BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Promosi Kesehatan Promosi Kesehatan adalah proses pemberdayaan masyarakat untuk - Pengaruh Metode Ceramah dan Diskusi Kelompok Terarah (DKT) terhadap Pengetahuan dan Sikap Remaja Mengenai Pencegahan Penularan TB Paru di SMA Neg

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Promosi Kesehatan

  Promosi Kesehatan adalah proses pemberdayaan masyarakat untuk memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya dengan kesadaran dan kemampuan serta upaya mengembangkan lingkungan sehat, mencakup aspek perilaku yaitu upaya memotivasi, mendorong dan meningkatkan potensi yang dimiliki masyarakat agar mereka mampu memelihara kesehatan diri sendiri dan keluarga. Di samping itu promosi kesehatan juga mencakup aspek yang berkaitan dengan lingkungan dan perkembangan perilaku yang berhubungan dengan sosial budaya, pendidikan ekonomi, politik dan pertahanan keamanan (Depkes, 2003).

  Program dasar promosi kesehatan terdiri dari enam program unggulan mencakup pendidikan kesehatan bertujuan melakukan perubahan, pemeliharaan dan pengembangan perilaku masyarakat, penyuluhan kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat dalam promosi kesehatan serta upaya penyediaan dan penyebarluasan informasi kesehatan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) dilakukan dengan upaya jalur komunikasi dan edukasi, pemasaran sosial melalui pengenalan produk secara meluas kepada masyarakat sehingga mereka dapat mengenal, memilih dan memanfaatkan hidup sehat. Mobilisasi sosial dilakukan melalui advokasi dan bina suasana yang merupakan upaya pembujukan dan menciptakan lingkungan kondusif (Depkes, 2002).

  Berdasarkan rumusan WHO (1994) dalam (Notoatmodjo, 2005), strategi promosi kesehatan secara global terdiri dari 3 (tiga) hal, yaitu :

1. Advokasi (advocacy) yaitu kegiatan untuk meyakinkan orang lain, agar orang lain tersebut membantu atau mendukung terhadap apa yang diinginkan.

  Dalam konteks promosi kesehatan, advokasi dilakukan kepada pejabat yang merupakan penentu kebijakan di berbagai sektor, dan diberbagai tingkat, sehingga para pejabat tersebut mau mendukung program kesehatan yang kita inginkan.

  2. Dukungan sosial (social support) yaitu kegiatan untuk mencari dukungan sosial melalui tokoh-tokoh masyarakat (toma), baik tokoh masyarakat formal maupun informal. Tujuan utama dari kegiatan ini adalah agar para tokoh masyarakat, sebagai jembatan antara sektor kesehatan sebagai program kesehatan dengan masyarakat (penerima program) kesehatan.

  3. Pemberdayaan masyarakat (empowerment) yaitu strategi promosi di kesehatan yang ditujukan langsung pada masyarakat. Tujuan utama pemberdayaan adalah mewujudkan kemampuan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri (Visi Promosi Kesehatan). Bentuk kegiatan pemberdayaan ini dapat diwujudkan dengan berbagai kegiatan seperti, penyuluhan kesehatan, pengorganisasian dan pengembangan masyarakat.

2.2. Metode Promosi Kesehatan

  Tersedia banyak metode untuk menyampaikan informasi dalam pelaksanaan promosi kesehatan. Pemilihan metode dalam pelaksanaan promosi kesehatan harus dipertimbangkan secara cermat dengan memperhatikan materi atau informasi yang akan disampaikan, keadaan penerima informasi (termasuk sosial budaya) atau sasaran, dan hal-hal lain yang merupakan lingkungan komunikasi seperti ruang dan waktu. Masing-masing metode memiliki keunggulan dan kelemahan, sehingga penggunaan gabungan beberapa metode sering dilakukan untuk memaksimalkan hasil (Depkes, 2008).

  Pemberdayaan dapat dilakukan dengan metode ceramah, tanya jawab, dialog, debat, seminar, kampanye, petisi/resolusi, dan lain-lain. Sedangkan advokasi, dapat dilakukan dengan pilihan metode seminar, lobi dialog, negosiasi, debat, petisi/resolusi, mobilisasi, dan lain-lain (Notoatmodjo, 2007).

2.2.1 Metode Ceramah

  Metode ceramah merupakan metode pertemuan yang paling sederhana dan sering digunakan serta paling sering diselenggarakan untuk menggugah kesadaran dan minat sasaran. Ceramah merupakan suatu penyampaian informasi yang sifatnya searah, yakni dari penceramah kepada hadirin ini baik untuk sasaran yang berpendidikan tinggi maupun rendah. Dalam metode ini penceramah lebih banyak memegang peran untuk menyampaikan dan menjelaskan materi dengan sedikit memberikan kesempatan kepada sasaran untuk menyampaikan tanggapannya (Notoatmodjo, 2007).

  Beberapa keuntungan menggunakan metode ceramah adalah murah dari segi biaya, mudah mengulang kembali jika ada materi yang kurang jelas ditangkap peserta daripada proses membaca sendiri, lebih dapat dipastikan tersampaikannya informasi yang telah disusun dan disiapkan. Apalagi kalau waktu yang tersedia sangat minim, maka metode inilah yang dapat menyampaikan banyak pesan dalam waktu singkat. Selain keuntungan ada juga kelemahan menggunakan metode ceramah, salah satunya adalah pesan yang terinci mudah dilupakan setelah beberapa lama (Lunandi, 1993).

  Kunci dari keberhasilan pelaksanaan ceramah adalah apabila penceramah tersebut dapat menguasai sasaran ceramah, penceramah itu sendiri menguasai materi apa yang akan diceramahkan. Untuk itu penceramah harus mempersiapkan diri dengan mempelajari materi dengan sistematika yang baik, lebih baik lagi kalau disusun dalam diagram atau skema serta mempersiapkan alat-alat bantu pengajaran, misalnya makalah singkat, slide, transparan, sound system, dan sebagainya.

