Evaluasi Terhadap Lokasi Sarana Pendidik

i

DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................................... 1
1.3 Tujuan............................................................................................................................. 1
1.4 Ruang Lingkup materi .................................................................................................... 2
1.5 Ruang LingkupWilayah ................................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Pedagang Kaki Lima .................................................................................... 3
2.2 Penelitian Terdahulu....................................................................................................... 3
2.3 Standar Pelayanan Minimal Fasilitas Pendidikan .......................................................... 5
2.3.1 Standar Sarana Prasarana Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen
Pendidikan Nasional RI .................................................................................... 5
2.3.2 Standar dan Ketentuan Mengenai Daerah Layanan Fasilitas Pendidikan
Menengah .......................................................................................................... 5
2.3.3 SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan
Perumahan di Perkotaan ................................................................................... 5
2.4 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2007 Tanggal 28 Juni
2007................................................................................................................................ 7

2.5 Metode AHP .................................................................................................................. 8
2.5.1 Pengertian AHP ................................................................................................ 8
2.5.2 Prinsip Dasar dan Aksioma AHP ...................................................................... 9
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
1.1 Metode Perolehan data ................................................................................................. 11
1.2 Metode Analisis ............................................................................................................ 11
1.3 Variabel Penelitian ....................................................................................................... 13
1.3.1 Analisa Faktor ...................................................................................................... 14
1.3.2 Identifikasi Faktor Terpilih .................................................................................. 14
1.3.3 Perhitungan Jumlah Sarana Pendidikan ............................................................... 17
1.3.4 Penentuan lokasi .................................................................................................. 17
BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN ANALISA
4.1 Gambaran Umum Wilayah ........................................................................................... 18
4.2 Analisa .......................................................................................................................... 21
4.3 Analisa Penentuan Jumlah Sekolah .............................................................................. 22
4.4 Analisis Penentuan Lokasi Alternatif Fasilitas Pendidikan (SD dan SMP) di
Kecamatan Asemrowo ................................................................................................. 24
4.4.1 Penentuan lokasi anternatif ................................................................................. 24
4.4.2 Evaluasi Jumlah dan lokasi fasilitas pendidikan ................................................. 25
4.4.3 Analisa lokasi Rekomendasi ............................................................................... 27

BAB V KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

i

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penentuan lokasi sekolah pada hakikatnya adalah suatu proses untuk mencapai keadaan
yang lebih baik di masa yang akan datang melalui pemilihan alternatif rencana yang rasional,
sistematis, mengenai apa yang akan dilakukan, bagaimana melakukannya, siapa pelaksananya
dan kapan suatu kegiatan dilaksanakan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan lebih
efektif dan efisien sehingga proses pendidikan itu dapat memenuhi tuntutan kebutuhan
masyarakat.
Dalam penentuan lokasi pendidikan terdapat banyak faktor yang mempengaruhi
penentuan lokasi seperti regulasi dan kebijakan yang biasanya berupa standar fasilitas itu
sendiri dan variabel-variabel yang terdapat dalam penelitian penentuan lokasi seperti
kedekatan dengan permukiman, tata guna lahan, pengaruh kawasan rawan bencana dan
faktor-faktor lainnya dapat membantu penentuan lokasi agar lebih tepat dan akurat sehingga

tujuan dari penyediaan fasilitas pendidikan itu tercapai.
Penetapan fasilitas pendidikan bertujuan untuk memberikan pelayanan fasilitas / sarana
pendidikan yang optimal bagi masyarakat. Sarana pendidikan adalah semua fasilitas yang
diperlukan dalam proses belajar mengajar. Dengan adanya sarana pendidikan diharapkan
proses pembelajaran dapat berjalan dengan lancar, teratur, efektif dan efisien. Untuk
mencapai pelayanan yang optimal, maka faktor yang perlu ditetapkan meliputi jangkauan
pelayanan sekolah, jumlah penduduk yang diperlukan untuk mendukung adanya fasilitas
tersebut (Eko, 1987). Sebelum diadakan penataan dan pengaturan kebutuhan, diperlukan
perencanaan, pengadaan, dan penyimpanan serta penempatan barang, ada beberapa hal yang
harus diperhatikan pada penempatan diantaranya adalah mudah dijangkau (ada kendaraan
umum), jauh dari keramaian, jauh dari tempat berbahaya, lingkungan yang aman dan
kondusif.
1.2. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini terdapat 2 rumusan masalah yaitu :
1. Apa saja faktor/variabel yang bisa digunakan dalam penetuan lokasi SD dan SMP
di Kecamatan Asemrowo berdasarkan Jurnal-jurnal terkait?
2. Apa saja faktor terpilih dalam penentuan lokasi SD dan SMP di Kecamatan
Asemrowo ?
3. Berapa jumlah SD dan SMP yang di butuhkan di kecamatan Asemrowo?
4. Dimana Lokasi alternative penempatan SD dan SMP di Kecamatan Asemrowo ?

1.3. Tujuan
Tujuan dari penulisan masalah ini
1. Analisa Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penentuan Lokasi SD dan SMP
di Kecamatan Asemrowo.
2. Identifikasi Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penentuan lokasi SD dan
SMP di Kecamatan Asemrowo.
1

3. Analisa Kebutuhan jumlah SD dan SMP di Kecamatan Asemrowo.
4. Alternatif penentuan lokasi SD dan SMP di kecamatan Asemrowo.
1.4. Ruang Lingkup Materi
Isi makalah ini dibatasi dengan hal-hal berikut :
1. Makalah ini dibatasi dengan hanya menganalisis fasilitas Pendidikan yang di
dalamnya adalah fasilitas SD dan SMP di Kecamatan Asemrowo
1.5.Ruang lingkup Wilayah
batas wilayah kecamatan Asemrowo adalah sebagai berikut :
Sebelah utara
: Selat Madura
Sebelah timur
: Kecamatan Sawahan dan Kecamatan Bubutan

Sebelah selatan
: Kecamatan Sukomanunggal
Sebelah barat
: Kecamatan Tandes dan Kecamatan Benowo
Gambar 1.1 Peta Batas Wilayah

