Pengaruh Penerapan Metode Balanced Scorecard Terhadap Peningkatan Kinerja Pada KPP Pratama Medan Belawan

  BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kinerja 2.1.1. PengertiandanPenilaianKinerja Kinerja merupakan istilah umum yang digunakan untuk menunjukkan sebagian atau seluruh tindakan atau aktivitas dari suatu organisasi pada suatu periode seiring dengan referensi pada sejumlah standar seperti biaya- biayamasalaluatau yang diproyeksikansuatudasarefisiensi, pertanggungjawabanatauakuntabilitasmanajemendansemacamnya (Mulyadi, 2001).

  Sedangkanpenilaiankinerjaadalahpenentuansecaraperiodicefektivitasoperas isuatuorganisasi, bagianorganisasidanpersonelnya, berdasarkansasaran, standardankriteria yang telahditetapkansebelumnya.Olehkarenaorganisasipadadasarnyadioperasikanolehs umberdayamanusia, makapengukurankinerjasesungguhnyamerupakanpenilaianatasperilakumanusiada lammelaksanakanperan yang merekamainkandalamorganisasi (Mulyadi, 2001).

  2.1.2.Tujuan Penilaian Kinerja

  TujuandaripenilaiankinerjaberdasarkanKeputusanMenteriKeuangan No. 454/KMK.01/2011 tentangPengelolaanKinerja di lingkunganKementerianKeuanganadalahsebagaiberikut :

1. Organisasi a.

  Membangun organisasi yang terus menerus melakukan penyempurnaan/perbaikan (continuous improvement); b.

  Membentuk keselarasan antar unit kerja; c. Mengembangkan semangat kerja tim (teamwork); d. Menjadi dasar untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi organisasi.

2. Pegawai a.

  Menjadi dasar penataan pegawai; b. Menjadi dasar pertimbangan pemberian penghargaan bagi pegawai; c. Mengembangkan iklim kerja yang kondusif dan kompetitif; d. Mewujudkan pegawai yang kompeten dan memiliki motivasi tinggi sertamemberikan kontribusi maksimal kepada unit kerja; e.

  Membangun komunikasi efektif dan hubungan yang harmonis antara bawahandan atasan; f.

  Tumbuhnya tingkat kepuasan kerja pegawai; g.

  Mengembangkan budaya kerja yang efektif, menghargai kualitas prosesbisnisdan kualitas pegawai sehingga mampu memberikan kontribusi optimal.

  2.1.3.Asas Pengelolaan Kinerja BerdasarkanKeputusanMenteriKeuangan No.454/KMK.01/2011 tentangPengelolaanKinerja di LingkunganKementerianKeuangan, asaspengelolaankinerjaterdiridari : 1.

  Objektivitas, yaitu: a. tugas yang diemban oleh setiap pegawai harus merupakan bagian dari keseluruhan target unit kerja sehingga saling mendukung pencapaian target unitkerja dan memiliki ukuran yang jelas; b. tugas yang diemban harus realistis, menantang dengan memperhitungkanpeluang dan tantangan serta tingkat kesulitan yang dihadapi.

2. Keadilan, yaitu: a.

  tugas yang diemban adalah merupakan pembagian tugas yang disesuaikandengan jabatan setiap pegawai; b. penilaian terhadap keberhasilan tugas pegawai didasarkan pada kontribusipegawai terhadap keberhasilan kinerja atasan langsung; c. penilaian dilakukan secara objektif dan terukur serta didukung data daninformasi yang diperlukan dan dapat dipertanggungjawabkan.

3. Transparansi, yaitu:

  Indikator, metode, dan sumber data penilaian yang digunakan dipahami oleh penilai dan pegawai yang dinilai.

2.2. Prinsip Indikator Penilaian

  Indikator penilaian yang digunakan dalam mengukur keberhasilan pelaksanaaan reformasi birokrasi didasarkan prinsip S M A R T - C di bawah:

  1. Spesific: indikator yang digunakan harus mampu menyatakan sesuatu yang khas/unik dalam menilai kinerja keberhasilan reformasi birokrasi;

  2. Measurable: indikator yang dirancang harus dapat diukur dengan jelas, memiliki satuan pengukuran, dan jelas pula cara pengukurannya;

  3. Achievable: indikator yang dipilih harus dapat dicapai oleh Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah; 4. Relevant: indikator yang dipilih dan ditetapkan harus sesuai dengan visi dan misi, serta sasaran reformasi birokrasi;

  5. Timely: indikator yang dipilih harus memiliki batas waktu pencapaian; 6.

  Continuity: indikator yang dibangun harus berkelanjutan dan dapat menyesuaikan dengan perkembangan kemajuan reformasi birokrasi.

  Ukuran keberhasilan reformasi birokrasi berdasarkan Peraturan Presiden Nomor

  81 Tahun 2010 Tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010 – 2025 menjelaskan harapan dan ukuran keberhasilan pada tahun 2025, antara lain menghasilkan governance yang berkualitas di setiap Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah, ditandai dengan: 1. tidak ada korupsi; 2. tidak ada pelanggaran; 3. APBN dan APBD baik; 4. semua program selesai dengan baik; 5. semua perizinan selesai dengan cepat dan tepat; 6. komunikasi dengan publik baik; 7. penggunaan waktu (jam kerja) efektif dan produktif; 8. penerapan reward dan punishment secara konsisten dan berkelanjutan; dan 9. hasil pembangunan nyata (propertumbuhan, prolapangan kerja, dan propengurangan kemiskinan; artinya, menciptakan lapangan pekerjaan, mengurangi kemiskinan, dan memperbaiki kesejahteraan rakyat).