  Penceramah juga harus mempunyai sikap dan penampilan yang menyakinkan, tidak boleh bersikap ragu-ragu dan gelisah, suara hendaknya cukup keras dan jelas, pandangan harus tertuju ke seluruh peserta ceramah, berdiri di depan (dipertengahan), sebaiknya tidak duduk. Ceramah juga akan berhasil apabila teknik ceramah dimodifikasi dengan melakukan tanya jawab sesudah penyampaian materi. Hal ini bertujuan agar peserta dapat bertanya tentang hal-hal yang belum dipahaminya tentang materi yang sudah diberikan penceramah (Notoatmodjo, 2007). Adapun kelebihan metode ceramah, adalah : a) Ceramah merupakan metode yang murah dan mudah untuk dilakukan. Murah dalam arti, proses ceramah tidak memerlukan peralatan dan perlengkapan yang rumit seperti pada metode demonstrasi atau peragaan. Sedangkan mudah berarti ceramah hanya mengandalkan suara penceramah.

  b) Ekonomis waktu dan biaya karena waktu dan materi dapat diatur penceramah secara langsung, materi dan waktu sangat ditentikan oleh sistem nilai yang dimiliki oleh penceramah yang bersangkutan.

  c) Ceramah dapat menjangkau penyajian materi pembelajaran yang lebih luas. Ini berarti banyak materi pembelajaran yang dapat dirangkum dan dijelaskan pokok-pokoknya saja oleh penceramah dalam waktu singkat.

  d) Ceramah dapat terfokus hanya pada pokok-pokok materi inti. Dalam arti, penceramah dapat mengatur pada materi mana yang menjadi prioritas sesuai dengan kebutuhan dan tujuan indikator yang ingin dicapai.

  e) Dengan metode ceramah, penceramah dapat memantau keadaan ruangan, karena kelas sepenuhnya menjadi tanggung jawabnya saat menyampaikan materi pembelajaran.

  f) Bahan materi sudah dipilih atau dipersiapkan sehingga memudahkan untuk mengklasifikasi dan mengkaji aspek-aspek bahan pembelajaran.

  g) Dengan metode ceramah pengorganisasian ruang menjadi lebih sederhana dan praktis, oleh karena tidak membutuhkan persiapan-persiapan yang macam- macam. Asalkan peserta dapat menempati posisi tempat duduknya dan mendengarkan materi pembelajaran yang disampaikan penceramah (UHAMKA, 2009).

  Adapun kelemahan metode ceramah, antara lain :

  a) Materi yang dikuasai oleh peserta terbatas hanya pada apa yang telah dikuasai dan disampaikan penceramah. Ini merupakan kelemahan yang paling dominan pada metode ceramah, oleh karena apa yang telah disampaikan penceramah itulah yang diperolehnya dan dikuasainya.

  b) Penyampaikan ceramah yang tidak dibarengi dengan peragaan dan contoh- contoh hanya bersifat verbalistik dan menbosankan. Ini merupakan kelemahan yang dimiliki metode ceramah, karena penceramah dalam penyajiannya hanya mengandalkan bahasa verbal sedangkan peserta hanya mengandalkan kemampuan auditifnya. Di sisi lain kemampuan peserta secara auditif berbeda- beda, termasuk dalam menangkap materi pembelajaran melalui pendengaran.

  c) Sulit bagi yang kurang memiliki kemampuan menyimak dan mencata yang baik

  d) Kemungkinan menimbulkan verbalisme e) Materi pembelajaran lebih cenderung pada aspek ingatan.

  f) Kemampuan penceramah berbicara dan bertutur kata-kata yang tidak baik, sering kali menjemukan dan membosankan peserta, sehingga peserta menjadi tidak memperhatikan materi pembelajaran, mengantuk atau mengobrol dengan sesama peserta . peserta terkadang tidak mengerti dengan apa yang disampaikan penceramah karena penyampaiannya yang tidak menarik. g) Sangat kurang memberikan kesempatan pada peserta untuk berpartisipasi secara total (hanya proses mental, tetapi sulit dikontrol) h)

  Dengan metode ceramah, sangat sukar untuk mengetahui apakah peserta sudah mengerti dan sudah memahami dengan apa yang telah disampaikan penceramah. Ketika penceramah mengadakan pertanyaan pada umumnya lebih banyak yang diam dan tidak menjawab pertanyaan, meskipun tentu tidak semua peserta sama (UHAMKA, 2009).

2.2.2. Syarat-Syarat Menjadi Komunikator/Penceramah

  Mulyana (2005), mengemukakan diperlukan persyaratan tertentu untuk para komunikator/penceramah dalam sebuah program komunikasi, baik dalam segi sosok kepribadian maupun dalam kinerja kerja. Dari segi kepribadian, agar pesan yang disampaikan bisa diterima oleh khalayak maka sseorang komunikator mempunyai hal berikut :

  1. Memiliki kedekatan (proximility) dengan khalayak. Jarak seseorang dengan sumber

  memengaruhi perhatiannya pada sepsan tertentu. Semakin dekat jarak semakin besar pula peluang untuk terpapar pesan itu. Hal ini terjadi dalam arti jarak secara fisik ataupun secara sosial.

  2. Mempunyai kesamaan dan daya tarik sosial dan fisik. Seorang komunikator

  /penceramah cenderung mendapat perhatian jika penampilan fisiknya secara keseluruhan memiliki daya tarik (attractiveness) bagi audiens.

  Kesamaan (similirity) merupakan faktor penting lainnya yang memengaruhi 3. penerimaan pesan oleh khalayak. Kesamaan ini antara lain meliputi gender,

  

pendidikan, umur, agama, latar belakang sosial, ras, hobi, dan kemampuan bahasa.

Kesamaan juga bisa meliputi maslah sikap dan orientasi terhadao berbagai aspek

seperti buku, musik, pakaian, pekerjaan, keluarga, dan sebagainya. Preferensi

khalayak terhadap seorang komunikator/penceramah berdasarkan kesamaan budaya,

agama, ras, pekerjaan, dan pendidikan berpengaruh terhadap proses seleksi, interpretasi, dan pengingatan pesan sepanjang hidupnya. Kesamaan antara

komunikator/penceramah dan khalayak dengan prinsip homofili antara kedua belah

pihak ini sangat efektif bagi penerimaan pesan. Tetapi kadang-kadang diantara

keduanya terjadi hubungan yang bersifat heterofili, suatu keadaan yang tidak setara

anyata sumber dan target sasaran.

