Uji Kualitas Tali Serat Batang Pisang Barangan (Musa Acuminata)
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Pisang
Pisang merupakan salah satu komoditi hortikultura yang disukai oleh penduduk Indonesia, hampir disemua daerah memiliki tanaman pisang dengan spesifikasi tersendiri. Pisang barangan merupakan pisang yang berasal dari daerah Sumatera Utara dan biasanya disajikan dalam keadaan segar baik sebagai makanan penutup maupun buah meja. Produksi pisang di Indonesia terus mengalami kenaikan dari tahun 1995-2010, dimana mencapai puncak pada tahun 2009 sebanyak 6,3 juta ton/tahun dan volume ekspor pisang dari tahun 1996-2003 terus berkurang dikarenakan kebutuhan dalam negeri yang terus meningkat (BPS, 2010).
Menurut Suyanti dan Ahmad (2009) bahwa klasifikasi botani tanaman pisang adalah sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Keluarga : Musaceae Genus : Musa Spesies : Musa sp.
Pisang termasuk tanaman yang gampang tumbuh karena bisa tumbuh di sembarang tempat. Namun, agar produktivitasnya optimal, sebaiknya pisang ditanam di daerah dataran rendah. Ketinggian tempat yang ideal untuk pertumbuhan pisang berada di bawah 1000 meter dpl. Di atas kisaran tersebut, kulit buah menjadi lebih tebal. Iklim yang dikehendaki adalah iklim basah dengan curah hujan merata sepanjang tahun. Oleh karena itu, tanaman pisang kerap memberikan hasil yang baik pada musim hujan dan hasil yang kurang memuaskan pada musim kemarau. Namun, hal ini bisa diatasi dengan memberikan pengairan pada musim kemarau (Supriyadi dan Suyanti, 2008).
Bagian bagian Tanaman Pisang dan Kegunaannya Akar
Tanaman pisang berakar serabut dan tidak memiliki akar tunggang. Akar- akar serabut tersebut tumbuh pada umbi batang, terutama pada bagian bawah.
Akar-akar yang tumbuh di bagian bawah akan tumbuh lurus menuju pusat bumi (tumbuh vertikal) sehingga kedalaman 75-150 cm tergantung pada varietasnya.
Sementara, perakaran yang tumbuh di bagian atas, tumbuh menyebar ke arah samping (tumbuh horizontal) hingga 4 m atau lebih (Cahyono, 2009).
Daun
Daun tanaman pisang berbentuk lanset memanjang. Daun memiliki tangkai yang panjang, berkisar antara 30-40 cm. Tangkai daun ini bersifat agak keras dan kuat serta mengandung banyak air. Kedudukan daun tegak agak mendatar dan letaknya tersebar. Daun pisang memiliki lapisan lilin pada permukaan bagian bawahnya. Daun pisang tidak memiliki tulang-tulang daun pada bagian pinggirnya. Dengan demikian, mudah robek terhembas angin (Cahyono, 2009).
Bunga
Bunga tanaman pisang berbentuk bulat lonjong dengan bagian ujung runcing. Bunga tanaman pisang yang baru muncul biasa disebut jantung pisang. Bunga tanaman pisang terdiri atas tangkai bunga, daun penumpu bunga atau daun pelindung bunga (seludang bunga) dan mahkota bunga. Tangkai bunga bersifat keras, berukuran besar dengan diameter sekitar 8 cm. Seludang bunga berwarna merah tua, tersusun secara spiral, berlapis lilin dengan ukuran panjang 10-25 cm.
Seludang bunga akan rontok setelah bunga mekar. Mahkota bunga berwarna putih dan tersusun melintang masing-masing sebanyak dua baris. Bunga tanaman pisang berkelamin satu dengan benang sari berjumlah lima buah. Bakal buah berbentuk persegi (Cahyono, 2009).
Bunga pisang atau yang lebih dikenal sebagai jantung pisang memiliki kandungan lemak, protein, karbohidrat dan vitamin yang tinggi, sehingga sangat baik digunakan sebagai bahan sayuran. Bunga pisang dapat diolah menjadi berbagai macam makanan dan masakan, misalnya acar, manisan, lalapan, sayur lodeh dan sebagainya (Cahyono, 2009).
