Pengaruh Metode Ceramah dan Diskusi Kelompok Terarah (DKT) terhadap Pengetahuan dan Sikap Remaja Mengenai Pencegahan Penularan TB Paru di SMA Negeri 12 Medan Tahun 2013
PENGARUH METODE CERAMAH DAN DISKUSI KELOMPOK TERARAH (DKT) TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA
MENGENAI PENCEGAHAN PENULARAN TB PARU DI SMA NEGERI 12 MEDAN TAHUN 2013
TESIS
Oleh
EVITA ANDRIANI 117032137/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(2)
THE INFLUENCE OF SPEECH METHOD AND GUIDED GROUP DISCUSSION METHOD ON TEENAGERS’ KNOWLEDGE
AND ATTITUDE ABOUT THE PREVENTION OF THE CONTAGION OF LUNG TUBERCULOSIS AT
SMA NEGERI 12, MEDAN, IN 2013
THESIS
By
EVITA ANDRIANI 117032137/IKM
MAGISTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH
UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN
(3)
PENGARUH METODE CERAMAH DAN DISKUSI KELOMPOK TERARAH (DKT) TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA
MENGENAI PENCEGAHAN PENULARAN TB PARU DI SMA NEGERI 12 MEDAN TAHUN 2013
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Oleh
EVITA ANDRIANI 117032137/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(4)
Judul Tesis : PENGARUH METODE CERAMAH DAN DISKUSI KELOMPOK TERARAH (DKT) TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA MENGENAI PENCEGAHAN
PENULARAN TB PARU DI SMA NEGERI 12 MEDAN TAHUN 2013
Nama Mahasiswa : Evita Andriani Nomor Induk Mahasiswa : 117032137
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Drs. Heru Santosa, M.S, Ph.D) (
Ketua Anggota
Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes)
Dekan
(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)
(5)
Telah diuji
Pada Tanggal : 27 Agustus 2013
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Drs. Heru Santosa, M.S, Ph.D Anggota : 1. Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes
2. Drs. Eddy Syahrial, M.S 3. dr. Taufik Ashar, M.K.M
(6)
PERNYATAAN
PENGARUH METODE CERAMAH DAN DISKUSI KELOMPOK TERARAH (DKT) TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA
MENGENAI PENCEGAHAN PENULARAN TB PARU DI SMA NEGERI 12 MEDAN TAHUN 2013
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Oktober 2013
Evita Andriani 117032137/IKM
(7)
ABSTRAK
TB Paru adalah penyakit menular yang masih menjadi perhatian dunia. Di seluruh negara angka kematian dan kesakitan akibat kuman Mycobacterium Tuberculosis yang tinggi. Tahun (2009) 1,7 juta orang meninggal karena TB paru. sementara ada 9,4 juta kasus baru TB paru, sepertiga dari populasi dunia sudah tertular dengan TB paru dimana sebagian besar penderita TB paru adalah usia produktif (15-55 tahun) (Laporan Subdit TB Depkes RI, 2000-2010).
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh metode ceramah dan Diskusi Kelompok Terarah (DKT) terhadap pengetahuan dan sikap remaja mengenai pencegahan penularan TB paru di SMA Negeri 12 Medan. Jenis penelitian ini adalah eksperimen semu (quasi experiment) dengan rancangan pretest-posttest group design. Populasi adalah seluruh siswa SMA Negeri 12 Medan
Hasil penelitian menggunakan Paired-Sampel T Test menunjukkan bahwa sebelum dan sesudah intervensi metode diskusi kelompok terarah menunjukkan hasil yang lebih efektif dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap remaja tentang pencegahan penularan TB paru dibandingkan dengan metode ceramah. Hal ini terlihat dari rerata nilai pengetahuan dari 8,67 nilai s= 2,656 menjadi 11,74 nilai s= 2,198 nilai p= 0,001 dan sikap dari 45,12 nilai s= 9,726 menjadi 56,88 nilai s= 9,158 dengan nilai p= 0,001 berbeda dengan metode ceramah yang rerata nilai pengetahuan dari 9,79 nilai s= 2,893 menjadi 11,62 nilai s= 2,871 nilai p= 0,006 dan sikap dari 47,95 nilai s= 11,961 menjadi 52,64 nilai s= 7,210 nilai p= 0,038. Hasil uji Independent-Samples T Test juga menunjukkan bahwa, ada perbedaan yang signifikan (p<0,05) antara intervensi metode ceramah dengan metode diskusi kelompok terarah untuk meningkatkan pengetahuan p= 0,003 dan sikap p= 0,021 mengenai pencegahan penularan TB paru.
kelas X dan XI. Sampel sebesar 84 orang yang dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu 42 orang untuk kelompok perlakuan dengan metode ceramah dan 42 orang untuk kelompok perlakuan dengan metode diskusi kelompok terarah. Alat pengumpul data adalah kuesioner. Uji yang digunakan adalah Paired-Sampel T Test dan Independent-Sampel T Test yang dinyatakan secara statistik bermakna apabila nilai p < 0,05.
Disarankan kepada pihak sekolah untuk dapat menyediakan suatu tempat khusus dimana tempat tersebut diarahkan sebagai sumber informasi pemberantasan penyakit menular khususnya tentang pencegahan penularan TB paru.
(8)
ABSTRACT
Lung tuberculosis is a contagious disease which still attracts great attention throughout the world. In every country, the rate of death and illness caused by Mycrobacterium Tuberculosis is still high. In 2009, 1.7 million people die because of lung tuberculosis, while there are 9.4 million new cases of lung tuberculosis, and one third of the world’s population have been infected by lung tuberculosis. The majority of lung tuberculosis patients are in the productive ages (15-55 years old) (Report of Subdit TB, Depkes RI, 2000-2010).
The objective of the research was to analyze the influence of speech and Guided Group Discussion (FGD) on teenagers’ knowledge and attitude about the prevention of contagious lung tuberculosis at SMA Negeri 12, Medan. The type of the research was quasi experiment with pretest-posttest group design. The population was all the 9th and the 11th
The result using paired-sample t test of the research showed that before and after the intervention, guided group discussion method was more effective in increasing teenagers’ knowledge and attitude about the prevention of lung tuberculosis contagion than that of speech method. It could be seen from the average value of knowledge from 8.67 s value=2.656 to 11.74 s value=2.198 with p=0.001 and attitudes from 45.12 s value= 9.726 to 56.88 s value= 9.158 with p= 0.001 different from the speech method which mean knowledge score of 9.79 s value= 2.893 to 11.62 s value= 2.871 with p= 0.006 and attitudes of 47.95 s value = 11.961 to 52.64 s value= 7.210 with p= 0.038. The result of the independent-sample t- test showed that there was significant distinction (p<0.05) between the intervention of speech method and guided group discussion method to increase knowledge p=0.003 and attitude p=0.021 about the prevention of lung tuberculosis contagious.
grade students of SMA Negeri 12, Medan. The samples were 84 respondents that were divided into two groups: 42 of them were in the treatment group of speech method, and 42 of them were in the treatment group of guided group discussion method. The data were gathered by using questionnaires and analyzed by using pair-sample t test and independent-sample t test which statistically means that p < 0.05.
Recommended to the school to be able to provide a special place where the place is geared as a source of information about the eradication of infectious diseases particularly about the prevention of lung tuberculosis contagious.
(9)
KATA PENGANTAR
Penulis panjatkan puji dan syukur yang tiada henti dan tak terhingga kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat serta pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “Pengaruh Metode Ceramah dan Diskusi Kelompok Terarah (DKT) terhadap Pengetahuan dan Sikap Remaja Mengenai Pencegahan Penularan TB Paru di SMA Negeri 12
Penyusunan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kesehatan (M.Kes) pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Jurusan Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Proses penulisan tesis dapat terwujud berkat dukungan, bimbingan, arahan dan bantuan moral maupun material dari banyak pihak. Untuk itu izinkan penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :
Medan Tahun 2013”.
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
3. Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat sekaligus sebagai dosen penguji tesis
(10)
4. Drs. Heru Santosa, M.S, Ph.D, sebagai ketua komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.
5. Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes, selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.
6. Drs. Eddy Syahrial, M.S dan dr. Taufik Ashar, M.K.M sebagai komisi penguji atau pembanding yang telah banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan penulisan tesis ini.
7. Dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
8. Kepala SMA Negeri 12 Medan dan SMA Sutan Oloan yang telah berkenan memberikan kesempatan kepada penulis untuk memberikan izin sampai selesai penelitian ini.
9. Seluruh responden, khususnya remaja yang berada di SMA Negeri 12 Medan yang telah bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini.
10.Rekan-rekan mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, khususnya pada Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku
(11)
11.Terima kasih yang tak terhingga kepada suami tercinta, anak-anakku tersayang Raditya Berampu dan Fathan Muhaisin Berampu, ayahanda ibunda serta seluruh keluarga yang telah memberikan doa, dukungan dan motivasi untuk menyelesaikan tesis dan pendidikan S2 ini.
Penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.
Medan, Oktober 2013 Penulis
Evita Andriani 117032137/IKM
(12)
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Evita Andriani, jenis kelamin perempuan, yang lahir di Batangtoru pada tanggal 09 September 1970, berumur 42 tahun. Penulis beragama Islam. Penulis merupakan anak pasangan dari alm. H. Ma’ruf Pohan dan Hj. Halimah Pulungan.
Jenjang pendidikan formal penulis dimulai di SD Negeri 3 Batangtoru dan tamat pada tahun 1983. Pada tahun 1986, penulis menyelesaikan pendidikan di SMP Negeri 2 Batangtoru. Pada tahun 1989, penulis menyelesaikan pendidikan di SMA Negeri 1 Batangtoru. Pada tahun 1993 penulis menyelesaikan pendidikan di Akper Perintis Bukit Tinggi. Pada tahun 2001 penulis menyelesaikan pendidikan D-IV Keperawatan di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, dan pada tahun 2011-2013 penulis menempuh pendidikan S-2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Penulis bekerja di Akper dr. Rusdi Medan sebagai staf pengajar pada tahun 1994 sampai dengan saat ini.
