Analisis Kandungan Inulin pada Pisang Barangan (Musa acuminata Colla), Pisang Awak (Musa paradisiaca var Awak) dan pisang kepok (Musa acuminata balbisiana Colla)

(1)

SKRIPSI

ANALISIS KANDUNGAN INULIN PADA PISANG BARANGAN (Musa acuminata Colla), PISANG AWAK (Musa paradisiaca var. Awak)

DAN PISANG KEPOK (Musa acuminata balbisiana Colla)

Oleh :

NIM. 091000074 DEFI WAHYUNINGSIH

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

SKRIPSI

ANALISIS KANDUNGAN INULIN PADA PISANG BARANGAN (Musa acuminata Colla), PISANG AWAK (Musa paradisiaca var. Awak)

DAN PISANG KEPOK (Musa acuminata balbisiana Colla)

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

NIM. 091000074 DEFI WAHYUNINGSIH

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

(4)

ABSTRAK

Inulin merupakan salah satu zat pangan yang memiliki fungsi sebagai prebiotik yaitu baik untuk perkembangan dan aktivitas bakteri nonpatogen dalam sistem pencernaan. Salah satu sumber inulin adalah buah pisang. Pisang banyak dikonsumsi oleh semua kalangan masyarakat mulai dari dewasa hingga bayi. Inulin pada pisang bisa membantu meningkatkan kesehatan dimana salah satunya adalah meningkatkan imunitas tubuh dengan perannya sebagai prebiotik.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan inulin pada pisang barangan, pisang awak, dan pisang kepok serta untuk mengetahui perkiraan jumlah inulin yang dikonsumsi oleh bayi yang berasal dari pisang. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan analisis laboratorium menggunakan metode HPLC di laboratorium Saraswanti Bogor. Objek penelitian menggunakan pisang awak, pisang barangan,dan pisang kepok.

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa kandungan inulin pada pisang barangan sebesar 4,27 %, pada pisang awak 3,74 % dan pada pisang kepok 3,00 %. Berdasarkan asumsi konsumsi pisang pada bayi sekitar 100-150gram/hari maka sumbangan inulin dari pisang tersebut antara 3,00-6,40 gram. Berdasarkan rekomendasi BPOM (2011) maka asupan inulin yang diterima dari pisang sudah mencukupi yaitu 3 gram/sajian harian. Pada masyarakat direkomandasikan untuk meningkatkan konsumsi pisang dan dapat menjadikan pisang sebagai bahan dasar dalam pembuatan makanan termasuk makanan bayi.


(5)

ABSTRACT

Inulin is a substance of food that has a function as a prebiotic that is good for the development and activity of nonpathogenic bacteria in the digestive system. One source of inulin is bananas. Bananas are consumed by all people ranging from infants to adults. Inulin in bananas can help improve the health. One of which is to increase the body's immunity with his role as a prebiotic.

This study aims to determine the content of inulin on banana barangan , banana awak , and banana kepok well as to determine the approximate amount of inulin consumed by infants from bananas. This research was conducted with laboratory analysis approach using HPLC method in the laboratory Saraswanti Bogor. The object of research using banana barangan, banana awak anad banana kepok.

Results showed that the content of inulin on banana barangan by 4.27 % , 3.74 % on banana awak and banana kepok at 3.00 %. Based on assumptions about the consumption of bananas in infants 100-150 gr/day the contribution of inulin is between 3.00 to 6.40 grams of banana. Based on the recommendation BPOM ( 2011) received the inulin intake of bananas is sufficient that 3 grams / daily servings . it is recommended for community to increase the consumption of bananas and make banana as the base material in the manufacture of foods , including infant food. Keyword: inulin, banana awak, banana barangan, and banana kepok


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Defi Wahyuningsih

Tempat/Tanggal Lahir : Sragen / 7 Agustus 1991 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Kawin

Alamat Rumah : Jl. Sembada Gang kesehatan No 5 Pasar V P. Bulan , Medan

RIWAYAT PENDIDIKAN

1. 1997-2003 : SD Muhammadiyah Kabanjahe

2. 2003-2006 : SMP Negeri 1 Kabanjahe

3. 2006-2009 : SMA Negeri 1 Kabanjahe


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Kandungan Inulin pada Pisang Barangan (Musa acuminata

Colla), Pisang Awak (Musa paradisiaca var Awak) dan pisang kepok (Musa acuminata balbisiana Colla)”, guna memenuhi salah satu persyaratan untuk

memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Universitas Sumatera Utara. Selama penulisan skripsi ini penulis banyak mendapat bimbingan, dukungan, dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sekaligus Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan banyak bimbingan dan nasehat selama penulis mengikuti pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si selaku Ketua Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan saran dan arahan kepada penulis.

3. Ibu Dra. Jumirah,Apt, M.Kes, selaku Dosen Pembimbing I, yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam pengerjaan skripsi ini.


(8)

4. Ibu Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes, selaku Dosen Pembimbing II, yang telah banyak memberikan masukan dan bimbingan kepada penulis dalam pengerjaan skripsi ini.

5. Ibu Dr. Ir. Evawany Y. Aritonang, M.Si selaku Dosen Penguji yang telah banyak memberikan bimbingan, saran, dan arahan kepada penulis.

6. Bapak Prof. Dr. Albiner Siagian, M.Si selaku Dosen Penguji yang telah banyak memberikan bimbingan, saran, dan arahan kepada penulis.

7. Seluruh dosen serta staf Fakultas Kesehatan USU, khususnya Dosen dan staf Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan banyak ilmu ketika perkuliahan.

8. Bang Marihot Oloan Samosir, ST, selaku staf Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat yang telah banyak membantu peneliti dalam menyelesaikan berkas-berkas penelitian dengan tepat waktu.

9. Orang tua tercinta, Ayahanda Ngatimin dan Ibunda Suparni dan saudari tersayang, Winda Setyawati yang selalu memberikan doa, kasih sayang, dukungan serta semangat kepada penulis selama ini.

10. Sahabat-sahabatku tersayang, Suliyanti, Shafratul husna, Isnatur rahmi. Adelina Irmayani Lubis, Rahmawati, dan Nur aswat yang selalu memberikan dukungan dan semangat kepada penulis.

11. Teman-teman seperjuangan di UKMI AD-DAKWAH, adik-adik di UKMI FKM dan INKUBATOR SAINS yang selalu memberikan motivasi dan dukungan kepada penulis


(9)

12. Teman-teman angkatan 2009 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, khususnya kepada teman-teman dan kakak-kakak di Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah banyak membantu dan memberikan semangat serta doa kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, untuk penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan bagi para pembaca. Amiin.

Medan, Januari 2014

Penulis, Defi Wahyuningsih


(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.3.1. Tujuan Umum ... 7

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Inulin ... 8

2.2. Sumber Inulin ... 10

2.3. Inulin sebagai Prebiotik... 12

2.4. Pisang ... 17

2.5. Kandungan Gizi Pisang ... 18

2.6. Pisang sebagai Bahan Pangan Bayi... 22

BAB III METODE PENELITIAN ... 27

3.1. Jenis Penelitian ... 27

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 27

3.2.1. Tempat Penelitian... 27

3.2.2. Waktu Penelitian ... 27

3.3. Objek Penelitian ... 28

3.4. Definisi Operasional... 28

3.5. Alat dan Bahan ... 28

3.5.1. Alat ... 28

3.5.2. Bahan ... 29

3.6 Prosedur Analisis Inulin dengan Metode HPLC ... 29

3.7 Analisis Data ... 31

BAB IV HASIL PENELITAN ... 32

4.1 Deskripsi Pisang ... 32

4.2 Hasil analisis kandungan inulin pada pisang awak, pisang barangan dan pisang kepok ... 33


(11)

BAB V PEMBAHASAN ... 36

5.1 Kandungan inulin pada pisang awak,pisang barangan dan pisang kepok ... 36

5.2 jumlah inulin yang dikonsumsi bayi ... 39

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 45

6.1 Kesimpulan ... 45

6.2 Saran ... 45

DAFTAR PUSTAKA ... 46 LAMPIRAN


(12)

ABSTRAK

Inulin merupakan salah satu zat pangan yang memiliki fungsi sebagai prebiotik yaitu baik untuk perkembangan dan aktivitas bakteri nonpatogen dalam sistem pencernaan. Salah satu sumber inulin adalah buah pisang. Pisang banyak dikonsumsi oleh semua kalangan masyarakat mulai dari dewasa hingga bayi. Inulin pada pisang bisa membantu meningkatkan kesehatan dimana salah satunya adalah meningkatkan imunitas tubuh dengan perannya sebagai prebiotik.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan inulin pada pisang barangan, pisang awak, dan pisang kepok serta untuk mengetahui perkiraan jumlah inulin yang dikonsumsi oleh bayi yang berasal dari pisang. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan analisis laboratorium menggunakan metode HPLC di laboratorium Saraswanti Bogor. Objek penelitian menggunakan pisang awak, pisang barangan,dan pisang kepok.

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa kandungan inulin pada pisang barangan sebesar 4,27 %, pada pisang awak 3,74 % dan pada pisang kepok 3,00 %. Berdasarkan asumsi konsumsi pisang pada bayi sekitar 100-150gram/hari maka sumbangan inulin dari pisang tersebut antara 3,00-6,40 gram. Berdasarkan rekomendasi BPOM (2011) maka asupan inulin yang diterima dari pisang sudah mencukupi yaitu 3 gram/sajian harian. Pada masyarakat direkomandasikan untuk meningkatkan konsumsi pisang dan dapat menjadikan pisang sebagai bahan dasar dalam pembuatan makanan termasuk makanan bayi.


(13)

ABSTRACT

Inulin is a substance of food that has a function as a prebiotic that is good for the development and activity of nonpathogenic bacteria in the digestive system. One source of inulin is bananas. Bananas are consumed by all people ranging from infants to adults. Inulin in bananas can help improve the health. One of which is to increase the body's immunity with his role as a prebiotic.

This study aims to determine the content of inulin on banana barangan , banana awak , and banana kepok well as to determine the approximate amount of inulin consumed by infants from bananas. This research was conducted with laboratory analysis approach using HPLC method in the laboratory Saraswanti Bogor. The object of research using banana barangan, banana awak anad banana kepok.

Results showed that the content of inulin on banana barangan by 4.27 % , 3.74 % on banana awak and banana kepok at 3.00 %. Based on assumptions about the consumption of bananas in infants 100-150 gr/day the contribution of inulin is between 3.00 to 6.40 grams of banana. Based on the recommendation BPOM ( 2011) received the inulin intake of bananas is sufficient that 3 grams / daily servings . it is recommended for community to increase the consumption of bananas and make banana as the base material in the manufacture of foods , including infant food. Keyword: inulin, banana awak, banana barangan, and banana kepok


(14)

1.1 Latar Belakang

Menurut World Health Organization (WHO) sehat adalah suatu keadaan sejahtera yang meliput fisik, mental,dan sosial dan tidak hanya bebas dari penyakit atau kecacatan. Sehat secara fisik menjadi poin yang pertama dibandingkan dengan yang lainnya. Untuk memenuhi kebutuhan fisik, manusia membutuhkan makanan. Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia yang diperlukan untuk kelangsungan pertumbuhan dan kehidupannya. Untuk itu makanan yang dikonsumsi manusia harus terpenuhi gizinya. Oleh karena itu kualitas makanan harus senantiasa terjamin setiap saat, agar masyarakat sebagai pemakai produk makanan tersebut dapat terhindar dari penyakit karena makanan.