2.3. KonsepBalanced Scorecard (BSC)

  Konsep Balanced Scorecardpertama kali dipublikasikan Robert S. Kaplan dan David P. Norton di Harvard Business Review tahun 1992 dalam artikel berjudul “Balanced Scorecard-Measures that Drive Performance. Balanced Scorecard dikembangkan sebagai system pengukuran kinerja yang memungkinkan para eksekutif memandang perusahaan dari berbagai perspektif secara simultan.

  Balanced Scorecard (BSC)terdiri dari dua kata yaitu balanced yang secara

  harfiah berarti seimbang dan scorecard yang berarti kartu skor. Scorecard adalah kartu yang digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja seseorang dan/atau suatu kelompok juga untuk mencatat rencana skor yang hendak diwujudkannya.

  Sasaran dari sistem pengukuran adalah memotivasi semua lini pekerja untuk mengimplementasikan strategi dari suatu unit bisnis dengan baik.BSC berusaha untuk mentranslasikan strategi kedalam suatu sistem pengukuran. BSC mengkomunikasikan sasaran dan target ke dalam bahasa operasional. Komunikasi ini akan memfokuskan manajer dan pekerja atas factor-faktor penentu kinerja yang memungkinkan mereka untuk mengambil inisiatif dan tindakan untuk melaksanakan tujuan organisasi.

  Disamping itu BSC memberikan suatu framework, suatu bahasa untuk mengkomunikasikan misi dan strategi, kemudian menginformasikan pada seluruh pekerja tentang apa yang menjadi penentu sukses di saat ini dan yang akan datang.

  Dalam manajemen tradisional, pencapaian visi organisasi diukur hanya dengan menggunakan Return On Investment (ROI) dan residual income kemudian pada era Tahun 1990-an diperkenalkan Economic Value Added (EVA) sebagai penyempurna terhadap ukuran kinerja keuangan terdahulu.

  Dengan Balanced Scorecard, manajemen dapat melakukan evaluasi apakah perubahan kekayaan yang dicapai atau dialami organisasi disebabkan factor sustainable atau hanya suatu keberuntungan atau ketidakmujuran, oleh hasil tindakan yang bersifat strategic atau hanya karena kebetulan. Jika misalnya peningkatan pendapatan disebabkan oleh peningkatan jumlah pelanggan yang puas dan peningkatan jumlah tersebut disebabkan oleh peningkatan kinerja dan komitmen karyawan, serta kinerja dan komitmen ini sebagai akibat dari keberhasilan strategic

  

plan pembelajaran dan pertumbuhan yang ditempuh oleh perusahaan, maka

  peningkatan financial returns yang ditandai dengan peningkatan pendapatan tersebut bersifat sustainable.

  BSC menekankan bahwa pengukuran financial dan non-financial harus menjadi bagian dari sistem informasi untuk karyawan pada setiap tingkatan.Karyawan garda depan perlu mengerti konsekuensi financial dari setiap keputusan dan kegiatannya. Manajemen harus mengerti driver dari kesuksesan financial perusahaan dalam jangka panjang.

  BSC harus menterjemahkan misi strategi perusahaan kedalam tujuan dan pengukuran yang nyata. Pengukuran itu akan menghasilkan keseimbangan (balance) antara pengukuran eksternal pemegang saham dan customer serta pengukuran internal proses bisnis, inovasi dan learning & growth.

  Pengukuran itu diseimbangkan (balanced) dengan pengukuran pengeluaran (hasil dari usaha masa lampau) dan pengukuran yang menggerakkan performa yang akan datang. Lalu scorecard diseimbangkan antara tujuan, pengukuran pengeluaran secara qualified dan penggerak performa dari pengukuran pengeluaran yang subyektif.

  Adapun komponen-komponen penting dalam balanced scorecard terdiri atas : 1.

   Financial Perspective

  Perspektif keuangan biasanya berhubungan dengan kenaikan pendapatan, memperbaiki biaya dan produktifitas, menambah guna pemanfaatan asset dan mengurangi resiko agar dapat melengkapi kebutuhan rantai hubungan keseluruhan perspektif scorecard. Menurut Kaplan dan Norton (1996) ada dua factor pendukung dalam perspektif keuangan yaitu : a.

  Menghubungkan Tujuan Keuangan dengan Strategi Unit Bisnis Tujuan keuangan mungkin sangat berbeda untuk setiap tahap pada siklus hidup bisnis.Teori strategi bisnis menawarkan beberapa strategi yang berbeda yang dapat diikuti oleh unit bisnis, dari pertumbuhan pangsa pasar yang agresif sampai pada konsolidasi bisnis, keluar dan likuidasi. Untuk menyederhanakannya Kaplan dan Norton mendefinisikan kedalam tiga tahap yaitu : 1)

  Tumbuh (Growth) Pada tahap ini perusahaan memiliki produk atau jasa yang secara signifikan memiliki tingkat pertumbuhan yang baik sekali atau paling tidak memiliki potensi untuk berkembang. Untuk menciptakan potensi ini, kemungkinan seorang manajer harus terikat komitmen untuk mengembangkan suatu produk atau jasa baru, membangun dan mengembangkan fasilitas produksi, menambah kemampuan operasi, mengembangkan sistem, infrastruktur dan jaringan distribusi yang akan mendukung hubungan global serta membina dan mengembangkan hubungan pelanggan. Mengkapitalisasikan potensi itu, mereka menggunakan sumber daya yang ada untuk mengembangkan dan meningkatkan produk dan jasa baru; membangun dan memperluas sarana produksi; membangun kemampuan operasi; investasi sistem, infrastruktur, serta menjalin dan mengembangkan hubungan dengan pelanggan.

