BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komunikasi - Efektivitas Promosi Kesehatan Menggunakan Metode Ceramah Tentang HIV/AIDS Terhadap Pengetahuan dan Sikap Remaja di SMK Tritech Informatika dan SMK Namira Tech Nusantara Medan Tahun 2013

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Komunikasi

  Menurut Effendy (2003), komunikasi adalah hubungan kontak antara manusia baik individu maupun kelompok. Dalam kehidupan sehari-hari disadari atau tidak komunikasi adalah bagian dari kehidupan manusia itu sendiri. Sejak dilahirkan manusia sudah berkomunikasi dengan lingkungannya. Selain itu komunikasi diartikan pula sebagai hubungan atau kegiatan-kegiatan yang ada kaitannya dengan masalah hubungan atau dapat pula diartikan bahwa komunikasi adalah saling tukar menukar pikiran atau pendapat.

  Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari bahasa Latin communication dan bersumber dari kata communis yang berarti sama.

  Sama disini maksudnya adalah sama makna. Menurut Wilbur Schramm dalam Effendy (1992), komunikasi akan berhasil apabila pesan yang disampaikan oleh komunikator cocok dengan kerangka acuan (frame of references), yakni panduan pengalaman dan pengertian (collection of experiences), yang pernah diperoleh komunikan (Effendy, 1992).

  Menurut Laswell, komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu. Dari defenisi tersebut menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur yakni Who

  (siapa), Says What (berkata apa), in Which Channel (melalui saluran apa), to Whom (kepada siapa) dan With What Effect (dengan efek apa) (Effendy, 2003). proses komunikasi bisa dalam bentuk perorangan ataupun lembaga atau instansi.

  b) Says What (apa yang dikatakan) : pernyataan umum adalah dapat berupa suatu ide, informasi, opini, pesan dan sikap yang sangat erat kaitannya dengan pesan yang disampaikan.

  c) In Which Channel (melalui saluran apa) : media komunikasi atau saluran yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan komunikasi.

  d) To Whom (kepada siapa) : komunikan atau audience yang menjadi sasaran komunikasi adalah kepada siapa pernyataan tersebut ditujukan, berkaitan dengan si penerima pesan.

  e) With What Effect (dengan efek apa) : hasil yang dicapai dari usaha penyampaian pernyataan umum itu pada sasaran yang dituju.

  Sedangkan defenisi lain menyebutkan bahwa komunikasi adalah suatu transaksi, proses simbolik yang menghendaki orang-orang yang mengatur lingkungannya dengan (1) membangun hubungan antar sesama manusia (2) melalui pertukaran informasi (3) untuk menguatkan sikap dan tingkah laku orang lain (4) serta berusaha mengubah sikap dan tingkah laku itu (Cangara, 2005).

  2.1.1. Tujuan Komunikasi

  Menurut Effendy (2003), pada umumnya komunikasi mempunyai tujuan,

  1. Untuk mengubah sikap (to charge the attitude), yaitu kegiatan memberikan berbagai informasi kepada masyarakat dengan tujuan supaya masyarakat akan berubah sikapnya.

  2. Untuk mengubah opini/pendapat/pandangan (to the change the opinion), mencakup pemberian berbagai informasi pada masyarakat. Tujuan akhirnya supaya masyarakat mau berubah pendapat dan persepsinya terhadap tujuan informasi yang disampaikan.

  3. Untuk mengubah perilaku (to change the behavior), yaitu kegiatan memberikan berbagai informasi pada masyarakat dengan tujuan supaya masyarakat akan berubah perilakunya.

  4. Untuk mengubah masyarakat (to change the society), mencakup pemberian berbagai informasi kepada masyarakat, yang pada akhirnya bertujuan agar masyarakat mau mendukung dan ikut serta terhadap tujuan informasi yang disampaikan.

  2.1.2. Fungsi Komunikasi

  Menurut Effendy (2003), proses komunikasi tidak terlepas dari bentuk dan fungsi komunikasi, dimana komunikasi yang baik tidak jauh dari fungsi yang mendukung keefektifan komunikasi. Adapun fungsi komunikasi itu sendiri adalah sebagai berikut : 1) Menginformasikan (to inform) berita atau info yang kita ketahui kepada masyarakat. Perilaku menerima informasi merupakan perilaku alamiah dari masyarakat. Dengan menerima informasi yang benar masyarakat akan merasa aman tentram.

  2) Mendidik (to educated) Kegiatan komunikasi pada masyarakat dengan memberikan berbagai informasi tidak lain agar masyarakat menjadi lebih baik, lebih maju, lebih berkembang kebudayaannya. Kegiatan memberi pengetahuan atau mendidik dalam arti luas adalah memberikan berbagai informasi yang dapat menambah kemajuan dan dalam arti sempit adalah memberikan berbagai informasi dan juga berbagai ilmu pengetahuan melalui berbagai tatanan komunikasi pada pertemuan-pertemuan, kelas-kelas, dan sebagainya. 3) Menghibur (to entertain)

  Perilaku masyarakat menerima informasi selain untuk memenuhi rasa aman juga menjadi sarana hiburan. Apalagi pada masa sekarang ini banyak penyajian informasi melalui sarana hiburan. Fungsi menghibur ini dapat memberi kesenangan dan mencegah kebosanan masyarakat sebagai penerima informasi. Fungsi menghibur ini dapat menumbuhkan kesadaran (social awareness) dalam menerima pesan. Maksudnya adalah penerima pesan itu dapat merasakan apa yang dialami oleh seseorang.

  4) Memengaruhi (to influence) Fungsi memengaruhi adalah suatu kegiatan memberikan berbagai informasi pada kearah perubahan sikap, pendapat dan perilaku yang diharapkan.

2.2. Efektivitas

2.2.1. Pengertian Efektivitas

  Menurut Danfar (2009) efektivitas berasal dari kata efektif, dimana pengertian efektivitas secara umum menunjukkan sampai seberapa jauh tercapainya suatu tujuan yang telah ditetapkan atau suatu keadaan yang menunjukkan tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan.