2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Fasilitas Pendidikan
Fasilitas pendidikan merupakan salah satu sarana yang harus terpenuhi dalam suatu kota
maupun wilayah. Suatu fasilitas pendidikan sangat penting dalam dunia pendidikan karena
dapat menunjang penyelenggaaan proses belajar mengajar dalam rangka mencapai tujuan
pendidikan. Menurut Ibrahim Bafadal (2003: 2),sarana pendidikan adalah salah satu sumber
daya yang menjadi tolok ukur mutu sekolah dan perlu peningkatan terus menerus seiring
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang cukup canggih. Sedangkan
pengertian sarana pendidikan menurut (Tim Penyusun Pedoman Media Pendidikan
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan) adalah semua fasilitas yang diperlukan dalam
proses belajar mengajar, baik yang bergerak, maupun tidak bergerak, agar pencapaian tujuan

pendidikan dapat berjalan dengan lancar, teratur, efektif dan efisien.Jadi dapat disimpulkan
bahwa sarana pendidikan adalah “semua perangkatan peralatan, bahan dan perabot yang
secara langsung digunakan dalam proses pendidikan di sekolah”.
2.2. Penelitian Terdahulu
Makalah ini tidak terlepas dari penelitian terdahulu yang pernah dilakukan untuk
menentukan lokasi fasilitas pendidikan. Jurnal yang kami gunakan berjudul “arahan
penempatan lokasi sekolah menengah pertama berdasarkan karkteristik wilayah di kabupaten
rembang” . jurnal ini berisi tentang analisis yang dilakukan oleh Eko Budi Santoso . dalam
jurnal ini penulis meneliti ketimpangan pelayanan pendidikan SMP antar wilayah di
Kabupaten Rembang dan penelitiannya ini menggunakan teknik analisa AHP (Analytical
Hierarchy Process). Penulis menggunakan 5 faktor yang berpengaruh dalam menentukan
penempatan lokasi SMP di Kota Rembang yaitu : (1) faktor jarak, (2) faktor penduduk, (3)
faktor transportasi, (4) faktor lahan, (5) faktor distribusi sekolah . Pendekatan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah pendekatan positivistik, dan penelitian ini termasuk jenis
penelitian deskriptlf eksploratif. Untuk keperluan analisis dengan metode Analitycal
Hierarchy Proccess (AHP), maka variabel dalam penelitian ini disusun dalam suatu hierarki.
Penentuan responden dilakukan secara purposive sampling. Responden dalam
penelitian ini dipilih dari stakeholders atau pihak-pihäk yang terkait/berkepentingan dengan
penempatan lokasi SMP di Kabupaten Rembang melalui analisis stakeholders. Dan analisis
stakeholders dihasilkan 5 responden yang mewakili tiga kelompok kepentingan (pemerintah,

masyarakat dan sektor privat). Pengambilan data primer dilakukan dengan metode kuesioner
dan pengambilan data sekunder dilakukan dengan metode dokumentasi. Kegiatan analisis
3

data dilakukan dengan menggunakan tiga teknik analisis, yaitu Analitycal Hierarchy Proccess
(AHP), Analisis Kinerja (Performance Analysis) dan Land Suitability Analysis. AHP
digunakan untuk menentukan faktor-faktor prioritas dalam menempatkan lokasi SMP.
Performance Analysis digunakan untuk menentukan wilayah-wilayah priontas yang perlu
penambahan unit SMP. Sedangkan Land Suitability Analysis digunakan untuk menentukan
penempatan lokasi SMP.
Penentuan bobot untuk masing-masing faktor dan sub faktor (kritena) dilakukan
melalui pengolahan hasil-hasil kuesioner pembobotan yang diperoleh dari pendapat
responden. Tahapan pengolahan data dimulai dengan tabulasi hasil kuesioner, perhitungan
rata-rata geometrik, norrmalisasi dan perhitungan nilai bobot, dan diakhiri dengan uji
konsistensi. Proses yang sarna juga dilakukan pada level kriteria. Matrik perbandingan
berpasangan antar kriteria untuk faktor jarak dan perolehan bobot dan masing-masing kritria.
Sesuai perolehan bobot dari masing-masing faktor maupun kriteria, maka dapat dihitung hasil
akhir (bobot final) dan masing-masing kriteria dengan cara mengalikan bobot masing-masing
kriteria dengan cara mengalikan bobot faktor yang ada di atasnya.
Hasil analisis dengan metode AHP menunjukkan bahwa faktor penduduk memiliki

bobot paling besar (51.67%), kemudian diikuti faktor distribusi sekolah (25,58%) pada urutan
kedua. Faktor lahan (12,61%) menempati urutan ketiga dan urutan keempat adalah faktor
jarak (5,12%). Sedangkan urutan terakhir adalah faktor transportasi (5,02%). Dari peringkat
faktor tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor penduduk dan faktor distribusi sekolah lebih
penting dibanding faktor lahan, jarak dan transportasi. Jadi menurut responden, faktor
prioritas untuk menernpatkan lokasi SMP di Kabupaten Rembang adalah faktor penduduk
dari faktor distribusi sekolah. Sedangkan faktor lahan, jarak dan transportasi merupakan
faktor pendukung dari faktor penduduk dan faktor distribusi sekolah.
Setelah analisis menggunakan AHP di dapatkan kesimpulan prioritas untuk
menentukan penempatan lokasi SMP di Kabupaten Rembang adalah faktor penduduk dan
faktor distribusi sekolah. Wilayah prioritas penmbahan unit SMP di Kabupaten Rembang
adalah kecamatan Serang, Kragan, Sedan, Kaliori, Sale, Guneni, Bulu dan Spuk.
Rekomendasi dari penulis dalam penelitian ini adalah pemerintah kabupaten rembang dalam
menentukan lokasi SMP perlu memprioritaskan wilayah kecamatan yang belum tuntas dalam
pelaksanaan wajib belajar pendidikan dasar .

4

2.3. Standar Pelayanan Minimal Fasilitas Pendidikan
Dasar penyediaan sarana pendidikan ini juga mempertimbangkan pendekatan desain

keruangan unit-unit atau kelompok lingkungan yang ada. Tentunya hal ini dapat terkait
dengan bentukan grup bangunan/blok yang nantinya terbentuk sesuai konteks lingkungannya.
Sedangkan penempatan penyediaan fasilitas ini akan mempertimbangkan jangkauan radius
area layanan terkait dengan kebutuhan dasar sarana yang harus dipenuhi untuk melayani pada
area tertentu. Perencanaan sarana pendidikan harus didasarkan pada tujuan pendidikan yang
akan dicapai, dimana sarana pendidikan dan pembelajaran ini akan menyediakan ruang
belajar harus memungkinkan siswa untuk dapat mengembangkan pengetahuan, keterampilan,
serta sikap secara optimal. Oleh karena itu dalam merencanakan sarana pendidikan harus
memperhatikan standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
2.3.1. Standar Sarana dan Prasarana Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen
Pendidikan Nasional RI
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 24 Tahun 2007 yang
mencakup sarana dan prasarana untuk SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA. Ketentuan
yang diatur dalam standar ini meliputi satuan:
a. Satuan pendidikan
b. Luasan lahan
c. Bangunan gedung
d. Prasarana dan sarana
2.3.2. Standar dan Ketentuan Mengenai Daerah Layanan Fasilitas Pendidikan
Menengah

Dalam standar fasilitas pendidikan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
bahwa kriteria lokasi fasilitas pendidikan untuk Sekolah Menengah, yaitu:
1. Mudah dicapai dari setiap bagian kecamatan.
2. Dapat dicapai oleh murid selama kurang dari 45 menit berjalan kaki.
3. Jauh dari pusat keramaian (pertokoan, perkantoran, perindustrian).