(13)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB 1. PENDAHULUAN ... 1
1.1.Latar Belakang ... 1
1.2.Permasalahan ... 11
1.3.Tujuan Penelitian ... 11
1.4.Hipotesis ... 11
1.5.Manfaat Penelitian ... 12
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 13
2.1. Promosi Kesehatan ... 13
2.2. Metode Promosi Kesehatan... 15
2.2.1.Metode Ceramah ... 15
2.2.2.Syarat-syarat Menjadi Komunikator/Penceramah ... 19
2.2.3.Metode Diskusi Kelompok Terarah (DKT) ... 21
2.2.4.Peran dan Persyaratan Menjadi Moderator/Fasilitator DKT ... 24
2.3. Proses Adopsi Perilaku ... 26
2.3.1.Pengetahuan (Knowledge) ... 27
2.3.2.Sikap (Attitude) ... 29
2.4. Remaja... 30
2.4.1.Pengertian Remaja ... 30
2.4.2.Tugas Perkembangan pada Masa Remaja ... 31
2.5. Teori Stimulus Organism Response (SOR) ... 32
2.6. TB Paru ... 34
2.6.1.Definisi TB Paru ... 34
2.6.2.Klasifikasi TB Paru ... 35
2.6.3.Etiologi Penyakit Tuberkulosis Paru ... 35
2.6.4.Cara Penularan TB Paru ... 36
2.6.5.Gejala Penyakit TB ... 36
2.6.6.Diagnosis TB Paru ... 38
2.6.7.Pencegahan Penyakit TB Paru ... 43
(14)
2.7. Landasan Teori ... 47
2.8. Kerangka Konsep ... 48
BAB 3. METODE PENELITIAN ... 50
3.1. Jenis Penelitian ... 50
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 52
3.2.1.Lokasi Penelitian ... 52
3.2.2.Waktu Penelitian ... 52
3.3. Populasi dan Sampel ... 53
3.3.1.Populasi ... 53
3.3.2.Sampel ... 53
3.4. Metode Pengumpulan Data ... 55
3.4.1.Pelaksanaan Pengumpulan Data ... 55
3.4.2.Uji Validitas dan Reliabilitas ... 58
3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 60
3.5.1.Variabel Penelitian ... 60
3.5.2.Defenisi Operasional ... 60
3.6. Metode Pengukuran ... 61
3.6.1.Pengetahuan ... 61
3.6.2.Sikap ... 61
3.7. Metode Analisis Data ... 62
BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 64
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 64
4.1.1.Gambaran Umum Lokasi Penelitian SMA Negeri 12 Medan ... 64
4.2. Analisis Univariat ... 65
4.2.1.Karakteristik Responden Menurut Umur dan Kelas Berdasarkan Metode Ceramah dan Metode Diskusi Kelompok Terarah ... 65
4.2.2.Pengetahuan dan Sikap Sebelum dan Sesudah Intervensi dengan Metode Ceramah dan Metode Diskusi Kelompok Terarah ... 66
4.3. Analisis Bivariat ... 68
4.3.1.Perbedaan Rerata Nilai Pengetahuan dan Sikap Responden Sebelum dan Sesudah Intervensi dengan Metode Ceramah dan Metode Diskusi Kelompok Terarah ... 68
4.3.2.Perbedaan Rerata Nilai Pengetahuan dan Sikap Responden Sesudah Intervensi Berdasarkan Metode Promosi Kesehatan (Metode Ceramah dan Metode Diskusi Kelompok Terarah) ... 72
(15)
BAB 5. PEMBAHASAN ... 74
5.1. Pengetahuan dan Sikap Sebelum dan Sesudah Intervensi .... 74
5.2. Perbedaan Rerata Nilai Pengetahuan dan Sikap Responden Sesudah Intervensi Metode Ceramah dan Diskusi Kelompok Terarah... 79
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 81
6.1. Kesimpulan ... 81
6.2. Saran ... 82
DAFTAR PUSTAKA ... 83 LAMPIRAN
(16)
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman 3.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Pengetahuan dan Sikap 59 3.3. Kisi-kisi Pernyataan Pencegahan Penularan Penyakit TB Paru ... 61 3.4. Variabel dan Defenisi Operasional ... 62 4.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Menurut Umur dan
Kelas Berdasarkan Metode Ceramah dan Metode Diskusi Kelompok
Terarah ... 65 4.2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan dan Sikap
Sebelum dan Sesudah Intervensi dengan Metode Ceramah dan
Metode Diskusi Kelompok Terarah ... 66 4.3. Perbedaan Rerata Nilai Pengetahuan dan Sikap Responden Sebelum
dan Sesudah Intervensi dengan Metode Ceramah dan Metode Diskusi
Kelompok Terarah ... 69 4.4. Perbedaan Rerata Nilai Pengetahuan dan Sikap Responden Sesudah
Intervensi Berdasarkan Metode Promosi Kesehatan (Metode Ceramah dan Metode Diskusi Kelompok Terarah) ... 72
(17)
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman
2.1. Teori SOR ... 34
2.2. Kerangka Konsep Penelitian ... 48
3.1. Rancangan Penelitian ... 50
3.2. Alur Penelitian ... 57
4.1. Perbedaan Pengetahuan Remaja Sebelum dan Sesudah Intervensi Metode Ceramah dan Metode Diskusi Kelompok Terarah (DKT) di SMA Negeri 12 Medan ... 70
4.2. Perbedaan Sikap Remaja Sebelum dan Sesudah Intervensi Metode Ceramah dan Metode Diskusi Kelompok Terarah (DKT) di SMA Negeri 12 Medan ... 71
4.3. Perbedaan Rerata Nilai Pengetahuan dan Sikap Responden Sesudah Intervensi Berdasarkan Metode Promosi Kesehatan (Metode Ceramah Dan Metode Diskusi Kelompok Terarah)... 73
(18)
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Halaman
1. Lembar Persetujuan Menjadi Responden... 87
2. Lembar Kuesioner Penelitian ... 88
3. Soal Diskusi Kelompok Terarah (DKT) ... 92 120 4. Materi Ceramah TB Paru ... 93
5. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 96
6. Hasil Distribusi Frekuensi ... 99
7. Output Hasil Uji t ... 102
8. Master Data Penelitian ... 106
(19)
ABSTRAK
TB Paru adalah penyakit menular yang masih menjadi perhatian dunia. Di seluruh negara angka kematian dan kesakitan akibat kuman Mycobacterium Tuberculosis yang tinggi. Tahun (2009) 1,7 juta orang meninggal karena TB paru. sementara ada 9,4 juta kasus baru TB paru, sepertiga dari populasi dunia sudah tertular dengan TB paru dimana sebagian besar penderita TB paru adalah usia produktif (15-55 tahun) (Laporan Subdit TB Depkes RI, 2000-2010).
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh metode ceramah dan Diskusi Kelompok Terarah (DKT) terhadap pengetahuan dan sikap remaja mengenai pencegahan penularan TB paru di SMA Negeri 12 Medan. Jenis penelitian ini adalah eksperimen semu (quasi experiment) dengan rancangan pretest-posttest group design. Populasi adalah seluruh siswa SMA Negeri 12 Medan
Hasil penelitian menggunakan Paired-Sampel T Test menunjukkan bahwa sebelum dan sesudah intervensi metode diskusi kelompok terarah menunjukkan hasil yang lebih efektif dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap remaja tentang pencegahan penularan TB paru dibandingkan dengan metode ceramah. Hal ini terlihat dari rerata nilai pengetahuan dari 8,67 nilai s= 2,656 menjadi 11,74 nilai s= 2,198 nilai p= 0,001 dan sikap dari 45,12 nilai s= 9,726 menjadi 56,88 nilai s= 9,158 dengan nilai p= 0,001 berbeda dengan metode ceramah yang rerata nilai pengetahuan dari 9,79 nilai s= 2,893 menjadi 11,62 nilai s= 2,871 nilai p= 0,006 dan sikap dari 47,95 nilai s= 11,961 menjadi 52,64 nilai s= 7,210 nilai p= 0,038. Hasil uji Independent-Samples T Test juga menunjukkan bahwa, ada perbedaan yang signifikan (p<0,05) antara intervensi metode ceramah dengan metode diskusi kelompok terarah untuk meningkatkan pengetahuan p= 0,003 dan sikap p= 0,021 mengenai pencegahan penularan TB paru.
kelas X dan XI. Sampel sebesar 84 orang yang dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu 42 orang untuk kelompok perlakuan dengan metode ceramah dan 42 orang untuk kelompok perlakuan dengan metode diskusi kelompok terarah. Alat pengumpul data adalah kuesioner. Uji yang digunakan adalah Paired-Sampel T Test dan Independent-Sampel T Test yang dinyatakan secara statistik bermakna apabila nilai p < 0,05.
Disarankan kepada pihak sekolah untuk dapat menyediakan suatu tempat khusus dimana tempat tersebut diarahkan sebagai sumber informasi pemberantasan penyakit menular khususnya tentang pencegahan penularan TB paru.
(20)
ABSTRACT
Lung tuberculosis is a contagious disease which still attracts great attention throughout the world. In every country, the rate of death and illness caused by Mycrobacterium Tuberculosis is still high. In 2009, 1.7 million people die because of lung tuberculosis, while there are 9.4 million new cases of lung tuberculosis, and one third of the world’s population have been infected by lung tuberculosis. The majority of lung tuberculosis patients are in the productive ages (15-55 years old) (Report of Subdit TB, Depkes RI, 2000-2010).
The objective of the research was to analyze the influence of speech and Guided Group Discussion (FGD) on teenagers’ knowledge and attitude about the prevention of contagious lung tuberculosis at SMA Negeri 12, Medan. The type of the research was quasi experiment with pretest-posttest group design. The population was all the 9th and the 11th
The result using paired-sample t test of the research showed that before and after the intervention, guided group discussion method was more effective in increasing teenagers’ knowledge and attitude about the prevention of lung tuberculosis contagion than that of speech method. It could be seen from the average value of knowledge from 8.67 s value=2.656 to 11.74 s value=2.198 with p=0.001 and attitudes from 45.12 s value= 9.726 to 56.88 s value= 9.158 with p= 0.001 different from the speech method which mean knowledge score of 9.79 s value= 2.893 to 11.62 s value= 2.871 with p= 0.006 and attitudes of 47.95 s value = 11.961 to 52.64 s value= 7.210 with p= 0.038. The result of the independent-sample t- test showed that there was significant distinction (p<0.05) between the intervention of speech method and guided group discussion method to increase knowledge p=0.003 and attitude p=0.021 about the prevention of lung tuberculosis contagious.
grade students of SMA Negeri 12, Medan. The samples were 84 respondents that were divided into two groups: 42 of them were in the treatment group of speech method, and 42 of them were in the treatment group of guided group discussion method. The data were gathered by using questionnaires and analyzed by using pair-sample t test and independent-sample t test which statistically means that p < 0.05.
