya sebesar investasinya atau tidak melebihi saham yang dimilikinya pada Perseroan;

(3) Pemegang saham tidak bertanggung jawab secara pribadi atau secara individual atas utang perseroan.49

Prinsip ini dipertegas lagi dalam Penjelasan Pasal 3 ayat (1) UUPT, bahwa pemegang saham hanya bertanggung jawab sebesar setoran atas

49


(54)

seluruh saham yang dimilikinya dan tidak meliputi harta kekayaan pribadinya.50

(1) Perseroan sebagai badan hukum merupakan unit hukum (legal

uniti) dengan kewenangan dan kapasitas yang terpisah dari

pemegang saham untuk menguasai kekayaan, membuat kontrak, menggugat dan digugat, melanjutkan hidup dan eksistensi meskipun pemegang saham berubah dan direksi diberhentikan atau diganti;

Tanggung jawab pemegang saham yang terbatas inilah yang dibakukan dalam istilah “tanggung jawab terbatas”. Jadi, bertitik tolak dari konsep dan prinsip separate entity dan corporate entity yang melahirkan tanggung jawab terbatas (limited liability) pemegang saham, dapat disimpulkan:

(2) Harta kekayaan, hak dan kepentingan serta tanggung jawab perseroan terpisah dari pemegang saham;

(3) Selanjutnya pemegang saham menurut hukum sesuai dengan ketentuan Pasal 3 Ayat (1) UUPT, mempunyai imunitas dari kewajiban dan tanggung jawab perseroan, karena antara pemegang saham dan perseroan terdapat perbedaan dan pemisahan personalitas hukum.

Tujuan utama yang ingin dicapai prinsip limited liability, untuk menjadikan perseroan sebagai kendaraan yang menarik menanam

50

Republik Indonesia, Undang-Undang nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Penjelasan Pasal 3 ayat (1).


(55)

modal, sebab melalui prinsip separate entity hukum member tembok dan tabir perlindungan kepada pemegang saham yang tidak bersalah terlepas dan terbebas dari tuntutan pihak ketiga yang timbul dari kontrak atau transaksi yang dilakukan perseroan. Dengan demikian, melalui perisai atau tabir limited liability, bertujuan untuk membudayakan investor pasif, yakni para pemegang saham menaruh sejumlah uang dalam bisnis yang dikeloa perseroan tanpa memikul risiko yang dapat menjangkau harta pribadinya. Terlepas dari pendapat yang mengatakan limite liability bukan prinsip hukum, tetapi merupakan tonggak kapitalisme, mungkin ada benarnya. Sebab tanggung jawab terbatas (limited liability) pada dasarnya merupakan

good deal atas risiko berusaha bagi penanam modal, dalam hal ini

pemegang saham. Dengan demikian tanggung jawab terbatas, lebih mengarah kepada stimulasi investasi daripada persoalan hukum.

Prinsip pembatasan penerapan tanggung jawab terbatas dari pemegang saham dikenal dengan prinsip piercing the corporate veil. Prinsip ini dalam Bahasa Indonesia selalu diartikan “menyingkap tabir atau cadar perseroan”.51

51

Rudhi Prasetya, Upaya Mencegah Penyalahgunaan Badan Hukum, Serangkaian Pembahasan Pembaharuan Hukum di Indonesia (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1993), hlm. 82.

Tabir atau cadar yang disingkap dimaksud adalah diterobosnya pertanggungjawaban terbatas dari pemegang saham yang telah ditetapkan dalam Pasal 3 Ayat (1) UUPT tersebut. Dalam


(56)

keadaan tersebut diketahui bahwa untuk terjadinya piercing the corporate veil dipersyaratkan beberapa hal sebagai berikut:52

(1) Persyaratan perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi;

(2) Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan perseroan semata-mata untuk kepentingan pribadi;

(3) Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh perseroan; atau

(4) Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan, yang mengakibatkan kekayaan perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang perseroan.