  Menurut Suprapto (2011), efektivitas pada dasarnya mengacu pada sebuah keberhasilan atau pencapaian tujuan. Efektivitas merupakan salah satu dimensi dari produktivitas, yaitu mengarah kepada pencapaian untuk kerja yang maksimal, yaitu pencapaian target yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas dan waktu. Efektivitas berarti ada pengaruhnya, efeknya, manjur atau mujarab dan dapat membawa hasil atau berdaya guna. efektivitas dipandang tidak hanya dari aspek hasil atau output yang berdimensi sempit, tetapi sebagai sebuah konsep, efektivitas juga dapat dipandang dari aspek yang berdimensi lebih luas.

  Dapat disimpulkan bahwa pengertian efektivitas adalah keberhasilan suatu aktifitas atau kegiatan dalam mencapai tujuan dan target, sesuai dengan yang telah ditentukan sebelumnya, dan apabila tujuan dan target dapat tercapai sesuai dengan yang telah ditentukan sebelumnya, dikatakan efektif dan sebaliknya apabila tujuan dan target tidak dapat tercapai sesuai dengan yang telah ditentukan sebelumnya maka Menurut Campbell (1989), terdapat cara pengukuran terhadap efektivitas yang secara umum dan yang paling menonjol adalah : keberhasilan program, keberhasilan sasaran, kepuasan terhadap program, tingkat input dan output, pencapaian tujuan menyeluruh.

2.2.2. Pendekatan Efektivitas

  Menurut Price (1972), pendekatan efektivitas digunakan untuk mengukur sejauh mana aktivitas itu efektif. Ada beberapa pendekatan yang digunakan terhadap efektivitas yaitu :

  a) Pendekatan Sasaran (Goal Approach) Pendekatan ini mencoba mengukur sejauh mana suatu lembaga berhasil merealisasikan sasaran yang hendak dicapai. Pendekatan sasaran dalam pengukuran efektivitas dimulai dengan identifikasi sasaran organisasi dan mengukur tingkatan keberhasilan organisasi dalam mencapai sasaran tersebut.

  b) Pendekatan Sumber (System Resource Approach) Pendekatan sumber mengukur efektivitas melalui keberhasilan suatu lembaga dalam mendapatkan berbagai macam sumber yang dibutuhkannya. Suatu lembaga harus dapat memperoleh berbagai macam sumber dan juga memelihara keadaan dan sistem agar dapat efektif. Pendekatan ini didasarkan pada teori mengenai keterbukaan sistem suatu lembaga terhadap lingkungannya, karena lembaga mempunyai hubungan yang merata dengan lingkungannya dimana dari lingkungan diperoleh sumber- sumber yang merupakan input dan output yang dihasilkan juga dikembalikan pada c) Pendekatan Proses (Internal Process Approach)

  Pendekatan proses menganggap efektivitas sebagai efisiensi dan kondisi kesehatan dari suatu lembaga internal. Pada lembaga yang efektif, proses internal berjalan dengan lancar dimana kegiatan bagian-bagian yang ada berjalan secara terkoordinasi. Pendekatan ini tidak memperhatikan lingkungan melainkan memusatkan perhatian terhadap kegiatan yang dilakukan terhadap sumber-sumber yang dimiliki lembaga, yang menggambarkan tingkat efisiensi serta kesehatan lembaga.

2.2.3. Masalah dalam Pengukuran Efektivitas

  Steers (1985), mengemukakan bahwa efektivitas selalu diukur berdasarkan prestasi, produktivitas dan laba. Pengukuran efektivitas dengan menggunakan sasaran yang sebenarnya dan memberikan hasil pengukuran efektivitas berdasarkan sasaran dengan memperhatikan masalah yang ditimbulkan oleh beberapa hal berikut : a) Adanya macam-macam output

  Adanya bermacam-macam output yang dihasilkan menyebabkan pengukuran efektivitas dengan pendekatan sasaran menjadi sulit untuk dilakukan. Pengukuran juga semakin sulit jika ada sasaran yang saling bertentangan dengan sasaran lainnya. Efektivitas tidak akan dapat diukur hanya dengan menggunakan suatu indikator atau efektivitas yang tinggi pada suatu sasaran yang seringkali disertai dengan efektivitas yang rendah pada sasaran lainnya. Dengan demikian, yang diperoleh dari pengukuran efektivitas adalah profil atau bentuk dari efek yang menunjukkan ukuran efektivitas dipermasalahkan adalah frekuensi penggunaan kriteria dalam pengukuran efektivitas dimana kriteria dalam pengukuran efektivitas adalah : adaptabilitas dan fleksibilitas, produktivitas, keberhasilan memperoleh sumber, keterbukaan dalam komunikasi, keberhasilan pencapaian program, pengembangan program (Steers, 1985).

  b) Subjektivitas dalam adanya penilaian Pengukuran efektivitas dengan menggunakan pendekatan sasaran seringkali mengalami hambatan, karena sulitnya mengidentifikasi sasaran yang sebenarnya dan juga karena kesulitan dalam pengukuran keberhasilan dalam mencapai sasaran. Untuk itu ada baiknya bila meninjau bahwa perlu masuk kedalam suatu lembaga untuk mempelajari sasaran yang sebenarnya karena informasi yang diperoleh hanya dari dalam suatu lembaga untuk melihat program yang berorientasi ke luar atau masyarakat, seringkali dipengaruhi oleh subjektifitas. Untuk sasaran yang dinyatakan dalam bentuk kualitatif, unsur subjektif itu tidak berpengaruh tetapi untuk sasaran yang harus dideskripsikan secara kuantitatif, informasi yang diperoleh akan sangat tergantung pada subjektifitas dalam suatu lembaga mengenai sasarannya (Steers,

  .

  1985)

  2.3. Peran Komunikasi Kesehatan

  Menurut Liliweri (2009), komunikasi kesehatan adalah studi yang menyebarluaskan informasi kesehatan yang dapat memengaruhi individu dan komunitas agar mereka dapat membuat keputusan yang tepat berkaitan dengan pengelolaan kesehatan.