Recommended to the school to be able to provide a special place where the place is geared as a source of information about the eradication of infectious diseases particularly about the prevention of lung tuberculosis contagious.
(21)
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Masa remaja merupakan suatu fase tumbuh kembang yang dinamis dalam kehidupan seorang individu. Masa ini merupakan periode transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang ditandai dengan percepatan perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial. Untuk tercapainya tumbuh kembang remaja yang optimal tergantung pada potensi biologinya. Tingkat tercapainya potensi biologi seorang remaja merupakan hasil interaksi faktor genetik dan lingkungan sosial. Proses dan hasil akhir yang berbeda-beda memberikan ciri tersendiri pada setiap remaja (Hurlock, 2007).
Menurut Soetjiningsih (2007), remaja sering dianggap sebagai periode yang paling sehat dalam siklus kehidupan. Akan tetapi pertumbuhan sosial dan pola kehidupan masyarakat akan sangat memengaruhi pola tingkah laku dan jenis penyakit golongan usia remaja seperti kecelakaan, kehamilan yang tidak diinginkan, penyakit akibat hubungan seksual, penyalahgunaan alkohol, pengguna psikotropika, HIV/AIDS, TB paru, dan penyakit lainnya, yang semuanya akan menentukan kehidupan pribadi serta dapat menjadi masalah bagi keluarga maupun bangsa dan negara di masa yang akan datang. Selain itu kepadatan hunian, pengangguran, penghasilan yang kurang dan pendidikan yang rendah pada remaja, juga merupakan faktor risiko terkena penyakit TB paru.
(22)
Masa remaja merupakan masa yang penuh dengan aktifitas, baik belajar, bermain atau mengembangkan diri dan kemampuan. Aktifitas remaja yang padat, membuat mereka kurang memperhatikan kebutuhan dirinya sendiri, baik asupan nutrisi yang kurang seimbang ataupun istirahat yang tidak cukup serta kurangnya remaja dalam memperhatikan kebersihan lingkungan dan perilaku hidup bersih sehat yang menyebabkan mekanisme pertahanan tubuh jadi menurun, yang mengakibatkan pertahanan paru juga menurun. Seseorang yang sedang dalam kondisi tubuh tidak fit, daya tahan tubuh rendah sangat rentan terserang TB paru. Selain itu, apabila remaja tersebut merokok semakin rentan menderita TB paru, karena iritasi asap rokok yang terus menerus di saluran pernapasan. Merokok dapat mengiritasi paru‐paru yang sakit sehingga mempersulit untuk menormalkan kembali keadaannya (Dhamayanti, 2009).
Masalah gizi pada remaja juga merupakan faktor terjadinya TB paru, yang berdampak negatif pada tingkat kesehatan masyarakat. Masalah gizi yang terjadi misalnya anemia, penurunan konsentrasi belajar, dan penurunan kesegaran jasmani. Banyak kelompok remaja menderita anemia dan indeks massa tubuh (IMT) kurang dari normal (kurus). Prevalensi anemia pada remaja berkisar 40-88%, sedangkan prevalensi remaja dengan IMT kurus berkisar 30-40%. Banyak faktor yang dapat menjadi penyebab masalah TB paru. 15% remaja memiliki risiko lebih tinggi mengalami TB paru dengan angka kesakitan dan kematian yang tinggi. Penyakit-penyakit yang terjadi pada remaja tetap merupakan masalah yang harus mendapat
(23)
perhatian, sebab bila tidak ditanggulangi akan menurunkan kualitas remaja sebagai sumber daya manusia (Depkes, 2003).
Penyakit TB paru merupakan penyakit menular langsung yang di sebabkan oleh bakteri berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobackterium tuberculosis yang banyak menyerang organ paru-paru manusia yang biasa disebut TB Paru. Penyakit ini merupakan salah satu penyakit infeksi kronis menular yang dapat menyebabkan kematian dan masih menjadi masalah kesehatan masyarakat serta perhatian dunia dan diperkirakan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh bakteri ini (Depkes, 2005).
TB Paru merupakan salah satu jenis penyakit generatif yang telah berjangkit dalam periode waktu yang lama. Hal-hal yang menjadi penyebab semakin meningkatnya penyakit TB paru di dunia antara lain karena kemiskinan, perlindungan kesehatan yang tidak mencukupi, kurangnya biaya untuk berobat, meningkatnya penduduk dunia dan perubahan struktur umur manusia yang hidup (Amin, 2006).
TB paru adalah penyakit menular bersifat menahun seperti flu biasa, yang menyebar melalui udara, kuman ini dapat menyerang semua bagian tubuh manusia dan yang paling sering terkena adalah 90% organ paru yang ditularkan melalui batuk, bersin, berbicara atau meludah ke udara. Seseorang hanya perlu menghirup sejumlah udara kecil akan menjadi terinfeksi, diperkirakan 1 orang menderita TB paru BTA positif yang tidak diobati akan menulari 10-15 orang setiap tahunnya. Remaja, anak-anak, orang tua, dan juga wanita hamil mempunyai risiko yang tinggi untuk terkena penyakit TB paru (Aditama, 2006).
(24)
TB Paru adalah penyakit menular yang masih menjadi perhatian dunia. Hingga saat ini, belum ada satu negara pun yang bebas TB paru. Di seluruh negara angka kematian dan kesakitan akibat kuman Mycobacterium Tuberculosis ini pun tinggi. Tahun (2009) 1,7 juta orang meninggal karena TB paru. sementara ada 9,4 juta kasus baru TB paru, sepertiga dari populasi dunia sudah tertular dengan TB paru dimana sebagian besar penderita TB paru adalah usia produktif (15-55 tahun) (Laporan Subdit TB Depkes RI, 2000-2010). World Health Organization (WHO) tahun 2011 juga melaporkan lebih dari 250 ribu remaja dibawah usia 15 tahun terserang TB paru dengan angka kematian 100 ribu remaja setiap tahunnya. Jumlah penderita TB paru pada remaja dibawah usia 15 tahun mencapai 10% hingga 12% dari seluruh jumlah kasus TB.
Indonesia saat ini berada pada ranking kelima negara dengan beban TB Paru tertinggi di dunia. Estimasi prevalensi TB Paru semua kasus adalah sebesar 660.000 (WHO, 2010) dan estimasi insidensi berjumlah 430.000 kasus baru per tahun. Jumlah kematian akibat TB Paru diperkirakan 61.000 kematian pertahunnya (Kementerian Kesehatan RI, 2011). Di Indonesia, prevalensi penderita tuberkulosis paru sebesar 102 per 100.000 penduduk atau sekitar 236.029 kasus tuberkulosis paru dengan BTA positif, dari jumlah tersebut terdapat 169.213 merupakan kasus tuberkulosis paru baru (insidensi). Secara keseluruhan prevalensi semua tipe tuberkulosis sebesar 242 per 100.000 penduduk atau sekitar 565.614 kasus semua tipe tuberkulosis. Jumlah kematian akibat penyakit tuberkulosis sebanyak 91.339 kasus (CFR sebesar 39 per 100.000 penduduk) (Depkes, 2010).
(25)
Menurut Depkes RI (2007), target program penanggulangan TB paru adalah tercapainya penemuan pasien baru TB paru BTA positif paling sedikit 70% dari perkiraan dan menyembuhkan 85% dari semua pasien. Target ini diharapkan dapat menurunkan tingkat prevalensi dan kematian akibat TB paru hingga separuhnya pada tahun 2010 dibanding tahun 1990, dan mencapai tujuan Millenium Development Goals (MDGs) pada tahun 2015.
Jumlah penderita
Di Sumatera Utara, penderita TB paru menempati urutan ketujuh nasional. Jumlah penderita TB Paru di Sumatera Utara pada tahun 2010 sebanyak 104.992 orang setelah dilakukan pemeriksaan dan yang diobati sebanyak 13.742 orang, serta yang sembuh sebanyak 9.390 orang atau sekitar 68,32% (Dinkes Prov.Sumatera Utara, 2010). Berdasarkan data Depkes (2010) ada lima Kabupaten/kota di Sumatera Utara pada tahun 2010 dengan jumlah penderita terbanyak berdasarkan jumlah penduduk yaitu Kota Medan sebanyak 2.397 penderita, Pematang Siantar 288, Binjai
remaja di setiap provinsi berbeda-beda. Ada yang jumlahnya mencapai 20%, tetapi ada pula yang hanya 2-3 % dari total kasus. Adanya kecenderungan meningkatnya jumlah penderita TB paru pada remaja mencapai sekitar 10% dari jumlah kasus TB secara keseluruhan. Pada umumnya, remaja dibawah umur 15 tahun tertular TB paru dari orang dewasa yang terjangkit penyakit tersebut. Sementara pada umur diatas 15 tahun tertular TB paru akibat tertular dari penderita TB paru lainnya, terutama penderita TB paru yang dahaknya mengandung kuman TB. Kuman TB dapat berada di dalam percikan cairan yang dikeluarkan seseorang ketika batuk, bersin, atau berbicara (Rahajoe, dkk, 2005).
(26)
260, Tanjung Balai 150, Tebing Tinggi 145 dan Kabupaten Deli Serdang 1.554 penderita. Kasus tuberkulosis paru di Kota Medan tahun 2010 tercatat sebanyak 918 orang dengan prevalensi 45,9 per 100.000 penduduk. Berdasarkan survei dari jumlah tersebut, kota Medan merupakan yang terbesar penderitanya bila dibandingkan dengan jumlah penduduk dari tiap kab/kota dengan jumlah penderita sebanyak 10.653 orang yang positif setelah dilakukan pemeriksaan dan yang diobati sebanyak 1.960 orang, yang sembuh sebanyak 790 orang (Dinkes Kota Medan, 2010). Dibandingkan seluruh kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara, jumlah penderita tuberkulosis paru di Kota Medan cukup tinggi, hal ini dipengaruhi oleh berbagai macam faktor seperti perilaku masyarakat, keluarga, penderita, lingkungan dan kondisi rumah (Dinkes Prop.Sumatera Utara, 2010).
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Medan tahun 2012, kasus TB paru di puskesmas Helvetia mulai dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, mulai tahun 2010 dengan kasus BTA positif 74 orang, BTA negatif 16 orang, ekstra paru 1 orang, dan yang diobati 91 orang. Pada tahun 2011 kasus BTA positif 67 orang, pasien yang kambuh 2 orang, BTA negatif 3 orang dan kasus ekstra paru 1 orang. Pada tahun 2012 BTA positif 90 orang, BTA negatif 15 orang dan ekstra paru 1 orang. Pada tahun 2013 kasus BTA positif 27 orang, BTA negatif 12 orang dan kasus ekstra paru 1 orang.