Kebutuhan gizi manusia tidaklah bisa dipenuhi dari satu jenis makanan saja. Hal ini dikarenakan bahwa kebutuhan gizi manusia yang terdiri dari karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan air berada pada beraneka jenis makanan. Namun masyarakat Indonesia saat ini justru kurang mengonsumsi buah dan sayur padahal produksi buah dan sayur dalam negeri termasuk melimpah. Hal ini berdampak pada kesehatan karena akan banyak kekurangan nutrisi seperti vitamin maupun mineral, termasuk serat yang berfungsi untuk menjaga kesehatan dan daya tahan tubuh.

Kebutuhan manusia akan nutrisi berbeda-beda. Dalam piramida makanan, kebutuhan akan karbohidrat adalah yang paling besar diantara yang lainnya. Kebutuhan karbohidrat adalah 55-57 persen dari total konsumsi energi diutamakan


(15)

2

berasal dari karbohidrat kompleks dan 10 persen berasal dari gula sederhana. Hal ini karena, manusia membutuhkan karbohidrat tidak hanya sebagai sumber energi. Akan tetapi, juga sebagai pembentuk berbagai senyawa tubuh, bahan pembentuk asam amino esensial, metabolisme normal lemak, menghemat protein, dan meningkatkan pertumbuhan bakteri usus.

Karbohidrat dalam makanan dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu monosakarida, disakarida, dan polisakarida. Monosakarida dan disakarida dikenal sebagai gula sederhana atau karbohidrat sederhana. Sedangkan polisakarida dikenal sebagai karbohidrat komplek seperti pati, selulosa, dan serat. Selain itu juga terdapat oligosakarida yang merupakan gabungan dari molekul-molekul monosakarida yang salah satu fungsinya juga bisa menjaga imunitas tubuh. Roberfroid (2007) menyatakan hanya dua oligosakarida nondigestible dalam makanan yang memenuhi semua kriteria klasifikasi prebiotik. Sedangkan menurut Macfarlane (2008) menyatakan bahwa ada tiga tipe karbohidrat oligosakarida nondigestible esensial yang memenuhi criteria prebotik yaitu fruktan (inulin dan fruktooligosakarida atau FOS), (trans-) galakto-oligosakarida (TOS atau GOS), dan laktulosa.

Inulin merupakan oligosakarida alami yang dihasilkan oleh banyak tanaman. Inulin dalam tanaman disimpan pada akar atau umbi. Inulin digunakan dalam berbagai makanan karena memiliki karakteristik fungsional dan nutrisi yang sangat baik. Inulin dapat digunakan untuk menggantikan fungsi gula, lemak dan tepung pada makanan. Sejumlah fungsi yang berkaitan dengan inulin dan oligofruktosa adalah pertama fungsi hormonal, terutama berkaitan dengan keseimbangan mikroflora kolon.


(16)

Kedua adalah modulasi hormonal, melalui keseimbangan insulin/glikogen atau produksi peptide gastrointestinal atau metabolisme makronutrien.

Inulin bersifat larut dalam air dan tidak dapat dicerna oleh enzim-enzim percernaan, namun difermentasikan mikroflora kolon komponen pangan yang berfungsi sebagai substrat mikroflora yang menguntungkan di dalam usus. Karena inulin mendukung pertumbuhan mikroflora yang menguntungkan di dalam usus, inulin termasuk dalam prebiotik. Prebiotik adalah suatu serat pangan yang dapat merangsang pertumbuhan bakteri dalam usus besar, terutama bakteri non pathogen seperti Lactobacillus dan Bifidobacterium. Fungsinya adalah meningkatkan pencernaan, mengoptimalkan penyerapan mineral oleh tubuh, menjaga daya tahan tubuh, dan menjaga keseimbangan bakteri dalam usus.

Pada saat ini beberapa produk makanan yang diberikan kepada bayi seperti susu formula ataupun MP ASI lainnya ditemukan sudah ditambahkan dengan oligosakarida seperti inulin. Hal ini menunjukkan bahwa inulin memiliki peran yang sangat penting untuk bayi, sehingga industri makanan bayi menambahkan inulin pada produk mereka. Padahal inulin bisa didapatkan langsung dari bahan pangan yang ada di alam.

Inulin terdapat pada tanaman seperti umbi dahlia, akar chirory, dan gandum. Tanaman chirory dan artichoke tumbuh baik di Amerika Utara sedangkan tanaman dahlia dapat tumbuh baik di dataran tinggi Indonesia. Pada umbi dahlia kadar inulin yang terdapat di dalamnya cukup besar yaitu sekitar 65,7 persen berat kering. Inulin juga terdapat pada bawang merah, bawang putih, dandelion, asparagus dan pisang.


(17)

4

Pisang banyak dikonsumsi oleh masyarakat berbagai kalangan dan usia, baik dewasa sampai bayi. Pisang banyak yang dikonsumsi sebagai buah segar dan banyak juga yang mengonsumsi pisang yang sudah diolah terlebih dahulu. Manfaat pisang sekarang sudah mulai banyak yang diteliti salah satunya dalam dunia kesehatan. Salah satunya adalah pisang mampu memberikan imunitas yang baik pada tubuh manusia. Hal ini komposisi yang baik seperti potassium dan inulin yang mampu berperan sebagai prebiotik terdapat pada pisang.

Pisang adalah buah yang paling sering diberikan kepada bayi di awal pemberian MP ASI. Dari penelitian Saragih (2008) menunjukkan bahwa sebanyak 87,0 persen jenis MP ASI yang diberikan kepada bayi di Kabupaten Nias Selatan adalah dalam bentuk bubur dan buah. Buah yang paling sering diberikan adalah pisang. Pisang dipilih karena teksturnya yang lembut sehingga hal ini akan memudahkan bayi untuk mengenal dan menelannya. Pisang juga mempunyai rasa yang manis, sehingga rasa manis ini mudah dikenali karena ASI juga mempunyai rasa yang manis sehingga bayi cepat beradaptasi dengan pisang. Pisang juga mudah dicerna oleh usus bayi.

Siregar (2011) menemukan sebanyak 69,2 persen bayi di wilayah kerja Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Tanjung Balai Utara pernah diberikan pisang awak sebagai MP ASI. Hasil penelitian Puspita (2011) juga menunjukkan bahwa sebanyak 83,3 persen bayi di Desa Paloh Gadeng Kabupaten Dewantara Aceh Utara diberi makan pisang awak dan 72,2 persen bayi justru tidak mengalami gangguan pencernaan. Menurut Mitsou et al. (2010), pisang mengandung sejumlah karbohidrat tidak dapat dicerna yang berpotensi sebagai prebiotik. Kandungan inulin dalam buah


(18)

pisang sebesar 0,7 persen (Van Loo et al,,1995), namun belum diketahui apakah kadarnya sama untuk semua jenis pisang.

Pisang yang sering dijadikan makanan bayi tidak hanya pisang Awak. Sari (2010) menemukan bahwa 66,7 persen bayi di wilayah pesisir Desa Weujengka Kecamatan Kuala Kabupaten Biruen sudah diberikan makanan tambahan berupa pisang. Pisang yang banyak diberikan adalah pisang ayam yang di Sumatera Utara lebih dikenal dengan nama pisang barangan. Hal ini dikarenakan pisang ayam lebih mudah didapatkan. Selain itu, Suriah (2012) menemukan pisang kepok juga diberikan kepada bayi sebagai MP ASI di Kelurahan Teluk Lerong Ilir Kecamatan Samarinda Ulu. Jadi ketiga jenis pisang tersebut yaitu pisang awak, pisang kepok dan pisang barangan telah terbukti pernah diberikan kepada bayi sebagai MP ASI.

Bila dibandingkan dengan bahan pangan lain, pisang memang bukan bahan pangan yang memiliki kandungan inulin paling tinggi. Seperti umbi dahlia yang banyak mengandung inulin sebesar 65,7 persen berat kering. Namun dari bahan pangan yang sudah diketahui kandungan inulinnya, pisanglah yang paling cocok untuk diteliti karena buah pisang yang bisa diberikan kepada bayi dan memang pada masyarakat pun pisanglah yang lebih banyak dikenal dibandingkan yang lain. Hal ini juga dikuatkan dengan buah pisang banyak dan mudah didapat oleh masyarakat.

Pemberian pisang kepada bayi yang dilakukan oleh masyarakat paling banyak dilakukan saat bayi berumur di bawah enam bulan. Hal ini ditemukan oleh Puspita (2011) bahwa sebanyak 57,4 persen bayi mulai diberikan pisang sebagai MP ASI pada usia di bawah enam bulan. Sedangkan Sari (2010) menemukan bahwa 83,3


(19)

6

persen bayi yang diberikan MP ASI pisang pertama sekali pada usia di bawah satu bulan.

Jumlah pisang yang diberikan kepada bayi adalah satu buah pisang setiap kali pemberian. Hal ini berdasarkan temuan Puspita (2011) bahwa 73,3 persen bayi diberikan satu buah pisang setiap kali pemberian, dan hanya 26,7 persen bayi yang diberikan setengah buah pisang setiap kali pemberian. Sedangkan frekuensi pemberiannya adalah 2-3 kali sehari.

Banyaknya jumlah pisang yang dikonsumsi oleh bayi setiap harinya akan menentukan banyaknya jumlah inulin yang diperoleh. Selain jumlah, jenis pisang juga akan menentukan banyaknya inulin yang diterima bayi. Hal ini akan mempengaruhi kesehatan bayi karena inulin berperan sebagai prebiotik. Jumlah prebiotik yang dianjurkan untuk dikonsumsi sekurang-kurangnya 3gr/sajian harian berdasarkan BPOM (2011).

Berdasarkan paparan-paparan di atas maka peneliti tertarik utuk meneliti kandungan inulin pada tiga jenis pisang yaitu pisang barangan, pisang awak dan pisang kepok. Ketiga jenis pisang ini banyak digunakan oleh masyarakat. Pada pisang awak banyak diberikan kepada bayi. Pisang barangan dan pisang kepok banyak dikonsumsi oleh orang dewasa.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi permasalahan adalah bagaimana kandungan inulin pada tiga jenis pisang yaitu pisang barangan, pisang awak dan pisang kepok.


(20)

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui kandungan inulin pada pisang barangan, pisang awak, dan pisang kepok.

1.4. Manfaat penelitian

Manfaat penelitian ini adalah menyediakan informasi kepada pihak-pihak terkait mengenai salah satu kompisisi gizi yaitu inulin dari tiga jenis pisang. Jenis pisang tersebut adalah pisang barangan, pisang awak dan pisang kepok.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Inulin

Inulin merupakan oligosakarida alami yang dihasilkan oleh banyak tanaman. Inulin dalam tanaman disimpan pada akar atau umbi. Kebanyakan tanaman yang mensintesis dan menyimpan inulin tidak menyimpan bahan dalam bentuk pati (Hidayat, 2006). Inulin merupakan polimer alami dengan monomer fruktosa. Jumlah monomer fruktosa pada satu rantai polimer bervariasi tergantung sumbernya. Inulin adalah salah satu jenis fruktan atau polimer fruktosa (rantai gabungan monomer fruktosa) yang sebagian besar mengandung sekitar 35 unit fruktosa yang dihubungkan

satu sama lain dalam rantai lurus oleh ikatan β-2,1 glikosida (Ma’aruf, 2011). Inulin merupakan serbuk berwarna putih, tidak berasa, tidak berbau, dan tahan panas (Roberfroid, 2007). Struktur kimia inulin dapat dilihat pada gambar 2.1.