  2) Tahap Bertahan (Sustain)

  Pada tahap ini, perusahaan masih melakukan investasi dan reinvestasi dengan mempersyaratkan tingkat pengambilan yang terbaik.Perusahaan berusaha mempertahankan pangsa pasar yang ada dan mengembangkannya apabila memungkinkan investasi yang dilakukan biasanya diarahkan untuk menghilangkan kemacetan, mengembangkan kapasitas dan meningkatkan perbaikan operasional secara konsisten.

  3) Tahap Panen (Harvest)

  Merupakan tahap kematangan, yaitu suatu tahap dimana perusahaan melakukan penuaian atas investasi yang dilakukan.Perusahaan tidak lagi melakukan investasi lebih jauh kecuali untuk pemeliharaan dan perbaikan fasilitas bukan untuk melakukan ekspansi atau membangun suatu kemampuan baru.

2. Tema Strategis untuk Perspektif Keuangan

  Pada setiap tahap siklus bisnis, balanced scorecard menyediakan beberapa alternatip pelaksanaan strategi perusahaan yang digolongkan sebagai pemicu strategi perusahaan. Kaplan dan Norton membagi dalam tiga tema untuk perspektif keuangan yaitu : a.

  Bauran dan Pertumbuhan (revenue growth and mix)

  Dimana dengan pengembangan produk dan jasa yang ditawarkan, menjangkau pelanggan dan pasar baru, mengubah bauran produk dan jasa melalui penawaran penambahan nilai yang lebih tinggi dengan mengubah harga pokok produksi.

  b.

  Pengurangan biaya/ peningkatan produktivitas (cost reduction/production

  improvement )

  Berkaitan dengan upaya untuk menurunkan biaya langsung produk serta jasa, mengurangi biaya tidak langsung, ataupun berbagai sumber yang sama dengan unit usaha yang lain.

  c.

  Pemanfaatan aktiva/strategi investasi (asset utilization investment strategy) Sasarannya adalah manajer harus berusaha untuk memanfaatkan aktiva secara optimal dengan cara mengoptimalkan kapasitas, menggunakan sumber daya yang langka secara efisien dan mengganti asset yang memberikan pengembalian yang tidak sebesar pasarnya.

3. Perspektif Pelanggan

  Dalam perspektif pelanggan, manajer mengidentifikasi segmen pasar dimana perusahaan akan berkompetisi dan mengukur kinerja unit bisnis, adapun ukuran kinerja unit bisnis dalam target ini menurut Kaplan dan Norton dibagi atas : a.

  Kelompok pengukuran pelanggan utama

  Kelompok ukuran pelanggan utama pada umumnya sama untuk semua jenis perusahaan, yang terdiri dari : 1)

  Pangsa pasar (Market Share), yaitu mengukur seberapa besar proporsi segmen pasar tertentu yang dikuasai oleh perusahaan.

  2) Retensi pelanggan (Customer Retention), yaitu mengukur seberapa banyak perusahaan yang berhasil dalam mempertahankan pelanggan lama

  3) Tingkat kepuasan pelanggan (Customer Satisfaction), yaitu mengukur seberapa jauh para pelanggan merasa puas terhadap layanan perusahaan

  4) Akuisisi pelanggan (Customer Acquisition), yaitu mengukur seberapa banyak perusahaan berhasil menarik pelanggan-pelanggan-pelanggan baru.

  5) Tingkat profitabilitas pelanggan (Customer Profitability), yaitu mengukur seberapa besar keuntungan yang berhasil diraih oleh perusahaan dari penjualan produk kepada para pelanggan.

  b.

  Kelompok diluar kelompok utama Dalam mengukur proposisi nilai pelanggan digunakan value proposition yang menggambarkan atribut yang disajikan perusahaan dalam produk dan jasa yang dijual untuk menciptakan loyalitas dan kepuasan konsumen.Value proposition adalah konsep penting dalam memahami faktor pendorong yaitu pengukuran utama kepuasan, akuisisi, retensi serta pangsa pasar dan pangsa rekening pelanggan. Atribut yang disajikan perusahaan dapat dibedakan dalam tiga kategori (Kaplan dan Norton) yaitu : 1)

  Produk/ jasa (Product or service attribute) Kategori ini meliputu fungsi dari produk dan jasa, harga dan kualitasnya.Dalam hal ini preferensi konsumen bias berbeda-beda, ada konsumen yang mengutamakan fungsi dari produk, penyampaian tepat waktu dan harga yang murah.

  Disamping itu ada konsumen yang mau membayar pada tingkat harga yang tinggi untuk ciri dan atribut dari produk atau jasa yang dibelinya.

  2) Hubungan pelanggan (Customer Relationship)

  Kategori ini menyangkut perasaan pelanggan terhadap proses pembelian, perasaan konsumen ini dapat dipengaruhi oleh tingkat responsibilitas dan komitmen perusahaan terhadap pelanggan. 3)

  Citra dan reputasi (Image and Reputation) Kategori ini menggambarkan faktor-faktor tidak berwujud yang menarik dari seorang konsumen untuk berhubungan dengan perusahaan. Membangun citra dan reputasi dapat dilakukan melalui iklan dan menjaga serta mempertahankan apa yang dijanjikan kepada konsumen.

4. Perspektif Proses Bisnis Internal

  Dalam perspektif proses bisnis internal, para manajer berusaha mengidentifikasi proses-proses yang sangat penting untuk mencapai tujuan pelanggan dan pemegang saham. Perusahaan biasanya mengembangkan tujuan dan ukuran-ukuran untuk perspektif ini setelah dirumuskan tujuan dan ukuran perspektif keuangan dan pelanggan. Pendekatan balanced scorecard dalam perspektif bisnis internal, menurut Kaplan dan Norton dibagi menjadi: a.