Pemberantasan penyakit Tuberkulosis paru ini di Indonesia oleh Depertemen Kesehatan RI telah dimulai secara terpadu sejak tahun 1969 di Ciloto, Namun sampai saat ini permasalahan TB paru masih belum dapat terselesaikan dengan baik
(27)
disebabkan oleh banyak faktor. Pengobatan Tuberkulosis berlangsung cukup lama yaitu setidaknya 6 bulan pengobatan dan selanjutnya dievaluasi oleh dokter apakah perlu dilanjutkan atau berhenti, karena pengobatan yang cukup lama seringkali membuat pasien putus berobat atau menjalankan pengobatan secara tidak teratur, kedua hal ini fatal akibatnya yaitu pengobatan tidak berhasil dan kuman menjadi kebal disebut MDR (multi drugs resistance), kasus ini memerlukan biaya berlipat dan lebih sulit dalam pengobatannya sehingga diharapkan pasien disiplin dalam berobat setiap waktu demi penanggulangan tuberkulosis di Indonesia
Masih kurangnya pengetahuan mengenai bahaya TB paru serta pelayanan kesehatan yang tersedia, membuat jumlah pasien yang dapat menjangkau layanan TB paru masih relatif rendah. Dalam konteks TB paru, ditemukan bahwa pengetahuan, kesadaran dan perilaku nyata warga untuk menjaga mutu asupan makanan minuman yang bergizi, menjaga sanitasi diri dan lingkungan, memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan serta berobat teratur tuntas bila terkena TB paru masih relatif rendah. Untuk itu, diperlukan pula keterlibatan masyarakat dalam penanggulangan TB paru (Lembaga Koalisi untuk Indonesia Sehat, 2006).
(Depkes, 2005).
Berbagai bentuk pendidikan kesehatan telah dilakukan selama ini, khususnya berkaitan dengan TB Paru. Namun dari hasil laporan belum menunjukkan penurunan jumlah temuan kasus. Penanggulangan TB paru memerlukan upaya terpadu dan sistematis dalam berbagai aspek diantaranya melalui strategi komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) untuk perubahan perilaku serta mobilisasi kekuatan elemen-elemen sosial kemasyarakatan (Lembaga Koalisi untuk Indonesia Sehat, 2006).
(28)
Menurut Notoatmodjo (2003) dapat disimpulkan bahwa pendidikan kesehatan pada hakikatnya adalah suatu upaya menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok, individu agar memperoleh pengetahuan kesehatan yang lebih baik. Pengetahuan tersebut diharapkan dapat berpengaruh terhadap perilaku.
Pendidikan kesehatan dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai bentuk metode penyuluhan. Alternatif metode yang dapat dipergunakan pada penyuluhan TB Paru pada remaja adalah metode ceramah dan metode Diskusi Kelompok Terarah (DKT). Metode ceramah, selain sederhana juga efektif dalam upaya penyampaian informasi secara cepat kepada kelompok sasaran yang cukup besar, dapat dipastikan tersampaikannya informasi yang telah disusun dan disiapkan. Apalagi kalau waktu yang tersedia sangat minim, maka metode ceramah yang dapat menyampaikan banyak pesan dalam waktu singkat. Namun metode ceramah mempunyai kelemahan yaitu jika ceramahnya berlangsung terus-menerus selama 1 jam atau lebih, harus waspada terhadap kebosanan hadirin, dan pesan mudah dilupakan setelah beberapa lama sesudahnya (Lunandi, 1993). Sedangkan metode Diskusi Kelompok Terarah (DKT) dapat digunakan untuk penyampaian informasi dengan lebih memberikan kesempatan pada remaja untuk mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan atau menyusun berbagai alternatif pemecahan masalah (Sofa, 2008). Manfaat dari metode Diskusi Kelompok Terarah (DKT) adalah biaya murah dan dapat memberikan hasil cepat, format yang fleksibel memungkinkan fasilitator untuk menggali isu yang tidak diantisipasi sebelumnya dan mendorong terjadinya interaksi diantara peserta diskusi. Metode diskusi kelompom Terarah (DKT) juga mempunyai kelemahan yaitu format
(29)
yang fleksibel cenderung dapat mengarah pada bias dari fasilitator, diskusi dapat didominasi oleh segelintir individu yang vokal (UNDP, 2013).
Dalam pemilihan metode promosi kesehatan, beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemilihan metode berkaitan erat dengan tujuan yang ingin dicapai. Sebagai contoh, Hasil penelitian Harahap (2010) menunjukkan bahwa intervensi yang dilakukan dengan metode ceramah dan diskusi kelompok pada perawat menunjukkan ada perubahan pengetahuan dan sikap dalam pembuangan limbah medis padat sebelum dan sesudah intervensi. Penelitian Tarigan (2010) yang dilakukan pada remaja dengan menggunakan metode ceramah dan diskusi kelompok ternyata bermanfaat untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap remaja tentang kesehatan reproduksi.
Sekolah sebagai lingkungan sekunder setelah keluarga merupakan tempat yang efektif untuk pendidikan kesehatan bagi remaja yang umumnya masih berstatus sebagai pelajar dan mempunyai peranan yang cukup besar di dalam pelaksanaan program penyuluhan kesehatan remaja melalui metode ceramah dan metode Diskusi Kelompok Terarah (DKT) (Depkes RI, 2002). Mengingat masih banyaknya pelajar yang belum mengerti tentang pencegahan penularan TB paru, sangatlah penting untuk dilakukan ceramah dan Diskusi Kelompok Terarah (DKT) dengan harapan dapat mengubah pengetahuan dan sikap tentang pencegahan penularan TB paru pada remaja, dalam hal ini adalah pelajar di SMA Negeri 12 Medan menjadi lebih baik.
SMA Negeri 12 Medan menjadi salah satu Sekolah favorit di kota Medan, yang berlokasi di Jalan Cempaka no. 75, Kelurahan Helvetia Tengah,
(30)
Kecamatan penelitian dengan pertimbangan bahwa institusi pendidikan berada pada kawasan puskesmas Helvetia yang menjadi salah satu sentra pengobatan TB paru di kota Medan dari 13 sentra yang ada. Jumlah penduduknya padat, letak puskesmas Helvetia strategis dan berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang, bahkan sering pasien TB paru dari Kabupaten Deli Serdang berobat ke Puskesmas Helvetia, selain itu institusi pendidikan ini letaknya dekat dengan jalan raya yang dapat memengaruhi secara langsung maupun tidak langsung pada remaja karena rentan terkena TB paru. Remaja yang berada di jalanan akan rentan untuk terinfeksi TB akibat kontak dengan sumber penyakit. Sumber penyakit ini dapat berasal dari sputum para pengendara atau pemakai jalan yang menderita TB paru. Pada siswa di SMA Negeri 12 Medan
Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “pengaruh metode ceramah dan Diskusi Kelompok Terarah (DKT) terhadap pengetahuan dan sikap remaja mengenai pencegahan penularan TB paru di SMA Negeri 12 Medan”.
juga belum pernah dilakukan metode ceramah dan metode Diskusi Kelompok Terarah (DKT) mengenai pencegahan penularan TB paru (Profil SMA Negeri 12 Medan, 2012).
(31)
1.2. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan permasalahan untuk mengetahui apakah pengaruh metode ceramah dan Diskusi Kelompok Terarah (DKT) terhadap pengetahuan dan sikap remaja mengenai pencegahan penularan TB paru di SMA Negeri 12 Medan.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh metode ceramah dan Diskusi Kelompok Terarah (DKT) terhadap pengetahuan dan sikap remaja mengenai pencegahan penularan TB paru di SMA Negeri 12 Medan.
1.4. Hipotesis
Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah :
1. Ada perbedaan rata-rata pengetahuan remaja sebelum dan sesudah intervensi dengan metode ceramah dan Diskusi Kelompok Terarah (DKT) mengenai pencegahan penularan TB paru.
2. Ada perbedaan rata-rata sikap remaja sebelum dan sesudah intervensi dengan metode ceramah dan Diskusi Kelompok Terarah (DKT) mengenai pencegahan penularan TB paru.
3. Ada perbedaan keefektifan metode ceramah dan Diskusi Kelompok Terarah (DKT) terhadap pengetahuan dan sikap remaja mengenai pencegahan penularan TB paru.
(32)
1.5. Manfaat Penelitian
1. Bagi siswa SMA Negeri 12 Medan
2. Bagi Dinas Kesehatan Kota sebagai masukan dalam upaya meningkatkan dan mengembangkan metode promosi kesehatan yang efektif dalam upaya penanggulangan dan pencegahan TB paru.
sebagai acuan dalam meningkatkan kemampuan dalam memperoleh dan menggunakan informasi kesehatan tentang pencegahan TB paru baik bagi dirinya maupun untuk diinformasikan kembali pada orang lain disekitarnya.
3. Bagi puskesmas sebagai masukan kepada pengelola program Promosi Kesehatan sebagai acuan dalam menyempurnakan program promosi kesehatan masyarakat, terutama untuk pencegahan TB paru.
4. Secara teoritis dapat mendukung pengembangan promosi kesehatan dan dapat dimanfaatkan sebagai acuan ilmiah untuk pengembangan ilmu kesehatan khususnya tentang TB Paru.
(33)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Promosi Kesehatan
Promosi Kesehatan adalah proses pemberdayaan masyarakat untuk memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya dengan kesadaran dan kemampuan serta upaya mengembangkan lingkungan sehat, mencakup aspekperilaku yaitu upaya memotivasi, mendorong dan meningkatkan potensi yang dimiliki masyarakat agar mereka mampu memelihara kesehatan diri sendiri dan keluarga. Di samping itu promosi kesehatan juga mencakup aspek yang berkaitan dengan lingkungan dan perkembangan perilaku yang berhubungan dengan sosial budaya, pendidikan ekonomi, politik dan pertahanan keamanan (Depkes, 2003).