Gambar 2.1. Struktur inulin

Inulin didefinisikan sebagai komponen pangan yang tidak dapat dicerna dan dapat merangsang secara selektif pertumbuhan dan aktivitas bakteri yang


(22)

menguntungkan dalam saluran pencernaan. Inulin dapat bertahan di saluran pencernaan atas dan kemudian difermentasi di usus besar. Selain itu, karakter inulin yang juga memperbaiki dan melindungi usus, inulin dapat mengurangi risiko penyakit di saluran cerna di usus. (Roberfroid, 2007). Dengan definisi inulin sebagai komponen pangan yang tidak dapat dicerna oleh tubuh, maka inulin termasuk dalam kelompok serat pangan.(Brownawell, 2012)

Inulin merupakan salah satu komponen bahan pangan yang banyak dimanfaatkan sebagai bahan pangan fungsional karena memiliki kandungan serat yang tinggi. Inulin sering digunakan dalam medis dan farmasi karena dapat mengurangi resiko kandker usus besar dan menormalkan kadar gula darah pada penderita diabetes. Inulin diketahui dapat membantu metabolism lemak sehingga mempengaruhi penurunan kolesterol dan trigliserida. (Kaur and Gupta, 2002)

Inulin komersil yang tersedia memiliki rasa netral, bersih dan digunakan untuk meningkatkan cita rasa,stabilitas dan daya terima makanan rendah lemak. Inulin sudah banyak digunakan di banyak Negara untuk menggantikan lemak atau gula dan mengurangi kalori makanan seperti es krim, produk susu, permen dan kue. Inulin memiliki kalori yang lebih rendah dibandingkan dengan karbohidrat jenis lain. Inulin memiliki kadar kalori yang lebih rendah dari karbohidrat jenis lain sehingga inulin juga cocok dikonsumsi oleh penderita diabetes karena tidak mempengaruhi serum glukosa, tidak merangsang pengeluaran insulin, dan tidak berpengaruh pada sekresi glukagon (Niness,1999)


(23)

10

2.2 Sumber inulin

Inulin terdapat pada tanaman seperti umbi dahlia, akar chirory, dan gandum. Tanaman chirory dan artichoke tumbuh baik di Amerika Utara sedangkan tanaman dahlia dapat tumbuh baik di dataran tinggi Indonesia. Pada umbi dahlia kadar inulin yang terdapat di dalamnya cukup besar yaitu sekitar 65,7% berat kering. Inulin juga terdapat pada bawang merah, bawang putih, dandelion, asparagus dan pisang (Yustini ma’aruf, 2011). Kandungan inulin pada beberapa pangan manusia terdapat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Kandungan inulin pada beberapa pangan manusia

Sumber Bagian yang

dimanfaatkan

Kandungan inulin (% berat segar)

Bawang merah Umbi 2-6

Jerussalem artichoke Umbi 14-19

Chirory Akar 15-20

Daun bawang Umbi 3-10

Bawang putih Umbi 9-16

Artichoke Daun 3-10

Pisang Buah 0,3-0,7

Gandum Sereal 0,5-1

Barley Sereal 0,5-1,5

Dandelion Daun 12-15

Burdock Akar 3,5-4,0

Camas Umbi 12-22

Murnong Akar 8-13

Yacon Akar 3-19

Salsify Akar 4-11

Sumber: (Moshfegh,et, al,1999)

Dalam kelompok pangan yang terlihat pada tabel 2.1, jerussalem artichoke, chirory, dan camas memilki kandungan inulin yang tinggi dibandingkan yang lainnya. Namun tanaman tersebut tidak banyak ditemukan di Indonesia. Contoh pangan lokal


(24)

yang memilki kandungan inulin yang cukup tinggi adalah umbi gembili yaitu sebesar 14,629% dan digunakan untuk pembuatan es krim yang rendah lemak.(Dewanti,2013). Selain gembili, pisang juga termasuk pangan yang banyak dikonsumsi masyrakat. Walaupun kandungan inulinnya sejauh ini diketahui masih 0,3-0,7%

Inulin digunakan dalam berbagai makanan karena memiliki karakteristik fungsional yang sangat baik. Inulin dapat digunakan untuk menggantikan fungsi dari gula, lemak dan tepung pada makanan. Keuntungan penggunaan inulin dalam menggantikan gula adalah inulin hanya memiliki kalori 1/3 sampai ¼ kalori gula dan 1/9 kalori lemak. Selain itu, juga membantu penyerapan kalsium dan mendukung pertumbuhan bakteri baik dalam usus (Hidayat, 2006).

Inulin banyak digunakan secara luas di industri pangan sebagai salah satu komponenen produk-produk rendah lemak. Inulin yang termasuk rantai panjang bersifat lebih kental sehingga dapat digunakan sebagai pengganti lemak. Daya ikatnya terhadap air dapat memodifikasi tekstur pada es krim. Inulin membentuk mikrokristal apabila dilarutkan dalam air dan susu. Mikrokristal ini tidak dapat dirasakan di mulut tetapi dapat mempengaruhi pembentukan tekstur yang halus dan creamy serta terasa seperti lemak saat dikunyah di mulut.(Dewanti,2013)

Masyarakat umumnya menggunakan tanaman yang mengandung inulin untuk membantu mengatasi diabetes mellitus, yaitu kondisi yang dikarakteristikkan oleh hiperglisemia dan atau hiperinsulinemia. Hal ini disebabkan karena inulin tidak dapat dicerna enzim manusia yaitu ptyalin dan amylase yang dirancang untuk mencerna pati. Akibatnya inulin akan melewati sistem pencernaan. Dalam diet tradisional, inulin


(25)

12

dapat dikonsumsi sampai sebanyak 20 gram per hari. Saat ini inulin diproduksi secara komersial berasal dari umbi chirory yang telah lama digunakan sebagai pengganti kopi. Inulin dari chirory masih mengandung gula sampai 10 % (Hidayat, 2006).

Dalam penentuan kadar inulin, metode yang pernah dilakukan adalah HPLC, Metoda ini dapat digunakan secara luas untuk mengidentifikasi dan menentukan konsentrasi senyawa organik maupun senyawa anorganik. Kromatografi cair kinerja tinggi atau High-Performance Liquid Chromatography (HPLC) ini merupakan kromatografi cair dengan mempertinggi laju alir eluen menggunakan tekanan tinggi. HPLC merupakan pilihan, jika zat yang akan dianalisa tidak mudah menguap dan secara termal tidak stabil.

2.3 Inulin sebagai Prebiotik

Semua sel hidup dalam tubuh manusia diperkirakan 95% adalah bakteri usus besar. Oleh sebab itu kolon manusia merupakan ekosistem yang sangat sarat dengan kolonisasi mikrobiota. Mikroflora yang ada di usus ada yang menguntungkan seperti

Bifidobacteria dan Lactobacillus, ada yang merugikan seperti Clostridia dan Staphylococci dan ada yang mempunyai sifat keduanya seperti Bacteroides dan Enterococci.(Gibson, 1995)

Keberadaan bakteri yang menguntungkan di kolon sangat penting dipertahankan karena mempunyai efek kesehatan yang luas pada hostnya. Diantaranya adalah memperbaiki sistem imun, mempertinggi penyerapan, mensintesa vitamin,


(26)

menekan pertumbuhan bakteri pathogen, dan menurunkan kolesterol darah. Keberadaan bakteri tersebut sering disebut dengan probiotik.

Definisi umum probiotik atau dikenal dengan mikroorganisme “baik” adalah preparat yang terdiri dari mikroba hidup yang dimasukkan ke dalam tubuh manusia atau hewan secara oral. Mikroba hidup itu diharapkan mampu memberikan pengaruh positif terhadap kesehatan manusia atau hewan dengan cara memperbaiki sifat-sifat yang dimiliki mikroba alami yang tinggal di dalam tubuh manusia atau hewan tersebut. Syarat-syarat probiotik yang baik adalah probiotik harus tetap dalam keadaan hidup, daya untuk bertahan hidup ketika melalui saluran pencernaan dan manfaat kesehatan yang dapat dibuktikan keberadaannya.

Pendekatan yang dilakukan agar bakteri tersebut tetap survival adalah dengan penggunaan prebiotik.(Gibson, 2004). Menurut Surono (2004), di dalam usus besar, bahan prebiotik akan difermentasi oleh bakteri probiotik terutama Bifidobacterium dan Lactobacillus dan menghasilkan asam lemak rantai pendek dalam bentuk asam asetat, propionat, butirat, L-laktat, CO2 dan hidrogen. Asam lemak rantai pendek tersebut dapat dipakai sebagai sumber energi oleh tubuh.

Prebiotik didefinisikan sebagai ingredient pangan yang tidak dapat dicerna namun secara selektif menstimulir pertumbuhan dan aktivitas mikroba yang menguntungkan dalam saluran pencernaan sehingga memberikan efek kesehatan bagi yang mengonsumsinya (Roberfroid, 2007). Syarat suatu pangan bisa dikatakan sebagai prebiotik adalah resistensi terhadap keasaman lambung, hidrolisis oleh enzim dan absorpsi di saluran pencernaan mamalia, kedua dapat difermentasi oleh mikroflora


(27)

14

usus, dan yang ketiga adalah selektif merangsang pertumbuhan dan/ atau aktivitas bakteri di usus yang dihubungkan dengan kesehatan dan keadaan yang lebih baik. (Brownawell, et. al, 2012)

Resistensi terhadap pencernaan,tidak berarti harus sama sekali tidak bisa dicerna namun harus menjamin bahwa jumlah yang cukup dapat mencapai kolon. Sementara itu, criteria yang ketiga merupakan kriteria yang sulit untuk dipenuhi. Ingredient juga harus aman dan memiliki sifat sensori yang disukai. Oligosakarida yang telah banyak digunakan sebagai prebiotik dan memenuhi syarat di atas adalah GOS(Galaktooligosakarida) dan FOS (Fruktooligosakarida,termasuk inulin). FOS diperoleh antara lain dengan ekstraksi bahan tanaman yang mengandung inulin dengan air panas atau dengan polimerisasi monomer fruktosa secara enzimatis, sedangkan GOS dibuat dengan transgalaktosilasi secara enzimatis.

Inulin juga berfungsi sebagai dietary fiber, yaitu kelompok karbohidrat yang tidak dapat dihidrolisis oleh enzim tubuh manusia tetapi difermentasi oleh mikroflora usus sehingga berpengaruh pada fungsi usus dan parameter lipid darah. Sifat inulin yang dapat larut membuatnya cepat difermentasi oleh Bifidobacteria dan Lactobacilli. Oleh sebab itu, inulin dikelompokkan sebagai food ingredient yang diklasifikasikan sebagai prebiotik. (Minda, 2009) Selain berfungsi untuk merangsang pertumbuhan atau aktivitas bakteri dalam usus, inulin juga mampu mengoptimalkan penyerapan mineral seperti kalsium dan magnesium oleh tubuh.

Beberapa negara sudah memiliki aturan mengenai standar jumlah prebiotik yang dikonsumsi khususnya inulin. Di Eropa konsumsi rata-rata inulin adalah 2-12


(28)

g/hari, sedangkan Belgia sebesar 5-8 g/hari, dan di Spanyol konsumsi rata-ratanya adalah 7-12 g/hari (Valeria, et al, 2011). Di Indonesia, berdasarkan peraturan BPOM mengenai pengawasan klaim dalam label dan iklan pangan olahan menyebutkan bahwa konsumsi harian serat pangan termasuk inulin adalah sekurang-kurangnya 3 g/sajian harian.

Menurut Veereman (2007), dari hasil studi kliniknya, selama lebih dari 5 tahun menyebutkan bahwa kombinasi campuran inulin rantai panjang (5-60 monomer) 10% dan galaktooligosakarida (2-7 monomer) 90% yang ditambahkan ke dalam formula makanan bayi di Eropa menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap komposisi flora pencernaan, memperbaiki konsistensi feses, menurunkan permeabilitas, mengurangi kejadian infeksi saluran pencernaan dan pernafasan serta dermatitis atopik pada bayi.

