BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air Air menutupi sekitar 70 permukaan bumi, dengan jumlah sekitar 2.368 juta km - Penetapan Kadar Nitrat (NO3-) dan Nitrit (NO2-) Dalam Air Baku di PDAM Tirtanadi IPA Sunggal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Air

  Air menutupi sekitar 70% permukaan bumi, dengan jumlah sekitar 2.368

  3

  juta km . Air terdapat dalam berbagai bentuk, misalnya uap air, es, cairan, dan salju. Air tawar terutama terdapat di sungai, danau, air tanah (ground water), dan gunung es (glacier). Semua badan air di daratan dihubungkan dengan laut dan atmosfer melalui siklus hidrologi yang berlangsung secara kontinu (Effendi, H, 2003).

  Pemanfaatan air bersih dapat digunakan untuk keperluan-keperluan seperti: akan di olah menjadi air siap minum, untuk keperluan keluarga (cuci, mandi), sarana pariwisata (air terjun), pada industri (sarana pendingin), sebagai alat pelarut (dalam bidang farmasi/kedokteran), pelarut obat–obatan dan infus (apabila air tersebut telah diolah menjadi air steril), sebagai sarana irigasi, sebagai sarana peternakan, dan sebagai sarana olahraga (kolam renang) (Gabriel, 2001).

  Air baku adalah sarana dan prasarana pengambilan dan/atau penyedia air baku, meliputi bangunan penampungan air, bangunan pengambilan/penyadap, alat pengukuran, dan peralatan pemantauan sistem pemompaan, dan/atau bangunan sarana pembawa serta perlengkapannya (Joko, 2010).

  Kesulitan untuk mendapatkan air bersih merupakan salah satu masalah yang perlu mendapat perhatian yang seksama karena dengan penyediaan air bersih, maka penyebaran penyakit dapat dikurangi seminimal mungkin. Supaya air yang masuk ke dalam tubuh manusia baik berupa makanan dan minuman tidak menjadi pembawa bibit penyakit (Mangku, 1997).

  Dengan perkembangan peradaban serta semakin bertambahnya jumlah penduduk di dunia ini, dengan sendirinya menambah aktivitas kehidupannya yang mau tidak mau menambah pengotoran atau pencemaran air (Sutrisno, 2002).

2.1.1 Air sungai

  Sungai mempunyai karakteristik umum yaitu debit aliran pengeluaran dan fluktuasi kualitas air sepanjang tahun, hari bahkan jam. Debit aliran minimum biasanya terjadi pada akhir periode musim kering. Debit aliran maksimum yang disertai dengan kualitas air yang buruk biasanya terjadi sesudah hujan lebat selama periode musim hujan. Untuk merekayasa (design) bangunan penangkap air sungai (river intakes) dengan menggunakan pompa-pompa submersible

  

(submersible pump) , perlu diperhitungkan debit aliran minimum, dan tinggi

permukaan air sungai minimum (Joko, 2010).

  Untuk bangunan penangkap air sungai dengan bangunan pelimpah

  

(spillways) perlu juga diketahui debit aliran maksimum dan tinggi permukaan air

  maksimum. Debit aliran maksimum dan minimum dan tinggi permukaan air terkadang dapat diketahui dari data yang dikumpulkan untuk tujuan irigasi. Untuk sungai-sungai yang lebih kecil biasanya data yang diperlukan tidak tersedia namun dapat diperoleh dari penduduk setempat. Sungai dapat tercemar dan terkontaminasi oleh air limbah yang berasal dari kota-kota yang dilewatinya. Jika memungkinkan bangunan penangkap air (intakes) sebaiknya ditempatkan di daerah bagian hulu kota (Joko, 2010).

2.1.2 Pengolahan air

  Peningkatan kualitas air minum dengan jalan mengadakan pengelolaan terhadap air yang akan diperlukan sebagai air minum dengan mutlak diperlukan terutama apabila air tersebut berasal dari air permukaan. Pengolahan yang dimaksud bisa dimulai dari yang sangat sederhana sampai yang pada pengolahan yang mahir/lengkap, sesuai dengan tingkat kekotoran dari sumber asal air tersebut. Semakin kotor semakin berat pengolahan yang dibutuhkan, dan semakin banyak ragam zat pencemar akan semakin banyak pula teknik-teknik yang diperlukan untuk mengolah air tersebut. Oleh karena itu dalam praktik sehari-hari maka pengolahan air adalah menjadi pertimbangan yang utama untuk menentukan apakah sumber tersebut bisa dipakai sebagai sumber persediaan atau tidak.