Program dasar promosi kesehatan terdiri dari enam program unggulan mencakup pendidikan kesehatan bertujuan melakukan perubahan, pemeliharaan dan pengembangan perilaku masyarakat, penyuluhan kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat dalam promosi kesehatan serta upaya penyediaan dan penyebarluasan informasi kesehatan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) dilakukan dengan upaya jalur komunikasi dan edukasi, pemasaran sosial melalui pengenalan produk secara meluas kepada masyarakat sehingga mereka dapat mengenal, memilih dan memanfaatkan hidup sehat. Mobilisasi sosial dilakukan melalui advokasi dan bina suasana yang merupakan upaya pembujukan dan menciptakan lingkungan kondusif (Depkes, 2002).
(34)
Berdasarkan rumusan WHO (1994) dalam (Notoatmodjo, 2005), strategi promosi kesehatan secara global terdiri dari 3 (tiga) hal, yaitu :
1. Advokasi (advocacy) yaitu kegiatan untuk meyakinkan orang lain, agar orang lain tersebut membantu atau mendukung terhadap apa yang diinginkan. Dalam konteks promosi kesehatan, advokasi dilakukan kepada pejabat yang merupakan penentu kebijakan di berbagai sektor, dan diberbagai tingkat, sehingga para pejabat tersebut mau mendukung program kesehatan yang kita inginkan.
2. Dukungan sosial (social support) yaitu kegiatan untuk mencari dukungan sosial melalui tokoh-tokoh masyarakat (toma), baik tokoh masyarakat formal maupun informal. Tujuan utama dari kegiatan ini adalah agar para tokoh masyarakat, sebagai jembatan antara sektor kesehatan sebagai program kesehatan dengan masyarakat (penerima program) kesehatan.
3. Pemberdayaan masyarakat (empowerment) yaitu strategi promosi di kesehatan yang ditujukan langsung pada masyarakat. Tujuan utama pemberdayaan adalah mewujudkan kemampuan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri (Visi Promosi Kesehatan). Bentuk kegiatan pemberdayaan ini dapat diwujudkan dengan berbagai kegiatan seperti, penyuluhan kesehatan, pengorganisasian dan pengembangan masyarakat.
(35)
2.2. Metode Promosi Kesehatan
Tersedia banyak metode untuk menyampaikan informasi dalam pelaksanaan promosi kesehatan. Pemilihan metode dalam pelaksanaan promosi kesehatan harus dipertimbangkan secara cermat dengan memperhatikan materi atau informasi yang akan disampaikan, keadaan penerima informasi (termasuk sosial budaya) atau sasaran, dan hal-hal lain yang merupakan lingkungan komunikasi seperti ruang dan waktu. Masing-masing metode memiliki keunggulan dan kelemahan, sehingga penggunaan gabungan beberapa metode sering dilakukan untuk memaksimalkan hasil (Depkes, 2008).
Pemberdayaan dapat dilakukan dengan metode ceramah, tanya jawab, dialog, debat, seminar, kampanye, petisi/resolusi, dan lain-lain. Sedangkan advokasi, dapat dilakukan dengan pilihan metode seminar, lobi dialog, negosiasi, debat, petisi/resolusi, mobilisasi, dan lain-lain (Notoatmodjo, 2007).
2.2.1 Metode Ceramah
Metode ceramah merupakan metode pertemuan yang paling sederhana dan sering digunakan serta paling sering diselenggarakan untuk menggugah kesadaran dan minat sasaran. Ceramah merupakan suatu penyampaian informasi yang sifatnya searah, yakni dari penceramah kepada hadirin ini baik untuk sasaran yang berpendidikan tinggi maupun rendah. Dalam metode ini penceramah lebih banyak memegang peran untuk menyampaikan dan menjelaskan materi dengan sedikit memberikan kesempatan kepada sasaran untuk menyampaikan tanggapannya (Notoatmodjo, 2007).
(36)
Beberapa keuntungan menggunakan metode ceramah adalah murah dari segi biaya, mudah mengulang kembali jika ada materi yang kurang jelas ditangkap peserta daripada proses membaca sendiri, lebih dapat dipastikan tersampaikannya informasi yang telah disusun dan disiapkan. Apalagi kalau waktu yang tersedia sangat minim, maka metode inilah yang dapat menyampaikan banyak pesan dalam waktu singkat. Selain keuntungan ada juga kelemahan menggunakan metode ceramah, salah satunya adalah pesan yang terinci mudah dilupakan setelah beberapa lama (Lunandi, 1993).
Kunci dari keberhasilan pelaksanaan ceramah adalah apabila penceramah tersebut dapat menguasai sasaran ceramah, penceramah itu sendiri menguasai materi apa yang akan diceramahkan. Untuk itu penceramah harus mempersiapkan diri dengan mempelajari materi dengan sistematika yang baik, lebih baik lagi kalau disusun dalam diagram atau skema serta mempersiapkan alat-alat bantu pengajaran, misalnya makalah singkat, slide, transparan, sound system, dan sebagainya. Penceramah juga harus mempunyai sikap dan penampilan yang menyakinkan, tidak boleh bersikap ragu-ragu dan gelisah, suara hendaknya cukup keras dan jelas, pandangan harus tertuju ke seluruh peserta ceramah, berdiri di depan (dipertengahan), sebaiknya tidak duduk. Ceramah juga akan berhasil apabila teknik ceramah dimodifikasi dengan melakukan tanya jawab sesudah penyampaian materi. Hal ini bertujuan agar peserta dapat bertanya tentang hal-hal yang belum dipahaminya tentang materi yang sudah diberikan penceramah (Notoatmodjo, 2007).
(37)
a) Ceramah merupakan metode yang murah dan mudah untuk dilakukan. Murah dalam arti, proses ceramah tidak memerlukan peralatan dan perlengkapan yang rumit seperti pada metode demonstrasi atau peragaan. Sedangkan mudah berarti ceramah hanya mengandalkan suara penceramah.
b) Ekonomis waktu dan biaya karena waktu dan materi dapat diatur penceramah secara langsung, materi dan waktu sangat ditentikan oleh sistem nilai yang dimiliki oleh penceramah yang bersangkutan.
c) Ceramah dapat menjangkau penyajian materi pembelajaran yang lebih luas. Ini berarti banyak materi pembelajaran yang dapat dirangkum dan dijelaskan pokok-pokoknya saja oleh penceramah dalam waktu singkat.
d) Ceramah dapat terfokus hanya pada pokok-pokok materi inti. Dalam arti, penceramah dapat mengatur pada materi mana yang menjadi prioritas sesuai dengan kebutuhan dan tujuan indikator yang ingin dicapai.
e) Dengan metode ceramah, penceramah dapat memantau keadaan ruangan, karena kelas sepenuhnya menjadi tanggung jawabnya saat menyampaikan materi pembelajaran.
f) Bahan materi sudah dipilih atau dipersiapkan sehingga memudahkan untuk mengklasifikasi dan mengkaji aspek-aspek bahan pembelajaran.
g) Dengan metode ceramah pengorganisasian ruang menjadi lebih sederhana dan praktis, oleh karena tidak membutuhkan persiapan-persiapan yang macam-macam. Asalkan peserta dapat menempati posisi tempat duduknya dan
(38)
mendengarkan materi pembelajaran yang disampaikan penceramah (UHAMKA, 2009).
Adapun kelemahan metode ceramah, antara lain :
a) Materi yang dikuasai oleh peserta terbatas hanya pada apa yang telah dikuasai dan disampaikan penceramah. Ini merupakan kelemahan yang paling dominan pada metode ceramah, oleh karena apa yang telah disampaikan penceramah itulah yang diperolehnya dan dikuasainya.
b) Penyampaikan ceramah yang tidak dibarengi dengan peragaan dan contoh-contoh hanya bersifat verbalistik dan menbosankan. Ini merupakan kelemahan yang dimiliki metode ceramah, karena penceramah dalam penyajiannya hanya mengandalkan bahasa verbal sedangkan peserta hanya mengandalkan kemampuan auditifnya. Di sisi lain kemampuan peserta secara auditif berbeda-beda, termasuk dalam menangkap materi pembelajaran melalui pendengaran. c) Sulit bagi yang kurang memiliki kemampuan menyimak dan mencata yang baik d) Kemungkinan menimbulkan verbalisme
e) Materi pembelajaran lebih cenderung pada aspek ingatan.
f) Kemampuan penceramah berbicara dan bertutur kata-kata yang tidak baik, sering kali menjemukan dan membosankan peserta, sehingga peserta menjadi tidak memperhatikan materi pembelajaran, mengantuk atau mengobrol dengan sesama peserta . peserta terkadang tidak mengerti dengan apa yang disampaikan penceramah karena penyampaiannya yang tidak menarik.
(39)
g) Sangat kurang memberikan kesempatan pada peserta untuk berpartisipasi secara total (hanya proses mental, tetapi sulit dikontrol)
h) Dengan metode ceramah, sangat sukar untuk mengetahui apakah peserta sudah mengerti dan sudah memahami dengan apa yang telah disampaikan penceramah. Ketika penceramah mengadakan pertanyaan pada umumnya lebih banyak yang diam dan tidak menjawab pertanyaan, meskipun tentu tidak semua peserta sama (UHAMKA, 2009).
2.2.2. Syarat-Syarat Menjadi Komunikator/Penceramah
Mulyana (2005), mengemukakan diperlukan persyaratan tertentu untuk para komunikator/penceramah dalam sebuah program komunikasi, baik dalam segi sosok kepribadian maupun dalam kinerja kerja. Dari segi kepribadian, agar pesan yang disampaikan bisa diterima oleh khalayak maka sseorang komunikator mempunyai hal berikut :
1. Memiliki kedekatan (proximility) dengan khalayak. Jarak seseorang dengan sumber memengaruhi perhatiannya pada sepsan tertentu. Semakin dekat jarak semakin besar pula peluang untuk terpapar pesan itu. Hal ini terjadi dalam arti jarak secara fisik ataupun secara sosial.
2. Mempunyai kesamaan dan daya tarik sosial dan fisik. Seorang komunikator /penceramah cenderung mendapat perhatian jika penampilan fisiknya secara keseluruhan memiliki daya tarik (attractiveness) bagi audiens.