Masih menurut Veereman (2007), konsumsi oligofruktosa dalam makanan sapihan anak-anak, meningkatkan jumlah bifidobakteria dan menurunkan jumlah klostridia dalam feses selama mengonsumsi, ada kecenderungan feses lebih lunak dan kejadian demam serta gejala infeksi saluran percernaan lebih sedikit. Campuran inulin rantai panjang dengan oligofruktosa memiliki efek sinergi yaitu melindungi flora bifidus dari pengobatan dengan amoksilin.

Pada sebuah studi terhadap 244 peserta yang mengadakan perjalanan, kemungkinan terkena diare termasuk resiko tinggi hingga menengah untuk terkena diare, diberikan inulin sebanyak 10 g/hari selama 2 minggu perjalanan dan hasilnya adalah peserta perjalanan tidak mengalami diare selama perjalanan. (Brownawell, et


(29)

16

al, 2012). Hal ini berarti inulin memberikan pengaruh yang baik pada saluran pencernaan sehingga mampu mencegah terjadinya diare pada peserta.

Dalam sebuah studi yang dilakukan oleh Abrams,et al (2002) terhadap 59 remaja putri untuk mengetahui pengaruh penambahan inulin terhadap penyerapan kalsium dalam tubuh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya peningkatan penyerapan kalsiun terhadap kelompok remaja yang diberikan tambahan inulin dibandingkan dengan kelompok yang tidak diberikan tambahan inulin. Heuvel (1999) juga membuktikan bahwa pemberian oligofruktosa sebanyak 15 gram per hari mampu merangsang penyerapan kalsium pada remaja putra.

Beberapa efek posistif fruktan berdasarkan hasil penelitian yang tercantum dalam Cho dan Finocchiaro (2010),yaitu:

1. Efek terhadap komposisi mikroflora usus berupa efek bifidogenik

2. Efek terhadap fungsi usus yaitu: a) meningkatkan berat feses melalui peningkatan biomassa bakteri, b) fermentasi dan produk asam lemak rantai pendek, c) pertumbuhan dan diferensiasi sel-sel epitel, dan d) efek terhadap imunitas atau kekebalan tubuh.

3. Efek terhadap saluran pencernaan, seperti infeksi diare, penyakit radang perut, gejala iritasi perut dan tumor kolon.

4. Efek terhadap absorpsi Mg, Cu, Se, dan Zn

5. Efek terhadap produksi vitamin, seperti biotin, asam folat, dan vitamin K. Penelitian lain yang menunjukkan peran inulin adalah penelitian Seifert (2007) dimana dikatakan bahwa karbohidrat yang tidak dapat dicerna memiliki pengaruh


(30)

terhadap system imun. Hasil penelitian dari intervensi terhadap manusia dewasa menunjukkan bahwa pemberian inulin dan oligofruktosa memiliki manfaat dan pengaruh pada jaringan limfosit usus. Pada tingkatan sistem imun, bagaimanapun, hanya sedikit pengaruh yang sudah diamati pada manusia dewasa. Sebaliknya, data dari penelitian terhadap bayi menunjukkan bahwa suplementasi dengan prebiotik secara positif mempengaruhi perkembangan imunitas setelah kelahiran dan sekresi feses.

Inulin sebagai prebiotik juga dibuktikan dengan penelitian Artanti (2009) yang meneliti mengenai pengaruh prebiotik inulin dan Fruktooligosakarida (FOS) terhadap pertumbuhan tiga jenis probiotik yaitu, E. faecium IS-27526, L.plantarium IS-10605 dan L.Casei strain Shirota. Hasilnya bahwa prebiotik inulin dapat dimanfaatkan untuuk membantu pertumbuhan probiotik L.plantarium IS-10605 dan L.Casei strain Shirota.

2.4 Pisang

Pisang telah dikonsumsi manusia sejak zaman dahulu kala. Kata pisang berasal dari bahasa Arab, yaitu maus yang oleh linneus dimasukkan dalam keluarga musaceae, untuk memberikan penghargaan kepada Antonius musa, yaitu seorang dokter pribadi kaisar romawi (Octaviani Agustinus) yang menganjurkan untuk memakan pisang. Itulah sebabnya dalam bahasa latin, pisang disebut sebagai Musa


(31)

18

Menurut sejarah, pisang berasal dari Asia Tenggara yang disebarkan ke Afrika Barat, Amerika Selatan, dan Amerika Tengah. Selanjutnya pisang menyebar ke seluruh dunia, meliputi daerah tropis dan subtropis. Negara-negara penghasil pisang yang terkenal diantaranya adalah Brasilia, Filipina, Panama, Honduras, India, Equador, Thailand, Karibia, Columbia, Mexico, Venezuela, dan Hawaii. Indonesia merupakan Negara penghasil pisang nomor empat di dunia. Di Asia Indonesia termasuk penghasil pisang terbesar karena sekitar 50% produksi dari pisang Asia berasal dari Indonesia (Kaleka,2013).

Pisang ditanam dengan tujuan utama untuk dimanfaatkan buahnya. Buah pisang dapat dibedakan menjadi empat golongan (Astawan, 2008),yaitu:

1. Golongan pertama adalah yang dapat dimakan langsung setelah makan, disebut juga dengan pisang meja. Contohnya adalah pisang kepok, susu, hijau, mas, raja, ambon kuning, ambon lumut, barangan serta pisang Cavendish.

2. Golongan kedua adalah yang dapat dimakan setelah diolah terlebih dahulu. Contohnya pisang tanduk, oli, kapas, dan pisang bangkahulu.

3. Golongan ketiga adalah pisang yang dapat dimakan langsung baik setelah masak maupun setelah diolah terlebih dahulu. Contohnya adalah pisang kepok dan pisang raja.

4. Golongan empat adalah pisang yang dapat dimakan sewaktu masih mentah. Misalnya pisang klutuk (pisang batu) yang berasa sepat dan enak untuk dibuat rujak. Pisang klutuk beserta kulitnya sering ditambahkan ke dalam rujak untuk mencegah sakit perut atau mulas setelah makan rujak.


(32)

2.5 Kandungan Gizi Pisang

Zat gizi diperlukan untuk menjaga kesehatan tubuh, diperoleh dari makanan yang dikonsumsi. Kebutuhan akan masing-masing zat gizi juga berbeda dan berbeda pula pada setiap bahan pangan. Zat gizi yang terkandung dalam pisang adalah karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral serta air. Untuk setiap jenis pisang, kandungan zat gizinya juga berbeda. Untuk kandungan gizi dari buah pisang barangan, kepok dan awak dapat dilihat pada tabel 2.2.

Tabel 2.2 Kandungan gizi pada 100 gram pisang

Kandungan gizi satuan Jenis pisang

Pisang barangan Pisang kepok Pisang awak

Kalori Kal 120 109 281

Protein gram 1,1 0,80 2,20

Lemak gram 0,20 0,00 0,70

Karbohidrat gram 26,0 26,30 66,10

Kalsium mg 20,0 10 41,0

Fosfor mg 61,0 30 64,0

Fe mg 0,40 0,5 1,20

Vit B1 mg 0,1 0,1 0,1

Vit C mg 26,0 9,0 0,00

Natrium mg 6,20 10 0,00

Kalium mg 392 300 358

Air gram 71,20 71,90 28,90

Sumber: Depkes (2005)

Melihat banyaknya varietas pisang yang ada di Indonesia saat ini maka karakteristiknya pun juga berbeda. Karakteristik pisang didasarkan pada jenis pisangnya. Adapun karakteristik dari pisang barangan, kepok, dan awak adalah:

1. Pisang Barangan (Musa acuminata Colla)

Pisang barangan di Filipina dikenal dengan nama pisang lakatan dan di Malaysia dikenal dengan pisang berangan. Pisang ini juga dikenal dengan


(33)

20

nama pisang Ayam di Aceh. Pisang jenis ini sangat popular sebagai pisang meja. Berat rata-rata per tandan berkisar 12-20 kg terdiri dari 8-12 sisir. Setiap sisirnya terdiri dari 12-20 buah. Ukuran buahnya 12-18 cm dengan diameter 3-4 cm. warna kulit buahnya kuning kemerahan dengan bintik-bintik cokelat. Warna daging buahnya agak oranye, rasanya enak dan aromanya harum. (Satuhu dan Supriyadi, 1999)

Gambar 2.2 Pisang barangan 2. Pisang Kepok (Musa acuminata balbisiana Colla)

Pisang kepok memiliki batang besar, kekar, tinggi 3-3,5 m dan warna hijau muda. Daun berwarna hijau tua, lebar dan kuat sehingga bisa dijadikan bahan pembungkus nasi seperti pada pisang batu. Pisang kepok hampir mirip dengan pisang siem atau pisang batu. Berat tandan buah 10-50 kg. Tandan buah yang beratnya sampai 50 kg memiliki batang dan tandan yang sangat besar sehingga dikenal dengan kepok raksasa. Sementara ada jenis pisang kepok yang daging buahnya berwarna putih (kepok putih) dan ada yang kekuningan (kepok kuning). Kepok kuning lebih disukai konsumen dibanding kepok putih.


(34)

Rusuk buah masih jelas, ada 4-5 garis. Rasa buah matang (warna kulit buah kekuningan) agak manis. Setiap tandan terdapat 6-12 sisir dan setiap sisir terdapat 10-20 buah. Umur panen 4 bulan sejak keluar jantung. (Sunarjono, 2004)

Gambar 2.3 pisang kepok 3. Pisang Awak ( Musa paradisiaca var Awak)

Pisang ini disebut juga dengan pisang raja siam atau pisang sale. Pisang jenis ini panjangnya sekitar 15 cm dengan diameter 3,7 cm. Dalam satu tandan terdapat 18 sisir yang masing-masing ada 11 buah. Bentuk buah lurus dengan pangkal bulat. Warna daging buah putih kekuningan dengan kulit yang tebalnya 0,3 cm. Setiap buah beratnya rata-rata 67,5 gr. Lamanya buah masak dari saat berbunga adalah 5 bulan.(Satuhu dan Supriyadi,1999)


(35)

22

Gambar 2.4. pisang awak

Kandungan gizi pada pada buah pisang sangat baik untuk kesehatan tubuh karena hampir semuanya dapat diserap oleh tubuh. Mengonsumsi buah pisang secara teratur, pada anak sekolah sangat baik untuk aktivitas otak dalam berpikir dan mempengaruhi daya ingat. Sebab buah pisang mengandung piridoksin (vitamin B6) yang berungsi sebagai koenzim dalam reaksi penguraian (metabolisme) protein menjadi serotonin. Serotonin ini merupakan neurotransmitter yang melancarkan fungsi kerja otak dan meningkatkan kecerdasan otak.

Pisang juga bisa digunakan untuk mengatasi disentri. Pisang ditambahkan sedikit garam lalu dimakan. Selain itu, kandungan kalium dalam buah pisang berperan penting pada fungsi syaraf dan sel otot, terutama fungsi sel otot jantung. Itu sebabnya, pasien hipokalemia (kadar kalium rendah dalam darah) biasanya dianjurkan makan pisang oleh dokter. Makin tinggi kadar kalium dalam tubuh, risiko terkena serangan jantung dan stroke makin rendah, karena kalium mengimbangi peran natrium di dalam tubuh.


(36)

2.6 Pisang sebagai Bahan Pangan Bayi

Makanan yang paling baik untuk bayi yang masih berumur 0-6 bulan adalah ASI Ekslusif. Bayi hanya menerima ASI saja selama 6 bulan berturut-turut tanpa ada tambahan apapun. Namun, pada kenyataannya banyak sekali bayi yang tidak mendapatkan ASI esklusif dan justru memberikan MP ASI lebih dini. MP ASI yang paling sering digunakan oleh ibu bayi adalah pisang.