  Proses inovasi Dalam proses inovasi ini dibagi menjadi dua bagian yaitu :

  1) Mengidentifikasi kebutuhan pasar

  2) Menciptakan produk atau jasa untuk memenuhi kebutuhan pasar

  Adapun tolak ukur yang dapat digunakan dalam proses inovasi ini diantaranya adalah : 1)

  Banyaknya produk baru yang berhasil dikembangkan secara relative jika dibandingkan dengan para pesaing dan target perusahaan.

  2) Besarnya penjualan produk-produk baru yang berhasil dikembangkan tersebut.

  3) Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk berhasil menjual produk- produk baru

  4) Besarnya biaya yang dibutuhkan untuk mengembangkan produk- produk baru secara relative dibandingkan dengan para pesaing dan target perusahaan

  5) Frekuensi modifikasi yang harus dilakukan selama proses pengembangan produk-produk secara relative jika dibandingkan dengan para pesaing dan target perusahaan.

  b.

  Proses Operasi Proses operasi perusahaan mencerminkan aktivitas yang dilakukan perusahaan, dari saat penerimaan order pelanggan sampai produk atau jasa tersebut dikirimkan kepada pelanggan. Dalam aktivitas ini dibagi menjadi dua bagian yaitu : 1)

  Proses produksi Tolak ukur dari proses produksi terdiri dari :

  a) Pengukuran segi kualitas dengan menggunakan konsep biaya mutu b)

  Pengukuran tentang kinerja operasi dari aspek biaya atas kegiatan dalam produksi barang c)

  Pengukuran waktu yang digunakan dalam memproduksi barang 2)

  Proses penyerahan produk atau jasa kepada pelanggan Dalam proses ini sering juga disebut sebagai aktivitas pemasaran, dimana dalam aktivitas ini dilakukan untuk membujuk dan sekaligus menyediakan sarana sehingga pelanggan dapat membeli barang atau jasa tersebut

5. Perspektif Pembelajaran dan pertumbuhan

  Dalam proses ini perusahaan harus memperhatikan tiga prinsip utama yaitu manusia, sistem dan prosedur organisasi. Perspektif keuangan, pelanggan dan sasaran dari proses bisnis internal dapat mengungkapkan kesenjangan yang besar antara kemampuan yang ada dari manusia,sistem dan prosedur organisasi.

  Perspektif keuangan, pelanggan dan sasaran dari proses bisnis internal dapat mengungkapkan kesenjangan yang besar antara kemampuan yang ada dari manusia, sistem dan prosedur dengan apa yang dibutuhkan untuk mencapai suatu kinerja yang handal.

  Untuk mencapai kesenjangan ini perusahaan harus melakukan investasi dalam bentuk melatih pegawai dalam meningkatkan kemampuan sistem dan teknologi informasi, meluruskan prosedur dan perbaikan rutinitas. Dalam proses pembelajaran dan pertumbuhan menurut Kaplan dan Norton yang membaginya menjadi tiga kategori utama yang harus diperhatikan yaitu : a.

  Kemampuan pekerja (Employee Capabilities) Kepuasan pekerja merupakan hal penentu dari tingkat produktifitas, tanggungjawab, kualitas dan pelayanan pelanggan untuk mengetahui tingkat kepuasan pekerja perusahaan perlu melakukan survey terhadap pekerja secara teratur. b.

  Kemampuan sistem informasi (Information Systems Capabilities) Motivasi dan keahlian pekerja mungkin diperlukan untuk mencapai sasaran yang luas dalam tujuan pelanggan dan proses bisnis internal, tetapi dengan itu saja tidak cukup, jika ingin pekerja bekerja secara efektif dalam lingkungan kompetitif dunia bisnis perlu didapat banyak informasi mengenai pelanggan, proses bisnis internal dan konsekuensi keputusan finansial perusahaan.

  c.

  Motivasi, Pemberdayaan dan Keselarasan (Motivation, Empowerment

  and Alignment )

  Walaupun pegawai yang trampil dilengkapi dengan akses kepada informasi yang luas, tidak akan memberikan kontribusi bagi keberhasilan perusahaan jika mereka tidak termotivasi bertindak untuk kepentingan terbaik bagi perusahaan, atau jika mereka tidak diberikan kebebasan dalam membuat keputusan dan dalam mengambil keputusan.

2.4. Efektivitas 2.4.1.

  Pengertian Efektivitas Berbagai pihak mendefinisikan efektivitas secara berbeda. Perbedaan tersebut dapat disebabkan karena berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain: jenis lingkungan yang diamati (private atau public), level organisasi yang diamati, tujuan organisasi dan lain-lain. Menurut Gedeian “That is, the greater

  the extent it which an organization’s goals are met or surpassed, the greater its

  

effectiveness ” (Semakin besar pencapaian tujuan-tujuan organisasi semakin besar

efektivitas) (Gedeian dkk, 1991:61).

  Definisi tersebut menekankan pada hubungan efektivitas dan pencapaian tujuan organisasi. Tujuan organisasi tercermin dalam pernyataan visi dan misi.

  Jika misi dapat dijalankan dengan baik dan organisasi berada pada jalur pencapaian visi, dapat dikatakan organisasi tersebut efektif. Definisi efektivitas dalam “Organization Theory and Design” di atas tampaknya mengambil level organisasi secara keseluruhan.

  Dari sudut pandang organisasi publik, penulis mengutip pandangan Mahmudi dalam bukunya “Manajemen Kinerja Sektor Publik” . Efektivitas diartikan sebagai berikut: “Efektivitas merupakan hubungan antara output dengan tujuan, semakin besar kontribusi (sumbangan) output terhadap pencapaian tujuan, maka semakin efektif organisasi, program atau kegiatan” (Mahmudi, 2005:92).