2.3.3. SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di
Perkotaan
Dokumen yang dikeluarkan oleh Badan Standar Nasional ini merupakan Standar
Nasional Indonesia berisikan tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan
Perumahan di Perkotaan. Salah satunya berisikan tentang standar perencanaan

5

kebutuhan sarana pendidikan dan pembelajaran yang memuat kriteria untuk tiap
tingkatan Pendidikan.

Gambar 2.1 SNI Sarana Pendidikan

Gambar 2.2 SNI Sarana Pendidikan


6

2.4. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2007 Tanggal 28 Juni
2007
Untuk SMP/MTs yang memiliki 15 sampai dengan 32 peserta didik per rombongan
belajar, bangunan memenuhi ketentuan rasio minimum luas lantai terhadap peserta didik
seperti tercantum pada Tabel
Banyak
No

rombongan

Rasio minimum luas lantai bangunan terhadap peserta didik
2
(m /peserta didik)
Bangunan satu

Bangunan dua

Bangunan tiga

lantai
6,9

lantai
7,6

lantai
-

belajar
1

3

2

4-6

4,8

5,1

5,3

3

7-9

4,1

4,5

4,5

4

10-12

3,8

4,1

4,1

5

13-15

3,7

3,9

4,0

6

16-18

3,6

3,8

3,8

7

19-21

3,5

3,7

3,7

8
9

22-24
25-27

3,4
3,4

3,6
3,6

3,7
3,6

Untuk SMP/MTs yang memiliki 15 sampai dengan 32 peserta didik per rombongan
belajar, lahan memenuhi ketentuan rasio minimum luas lahan terhadap peserta didik seperti
tercantum pada Tabel
Banyak
No

rombongan

Rasio minimum luas lahan terhadap peserta didik
2
(m /peserta didik)
Bangunan satu

Bangunan dua

Bangunan tiga

lantai
22,9

lantai
14,3

lantai
-

belajar
1

3

2

4-6

16,8

8,5

7,0

3

7- 9

13,8

7,5

5,0

4

10-12

12,8

6,8

4,5

5

13-15

12,2

6,6

4,4

6

16-18

11,9

6,3

4,3

7

19-21

11,6

6,2

4,2

8
9

22-24
25-27

11,4
11,2

6,1
6,0

4,2
4,2

7

SATUAN PENDIDIKAN SD/MI
1. Satu SD/MI memiliki sarana dan prasarana yang dapat melayani minimum 6
rombongan belajar dan maksimum 24 rombongan belajar.
2. Satu SD/MI dengan enam rombongan belajar disediakan untuk 2000 penduduk, atau
satu desa/kelurahan.
3. Pada wilayah berpenduduk lebih dari 2000 dapat dilakukan penambahan sarana dan
prasarana untuk melayani tambahan rombongan belajar di SD/MI yang telah ada, atau
disediakan SD/MI baru.
4. Pada satu kelompok permukiman permanen dan terpencil dengan banyak penduduk
lebih dari 1000 jiwa terdapat satu SD/MI dalam jarak tempuh bagi peserta didik yang
berjalan kaki maksimum 3 km melalui lintasan yang tidak membahayakan.
SATUAN PENDIDIKAN SMP/MTs
1. Satu SMP/MTs memiliki sarana dan prasarana yang dapat melayani minimum 3
rombongan belajar dan maksimum 27 rombongan belajar.
2. Minimum satu SMP/MTs disediakan untuk satu kecamatan.
3. Seluruh SMP/MTs dalam setiap kecamatan menampung semua lulusan SD/MI di
kecamatan tersebut.
4. Lokasi setiap SMP/MTs dapat ditempuh peserta didik yang berjalan kaki maksimum
6 km melalui lintasan yang tidak membahayakan.

2.5. Metode AHP (Analytical Hierarcy Process)
2.5.1. Pengertian AHP
AHP merupakan suatu model pendukung keputusan yang dikembangkan oleh
Thomas L. Saaty. Model pendukung keputusan ini akan menguraikan masalah multi
faktor atau multi kriteria yang kompleks menjadi suatu hirarki, menurut Saaty (1993),
hirarki didefinisikan sebagai suatu representasi dari sebuah permasalahan yang kompleks
dalam suatu struktur multi level dimana level pertama adalah tujuan, yang diikuti level
faktor, kriteria, sub kriteria, dan seterusnya ke bawah hingga level terakhir dari alternatif.
Secara kualitatif, metode ini mendefinisikan masalah dan penilaian. Sedangkan secara
kuantitatif, AHP melakukan perbandingan dan penilaian untuk mendapatkan solusi.
Kekuatan AHP terletak pada struktur hirarkinya yang memungkinkan seseorang
memasukkan semua faktor penting, nyata dan mengaturnya dari atas ke bawah mulai dari
tingkat yang paling penting ke tingkat yang berisi alternatif, untuk dipilih mana yang
terbaik. Metode AHP juga merupakan suatu teori umum mengenai pengukuran. AHP
digunakan untuk mengurutkan skala rasio dari beberapa perbandingan berpasangan yang
bersifat diskrit maupun kontinu.