  4. Dikenal kredibilitasnya dan otoritasnya. Khalayak cenderung memerhatikan dan

  

mengingat pesan dari sumber yang mereka percata sebagai orang yang memiliki

pengalaman dan atau pengetahuan yang lias. Menurut Ferguson, ada dua faktor

kredibilitas yang sangat penting untuk seorang sumber: dapat dipercaya

(trustworthiness) dan keahlian (expertise). Faktor-faktor lainnya adalah tenang/sabar

(compusere), dinamisn, bisa bergaul (sociability), terbuka (extroversion) dan

memiliki kesamaan dengan audiens. Menunjukkan motivasi dan niat. Cara

komunikator/penceramah menyampaikan pesan berpengaruh terhadap audiens dalam

memberi tanggapan terhadap pesan tersebut. Respon khlayak akan berbeda

menanggapi pesan yang ditunjukkan untuk kepentingan informasi (informative) dari

pesan yang diniatkan untuk meyakinkan (persuasive) mereka.

  5. Pandai dalam cara penyampaian pesan. Gaya komunikator/penceramah

  menyampaikan (delivery) pesan juga menjadi faktor penting dalam proses penerimaan informasi.

  6. Dikenal status, kekuasaan dan kewenangannya. Status di sini menunjuk kepada posisi

  atau ranking baik dalam struktur sosial maupun organisasi. Sedangkan kekuasaan (power) dan kewenangan (authority) mengacu pada kemampuan seseorang memberi ganjaran (reward) dan hukuman (punishment) (Mulyana, 2005).

2.2.3 Metode Diskusi Kelompok Terarah (DKT)

  Metode Diskusi Kelompok Terarah (DKT) merupakan metode riset maupun metode pengumpulan data yang biasa disebut dalam bahasa inggris Focused Group atau Group interviewing. DKT adalah metode pengumpulan data atau riset untuk memahami sikap dan perilaku khalayak. Biasanya terdiri dari 6-12 orang dengan latar belakang yang sama yang secara bersamaan dikumpulkan, diwawancarai, untuk membahas topik tertentu dengan dipandu oleh moderator, dengan menawarkan kompensasi pada peserta atas waktu yang biasanya cukup untuk membuat orang bersedia untuk berpartisipasi (Kriyantono, 2006).

  DKT adalah sebuah upaya yang sistematis dalam pengumpulan data dan informasi. Sebagaimana makna dari diskusi kelompok terarah yaitu diskusi bukan wawancara atau obrolan, kelompok bukan individu, dan terfokus tidak bebas. DKT juga berarti suatu proses pengumpulan data dan informasi yang sistematis mengenai suatu permasalahan tertentu yang sangat spesifik melalui diskusi kelompok (Irwanto, 2006).

  DKT merupakan diskusi kelompok terarah yang pesertanya terbatas (dipilih) menurut kriteria tertentu dan pembahasannya memfokuskan pada topik tertentu. DKT bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang sesuatu hal dari peserta diskusi tanpa harus ada kesepakatan pendapat antara peserta yang mengikutinya. Dampak dari DKT setelah dilakukan, para peserta sudah akan mengalami perubahan, karena dalam diskusi timbul aksi dan reaksi, dimana para peserta saling memberi dan menerima atau menolak. Karena itu DKT harus dilakukan dengan terstruktur sehingga dampaknya positif bagi peserta, memberdayakan, membuat orang merasa lebih nyaman (karena dapat mengeluarkan pendapat atau karena ada orang lain yang ternyata mempunyai pengalaman yang sama (Adi, 2004).

  Metode DKT ini membutuhkan seorang moderator yang berperan sebagai fasilitator dalam diskusi. Moderator dalam DKT dilengkapi dengan moderator

  

guideline, yang merupakan dokumen yang berisi panduan bagi moderator mengenai

  topik DKT. Moderator guideline memiliki fungsi yang hampir sama dengan kuesioner pada metode survei, sehingga perlu dipahami secara mendalam oleh moderator. Manfaat dari DKT adalah biaya murah dan dapat memberikan hasil cepat, DKT dapat fokus terhadap penelitian dan mengembangkan hipotesis penelitian yang relevan dengan mengeksplorasi secara lebih mendalam masalah untuk diselidiki dan kemungkinan penyebab nya, dapat merumuskan pertanyaan yang tepat untuk lebih terstruktur, menyurvei skala yang lebih besar, membantu memahami dan memecahkan masalah tak terduga di intervensi, mengembangkan pesan yang tepat untuk program pendidikan kesehatan dan kemudian mengevaluasi pesan untuk kejelasan dan dapat menggali topik kontroversial (Afriani, 2009), selain manfaat ada juga kelemahan dari DKT yaitu Adapun kelebihan DKT, yaitu : format yang fleksibel cenderung dapat mengarah pada bias dari fasilitator, diskusi dapat didominasi oleh segelintir individu yang vokal, sulit untuk menghasilkan data kuantitatif yang dapat digunakan untuk generalisasi keadaan mengenai suatu isu (UNDP, 2013).

  1. Dapat menghimpun banyak informasi karena biasanya anggota akan terdorong dan terpicu untuk memiliki ide setelah mendengar pembicaraan atau perspektif anggota lainnya sehingga perbincangan dapat berlangsung lebih mengalir sekalipun topik yang ada sifatnya sangat kompleks dan sensitif.

  2. Menyediakan informasi yang didapat langsung dari narasumber yang mengerti dan memegang peranan penting berkaitan dengan topik yang dibahas, yang biasanya belum banyak diketahui oleh peneliti dan juga dapat menyediakan informasi yang aktual mengenai situasi atau kondisi tertentu.