  Berdasarkan pendapat tersebut, efektivitas diukur dari seberapa besar kontribusi output terhadap outcome. Semakin besar kontribusi output, maka semakin efektif suatu program atau kegiatan. Efektivitas berfokus pada outcome (hasil) yang akan dilihat pada level program atau kegiatan. Efektivitas dari sudut pandang manajemen memiliki dimensi ‘keberhasilan usaha” suatu pusat tanggung jawab (manajer).

  MenurutSupriyono dalam bukunya “Sistem Pengendalian Manajemen” mendefinisikan pengertian efektivitas sebagai berikut: “Efektivitas merupakan hubungan antara keluaran suatu pusat tanggung jawab dengan sasaran yang mesti dicapai, semakin besar konstribusi daripada keluaran yang dihasilkan terhadap nilai pencapaian sasaran tersebut, maka dapat dikatakan efektif pula unit tersebut” (Supriyono, 2000:29). Berdasarkan definisi di atas, efektivitas terkait erat dengan adanya suatu efek atau akibat yang dikehendaki dan menekankan pada hasil atau efek tersebut dalam pencapaian tujuan.

  Soewarno Handayaningrat dalam bukunya “Sistem Birokrasi Pemerintah”, sebagai berikut: “Efektivitas merupakan penilaian hasil pengukuran dalam arti tercapainya tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Efektivitas perlu diperhatikan sebab mempunyai efek yang besar terhadap kepentingan orang banyak” (Handayaningrat, 1985:16). Dari definisi tersebut, efektivitas mempunyai kontribusi terhadap tercapainya kepentingan banyak orang dalam organisasi.

  Dapat diartikan bahwa kebutuhan atas suatu efektivitas dalam organisasi bukan hanya ada pada pimpinan puncak, presiden atau menteri saja misalnya, namun juga seluruh elemen dalam organisasi. Di dalam lingkungan pemerintah, efektivitas perlu diwujudkan salah satunya sebagai wujud pertanggungjawaban terhadap rakyat: menjamin tercapainya tujuan bernegara di Preambule UUD 1945. Pencapaian tujuan itu akan di-breakdown ke dalam setiap outcome yang melekat pada berbagai program dan tujuan pemerintah.

  Dari berbagai cara pandang terhadap efektivitas, dalam makalah ini kami mendeskripsikan efektivitas sebagai tingkat pencapaian outcome dari output yang dihasilkan oleh sebuah organisasi yang tercermin dalam program/kegiatannya.

2.4.2. Pengukuran Efektivitas

  Banyak kendala dalam pengukuran efektivitas. Kendala utama adalah bahwa efektivitas diukur dari tercapainya suatu outcome, dimana outcome lebih bayak menggunakan ukuran kualitatif. Pengukuran kualitatif menyebabkan penafsiran yang beragam yang berpengaruh terhadap kesimpulan pengukuran.

  Banyak organisasi mencoba menguantifikasikan ukuran-ukuran kualitatif yang melekat pada outcome kemudian menarik kesimpulan menggunakan standard tertentu. Namun hal tersebut tidak mudah, karena muncul masalah kedua berupa penetapan standar yang sangan terpengaruh faktor situasional.

  Dengan kata lain, standar efektivitas di suatu daerah akan menjadi tidak relevan jika diterapkan di daerah lain.

  Menurut David Krech ukuran efektifitas adalah : 1.

  Jumlah hasil yang dapat dikeluarkan, artinya hasil tersebut berupa kuantitas atau bentuk fisik dari organisasi, program atau kegiatan. Hasil dimaksud dapat dilihat dari perbandingan (ratio) antara masukan (input) dengan keluaran (output).

  2. Tingkat kepuasan yang diperoleh, artinya ukuran dalam efektivitas ini dapat kuantitatif (berdasarkan pada jumlah atau banyaknya) dan dapat kualitatif (berdasarkan pada mutu).

  3. Produk kreatif, artinya penciptaan hubungannya kondisi yang kondusif dengan dunia kerja, yang nantinya dapat menumbuhkan kreativitas dan kemampuan.

  4. Intensitas yang akan dicapai, artinya memiliki ketaatan yang tinggi dalam suatu tingkatan intens sesuatu, dimana adanya rasa saling memiliki dengan kadar yang tinggi. (dalam Danim, 2004:119-120). Dari pendapat di atas, terlihat bahwa untuk mengukur efektivitas juga diperlukan pengukuran terhadap ratio input terhadap output (efisiensi). Ukuran kualitatif efektivitas dapat dilihat salah satunya dari kepuasan.

  Menurut Cambell beberapa ukuran dari pada efektivitas, yaitu: 1.

  Kualitas artinya kualitas yang dihasilkan oleh organisasi 2. Produktivitas artinya kuantitas dari jasa yang dihasilkan 3. Kesiagaan yaitu penilaian menyeluruh sehubungan dengan kemungkinan dalam hal penyelesaian suatu tugas khusus dengan baik

  4. Efisiensi merupakan perbandingan beberapa aspek prestasi terhadap biaya untuk menghasilkan prestasi tersebut

  5. Penghasilan yaitu jumlah sumber daya yang masih tersisa setelah semua biaya dan kewajiban dipenuhi

  6. Pertumbuhan adalah suatu perbandingan mengenai eksistensi sekarang dan masa lalunya

  7. Stabilitas yaitu pemeliharaan struktur, fungsi dan sumber daya sepanjang waktu

  8. Kecelakaan yaitu frekuensi dalam hal perbaikan yang berakibat pada kerugian waktu

  9. Semangat Kerja yaitu adanya perasaan terikat dalam hal pencapaian tujuan, yang melibatkan usaha tambahan, kebersamaan tujuan dan perasaan memiliki; 10.