  Komunikasi kesehatan merupakan kegunaan teknik komunikasi dan teknologi komunikasi secara positif untuk memengaruhi individu, organisasi, komunitas dan penduduk bagi tujuan mempromosikan kondisi yang kondusif atau yang memungkinkan tumbuhnya kesehatan manusia dan lingkungan. Kegunaan itu termasuk beragam aktivitas seperti interaksi antara profesional kesehatan dengan para pasien di Klinik, kampanye, media massa, dan penciptaan peristiwa.

  Komunikasi kesehatan meliputi informasi tentang pencegahan penyakit, promosi kesehatan, kebijaksanaan pemeliharaan kesehatan, yang sejauh mungkin mengubah dan membaharui kualitas individu dalam suatu komunitas atau masyarakat dengan mempertimbangkan aspek ilmu pengetahuan dan etika (Liliweri, 2009).

  2.4. Komunikasi Tatap Muka Forum (Kelompok)

2.4.1. Pengertian Komunikasi Tatap Muka Forum

  Menurut Vardiansyah (2004) yang mengutip pendapat Goldberg dan Larson (1985), komunikasi tatap muka forum adalah suatu bidang studi, penelitian dan terapan yang tidak menitikberatkan perhatiannya pada gejala-gejala komunikasi di dalam kelompok, tetapi pada tingkah laku individu dalam komunikasi kelompok tatap muka yang kecil. lebih berstruktur dimana para pesertanya lebih cenderung melihat dirinya sebagai kelompok serta mempunyai kesadaran tinggi tentang sasaran bersama, komunikasi ini kurang dipengaruhi emosi dan melibatkan pengaruh antar pribadi, umpan balik pesan berlangsung cepat, adaptasi pesan bersifat khusus, serta lebih cenderung dilakukan secara sengaja dan umumnya para pesertanya lebih sadar akan peranan dan tanggung jawab mereka masing-masing (Vardiansyah, 2004).

  Komunikasi tatap muka forum merupakan komunikasi yang berlangsung antara seorang komunikator dengan sekelompok orang yang jumlahnya lebih dari dua orang (kalau kelompok kecil berjumlah 4-20 orang, kelompok besar 20-50 orang) (Liliweri, 2009). Komunikasi tatap muka forum pada dasarnya adalah aktivitas komunikasi. Aktivitas komunikasi tatap muka ini bentuknya bermacam-macam, mulai dari perbincangan, wawancara, ceramah, seminar, rapat, konseling, lokakarya, hingga pameran (Vardiansyah, 2004).

2.4.2. Efek Komunikasi Tatap Muka Forum

  Efek komunikasi kita artikan sebagai pengaruh yang ditimbulkan pesan komunikator dalam diri komunikannya. Terdapat tiga tataran pengaruh dalam diri komunikan, yaitu kognitif (seseorang menjadi tahu tentang sesuatu), afektif (sikap seseorang terbentuk, misalnya setuju atau tidak setuju terhadap sesuatu) dan konatif (tingkah laku, yang membuat seseorang bertindak melakukan sesuatu). Efek komunikasi dapat diukur dengan membandingkan antara pengetahuan, sikap dan tingkah laku sebelum dan sesudah komunikan menerima pesan (Stuart, 1987) dalam penting untuk mengetahui berhasil atau tidaknya komunikasi yang anda inginkan.

  Menurut (Vardiansyah, 2004) komunikasi efektif adalah sejauh mana motif komunikasi komunikator terwujud dalam diri komunikannya, apabila motif komunikasi kita maknai sebagai tujuan komunikasi, maka dapat dinyatakan bahwa apabila hasil yang didapatkan sama dengan tujuan komunikasi, maka dapat dinyatakan bahwa komunikasi berlangsung efektif, apabila hasil yang didapatkan lebih besar dari tujuan yang diharapkan, dikatakan bahwa komunikasi berlangsung sangat efektif, sebaliknya apabila hasil yang didapatkan lebih kecil daripada tujuan yang diharapkan, dikatakan bahwa komunikasi tidak atau kurang efektif.

  Menurut Huraerah dan Purwanto (2006) yang mengutip pendapat De vito (1983), ada enam faktor efektivitas komunikasi tatap muka forum, yaitu : 1) Leadership (Kepemimpinan)

  Kemampuan pembicara untuk memengaruhi pihak lain. Untuk dapat memengaruhi orang lain, maka pada diri seseorang pembicara diperlukan adanya suatu kekuatan, kekuasaan (power) dan kredibilitas (credibility) agar dapat mengarahkan atau memengaruhi orang lain pada pencapaian tujuan. Pada dasarnya dalam suatu komunikasi, komunikator telah disiapkan kekuatan serta kredibilitas sebagai seorang pemimpin yang dapat digunakan untuk memengaruhi atau mengatur komunikannya.

  Menurut Liliweri (2009) yang mengutip pendapat (De Vito, 1983) aspek kredibilitas komunikator meliputi : melalui kewenangan (pangkat, jabatan, kepakaran) atas suatu subjek yang sedang diperbincangkan.

  b. Character (Karakter), kebiasaan yang diperlihatkan oleh moral komunikator.

  c. Intention (Intensi), motif atau maksud yang mendorong komunikator mengatakan sesuatu.

  d. Personality (Personaliti), yakni perasaan kedekatan (proximity) antara komunikan dengan komunikator (kesamaan psikologis, sosiologis, antropologis sering memengaruhi rasa kedekatan antara komunikan dengan komunikator).

  e. Dynamics (Dinamis), yakni dinamika yang diperlihatkan oleh seorang komunikator.

  2) Goals (Tujuan) Tujuan masyarakat yang menyebabkan komunikasi berlangsung. Tiap komunikasi tatap muka forum pasti memiliki tujuan yang ingin dicapai. Tujuan tersebut yang merupakan tujuan bersama, yang menjadi arah kegiatan bersama, karena tujuan ini merupakan integrasi dari tujuan individu masing-masing.