3. Kesamaan (similirity) merupakan faktor penting lainnya yang memengaruhi penerimaan pesan oleh khalayak. Kesamaan ini antara lain meliputi gender,
(40)
pendidikan, umur, agama, latar belakang sosial, ras, hobi, dan kemampuan bahasa. Kesamaan juga bisa meliputi maslah sikap dan orientasi terhadao berbagai aspek seperti buku, musik, pakaian, pekerjaan, keluarga, dan sebagainya. Preferensi khalayak terhadap seorang komunikator/penceramah berdasarkan kesamaan budaya, agama, ras, pekerjaan, dan pendidikan berpengaruh terhadap proses seleksi, interpretasi, dan pengingatan pesan sepanjang hidupnya. Kesamaan antara komunikator/penceramah dan khalayak dengan prinsip homofili antara kedua belah pihak ini sangat efektif bagi penerimaan pesan. Tetapi kadang-kadang diantara keduanya terjadi hubungan yang bersifat heterofili, suatu keadaan yang tidak setara anyata sumber dan target sasaran.
4. Dikenal kredibilitasnya dan otoritasnya. Khalayak cenderung memerhatikan dan mengingat pesan dari sumber yang mereka percata sebagai orang yang memiliki pengalaman dan atau pengetahuan yang lias. Menurut Ferguson, ada dua faktor kredibilitas yang sangat penting untuk seorang sumber: dapat dipercaya (trustworthiness) dan keahlian (expertise). Faktor-faktor lainnya adalah tenang/sabar (compusere), dinamisn, bisa bergaul (sociability), terbuka (extroversion) dan memiliki kesamaan dengan audiens. Menunjukkan motivasi dan niat. Cara komunikator/penceramah menyampaikan pesan berpengaruh terhadap audiens dalam memberi tanggapan terhadap pesan tersebut. Respon khlayak akan berbeda menanggapi pesan yang ditunjukkan untuk kepentingan informasi (informative) dari pesan yang diniatkan untuk meyakinkan (persuasive) mereka.
(41)
5. Pandai dalam cara penyampaian pesan. Gaya komunikator/penceramah menyampaikan (delivery) pesan juga menjadi faktor penting dalam proses penerimaan informasi.
6. Dikenal status, kekuasaan dan kewenangannya. Status di sini menunjuk kepada posisi atau ranking baik dalam struktur sosial maupun organisasi. Sedangkan kekuasaan (power) dan kewenangan (authority) mengacu pada kemampuan seseorang memberi ganjaran (reward) dan hukuman (punishment) (Mulyana, 2005).
2.2.3 Metode Diskusi Kelompok Terarah (DKT)
Metode Diskusi Kelompok Terarah (DKT) merupakan metode riset maupun metode pengumpulan data yang biasa disebut dalam bahasa inggris Focused Group atau Group interviewing. DKT adalah metode pengumpulan data atau riset untuk memahami sikap dan perilaku khalayak. Biasanya terdiri dari 6-12 orang dengan latar belakang yang sama yang secara bersamaan dikumpulkan, diwawancarai, untuk membahas topik tertentu dengan dipandu oleh moderator, dengan menawarkan kompensasi pada peserta atas waktu yang biasanya cukup untuk membuat orang bersedia untuk berpartisipasi (Kriyantono, 2006).
DKT adalah sebuah upaya yang sistematis dalam pengumpulan data dan informasi. Sebagaimana makna dari diskusi kelompok terarah yaitu diskusi bukan wawancara atau obrolan, kelompok bukan individu, dan terfokus tidak bebas. DKT juga berarti suatu proses pengumpulan data dan informasi yang sistematis mengenai suatu permasalahan tertentu yang sangat spesifik melalui diskusi kelompok (Irwanto, 2006).
(42)
DKT merupakan diskusi kelompok terarah yang pesertanya terbatas (dipilih) menurut kriteria tertentu dan pembahasannya memfokuskan pada topik tertentu. DKT bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang sesuatu hal dari peserta diskusi tanpa harus ada kesepakatan pendapat antara peserta yang mengikutinya. Dampak dari DKT setelah dilakukan, para peserta sudah akan mengalami perubahan, karena dalam diskusi timbul aksi dan reaksi, dimana para peserta saling memberi dan menerima atau menolak. Karena itu DKT harus dilakukan dengan terstruktur sehingga dampaknya positif bagi peserta, memberdayakan, membuat orang merasa lebih nyaman (karena dapat mengeluarkan pendapat atau karena ada orang lain yang ternyata mempunyai pengalaman yang sama (Adi, 2004).
Metode DKT ini membutuhkan seorang moderator yang berperan sebagai fasilitator dalam diskusi. Moderator dalam DKT dilengkapi dengan moderator guideline, yang merupakan dokumen yang berisi panduan bagi moderator mengenai topik DKT. Moderator guideline memiliki fungsi yang hampir sama dengan kuesioner pada metode survei, sehingga perlu dipahami secara mendalam oleh moderator. Manfaat dari DKT adalah biaya murah dan dapat memberikan hasil cepat, DKT dapat fokus terhadap penelitian dan mengembangkan hipotesis penelitian yang relevan dengan mengeksplorasi secara lebih mendalam masalah untuk diselidiki dan kemungkinan penyebab nya, dapat merumuskan pertanyaan yang tepat untuk lebih terstruktur, menyurvei skala yang lebih besar, membantu memahami dan memecahkan masalah tak terduga di intervensi, mengembangkan pesan yang tepat untuk program pendidikan kesehatan dan kemudian mengevaluasi pesan untuk
(43)
kejelasan dan dapat menggali topik kontroversial (Afriani, 2009), selain manfaat ada juga kelemahan dari DKT yaitu
Adapun kelebihan DKT, yaitu :
format yang fleksibel cenderung dapat mengarah pada bias dari fasilitator, diskusi dapat didominasi oleh segelintir individu yang vokal, sulit untuk menghasilkan data kuantitatif yang dapat digunakan untuk generalisasi keadaan mengenai suatu isu (UNDP, 2013).
1. Dapat menghimpun banyak informasi karena biasanya anggota akan terdorong dan terpicu untuk memiliki ide setelah mendengar pembicaraan atau perspektif anggota lainnya sehingga perbincangan dapat berlangsung lebih mengalir sekalipun topik yang ada sifatnya sangat kompleks dan sensitif.
2. Menyediakan informasi yang didapat langsung dari narasumber yang mengerti dan memegang peranan penting berkaitan dengan topik yang dibahas, yang biasanya belum banyak diketahui oleh peneliti dan juga dapat menyediakan informasi yang aktual mengenai situasi atau kondisi tertentu. 3. Menyediakan beragam opini atau ide yang sangat beragam
4. Menyediakan hasil yang maksimal dengan biaya dan beban yang rendah sehingga dianggap lebih efisien (Afriani, 2009)
Adapun kelemahan DKT, yaitu :
.
1. Dapat terjadi bias dari fasilitator sehingga melemahkan validitas dan reliabilitas temuan
(44)
3. Diskusi menghasilkan informasi penting, namun terkadang informasi yang didapat hanya mewakili gambaran dari populasi tertentu dan tidak bisa digeneralisasi untuk populasi yang lebih luas. Untuk itu, manfaat yang diperoleh dari DKT bukanlah terletak pada generalisasi hasil DKT melainkan pada kedalaman informasi tersebut (Afriani, 2009)
2.2.4. Peran dan Persyaratan Menjadi Moderator/Fasilitator DKT .
Mereduksi berbagai kesalahan yang disebabkan oleh fasilitator/moderator menjadi sangat penting. Caranya, mewajibkan seseorang yang ditetapkan menjadi fasilitator/moderator memiliki keahlian (skils) dalam memoderasi jalannya diskusi. Selain itu, dituntut kemampuannya untuk mengaplikasikan setiap fungsi fasilitasi/ moderasi yang wajib diembannya secara optimal dan professional.
Peranan Moderator/Fasilitator Persyaratan Menjadi Moderator/Fasilitator 1. Menjelaskan maksud dan tujuan DKT
2. Menjelaskan topik/isu pokok diskusi 3. Menciptakan suasana kondusif 4. Mengelola dinamika kelompok
5. Mengamati peserta dan tanggap terhadap reaksi mereka
6. Perhatikan nada suara
7. Menghindari pemberian pendapat pribadi 8. Menghindari komentar yang menyatakan
setuju/tidak setuju
1. Simpatik, akrab, dan penuh empati 2. Membuat orang lain tidak tegang 3. Keterampilan berkomunikasi 4. Mendengarkan
5. Memerhatikan
6. Memperlihatkan semangat 7. Sadar atas isyarat tersirat 8. Berpikir positif dan analitis
Saksono (2011) mengemukakan bahwa moderator/fasilitator DKT merupakan faktor kritis yang memengaruhi efektivitas dan hasil guna DKT. Dalam diskusi
(45)
kelompok terarah dijelaskan tanggung jawab seorang fasilitator DKT. Tugas pokok moderator/ fasilitator DKT adalah :
1. Menguraikan secara jelas maksud dan tujuan penyelenggaraan DKT
2. Memersiapkan segalanya dengan baik, sehingga peserta mengetahui dan memahami topik dan/atau isu yang hendak didiskusikan sebelum DKT dimulai 3. Membangun suasana kondusif, rasa saling pengertian dalam kelompok dan
menciptakan suasana produktif dalam pelaksanaan diskusi
4. Tetap awas terhadap dinamika kelompok, untuk mengenali ancaman yang dapat mengganggu produktivitas diskusi kelompok
5. Mengelola dinamika kelompok, sehingga arah dan lalu lintas diskusi dapat mengalir dengan baik dan tertib serta peserta merasa nyaman untuk berbagi dan menyampaikan pendapat/pemikirannya
6. Tetap berpikiran positif dan terbuka, sehingga dapat meminimalisasi kekeliruan dugaan awal peserta terhadap topik diskusi
7. Menyiapkan laporan yang secara akurat menangkap respon kelompok, dan 8. Menjaga kerahasiaan.
Selain kemampuan melaksanakan peran dalam DKT, moderator/fasilitator dituntut memiliki kualifikasi moderator/fasilitator DKT, yakni :
1. Memahami/mengenal/mengetahui dengan baik isu, topik, dan materi diskusi 2. Menjadi prioritas untuk memiliki kemampuan berkomunikasi dengan peserta
(46)
3. Mengapresiasi kebudayaan setempat dan bersikap sensitif terhadap budaya, tidak menghakimi, tidak menggurui, tidak memandang remeh peserta, tidak menolak atau menyetujui tentang apa yang dikatakan peserta, dan tidak berusaha memengaruhi peserta
4. Memiliki ketergantungan dan ketertarikan yang murni terhadap sikap/perilaku peserta diskusi
5. Menghindari bias gender dan bersikap proporsional terhadap pria dan wanita 6. Menjaga etika dan sopan santun
7. Memiliki empati, dan
8. Menghargai dan menghormati setiap peserta dari berbagai latar belakang (Saksono, 2011).
2.3. Proses Adopsi Perilaku
Menurut Notoatmodjo (2007) perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Perilaku merupakan faktor terbesar kedua setelah lingkungan yang memengaruhi kesehatan individu, kelompok atau masyarakat. Menurut Bloom (1974) dalam Notoatmodjo (2003), membagi perilaku dalam 3 (tiga) domain (ranah) yakni: kognitif, afektif, dan psikomotor.