Berdasarkan penelitian Puspita (2011) di Desa Paloh gedeng menemukan bahwa kelompok umur yang paling banyak mulai diberikan MP ASI berupa pisang adalah kelompok umur 0-6 bulan yaitu sebanyak 96,8%. Hal serupa juga ditemukan oleh Saragih (2008) bahwa pada kelompok usia bayi 0-6 bulan sudah diberikan MP ASI yaitu sebanyak 91,8% di kabupaten Nias Selatan. Sedangkan sebanyak 83,3% kelompok usia 0-6 bulan juga ditemukan sudah diberikan MP ASI di Desa Weujengka oleh Sari (2010).

Pisang dipilih sebagai MP ASI karena teksturnya yang lembut sehingga hal ini akan memudahkan bayi untuk mengenal dan menelannya. Pisang juga mempunyai rasa yang manis, sehingga rasa manis ini mudah dikenali karena ASI juga mempunyai rasa yang manis sehingga bayi cepat beradaptasi dengan pisang. Pisang juga mudah dicerna oleh usus bayi

Kumar et al (2012) menyatakan bahwa pisang merupakan makanan padat terbaik untuk diperkenalkan kepada bayi dan buah pisang masak dapat dijadikan makanan bayi yang sangat sederhana dan sehat. Pisang sangat mudah dicerna dan jarang menyebabkan reaksi alergi. Penelitian yang dipublikasikan dalam digestive


(37)

24

disease and sciences menggarisbawahi bahwa pisang dapat meningkatkan penyerapan

zat gizi. Dalam studi tersebut, 57 bayi usia 5-12 bulan yang mengalami diare persisten selama minimal 14 hari diberi pengobatan satu minggu dengan diet berbasis beras yang salah satunya mengandung pisang hijau, pectin apel atau beras saja. Pengobatan dengan pisang hijau dan pectin apel mengakibatkan penurunan 50% berat kotoran bayi, yang menunjukkan bahwa penyerapan zat gizi pada bayi secara signifikan lebih baik.

Penelitian yang dilakukan oleh Scriver dan Ross (1928) terhadap 59 bayi berusia 2-24 bulan yang dibagi menjadi empat kelompok perlakuan dimana makanan bayi tersebut disubstitusi dengan pisang matang menggantikan kentang dan sereal. Selama 2 minggu, setiap kelompok menunjukkan perkembangan yang berbeda namun menuju hal yang sama yaitu para bayi mau mengonsumsi buah pisang dan tidak terdapat masalah dengan berat badan dan kesehatannya.

Pisang sebagai MP ASI diberikan dengan beberapa cara. Ada pisang yang dikerok saja dan langsung diberikan kepada bayi, ada yang dilumatkan terlebih dahulu, ada pula yang dilumatkan dan dicampur dengan nasi, dan ada juga yang dilumatkan lalu dicampur dengan susu (Puspita, 2011). Masih berdasarkan penelitian Puspita (2011) frekuensi pemberian pisang yang diberikan kepada bayi sebanyak dua kali sehari adalah 53,3% dengan jumlah satu buah pisang setiap kali pemberian.

Pemberian MP ASI kepada bayi khususnya yang berumur 0-6 bulan dirasakan terlalu dini. Hal ini sangat berisiko terhadap gangguan pencernaan seperti risiko bayi terkena diare, muntah, ataupun sembelit. Namun, berdasarkan hasil penelitian Puspita


(38)

(2011), sebanyak 72,2% bayi justru tidak mengalami gangguan pencernaan, dan hanya 27,8% yang mengalami gangguan pencernaan, termasuk diare, muntah, atau sembelit.

Keadaan yang baik pada pencernaan bayi salah satunya dipengaruhi oleh faktor imunitas tubuh. Semakin baik imunitas tubuhnya maka semakin baik pula kondisi tubuhnya untuk bisa mencegah datangnya penyakit. Gizi yang baik adalah salah satu jalan untuk mendapatkan imunitas yang baik. Gizi tersebut dapat diperoleh dari makanan. Pisang yang dikonsumsi oleh bayi juga memiliki gizi yang baik. Apalagi dalam pisang ternyata mengandung zat yang berfungsi sebagai prebiotik, zat yang bisa merangsang pertumbuhan bakteri nonpatogen dalam saluran pencernaan. Sumber prebiotik alami menurut Surono (2004) adalah air susu ibu (ASI) dalam bentuk oligosakarida yang terkandung dalam kolostrum, yaitu oligosakarida N-acetyl glucosamine, yang hanya sedikit sekali dapat dicerna di usus (<5%) dan mendukung pertumbuhan bakteri Bifidobacterium. Salah satu jenis prebiotik tersebut adalah inulin. Fungsi pertahanan tubuh sangat kompleks, melibatkan organ-organ yang berbeda, mekanisme yang berbeda dan target lawan potensial yang berbeda. Salah satu objek utama dari ilmu pangan fungsional adalah untuk mengidentifikasi komponen makanan yang memiliki kapasitas untuk mengatur fungsi pertahanan tubuh secara positif sehingga mampu membantu individu untuk memperkuat, menyimpan dan menyeimbangkan kembali fungsinya. Banyak data yang mendukung bahwa inulin merupakan bahan pangan yang potensial untuk memainkan peran tersebut. Inulin membawa efek yang baik pada fungsi saluran pencernaan dengan mengatur stuktur


(39)

26

dan komposisi dengan baik seperti bermacam-macam aktivitas dari mukosa dan mikroflora. (Roberfroid, 2007)

Kadar inulin yang terdapat pada buah pisang diketahui sebesar 0,3-0,7% berdasarkan penelitian dari Van Lo et al (1995). Namun tidak diketahui jenis pisang apa yang digunkan dalam penelitian. Sedangkan pisang yang dijadikan bahan makanan bayi tidaklah sama pada setiap tempat. Seperti pisang awak digunakan oleh masyarakat Desa Paloh Gedeng Aceh (Puspita 2011), pisang barangan diberikan pada bayi di Desa Weujengka (Sari, 2010), dan pisang kepok diberikan pada bayi etnis Banjar di Lerong Ilir (Suriah, 2012). Hal ini jelas menimbulkan pertanyaan seberapa banyak kandungan inulin yang terdapat pada setiap jenis pisang tersebut.

Selain jenis pisang, jumlah pisang yang dimakan oleh bayi juga menentukan banyaknya inulin yang diperoleh bayi setiap harinya. Ada yang mendapatkan 2 kali pemberian dengan satu buah pisang setiap kali pemberian, namun ada juga yang lebih dari dua kali dengan setengah buah pisang setiap kali pemberian. Ini tentu saja akan mempengaruhi kuantitas inulin yang diperoleh. Sedangkan kadar inulin sebelumnya diketahui hanya sekitar 0,3-0,7%, yaitu dalam setiap 100 gram pisang terdapat inulin sebanyak 0,3-0,7 gram.

Jumlah kandungan inulin pada pisang sebelumnya masih sangat jauh dari rekomendasi BPOM (2011) pada pengawasan klaim dalam label dan iklan pangan olahan yang menyatakan bahwa kebutuhan akan prebiotik termasuk inulin adalah sekurang-kurangnya 3gr/sajian harian. Jumlah tersebut juga masih sesuai menurut


(40)

Surono (2004) yang menyarankan jumlah prebiotik yang efektif adalah 1-3 gram per hari untuk anak-anak dan 5-15 gram per hari untuk orang dewasa.


(41)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif berdasarkan hasil analisis atau uji di laboratorium.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia PT. Saraswanti Bogor. Laboratorium ini dipilih dikarenakan belum ditemuinya laboratorium di Medan yang dapat meneliti atau menganalisis inulin sehingga belum ada laboratorium di Medan yang memiliki standar kerja ataupun prosedur pengerjaan inulin. Sedangkan Laboratorium Kimia PT. Saraswanti Bogor sudah memiliki prosedur kerja dan standar baku dalam menguji inulin.

Laboratorium PT. Sarawanti Indo Genetech merupakan laboratorium jasa deteksi produk hasil rekayasa genetika atau transgenik. Laboratorium ini juga membuka sarana khusus menangani masalah makanan dan minuman. Laboratorium ini memiliki bidang uji analisis keamanan pangan. Oleh karena itu, penelitian untuk menguji kadar inulin juga bisa dilakukan pada laboratorium ini.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada selama tujuh bulan yaitu bulan Juni 2013 hingga Januari 2014


(42)

3.3 Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah tiga jenis pisang yaitu pisang awak, pisang barangan, dan pisang kepok. Tiga jenis pisang tersebut dipilih yang belum terlalu matang karena pisang masih akan dikirim menuju laboratorium. Sehingga dipilih pisang yang masih berwarna hijau kekuningan. Waktu yang dibutuhkan agar pisang tiba di laboratorium kurang dari 24 jam. Ukuran dari pisang yang dijadikan sampel adalah ukuran sedang dengan asumsi beratnya adalah 50 gram/buah.

3.4 Definisi Operasional

Kandungan inulin adalah banyaknya jumlah inulin yang terdapat pada pisang barangan, kepok, dan awak yang diperoleh secara analisis menggunakan HPLC.

3.5 Alat dan Bahan 3.5.1 Alat

- HPLC

- Labu takar

- Erlenmeyer

- Gelas piala

- Timbangan

- Kertas saring


(43)

30

- pH meter

- Pipet tetes

3.5.2 Bahan

- Pisang Awak

- Pisang Kepok

- Pisang Barangan

- Akuades

- KOH 0,05 N

- HCl 0,05 N

- Buffer asetat

3.6 Prosedur Analisis Inulin dengan Metode HPLC (AOAC, 1995)

Kadar inulin diukur dengan menggunakan metode HPLC (High Performance

Liquid Chromatography). Metode ini meliputi pembuatan larutan standar, ekstraksi

sampel dan hidrolisis sampel. Sampel yang telah diekstraksi dan dihidrolisis dihitung konsentrasi inulin dengan membandingkannya dengan kurva larutan standar. Dalam pembuatan larutan standar, sampel berasal dari buah pisang barangan ,awak dan kepok yang utuh. Kemudian pisang dikupas, dan daging buah tersebut lalu dihaluskan.

Larutan standar dibuat dengan menimbang fruktosa sebagai standar sebanyak 2mg. Fruktosa dimasukkan dalam labu takar 10ml dan ditepatkan dengan menggunakan akuades lalu dikocok hingga homogen. Larutan tersebut dijadikan larutan induk 1000ppm, kemudian buat deret konsentrasi 5 ppm, 25 ppm, 50 ppm


(44)

dengan masing-masing ditambah internal standar konsentrasi 50 ppm. Saring dengan filter dan masukkan ke dalam vial untuk disuntikkan pada HPLC.

Proses ekstraksi sampel dilakukan dengan cara menghomogenkan sampel yang kemudian dimasukkan ke dalam gelas piala. Tambahkan air panas sebanyak 40ml dan tambahkan KOH 0,05 N atau HCl 0,05 N hingga pH sekitar 6,5-8. Larutan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml, dipanaskan 85o dan diaduk. Larutan tersebut didinginkan dan kemudian dipindahkan ke dalam gelas piala untuk diaduk kuat. Setelah itu diencerkan hingga mengandung 1% fruktan.

Langkah berikutnya adalah hidrolisis sampel hasil ekstraksi dengan menggunakan enzim inulinase. Mula-mula diambil 15 gr sampel (A), kemudian ditambah 15 gr buffer asetat hingga memiliki pH 4,5. Ditambahkan amiloglukosidase sebanyak 35 mg dan diinkubasi selama 30 menit pada suhu 60oC, lalu ditimbang(B). sebanyak 10 gr sampel ditimbang dan ditambah enzim inulinase. Sampel tersebut diinkubasi kembali pada suhu 60oC selama 30 menit. Biarkan dingin, lalu ditimbang (C). hasil ekstraksi A,B,C masing-masing diencerkan, ditambahkan internal standar (glukoheptosa) 20 ppm, disaring, lalu diinjeksikan pada HPLC.