D. Klasifikasi Saham

Klasifikasi saham diatur pada Pasal 53 UUPT. Penjelasan pasal ini, yang dimaksud dengan “klasifikasi saham: adalah pengelompokkan saham berdasar karakteristik yang sama. Salah satu prinsip pokok klasifikasi saham, ditegaskan pada Pasal 53 Ayat (2) UUPT berupa hak yang sama (equal right) kepada pemegangnya yakni setiap saham dalam klasifikasi yang sama, memberikan kepada pemegangnya hak yang sama. Undang-undang membolehkan anggaran dasar perseroan menetapkan 1 (satu) atau lebih klasifikasi saham. Apabila

52


(57)

klasifikasi saham lebih dari 1 (satu), Anggaran dasar menetapkan salah satu diantaranya sebagai “saham biasa”.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas hanya dikenal satu jenis saham yaitu saham atas nama. Hal ini diatur dalam Pasal 48 Ayat (1), yaitu: saham perseroan dikeluarkan atas nama pemiliknya dan tidak dikenal lagi adanya saham atas tunjuk sebagaimana pernah diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas yang telah dicabut.

Berdasarkan UUPT ditentukan ada beberapa klasifikasi saham, sebagaimana diatur dalam Pasal 53 ayat (4) yang berbunyi : Klasifikasi saham sebagaimana dimaksud pada ayat (3), antara lain:53

a. Saham dengan hak suara atau tanpa hak suara;

b. Saham dengan hak khusus untuk mencalonkan anggota direksi dan/atau anggota dewan komisaris;

c. Saham yang setelah jangka waktu tertentu ditarik kembali atau ditukar dengan klasifikasi saham lain;

d. Saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima dividen lebih dahulu dan pemegang saham klasifikasi lain atas pembagian dividen secara kumulatif atau nonkumulatif;

e. Saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima lebih dahulu dan pemegang saham klasifikasi lain atas pembagian sisa kekayaan perseroan dalam likuidasi.

53

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Bab III, Pasal 53.


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan tentang Analisis Yuridis Perbuatan Melawan Hukum Dalam Pengalihan Saham Perseroan Melalui Perjanjian Jual Beli Saham (Stdudi Putusan Mahkamah Agung No. 2678 K/Pdt/2011), maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Hak kebendaan atas saham dalam perseroan merupakan bukti penyertaan modal dan juga sebagai bukti persekutuan modal perusahaan. Saham digolongkan sebagai benda bergerak tidak berwujud yang memberikan hak kebendaan bagi pemiliknya dan hak pemegang saham lahir dari kebendaan yang dimiliki tersebut dalam suatu perusahaan sebagaimana yang diatur dalam UUPT.

2. Aspek hukum pengalihan saham perseroan melalui perjanjian jual beli saham dengan sendirinya akan mengalihkan hak atas saham tersebut dari pihak pemegang saham lama (penjual) kepada pemegang saham baru (pembeli). Penjualan saham akan menyebabkan terjadinya pemindahan hak atas saham dari penjual kepada pembeli saham. Pemindahan hak atas saham tersebut harus dilakukan berdasarkan Akta Pemindahan Hak atas saham yang dapat dibuat dihadapan Notaris maupun dibuat secara di bawah tangan (Pasal 56 Ayat (1) UUPT). Para pihak diharuskan untuk menyampaikan akta tersebut atau salinannya secara tertulis kepada Perseroan (Pasal 56 Ayat (2) UUPT) dan kemudian direksi perseroan berkewajiban untuk melakukan pencatatan


(2)

mengenai perubahan susunan pemegang saham yang terjadi akibat pemindahan hak atas saham tersebut serta memberikan pemberitahuan kepada Menteri Hukum dan HAM (Pasal 56 Ayat (3) UUPT). Dengan kesepakatan yang terjadi dalam hal pengalihan hak atas saham melalui perjanjian jual beli saham, maka pembeli terikat dengan kewajiban untuk membayar harga pembelian seperti yang disepakati, dan penjual terikat untuk menyerahkan kebendaan yang dijual tersebut.