  3) Norms (Norma) Aturan main yang ada sehingga komunikasi dapat berlangsung. Dalam komunikasi tatap muka forum akan terjadi perpindahan ide atau gagasan yang diubah menjadi simbol oleh seorang komunikator kepada komunikan. Norma disini adalah pedoman-pedoman yang mengatur tingkah laku individu dalam suatu kelompok. komunikasi tatap muka forum. 4) Roles (Peran)

  Peran yang dijalankan oleh individu-individu yang ada dalam melakukan komunikasi. Peranan tersebut meliputi, pemecahan masalah atau melahirkan gagasan-gagasan baru, memelihara emosional diantara komunikan dan komunikator, serta mengkoordinasi kegiatan yang menunjang demi tercapainya tujuan dalam komunikasi tatap muka forum. 5) Cohesiveness (Keeratan)

  Keeratan hubungan diantara anggota forum atau komunikan sangat perlu dilakukan. Cara yang paling efektif adalah membentuk hubungan yang kooperatif diantara komunikator dan komunikan pada saat berkomunikasi. Beberapa cara lainnya adalah memperdalam kepercayaan diantara anggota forum, mengekspresikan afeksi lebih jauh lagi diantara anggota forum, meningkatkan ekspresi saling inklusi dan menerima diantara anggota forum dan mengembangkan norma-norma yang menunjang ekspresi individu diantara anggota forum. Sehingga terbina komunikasi efektif diantara komunikator kepada komunikannya.

  6) Outcomes (Hasil) Hasil penyelenggaraan komunikasi forum merupakan indikator yang baik untuk karena untuk menimbulkan hasil yang dicapai, kita harus berhasil terlebih dahulu menanamkan pengertian, membentuk dan mengubah sikap atau menumbuhkan hubungan yang baik dalam seluruh proses komunikasi. Efektivitas komunikasi ditentukan oleh kualitas pelakunya, yakni persepsi yang dihasilkan oleh suatu pihak terhadap pihak lainnya. Kualitas pelaku tersebut meliputi kredibilitas (credibility) dan kekuasaan (power). Kredibillitas merupakan suatu image atau gambaran audiens mengenai kepribadian komunikator. Seorang pendengar akan mendengarkan komunikator yang dia nilai mempunyai tingkat kredibilitas tinggi.

  Menurut Liliweri (2009) yang mengutip pendapat De vito (1978), tiga tipe kredibilitas, yaitu : a. Initial credibility, yakni inisial yang menunjukkan status atau posisi seseorang, misalnya jabatan, pangkat, gelar-gelar akademik atau kebangsawanan, dan lain-lain.

  b. Derived credibility, yakni sesuatu yang mengesankan bagi komunikan pada saat komunikasi sedang berlangsung, misalnya tentang kemampuan intelektual, moral komunikator, tentang kompetensi hingga kemampuan untuk mengekspresikan kata-kata melalui bahasa isyarat (non verbal) c. Terminal credibility, yakni hasil yang diperoleh akibat dua tipe kredibiltas terdahulu (initial dan derived) serta tingkat keterpengaruhan.

  Menurut Huraera dan Purwanto (2006) yang mengutip pendapat Iskandar (1990), power (kekuasaan ) meliputi : komunikator sebagai pemimpin, kepada komunikan untuk dapat memerintah dirinya atau mengatur dirinya dalam bertingkah laku untuk mencapai tujuan berkomunikasi yang ingin dicapai.

  b. Coercive power, merupakan kekuatan yang dimiliki oleh komunikator untuk mengontrol atau mengawasi komunikan, sejalan dengan proses pencapaian tujuan.

  c. Reward power, merupakan kekuatan yang dimiliki oleh komunikator, yang mana komunikator dapat memberikan penghargaan, pujian serta hadiah kepada komunikan. Hal ini dilakukan oleh komunikator karena komunikannya telah berhasil menunjukkan perilaku yang sesuai dengan pencapaian tujuan.

  d. Expert power, merupakan kekuatan yang dimiliki oleh seorang komunikator yang karena keahliannya, dan atau pengetahuannya, komunikator diakui oleh orang lain, sehingga orang lain tersebut dapat dipengaruhi olehnya.

  e. Referent power, suatu kekuatan yang dimiliki oleh seseorang dimana selalu digunakan sebagai tempat acuan seperti, pesona kharismatik, panutan, idola, sehingga komunikator dianggap mempunyai kekuatan kepada komunikannya.

2.4.3. Teori Rogers Difusi Inovasi

  Menurut Liliweri (2009) yang mengutip pendapat Rogers, difusi inovasi adalah proses penyebarluasan informasi atau material baru dari satu sumber kepada para penerima yang ada dalam suatu sistem sosial. Difusi inovasi merupakan model penyebarluasan gagasan atau material (teknologi) dengan mengetengahkan cara melalui saluran tertentu (umumnya sistem sosial tradisional-moderen) dalam suatu waktu tertentu kepada sejumlah anggota masyarakat atau komunitas dalam suatu sistem sosial.

  Teori difusi inovasi yang dikemukakan oleh Rogers dan Shoemaker (1978) merupakan suatu landasan yang menekankan pentingnya saluran komunikasi dan penyebarserapan ide-ide melalui peran agen-agen perubahan dalam lingkungan sosial. Secara relatif, tetangga, petugas kesehatan atau agen perubahan yang lain ikut membantu menghasilkan perubahan perilaku dengan cara-cara tertentu, misalnya dengan cara meningkatkan kebutuhan akan perubahan, membangun hubungan interpersonal yang diperlukan, rnengidentifikasi masalah-masalah dan penyebabnya, mendapatkan sasaran dan jalan keluar yang potensial serta memotivasi seseorang supaya menerima dan memelihara aksi (Liliweri, 2009).

  Asumsi dari suatu inovasi adalah adanya jenis-jenis gagasan tertentu yang perlu diadopsikan kepada anggota-anggota dari suatu sistem sosial karena mereka sangat membutuhkan informasi tersebut dari para pemuka pendapat dalam sistem sosial. Sedangkan karakteristik sukses inovasi terjadi kalau para anggota sistem sosial itu menerima inovasi tersebut (Liliweri, 2009).