Cara untuk menghitung kadar inulin adalah sebagai berikut. Kadar inulin = ���� �����

�����

����

����

Dimana :

Cstd = Konsentrasi standar inulin (mg/L) Astd = Luas Area Standar


(45)

32

Aspl = Luas Area Sampel

Vspl = Volume Larutan Sampel (mL)

Wspl = Bobot Sampel (gram)

Penelitian menggunakan HPLC menggunakan larutan standar yang akan dibandingkan dengan sampel. Tabel berikut menunjukkan konsentrasi maupun luas area dari inulin standar yang akan digunakan dalam menentukan kadar inulin sampel. Tabel 3.1. Perhitungan Inulin Standar

Bobot std (mg)

Volume (mL) Konsentrasi std (mg/L)

Konsentrasi std (%)

Luas area

500,0 50,00 10000,00 1,0000 566866

Perhitungan :

Konsentrasi standar (mg/L) = (bobot standar/volume) x 1000 Konsentrasi standar (%) = konsentrasi standar (mg/L)/1000

3.7 Analisis Data

Data yang didapatkan dari hasil laboratorium adalah berupa grafik dan perhitungan yang kemudian akan dijelaskan secara deskriptif. Deskripsi mengenai kadar inulin yang terdapat pada ketiga jenis sampel yaitu pisang awak, pisang barangan, dan pisang kepok.


(46)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Pisang

Gambar 4.1 pisang barangan, pisang awak dan pisang kepok

Gambar 4.2 penampang pisang barangan, awak, dan kepok

Pada gambar 4.1 terlihat gambar pisang barangan, pisang awak dan pisang kepok. Sedangkan pada gambar 4.2 adalah gambar penampang dari masing-masing pisang. Ketiga jenis pisang tersebut memiliki perbedaan. Pada pisang barangan memiliki daging buah yang kuning agak kemerahan, pisang awak memiliki daging buah berwarna putih kekuningan.sedangkan pada pisang kepok yang dijadikan sampel penelitian memilki warna daging buah putih.

Berdasarkan gambar penampang dari ketiga jenis pisang, pisang kepok memiliki penampang dengan bentuk seperti segitiga. Pada pisang barangan memiliki penampang agak bulat memanjang dan pada pisang awak bentuk penampangnya lebih built diantara ketiganya. Rasa dari ketiga jenis pisang tersebut juga berbeda. pisang awak memiliki rasa yang paling manis dari ketiganya. Sedangkan yang memilki


(47)

34

tingkat kemanisan yang paling rendah diantara ketiganya adalah pisang kepok. pisang barangan juga memiliki rasa yang manis.

Pisang yang digunakan untuk penelitian sebelum dikirim ke laboratorium dipilih yang belum terlalu matang karena mempertimbangkan waktu hingga pisang tiba di laboratorium. Waktu yang dibutuhkan hingga pisang tiba di laboratorium kurang dari 24 jam. Ketika pisang diterima di laboratorium, maka pisang langsung diproses keesokan harinya dan pisang sudah dalam keadaan matang. Ketiga pisang dipilih yang berukuran sedang dengan asumsi beratnya adalah 50gram/buah

4.2 Hasil Analisis Kandungan Inulin pada Pisang Awak, Pisang Barangan dan Pisang Kepok

Analisis kandungan inulin dengan metode HPLC menggunakan Aminex Ion Exclusion HPX-87H ukuran 300 x 7.8 mm sebagai kolom atau fase diamnya dan Aquabidest 100% sebagai fase geraknya. Pada analisis ini menggunakan laju alir 0.3 mL/ menit, Refraktif Indeks Detector dengan volume penyuntikan 20 µL dan temperatur kolom dan detektornya masing-masing 80oC dan 40oC.

Pada penelitian menggunakan HPLC, dalam penentuan secara kuantitatif biasanya didasarkan pada waktu retensi dan standar yang sama. Artinya membutuhkan larutan standar untuk bisa dibandingkan dengan sampel. Sampel yang diinjeksikan ke dalam HPLC pada akhirnya akan terbaca pada grafik yang dimunculkan pada monitor yang dihubungkan dengan HPLC. Dari grafik tersebutlah diketahui hasil kandungan inulin pada setiap sampel. Pada penelitian ini menggunakan larutan standar inulin dengan konsentrasi 1%.


(48)

Hasil perhitungan kadar sampel berdasarkan rumus yang telah disebutkan pada bab sebelumnya adalah sebagai berikut.

Tabel 4.1. Hasil Perhitungan Kadar Inulin pada Sampel Pisang Awak, Barangan,dan Kepok

Sampel Bobot

sampel (gram) Volume labu (mL) Luas area Kadar (mg/Kg) Kadar (%) Rata-rata (%) Pisang awak-1 1,0290 50 44683 38301,57 3,83 3,74 Pisang awak-2 1,1392 50 47272 36601,05 3,66

Pisang barangan-1 1,1364 50 54625 42398,43 4,24 4,27 Pisang barangan-2 1,0885 50 53187 43098,95 4,31

Pisang kepok-1 1,2634 50 41967 29299,26 2,93 3,00 Pisang kepok-2 1,0060 50 35127 30798,72 3,08

Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa setiap sampel tidak hanya sekali diuji kandungannya, melainkan hingga dua kali dan pada tahap akhir hasilnya akan dirata-ratakan sehingga muncullah hasil akhirnya. Pengulangan yang dimaksud adalah dimana untuk setiap sampel dibuat dalam dua wadah dan diinjeksikan dalam waktu yang bersamaan. Kemudian pada grafik yang muncul pada monitor akan memperlihatkan perbedaan waktu yang terjadi pada satu jenis sampel yang diinjeksikan sebanyak 2 kali.

Pada tabel 4.1. pula menunjukkan bahwa kandungan inulin yang paling besar terdapat pada jenis pisang barangan yaitu sebesar 4,27 persen yang artinya dalam setiap 100 gr pisang barangan terdapat inulin sebanyak 4,27 gr. Kandungan inulin paling kecil di antara ketiganya adalah pisang kepok yaitu sebesar 3,00 persen dimana pada setiap 100 gr pisang kepok terdapat 3,00 gr inulin. Pada pisang awak


(49)

36

mengandung inulin sebesar 3,74 persen yaitu setiap 100 gr pisang awak terdapat kandungan inulin sebanyak 3,74 gr.

4.3 Perkiraan Jumlah Inulin yang Dikonsumsi

Dalam daftar satuan bahan penukar makanan diketahui bahwa satu buah pisang setara dengan 50 gram. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa bayi mendapatkan 2-3 buah pisang dalam sehari. Berarti dalam sehari bayi mendapatkan sekitar 100-150 gram pisang. Oleh karena itu perkiraan jumlah inulin yang diperoleh juga bisa diketahui. Hasil perkiraan jumlah inulin tersebut dapat dilihat pada tabel 4.3 sebagai berikut.

Tabel 4.2 perkiraan jumlah inulin yang dikonsumsi bayi

No Jenis pisang Kandungan inulin/100 gram

(gram)

Inulin yang dikonsumsi bayi dari

100-150 gr pisang (gram)

1 Pisang Barangan 4,27 4,27-6,40

2 Pisang Awak 3,74 3,74-5,61

3 Pisang Kepok 3,00 3,00-4,50

Pada tabel 4.2 diketahui bahwa bayi akan mendapatkan inulin paling banyak berasal dari pisang barangan yaitu 6,40 gram dan akan mendapatkan inulin yang paling kecil dari ketiga jenis pisang berasal dari pisang kepok dengan jumlah inulin paling banyak 4,50 gram.


(50)

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Kandungan Inulin pada Pisang Awak, Pisang Barangan dan Pisang Kepok

Inulin merupakan komponen pangan yang tidak dapat dicerna dan memiliki kemampuan untuk merangsang pertumbuhan dan aktivitas bakteri baik dalam pencernaan. Inulin terdapat di beberapa tanaman seperti umbi dahlia, gandum, bawang putih, daun bawang, bawang merah, dan pisang. Dari semua sumber inulin tersebut, pisanglah yang paling mudah dikonsumsi oleh kelompok masyarakat termasuk bayi.

Adapun dalam pemilihan pisang barangan, awak, dan kepok yang dijadikan sampel dipilih pisang yang belum terlalu matang. Hal ini karena mempertimbangkan waktu yang dibutuhkan untuk membawa pisang ke lokasi laboratorim. Walaupun waktu yang dibutuhkan tidak lebih dari 24 jam namun buah pisang termasuk buah yang cepat matang dalam hitungan jam sehingga dipilih buah pisang dengan kulit yang hijau kekuningan. Dengan asumsi ketika tiba di laboratorium pisang sudah dalam keadaan matang.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa ketiga jenis sampel yaitu pisang awak, pisang barangan dan pisang kepok memiliki jumlah inulin yang berbeda setiap 100 gramnya. Pada pisang awak kandungan inulinnya adalah 3,74%. Sedangkan pada pisang barangan mengandung lebih banyak kadar inulin yaitu sebesar 4,27%. Kandungan inulin paling kecil terdapat pada pisang kepok yaitu 3,00%. Jumlah ini jauh lebih besar dibandingkan dengan hasil penelitian Van Loo et al (1995) yang


(51)

38

menemukan kandungan inulin pada pisang hanya sekitar 0,7%. Walaupun tidak diketahui pisang jenis apa yang diteliti.

Berdasarkan grafik kromatogram yang dihasilkan pada monitor ketika dihubungkan dengan HPLC (terlampir), pada masing-masing sampel yang diuji sebanyak 2 kali memiliki perbedaan waktu retensi. Namun perbedaan tersebut tidaklah besar. Pada sampel pisang barangan pertama adanya inulin terdeteksi pada waktu 2,250 sekon sedangkan pada sampel pisang barangan kedua terdeteksi pada waktu 2,263 sekon. Perbedaan waktu yang terjadi adalah 0,013 sekon. Pada sampel pisang awak, perbedaan waktu yang terjadi adalah 0,072 sekon dimana sampel pisang awak pertama terdeteksi pada 2,285 sekon dan sampel pisang awak yang kedua terdeteksi pada waktu 2,213 sekon. Pada pisang kepok perbedaan waktu yang terjadi adalah 0,037 sekon dimana sampel pisang kepok pertama terdeteksi pada waktu 2,237 sekon dan sampel pisang kepok kedua terdeteksi pada waktu 2,200 sekon. Sedangkan pada inulin standar waktunya adalah 2,2 sekon.

Berdasarkan hasil penelitian kandungan inulin pada pisang tersebut menunjukkan bahwa kandungan inulin yang cukup baik dapat mempengaruhi kesehatan pada bayi. Sebagaimana hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Puspita (2011) di Desa Paloh Gadeng Kabupaten Dewantara Aceh Utara diketahui bahwa sebanyak 83,3 persen dari seluruh bayi yang dijadikan sampel yang diberi makan pisang awak, sebanyak 72,2 persennya tidak mengalami gangguan pencernaan seperti diare.


(52)

Penelitian serupa juga pernah dilakukan oleh Dorsey (1938) terhadap 444 bayi diberi makan pisang matang tumbuk sebagai MP ASI. Sebagian besar bayi adalah yang mengalami gizi kurang dan diare. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pisang baik dijadikan MP ASI awal bagi bayi karena teksturnya dapat melatih bayi untuk dapat terbiasa dengan makanan padat dan didapati bahwa bayi tidak legi mengalami diare.