Buah
Buah pisang merupakan bagian dari tanaman pisang yang paling dikenal dan merupakan bagian utama dari produksi tanaman pisang. Buah pisang kerap dijadikan sebagai sumber vitaman dan mineral, sebagai buah meja atau sebagai produk olahan seperti sale pisang, tepung pisang, selai/jam, sari buah, sirup, keripik dan berbagai jenis olahan kue (cake, nagasari, serikaya, kolak,pisang goreng atau pisang bakar). Selain sebagai sumber vitamin dan mineral, buah pisang hijau yang dibakar juga dapat digunakan sebagai obat yakni untuk pengobatan tradisional gurah (Supriyadi dan Suyanti, 2008).
Bonggol
Pengertian bonggol pisang adalah tanaman pisang berupa umbi batang (batang aslinya). Bonggol pisang muda dapat dimanfaatkan untuk sayur dan diolah menjadi keripik yang kaya akan serat. Secara tradisional, air umbi dari batang pisang kepok dipercaya dapat dijadikan sebagai obat disentri dan pendarahan usus besar (Supriyadi dan Suyanti, 2008).
Batang semu
Tanaman pisang berbatang sejati. Batang sejati tanaman pisang tersebut berupa umbi batang (Jawa: bonggol) yang berada di dalam tanah. Batang sejati tanaman pisang bersifat keras dan memiliki titik tumbuh (mata tunas) yang akan menghasilkan daun dan bunga pisang. Sementara, bagian yang berdiri tegak menyerupai batang adalah batang semu yang terdiri atas pelepah-pelepah daun panjang (kelopak daun) yang saling membungkus dan menutupi, dengan kelopak daun yang lebh muda berada di bagian paling dalam. Dengan demikian, kedudukannya kuat dan kompak, tampak seperti batang. Batang semu ini memiliki ketinggian berkisar antara 3-8 m atau bahkan lebih, tergantung pada varietasnya. Batang semu tanaman pisang bersifat lunak dan banyak mengandung air (Cahyono, 2009).
Morfologi tanaman dapat tampak jelas melalui batangnya yang berlapis- lapis. Lapisan pada batang ini sebenarnya merupakan dasar dari pelepah daun yang dapat menyimpan banyak air (sukulenta) sehingga lebih tepat disebut batang semu (Pseudostem). Terkadang pada satu tanaman terdapat dua batang semu atau sering disebut berbatang ganda (Sunarjono, 2002).
Tanaman pisang memang banyak dimanfaatkan untuk berbagai keperluan hidup manusia. Selain buahnya, bagian tanaman lain pun bisa dimanfaatkan, mulai dari bonggol sampai daun. Bunga pisang biasanya dimanfaatkan untuk dibuat sayur, karena kandungan protein, vitaminnya dan karbohidratnya tinggi.
Batang pisang banyak dimanfaatkan utuk membuat lubang pada bangunan, untuk menutup saluran air bila ingin mengalirkan atau membagi air. Buahnya digunakan sebagai makanan, seperti tepung, anggur, pisang goreng, keripik pisang, kolak pisang. Kulit buah pisang dapat digunakan untuk bahan makan ternak dan bonggol pisang dapat dimanfaatkan untuk sayur (Satuhu dan Supriyadi, 1999).
Pisang Barangan (Musa Acuminata) Pisang Barangan merupakan salah satu komoditas buah unggulan nasional.
Pisang sebagai salah satu di antara tanaman buah-buahan memang merupakan tanaman asli Indonesia. Hampir di setiap wilayah banyak dijumpai tanaman ini.
Sebenarnya jika tanaman Pisang Barangan dibudidayakan secara komersial, keuntungannya tidak kalah dengan komoditi lain mengingat buah ini sudah diekspor (Sumartono, 1981). Menurut Cahyono (1995) keunggulan pisang barangan memiliki rasa, tekstur dan aroma yang khas dan memiliki daya simpan yang lebih lama. Tanaman pisang (Musa Sp) merupakan tanaman buah-buahan tropika beriklim basah, tumbuh baik pada curah hujan yang merata sepanjang tahun.