  Motivasi artinya adanya kekuatan yang mucul dari setiap individu untuk mencapai tujuan;

  11. Kepaduan yaitu fakta bahwa para anggota organisasi saling menyukai satu sama lain, artinya bekerja sama dengan baik, berkomunikasi dan mengkoordinasikan; 12. Keluwesan Adaptasi artinya adanya suatu rangsangan baru untuk mengubah prosedur standar operasinya, yang bertujuan untuk mencegah keterbekuan terhadap rangsangan lingkungan (Steers,1985:46-48).

  Sesuai uraian di atas, ukuran efektivitas merupakan suatu standar akan terpenuhinya sasaran dan tujuan. Selain itu, efektivitas juga menunjukan sejauh mana organisasi, program/ kegiatan melaksanakan fungsi-fungsinya secara optimal.

2.4.3. Kriteria Efektivitas

  Beberapa kriteria efektivitasyaknisebagaiberikut : 1.

  Efektivitas Pemerintahan Dalam Perspektif World Bank Menurut Daniel Kauffman, Aart Kraay dan Pablo Zoido “Efektivitas pemerintahan (governmenteffectiveness) merupakan salah satu komponen dari enam komponen Worldwide Governance Index (WGI).”WGI ini mencakup 212 negara dan sudah diterbitkan secara rutin sejak tahun 1996.

  Keenam komponen WGI antara lain sebagai berikut: a.

  Voice and Accountability (VA) - menilai persepsi sampai sejauh mana seorang warga negara dapat berpartisipasi dalam memilih pemerintahannya sebagaimana kebebasan berekspresi, kebebasan berserikat, dan kebebasan media; b.

  Political Stability and Absence of Violence/Terrorism (PV) – menilai persepsi kecenderungan bahwa pemerintahan dapat diganggu stabilitasnya atau digulingkan dengan cara-cara tidak konstitutional atau kekerasan, termasuk terorisme, dan kekerasan yang bermotivasi politis; c. Government Effectiveness (GE) - menilai persepsi kualitas pelayanan publik oleh instansi pemerintah dan tingkat kemandirian dari tekanan-tekanan politis, kualitas formulasi kebijakan dan penerapannya, dan kredibilitas dari komitmen pemerintah atas kebijakan-kebijakan tersebut; d.

  Regulatory Quality (RQ) - menilai persepsi tentang kemampuan pemerintah dalam merumuskan dan menerapkan kebijakan-

  dan

  kebijakan ketentuan-ketentuan yang sehat (sound policies and

  regulations ) yang mengizinkan dan mendorong pengembangan

  sektor swasta; e. Rule of Law (RL) - menilai persepsi sampai sejauh mana warga negara memiliki keyakinan dan mematuhi aturan-aturan dalam masyarakat dan secara khusus terhadap kualitas penegakan perjanjian (the quality of contract enforcement), hak-hak kepemilikan, kepolisian dan pengadilan sebagaimana halnya kecenderungan kriminalitas dan kekerasan; f.

  Control of Corruption (CC) - menilai persepsi sampai sejauh mana kewenangan publik dimanfaatkan (public power is exercised) untuk keuntungan pribadi, baik dalam bentuk korupsi tingkat kecil maupun tinggi (petty and grand forms of corruption) , seperti halnya "pemenjaraan" (capture) terhadap negara oleh para elit dan sektor swasta yang berkepentingan.

  Keenam dimensi dari governance di atas tidak harus dilihat sebagai sesuatu yang berdiri sendiri satu sama lainnya. Komponen Efektivitas Pemerintahan (Government Effectiveness) Indonesia pada tahun 2009 mencapai angka nilai -2,1 (World Bank, 2009). Skala ukuran yang digunakan untuk indeks efektivitas pemerintahan adalah dari -2.5 (bad governance ) sampai +2.5 (good governance).

  Terhadap setiap komponen digunakan metodologi statistik yang disebut

  Unobserved Components Model (UCM) untuk: a.

  standarisasi data yang berasal dari berbagai sumber menjadi unit- unit yang dapat diperbandingkan, b. konstruksi indikator agregat dari governance sebagai suatu rata-rata tertimbang dari variabel-variabel sumber data, dan c. konstruksi margin kesalahan yang merefleksikan ketidaktepatan pengukuran governance yang tidak dapat dihindarkan.

2. Efektivitas Pemerintahan Dalam Perspektif BPK

  Efektivitas pada dasarnya adalah pencapaian tujuan. Efektivitas berkaitan dengan hubungan antara output yang dihasilkan dengan tujuan yang dicapai (outcome). Efektif berarti output yang dihasilkan telah memenuhi tujuan yang telah ditetapkan.

  Untuk melakukan pemeriksaan atas efektivitas suatu entitas, maka pertanyaan-pertanyaan berikut perlu dipertimbangkan: a.

  Apakah output yang dihasilkan telah dimanfaatkan sebagaimana diharapkan? b.

  Apakah output yang dihasilkan konsisten dengan tujuan? c.

  Apakah dampak yang dinyatakan berasal dari output yang dihasilkan dan bukan dari pengaruh lingkungan luar? Langkah-langkah pengukuran efektivitas adalah sebagai berikut: a.

  Identifikasi tujuan (outcome) yang telah ditetapkan sebelumnya; b. Identifikasi output aktual; c. Penentuan unit pengukuran output dan outcome; d. Pembandingan antara output dan outcome; dan e. Interpretasi hasil.

3. Efektivitas Pemerintahan Dalam Perspektif Peraturan Menteri Negara

  Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Kriteria dan Ukuran Keberhasilan Reformasi Birokrasi Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan

  Reformasi Birokrasi Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Kriteria dan Ukuran Keberhasilan Reformasi Birokrasi berisi penjabaran kriteria dan ukuran keberhasilan reformasi birokrasi sebagaimana termuat di dalam Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010 - 2025 dan Peratuan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2010 tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2010 - 2014. Uraian atau penjabaran tersebut terutama mengenai penjelasan masing-masing indikator keberhasilan dan metode penyusunannya.