(47)
2.3.1. Pengetahuan (Knowledge)
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap obyek melalui indera yang dimilikinya dan dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap obyek (Notoatmodjo, 2005).
Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep dan pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan isinya termasuk manusia dan kehidupannya(Keraf, 2001).
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Pengetahuan diperoleh dari pengalaman diri sendiri atau pengalaman orang lain. Kegiatan, aktivitas seseorang ditentukan oleh pengetahuan. Sebelum seseorang berperilaku baru atau kegiatan dan aktivitas ia harus tahu terlebih dahulu atau seseorang harus memiliki pengetahuan terlebih dahulu. Penerimaan perilaku baru ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan, kesadaran maka tidak akan berlangsung lama (Notoatmodjo, 2007).
Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yakni :
a) Tahu (know) diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau
(48)
rangsangan yang telah diterima. Tahu (know) ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
b) Memahami (comprehension) diartikan sebagai sesuatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
c) Aplikasi (aplication) diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian.
d) Analisis (analysis) adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), dan membedakan.
e) Sintesis (synthesis) adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun, dapat merencanakan terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada. f) Evaluasi (evaluation), berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
(49)
2.3.2. Sikap (Attitude)
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial.
Menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2005) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai tiga komponen pokok, yaitu :
a. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek . b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. c. Kecenderungan untuk bertindak.
Ketiga komponen diatas secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh. Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berfikir, keyakinan dan emosi memegang peranan penting. Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan sikap, yakni :
a. Menerima (receiving) artinya bahwa orang atau subjek mau dan memperhatikan stimulus yng di berikan oleh objek.
b. Merespon (responding) yaitu memberikan jawaban apabila di tanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.
c. Menghargai (valuing) mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga (kecenderungan untuk bertindak).
(50)
d. Bertanggung jawab (responsible) yaitu bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi.
2.4. Remaja
2.4.1. Pengertian Remaja
Remaja yang dalam bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari kata Latin adolescere yang artinya tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan. Perkembangan lebih lanjut, istilah adolescence memiliki arti yang luas mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 2007).
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), remaja merupakan suatu individu yang sedang mengalami masa peralihan yang secara berangsur-angsur mencapai kematangan seksual, mengalami perubahan jiwa dari jiwa kanak-kanak menjadi dewasa dan mengalami perubahan keadaan ekonomi dari kertergantungan menjadi relatif mandiri (Notoatmodjo, 2007).
Masa remaja adalah masa transisi antara masa anak-anak dan dewasa, dimana terjadi pacu tumbuh (growth spurt), timbul ciri-ciri seks sekunder, tercapai fertilitas, dan terjadi perubahan-perubahan psikologik serta kognitif. Remaja secara umum dianggap mencakup individu berusia 10 sampai 19 tahun, sehingga kesehatan reproduksi remaja memperhatikan kebutuhan fisik, sosial, dan emosional kaum muda (Glasier dan Gebbie, 2005).
(51)
Menurut Konopka dan Ingersoll yang dikutip oleh Agustiani (2006) bahwa masa remaja dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Masa remaja awal (12 -15 tahun)
Pada masa ini individu mulai meninggalkan perannya sebagai anak-anak dan berusaha mengembangkan diri sebagai individu yang unik dan tidak tergantung pada orang tua.
2. Masa remaja pertengahan (15-18 tahun)
Masa ini ditandai dengan berkembangnya kemampuan berpikir yang baru. Teman sebaya memiliki peran yang penting. Dimasa ini remaja juga mengembangkan kematangan tingkah laku, belajar membuat keputusan sendiri dan selain itu penerimaan dari lawan jenis menjadi penting bagi individu.
3. Masa remaja akhir (19-21 tahun)
Masa ini ditandai oleh persiapan akhir untuk memasuki peran-peran orang dewasa. Keinginan yang kuat untuk menjadi matang dan diterima dalam kelompok teman sebaya dan diterima orang dewasa.
2.4.2. Tugas Perkembangan pada Masa Remaja
Menurut Havigurst (dalam Hurlock, 1999) tugas perkembangan remaja meliputi beberapa hal sebagai berikut :
a) Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita
(52)
c) Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif d) Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab e) Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya f) Mempersiapkan karir ekonomi
g) Mempersiapkan perkawinan dan keluarga
h) Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku mengembangkan ideologi.
2.5. Teori Stimulus Organism Response (SOR)
Skinner (1938) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Perilaku manusia terjadi melalui proses stimulus, organisme, dan respon sehingga teori Skinner ini disebut S-O-R (Stimulus-Organisme-Respons).
Teori ini mendasarkan asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan perilaku tergantung kepada kualitas rangsang (stimulus) yang berkomunikasi dengan organisme. Artinya kualitas dari sumber komunikasi (sources) misalnya : kredibilitas, kepemimpinan, gaya berbicara sangat menentukan keberhasilan perubahan perilaku seseorang, kelompok atau masyarakat. Proses perubahan perilaku pada hakikatnya sama dengan proses belajar. Proses peubahan perilaku tersebut menggambarkan proses belajar pada individu yang terdiri dari :
1. Stimulus (rangsang) yang diberikan pada organisme dapat diterima atau ditolak. Apabila stimulus tersebut tidak diterima atau ditolak berarti stimulus
(53)
itu tidak efektif memengaruhi perhatian individu, dan berhenti di sini. Tetapi bila stimulus diterima oleh organisme, berarti ada perhatian dari individu dan stimulus tersebut efektif.
2. Apabila stimulus telah mendapat perhatian dari organisme (diterima) maka ia mengerti stimulus ini dan dilanjutkan kepada proses berikutnya.
3. Setelah itu organisme mengolah stimulus tersebut sehingga terjadi kesediaan untuk bertindak demi stimulus yang telah diterimanya (bersikap).
4. Akhirnya dengan dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan maka stimulus tersebut mempunyai efek tindakan dari individu tersebut (perubahan perilaku).
Selanjutnya teori ini mengatakan bahwa perilaku dapat berubah hanya apabila stimulus (rangsang) yang diberikan benar-benar melebihi dari stimulus semula. Stimulus yang dapat melebihi stimulus semula ini berarti stimulus yang diberikan harus dapat meyakinkan organisme. Dalam meyakinkan organisme ini faktor reinforcement memegang peranan penting.
(54)
Proses perubahan perilaku berdasarkan teori S-O-R ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.1. Teori S-O-R 2.6. TB Paru
2.6.1. Definisi TB Paru
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (Depkes RI, 2007).
Menurut Yunus (1989) yang dikutip Achmadi (2008), sebagian besar kuman tuberkulosis menyerang paru-paru, akan tetapi dapat menyerang organ lain di dalam
Stimulus
Reaksi terbuka (perubahan praktek)
Reaksi tertutup (perubahan sikap)
- Perhatian - Pengertian - Penerimaan
(55)
tubuh. Secara khas kuman membentuk granuloma dalam paru menimbulkan nekrosis atau kerusakan jaringan.
2.6.2. Klasifikasi TB Paru
Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TB paru dibagi dalam 2 bagian yaitu :
1. TB paru BTA positif (sangat menular) yaitu sekurang-kurangnya 2 dari 3 pemeriksaan dahak, memberikan hasil yang positif. Satu pemeriksaan dahak memberikan hasil yang positif dan foto rontgen dada menunjukkan TB aktif. 2. TB paru BTA negatif, yaitu pemeriksaan dahak hasilnya masih meragukan.
Jumlah kuman yang ditemukan pada waktu pemeriksaan belum memenuhi syarat positif. Foto rontgen dada menunjukkan hasil positif (Laban, 2007). 2.6.3. Etiologi Penyakit Tuberkulosis Paru
Bakteri ini berbentuk batang, berukuran panjang 1-4 mikron, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Bakteri tuberkulosis cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Sebagian besar kuman terdiri dari asam lemak dan lipid, yang membuat lebih tahan asam, sifat lain adalah bersifat aerob, lebih menyukai jaringan kaya oksigen, terutama bagian apical posterior. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat tidur (dormant), tertidur lama selama beberapa tahun (Depkes RI, 2002).
(56)
2.6.4. Cara Penularan TB Paru
Menurut Depkes (2008), penderita dapat menularkan kuman TB pada orang lain melalui cara :
a) Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.
b) Penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.
c) Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.
d) Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak.
2.6.5. Gejala Penyakit TB
Gejala penyakit TB dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat (Depkes, 2006). Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga sangat sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik.
(57)
Gejala umum meliputi (Depkes, 2006) :
a) Deman tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama badan dapat mencapai
40-410
b) Batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan berdahak), karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk dapat bersifat kering (non produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan lebih lanjut adalah batuk bercampur darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah, hal ini terjadi pada kavitas atau pada ulkus dan dinding bronkus.
C, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul, penurunan nafsu makan dan berat badan.
c) Perasaan tidak enak (malaise), lemah. nafsu makan berkurang, tidak enak badan, berkeringat pada malam hari walaupun tanpa kegiatan, serta berat badan menurun, demam mering lebih dari sebulan.
Sedangkan gejala khusus yaitu (Depkes, 2006):
a) Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara nafas melemah yang disertai sesak. Pada penyakit ringan (baru kambuh) belum dirasakan sesak nafas. Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, dimana infiltrasi sudah terjadi setengah bagian paru-paru.
(58)
b) Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada. Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul apabila infiltrasi radang sudah sampai pada pleura, sehingga menimbulkan pleuritis.
c) Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
d) Pada anak-anak yang dapat mengenai otak (lapisan pembuluh otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.
2.6.6. Diagnosis TB Paru 1) Pada Orang Dewasa
Diagnosis TB Paru pada orang dewasa yakni dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila dua dari tiga spesimen SPS BTA hasilnya positif. Apabila hanya satu spesimen yang positif maka perlu dilanjutkan dengan rontgen dada atau pemeriksaan SPS diulang. Jika hasil rontgen menunjukan TBC, maka penderita didiagnosis sebagai penderita Paru BTA positif. Dan jika hasil rontgen tidak mendukung TB Paru, maka pemeriksaan dahak SPS diulang (Depkes, 2005).