  Peningkatan kuantitas air adalah merupakan syarat kedua setelah kualitas, karena semakin maju tingkat hidup seseorang, maka akan semakin tinggi pula tingkat kebutuhan air dari masyarakat tersebut (Sutrisno, 2002).

  Menurut (Sutrisno, 2002), proses pengolahan air minum terdiri dari:

  1. Bangunan penangkap air Bangunan penangkap air ini merupakan suatu bangunan untuk menangkap/mengumpulkan air dari suatu sumber asal air, untuk dapat dimanfaatkan.

  2. Bangunan pengendap pertama

  Bangunan pengendap pertama dalam pengolahan air ini berfungsi untuk mengendapkan partikel-partikel padat dari air sungai.

  3. Pembubuhan koagulan Koagulan adalah bahan kimia yang dibutuhkan pada air untuk membantu proses pengendapan partikel-partikel kecil yang tak dapat mengendap dengan sendirinya.

  Bahan/zat kimia yang digunakan sebagai koagulan adalah aluminium sulfat, biasanya disebut tawas. Bahan ini paling ekonomis (murah) dan mudah didapat pada pasaran serta mudah disimpan.

  4. Bangunan pengaduk cepat Unit ini untuk meratakan bahan/zat kimia (koagulan) yang ditambahkan agar dapat bercampur dengan air secara baik, sempurna dan cepat.

  5. Bangunan pembentuk flok Unit ini berfungsi untuk membentuk partikel padat yang lebih besar supaya dapat diendapkan dari hasil reaksi partikel kecil (koloidal) dengan bahan/zat koagulan yang kita bubuhkan.

  6. Bangunan pengendap kedua Unit ini berfungsi mengendapkan flok yang terbentuk pada unit bak pembentuk flok.

  7. Filter (saringan)

  Effluent (hasil olahan) dari bak pengendap mengalir ke filter, gumpalan-

  gumpalan dan lumpur (flok) tertahan pada lapisan atas filter. Pada saat-saat tertentu dimana hilangnya tekanan dari air di atas saringan terlalu tinggi, yaitu karena adanya lapisan lumpur pada bagian atas dari saringan, maka saringan akan dicuci kembali dengan air bertekanan dari bawah.

  8. Reservoir Air yang telah melalui filter sudah dapat digunakan sebagai air minum. Air tersebut telah bersih dan bebas dari bakteri dan ditampung pada bak reservoir untuk diteruskan kepada konsumen.

2.1.3 Peranan air dalam tubuh

  Menurut Almatsier (2004), air mempunyai berbagai fungsi dalam proses vital tubuh, yaitu:

  1. Sebagai pelarut dan alat angkut Air di dalam tubuh berfungsi sebagai pelarut zat-zat gizi berupa monosakarida, asam amino, lemak, vitamin, dan mineral serta bahan-bahan lain yang diperlukan tubuh seperti oksigen, dan hormon-hormon. Zat-zat gizi dan hormon ini dibawa ke seluruh sel yang membutuhkan. Di samping itu, air sebagai pelarut mengangkut sisa-sisa metabolisme, termasuk karbondioksida dan ureum untuk di keluarkan dari tubuh melalui paru-paru, kulit, dan ginjal.

  2. Sebagai katalisator Air berperan sebagai katalisator dalam berbagai reaksi biologik dalam sel, termasuk di dalam saluran cerna.

  3. Sebagai pelumas Air sebagai bagian jaringan tubuh di perlukan untuk pertumbuhan.

  4. Sebagai pengatur suhu

  Karena kemampuan air untuk menyalurkan panas, air memegang peranan dalam mendistribusikan panas di dalam tubuh. Sebagian panas yang dihasilkan dari metabolisme energi yang diperlukan untuk mempertahankan suhu tubuh pada 37ºC. Suhu ini paling cocok untuk bekerjanya enzim-enzim di dalam tubuh.

2.1.4 Penggolongan air Adapun penggolongan air menurut peruntukannya adalah sebagai berikut.

  1. Golongan A, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air minum secara langsung, tanpa pengolahan terlebih dahulu.

  2. Golongan B, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air baku air minum.

  3. Golongan C, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan dan peternakan.

  4. Golongan D, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian, usaha di perkotaan, industri, dan pembangkit kistrik tenaga air.

  Menurut definisi tersebut di atas bila suatu sumber air yang termasuk dalam kategori golongan A, misalnya sebuah sumur penduduk kemudian mengalami pencemaran dalam bentuk rembesan limbah cair dari suatu industri maka kategoti sumur tadi bukan golongan A lagi, tapi sudah turun menjadi golongan B karena air sudah tidak dapat digunakan langsung sebagai air minum tanpa melalui pengolahan terlebih dahulu. Dengan demikian air sumur tersebut menjadi kurang/tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya (Achmad, 2004).

  2.1.5 Sumber air Sumber-sumber air: 1. Air laut.

  2. Air hujan.

  3. Air permukaan.

  4. Air tanah.

  1. Air laut Mempunyai sifat asin, karena mengandung garam NaCl. Kadar garam

  NaCl dalam air laut 3%. Dengan keadaan ini, maka air laut tak memenuhi syarat untuk air minum (Sutrisno, 2002).

  2. Air hujan Air hujan merupakan sumber utama air di bumi. Walau pada saat presipitasi merupakan air yang paling bersih, air tersebut cenderung mengalami pencemaran ketika berada di atmosfer. Pencemaran yang berlangsung di atmosfer itu dapat disebabkan oleh partikel debu, mikroorganisme, dan gas, misalnya, karbon dioksida, nitrogen, dan ammonia (Chandra, 2012).

  3. Air permukaan Adalah air yang mengalir di permukaan bumi. Pada umumnya air permukaan ini akan mendapat pengotoran selama pengalirannya, misalnya oleh lumpur, batang-batang kayu, daun-daun, kotoran industri kota dan sebagainya (Sutrisno, 2002).

  Air permukaan ada 2 macam yakni : a.

  Air sungai b.

  Air rawa/danau a. Air sungai

  Sungai mempunyai karakteristik umum yaitu debit aliran pengeluaran dan fluktuasi kualitas air sepanjang tahun, hari bahkan jam (Joko, 2010).

  b.

  Air rawa/danau Kebanyakan air rawa ini berwarna yang disebabkan oleh adanya zat-zat organis yang telah membusuk, misalnya asam humus yang larut dalam air yang menyebabkan warna kuning coklat. Pada permukaan air akan tumbuh algae (lumut) karena adanya sinar matahari dan O 2 (Sutrisno, 2002).

1. Air tanah

  Terbagi atas: a.

  Air tanah dangkal b. Air tanah dalam c. Mata air a. Air tanah dangkal

  Terjadi karena daya proses peresapan air dari permukaan tanah. Lumpur akan bertahan, demikian pula dengan sebagian bakteri, sehingga air tanah akan jernih tetapi lebih banyak mengandung zat kimia (garam-garam yang terlarut) karena melalui lapisan tanah yang mempunyai unsur-unsur kimia tertentu untuk masing-masing lapisan tanah. Lapis tanah di sini berfungsi sebagai saringan. Di samping penyaringan, pengotoran juga masih terus berlangsung, terutama pada muka air yang dekat dengan muka tanah, setelah menemui lapisan rapat air, air akan terkumpul merupakan air tanah dangkal di mana air tanah ini dimanfaatkan untuk sumber air minum melalui sumur-sumur dangkal (Sutrisno, 2002).

  b.

  Air tanah dalam Air tanah dalam terdapat setelah lapis rapat air yang pertama. Air tanah dalam pada umumnya tergolong bersih dilihat dari segi mikrobiologi, karena sewaktu proses pengaliran ia mengalami penyaringan alamiah dan dengan demikian kebanyakan mikroba sudah tidak lagi terdapat di dalamnya. Namun, kadar kimia air tanah dalam tergantung dari cara atau pengaliran air tersebut. Pada proses ini, mineral-mineral yang dilaluinya dapat larut dan terbawa, sehingga mengubah kualitas air tersebut (Slamet, J. 1994).

  c.

  Mata air Adalah air tanah yang keluar dengan sendirinya ke permukaan tanah.

  Mata air yang berasal dari tanah dalam, hampir tidak berpengaruh oleh musim dan kualitasnya sama dengan keadaan air tanah dalam (Sutrisno, 2002).

2.2 Kandungan bahan kimia Menurut Sutrisno (2002), air mempunyai sifat melarutkan bahan kimia.

  Air rumusnya adalah : H

2 O + X, dimana X merupakan zat-zat yang dihasilkan air

  buangan oleh aktivitas manusia selama beberapa tahun. Dengan bertambahnya aktivitas manusia, maka faktor X tersebut dalam air akan bertambah dan merupakan masalah. Faktor X merupakan zat-zat kimia yang mudah larut dalam air dan dapat menimbulkan masalah sebagai berikut: a.