Budidaya pisang barangan dengan sistem konvensional, memiliki jarak tanam 3,5 m x 2 m atau 3 m x 3 m dengan kepadatan 1.100-1.300 pohon pisang per hektar. Sedangkan budidaya pisang barangan dengan sistem Dua Jalur (Double Row) memiliki jarak tanam 1 m x 2 m x 4 m dengan kepadatan 2.000-
2.200 pohon pisang per hektarnya. Keadaan ini menunjukkan dengan sistem
Double Row jumlah pohon pisang 2 kali lipat lebih banyak dari sistem
konvensional (Sumartono, 1981).Gambar 1 .Tanaman Pisang Barangan
Serat Pelepah Pisang
Serat batang pisang merupakan jenis serat yang berkualitas baik, dan merupakan salah satu bahan potensial alternatif yang dapat digunakan sebagai
filler pada pembuatan komposit polivinil klorida atau biasa disingkat PVC.
Batang pisang sebagai limbah dapat dimanfaatkan menjadi sumber serat agar mempunyai nilai ekonomis. Rahman (2006) menyatakan bahwa perbandingan bobot segar antara batang, daun, dan buah pisang berturut-turut 63, 14, dan 23%. Batang pisang memiliki bobot jenis 0,29 g/cm3 dengan ukuran panjang serat 4,20 – 5,46 mm dan kandungan lignin 33,51%.
Gambar 2. Serat batang pisang raja Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Pramono dan Widodo
(2013) pelepah pisang kepok yang telah dipisahkan dari pohonnya kemudian dicuci hingga bersih kemudian dikeringkan secara alami selama 10 hari.
Pengambilan serat dari pelepah pisang kepok (musacea) dengan menggunakan bantuan sikat kawat. Teknik pengambilan serat pelepah pisang kepok (musacea) setelah kering disikat dengan cara membujur searah dengan sikat kawat tersebut, kemudian serat pisang kepok akan memisah dari daging pelepah tersebut.
Tabel 1. Komposisi kimia dari bagian-bagian tanaman pisang
Komponen Daun Batang Bonggol Buah dan kulit Kulit (%) Bahan kering 17,5-24,3 3,6-9,8 6,2-13,87 20,9-21,2 14,08-18 Protein kasar 8,6-13,6 2,4-8,3 2,95-6,4 4,5-6,0 6,56-9,5 Lemak kasar 12,6 3,2-8,1 0,96-7,0 0,87-2,1 6,7-8,3 Ekstrak bebas 50,1 31,6-53,0 39,5 82,87 33,5 nitrogen
Total abu - 18,4-24,7 10,64 5,5 11,15-22,0
- Abu tidak 1,52 0,85-1,7 1,92 larut
Serat kasar 22,6 13,4-31,7 9,99-16,1 4-5,2 15,32-26,7
- Serat Deterjen 47,6-63,5 40,5-64,1 35,2 16,6 Netral (NDF)
- Serat Deterjen 30,5-39,3 35,6-4,55 36,7 Asam (>Selulosa
- 20,5-23,5 19,7-35,2
- Hemiselulosa 17,1-24,2 4,9-18,7 Lignin 4,5-10,4 1,3-9,2 8,8 - -
Pengolahan Serat Pelepah Pisang
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Pramono dan Widodo (2013) pelepah pisang kepok yang telah dipisahkan dari pohonnya kemudian dicuci hingga bersih kemudian dikeringkan secara alami selama 10 hari.
Pengambilan serat dari pelepah pisang kepok (musacea) dengan menggunakan bantuan sikat kawat. Teknik pengambilan serat pelepah pisang kepok (musacea) setelah kering disikat dengan cara membujur searah dengan sikat kawat tersebut, kemudian serat pisang kepok akan memisah dari daging pelepah tersebut.
Natrium hidroksida (NaOH) dikenal sebagai soda kaustik alkali. NaOH banyak digunakan pada industri sebagai bahan tambahan dalam pembuatan pulp atau kertas, tekstil, sabun dan deterjen. NaOH berbentuk serpihan, pelet, butiran dan larutan cair. NaOH merupakan zat tambahan yang sering digunakan dalam pembuatan deterjen dan sabun, namun dalam bidang industri NaOH juga digunakan. Ini dikarenakan NaOH yang dapat mengubah struktur bahan terutama serat. Hal ini sesuai dengan penelitian Sari (2013) bahwa NaOH yang dapat mengubah struktur bahan terutama serat. Achmadi (1990) juga menyatakan bahwa bahwa pemberian perlakuan alkali pada bahan berligniselulosa mampu mengubah struktur kimia dan pemukaan fisik serat.