Pemeriksaan lainnya seperti foto toraks dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB Paru hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks. Foto toraks tidak
(59)
selalu memberi gambaran yang khas pada TB Paru, sehingga sering terjadi over diagnosis. Gambaran Kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukan aktifitas penyakit TB Paru (Chin, 2000).
2) Diagnosis Tuberkulosis pada Anak
Diagnosis yang paling tepat adalah dengan ditemukannya kuman tuberkulosis dari penderita, misalnya dahak, bilasan lambung, biopsi dll. Tetapi pada anak hal ini sulit dan jarang didapat, sehingga sebagian besar diagnosis tuberkulosis anak didasarkan atas gambaran klinis, gambaran foto rontgen dada dan uji tuberkulin.
Untuk itu penting memikirkan adanya tuberkulosis pada anak kalau terdapat tanda-tanda yang mecurigakan atau gejala-gejala seperti di bawah ini :
Seorang anak harus dicurigai menderita tuberkulosis kalau Mempunyai sejarah kontak (serumah) dengan penderita tuberkulosis BTA Positif yaitu : Terdapat reaksi kemerahan cepat setelah penyuntikan BCG (Bacillus Calmette et Guerin) dalam 3-7 hari, Terdapat gejala umum tuberkulosis (Depkes, 2002).
Gejala umum tuberkulosis pada anak :
a) Berat badan turun selama 3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas dan tidak naik dalam satu bulan meskipun sudah dengan penanganan gizi yang baik (failure to thrive).
b) Nafsu makan tidak ada (anorexia) dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak naik dengan adekuat.
c) Demam lama/berulang tanpa sebab yang jelas (bukan tifus, malaria atau infeksi saluran napas akut), dapat disertai keringat malam.
(60)
d) Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit, biasanya multipel, paling sering di daerah leher, ketiak dan lipatan paha (inguinal).
e) Gejala-gejala dari saluran napas, misalnya batuk lama lebih dari 30 hari (setelah disingkirkan sebab lain dari batuk), tanda cairan di dada dan nyeri di dada.
f) Gejala-gejala dari saluran cerna, misalnya diare berulang yang tidak sembuh dengan pengobatan diare, benjolan (massa) di abdomen dan tanda-tanda cairan dalam abdomen.
Gejala spesifik tuberkulosis pada anak :
Gejala spesifik biasanya tergantung dibagian tubuh mana yang terserang, misalnya :
a) Tuberkulosis kulit (skrofuloderma).
b) Tuberkulosis tulang dan sendi yaitu : Tulang punggung, tulang panggul dengan pembengkakan di pinggul, tulang lutut dengan pincang dan atau bengkak, tulang kaki dan tangan
c) Tuberkulosis otak dan syaraf, Meningitis dengan gejala : iritabel, kaku kuduk, muntah-muntah dan kesadaran menurun.
d) Tuberkulosis Mata dengan gejala : Konjungtivitis fliktenularis dan Tuberkel koroid (hanya terlihat dengan fundusckopi) (Depkes, 2002).
3) Uji Tuberkulin (Mantoux)
Menurut Depkes (2002) Uji tuberkulin dilakukan dengan cara mantoux (penyuntikan intra kutan) dengan semprit tuberkulin 1ml jarum nomor 26. tuberkulin
(1)
Paired Samples Test
Paired Differences
t df Sig. (2-tailed) Mean
Std. Deviat
ion
Std. Error Mean
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper Pair 1
Pretest-postest -3.071 3.410 .526 -4.134 -2.009 -5.837 41 .001
3.
Sikap Kelompok Metode Ceramah
Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 Pretestsikapceramah 47.95 42 11.951 1.844
Posttetssikapceramah 52.64 42 7.210 1.113
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 pretestsikapceramah &
posttetssikapceramah 42 -.041 .797
4.
Sikap Kelompok Metode Diskusi Kelompok Terarah (DKT)
Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 pretestsikapDKT 45.12 42 9.726 1.501
posttestsikapDKT 56.88 42 9.158 1.413
Paired Samples Test
Paired Differences
t df
Sig. (2-tailed) Mean
Std. Devi ation
Std. Error Mean
95% Confidence Interval of the Difference
Lower Upper
Pair 1 Pretest-posttest
-4.690 14.20
(2)
Uji Independent -Sampel T Test
Pengetahuan
Group Statistics
VAR00001 N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Postce-postDKT 1 ceramah 42 11.62 2.871 .443
2DKT 42 11.74 2.198 .339
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pai r 1
pretestsikapDK T &
posttestsikapDK T
42 -.020 .902
Paired Samples Test
Paired Differences
t Df
Sig. (2-tailed) Mean
Std. Deviati
on
Std. Error Mean
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper Pair 1 pretestsikap
DKT – posttestsikap DKT
-11.762 13.489 2.081 -15.965 -7.559 -5.651 41 .001 Levene's Test
for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig. (2-tailed)
Mean Differen
ce
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the
Difference Lower Upper
Postce-postDKT
Equal variances
assumed 9.519 .003 -.213 82 .003 -.119 .558 -1.229 .991 Equal variances not
(3)
Sikap
Group Statistics
VAR00
002 N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Posttce-postDKT 1 42 52.64 7.210 1.113
2 42 56.88 9.158 1.413
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the
Difference Lower Upper Posttce-postDKT Equal variances
assumed 2.667 .021 -2.356 82 .021 -4.238 1.799 -7.816 -.660 Equal variances
not assumed -2.356 77.722 .021 -4.238 1.799 -7.819 -.657
Master Data Uji Validitas dan Reliabilitas Pengetahuan Remaja
N0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15
1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1
2 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
4 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 1 0 0 1
5 0 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 0 0 1
6 0 1 0 0 1 0 1 1 0 0 1 1 0 0 1
7 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 1 0 0 1
8 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
9 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0
10 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1
11 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1
12 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1
(4)
18 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1
19 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1
20 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1
21 0 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 0 0 1
22 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 1 0 0 1
23 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 1 0 0 1
24 1 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 1 1 0 1
25 0 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 0 0 1
26 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 1 0 0 0
27 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0
28 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 1 0 0 0
29 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0
30 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 1 0
Master Data Uji Validitas dan Reliabilitas Sikap Remaja
N0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18
1 2 1 3 3 4 3 1 1 1 3 3 4 4 2 3 1 3 3
2 2 1 1 3 3 1 3 2 1 2 1 3 2 2 1 1 1 3
3 2 3 1 3 3 1 3 2 1 2 1 3 3 2 1 3 1 3
4 2 1 1 1 4 2 1 3 2 1 1 3 2 2 1 1 1 1
5 2 1 1 2 4 2 2 1 2 2 1 2 1 2 3 1 1 2
6 2 1 1 3 4 1 3 3 1 2 1 3 3 2 1 1 1 3
7 2 2 1 3 3 1 3 2 1 2 1 3 3 2 1 1 1 3
8 4 4 3 3 4 3 3 3 3 3 3 4 3 1 3 1 3 3
9 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3
10 3 3 3 3 4 3 3 4 3 3 3 4 3 3 1 3 3 3
11 4 4 3 3 4 3 3 1 3 3 1 2 1 4 2 4 3 3
12 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 1 4 4 1
13 4 3 4 4 4 4 4 3 4 4 3 3 3 4 2 3 1 4
14 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3
15 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4
16 2 1 3 3 3 1 3 3 1 2 3 3 3 2 3 1 3 3
17 2 1 1 2 4 1 2 1 1 1 1 3 1 2 1 1 1 2
18 2 1 1 3 3 1 3 3 1 2 1 3 3 2 1 1 1 3
19 3 3 1 3 4 1 3 1 1 2 3 3 1 3 3 3 1 3
(5)
21 2 1 4 2 3 1 2 3 1 2 1 3 3 2 1 1 4 2
22 2 1 1 2 3 1 2 3 1 2 1 3 3 2 1 1 1 2
23 2 1 1 4 3 4 4 3 4 2 1 3 3 2 1 1 1 4
24 2 1 1 2 3 1 2 3 1 2 1 3 3 2 1 1 1 2
25 2 1 1 3 3 1 3 3 1 2 1 3 3 2 1 1 1 3
26 2 1 1 3 3 1 3 3 1 3 1 3 3 2 1 1 1 3
27 2 1 1 2 3 1 2 3 1 2 1 3 3 2 2 1 1 2
28 2 1 1 2 3 1 2 1 1 2 1 3 1 2 1 1 1 2
29 2 1 1 3 3 1 3 3 1 2 1 3 3 2 1 1 1 3
30 2 3 1 2 3 2 2 2 2 4 3 4 2 2 3 3 1 4
Master Data Penelitian
N0 PTPC PTPD POPC POPD PTSC PTSD POSC POSD
1 5 12 7 12 43 64 43 52
2 10 13 13 13 41 62 20 52
3 8 10 8 13 43 62 48 63
4 9 13 8 15 44 57 48 49
5 5 10 8 14 44 56 48 49
6 4 14 8 12 41 59 48 66
7 5 14 9 13 41 55 45 63
8 5 9 3 12 40 53 42 67
9 10 13 12 12 44 55 44 65
10 10 14 4 11 61 53 39 54
11 10 15 5 13 64 52 44 63
12 10 14 1 13 55 51 40 61
13 8 10 1 11 46 53 37 62
14 14 13 11 12 42 52 44 61
15 14 8 10 12 48 52 45 65
16 14 8 11 15 54 51 46 66
17 10 11 11 12 59 44 21 64
18 13 14 10 11 63 51 48 67
19 10 14 10 11 54 43 43 56
20 10 13 11 15 61 50 46 50
(6)
25 3 15 11 8 31 47 48 60
26 10 10 8 13 65 45 55 63
27 15 14 9 11 47 52 53 62
28 6 10 8 3 60 47 55 38
29 10 14 8 11 43 57 54 61
30 10 13 10 12 60 57 56 50
31 11 14 8 15 64 57 57 59
32 13 13 8 12 66 57 57 60
33 10 15 9 11 36 57 54 62
34 10 9 8 12 34 57 54 53
35 9 10 9 11 37 57 51 57
36 13 9 10 12 40 57 50 61
37 8 10 11 11 44 59 50 66
38 10 9 11 13 42 47 51 42
39 13 9 11 11 50 59 51 48
40 10 5 8 14 24 56 45 50
41 9 5 7 8 23 55 36 20
42 10 5 8 9 23 20 40 51