Di sisi lain, ditemukan masyarakat menjadikan pisang barangan untuk mengobati anak yang sedang diare. Fenomena tersebut semakin menguatkan bahwa pemberian pisang kepada bayi dapat memberikan dampak yang positif untuk kesehatan terutama masalah gangguan pencernaan dikarenakan kandungan inulinnya. Kandungan inulin yang terdapat pada pisang barangan menunjukkan kandungan inulin yang paling banyak dibandingkan dengan dua jenis pisang lainnya. Hal ini berarti semakin baik untuk kesehatan dan semakin maksimal dalam menjalankan fungsinya di dalam tubuh. Sehingga menjadi hal yang wajar ketika pada masyarakat, pisang baranganlah yang paling banyak dikonsumsi termasuk orang dewasa.

Pisang dapat dikonsumsi oleh penderita diare karena kandungan inulinnya yang baik. Hal tersebut didukung pula oleh penelitian Gibson dan Roberfroid (2007), dimana pemberian inulin atau oligofruktosa sebanyak 2 gram dapat menurunkan pH feses yang terkait dengan penekanan produksi substansi putrefactive di kolon. Dimana dengan pH yang rendah keadaan menjadi asam kemudian akan menekan keberadaan bakteri pathogen disebabkan bakteri pathogen bisa hidup dalam pH netral sehingga


(53)

40

dapat menekan proses pembusukan yang terjadi pada kolon. Itulah sebabnya mengapa konsumsi pisang baik untuk penderita diare.

Selain pemberian pisang secara langsung kepada bayi, saat ini banyak industri makanan yang sudah menambahkan buah pisang pada produknya. Seperti pada bubur bayi dan balita. Pada susu formula digunakan untuk menambah rasa. Pada sebagian produk juga disebutkan kandungan inulin yang ditambahkan. Inulin ditambahkan pada susu formula tersebut kaarena memang tidak terdapat secara alami pada susu sehingga harus ditambahkan.

Jumlah inulin yang terdapat pada bubur instan yang ditambahkan pisang adalah sekitar 1gram sedangkan pada susu formula ada yang mencapai 3 gram dalam setiap 100 gramnya. Namun ketika penyajiannya tetap 1 gr per sajian. Jumlah ini jauh lebih sedikit dibandingkan dengan mengonsumsi buah pisang yang memilki kandungan inulin hingga 4,27 gram per 100 gram pisang. Fakta tersebut semakin menguatkan kebiasaan masyarakat yang menjadikan pisang awak, pisang barangan,dan pisang kepok sebagai MP ASI merupakan tindakan yang berdampak positif terhadap kesehatan terutama bila dilihat dari kandungan inulinnya.

5.2 Jumlah Inulin yang Dikonsumsi Bayi

Berdasarkan daftar satuan bahan penukar makanan, satu buah pisang ukuran sedang memiliki berat sekitar 50 gram. Bila bayi mendapat 2 sampai 3 buah pisang dalam sehari maka jumlah yang dikonsumsi setara dengan 100-150 gram. Dari jumlah


(54)

tersebut dapatlah diketahui jumlah inulin yang dikonsumsi bayi yang didapatkan dari setiap jenis pisang.

Berdasarkan hasil analisis kandungan inulin pada sampel maka dapat diperkirakan jumlah inulin yang dikonsumsi oleh bayi. Pada bayi yang mengonsumsi pisang barangan sebagai MP ASI, bila dalam 100 gram pisang barangan terdapat 4,27 gram inulin maka dalam sehari bayi tersebut akan mendapatkan inulin sekitar 4,27 gram-6,40 gram bila mengonsumsi 100-150 gram pisang. Selanjutnya pada bayi yang diberi pisang awak akan mendapatkan asupan inulin sebanyak 3,74 gram- 5,61 gram setiap harinya. Sedangkan pada bayi yang diberi pisang kepok, asupan inulin yang didapatkan adalah 3,00 gram-4,50 gram dalam sehari.

Hasil tersebut mengacu pada jumlah pisang yang dikonsumsi. Jumlah inulin yang dikonsumsi oleh bayi berbanding lurus dengan jumlah pisang yang dikonsumsi oleh bayi. Pada penelitian yang dilakukan oleh Puspita (2011) diketahui bahwa jumlah pisang dikonsumsi adalah satu buah pisang setiap kali pemberian. Dalam sehari bayi bisa mendapatkan 2 sampai 3 kali pemberian. Artinya bayi mengonsumsi 2 sampai 3 buah pisang setiap harinya.

Berdasarkan penelitian sebelumnya mengatakan bahwa inulin mempunyai peran yang penting bagi kesehatan. Zat pangan yang berperan seperti serat makanan ini umunya dikenal sebagai prebiotik yang mempengaruhi aktivitas bakteri nonpatogen dalam sistem pencernaan. Dimana keberadaan inulin akan merangsang perkembangan bakteri nonpatogen hingga jumlahnya semakin meningkat. Dengan jumlah yang semakin banyak dalam sistem pencernaan, kesempatan bagi bakteri


(55)

42

pathogen pun semakin kecil sehingga tubuh semakin terjaga inumitas tubuhnya dan terhindar dari penyakit.

Menurut Veereman (2007), dari hasil studi kliniknya, selama lebih dari 5 tahun menyebutkan bahwa kombinasi campuran inulin rantai panjang (5-60 monomer) 10% dan galaktooligosakarida (2-7 monomer) 90% yang ditambahkan ke dalam formula makanan bayi di Eropa menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap komposisi flora pencernaan, memperbaiki konsistensi feses, menurunkan permeabilitas, mengurangi kejadian infeksi saluran pencernaan dan pernafasan serta dermatitis atopik pada bayi.

Masih menurut Veereman (2007), konsumsi oligofruktosa dalam makanan sapihan anak-anak, meningkatkan jumlah bifidobakteria dan menurunkan jumlah klostridia dalam feses, ada kecenderungan feses lebih lunak dan kejadian demam serta gejala infeksi saluran percernaan lebih sedikit. Campuran inulin rantai panjang dengan oligofruktosa memiliki efek sinergi yaitu melindungi flora bifidus dari pengobatan dengan amoksilin. Hal ini dikarenakan amoksilin merupakan antibiotik yang akan mengatasi bakteri pathogen dalam tubuh. Namun, kemungkinan bakteri nonpatogen juga tersingkirkan oleh amoksilin juga ada sehingga keberadaan campuran inulin dengan oligofruktosa membantu bakteri nonpatogen untuk tidak tersingkirkan walaupun sedang menjalani pengobatan dengan amoksilin.

Berdasarkan rekomendasi BPOM (2011) pada pengawasan klaim dalam label dan iklan pangan olahan menyatakan bahwa kebutuhan akan prebiotik termasuk inulin adalah sekurang-kurangnya 3gr/sajian harian. Surono (2004) menyarankan jumlah


(56)

prebiotik yang efektif adalah 1-3 gram per hari untuk anak-anak dan 5-15 gram per hari untuk orang dewasa. Berdasarkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa kandungan inulin yang terdapat pada pisang yang menjadi sampel adalah minimal 3,00 gram per 100 gramnya maka asupan prebiotik untuk bayi telah mencukupi sesuai dengan rekomendasi BPOM (2011) dan Surono (2004).

Dalam pemberian inulin pada bayi juga tidak perlu dikhawatirkan mengalami kelebihan asupan inulin misalnya inulin yang dikonsumsi oleh bayi lebih dari 3 gram per hari. Hal ini karena inulin tidak memilki efek samping apapun ketika dikonsumsi dan justru semakin banyak dikonsumsi semakin baik karena akan meningkatkan kerja atau aktivitas bakteri nonpatogen dalam tubuh ( Kolida, 2007). Semakin banyaknya inulin maka keberadaan bakteri nonpatogen dalam tubuh juga semakin banyak sehingga mengurangi peluang bagi bateri pathogen yang ada dalam tubuh.

Pada sebuah studi terhadap 244 peserta yang mengadakan perjalanan, kemungkinan terkena diare termasuk resiko tinggi hingga menengah untuk terkena diare, diberikan inulin sebanyak 10 g/hari selama 2 minggu perjalanan dan hasilnya adalah peserta perjalanan tidak mengalami diare selama perjalanan. (Brownawell, et al, 2012). Dengan konsumsi inulin sebanyak 10 gram /hari seperti yang dilakukan pada penelitian tersebut, maka jumlah tersebut sudah mencukupi kebutuhan inulin pada orang dewasa bila mengacu pada standar yang digunakan oleh Surono (2004) yaitu kebutuhan inulin untuk orang dewasa adalah 5-15 gram/ hari. Konsumsi inulin tiap Negara berbeda misalnya di Eropa konsumsi rata-rata inulin adalah 2-12


(57)

44

gram/hari, sedangkan Belgia sebesar 5-8 gram/hari, dan di Spanyol konsumsi rata-ratanya adalah 7-12 gram/hari (Valeria, et al, 2011).

Selain itu, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Holloway (2007) terhadap 15 wanita post menopause menemukan bahwa pemberian obat yang dicampur dengan oligofruktosa yang diperkaya inulin ternyata memilki pengaruh terhadap peningkatan penyerapan kalsium dan magnesium. Hal tersebut juga mempengaruhi kepadatan tulang sehingga bisa terhindar dari osteoporosis.

Penelitian yang juga membuktikan bahwa inulin membantu penyerapan mineral juga dilakukan oleh Abrams,et al (2002) terhadap 59 remaja putri untuk mengetahui pengaruh penambahan inulin terhadap penyerapan kalsium dalam tubuh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya peningkatan penyerapan kalsiun terhadap kelompok remaja yang diberikan tambahan inulin dibandingkan dengan kelompok yang tidak diberikan tambahan inulin. Heuvel (1999) juga membuktikan bahwa pemberian oligofruktosa sebanyak 15 gram per hari mampu merangsang penyerapan kalsium pada remaja putra.

Pada bayi, fungsi inulin yang dapat membantu penyerapan mineral seperti kalsium dan magnesium tersebut akan bermanfaat dalam membantu proses pertumbuhan dan perkembangan khususnya pertumbuhan tulang. Dimana usia bayi juga masih termasuk ke dalam usia yang akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan secara cepat.

Pemenuhan kebutuhan prebiotik pada bayi tergantung pada asupan makanan yang diberikan oleh para ibu. Makanan yang diberikan kepada bayi sebaiknya


(58)

mencukupi kebutuhan gizi. Tidak hanya gizi makro melainkan juga gizi mikro. Pada bayi yang berusia di bawah 6 bulan maka ASI menjadi makanan terbaik. Sedangkan pada bayi di atas 6 bulan maka sudah mulai diberikan Makanan Pendamping ASI. MP ASI pada umumnya terbagi atas dua yaitu, MP-ASI instan (komersial) dan MP- ASI yang dibuat sendiri.

MP ASI yang dibuat sendiri pada awalnya sangat dianjurkan. Namun setelah dilakukan banyak penelitian klinis, ternyata banyak bayi tidak memperoleh zat nutrient yang adekuat sesuai dengan yang seharusnya didapatkan bayi. Selain itu, penanganan dan pengelolaan MP-ASI, khususnya MP-ASI tradisional, dengan bahan alami dan tahap penyiapan yang lebih panjang dibandingkan MP-ASI pabrikan, memungkinkan terjadinya kontaminasi mikroorganisme penyebab diare pada anak (Kusumawardani,2010).

Untuk itu WHO/UNICEF mengeluarkan Global Strategy for Infant and Young

Child Feeding dan mengumumkan bahwa makanan tambahan yang diproses oleh

industri makanan dapat digunakan sebagai pilihan para ibu dalam memberikan makanan tambahan yang mudah disiapkan, mencukupi kebutuhan nutrisi dan aman. Makanan tersebut sudah diperkaya dengan tambahan suplemen yang menjamin kecukupan mikronutrien bayi.