8

Metode Saaty (Analisis Hirarki Proses) yang digunakan dalam studi ini
dikarenakan metode ini mempunyai keuntungan antara lain (Saaty, 1993:27):
a. Mekanisme pendekatan, yaitu suatu konsep operasional guna menyelesaikan
studi proyek ini secara terarah dan sesuai dengan kerangka acuan kerja.
Termasuk dalam pola dan konsep operasional tersebut adalah cara yang
digunakan dalam menggali dan menemukan permasalahan yang ada.
Selanjutnya setiap data dan fakta yang masuk dianalisis dengan metode
standar dan berbagai pemanfaatan ilmiah lainnya, serta standar perencanaan
tata ruang yang berlaku. Metode ini adalah suatu cara praktis untuk menangani
secara kualitatif bermacam hubungan fungsional dalam suatu jaringan yang
kompleks.
b. Mempunyai kemampuan memadukan perencanaan ke depan (yang
diproyeksikan) dan perencanaan ke belakang (yang diinginkan) dengan cara
yang interaktif, yang mencerminkan pertimbangan dari semua stakeholder.
c. Merupakan cara baru untuk menganalisa suatu permasalahan dengan
kemampuan memadukan data yang sudah ada dengan pertimbangan subyektif
tentang faktor-faktor tak wujud, memasukkan pertimbangan beberapa orang
dalam memecahkan konfliks, melakukan analisis sensitivitas dan revisi biaya
murah, menggunakan prioritas marginal maupun prioritas rata-rata untuk
membimbing pengalokasian, meningkatkan kemampuan manajemen untuk
melakukan pertimbangan secara eksplisit.
d. Suatu teknik yang melengkapi berbagai teknik lain, prioritas (meminimaumkan
resiko) untuk memilih proyek atau aktivitas.
e. Suatu pengganti tunggal untuk aneka ragam skema untuk memproyeksikan
masa depan dan melindungi terhadap resiko dan ketidakpastian.
2.5.2. Prinsip Dasar dan Aksioma AHP
AHP didasarkan pada 3 prinsip dasar yaitu:
a. Dekomposisi
Dengan prinsip ini struktur masalah yang kompleks dibagi menjadi bagianbagian secara hierarki. Tujuan didefinisikan dari yang umum sampai khusus.
Dalam bentuk yang paling sederhana struktur akan dibandingkan tujuan,
kriteria dan level alternatif. Tiap himpunan alternatif mungkin akan dibagi
lebih jauh menjadi tingkatan yang lebih detail, mencakup lebih banyak kriteria
yang lain.
b. Perbandingan penilaian/pertimbangan (comparative judgments)
Dengan prinsip ini akan dibangun perbandingan berpasangan dari semua
elemen yang ada dengan tujuan menghasilkan skala kepentingan relatif dari
elemen. Penilaian menghasilkan skala penilaian yang berupa angka.
9

Perbandingan berpasangan dalam bentuk matriks jika dikombinasikan akan
menghasilkan prioritas.
c. Logical consistency
Konsistensi memiliki dua makna. Pertama adalah bahwa objek-objek yang
seupa dapat dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan relevansi.

10

BAB III
METODOLOGI
3.1 Metode Perolehan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan sebelum melakukan analisasi penentuan
lokasi dibagi menjadi metode survey primer dan survey sekunder.
 Survey Primer
Survei primer dilakukan untuk mendapatkan data kondisi eksisting lokasi SMPN di
Kecamatan Asemrowo. Saat survey primer, teknik pengambilan data yang dilakukan adalah
teknik

observasi

lapangan.

Tujuan

teknik

ini

adalah

untuk

mengetahui

dan

mendokumentasikan kondisi eksisting lokasi penelitian.
 Survey Sekunder
Survey sekunder dilakukan untuk memperoleh data yang berasal dari kepustakaan dengan
melakukan studi, yaitu :
1) Studi literatur/pustaka, dilakukan melalui studi kepustakaan di jurnal, penelitian
sebelumnya dan kebijakan atau peraturan yang berhubungan dengan tema penelitian.
2) Tinjauan media yaitu informasi-informasi yang diperoleh sebagai input dalam penelitian ini
diperoleh dari internet.
3.2 Metode Analisis
Metode analisis yang digunakan adalah AHP dan analisis lanjutan. AHP adalah Alat
evaluasi dan representasi solusi secara sederhana melalui model hirarki. Sedangkan
hierarki sendiri didefinisikan sebagai alat untuk memahami permasalahan yang kompleks
dengan menyusunnya menjadi tingkatan (level) dengan elemen yang homogen di setiap
tingkatan. Pada prinsipnya, elemen pada level puncak akan mempengaruhi elemen-elemen
pada level di bawahnya, dan elemen-elemen pada level terendah adalah elemen paling
dependen (Permadi S, 1992).
Tujuan analisis AHP adalah untuk mendapatkan prioritas unsur dalam elemen. Teknik
untuk mendapatkan ukuran tingkat kepentingan ini dilakukan dengan cara membandingkan
tiap unsur satu sama lain atau disebut sebagai pairwise comparison. Basis dari ukuran ini
adalah persepsi manusia (human perception). Pada tahap AHP ini, akan diperoleh faktor

11

penentu lokasi SD dan SMP dan kemudian akan dilakukan analisis lanjutan menggunakan
overlay peta.
Overlay Peta adalah suatu teknik yang dilakukan untuk mendapatkan daerah
kesesuaian ataupun tujuan lain dengan cara menumpuk peta-peta yang berbeda. Penilaian
mengenai kesesuaian suatu bentang tanah terhadap penggunaan tertentu pada tingkat
pengelolaan dan hasil yang wajar, dengan tetap memperhatikan kelestarian produktifitas
dan lingkungannya. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan analisis overlay sebagai
analisis lanjutan untuk mendapatkan daerah kesesuaian lahan untuk dibangun sekolah.
Kriteria “sesuai atau tidak sesuai” didapatkan dengan cara pembobotan masing-masing
faktor dari analisis sebelumnya. Overlay juga digunakan untuk penentuan lokasi alternatif
dari permasalahan yang ada.
Berikut adalah alur berfikir dalam penelitian evaluasi lokasi sekolah (SD dan SMP di
kecamatan Asemrowo)
Evaluasi Lokasi SMPN di
Kecamatan Asemrowo
berdasarkan perspektif

Tinjauan

Menentukan Faktor Yang Dilibatkan

Mengumpulkan

Analisis Dengan

Faktor
Prioritas

Evaluasi kondisi
lapangan

12

Rekomendasi

3.3 Variabel Penelitian
Variabel penelitian didapatkan dengan cara kajian pustaka dari sumber-sumber penelitian
terdahulu dan regulasi yang berlaku. Variabel yang sama tidak ditulis ulang. Berikut adalah
penjabaran variabel penelitian.
Acuan Penentuan Faktor

Faktor

Dari

Acuan Atau Faktor Terpilih

Regulasi
Permen Pendidikan Nasional Jarak terhadap pabrik

Faktor-faktor :

No. 24 Tahun 2007 Tentang Jarak terhadap permukiman

1. Jarak

Standar

2. Lahan

Sarana

dan Land use

Prasarana

Jarak

terhadap

Garis

Sekolah/Madrasah

Sepadan Sungai dan Rel

4. Transportasi

Pendidikan Umum

Kereta Api

5. Distribusi Sekolah

Eko Budi Santoso, 2009

Jarak dengan permukiman
penduduk
Jumlah penduduk
Jumlah lulusan SD
Jaringan jalan
Angkutan umum
Peruntukan lahan
Jumlah SD
Jumlah SMP
Harga Lahan
Kepemilikan status lahan

Departemen
Nasional (2005)

Pendidikan Jumlah Penduduk
Jumlah lulusan SD
Jumlah SMP
Kondisi

fisik

lahan

tidak

rawan bencana
Peruntukan

lahan

sesuai

RTRW
Memiliki status hak atas
tanah
Kajian dan beberapa teori Harga lahan
lokasi (Von Thunen, Weber, Jumlah penduduk

13

3. Penduduk

Losch, Model Gravitasi)

Jaringan jalan
Aglomerasi

(persebaran

sekolah)

3.3.1

Analisa Faktor
Faktor-faktor atau variabel penelitian yang berupa jarak, lahan, penduduk,

transportasi, dan distribusi sekolah akan menjadi inputan pada saat analisa faktor melalui
AHP. AHP akan menentukan faktor terpilih berdasarkan nilai perbandingan faktor dengan
faktor lain. Faktor hasil dari AHP ini merupakan faktor yang menurut responden
diprioritaskan. Faktor ini akan dilanjutkan pada overlay peta berdasarkan pembobotan yang
dibuat peneliti.
3.3.2

Identifikasi Faktor Terpilih

Identifikasi faktor terpilih berarti memberikan keterangan faktor-faktor disertai dengan
pengkategoriannya. Identifikasi faktor terpilih dapat dijabarkan seperti pada gambar dibawah
ini.
Faktor
Jarak

Keterangan

Kriteria




Jarak

terhadap



Jarak terhadap permukiman adalah

permukiman

jarak yang harus ditempuh dari

Jarak

rumah ke sekolah.

terhadap

permukiman dibagi menjadi 3 yaitu

pabrik
Jarak

Jarak terhada

4 km (Jurnal

terhadap

Rel dan Sepadan
Sungai



Penataan Ruang, 2009)
Jarak terhadap pabrik agar lokasi
SMP

terhindar

pencemaran,

dan

dari

polusi,

kebisingan.

Daerah radius pabrik dibagi menjadi
4 yaitu wilayah terdampak I (0500m),
(>500m),

Wilayah
wilayah

terdampak

II

terdampak

III

(>1km), dan wlayah tidak terdampak


(1,5-2km) (Jurnal Arsitektura, 2017)
Jarak terhadap rel dan sepadan
sungai jarak bebas bangunan yang

14

meliputi garis sempadan bangunan
dengan as jalan, tepi sungai, tepi
pantai, jalan kereta api, dan/atau
jaringan

tegangan

tinggi,

jarak

antara bangunan dengan batasbatas persil, dan jarak antara as
jalan dan pagar halaman yang
ditetapkan dalam Peraturan Daerah.
Jarak 12 m dari rel kereta adalah
milik PT KAI (Permen Pendidikan

Lahan






Land use
Kondisi
lahan

Nasional No. 24 Tahun 2007)
Land Use ini merupakan peruntukan

fisik

lahan yang ada sesuai kondisi

tidak

eksisting. Land Use ini meliputi
Kawasan lindung,

rawan bencana

jasa,

industri,

perdagangan, Sawah irigasi teknis
dan non teknis, Sawah tadah hujan,
tegalan,


lahan

kosong

(Jurnal

Penataan Ruang, 2009)
Kondisi fisik lahan rawan bencana
adalah keadaan meliputi daerah
rawan bencana dan tidak rawan
bencana) (Jurnal Penataan Ruang,

Penduduk






Jumlah
penduduk
Jumlah

2009)
Jumlah

penduduk

merupakan

jumlah penduduk total pada saat
sensus penduduk. jumlah penduduk

lulusan

dibedakan menjadi ==2000, dengan standar SNI
adalah


4800(SNI

03-1733-2004)

dan (Jurnal Penataan Ruang)
Jumlah

lulusan

SD

merupakan

jumlah penduduk usia 10-16 tahun
berdasarkan hasil sensus. Jumlah
lulusan SD ini dapat disamakan
dengan syarat adanya SMP tipe A

15

yaitu 1080, SMP tipe B 720, SMP

Transportasi






Jaringan jalan

tipe C 360 (SNI 03-1733-2004)
Jaringan jalan merupakan akses
yang

Angkutan umum

dibutuhkan

untuk

menuju

sekolah. Jalan disini diklasifikasikan
menjadi

jalan

kabupaten,

kecamatan,

jalan

provinsi,

jalan
jalan

nasional(Jurnal Penataan Ruang,


2009)
Ketersediaan atau ketidaktersediaan
angkutan umum maksudnya akses
untuk

menuju

sekolah

dapat

ditempuh siswa SMP dengan lyn,
becak,

maupun

bus.

Angkutan

umum Lokal Sekunder I (minibus ≤
12 tempat duduk) - bis (< 24 tempat
duduk), Lokal Sekunder II angkot
(minibus ≤ 12 tempat duduk) (SNI
Distribusi Sekolah






Jumlah SMP

03-1733-2004)
Jumlah SMP adalah
di

daerah

banyaknya

Aglomerasi

SMP

(persebaran

negeri/ SMPmilik pemerintah hanya

sekolah)

1

per

tersebut.

kecamatan

SMP

(Permen

Pendidikan Nasional No. 24 Tahun


2007)
Aglomerasi

SMP

adalah

jarak

anatara satu SMP dengan SMP
yang lain. dengan jarak sebagai
berikut
4,5 km,

2,5 km 2,5 - 3,5 km, 3,54,5 km (Jurnal penataan

ruang, 2009)

3.2.3 Perhitungan Jumlah Sarana Pendidikan
Perhitungan jumlah sarana dan prasarana pendidikan dilakukan melalui perbandingan
standar dengan jumlah penduduk yang membutuhkan sarana dan prasarana sekolah.

16

Standar yang digunakan dapat penelitian ini adalah SNI 03-1733-2004 yang menjelaskan
jangkauan pelayanan SD, proyeksi kebutuhan SMP bahkan persyaratan yang harus
dipenuhi dalam penentuan lokasinya. Selain itu peneliti menggunakan data BPS sebagai
input data.
3.2.4 Penentuan Lokasi
Penentuan lokasi dilakukan dengan analisis overlay peta. Overlay Peta adalah suatu
teknik yang dilakukan untuk mendapatkan daerah kesesuaian ataupun tujuan lain dengan
cara menumpuk peta-peta yang berbeda. Penilaian mengenai kesesuaian suatu bentang
tanah terhadap penggunaan tertentu pada tingkat pengelolaan dan hasil yang wajar, dengan
tetap memperhatikan kelestarian produktifitas

dan lingkungannya. Pada penelitian ini,

peneliti menggunakan analisis overlay sebagai analisis lanjutan untuk mendapatkan daerah
kesesuaian lahan untuk dibangun sekolah. Kriteria “sesuai atau tidak sesuai” didapatkan
dengan cara pembobotan masing-masing faktor dari analisis sebelumnya. Overlay juga
digunakan untuk penentuan lokasi alternatif dari permasalahan yang ada. Pada proses ini
peta yang merupakan faktor terpilih dari AHP akan dilakukan pembobotan untuk
menentukan kesesuaian lahan.

17

BAB IV
GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN ANALISA
4.1 Gambaran Umum Wilayah
a. Land Use
Kecamatan Asemrowo merupakan kecamatan yang didominasi oleh wilayah
industri dan pabrik. Penggunaan lahan untuk untuk wilayah industri dan pabrik
hampir sebagian besar terdapat dalam wilayah ini, namun ada juga penggunaan lahan
untuk permukiman, fasilitas umum, serta perdagangan dan jasa, berikut merupakan
peta pengggunaan lahan di Kecamatan Asemrowo.

Gambar 4.1.1 Peta Land Use Kecamatan Asemrowo

b. Kondisi rawan bencana
Kecamatan Asemrowo yang didominasi oleh penggunaan lahan untuk industri
dan pergudangan berpotensi untuk menimbulkan bencana kebakaran serta adanya
sungai di kawasan berpotensi untuk menimbulkan banjir. Hal ini tentunya memiliki
pengaruh terhadap factor penentuan lokasi, berikut merupakan peta rawan bencana
Kecamatan Asemrowo.

18

Gambar 4.1.2 Peta Rawan Bencana Kecamatan Asemrowo.

c. Kondisi permukiman
Kecamatan Asemrowo mempunyai luas wilayah sebesar 13,92 Km2 dengan
jumlah penduduk sebesar 45.933 jiwa dan mempunyai kepadatan 3.299,78 jiwa
penduduk per kilometer kuadrat. Untuk data jumlah penduduk masing-masing
kelurahan dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Gambar 4.1.3 Jumlah Penduduk Kecamatan Asemrowo

Lokasi permukiman pada Kecamatan Asemrowo dapat dilihat pada peta dibawah ini :

19

Gambar 4.1.4 Lokasi permukiman di Kecamatan Asemrowo

d. Lokasi Industri
Kecamatan Asemrowo merupakan kecamatan yang didominasi oleh wilayah
industri dan pabrik. Penggunaan lahan untuk untuk wilayah industri dan pabrik
hampir sebagian besar terdapat dalam wilayah ini. Lokasi Industri dan Pergudangan
pada Kecamatan Asemrowo dapat dilihat pada peta dibawah ini :

Gambar 4.1.5 Lokasi industri dan pergudangan di Kecamatan Asemrowo

20

e. Jaringan Jalan
Jaringan jalan yang dibutuhkan dalam penentuan lokasi fasilitas pendidikan
yaitu jalan lingkungan dan jalan local, berikut merupakan peta jaringan jalan yang
ada di Kecamatan Asemrowo

Gambar 4.1.5 Peta Jaringan Jalan di Kecamatan Asemrowo

4.2 Analisa

Berdasarkan diagram diatas, maka kriteria yang memiliki peringkat tertinggi yang dipilih
stakeholder adalah kriteris land use, rawan bencana, tengah-tengah permukiman, jumlah lulusan SD,
jarak terhadap pabrik, dan jaringan jalan. Kriteria terpilih tersebut akan dilanjutkan pada tahap analisa
lanjutan dengan menggunakan overlay peta. Dalam memilih jumlah kriteria tersebut, peneliti memilih
kriteria dengan niai terbesar dan memiliki kemungkinan besar untuk dipetakan. Pada tahap ini, peneliti
mengeliminasi kriteria “jumlah lulusan SD” agar tidak masuk ke dalam overlay peta, namun akan
dihitung secara manual dengan pedoman Standard Nasional Indonesia (SNI).

21

4.3 Analisa Penentuan Jumlah Sekolah
a. Penentuan jumlah Sekolah Dasar
Penentuan jumlah sekolah dasar ditentukan dengan menggunakan regulasi SNI dengan
lingkup pelayanan sebesar satu kelurahan. Dalam hal ini akan dihitung jumlah sekolah dasar
per kelurahan menurut SNI 03-1733-2004, dimana setiap satu sekolah melayani 1600 jiwa
pendukung
No

Kelurahan

1
2
3

Tambak Sarioso
Asemrowo
Genting Kalianak

Jumlah
penduduk
pendukung
526 jiwa
2383 jiwa
596 jiwa

Jumlah sekolah
menurut standar
SNI
526/1600 = 1
2383/1600 = 2
596/1600 = 1

Radius
pelayanan
1000 m2
1000 m2
1000 m2

b. Penetuan jumlah Sekolah Menengah Pertama
Penentuan jumlah sekolah menengah pertama ditentukan dengan menggunakan regulasi SNI
dengan lingkup pelayanan sebesar satu kecamatan. Dalam hal ini akan dihitung jumlah
sekolah menengah pertama di Kecamatan Asemrowo menurut SNI 03-1733-2004, dimana
setiap satu sekolah melayani 4800 jiwa pendukung
No

Kecamatan

Jumlah
penduduk
pendukung

1

Asemrowo

14185 jiwa

4.4 Analisis Penentuan Lokasi Alternatif
Kecamatan Asemrowo

Jumlah sekolah
menurut standar
SNI

Radius
pelayanan

14.185/4800 = 1

1000 m2

Fasilitas Pendidikan (SD dan SMP) di

4.4.1 Penentuan Lokasi Alternatif
Dalam menentukan proses penentuan lokasi alternative akan membutuhkan pembobotan
factor-faktor yang telah terpilih dari proses analisis , factor yang telah berbobot akan
dimasukkan kedalam peta dan akan di-overlay yang nantinya akan menghasilkan skor total
yang akan digunakan dalam mengklasifikasi kelas kesesuaian lahan dibangunnya Fasilitas
Pendidikan. Tahapan analisis dalam penentuan lokasi alternatif sekolah dapat dilihat pada
gambar dibawah ini

22

Gambar 4. Tahapan analisis penentuan lokasi alternatif
Sumber : Analisis penulis, 2018

Tabel Klasifikasi Kesesuaian Lokasi dapat dilihat pada tabel dibawah ini
Tabel 8. Klasifikasi kelas kesesuaian lahan dibangunnya Fasilitas Pendidikan
No
1

Skor Total
0-19

Klasifikasi Kesesuaian
Tidak Sesuai

2

19-26

Kurang Sesuai

3

26-35

Sesuai

Keterangan
Lokasi sangat
direkomendasikan sebagai
tempat dibangunnya Sekolah
Menengah Pertama
Lokasi kurang
direkomendasikan sebagai
tempat dibangunnya Sekolah
Menengah Pertama
Lokasi tidak
direkomendasikan sebagai
tempat dibangunnya Sekolah
Menengah Pertama