2.5. Kerangka Konseptual

  Dalam mendukung Reformasi di bidang Perpajakan dan peningkatan penerimaan negara, KPP Pratama Medan Belawan telah mengimplementasikan Balanced Scorecarddalam kegiatan operasionalnya.

  Kerangka Konseptual yang mendasari penerapan metode

  BalancedScorecard dapat dilihat dari gambar berikut : Balanced Scorecard

  Perspektif Pembelajaran

  H1

  H1 Perspektif Proses Bisnis

  H2

  Internal H2 H5 Peningkatan Kinerja KPP Perspektif Pelanggan Pratama Medan H3

  Perspektif Keuangan H4

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Pengaruh Penerapan BSC 2.5.1.

  Hubungan Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan dengan Peningkatan Kinerja KPP Pratama Medan Belawan.

  Kemampuan Perusahaan dalam lingkungan bisnis yang selalu berubah sangat ditentukan oleh kompetensi dan komitmen sumber daya manusia dan ketersediaan sarana, prasarana, dan teknologi yang memadai. Kompetensi dan komitmen personel ditentukan oleh kualitas organisasi dalam mengorganisasi sumber daya manusia. Menurut Kaplan (1996 : 127) suatu organisasi bisnis sangat penting untuk memperhatikan karyawan, memberi kesejahteraanya, dan memeprhatikan pengetahuan mereka karena hal ini akan meningkatkan kinerja perusahaan dari perspektif balanced scorecard yang lain. Pada perspektif pembelajaran dan pertumbuhan terdapat tiga kategori utama, yaitu :

1. Kapabilitas pekerja (employee capability)

  Para pegawai diharapkan memiliki kompetensi yang tinggi dalam melaksanakan berbagai tanggung jawab pekerjaan. Guna meningkatkan kemampuan dan pengetahuan pegawai maka perlu untuk senantiasa diselenggarakan pendidikan dan pelatihan (diklat) maupun in house training untuk terus melengkapi kebutuhan informasi terhadap peraturan terbaru di bidang perpajakan.

  2. Kapabilitas sistem informasi (information system capabilities) Dunia bisnis yang semakin kompetitif dewasa ini menuntut kita untuk terus mendapatkan informasi yang lengkap dan akurat. Begitu pula halnya dengan sistem informasi di Direktorat Jenderal Pajak terus mengalami transformasi untuk menunjang ketersediaan informasi terkait wajib pajak maupun informasi dari pihak eksternal.

  Pelaksanaan tugas sebagian besar juga dilaksanakan dengan menggunakan aplikasi diantaranya : Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak (SIDJP), Approweb (Aplikasi Profil Berbasis Web), Aplikasi Laporan Penagihan Pajak (ALPP), Aplikasi Laporan Pemeriksaan Pajak (ALPP), SIMAK BMN (Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara), Sistem Informasi Kepegawaian, Keuangan dan Aktiva (SIKKA), dan Portal Direktorat Jenderal Pajak.

3. Motivasi, pemberdayaan dan keselarasan

  Walaupun para pegawai yang terampil sudah diberi akses informasi yang luas, tetapi jika mereka tidak termotivasi bertindak untuk kepentingan terbaik perusahaan, maka tidak akan member kontribusi untuk keberhasilan perusahaan. Begitu pula jika mereka tidak diberikan kebebasan membuat keputusan dan tindakan. Perusahaan perlu memberikan dukungan motivasi dan pemberdayaan pekerja berupa delegasi wewenang yang memadai untuk mengambil keputusan.

2.5.2. Hubungan Perspektif Proses Bisnis Internal dengan Peningkatan Kinerja KPP Pratama Medan Belawan.

  Kinerja perusahaan dari perspektif proses bisnis internal yang diselenggarakan oleh perusahaan adalah segala sesuatu yang dilakukan perusahaan dalam usahanya memuaskan konsumen. Perusahaan harus memilih proses dan kompetensi yang menjadi unggulan dan menentukan ukuran untuk menilai kinerja proses dan kompetensi tersebut. Sistem pengukuran kinerja proses bisnis internal didefinisikan secara komplet sebagai rantai nilai yang dimulai dari proses inovasi, dilanjutkan waktu produksi (throughput) dan diakhiri dengan pelayanan purna jual. (Kaplan,1996 : 93).

  Sehubungan dengan giatnya pembenahan birokrasi di bidang Perpajakan sekarang ini Menteri keuangan mengeluarkan KMK No.

  187/KMK.01/2010 tanggal 3 Mei 2010 dan dijabarkan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-79/PJ/2010.

  Layanan Unggulan Bidang Perpajakan ini terdiri dari 16 jenis layanan, yang terdiri dari:

1. Pelayanan Penyelesaian Permohonan Pendaftaran Nomor Pokok

  Wajib Pajak(NPWP)Jangka waktu penyelesaian: 1 (satu) hari kerja sejak permohonan pendaftaran NPWP diterima secara lengkap atau 1 (satu) hari kerja sejak informasi pendaftaran melalui Sistem e- Registration diterima Kantor Pelayanan Pajak (KPP), sepanjang permohonan pendaftaran NPWP diisi secara lengkap.

  2. Pelayanan Penyelesaian Permohonan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP)Jangka waktu penyelesaian: 1 (satu) hari kerja sejak permohonan diterima lengkap.