  Toksisitas b. Reaksi-reaksi kimia yang menyebabkan

  1. Pengendapan yang berlebihan.

  2. Timbulnya busa yang menetap, yang sulit untuk dihilangkan.

  3. Timbulnya respon fisiologis yang tidak diharapkan terhadap rasa.

  4. Perubahan dari perwujudan fisik air.

2.2.1 Nitrogen

  Nitrogen dan senyawanya tersebar secara luas dalam biosfer. Lapisan atmosfer bumi mengandung sekitar 78% gas nitrogen. Bebatuan juga mengandung nitrogen. Pada tumbuhan dan hewan, senyawa nitrogen ditemukan sebagai penyusun protein dan klorofil. Meskipun ditemukan dalam jumlah yang melimpah di lapisan atmosfer, akan tetapi nitrogen tidak dapat dimanfaatkan oleh makhluk hidup secara langsung. Nitrogen harus mengalami fiksasi terlebih dahulu menjadi

  NH

  3 , NH 4 , dan NO 2 . Meskipun demikian, bakteri Azetobakter dan Clostridium

  serta beberapa jenis algae hijau biru (blue-green algae/Cyanophyta), misalnya

  Anabaena , dapat memanfaatkan gas N 2 secara langsung dari udara sebagai sumber

  nitrogen. Meskipun beberapa organisme akuatik dapat memanfaatkan nitrogen dalam bentuk gas, akan tetapi sumber utama nitrogen di perairan tidak terdapat dalam bentuk gas (Effendi, H, 2003).

  Di perairan, nitrogen berupa nitrogen anorganik dan organik. Nitrogen

  • - - + +

  (NO )

  anorganik terdiri atas amonia (NH

  

3 ), amonium (NH

4 ), nitrit (NO 2 ), nitrat 3 ,

  dan molekul nitrogen (N ) dalam bentuk gas. Nitrogen organik berupa protein,

  2

  asam amino, dan urea. Bentuk-bentuk nitrogen tersebut mengalami transformasi sebagai bagian dari siklus nitrogen. Tranformasi nitrogen dapat melibatkan ataupun tidak melibatkan makrobiologi dan mikrobiologi. Sumber nitrogen organik di perairan berasal dari proses pembusukan makhluk hidup yang telah mati, karena protein dan polipeptida terdapat pada semua organisme hidup.

  Sumber antropogenik nitrogen organik adalah limbah industri dan limpasan dari daerah pertanian, terutama urea. Transformasi nitrogen yang tidak melibatkan faktor biologi adalah volatilisasi, penyerapan, dan pengendapan (sedimentasi). Kadar nitrogen organik pada perairan alami dan air tanah biasanya rendah, yakni sekitar 0,01 mg/L (Effendi, H, 2003).

  Senyawa nitrogen dalam air laut terdapat dalam tiga bentuk utama yang berada dalam keseimbangan yaitu amoniak, nitrit, dan nitrat. Adanya keseimbangan tersebut dipengaruhi oleh kandungan oksigen bebas dalam air. Pada saat kadar oksigen rendah, maka keseimbangan akan bergarak menuju amoniak, sedangkan pada saat kadar oksigen tinggi keseimbangan akan bergerak menuju nitrat. Oleh karena itu, nitrat merupakan hasil akhir dari oksidasi nitrogen dalam air laut. Kadar nitrat akan semakin meningkat dengan bertambahnya kedalaman (Effendi, S, 2006).

  Senyawa-senyawa nitrogen terdapat dalam keadaan terlarut juga sebagai bahan tersuspensi. Dalam air, senyawa-senyawa ini memegang peranan sangat penting dalam perairan reaksi-reaksi biologi perairan. Jenis-jenis nitrogen

  anorganik utama dalam air adalah ion nitrat (NO

  3 ), dan amonium (NH 4 ). Dalam

  • kondisi tertentu terdapat dalam bentuk nitrit (NO ). Sebagian besar dari nitrogen

  2

  total dalam air terikat sebagai nitrogen organik, yaitu dalam bahan-bahan yang berprotein, juga dapat berbentuk senyawa/ion-ion lainnya dari bahan pencemar.