  3. Menyediakan beragam opini atau ide yang sangat beragam 4.

  Menyediakan hasil yang maksimal dengan biaya dan beban yang rendah sehingga dianggap lebih efisien (Afriani, 2009) Adapun kelemahan DKT, yaitu : .

  1. Dapat terjadi bias dari fasilitator sehingga melemahkan validitas dan reliabilitas temuan

  2. Diskusi dapat didominasi oleh beberapa anggota vokal

  3. Diskusi menghasilkan informasi penting, namun terkadang informasi yang didapat hanya mewakili gambaran dari populasi tertentu dan tidak bisa digeneralisasi untuk populasi yang lebih luas. Untuk itu, manfaat yang diperoleh dari DKT bukanlah terletak pada generalisasi hasil DKT melainkan pada kedalaman informasi tersebut (Afriani, 2009)

2.2.4. Peran dan Persyaratan Menjadi Moderator/Fasilitator DKT .

  Mereduksi berbagai kesalahan yang disebabkan oleh fasilitator/moderator menjadi sangat penting. Caranya, mewajibkan seseorang yang ditetapkan menjadi fasilitator/moderator memiliki keahlian (skils) dalam memoderasi jalannya diskusi. Selain itu, dituntut kemampuannya untuk mengaplikasikan setiap fungsi fasilitasi/ moderasi yang wajib diembannya secara optimal dan professional.

  

Peranan Moderator/Fasilitator Persyaratan Menjadi

Moderator/Fasilitator

  1. Menjelaskan maksud dan tujuan DKT 2.

  Menjelaskan topik/isu pokok diskusi 3. Menciptakan suasana kondusif 4. Mengelola dinamika kelompok 5. Mengamati peserta dan tanggap terhadap reaksi mereka

  6. Perhatikan nada suara 7.

  Menghindari pemberian pendapat pribadi 8. Menghindari komentar yang menyatakan setuju/tidak setuju

  1. Simpatik, akrab, dan penuh empati 2.

  Membuat orang lain tidak tegang 3. Keterampilan berkomunikasi 4. Mendengarkan 5. Memerhatikan 6. Memperlihatkan semangat 7. Sadar atas isyarat tersirat 8. Berpikir positif dan analitis

  Saksono (2011) mengemukakan bahwa moderator/fasilitator DKT merupakan faktor kritis yang memengaruhi efektivitas dan hasil guna DKT. Dalam diskusi kelompok terarah dijelaskan tanggung jawab seorang fasilitator DKT. Tugas pokok moderator/ fasilitator DKT adalah :

  1. Menguraikan secara jelas maksud dan tujuan penyelenggaraan DKT 2.

  Memersiapkan segalanya dengan baik, sehingga peserta mengetahui dan memahami topik dan/atau isu yang hendak didiskusikan sebelum DKT dimulai

  3. Membangun suasana kondusif, rasa saling pengertian dalam kelompok dan menciptakan suasana produktif dalam pelaksanaan diskusi

  4. Tetap awas terhadap dinamika kelompok, untuk mengenali ancaman yang dapat mengganggu produktivitas diskusi kelompok

  5. Mengelola dinamika kelompok, sehingga arah dan lalu lintas diskusi dapat mengalir dengan baik dan tertib serta peserta merasa nyaman untuk berbagi dan menyampaikan pendapat/pemikirannya 6. Tetap berpikiran positif dan terbuka, sehingga dapat meminimalisasi kekeliruan dugaan awal peserta terhadap topik diskusi

  7. Menyiapkan laporan yang secara akurat menangkap respon kelompok, dan 8.

  Menjaga kerahasiaan.

  Selain kemampuan melaksanakan peran dalam DKT, moderator/fasilitator dituntut memiliki kualifikasi moderator/fasilitator DKT, yakni :

  1. Memahami/mengenal/mengetahui dengan baik isu, topik, dan materi diskusi 2.

  Menjadi prioritas untuk memiliki kemampuan berkomunikasi dengan peserta dalam bahasa (gaya bahasa) atau dialek/idiolek yang digunakan oleh peserta

  3. Mengapresiasi kebudayaan setempat dan bersikap sensitif terhadap budaya, tidak menghakimi, tidak menggurui, tidak memandang remeh peserta, tidak menolak atau menyetujui tentang apa yang dikatakan peserta, dan tidak berusaha memengaruhi peserta

  4. Memiliki ketergantungan dan ketertarikan yang murni terhadap sikap/perilaku peserta diskusi

5. Menghindari bias gender dan bersikap proporsional terhadap pria dan wanita 6.

  Menjaga etika dan sopan santun 7. Memiliki empati, dan 8. Menghargai dan menghormati setiap peserta dari berbagai latar belakang (Saksono, 2011).

2.3. Proses Adopsi Perilaku

  Menurut Notoatmodjo (2007) perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Perilaku merupakan faktor terbesar kedua setelah lingkungan yang memengaruhi kesehatan individu, kelompok atau masyarakat. Menurut Bloom (1974) dalam Notoatmodjo (2003), membagi perilaku dalam 3 (tiga) domain (ranah) yakni: kognitif, afektif, dan psikomotor.

2.3.1. Pengetahuan (Knowledge)

  Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap obyek melalui indera yang dimilikinya dan dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap obyek (Notoatmodjo, 2005).

  Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep dan pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan isinya termasuk manusia dan kehidupannya (Keraf, 2001).

  Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Pengetahuan diperoleh dari pengalaman diri sendiri atau pengalaman orang lain. Kegiatan, aktivitas seseorang ditentukan oleh pengetahuan. Sebelum seseorang berperilaku baru atau kegiatan dan aktivitas ia harus tahu terlebih dahulu atau seseorang harus memiliki pengetahuan terlebih dahulu. Penerimaan perilaku baru ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan, kesadaran maka tidak akan berlangsung lama (Notoatmodjo, 2007).

  Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yakni : a)

  Tahu (know) diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Tahu (know) ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

  b) Memahami (comprehension) diartikan sebagai sesuatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

  c) Aplikasi (aplication) diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian.

  d) Analisis (analysis) adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), dan membedakan.

  e) Sintesis (synthesis) adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun, dapat merencanakan terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

  f) Evaluasi (evaluation), berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

2.3.2. Sikap (Attitude)

  Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial.

  Menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2005) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai tiga komponen pokok, yaitu : a.

  Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek .

  b.

  Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.

  c.

  Kecenderungan untuk bertindak.

  Ketiga komponen diatas secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh. Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berfikir, keyakinan dan emosi memegang peranan penting. Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan sikap, yakni : a.

  Menerima (receiving) artinya bahwa orang atau subjek mau dan memperhatikan stimulus yng di berikan oleh objek.

  b.

  Merespon (responding) yaitu memberikan jawaban apabila di tanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

  c.

  Menghargai (valuing) mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga (kecenderungan untuk bertindak). d.

  Bertanggung jawab (responsible) yaitu bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi.

2.4. Remaja

2.4.1. Pengertian Remaja

  Remaja yang dalam bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari kata Latin adolescere yang artinya tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan.

  Perkembangan lebih lanjut, istilah adolescence memiliki arti yang luas mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 2007).

  Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), remaja merupakan suatu individu yang sedang mengalami masa peralihan yang secara berangsur-angsur mencapai kematangan seksual, mengalami perubahan jiwa dari jiwa kanak-kanak menjadi dewasa dan mengalami perubahan keadaan ekonomi dari kertergantungan menjadi relatif mandiri (Notoatmodjo, 2007).

  Masa remaja adalah masa transisi antara masa anak-anak dan dewasa, dimana terjadi pacu tumbuh (growth spurt), timbul ciri-ciri seks sekunder, tercapai fertilitas, dan terjadi perubahan-perubahan psikologik serta kognitif. Remaja secara umum dianggap mencakup individu berusia 10 sampai 19 tahun, sehingga kesehatan reproduksi remaja memperhatikan kebutuhan fisik, sosial, dan emosional kaum muda (Glasier dan Gebbie, 2005).

  Menurut Konopka dan Ingersoll yang dikutip oleh Agustiani (2006) bahwa masa remaja dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:

  1. Masa remaja awal (12 -15 tahun) Pada masa ini individu mulai meninggalkan perannya sebagai anak-anak dan berusaha mengembangkan diri sebagai individu yang unik dan tidak tergantung pada orang tua.

  2. Masa remaja pertengahan (15-18 tahun) Masa ini ditandai dengan berkembangnya kemampuan berpikir yang baru.

  Teman sebaya memiliki peran yang penting. Dimasa ini remaja juga mengembangkan kematangan tingkah laku, belajar membuat keputusan sendiri dan selain itu penerimaan dari lawan jenis menjadi penting bagi individu.

  3. Masa remaja akhir (19-21 tahun) Masa ini ditandai oleh persiapan akhir untuk memasuki peran-peran orang dewasa. Keinginan yang kuat untuk menjadi matang dan diterima dalam kelompok teman sebaya dan diterima orang dewasa.

2.4.2. Tugas Perkembangan pada Masa Remaja

  Menurut Havigurst (dalam Hurlock, 1999) tugas perkembangan remaja meliputi beberapa hal sebagai berikut : a)

  Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita b)

  Mencapai peran sosial pria dan wanita c) Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif

  d) Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab

  e) Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya

  f) Mempersiapkan karir ekonomi

  g) Mempersiapkan perkawinan dan keluarga

  h) Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku mengembangkan ideologi.

2.5. Teori Stimulus Organism Response (SOR)

  Skinner (1938) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Perilaku manusia terjadi melalui proses stimulus, organisme, dan respon sehingga teori Skinner ini disebut S-O-R (Stimulus-Organisme-Respons).

  Teori ini mendasarkan asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan perilaku tergantung kepada kualitas rangsang (stimulus) yang berkomunikasi dengan organisme. Artinya kualitas dari sumber komunikasi (sources) misalnya : kredibilitas, kepemimpinan, gaya berbicara sangat menentukan keberhasilan perubahan perilaku seseorang, kelompok atau masyarakat. Proses perubahan perilaku pada hakikatnya sama dengan proses belajar. Proses peubahan perilaku tersebut menggambarkan proses belajar pada individu yang terdiri dari : 1.

  Stimulus (rangsang) yang diberikan pada organisme dapat diterima atau ditolak. Apabila stimulus tersebut tidak diterima atau ditolak berarti stimulus itu tidak efektif memengaruhi perhatian individu, dan berhenti di sini. Tetapi bila stimulus diterima oleh organisme, berarti ada perhatian dari individu dan stimulus tersebut efektif.

  2. Apabila stimulus telah mendapat perhatian dari organisme (diterima) maka ia mengerti stimulus ini dan dilanjutkan kepada proses berikutnya.

  3. Setelah itu organisme mengolah stimulus tersebut sehingga terjadi kesediaan untuk bertindak demi stimulus yang telah diterimanya (bersikap).

  4. Akhirnya dengan dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan maka stimulus tersebut mempunyai efek tindakan dari individu tersebut (perubahan perilaku). Selanjutnya teori ini mengatakan bahwa perilaku dapat berubah hanya apabila stimulus (rangsang) yang diberikan benar-benar melebihi dari stimulus semula.

  Stimulus yang dapat melebihi stimulus semula ini berarti stimulus yang diberikan harus dapat meyakinkan organisme. Dalam meyakinkan organisme ini faktor

  reinforcement memegang peranan penting.

  Proses perubahan perilaku berdasarkan teori S-O-R ini dapat digambarkan sebagai berikut : Perhatian

  • Stimulus

  Pengertian

  • Penerimaan -

  Reaksi tertutup (perubahan sikap)

  Reaksi terbuka (perubahan praktek)

Gambar 2.1. Teori S-O-R

2.6. TB Paru

2.6.1. Definisi TB Paru

  Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (Depkes RI, 2007).