  3. Pelayanan Penyelesaian Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran PPNJangka waktu penyelesaian: Untuk Wajib Pajak yang memenuhi kriteria tertentu (WP Patuh) sesuai

  Pasal 17C UU KUP: 7 (tujuh) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap. Proses melalui penelitian. Untuk Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan sesuai Pasal 17D UU KUP: 1 (satu) bulan sejak saat diterimanya permohonan secara lengkap. Untuk Wajib Pajak selain yang memenuhi syarat Pasal 17C dan Pasal

  17D UU KUP: jangka waktu penyelesaian adalah paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal WP datang memenuhi surat panggilan dalam Rangka Pemeriksaan Kantor atau paling lama 8 (delapan) bulan sejak tanggal Surat Perintah Pemeriksaan Lapangan.

  4. Pelayanan Penerbitan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP). Jangka waktu penyelesaian: 3 (tiga) minggu sejak: permohonan WP diterima; Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)/Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP) diterbitkan;Surat Keputusan (SK) Keberatan, SK

  Pembetulan, SK Pengurangan Sanksi Administrasi atau SKP Penghapusan Sanksi Administrasi, SKP Pengurangan Ketetapan Pajak atau SK Pembatalan Ketetapan Pajak, yang menyebabkan terjadinya kelebihan pembayaran pajak, diterbitkan;Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan terjadinya kelebihan pembayaran pajak, diterima kantor DJP yang berwenang melaksanakan Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali.

  5. Pelayanan Penyelesaian Permohonan Keberatan Penetapan PPh, PPN dan PPnBM. Jangka waktu penyelesaian: 9 (sembilan) bulan sejak tanggal surat permohonan diterima.

  6. Pelayanan Penyelesaian Surat Keterangan Bebas (SKB) Pemungutan PPh Pasal 22 Impor. Jangka waktu penyelesaian: 5 (lima) hari kerja seja surat permohonan diterima lengkap.

  7. Pelayanan Penyelesaian Permohonan Pengurangan PBB Jangka waktu penyelesaian: KPP Pratama dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak permohonan pengurangan diterima,Kantor Wilayah DJP dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak permohonan pengurangan diterima;Kantor Pusat DJP dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) bulan sejak permohonan diterima lengkap.

  8. Pelayanan Pendaftaran Objek Pajak Baru dengan Penelitian Kantor Jangka waktu penyelesaian: 3 (tiga) hari kerja sejak surat permohonan diterima lengkap.

  9. Pelayanan Penyelesaian Mutasi Seluruhnya Objek dan Subjek PBB Jangka waktu penyelesaian: 5 (lima) hari kerja sejak surat permohonan diterima lengkap.

  10. Pelayanan Penyelesaian Permohonan Surat Keterangan Bebas (SKB) Pemotongan PPh Pasal 23. Jangka waktu penyelesaian: 1 (satu) bulan sejak surat permohonan diterima secara lengkap.

  11. Pelayanan Penyelesaian Permohonan Surat Keterangan Bebas (SKB) Pemotongan PPh atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto SBI yang diterima atau Diperoleh Dana Pensiun Yang Pendiriannya telah Disahkan oleh Menteri Keuangan. Jangka waktu penyelesaian: 7 (tujuh) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap.

  12. Pelayanan Penyelesaian Permohonan Surat Keterangan Bebas (SKB) PPh atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan Jangka waktu penyelesaian: 3 (tiga) hari kerja sejak tanggal surat permohonan diterima secara lengkap.

  13. Pelayanan Penyelesaian Permohonan Surat Keterangan Bebas (SKB) PPN atas Barang Kena Pajak Tertentu. Jangka waktu penyelesaian: 5 (lima) hari kerja setelah surat permohonan diterima secara lengkap.

  14. Pelayanan Penyelesaian Permohonan Keberatan PBB Jangka waktu penyelesaian: 9 (sembilan) bulan sejak surat permohonan diterima.

  15. Pelayanan Penyelesaian Permohonan Pengurangan dan Penghapusan Sanksi Administrasi. Jangka waktu penyelesaian: 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya berkas permohonan lengkap.

  16. Pelayanan Penyelesaian Permohonan Pengurangan dan Pembatalan Ketetapan Pajak yang Tidak Benar. Jangka waktu penyelesaian: 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya berkas permohonan Wajib Pajak.

2.5.3. Hubungan Perspektif Pelanggan dengan Peningkatan Kinerja KPP Pratama Medan Belawan.

  Perspektif pelanggan adalah perspektif yang berorientasi pada Wajib Pajak karena mereka lah pemakai produk/jasa yang dihasilkan organisasi. Dengan kata lain, organisasi harus memperhatikan apa yang diinginkan oleh pelanggan. Kepentingan pelanggan digolongkan dalam hal berikut : waktu, kualitas, kinerja dan layanan. Pelayanan yang baik kepada para Wajib Pajak dan memenuhi waktu layanan yang telah ditetapkan akan memberikan dampak positif bagi kinerja KPP Pratama Medan Belawan dan memungkinkan pencapaian target penerimaan dalam tahun tersebut.

  2.5.4 Hubungan Perspektif Keuangan dengan Peningkatan Kinerja KPP Pratama Medan Belawan.

  Perspektif keuangan biasanya berhubungan dengan kenaikan pendapatan, memperbaiki biaya dan produktifitas, menambah guna pemanfaatan asset dan mengurangi resiko agar dapat melengkapi kebutuhan rantai hubungan keseluruhan perspektif scorecard.

  Remunerasi yang telah berlangsung di Kementerian Keuangan pada umumnya dan Direktorat Jenderal Pajak pada khususnya telah ikut mempengaruhi peningkatan kinerja pegawai sehingga memberikan dampak positif pada peningkatan kinerja KPP Pratama Medan Belawan.

  Sistem pencatatan yang baik atas asset dan laporan keuangan juga turut mempengaruhi perbaikan di bidang keuangan KPP Pratama Medan Belawan.

2.6. Tinjauan Penelitian Terdahulu

  Berikutiniadalah beberapa penelitian terdahulu yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan :