analisis perilaku pada TB paru (1)

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Tuberculosis paru adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium Tuberculosis.Kuman batang aerobik dan tahan asam ini, dapat
merupakan organisme pathogen maupun saprofit. Ada beberapa mikroorganisme
pathogen tetapi hanya strain dovin dan manusia yang patogenik terhadap manusia.
Basil tuberkel ini berukuran 0,3x 2 sampai 4 mm, ukuran ini lebih kecil daripada
sel darah merah (Price,2012).
Tuberculosis paru adalah penyakit infeksi yang disebakan oleh bakteri
Mycobacterium Tuberculosis, yang biasanya ditularkan dari orang ke orang
melalui nuklei droplet lewat udara (Nettina,2002).
Tuberculosisparu

adalah

penyakit

infeksi

yang


disebabkan

oleh

Mycobacterium Tuberculosis atau basil tuberkel yang tahan asam. Bila seseorang
belum pernah terpapar pada tuberculosis, menghirup banyak basil tuberkel
kedalam alveoli maka terjadilah infeksi tuberculosis (Tambayong,2000).
Tuberculosisparu adalah contoh lain dari infeksi saluran pernapasan bawah.
Penyakit ini disebabkan oleh mikroorganisme Mycobacterium Tuberculosis, yang

biasanya ditularkan melalui inhalasi percikan ludah (droplet), dari satu individu
ke individu lainnya, dan membentuk kolonisasi di bronkiolus atau alveolus
(Corwin,2009).
B. Etiologi
Tuberculosis paru merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh basil
Mycobacterium Tuberculosis tipe humanus, sejenis kuman berbentuk batang
dengan panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um. Struktur kuman ini terdiri atas
lipid(lemak) yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam sehingga disebut
Bakteri Tahan Asam (BTA) dan juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan

fisik. Kuman ini juga dapat tahan berada di udara kering dan keadaan dingin
karena sifatnya yang dormant, yaitu dapat bangkit kembali dan menjadi lebih
aktif.Selain itu, kuman ini bersifat aerob (Ardiansyah, 2012).
Faktor-faktor yang menyebabkan seseorang dapat terinfeksi Mycobacterium
Tuberculosis adalah
1. Usia
Usia bayi kemungkinan besar mudah terinfeksi karena imaturitas imun tubuh
bayi. Pada masa puber dan remaja terjadi masa pertumbuhan cepat namun
kemungkinan mengalami infeksi cukup tinggi karena asupan nutrisi tidak
adekuat.

6

2. Jenis kelamin
Angka kematian dan kesakitan lebih banyak terjadi pada anak perempuan
pada masa akhir kanak-kanak dan remaja.
3. Herediter
Daya tahan tubuh seseorang diturunkan secara genetic.

4. Keadaan stres

Situasi yang penuh stres menyebabkan kurangnya asupan nutrisi sehingga
daya tahan tubuh menurun.
5. Anak yang mendapatkan terapi kortikosteroid
Kemungkinan mudah terinfeksi karena daya tahan tubuh anak ditekan oleh
kortikosteroid (Astuti, 2010).
C. Manifestasi Klinis
Tanda-tanda klinis dari tuberculosis adalah terdapatnya keluhan-keluhan berupa
1. Batuk lebih dari dua minggu

7

2. Sputum mukoid atau purulent
3. Nyeri dada
4. Hemoptisis
5. Dispnea
6. Demam dan berkeringat terutama pada malam hari
7. Berat badan berkurang
8. Anoreksia
9. Malaise
10. Ronki basah di apeks paru.

11. Wheezing (mengi) yang terlokalisir.
Gejala klinis yang tampak tergantung dari tipe infeksinya.Pada tipe infeksi
yang primer dapat tanpa gejala dan sembuh sendiri atau dapat berupa gejala
pneumonia, yakni batuk dan panas ringan.Gejala tuberculosis paru, primer dapat
juga terdapat dalam bentuk pleurtis dengan efusi pleura atau dalam bentuk yang
lebih berat lagi, yakni berupa nyeri pleura dan sesak napas.Tanpa pengobatan tipe
infeksi primer dapat menyembuh dengan sendirinya, hanya saja tingkat
kesembuhannya hanya berkisar sekitar 50% (Rab, 2010).