  Menurut Yunus (1989) yang dikutip Achmadi (2008), sebagian besar kuman tuberkulosis menyerang paru-paru, akan tetapi dapat menyerang organ lain di dalam tubuh. Secara khas kuman membentuk granuloma dalam paru menimbulkan nekrosis atau kerusakan jaringan.

2.6.2. Klasifikasi TB Paru

  Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TB paru dibagi dalam 2 bagian yaitu : 1.

  TB paru BTA positif (sangat menular) yaitu sekurang-kurangnya 2 dari 3 pemeriksaan dahak, memberikan hasil yang positif. Satu pemeriksaan dahak memberikan hasil yang positif dan foto rontgen dada menunjukkan TB aktif.

2. TB paru BTA negatif, yaitu pemeriksaan dahak hasilnya masih meragukan.

  Jumlah kuman yang ditemukan pada waktu pemeriksaan belum memenuhi syarat positif. Foto rontgen dada menunjukkan hasil positif (Laban, 2007).

2.6.3. Etiologi Penyakit Tuberkulosis Paru

  Bakteri ini berbentuk batang, berukuran panjang 1-4 mikron, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Bakteri tuberkulosis cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Sebagian besar kuman terdiri dari asam lemak dan lipid, yang membuat lebih tahan asam, sifat lain adalah bersifat aerob, lebih menyukai jaringan kaya oksigen, terutama bagian apical posterior. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat tidur (dormant), tertidur lama selama beberapa tahun (Depkes RI, 2002).

  2.6.4. Cara Penularan TB Paru

  Menurut Depkes (2008), penderita dapat menularkan kuman TB pada orang lain melalui cara : a)

  Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.

  b) Penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.

  c) Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.

  d) Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak.

  2.6.5. Gejala Penyakit TB

  Gejala penyakit TB dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat (Depkes, 2006). Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga sangat sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik.

  Gejala umum meliputi (Depkes, 2006) :

  a) Deman tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama badan dapat mencapai 40-

  41 C, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang- kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul, penurunan nafsu makan dan berat badan.

  b) Batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan berdahak), karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk dapat bersifat kering (non produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan lebih lanjut adalah batuk bercampur darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah, hal ini terjadi pada kavitas atau pada ulkus dan dinding bronkus.

  c) Perasaan tidak enak (malaise), lemah. nafsu makan berkurang, tidak enak badan, berkeringat pada malam hari walaupun tanpa kegiatan, serta berat badan menurun, demam mering lebih dari sebulan.

  Sedangkan gejala khusus yaitu (Depkes, 2006):

  a) Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara nafas melemah yang disertai sesak. Pada penyakit ringan (baru kambuh) belum dirasakan sesak nafas. Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, dimana infiltrasi sudah terjadi setengah bagian paru-paru. b) Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada. Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul apabila infiltrasi radang sudah sampai pada pleura, sehingga menimbulkan pleuritis.

  c) Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.

  d) Pada anak-anak yang dapat mengenai otak (lapisan pembuluh otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.

2.6.6. Diagnosis TB Paru 1) Pada Orang Dewasa

  Diagnosis TB Paru pada orang dewasa yakni dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila dua dari tiga spesimen SPS BTA hasilnya positif. Apabila hanya satu spesimen yang positif maka perlu dilanjutkan dengan rontgen dada atau pemeriksaan SPS diulang. Jika hasil rontgen menunjukan TBC, maka penderita didiagnosis sebagai penderita Paru BTA positif. Dan jika hasil rontgen tidak mendukung TB Paru, maka pemeriksaan dahak SPS diulang (Depkes, 2005).

  Pemeriksaan lainnya seperti foto toraks dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB Paru hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks. Foto toraks tidak selalu memberi gambaran yang khas pada TB Paru, sehingga sering terjadi over diagnosis. Gambaran Kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukan aktifitas penyakit TB Paru (Chin, 2000).

2) Diagnosis Tuberkulosis pada Anak

  Diagnosis yang paling tepat adalah dengan ditemukannya kuman tuberkulosis dari penderita, misalnya dahak, bilasan lambung, biopsi dll. Tetapi pada anak hal ini sulit dan jarang didapat, sehingga sebagian besar diagnosis tuberkulosis anak didasarkan atas gambaran klinis, gambaran foto rontgen dada dan uji tuberkulin.

  Untuk itu penting memikirkan adanya tuberkulosis pada anak kalau terdapat tanda-tanda yang mecurigakan atau gejala-gejala seperti di bawah ini : Seorang anak harus dicurigai menderita tuberkulosis kalau Mempunyai sejarah kontak (serumah) dengan penderita tuberkulosis BTA Positif yaitu : Terdapat reaksi kemerahan cepat setelah penyuntikan BCG (Bacillus Calmette et Guerin) dalam 3-7 hari, Terdapat gejala umum tuberkulosis (Depkes, 2002).

  Gejala umum tuberkulosis pada anak :

  a) Berat badan turun selama 3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas dan tidak naik dalam satu bulan meskipun sudah dengan penanganan gizi yang baik (failure to thrive).

  b) Nafsu makan tidak ada (anorexia) dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak naik dengan adekuat.

  c) Demam lama/berulang tanpa sebab yang jelas (bukan tifus, malaria atau infeksi saluran napas akut), dapat disertai keringat malam. d) Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit, biasanya multipel, paling sering di daerah leher, ketiak dan lipatan paha (inguinal).

  e) Gejala-gejala dari saluran napas, misalnya batuk lama lebih dari 30 hari

  (setelah disingkirkan sebab lain dari batuk), tanda cairan di dada dan nyeri di dada.

  f) Gejala-gejala dari saluran cerna, misalnya diare berulang yang tidak sembuh dengan pengobatan diare, benjolan (massa) di abdomen dan tanda-tanda cairan dalam abdomen.