Larutan baku sekunder adalah larutan baku yang konsentrasinya harus ditentukan dengan cara titrasi terhadap larutan baku primer. Pada percobaan kali ini larutan yang digunakan sebagai larutan baku sekunder adalah NaOH. Larutan NaOH tergolong dalam larutan baku sekunder yang bersifat basa. Natrium hidroksida (NaOH), juga dikenal sebagai soda kaustik, adalah sejenis basa logam kaustik. Natrium hidroksida membentuk larutan alkalin yang kuat ketika dilarutkan ke dalam air. Natrium hidroksida murni berbentuk putih padat dan tersedia dalam bentuk pelet, serpihan, butiran ataupun larutan jenuh 50%. NaOH bersifat lembab cair dan secara spontan menyerap karbondioksida dari udara bebas. Ia sangat larut dalam air dan akan melepaskan panas ketika dilarutkan.
NaOH juga larut dalam etanol dan metanol, walaupun kelarutan NaOH dalam kedua cairan ini lebih kecil daripada kelarutan KOH. NaOH tidak larut dalam dietil eter dan pelarut non polar lainnya (Hidayati, 2009).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Umardani dan Pramono (2009) dalam pengolahan serat dari tanaman eceng gondok juga ditambahkan NaOH yang berfungsi untuk meningkatkan nilai elongasi serat eceng gondok namun tidak dapat meningkatkan regangan tarik serat eceng gondok, dimana dalam penelitiannya menggunakan kadar NaOH sebesar 5 %, 10% dan 15 %. Hal ini juga diperkuat dengan data penelitian yang telah dilakukan oleh Umardani dan Pramono, sebagai berikut: Tabel 2. Perbandingan kekuatan tarik pada tanaman eceng gondok dengan atau tanpa perlakuan NaOH.
No. Perlakuan Kadar Elongasi Luas Serat Gaya Tegangan Tarik
2 2 (%) (%) (mm ) Tarik (N) (N/mm )1 Non Perlakuan 0 0,857 0,037 1,014 27,397
2 NaOH 5 1,952 0,037 0,785 21,211
3 NaOH 10 2,142 0,037 0,491 13,257
4 NaOH 15 3,716 0,037 0,654 17,676
Sedangkan untuk serat pelepah pisang, berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Pramono dan Widodo (2012) dalam Sari (2013) mengenai uji tarik serat pelepah pisang dengan penambahan NaOH 5% berdasarkan lamanya perendaman yang telah ditentukan (0, 2, 4, 6 jam) menunjukkan bahwa semakin lama perendaman serat pelepah pisang kepok (musaceae) dengan 5% NaOH akan kepok tetapi kekuatan tariknya mengalami penurunan. Sesuai dengan prinsip dasar bahwa kekuatan tarik berbanding terbalik dengan luas penampang, sehingga semakin besar luas penampang akan semakin menurunkan kekuatan tarik. Ini diperkuat dengan hasil yang diperoleh sebagai berikut: Tabel 3. Hasil pengujian tarik serat pelepah pisang kepok non perlakuan dan dengan perlakuan 5% NaOH variasi lama perendaman 2, 4, 6 jam
Elongasi (%) No. Jenis Perlakuan
Minimal Maksimal Rata-rata
1 Non Perlakuan 0.800 1,399 1,133 2 5% NaOH 2 Jam 1,200 2,000 1,533 3 5% NaOH 4 Jam 1,000 2,400 1,533 4 5% NaOH 6 Jam 0,800 3,000 1,733
Tabel 4. Kekuatan tarik serat pelepah pisang kepok non perlakuan dan perlakuan 5% NaOH dengan variasi lama perendaman 2, 4, 6 jam
Kekuatan Tarik (MPa) No. Jenis Perlakuan
Minimal Maksimal Rata-rata
1 Non Perlakuan 1723,079 1837,951 1766,156 2 5% NaOH 2 Jam 1212,838 2677,431 1801,756 3 5% NaOH 4 Jam 683,188 1011,977 782,908 4 5% NaOH 6 Jam 626,256 1011,977 799,497
Tali Serat
Tali terbuat dari serat-serat tumbuhan-tumbuhan yang panjangnya antara 60 s/d 150 cm dan langkah-langkah pertama untuk membuatnya adalah untuk menyisir dan membersihkan serat-serat menjadi serat-serat halus yang sama panjang dan merupakan kumpulan-kumpulan pita-pita halus atau tirai. Tirai-tirai ini kemudian dipintal menjadi satu menjadi benang dan kekuatan putarnya yang membuat serat-serat ini berkumpul menjadi satu atau karena adanya kekuatan maka ada tahanan antara serat-serat itu. Kemudian benang-benang dipintal menjadi satu untuk menjadi sebuah untai. Banyaknya benang untuk membuat satu untai tergantung dari besarnya tali yang akan dibuat. Putaran pembuatan untai- benang dipintal ke kiri maka untai dipintal kekanan. Tiga atau ampat untai bilamana dipintal menjadi satu akan menjadi tali dan sesuai dengan arah pintalannya menjadi tali yang berjalan ke arah kiri atau ke arah kanan (Anonim, 2013).