3. Perbuatan melawan hukum dalam pengalihan saham perseroan melalui jual beli saham dapat terjadi apabila salah satu pihak dimana dalam hal ini yang dominan dilakukan oleh pihak penjual dengan itikad buruk menyembunyikan informasi yang detail mengenai kepemilikan saham yang diperjualbelikan tersebut dengan menyalahi segala ketentuan maupun klausula mengenai perjanjian jual beli saham yang dibuat oleh penjual dan pembeli di dalam akta jual beli saham. Hal tersebut mengakibatkan kerugian pada pihak pembeli dan hal tersebut dapat diajukan tuntutan ganti rugi baik materill maupun immateriil selama terpenuhinya unsur-unsur melawan hukum dalam Pasal 1365 KUHPerdata yaitu adanya perbuatan melawan hukum, ada kesalahan, adanya kerugian, dan ada hubungan timbal balik antara unsur perbuatan melawan hukum dan adanya kerugian seperti kasus yang terdapat dalam Putusan MA No. 2678 K/Pdt/2011.


(3)

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah dituliskan di atas, maka saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut :

1. Pengalihan saham perseroan yang dilakukan melalui perjanjian jual beli dan segala ketentuan yang diperjanjikan termuat di dalam akta jual beli yang menjadi akta otentik bagi kedua belah pihak haruslah didasari dengan itikad baik tanpa adanya niat sedikitpun untuk melakukan perbuatan yang merugikan salah satu pihak. Hal tersebut bertujuan untuk menghindari persengketaan yang seyogianya dapat terjadi apabila salah satu pihak merasa dirugikan.

2. Pengalihan saham perseroan melalui perjanjian jual beli baik pihak pernjual maupun pihak pembeli seharusnya benar-benar mengetahui prosedur yang berlaku sebelum melakukan transaksi bisnis seperti ini karena dalam bentuk jual beli saham ini ada bukti otentik berupa akta jual beli dan para pihak harus konsekuen dengan segala hal-hal terkait untuk meminimalisir terjadinya sengketa dikemudian hari.

3. Hendaknya ada peraturan khusus yang mengatur mengenai pengalihan saham perseroan khususnya dalam hal terjadinya perbuatan melawan hukum pada saat terjadinya pemindahan hak kepemilikan atas saham ataupun sengketa atas kepemilikan saham yang diatur di dalam UUPT.


(4)

DAFTAR PUSTAKA A. Buku

Arikanto, Suharsini. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rhineka Cipta, 2010.

Arrasjid, Chainur. Dasar-Dasar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafika, 2000.

Badrulzaman, Maria Darus, dkk. Kompilasi Hukum Perikatan. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2001.

Dimyati, Khudzaifah & Kelik Wardiono. Metode Penelitian Hukum. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2004.

Djodjodirjo, M.A. Moegini. Perbuatan Melawan Hukum. Bandung: Alumni, 2002.

Fuady, Munir. Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2002.

H.S., Salim. Hukum Kontrak, Teori & Teknik Penyusunan Kontrak. Jakarta: Sinar Grafika, 2013.

_________. Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, 2003.

Harahap, M. Yahya. Hukum Perseroan Terbatas. Jakarta: Sinar Grafika, 2009. ________________. Segi-Segi Hukum Perjanjian, Cet. II. Bandung: Alumni,

1986.

Ichsan, Ahmad. Hukum Perdata. Jakarta: PT. Pebimbing Masa, 1989.

Irwadi. Hukum Perusahaan Suatu Telaah Yuridis Normatif. Jakarta: Mitra Karya, 2003.

Megarita. Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Saham Yang Digadaikan. Medan:USU Press, 2013.

Mertokusumo, Sudikno. Mengenal Hukum (Suatu Pengantar). Yogyakarta: Liberty, 1986.

Muhammad, AbdulKadir. Hukum Perdata Indonesia. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000.

Nadapdap, Binto. Hukum Perseroan Terbatas. Jakarta: Aksara, 2014.

Nasarudin, M.Irsan dkk. Aspek Hukum Pasar Modal di Indonesia. Jakarta: Kencana, 2008.


(5)

Nazil, M. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Ghalia Indonesia, 2010.

Pramono, Nindyo. Hukum Bisnis Aktual (bunga rampai). Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2006.

Prasetya, Rudi. Upaya Mencegah Penyalahgunaan Badan Hukum, Serangkaian Pembahasan Pembaharuan Hukum di Indonesia. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1993.

Prodjodikoro, Wirjono. Hukum Perdata tentang Persetujuan Tertentu. Bandung: Sumur, 1981.

Rusli, Hardijan. Perseroan Terbatas dan Aspek Hukumnya. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996.