  Gejala spesifik tuberkulosis pada anak : Gejala spesifik biasanya tergantung dibagian tubuh mana yang terserang, misalnya :

a) Tuberkulosis kulit (skrofuloderma).

  b) Tuberkulosis tulang dan sendi yaitu : Tulang punggung, tulang panggul dengan pembengkakan di pinggul, tulang lutut dengan pincang dan atau bengkak, tulang kaki dan tangan

  c) Tuberkulosis otak dan syaraf, Meningitis dengan gejala : iritabel, kaku kuduk, muntah-muntah dan kesadaran menurun.

  d) Tuberkulosis Mata dengan gejala : Konjungtivitis fliktenularis dan Tuberkel koroid (hanya terlihat dengan fundusckopi) (Depkes, 2002).

3) Uji Tuberkulin (Mantoux)

  Menurut Depkes (2002) Uji tuberkulin dilakukan dengan cara mantoux (penyuntikan intra kutan) dengan semprit tuberkulin 1ml jarum nomor 26. tuberkulin yang dipakai adalah tuberkulin PPD RT 23 kekuatan 2 TU. Pembacaan dilakukan 48- 72 jam setelah penyuntikan. Diukur diameter transveral dari indurasi yang terjadi.

  Ukuran dinyatakan dalam milimter. Uji tuberkulin dinyatakan positif bila indurasi > 10 mm (pada anak dengan gizi baik), atau >5 mm pada anak dengan gizi buruk.

  Bila uji tuberkulin positif, menunjukan adanya infeksi tuberkulosis dan kemungkinan ada tuberkulosis aktif pada anak, namun uji tuberkulin dapat negatif pada anak dengan tuberkulosis berat (malnutrisi, penyakit sangat berat, pemberian imunosupresif, dll).

  4) Reaksi Cepat BCG

  Bila dalam penyuntikan BCG terjadi reaksi cepat ( dalam 3-7 hari) berupa kemerahan dan indurasi > 5 mm, maka anak tersebut dicurigai telah terinfeksi

  Mycobactrium tuberculosa (Depkes, 2002).

  5) Foto Rontgen Dada

  Gambaran rontgen tuberkulosis paru pada anak tidak khas dan interpretasi foto biasanya sulit, harus hati-hati, kemungkinan bisa overdiagnosis atau underdiagnosis.

  Paling mungkin kalau ditemukan infiltrat dengan pembesaran kelenjar hilus atau kelenjar paratrakeal. Gejala lain dari fhoto rontgen yang mencurigai tuberkulosis adalah milier, Atelektasis/kolaps konsolidasi, infiltrat dengan pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal, Konsolidasi (lobus), reaksi pleura dan atau efusi pleura, kalsifikasi, bronkiektasis, kavitas, dan destroyed lung. Bila ada diskongruensi antara gambaran klinis dan gambaran rontgen , harus dicurigai tuberkulosis. Fhoto rontgen dada sebaiknya dilakukan PA (postero-Anterior) dan lateral, tetapi kalau tidak mungkin PA saja (Depkes, 2002).

6) Pemeriksaaan Mikrobiologi dan Serologi

  Pemeriksaan BTA secara mikroskopis langsung pada anak biasanya dilakukan dari bilasan lambung karena dahak sulit didapat pada anak. Pemeriksaan BTA secara biakan (kultur) memerlukan waktu yang lama. Cara baru untuk mendeteksi kuman tuberkulosis dengan cara PCR (Polymery Chain Reaktion) atau Bactec masih belum dapat dipakai dalam klinis praktis. Demikian juga pemeriksaan serologis seperti ELISA, PAP, Mycodot dan lain-lain, masih memerlukan penelitian lebih lanjut untuk pemakaian dalam klinis praktis.

  Bila dijumpai 3 atau lebih dari hal-hal yang mencurigakan atau gejala-gejala klinis umu tersebut di atas. Maka anak tersebut dianggap tuberkulosis dan diberikan pengobatan dengan OAT sambil diobservasi selama 2 bulan. Bila menunjukan perbaikan, maka diagosis tuberkulosis dapat dipastikan dan OAT diteruskan sampai penderita tersebut sembuh.

  Bila dalam observasi dengan pemberian OAT selama 2 bulan tersebut di atas, keadaan anak memburuk atau tetap, anak tersebut bukan tuberkulosis atau mungkin tuberkulosis tapi kekebalan obat ganda atau Multiple Drug Resistent (MDR). Anak tersangka MDR perlu dirujuk ke rumah sakit untuk penatalaksanaan spesialistik (Depkes, 2002).

2.6.7. Pencegahan Penyakit TB Paru

  Tindakan pencegahan dapat dikerjakan oleh penderita, masyarakat dan petugas kesehatan melalui (Hiswani, 2004): 1)

  Pengawasan pederita, kontak dan lingkungan

  a) Oleh penderita, dapat dilakukan dengan menutup mulut sewaktu batuk/bersin dan membuang dahak tidak disembarangan tempat.

  b) Oleh masyarakat dapat dilakukan terhadap bayi dengan memberikan vaksinasi BCG.

  c) Oleh petugas kesehatan dengan memberikan penyuluhan tentang penyakit TB yang antara lain meliputi gejala bahaya dan akibat yang ditimbulkannya.

  d) Isolasi, pemeriksaan kepada orang–orang yang terinfeksi, pengobatan khusus

  TBC. Pengobatan mondok dirumah sakit hanya bagi penderita yang kategori berat yang memerlukan pengembangan program pengobatannya yang karena alasan-alasan sosial ekonomi dan medis untuk tidak dikehendaki pengobatan jalan.

  e) Desinfeksi, cuci tangan dan tata rumah tangga kebersihan yang ketat, perlu perhatian khusus terhadap muntahan dan ludah (piring, tempat tidur, pakaian) ventilasi rumah dan sinar matahari yang cukup.

  f) Imunisasi orang-orang kontak. Tindakan pencegahan bagi orang–orang sangat dekat (keluarga, perawat, dokter, petugas kesehatan lain) dan lainnya yang terindikasinya dengan vaksin BCG dan tindak lanjut bagi yang positif tertular. g) Penyelidikan orang-orang kontak. Tuberculin-test bagi seluruh anggota keluarga dengan foto rontgen yang bereaksi positif, apabila cara-cara ini negatif, perlu diulang pemeriksaan tiap bulan selama 3 bulan, perlu penyelidikan intensif.

  h) Pengobatan khusus. Penderita dengan TBC aktif perlu pengobatan yang tepat obat-obat kombinasi yang telah ditetapkan oleh dokter di minum dengan tekun dan teratur, waktu yang lama (6 atau 12 bulan). Diwaspadai adanya kebal terhadap obat-obat, dengan pemeriksaaan penyelidikan oleh dokter.