Serat yaitu suatu benda yang perbandingan panjang dan diameternya besar sekali. Serat merupakan bahan baku yang digunakan dalam pembuatan benang dan kain. Sebagai bahan baku, serat tekstil memegang peranan yang sangat penting, sebab:
1. Sifat-sifat serat mempengaruhi sifat-sifat benang atau kain yang akan dihasilkan.
2. Semua pengolahan benang atau kain, baik secara mekanik maupun secara kimia selalu berdasarkan sifat-sifat yang dimiliki oleh seratnya.
Berdasarkan panjangnya, maka serat dibagi menjadi: 1.
Serat stapel Yaitu serat-serat yang mempunyai panjang terbatas.
2. Serat filamen Yaitu serat-serat yang panjangnya lanjut.
Menurut asal seratnya, maka serat dapat digolongkan menjadi: 1.
Serat alam, ialah serat yang telah tersedia di alam.
2. Serat buatan, ialah serat yang dibuat oleh manusia. (Enie dan Karmayu, 1980).
Menurut Priowirjanto (2001) berdasarkan asal zat kimia seratnya, serat dikelompokkan menjadi serat alam dan serat buatan.
1. Serat alam Serat alam adalah serat yang molekulnya terbentuk secara alami. Serat alam dikelompokkan ke dalam serat yang berasal dari tumbuhan dan yang berasal dari hewan. Serat tumbuhan dapat diperoleh dari bagian biji, batang, daun atau buahnya. Serat hewan dapat diperoleh dari bagian bulu atau rambut binatang.
2. Serat Buatan Serat buatan adalah serat yang molekulnya disusun secara sengaja oleh manusia. Serat buatan dikelompokkan ke dalam serat alam yang diolah kembali, serat setengah buatan (bahan dari serat alam dan bahan kimia buatan), serat buatan (murni dari bahan kimia buatan).
Tabel 5. Elongasi yang terjadi pada jenis-jenis serat
Jenis Panjang Patahan Serat (%) Panjang Patahan Tali (%) No. Serat Kering Basah Kering Basah
1 Manila 2,8 3,2 13,0 15,0
2 Sisal 2,9 3,4 13,0 16,0
3
- Rami 1,5 1,4 13,3
4 Kapas 7,4 8,1 17,0 31,0
5 Nilon 12,0 14,0 39,0 40,0
Mesin pemintal serat sabut kelapa terdiri atas empat unit utama, yaitu motor penggerak, corong pemuntir, rangka pemutar, dan rol atau batang penggulung. Mesin pemintal digerakkan oleh motor listrik yang bertenaga 1 HP dengan laju putaran 1470 rpm. Motor listrik menggerakkan poros pulley dan pulley dengan transmisi V-belt atau pulley. Selanjutnya dengan transmisi V-belt, pulley menggerakkan poros yang juga sebagai poros roda gigi penggerak kedua berfungsi sebagai poros penggerak rangka pemutar. Rangka pemutar menggerakkan (memutar) roda gigi 11 yang bersinggungan dengan roda gigi pada poros statis. Selanjutnya poros roda gigi menggerakkan roda fiksi pada batang roll penggulung melalui transmisi roda-roda gigi di antara poros roda gigi dan serat yang akan dipintal ditumpuk di atas pengumpan. Serat-serat tersebut dimasukkan secara manual oleh seorang operator melalui lubang pengumpan ke dalam corong pemuntir. Serat yang telah dipuntir oleh corong pemuntir dimasukkan lagi ke dalam corong tetap hingga ke lobang poros statis berongga dan selanjutnya dipuntir dan ditekan (dilemaskan) lagi oleh roda pemuntir. Pintalan serat yang keluar dari roda pemuntir digulung oleh roll penggulung. Setelah roll penggulung terisi penuh, pintalan serat dipindahkan atau digulung pada roll cadangan dan selanjutnya dimanfaatkan sebagai bahan untuk pengolahan saburet setelah penguraian menjadi serat bergelombang dan bahan pembuatan tali dengan cara menggabungkan beberapa pintalan serat (Sinurat, 2000).