Simanjuntak Ricardo. Teknik Perancangan Kontrak Bisnis. Jakarta: Kontan Publishing, 2011.

Soekanto, Soerjono. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Cetakan Ketigabelas. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011.

Subekti. Hukum Perjanjian. Bandung: PT. intermasa, 2001.

_________. Aneka Perjanjian, Cetakan Kesepuluh. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1995.

Suharnoko. Hukum Perjanjian Teori dan Analisa Kasus. Jakarta: Prenada Media Grup, 2004.

Sunggono, Bambang. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007.

Sutantio, Retnowulan dan Iskandar Oerip. Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan Praktek. Bandung: Alumni, 2000.

Suryodiningrat, K.M. Perikatan-Perikatan Bersumber Perjanjian. Bandung: Tarsito, 1996.

Syahrani, Ridwan. Seluk Beluk dan Kasus-Kasus Hukum Perdata. Bandung: Alumni, 2000.

Usman, Rachmadi. Dimensi Hukum Perseroan Terbatas. Bandung: Alumni, 2004. _______________. Hukum Kebendaan. Jakarta: Sinar Grafika, 2011.

Wicaksono, Fran Satrio. Tanggung Jawab Pemegang Saham, Direksi, dan Dewan Komisaris Perseroan Terbatas (PT). malang: Visimedia, 2009.

Widjaja, Gunawan. Seri Hukum Bisnis: Efek Sebagai Benda. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005.


(6)

________________. Hak Individu dan Kolektif Para Pemegang Saham. Jakarta: Forum Sahabat, 2008.

________________. Memahami Prinsip Keterbukaan Dalam Hukum Perdata. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006.

B. Peraturan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Republik Indonesia.Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar serta Penyampaian Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar dan Perubahan Data Perseroan.

C. Putusan

Putusan Mahkamah Agung No. 2678 K/Pdt/2011

D. Website

RUPS (diakses tanggal 3 Februari 2015).

tanggal 25 Maret 2015).

maret 2015).

diakses pada


Dokumen yang terkait

Perbuatan Melawan Hukum Akibat Merusak Segel Meteran Milik PT. PLN (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No.694 K/Pdt/2008)

3 70 97

Hak dan Kewajiban Kurator Pasca Putusan Pembatalan Pailit Pada Tingkat Kasasi Oleh Mahkamah Agung (Studi Kasus Kepailitan PT. Telkomsel vs PT. Prima Jaya Informatika)

1 38 128

Eksekusi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 609 K/Pdt/2010 Dalam Perkara Perdata Sengketa Tanah Hak Guna Bangunan Dilaksanakan Berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri

3 78 117

Tinjauan Yuridis Perbuatan Melawan Hukum Dalam Transaksi Jual Beli Melalui Internet(E-COMMERCE) Berdasarkan Kuhperdata

7 83 108

Analisis Hukum Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang Calon Independen Di Dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

0 68 130

Sikap Masyarakat Batak-Karo Terhadap Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA-RI) No.179/K/SIP/1961 Dalam Persamaan Kedudukan Anak Laki-Laki Dan Anak Perempuan Mengenai Hukum Waris (Studi Pada Masyarakat Batak Karo Desa Lingga Kecamatan Simpang...

1 34 150

STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 2849 K/PDT/2011 TENTANG PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM PERKARA PERJANJIAN JUAL BELI MOBIL ANTARA NY. MARDIYATI MELAWAN PT. CSM CORPORATAMA.

0 1 1

BAB II HAK KEBENDAAN ATAS SAHAM PERSEROAN A. Pengertian dan Konsep Yuridis Saham - Analisis Yuridis Perbuatan Melawan Hukum Dalam Pengalihan Saham Perseroan Melalui Perjanjian Jual Beli Saham (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 2678 K/Pdt/2011)

0 0 42

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Yuridis Perbuatan Melawan Hukum Dalam Pengalihan Saham Perseroan Melalui Perjanjian Jual Beli Saham (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 2678 K/Pdt/2011)

0 0 20

Analisis Yuridis Perbuatan Melawan Hukum Dalam Pengalihan Saham Perseroan Melalui Perjanjian Jual Beli Saham (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 2678 K/Pdt/2011)

0 0 9