  Nitrogen perairan merupakan penyebab utama pertumbuhan yang sangat cepat dari ganggang yang menyebabkan eutrofikasi (Achmad, 2004).

2.2.2 Nitrit

  • Di perairan alami, nitrit (NO

  3 ) biasanya ditemukan dalam jumlah yang

  sangat sedikit, lebih sedikit dari pada nitrat, karena bersifat tidak stabil dengan keberadaan oksigen. Nitrit merupakan bentuk peralihan (intermediate) antara amonia dan nitrat (nitrifikasi), dan antara nitrat dan gas nitrogen (denitrifikasi). Denitrifikasi berlangsung pada kondisi anaerob. Oksidasi amonia menjadi nitrit dilakukan oleh bakteri Nitrosomonas. Oksidasi nitrit menjadi amonia ditunjukkan dalam persamaan reaksi:

  Nitrosomonas

  • 2NH

  3 + 3O

  2

  2NO

  2 + 2H + 2H

  2 O

  → Ion nitrit dapat berperan sebagai sumber nitrogen bagi tanaman.

  Keberadaan nitrit menggambarkan berlangsungnya proses biologis perombakan bahan organik yang memiliki kadar oksigen terlarut sangat rendah. Sumber nitrit dapat berupa limbah industri dan limbah domestik (Effendi, H, 2003).

  Kadar nitrit pada perairan relatif kecil karena segera dioksidasi menjadi nitrat. Perairan alami mengandung nitrit sekitar 0,001 mg/L dan sebaiknya tidak melebihi 0,06 mg/L. Di perairan, kadar nitrit jarang melebihi 1 mg/L. Kadar nitrit yang lebih dari 0,05 mg/L dapat menyebabkan toksik bagi organisme perairan.

  Untuk kepentingan peternakan, kadar nitrit sekitar 10 mg/L masih dapat ditolerir. Untuk keperluan air minum, WHO merekomendasikan kadar nitrit sebaiknya tidak lebih dari 1 mg/L. Bagi manusia dan hewan, nitrit bersifat lebih toksik dari pada nitrat. Garam-garam nitrit digunakan sebagai penghambat terjadinya proses korosi pada industri. Pada manusia, konsumsi nitrit yang berlebihan dapat mengakibatkan terganggunya proses pengikatan oksigen oleh hemoglobin darah, yang selanjutnya membentuk met-hemoglobin yang tidak mampu mengikat oksigen (Effendi, H, 2003).

2.2.3 Nitrat

  • Nitrat (NO

  3 ) adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan

  merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Nitrat nitrogen sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil. Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan. Nitrifikasi yang merupakan proses oksidasi amonia menjadi nitrit dan nitrat adalah proses yang penting dalam siklus nitrogen dan berlangsung pada kondisi aerob. Oksidasi nitrit menjadi nitrat dilakukan oleh bakteri Nitrobacter. Oksidasi nitrat menjadi amonia ditunjukkan dalam persamaan reaksi:

  Nitrobacter

  2NO

  2 + O

  2

  2NO

  3

  → Kadar nitrat-nitrogen pada perairan alami hampir tidak pernah lebih dari

  0,1 mg/L. Kadar nitrat lebih dari 5 mg/L menggambarkan terjadinya pencemaran antropogenik yang berasal dari aktivitas manusia dan tinja hewan. Kadar nitrat- nitrogen yang lebih dari 0,2 mg/L dapat mengakibatkan terjadinya eutrofikasi (pengayaan) perairan, yang selanjutnya menstimulir pertumbuhan algae dan tumbuhan air secara pesat (blooming). Kadar nitrat dalam air tanah dapat mencapai 100 mg/L. Air hujan memiliki kadar nitrat sekitar 0,2 mg/L. Pada perairan yang menerima limpasan air dari daerah pertanian yang banyak mengandung pupuk, kadar nitrat dapat mencapai 1.000 mg/L. Kadar nitrat untuk keperluan air minum sebaiknya tidak melebihi 10 mg/L (Effendi, H, 2003).

  Nitrat tidak bersifat toksik terhadap organisme akuatik. Konsumsi air yang mengandung kadar nitrat yang tinggi akan menurunkan kapasitas darah untuk mengikat oksigen, terutama pada bayi yang berumur kurang dari lima bulan. Keadaan ini dikenal sebagai methemoglobinemia atau blue baby disease, yang mengakibatkan kulit bayi berwarna kebiruan/cyanosis (Effendi, H, 2003).