Tabel 6. Perbandingan kekuatan tali dengan berbagai ukuran diameter.
Diameter Elongasi 80 kg (%) Kekuatan (kg) Jumlah Jatuh
FF1 80 kg, jarak 1m11 1,25 3000 10+
10 2 2500 8 – 20+
9 3 1800 3 – 10+
8 4 1500 2 – 3
7 4 1000 0 – 2
- Webbing solid 25 mm
- 1500 – 2400
- Webbing tubular 25 mm 1800 – 2250
Pengujian Tali Serat Uji Tarik
Uji tarik adalah suatu metode yang digunakan untuk menguji kekuatan suatu bahan atau material dengan cara memberikan beban gaya yang sesumbu. dan desain produk karena menghasilkan data kekuatan material. Pengujian uji tarik digunakan untuk mengukur ketahanan suatu material terhadap gaya statis yang diberikan secara lambat. Salah satu cara untuk mengetahui besaran sifat mekanik dari logam adalah dengan uji tarik. Sifat mekanik yang dapat diketahui adalah kekuatan dan elastisitas dari logam tersebut. Uji tarik banyak dilakukan untuk melengkapi informasi rancangan dasar kekuatan suatu bahan dan sebagai data pendukung bagi spesifikasi bahan. Nilai kekuatan dan elastisitas dari material uji dapat dilihat dari kurva uji tarik (Dieter, 1993).
Tegangan (Stress)
Dalam suatu elemen struktur, tegangan adalah gaya dalam dibagi dengan luas penampang dimana gaya itu bekerja. Oleh karena itu, tegangan adalah gaya dalam persatuan luas penampang, sebaliknya gaya dalam dapat dianggap sebagai efek bertumpuk dari tegangan. Kekuatan suatu bahan dapat diukur dengan tegangan maksimum yang dapat ditahannya. Kekuatan ini disebut juga tegangan runtuh (gagal). Kekuatan dari suatu elemen struktur diukur dari gaya dalam maksimum yang dapat ditahannya. Hal ini tergantung pada kekuatan dari bahan penyusunnya dan ukuran serta bentuk penampangnya. Kekuatan puncak dari elemen dicapai ketika tingkat tegangan melebihi tegangan runtuh dari beban. Beberapa jenis tegangan yang berbeda dapat terjadi dalam suatu elemen strukutur, tergantung pada arah beban yang bekerja dalam kaitannya dengan ukuran utamanya Stress didefinisikan sebagai gaya F yang bekerja pada satu satuan luas A. (Macdonald, 2002).
F
................................................................... (1) σ =
A
Gambar 3. Gaya F bekerja pada luas permukaan A Tegangan tarik adalah suatu tegangan yang terjadi pada saat suatu bahan dikenai gaya akibat adanya beban tarik. Suatu bahan akan mengalami tegangan pada saat bahan dibebani hingga bahan tersebut tidak mampu lagi menahan beban yang diberikan dengan besar nilai tegangan yang tidak sama, tergantung dari asal bahan tersebut. Ini juga terjadi pada tali serat berbahan pisang raja dengan hasil yang terdapat pada tabel 5 sebagai berikut: Tabel 7.Tegangan tarik tali serat gedebok pisang raja pemilinan 2, 3 dan 4 dengan dan tanpa perlakuan NaOH 5% (2 jam).
Perlakuan No. Parameter Non Perlakuan 5% NaOH 2 jam 2 -5 -5 -5 -5 -5 -5 P2 P3 P4 P2 P3 P4
1 A (m ) 7,85×10 7,85×10 7,85×10 11,30×10 7,85×10 7,85×10
2 F (N) 1900 2100 1100 4400 4050 3200 2 5 5 5 5 5 5 3 ) 242,04×10 267,51×10 140,13×10 389,38×10 515,92×10 407,64×10 (N/m (Sari, 2013).