Proses pembobotan kepada factor dilakukan berdasarkan nilai bobot kriteria dan
bobot factor yang terdapat dalam Tabel 3. Setelah dibobotkan peta tersebut akan di-overlay ,
overlay dalam analisis ini menggunakan aplikasi Arc-GIS. Overlay dilakukan dalam 2
tahapan yaitu pertama dengan me-overlay factor-factor dalam kriteria satu persatu sesuai
dengan pembobotan dengan tools Weighted Overlay dalam aplikasi dan selanjutnya adalah
overlay kriteria-kriteria yang sudah berbobot dengan tools Weighted Sum. Hasil dari proses
overlay terakhir akan menghasilkan klasifikasi kesesuaian lokasi alternative untuk Fasilitas
Pendidikan di Kecamatan Asemrowo. Hasil analisis adalah sebuah peta berbasis raster
dengan nilai pixel dalam bentang nilai yang panjang, sebagai hasil penjumlahan dari masingmasing skor di atas. Untuk itu, tahap berikutnya adalah melakukan klasifikasi ulang (
23

reclassification ) yang range nya disesuaikan dengan range kelas interval masing-masing
kelas klasifikasi kesesuaian, sebagaimana ditampilkan dalam Tabel 8 di atas. Hasil klasifikasi
ulang ini adalah Peta Lokasi Alternatif Fasilitas Pendidikan di Kecamatan Asemrowo,
sebagaimana terlihat pada Gambar 4.4.1

Gambar 4.4.1 Peta Lokasi Alternatif Fasilitas Pendidikan

4.4.2 Evaluasi Jumlah dan Lokasi Fasilitas Pendidikan
a. Evaluasi Jumlah dan Lokasi Sekolah Dasar

No

Nama
Kelurahan

Jumlah dan Lokasi
Seharusnya

Kondisi eksisting
Jumlah

1

Tambak
Sarioso

1

2

Asemrowo

2

Lokasi
Tidak
berada
dalam
kawasan
klasifikasi
“sesuai”
Satu
sekolah
berada
dalam
kawasan

Jumlah

Lokasi

Kesesuaian
Sesuai

1

Berada dalam Jumlah
kawasan
klasifikasi
“sesuai”

2

berada dalam
kawasan
klasifikasi
“sesuai”
24

Jumlah

Tidak
Sesuai
Lokasi

Lokasi
satu
sekolah

3

Genting
Kalianak

klasifikasi
“sesuai”
namun
satu
sekolah
lagi berada
dalam
kawasan
klasifikasi
“ kurang
sesuai”
berada
1
dalam
kawasan
klasifikasi
“sesuai”

1

berada dalam
kawasan
klasifikasi
“sesuai”

Jumlah
dan
Lokasi

b. Evaluasi Jumlah dan Lokasi Sekolah Menengah Pertama

No
1

Nama
Kelurahan
Asemrowo

Jumlah dan Lokasi
Seharusnya

Kondisi eksisting
Jumlah
1

Lokasi
Berada
dalam
kawasan
dengan
klasifikasi
“tidak
sesuai”

Jumlah
3

Lokasi

Kesesuaian
Sesuai

Berada dalam kawasan
klasifikasi
“sesuai”

Tidak
Sesuai
Jumlah
dan
Lokasi

4.4.3 Analisa lokasi rekomendasi
Penentuan lokasi rekomendasi fasilitas pendidikan dilakukan dengan menempatkan sekolah
pada kawasan dengan klasifikasi kawasan “sesuai” dengan hasil analisa pada sub bab
selanjutnya dan membangun sekolah sesuai dengan standar SNI yang seharusnya yang juga
memperhatikan radius pelayanan dari sekolah tersebut
a. Jumlah dan Lokasi Rekomendasi Sekolah Dasar
Jumlah Sekolah Dasar pada kelurahan di Asemrowo sudah sesuai dengan
rekomendasi namun lokasi nya masih belum sesuai, dibawah ini merupakan tabel dan
peta rekomendasi sekolah dasar di Kecamatan Asemrowo.
No

Nama Kelurahan

Lokasi

1

Tambak Sarioso

Jalan Margomulyo Kavling 5, Kelurahan Tambak
Sarioso

25

2

Asemrowo

Jalan Asem V , Kelurahan Asemrowo

Gambar 4.4.3.1 Peta Rekomendasi Lokasi SD di Kecamatan Asemrowo

b. Jumlah dan Lokasi Rekomendasi Sekolah Menengah Pertama
Jumlah dan Lokasi Sekolah Menengah Pertama pada kelurahan di Asemrowo
tidak sesuai dengan rekomendasi, dibawah ini merupakan tabel dan peta rekomendasi
Sekolah Menengah Pertama di Kecamatan Asemrowo.
No

Nama

Lokasi

1

Lokasi 1

Jalan Margomulyo, Kelurahan Tambak Sarioso

2

Lokasi 2

Jalan Dumar Industri, Kelurahan Asemrowo

3

Lokasi 3

Jalan Asemrowo, Kelurahan Asemrowo

26

Gambar 4.4.3.2 Peta Rekomendasi Lokasi SMP

27

BAB 5
KESIMPULAN
Dalam penentuan lokasi sarana pendidikan tidak hanya dengan melakukan kajian
terhadap regulasi, namun juga dibutuhkan tinjauan terhadap jurnal atau penelitian terkait
untuk menambah referensi faktor sebelum melakukan analisis. Dalam penelitian ini, peneliti
melakukan studi literatur terhadap jurnal terkait dan didapatkan faktor-faktor berupa jarak,
transportasi, penduduk, lahan dan distribusi sekolah. Setiap faktor tersebut memiliki kriteria
tersendiri dimana jarak memiliki 3 kriteria yaitu di tengah-tengah permukiman,jarak terhadap
pabrik, jarak terhadap rel atau sepadan sungai. Sedangkan penduduk memiliki kriteria yaitu
jumlah penduduk, dan jumlah penduduk lulusan SD. Untuk transportasi, dibagi menjadi 2
yaitu jaringan jalan dan tersedianya angkutan umum. Sedangkan distribusi sekolah dibagi
menjadi 3 yaitu jumlah sekolah dan aglomerasi sekolah. Setelah dilakukan analisis AHP,
maka di dapat kriteria yang menjadi input overlay peta adalah jarak terhadap industri, berada
ditengah-tengah permukiman, land use, rawan bencana, jumlah lulusan SD, dan kedekatan
dengan jaringan jalan.
Jumlah SD pada kelurahan di Asemrowo sudah memenuhi standar, namun lokasinya
masih tidak tepat berdarkan analisa penentuan lokasi. Jumlah SMP pada Kecamatan tidak
sesuai standar begitu pula dengan lokasinya. Rekomendasi lokasi SD menurut penelitian ini
terletak pada Jalan Margomulyo Kavling 5, Kelurahan Tambak Sarioso dan Jalan Asem V ,
Kelurahan Asemrowo sedangkan rekomendasi lokasi SMP menurut penelitian ini terletak
pada Jalan Margomulyo, Kelurahan Tambak Sarioso, Jalan Dumar Industri, Kelurahan
Asemrowo, Jalan Asemrowo, Kelurahan Asemrowo

28

DAFTAR PUSTAKA
Santoso, Eko Budi. 2009. Jurnal Penataan Ruang Vol.3 No.2 (Arahan Penempataan
Lokasi Sekolah Menengah Pertama Berdasarkan Karakteristik Wilayah di Kabupaten
Rembang). Surabaya

29

LAMPIRAN
Faktor
Goal

Hasil Analisis

Keterangan
Terdapat 5 Faktor yang
akan
ditentukan
prioritasnya
berdasarkan
nilai yang muncul yaitu
lahan, penduduk, jarak,
transportasi, dan distribusi
sekolah.
Menurut
stakeholder
pemerintah
(dikbud), faktor yang paling
dianggap penting adalah
lahan
sengan
nilai
inconsistency sebesar 0,06
atau data tersebut valid.