2) Tindakan Pencegahan.

  a) Status sosial ekonomi rendah yang merupakan faktor menjadi sakit, seperti kepadatan hunian, dengan meningkatkan pendidikan kesehatan. Tersedia sarana-sarana kedokteran, pemeriksaan penderita, kontak atau suspect harus selalu dilaporkan, pemeriksaan dan pengobatan dini bagi penderita, kontak, suspect.

  b) Pengobatan preventif, diartikan sebagai tindakan keperawatan terhadap penyakit inaktif dengan pemberian pengobatan INH sebagai pencegahan.

  c) BCG, vaksinasi diberikan pertama-tama kepada bayi dengan perlindungan bagi ibunya dan keluarganya. Diulang 5 tahun kemudian pada 12 tahun ditingkat tersebut berupa tindakan pencegahan

  d) Memberantas penyakit TB pada pemerah air susu dan tukang potong sapi dan pasteurisasi air susu sapi. e) Tindakan pencegahan bahaya penyakit paru kronis karena menghirup udara yang tercemar debu para pekerja tambang, pekerja semen dan sebagainya.

f) Pemeriksaan bakteriologis dahak pada orang dengan gejala TB paru.

  g) Pemeriksaan screening dengan tuberculin test pada kelompok berisiko tinggi, seperti para emigran, orang-orang kontak dengan penderita, petugas dirumah sakit, petugas/guru disekolah, petugas foto rontgen. Pemeriksaan foto rontgen pada orang-orang yang positif dari hasil pemeriksaan tuberculin test.

2.6.8. Kebijakan Penanggulangan TB Paru

  Menurut Depkes RI (2007) Penanggulangan TB paru di Indonesia ditempuh melalui kebijakan-kebijakan yakni : a)

  Penanggulangan TB di Indonesia dilaksanakan sesuai dengan azas desentralisasi dengan Kabupaten/kota sebagai titik berat manajemen program dalam kerangka otonomi yang meliputi: perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta menjamin ketersediaan sumber daya (dana, tenaga, sarana dan prasarana).

  b) Penanggulangan TB dilaksanakan dengan menggunakan strategi DOTS

  c) Penguatan kebijakan untuk meningkatkan komitmen daerah terhadap program penanggulangan TB.

  d) Penguatan strategi DOTS dan pengembangannya ditujukan terhadap peningkatan mutu pelayanan, kemudahan akses untuk penemuan dan pengobatan sehingga mampu memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya MDR-TB. e) Penemuan dan pengobatan dalam rangka penanggulangan TB dilaksanakan oleh seluruh Unit Pelayanan Kesehatan (UPK), meliputi Puskesmas, Rumah

  Sakit Pemerintah dan swasta, Rumah Sakit Paru (RSP), Balai Pengobatan Penyakit Paru Paru (BP4), Klinik Pengobatan lain serta Dokter Praktek Swasta (DPS).

  f) Penanggulangan TB dilaksanakan melalui promosi, penggalangan kerja sama dan kemitraan dengan program terkait, sektor pemerintah, non pemerintah dan swasta dalam wujud Gerakan Terpadu Nasional Penanggulangan TB (Gerdunas TB).

  g) Peningkatan kemampuan laboratorium diberbagai tingkat pelayanan ditujukan untuk peningkatan mutu pelayanan dan jejaring.

Dokumen yang terkait

Efektivitas Promosi Kesehatan Menggunakan Metode Ceramah Tentang HIV/AIDS Terhadap Pengetahuan dan Sikap Remaja di SMK Tritech Informatika dan SMK Namira Tech Nusantara Medan Tahun 2013

5 71 187

Pengaruh Metode Ceramah dan Diskusi Kelompok Terarah (DKT) terhadap Pengetahuan dan Sikap Remaja Mengenai Pencegahan Penularan TB Paru di SMA Negeri 12 Medan Tahun 2013

0 62 133

Efektivitas Metode Ceramah Dan Diskusi Kelompok Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Tentang Kesehatan Reproduksi Pada Remaja Di Yayasan Pendidikan Harapan Mekar Medan

4 77 154

Pengaruh Penyuluhan Kesehatan Dengan Metode Ceramah Terhadap Peningkatan Pengetahuan Dan Sikap Dalam Pencegahan Filariasis

0 1 11

Efektivitas Metode Promosi Kesehatan dalam Meningkatkan Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja

0 1 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Promosi Kesehatan - Pengaruh Promosi Kesehatan Dengan Menggunakan Metode Ceramah Dan Permainan Ular Tangga Terhadap Peningkatan Perilaku Murid Kelas V Tentang Konsumsi Makanan Jajanan Di Sd Negeri Kecamatan Medan Petisah Tahun

0 0 39

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Pengetahuan dan Sikap Remaja Puteri Tentang Kanker Serviks di SMA Negeri 2 Pematangsiantar

0 0 18

Efektivitas Promosi Kesehatan Menggunakan Metode Ceramah Tentang HIV/AIDS Terhadap Pengetahuan dan Sikap Remaja di SMK Tritech Informatika dan SMK Namira Tech Nusantara Medan Tahun 2013

0 1 54

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komunikasi - Efektivitas Promosi Kesehatan Menggunakan Metode Ceramah Tentang HIV/AIDS Terhadap Pengetahuan dan Sikap Remaja di SMK Tritech Informatika dan SMK Namira Tech Nusantara Medan Tahun 2013

0 1 42

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Efektivitas Promosi Kesehatan Menggunakan Metode Ceramah Tentang HIV/AIDS Terhadap Pengetahuan dan Sikap Remaja di SMK Tritech Informatika dan SMK Namira Tech Nusantara Medan Tahun 2013

0 1 12