Menurut penelitian Sari (2013) menunjukkan bahwa semakin besar luas penampang yang diperoleh maka semakin kecil pula tegangan tarik yang dimiliki tali serat untuk menahan suatu beban karena sifat fisik NaOH yang dapat memperbesar ukuran diameter tali dari keadaan semula sehingga luas penampangnya menjadi besar.
Regangan (Strain)
Suatu batang lurus akan mengalami perubahan panjang apabila dibebani mengalami tekan. Pertambahan panjang pada batang dinotasikan dengan ∆ (delta), s dimana satu satuan panjang dari batang akan mempunyai perpanjangan yang sama dengan 1/L kali perpanjangan total Perpanjangan pada batang ∆. dapatdiukur untuk setiap kenaikan tertentu dari beban aksial. Dengan demikian konsep perpanjangan per satuan panjang, atau disebut regangan
Gambar 4. Strain Normal Perubahan dimensi yang terjadi pada suatu spesimen bahan sebagai akibat dari bekerjanya beban ditunjukkan dalam besaran regangan yang tanpa dimensi.
Regangan ini didefinisikan sebagai perubahan dari suatu dimensi dibagi dengan nilai asalnya. Perilaku regangan sangat tergantung pada jenis tegangan dimana regangan itu terjadi. Tegangan aksial akan menghasilkan regangan aksial yang terjadi dalam arah sejajar dengan arah utama dari elemen. Regangan aksial ini didefinisikan sebagai rasio dari perubahan panjang yang terjadi terhadap panjang elemen semula (Macdonald, 2002).
Strain secara umum didefinisikan sebagai: keadaan akhir − keadaan awal
τ = keadaan awal
∆L
........................................................................... (2) τ =
L
Berdasarkan penelitian Sari (2013) bahwa semakin kuat tarikan yang terjadi maka semakin besar pula pertambahan panjang yang dialami tali serat dan Tabel 8. Regangan tarik tali serat gedebok pisang raja pemilinan 2, 3 dan 4 dengan dan tanpa perlakuan NaOH 5% (2 jam).
Perlakuan No. Parameter Non Perlakuan 5% NaOH 2 jam
P2 P3 P4 P2 P3 P4
1 L (m) 0,05 0,05 0,05 0,06 0,05 0,05
T0 2 ∆L (m) 0,061 0,049 0,069 0,093 0,099 0,064 T 3 1,22 0,98 1,38 1,55 1,98 1,28
Deformasi
Deformasi atau perubahan bentuk dapat dipisahkan menjadi dua, yaitu deformasi elastis dan deformasi plastis. Deformasi elastis adalah perubahan bentuk yang bersifat sementara. Perubahan akan hilang bila gaya dihilangkan. Dengan kata lain bila beban ditiadakan, maka benda akan kembali kebentuk dan ukuran semula. Dilain pihak, deformasi plastis adalah perubahan bentuk yang bersifat permanen, meskipun beban dihilangkan (Triono, 2013).
Menurut Sari (2013) bahwa hasil pengujian yang berbeda dapat mempengaruhi besar kecilnya nilai dari deformasi. Ini terjadi karena kandungan NaOH yang terdapat pada tali serat semakin berkurang akibat penguapan yang terjadi.
Sebuah gaya dikerjakan pada sebuah batang menyebabkan batang tersebut berubah (mengalami deformasi). Pertama, deformasi sebanding dengan beban yang ditingkatkan dalam batas-batas tertentu. Jika beban dihilangkan, maka batang akan kembali pada bentuk semula (perilakunya sama dengan sebuah per/pegas), daerah ini disebut dengan daerah elastis dan deformasinya ialah deformasi elastis. Bila beban ditingkatkan maka deformasi pada kebanyakan bahan meningkat secara proporsional (sebanding). Pada daerah ini struktur dalam dari bahan akan berubah bentuk secara tetap/permanen akibat gaya-gaya yang bekerja, jika beban dihilangkan, benda tidak dapat kembali pada bentuk semula dan akan terjadi deformasi permanen. Daerah ini disebut daerah plastis dan deformasinya adalah deformasi plastis (Daryanto, 2001).
Menurut Ritonga (2013) bahwa deformasi juga tergantung pada pengaturan alat uji, apabila pengaturan tidak pas dengan tegangan tali maka deformasi akan semakin besar, apabila pengaturan alat tepat pada tegangan tali maka deformasi yang dihasilkan semakin kecil.
Tabel 9. Data uji deformasi tali serat berbahan ampas tebu.
Ulangan LT (m) LTp ΔLT (m)
U1 0,06 0,082 0,022 U2 0,0566 0,0706 0,014 U3 0,0583 0,0903 0,032
Rata-rata 0,0583 0,0809 0,0226
Hukum Hooke (Elastisitas)
Modulus elastisitas yaitu rasio unit tegangan terhadap unit regangan, sering disebut Modulus Young. Nilai modulus elastisitas setiap bahan berbeda- beda. Unit regangan merupakan bilangan tanpa dimensi (rasio dua satuan panjang), maka modulus elastisitas mempunyai satuan yang sama dengan tegangan, yaitu N/m2. Untuk banyak bahan-bahan teknik, modulus elastisitas dalam tekanan mendekati sama dengan modulus elastisitas dalam tarikan (Mulyati, 2013).
Elastisitas (daya mulur) adalah kemampuan serat untuk kembali ke panjang semula setelah mengalami tarikan. Serat-serat tekstil biasanya memiliki elastisitas yang baik dan mulur saat putus, minimal 10%. Kain yang dibuat dari serat yang mulur dan elastisitasnya baik, biasanya stabilitas dimensinya juga baik dan tahan kusut. Makin tinggi derajat penarikan, makin tinggi kekuatan serat
Modulus Elastik = .......................................... (3) Suatu penelitian tentang diagram tegangan-regangan memperlihatkan bahwa titik luluh adalah sangat dekat dengan batas proporsional hingga untuk manfaat yang banyak keduanya dapat dianggap sebagai satu titik. Untuk bahan- bahan yang tidak memiliki titik luluh yang tidak dapat dtentukan secara baik, maka salah satu diantaranya diperoleh dengan menggunakan apa yang disebut “metode ofset”. Hukum Hooke hanya berlaku sampai kepada batas proporsional dari bahan.
Gambar 5. Diagram tegangan-regangan untuk bahan rapuh (Popov, 1993).
Menurut Ritonga (2013) bahwa Suatu benda uji dapat dikatakan elastis jika nilai E yang didapat kecil. Semakin kecil nilai elastisitas yang dihasilkan maka akan semakin mudah bagi suatu bahan untuk mengalami perpanjangan atau perpendekan.
Tabel 10. Data uji elastisitas tali serat berbahan ampas tebu.
2
2 Ulangan ) E (N/m )
σ (N/m Ε
5
5 U1 123,8 x 10 0,36 343,8 x 10
5
5 U2 99,4 x 10 0,25 397,6 x 10
3
5 U3 54,6 x 10 0,55 170,36 x 10
Uji Lentur
Kelenturan merupakan sifat mekanik bahan yang menunjukkan derajat deformasi plastis yang terjadi sebelum suatu bahan putus atau gagal pada uji tarik.
Bahan disebut lentur (ductile) bila regangan plastis yang terjadi sebelum putus lebih dari 5%, bila kurang dari itu suatu bahan disebut getas (brittle). Persen kelenturan adalah bahan meregang dan patah secara cepat dalam persen. Dimana panjang mula-mula dari suatu bahan adalah L dan panjang pada patahan adalah L f , yaitu:
L
−L%kelenturan = × 100% ................................... (4)
L
Persen pengurangan daerah merupakan cara lain untuk menentukan kelenturan.Itu ditetapkan dalam persamaan sebagai berikut:
A −A
%pengurangan = × 100% ............................... (5)
A
dimana, A adalah daerah potongan melintang mula-mula dan A f adalah daerah patah (Hibbeler, 2005).
Menurut Ritonga (2013) bahwa semakin besar nilai pertambahan panjang suatu tali maka nilai kelenturannya semakin besar sedangkan semakin kecil nilai pertambahan panjang suatu tali maka semakin kecil pula nilai kelenturannya. Tabel 11. Data uji kelenturan tali serat berbahan ampas tebu.
Ulangan LT (m) LTp % Kelenturan U1 0,06 0,082 36,6 % U2 0,0566 0,0706 24,7 % U3 0,0583 0,0903 54,8 %
Rata-rata 0,0583 0,0809 38,7 %