  Menurut Effendy (2003) yang mengutip pendapat Rogers (1995), mengatakan bahwa saluran komunikasi seperti ceramah lebih efektif dalam pembentukan pengetahuan dan percobaan sikap terhadap ide baru dalam upaya memengaruhi keputusan untuk melakukan adopsi atau menolak ide baru, sumber hubungan dari dan mungkin mengatasi kendala psikologis dan sosial (paparan yang selektif, perhatian, persepsi, daya ingat , norma-norma kelompok serta nilai-nilai).

2.5. Promosi Kesehatan

  Promosi kesehatan adalah upaya pemberdayaan masyarakat untuk memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatan diri dan lingkungannya melalui pembelajaran dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat, agar dapat menolong dirinya sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan (Depkes, 2005).

  Promosi kesehatan dapat diartikan sebagai upaya menyebarluaskan, mengenalkan atau menjual pesan-pesan kesehatan sehingga masyarakat menerima atau membeli pesan-pesan kesehatan tersebut dan akhirnya masyarakat mau berperilaku hidup sehat (Notoatmodjo, 2005).

  Menurut Notoatmodjo (2005) yang mengutip pendapat Lawrence Green (1984) merumuskan definisi promosi kesehatan adalah segala bentuk kombinasi pendidikan kesehatan dan intervensi yang terkait dengan ekonomi, politik dan organisasi, yang dirancang untuk memudahkan perubahan perilaku dan lingkungan yang kondusif bagi kesehatan.

  Promosi kesehatan mencakup aspek perilaku, yaitu upaya untuk memotivasi, mendorong, dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki masyarakat adanya promosi tersebut diharapkan dapat membawa akibat terhadap perubahan perilaku sasaran (Notoatmodjo, 2007).

2.6. Metode Promosi Kesehatan

  Di dalam suatu proses promosi kesehatan yang menuju tercapainya tujuan promosi kesehatan yakni perubahan perilaku, dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu faktor metode, faktor materi atau pesannya, pendidik atau petugas yang melakukannya untuk menyampaikan pesan. Metode dan teknik promosi kesehatan, adalah dengan cara apa yang digunakan oleh pelaku promosi kesehatan untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan atau mentransformasikan perilaku kesehatan kepada sasaran atau masyarakat (Notoatmodjo, 2007).

2.6.1. Metode Ceramah

  Metode ceramah merupakan metode pertemuan yang paling sederhana dan paling sering diselenggarakan untuk menggugah kesadaran, minat sasaran, serta pembicara lebih banyak memegang peran untuk menyampaikan dan menjelaskan materi dengan sedikit memberikan kesempatan kepada sasaran untuk menyampaikan tanggapannya (Mardikanto, 1993).

  Nurlaili (2009) mengatakan bahwa metode ceramah adalah suatu cara penyajian bahan pelajaran dengan melalui penuturan (penjelasan lisan), metode ceramah ialah penerangan dan penuturan secara lisan. Peranan ceramah adalah mendengarkan dengan teliti dan mencatat pokok-pokok penting yang dikemukakan Ceramah merupakan metode penyuluhan yang efektif pada kelompok sasaran yang besar yaitu lebih dari 15 orang. Metode ini baik untuk sasaran yang berpendidikan tinggi maupun rendah (Notoatmodjo, 2003).

  Pengaruh besarnya jumlah sasaran dalam metode ini seringkali dengan menggunakan alat bantu yang berupa materi tertulis dan gambar terproyeksi untuk menarik perhatian dan memperjelas materi yang disampaikan. Waktu penyelenggaraan ceramah juga harus dibatasi, maksimum 1-2 jam (Mardikanto, 1993).

  Menurut Lunandi (1993), beberapa keuntungan menggunakan metode ceramah adalah murah dari segi biaya, mudah mengulang kembali jika ada materi yang kurang jelas ditangkap peserta daripada proses membaca sendiri, lebih dapat dipastikan tersampaikannya informasi yang telah disusun dan disiapkan. Apalagi kalau waktu yang tersedia sangat minim, maka metode inilah yang dapat menyampaikan banyak pesan dalam waktu singkat. Selain keuntungan ada juga kelemahan menggunakan metode ceramah, salah satunya adalah pesan yang terinci mudah dilupakan setelah beberapa lama.

  Metode ceramah juga mempunyai keunggulan-keunggulan antara lain : cepat untuk menyampaikan informasi, informasi yang disampaikan bisa masuk pada sasaran yang cukup besar, sangat cocok digunakan oleh pengajar yang bukan berasal dari kalangan kelompok sasaran. Disamping keunggulan-keunggulan tersebut, metode ceramah juga memiliki kelemahan, dimana merupakan komunikasi satu arah metode ceramah tidak dapat diidentifikasi kebutuhan per individu, sasaran tidak diberi kesempatan untuk berfikir dan berperilaku kreatif, sasaran mudah menjadi bosan jika waktu terlalu lama (LP3I Unair, 2009).

  Menurut Notoatmodjo (2007), ceramah akan berhasil apabila penceramah itu sendiri mempunyai persiapan dengan menguasai materi yang akan diceramahkan.

  Untuk itu penceramah harus mempersiapkan diri dengan mempelajari materi dengan sistematika yang baik, lebih baik lagi kalau disusun dalam diagram atau skema, mempersiapkan alat-alat bantu pengajaran (makalah singkat, slide, transparan, sound sistem dan sebagainya).

  Keberhasilan pelaksanaan ceramah adalah apabila penceramah tersebut dapat menguasai sasaran ceramah. Untuk itu penceramah harus mempunyai sikap dan penampilan yang meyakinkan, tidak boleh bersikap ragu-ragu dan gelisah, suara hendaknya cukup keras dan jelas, pandangan harus tertuju ke seluruh peserta ceramah, berdiri di depan (dipertengahan) dan tidak boleh duduk (Notoatmodjo 2007).

2.7. Proses Adopsi Perilaku

  Menurut Notoatmodjo (2007) yang mengutip pendapat Rogers (1974), mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baik), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan yakni : kesadaran, interes, evaluasi, percobaan dan adopsi. model baru dalam memperbaiki penelitiannya proses perubahan perilaku terdahulu dengan teori yang dikenal “Diffusion of Innovation” meliputi : a. Knowledge (Pengetahuan) terjadi bila individu (ataupun suatu unit perbuatan keputusan lainnya) diekspos terhadap eksistensi inovasi dan memperoleh pemahamannya.

  b. Persuasion (Persuasi) terjadi bila suatu individu (ataupun suatu unit keputusan lainnya) suatu sikap mendukung atau tidak mendukung terhadap inovasi c. Decision (Keputusan) terjadi bila individu (atau unit pembuat keputusan lainnya) terlibat dalam berbagai aktivitas yang mengarah kepada pilihan untuk menerapkan dan menolak inovasi

  d. Implementation (Implementasi) terjadi bila individu (atau unit keputusan lainnya) menggunakan inovasi e. Confirmation (Konfirmasi) terjadi bila individu (atau unit pembuatan keputusan lainnya) mencari dukungan atas keputusan inovasi yang sudah dibuat, akan tetapi ia sendiri mungkin mencanangkan keputusan sebelumnya jika diarahkan terhadap pesan-pesan yang menimbulkan konflik tentang inovasi tersebut.

  Apabila penerimaan perilaku baru dan adopsi perilaku melalui proses seperti ini, dimana didasari pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku ini tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama (Notoatmodjo, 2003).

  Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia di peroleh melalui mata dan telinga.

  Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavioral).

  Pengetahuan yang tercakup di dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan, yakni : a. Tahu (Know) sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

  b. Memahami (Comprehension) diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar objek yang diketahui dan dapat mengintepretasikan materi tersebut secara benar.

  c. Aplikasi (Application) yaitu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya.

  d. Analisis (Analysis) adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih saling berkaitan antara yang satu dengan yang lain. e. Sintesis (Synthesis) adalah suatu kemampuan meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru telah ada.

  f. Evaluasi (Evaluation) bahwa seseorang tersebut telah mampu untuk melakukan justification atau penilaian terhadap suatu materi atau objek (Notoatmodjo, 2003).

2.7.2 Sikap (Attitude)

  Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial.

  Menurut Notoatmodjo (2005) yang mengutip pendapat Allport (1954), menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai tiga komponen pokok, yaitu : a. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek .

  b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.

  c. Kecenderungan untuk bertindak.

  Ketiga komponen diatas secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh. Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berfikir, keyakinan dan emosi memegang peranan penting. Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan sikap, yakni :

  a. Menerima (Receiving) artinya bahwa orang atau subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan oleh objek. b. Merespon (Responding) yaitu memberikan jawaban apabila di tanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi c. Menghargai (Valuing) mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga

  (kecenderungan untuk bertindak).

  d. Bertanggung jawab (Responsible) yaitu bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi (Notoatmodjo, 2003). Menurut Liliweri (2009), sikap manusia tersusun oleh 4 komponen utama, yaitu :

  1. Kognitif Aspek kognitif berisi apa yang diketahui mengenai suatu obyek, bagaimana pengalaman anda tentang obyek tersebut, bagaimana pendapat atau pandangan anda tentang obyek tersebut. Aspek kognitif berkaitan dengan kepercayaan kita, teori, harapan, sebab dan akibat dari suatu kepercayaan, dan persepsi relatif terhadap obyek tertentu.

  2. Afektif Afektif berisi apa yang anda rasakan mengenai suatu obyek, jadi komponen afektif berisi emosi. Afeksi sebagai komponen afektif menunjukkan perasaan respek atau perhatian kita terhadap obyek tertentu, seperti ketakutan, kesukaan atau kemarahan.

  3. Konatif Konatif berisi predisposisi anda untuk bertindak terhadap obyek. Jadi berisi atau mengimplementasikan perilaku sebagai tujuan terhadap obyek.

  4. Evaluatif Evaluasi seringkali dipertimbangkan sebagai inti dari tiga komponen sikap tersebut. Evaluasi dapat dibayangkan sebagai suatu rentangan menggambarkan derajat sikap kita terhadap obyek mulai dari yang paling baik sampai yang paling buruk. Ketika kita bicara tentang sikap yang positif dan negatif ke arah obyek, kita melakukan evaluasi. Evaluasi merupakan fungsi kognitif, afektif, dan perilaku terhadap obyek. Pada umumnya, evaluasi dikeluarkan dari memori yang sudah tersimpan dalam otak kita (kognitif).

2.8. Remaja 2.8.1. Definisi Remaja

  Remaja yang dalam bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari kata Latin adolescere yang artinya tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan.

  Perkembangan lebih lanjut, istilah adolescence memiliki arti yang luas mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 2007).

  Menurut Soetjiningsih (2004), masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak yang dimulai saat terjadinya kematangan seksual yaitu antara usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 20 tahun, yaitu masa menjelang dewasa muda.

  Remaja adalah suatu masa dimana individu dalam proses pertumbuhannya terutama fisiknya yang telah mencapai kematangan. Dengan batasan usia berada pada Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), remaja merupakan suatu individu yang sedang mengalami masa peralihan yang secara berangsur-angsur mencapai kematangan seksual, mengalami perubahan jiwa dari jiwa kanak-kanak menjadi dewasa dan mengalami perubahan keadaan ekonomi dari ketergantungan menjadi relatif mandiri (Notoatmodjo, 2007).

  Monks (1999) dalam Nasution (2007), menyatakan bahwa remaja adalah individu yang berusia antara 12-20 tahun yang sedang mengalami masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa, dengan pembagian 12-15 tahun masa remaja awal, 15-18 tahun masa remaja pertengahan dan 18-20 tahun masa remaja akhir.

  Berdasarkan pembagian tersebut, proses remaja menuju kedewasaan disertai dengan karakteristiknya, yaitu : 1) Remaja awal (12-15 tahun)

  Pada tahap ini, remaja masih merasa heran terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahan- perubahan tersebut. Mereka mulai mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis dan mudah terangsang secara erotis. Kepekaan yang berlebihan ini ditambah dengan berkurangnya pengendalian terhadap ego dan menyebabkan remaja sulit mengerti dan dimengerti oleh orang dewasa.