Jarak

Dalam faktor jarak, kriteria
prioritas
menurut
stakeholder
adalah
ditengah-tengah
permukiman

Lahan

Dalam faktor lahan, kriteria
rawan bencana sangat
diprioritaskan responden

Penduduk

Dalam penentuan
SMP, kriteria yang
diperhatikan dari
penduduk adalah

39

lokasi
paling
faktor
jumlah

lulusan SD
Kriteria kedekatan dengan
jaringan
jalan
menjadi
prioritas
pada
faktor
transportasi

Transportasi

Distribusi
sekolah

Responden memilih jumlah
SMP lebih penting daripada
distribusi SMP

Sudut Pandang Bapekko
Goal

Menurut Bapekko, dari
kelima
faktor
tersebut,
faktor lahan menjadi faktor
prioritas. Dengan tingkat
inconsistency
0,09
sehingga data dianggap
valid
Berdasarkan
Bapekko,
lokasi prioritas SMP terletak
di
tengah-tengah
permukiman

Jarak

Lahan

Dari faktor lahan, kriteria
land use/peruntukan lahan

40

Penduduk

Menurut sudut pandang
Bapekko, jumlah lulusan
SD menjadi kriteria prioritas
penentu lokasi SMP

Transportasi

Jaringan jalan menjadi
kriteria
prioritas
dalam
penentuan lokasi SMP di
Kecamatan
Asemrowo
sebesar 0,08

Distribusi
Sekolah

Menurut
Bapekko,
persebaran
SMP
lebih
penting daripada jumlah
SMP

Sudut Pandang Masyarakat 1 (Sunarsih)
Goal

Masyarakat lebih memilih
faktor jarak sebagai faktor
penentu lokasi SMP

Jarak

Jarak yang lebih spesifik
berdasarkan
prioritas
masyarakat adalah jarak
terhadap
pabrik
dengan
inconsistency 0,01

41

Lahan

Land use menjadi kriteria
yang
dipilih
masyarakat
dengan tingkat inconsistency
0 atau data dapat diterima

Penduduk

Penduduk lebih menekankan
kepada jumlah penduduk
sebagai kriteria yang harus
diakomodasi dengan adanya
SMP

Transportasi

Dalam faktor transportasi,
kriteria jaringan jalan lebih
prioritas
daripada
ketersediaan
angkutan
umum menurut responden
masyarakat
Dengan tingkat inconsistency
0/dapat diterima, kriteria
jumlah SMP lebih prioritas
dalam faktor distribusi SMP
menurut masyarakat

Distribusi
sekolah

42

Sudut Pandang Masyarakat 2 (Tono)
Goal

Menurut
pandangan
masyarakat 2, faktor
lahan merupakan faktor
terpenting
dalam
penentuan lokasi SMP

Jarak

Terdapat 3 kriteria dalam
faktor
jarak,
dimana
masyarakat
2
lebih
memprioritaskan
pada
jarak terhadap pabrik
daripada kriteria lain
Faktor lahan yang dipilih
masyarakat
tersebut
lebih menekankan pada
peruntukan
lahan/land
use daripada kriteria lain

Lahan

Penduduk

Jumlah
lulusan
SD
menjadi kriteria prioritas
dengan
tingkat
inconsistency
0/dapat
diterima
Menurut
faktor
transportasi,
kriteria
jaringan jalan paling
penting dari kriteria lain

Transportasi

43

Distribusi
Sekolah

Dengan
tingkat
inconsistency 0, jumlah
SMP menjadi kriteria
prioritas

Sudut Pandang Masyarakat 3 (Ismail)
Goal

Dengan
tingkat
inconsistency 0,09/ dapat
diterima,
pandangan
masyarakat
ke
3
terhadap
faktor
penentuan
lokasi
menyatakan
bahwa
lahan menjadi faktor
prioritas
Menurut
masyarakat,
kriteria di tengah-tengah
permukiman
sebagai
kriteria
prioritas
penentuan
lokasi
mewakili faktor jarak
Rawan bencana lebih
penting daripada land
use menurut masyarakat
3

Jarak

Lahan

44

Penduduk

Berdasarkan
faktor
penduduk,
jumlah
lulusan
SD
menjadi
kriteria
yang
mempengaruhi
penentuan lokasi
Jaringan jalan menjadi
kriteria penentu dalam
faktor
transportasi
berdasarkan responden
masyarakat

Transportasi

Distribusi
Sekolah

Dengan
tingkat
inconsistency 0, kriteria
jumlah
SMP
lebih
diperhatikan
daripada
kriteria
lain
menurut
masyarakat 3

Kombinasi Seluruh Stakeholder
Goal

Seluruh
stakeholder
sepakat
bahwa faktor
lahan
menjadi
faktor
prioritas dalam penentuan
lokasi SMP di Kecamatan
Asemrowo,
dengan
inconsistency 0,02 yang

45

berarti
konsisten/data
dapat diterima
Dalam faktor jarak, kriteria
ditengah-tengah
permukiman
menjadi
kriteria prioritas dalam
menentukan lokasi SMP
dengan
tingkat
inconsistency 0,01
Seluruh
responden
sepakat bahwa land use
sangat diperhatikan dalam
penentuan lokasi SMP
mewakili
faktor
lahan
dengan inconsistency 0
Jumlah
lulusan
SD
menjadi faktor terpenting
yang diperhatikan dalam
menentukan lokasi SMP
menurut
seluruh
responden
Dengan konsistensi data
yang
tetap,
kriteria
jaringan jalan merupakan
kriteria yang diprioritaskan
seluruh responden
Jumlah
SMP
menjadi
kriteria
prioritas
yang
diprioritaskan
daripada
persebaran SMP

Jarak

Lahan

Penduduk

Transportasi

Distribusi
Sekolah

46

47