Berdasarkan hasil penelitian yang menunjukkan kandungan inulin yang cukup baik pada pisang. Walaupun pisang pada beberapa wilayah maka pisang dapat dijadikan peluang untuk industri makanan bayi sebagai bahan dasar dalam pembuatan


(59)

46

produknya dengan tujuan agar semakin terpenuhinya prebiotik pada bayi maupun balita.

Pisang juga sangat baik untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Namun, konsumsi pisang khususnya di Indonesia saat ini masih sangat rendah, padahal pisang mengandung inulin yang baik untuk menjaga kesehatan. Pada orang dewasa anjuran asupan inulin sebanyak 5-15 gram/hari (Surono, 2004). Untuk memenuhi asupan tersebut, seseorang bisa mengonsumsi minimal 200 gram pisang dalam sehari. Jumlah tersebut bisa setara dengan 3-4 buah pisang ukuran sedang.


(60)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kandungan inulin pada pisang barangan sebesar 4,27%, pada pisang awak adalah sebesar 3,74% dan pada pisang kepok sebesar 3,00%. Berdasarkan asumsi konsumsi pisang pada bayi sebesar 100-150 gram pisang maka perkiraan konsumsi inulin sebanyak 4,27-6,40 gram dari pisang barangan, sekitar 3,74-5,61 gram dari pisang awak, dan 3,00-4,50 gram dari pisang kepok. Berdasarkan rekomendasi BPOM (2011) dan Surono (2004) mengenai asupan prebiotik yaitu 3 gram/hari maka asupan inulin yang didapatkan bayi dari mengonsumsi pisang telah mencukupi.

6.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang menunjukkan kandungan inulin yang terdapat pada pisang barangan, pisang awak dan pisang kepok maka jumlah kandungan inulinnya tergolong baik maka dapat disarankan kepada para ibu untuk dapat menjadikan pisang sebagai MP ASI untuk bayi dan balitanya. Sedangkan untuk industri makanan bayi bisa menjadikan pisang sebagai bahan dasar dalam pembuatan produknya sehingga walaupun bayi mengonsumsi makanan pabrikan namun kecukupan inulinnya bisa terpenuhi.


(61)

DAFTAR PUSTAKA

Abrams SA, Griffin IJ, Davila PM. 2002. Non-Digestible Oligosaccharides and

Calcium Absorption in Girl with Adequate Calcium Intaerkes. Br J

Nutrition: 87

AOAC, 1995. Association Official of Analytical Chemistry. Official Methods of

Analysis, 16th ed. Arlington, VA: Association of Analytical Chemists

Artanti, A. 2009. Pengaruh prebiotik inulin dan Fruktooligosakarida (FOS)

terhadap Pertumbuhan Tiga Jenis Probiotik. Bogor Agricultural University

Scientific Repository.

Astawan, M dan Andreas L. K. 2008. Khasiat Warna Warni Makanan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

BPOM. 2011. Pengawasan Klaim dalam Label dan Iklan Pangan Olahan. Jakarta Brownawell, Amy. M, et al. 2012. Prebiotics and the Health Benefits of Fiber:

Current Regulatory Status, Future Research, and Goals1,2. J. Nutr.

142:962-974

Cho S. S, and Finocchiaro E. T. 2010. Handbook of Prebiotics and probiotics

Ingredients: Health Benefit and food Aplications. CRC Press taylor and

Franciss Group. Boca raton, London, New York Depkes. 2005. Daftar Komposisi Bahan Makanan Depkes. 2009. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta

Dewanti, F. K. 2013. Substitusi Inulin Umbi Gembili (Dioscorea esculenta) pada

Produk Es Krim sebagai Alternatif Produk Makanan Tinggi Serat dan Rendah Lemak. Journal of Nutrition Collage. Volume 2 nomor 4 hal 474-487.

Dorsey, J. C. 1938. Ripe banana as a complementary feeding in infants. Journal of Pediatrics, Volume 13 issue 2 pages 239-247.

Gibson, G. R. 1995. Dietary Modulation of Human Colonic Microbiota

Introducing The Concept of Prebiotics. J Nutrition 125: 1401-12.

Gibson, G. R. 2004. Recent Advances in Prebiotic Use in Human. European Nutrition Research


(62)

Halloway, L, Sharon M, Steven A. Abrams, Kyla K, Andrew R, and Anne L. F.

Effects of Oligofructose-Enriched Inulin on Intestinal Absorption of Calcium And Magnesium and Bone Turn Over Markers in Postmenopausal Women. British Journal of Nutrition. Vol 97 issue 2

Heuvel E. Muys T, van Dokkum W, Schaafsma G. 1999. The Oligofructose

Stimulates Calcium Absorption in Adolescents. Am J Clin Nutr. 69:544-8.

Hidayat, Nur. 2006. Membuat Minuman Prebiotik dan Probiotik. Surabaya: Trubus Agrisarana

Kaleka, N. 2013. Pisang-Pisang Komersial. Surakarta: Arcita

Kaur, N and Gupta A K. 2002. Applications of Inulin and Oligofructose in Health

and Nutrition. J. Biosci. 27;703-714

Kolida, D Meyer, G R Gibson. 2007. A double-blind Placebo-Controlled Study to

Establish the Bifidogenic Dose of Inulin in Healthy Humans. European

Journal of Clinical Nutrition.

Kumar, S, Debit B, Duraivel, S, Umadevi, M. 2012. Traditional and Medicinal Uses

of Banana. Journal of Pharmacognosy and phytochemistry. Volume 1 issue 3.

Kusumawardani, B. 2010. Hubungan Praktik Higiene Sanitasi Makanan

Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) Tradisional dengan Kejadian Diare Pada Anak Usia 6-24 Bulan di Kota Semarang. Tesis. FKM UNDIP

Letexier, D. Frederique D and Michel B. 2003. Addition of Inulin to a Moderately

High-Carbohydrate Diet Reduces Hepatic Lipogenesis and Plasma Triacylglycerol Concentrations in Humans. Am J Clin Nutr March Vol. 77

No. 3 559-564.

Ma’aruf, Y. 2011. Penentuan Kadar RBB pada Dye-Inulin secara HPLC melalui

Pembentukan Senyawa Dye-Inulin. Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Negeri Padang.

Macfarlane, G.T., Steed H., and Macfarlane, S., 2008. Bacterial Metabolism and

Health Related Effects of Galacto-Oligosaccharides and Other Prebiotics.

Journal of Applied Microbiology, 104,305-344.

Minda, A. 2009. Inulin Sebagi Prebiotik. Jurnal SAINSTEKS edisi SEPTEMBER No 1 Vol XII hal 3.


(63)

50

Mitsou, E. K, Kougia, E., Nomikos, Tz., Y, Annakoulia, M., Mountzouris, K. C. 2011.

Effect Of Banana Consumption On Faecal Microbiota: A Randomized, Controlled Trial. Clinical Microbiology Anaerobe: Volume 17, Issue 6,

December, Pages 384-387.

Mosfegh, A. J. Friday, J. Goldman EJ. P and Ahuja. J. K. C. 1999. Presence of

Inulin and Oligofructose in Diets of Americans. The Journal of Nutrition.

Vol 129, No 7. 1407-1411

Puspita, W. 2011. Pola Pemberian Pisang Awak, Status Gizi dan Kejadian

Gangguan Pencernaan pada Bayi 0-12 Bulan di Desa Paloh Gadeng Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara. Skripsi, Universitas

Sumatera Utara

Roberfroid M. B. 2007. Prebiotics: The Concept Revisited, The Journal of Nutrition, Vol. 137, No. 3, 2007, 830S-837S.

Saragih, M. 2008. Praktek Pemberian Makan dan Status Gizi Anak Usia 0-11

Bulan di Kabupaten Nias Selatan. Skripsi, Universitas Sumatera Utara.

Satuhu, S dan Ahmad S. 1999. Pisang. Jakarta : Penebar Swadaya.

Scriver and Ross. 1928. The Use of Banana as a Food for Healthy Infant and

Young Children. The Canadian Medical Association Journal

Seifert, Stephanie and Bernhard W. 2007. Inulin and Oligofructose: Review of

Experimental Data on Immune Modulation. The Journal Of Nutrition 137;

2563S-2567S.

Siregar, H. 2011. Karakteristik dan Tindakan Ibu dalam Pemberian MP-ASI

Pisang Awak pada Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Kampong Baru Kecamatan Tanjung Balai Utara, Kota Tanjung Balai. Skripsi, Universitas

Sumatera Utara.

Sunarjono, Hendro. 2004. Budi Daya Pisang dengan Kultur Jaringan. Jakarta : Penebar Swadaya

Suriah. 2012. Pola Pemberian Makanan Pendamping ASI Bayi 6-12 Bulan pada

Etnis Banjar di Kelurahan Teluk Lerong Ilir. Skripsi, Universitas

Hasanuddin


(64)

Valeria, M. C, Elisvania F. S., Valdemiro C. S. 2011. The Importance Of Prebiotics

In Functional Foods And Clinical Practice. Food and Nutrition Sciences. 2:

133-144

Van loo,J., Coussement, P., De Lenheer,L., Hoebregs,H., and Smits,G.,1995. On the

presence of nulin and oligofructose as natural ingredients in the western diet,critical reviews in food science and nutrition, 35(6), 525-552.

Veereman W, G. 2007. Inulin and Oligofructose: Health Benefits and Claims-A

Critical Reviews: Pediatric Applications of Inulin and Oligofructose1-3. J. Nutr. 137: 2585S-2589S.

WHO, 2002. Guiding Principles for Complementary Feeding of the Breastfeed


(65)

(66)

(67)

(68)

(69)

(70)

(71)

(72)

(73)

(74)

(75)

(76)

(77)

(78)

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Induksi Tunas Pisang Barangan (Musa acuminata L.) Asal Nias Utara Melalui Kultur Jaringan Dengan Pemberian 2,4-D Dan Kinetin

6 75 58

Adaptabilitas Pisang Barangan (Musa acuminata L.) Pada Berbagai Jenis Media Aklimatisasi Dan Tingkat Salinitas

0 25 84

Penggunaan Daun Pisang Batu (Musa Balbisiana Colla) Sebagai Adsorben Untuk Menyerap Logam Crom (Cr) Dan Nikel (Ni)

0 49 67

Studi Pemakaian Tepung Pisang Ambon (Musa acuminata AAA) sebagai Anti-aging Dalam Sediaan Masker

6 108 86

Analisis Kandungan Inulin pada Pisang Barangan (Musa acuminata Colla), Pisang Awak (Musa paradisiaca var Awak) dan pisang kepok (Musa acuminata balbisiana Colla)

0 0 11

Analisis Kandungan Inulin pada Pisang Barangan (Musa acuminata Colla), Pisang Awak (Musa paradisiaca var Awak) dan pisang kepok (Musa acuminata balbisiana Colla)

0 0 2

Analisis Kandungan Inulin pada Pisang Barangan (Musa acuminata Colla), Pisang Awak (Musa paradisiaca var Awak) dan pisang kepok (Musa acuminata balbisiana Colla)

0 0 7

Analisis Kandungan Inulin pada Pisang Barangan (Musa acuminata Colla), Pisang Awak (Musa paradisiaca var Awak) dan pisang kepok (Musa acuminata balbisiana Colla)

1 4 20

Analisis Kandungan Inulin pada Pisang Barangan (Musa acuminata Colla), Pisang Awak (Musa paradisiaca var Awak) dan pisang kepok (Musa acuminata balbisiana Colla)

0 0 4

Analisis Kandungan Inulin pada Pisang Barangan (Musa acuminata Colla), Pisang Awak (Musa paradisiaca var Awak) dan pisang kepok (Musa acuminata balbisiana Colla)

0 0 14