  2) Remaja madya (15-18 tahun) Pada tahap ini, remaja sangat membutuhkan teman-teman. Ada teman-teman yang mempunyai sifat-sifat yang sama dengan dirinya. Pada tahap ini, remaja berada dalam kondisi kebingungan karena masih ragu harus memilih yang mana, peka atau peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimis atau pesimis dan sebagainya. 3) Remaja akhir (18-20 tahun)

  Tahap ini adalah masa mendekati kedewasaan yang ditandai dengan pencapaian : a) Minat yang semakin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek.

  b) Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan mendapatkan pengalaman-pengalaman baru.

  c) Terbentuknya identitas seksual yang tidak akan berubah lagi.

  d) Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain.

  e) Tumbuh dinding pemisah antara diri sendiri dengan masyarakat umum.

2.8.2. Ciri-ciri Masa Remaja

  Hurlock (2003) mengemukakan berbagai ciri remaja adalah sebagai berikut :

  a) Masa remaja adalah masa peralihan Yaitu peralihan dari satu tahap perkembangan ke perkembangan berikutnya secara berkesinambungan. Pada masa ini remaja bukan lagi seorang anak dan juga bukan seorang dewasa. Masa ini merupakan masa yang sangat strategis, karena memberi waktu kepada remaja untuk membentuk gaya hidup dan diinginkannya.

  b) Masa remaja adalah masa terjadi perubahan Sejak awal remaja, perubahan fisik terjadi dengan pesat, perubahan perilaku dan sikap juga berkembang. Ada empat perubahan besar yang terjadi pada remaja, yaitu perubahan emosi, peran, minat, pola perilaku (perubahan sikap menjadi bercabang dua yang saling bertentangan (seperti mencintai dan membenci sekaligus terhadap orang yang sama).

  c) Masa remaja adalah masa yang penuh masalah.

  Masalah remaja sering menjadi masalah yang sulit untuk diatasi. Hal ini terjadi karena remaja belum terbiasa menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa meminta bantuan orang lain. Akibatnya, terkadang terjadi penyelesaian yang tidak sesuai dengan yang diharapkan.

  d) Masa remaja adalah masa mencari identitas.

  Identitas diri yang dicari remaja adalah berupa kejelasan siapa dirinya dan apa peran dirinya di masyarakat. Remaja tidak puas dirinya sama dengan kebanyakan orang, ia ingin memperlihatkan dirinya sebagai individu, sementara pada saat yang sama ia ingin mempertahankan dirinya terhadap kelompok sebaya. e) Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan kekuatan.

  Ada stigma dari masyarakat bahwa remaja adalah anak yang tidak rapi, tidak orang dewasa harus membimbing dan mengawasi kehidupan remaja. Stigma ini akan membuat masa peralihan remaja ke dewasa menjadi sulit, karena orang tua yang memiliki pandangan seperti ini akan selalu mencurigai remaja, sehingga menimbulkan pertentangan dan membuat jarak antara orang tua dengan remaja.

  f) Masa remaja sebagai masa yang tidak realistis.

  Remaja cenderung memandang kehidupan melalui kaca matanya sendiri, baik dalam melihat dirinya maupun melihat orang lain, mereka belum melihat apa adanya, tetapi menginginkan sebagaimana yang ia harapkan.

  g) Masa remaja adalah ambang masa dewasa.

  Dengan berlalunya usia belasan, remaja yang semakin matang berkembang dan berusaha memberi kesan sebagai seseorang yang hampir dewasa. Ia akan memusatkan dirinya pada perilaku yang dihubungkan dengan status orang dewasa, misalnya dalam berpakaian dan bertindak.

2.8.3. Perkembangan Masa Remaja

  Menurut Ahmadi (1998), berbagai perkembangan pada masa remaja dapat dilihat dari berbagai aspek. Aspek-aspek tersebut adalah sebagai berikut : a) Perkembangan fisik Perubahan fisik yang terjadi pada masa remaja merupakan gejala utama dari perkembangan remaja.

  b) Perkembangan kognitif Perkembangan kognitif remaja dalam tahap formal operasional yaitu saat pemikirannya menjadi semakin rasional. Pada tahap ini remaja mulai mengembangkan pemikiran yang bersifat abstrak, hipotesis serta mampu melihat berbagai kemungkinan dalam pemecahan masalah yang dihadapi serta mulai memikirkan bagaimana pandangan orang lain terhadap dirinya.

  c) Perkembangan kepribadian Pada tahap ini terjadi suatu konflik diri. Dimasa ini remaja sedang dalam proses pembentukan identitas diri yang merupakan masa dimana individu berharap dapat mengatakan siapa dirinya saat ini dan apa yang dikehendakinya di masa mendatang. Ciri-ciri yang mencolok dari tahap ini adalah adanya sublimasi (usaha pengalihan hasrat yang bersifat primitif ke tingkah laku yang dapat diterima oleh norma masyarakat) melalui ekspresi libido, yaitu dengan cara jatuh cinta dengan lawan jenis.

  d) Perkembangan emosi Suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Pada masa perkembangan emosi terjadi ketidakstabilan emosi dimana individu mengalami perasaan-perasaan yang kontradiktif sifatnya, seperti sinis terhadap orang lain maupun terhadap kejadian tertentu, benci, perasaan cinta, apatis, peduli dan sebagainya.

  Salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit adalah yang berhubungan dengan penyesuaian sosial. Upaya yang terpenting dan tersulit adalah penyesuaian diri dengan meningkatnya pengaruh kelompok sebaya, perubahan dalam perilaku sosial, pengelompokan sosial yang baru, nilai-nilai baru dalam seleksi persahabatan ataupun dukungan dan penolakan sosial serta seleksi pemimpin. Karena remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama teman-teman sebaya sebagai suatu kelompok, maka pengaruh teman sebaya lebih besar daripada pengaruh keluarga (Ahmadi, 1998).

2.9. HIV/AIDS 2.9.1. Pengertian HIV/AIDS

  Virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan penyebab AIDS (Acquired Immuno Deficiency Sindrome). Virus ini dapat merusak sel-sel system imun yang menyebabkan kekebalan tubuh hilang, sehingga sangat mudah terserang berbagai jenis penyakit (Djoerban, 2001).

  AIDS (Acquired Immuno Deficiency Sindrome) merupakan kumpulan gejala penyakit dan sebagai fase terminal (akhir) yang disebabkan oleh virus HIV yang mudah menular dan mematikan. Virus tersebut merusak sistem kekebalan tubuh manusia, dengan akibat turun atau hilangnya daya tahan tubuh, sehingga mudah terjangkit dan meninggal karena penyakit infeksi, kanker dan lain-lain (Notoatmodjo, 2007).

  (empat) cairan tubuh manusia, yaitu : cairan darah, cairan sperma, cairan vagina dan Air Susu Ibu (ASI). Virus ini tidak dapat hidup dalam cairan tubuh lainnya, seperti ludah (air liur), air mata maupun keringat, sehingga penularannya hanya lewat empat cairan tubuh tersebut (FK UI, 2005).

  Penularan virus ini adalah melalui hubungan seksual, suntikan jarum yang terkontaminasi HIV, transfusi darah atau komponen darah terkontaminasi HIV, ibu yang hamil ke bayi yang dikandungnya dan sperma terinfeksi HIV yang disimpan di bank sperma, yang dimaksud hubungan seksual adalah hubungan seksual dengan jenis (lelaki-perempuan), hubungan homoseksual (lelaki-lelaki) atau biseksual, yaitu lelaki kadang-kadang berhubungan seksual dengan lelaki dan kadang-kadang juga dengan wanita (Djoerban, 2001).

  AIDS adalah penyakit yang fatal, sementara vaksin atau obat untuk pengobatannya sampai saat ini belum ditemukan walaupun melalui berbagai penelitian dan penemuan para ahli sudah banyak yang mencoba membuat obat atau vaksin AIDS namun belum ada seperti yang diharapkan, sehingga tidak mengherankan bila sampai saat ini sudah banyak penderita AIDS yang meninggal. Obat yang ada sekarang ini hanya bermanfaat mengurangi penderitaan, memperbaiki kualitas hidup dan memperpanjang lama hidup penderita AIDS. Pembagian tingkat klinis infeksi HIV tersebut adalah : (1) Tingkat klinik 1 (Asimtomatik/LPG), (2) Tingkat klinik 2 (Dini), (3) tingkat klinik 3 (Menengah) dan (4) Tingkat klinik 4 (Lanjut). Ada pula yang membagi gambaran klinik AIDS dalam 3 kelompok yaitu : 2001).

2.9.2. Etiologi AIDS

  Penyebab AIDS adalah sejenis virus yang tergolong Retrovirus yang disebut

  

Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus ini pertama kali diisolasi oleh

  Montagnier dan kawan-kawan di Prancis pada tahun 1983 dengan nama

  

Lymphadenopathy Associated Virus (LAV), sedangkan Gallo di Amerika Serikat

  pada tahun 1984 mengisolasi (HIV) III. Kemudian atas kesepakatan internasional pada tahun 1986 nama virus dirubah menjadi HIV (FK UI, 2005).

  Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis Retrovirus RNA. Dalam

  bentuknya yang asli merupakan partikel yang inert, tidak dapat berkembang atau melukai sampai ia masuk ke sel target. Sel target virus ini terutama sel Lymfosit T (sel-sel darah putih yang merupakan sistem kekebalan tubuh yang bertugas menangkal infeksi), karena ia mempunyai reseptor untuk virus HIV yang disebut CD-

  4. Didalam sel Lymfosit T, virus dapat berkembang dan seperti retrovirus yang lain, dapat tetap hidup lama dalam sel dengan keadaan inaktif. Walaupun demikian virus dalam tubuh pengidap HIV selalu dianggap infectious yang setiap saat dapat aktif dan dapat ditularkan selama hidup penderita tersebut. Kini diketahui virus ini juga dapat langsung merusak sel-sel tubuh lainnya, seperti yang terdapat di otak, saluran pencernaan, dan saluran pernapasan (Djoerban, 2001).

Dokumen yang terkait

Gambaran Sikap Siswa Terhadap Pembelajaran E-Learning Di SMK Tritech Informatika Medan

0 43 170

Efektivitas Promosi Kesehatan Menggunakan Metode Ceramah Tentang HIV/AIDS Terhadap Pengetahuan dan Sikap Remaja di SMK Tritech Informatika dan SMK Namira Tech Nusantara Medan Tahun 2013

5 71 187

Tingkat Pengetahuan dan Sikap Remaja Tentang HIV/AIDS di SMA Negeri 1 Medan

0 49 94

Efektivitas Metode Ceramah Dan Diskusi Kelompok Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Tentang Kesehatan Reproduksi Pada Remaja Di Yayasan Pendidikan Harapan Mekar Medan

4 77 154

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Promosi Kesehatan - Pengaruh Promosi Kesehatan Dengan Menggunakan Metode Ceramah Dan Permainan Ular Tangga Terhadap Peningkatan Perilaku Murid Kelas V Tentang Konsumsi Makanan Jajanan Di Sd Negeri Kecamatan Medan Petisah Tahun

0 0 39

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Pengetahuan dan Sikap Remaja Puteri Tentang Kanker Serviks di SMA Negeri 2 Pematangsiantar

0 0 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan - Gambaran Pengetahuan dan Sikap Siswa Tentang Seksual Remaja di SMK Pencawan Medan Tahun 2014

0 0 22

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Gambaran Pengetahuan dan Sikap Siswa Tentang Seksual Remaja di SMK Pencawan Medan Tahun 2014

0 0 9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Efektivitas - Efektivitas Promosi Kesehatan dengan Media Video dan Booklet Terhadap Pengetahuan dan Sikap Ibu Hamil Tentang Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan Asi Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Stabat Kabupaten Langkat Tahun

1 3 31

Efektivitas Promosi Kesehatan Menggunakan Metode Ceramah Tentang HIV/AIDS Terhadap Pengetahuan dan Sikap Remaja di SMK Tritech Informatika dan SMK Namira Tech Nusantara Medan Tahun 2013

0 1 54