8

Pada tuberculosis postprimer terdapat gejala penurunan berat badan, keringat
dingin pada malam hari, temperatur subfebris, batuk berdahak lebih dari dua
minggu, sesak napas, hemoptisis akibat dari terluka nya pembuluh dara disekitar
bronkus, sehingga menyebabkan bercak-bercak darah pada sputum, sampai
kebatuk darah yang masif. Tuberculosis postprimer dapat menyebar ke berbagai
organ sehingga menimbulkan gejala-gejala sperti meningitis, tuberculosis milier,
peritonitis dengan fenomena papan catur, tuberculosis ginjal, sendi, dan
tubekulosis pada kelenjar limfe dileher yakni berupa skrofuloderma (Rab, 2010).
D. Patofisiologi

Tempat masuk kuman Mycobacterium tuberculosis adalah saluran pernapasan,
saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit.Kebanyakan infeksi tuberculosis
paru terjadi melalui udara yaitu melalui inhalansi droplet yang mengandung
kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi.
Tuberculosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas
diperantarai oleh sel. Sel efektor adalah sel makrofag dan limfosit adalah sel
imunoresponsif.tipe imunitas seperti ini biasanya lokal. Melibatkan makrofag
yang diaktifkan ditempat infeksi oleh limfosit dan limfokinnya.Respon ini disebut
dengan reaksi hipersensitivitas seluler(Price, 2012).

9

Basil tuberkel mencapai permukaan alveoli biasanya diinhalasi sebagai unit
yang terdiri dari satu sampi tiga basil; gumpalan basil yang lebih besar cenderung
tertahan disaluran hidung dan cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan
penyakit.Setelah berada dalam ruang alveolus, biasanya dibagian bawah lobus
atas paru atau dibagian atas lobus bawah, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi
peradangan.Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan
memfagosit bakteri namun tidak membunuh organisme tersebut.Sesudah hari-hari
pertama, leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami

konsolidasi, dan timbul pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh
dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang tertinggal, atau proses dapat
berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak dalam sel. Basil
juga menyebar melalui saluran getah bening menuju ke kelenjar gentah bening
regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang

dan

sebagian besar bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid, yang
dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10-20
hari(Price, 2012).
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran relatif padat dan seperti
keju disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan
jaringan granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid da fibroblast
menimbukan respon berbeda.Jaringan granulasi mnjadi lebih fibrosa, membentuk
suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel(Price, 2012).

10

Lesi primer paru disebut focus ghon dan gabungan terserangnya kelenjar

getah bening regional dan lesi primer disebut kompleks ghon. Kompleks ghon
yang mengalami perkapuran ini dapat dilihat pada orang sehat yang kebetulan
menjalani pemeriksaan radiogram rutin. Namun kebanyakan infeksi tuberculosis
paru tidak terlihat secara klinis atau dengan radiografi (Price, 2012).
Respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, yaitu
bahan cair lepas kedalam bronkus yang berhubungan dan menimbulkan kavitas.
Bahan tubercular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk kedalam
percabangan trakeobronkhial. Proses ini dapat berulang kembali dibagian lain
diparu, atau basil dapat terbawa sampai kelaring, telinga tengah atau usus (Price,
2012).
Walaupun tanpa pengobatan, kavitas yang kecil dapat menutup dan
meninggalkan jaringan parut fibrosis.Bila peradangan mereda, lumen bronkus
dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdekat dengan taut
bronkus dan rongga. Bahan perkijuan dapat mengental dan tidak dapat mengalir
melalui saluran penghubung, sehingga kavitas penuh dengan bahan perkijuan, dan
lesi mirip lesi berkapsul yang tidak terlepas.Keadaan ini dapat tidak menimbulkan
gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan
menjadi tempat peradangan aktif (Price, 2012).

11


Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah.
Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah
dalam jumlah kecil yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai
organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran limfohematogen
yang biasanya sembuh sendiri. Penyebaran limfohematogen merupakan suatu
fenomena akut yang biasanya menyebabkan tuberculosis milier, ini terjadi apabila
focus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk
kedalam sistem vaskuler dan tersebar ke organ-organ tubuh (Price,2012).

12

E. Komplikasi
Penyakit Tuberculosis bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi. Komplikasi tersebut terbagi atas :
1. Komplikasi dini
a. Pleurtis
b. Efusi pleura
c. Emfisema
d. Laringitis

2. Komplikasi lanjut
a. Obstruksi jalan napas
b. Kor pulmonal
c. Amiloidosis

13

d. Karsinoma paru
e. Sindrom gagal napas
(Ardiansyah, 2012)
F. Penatalaksanaan
1. Medis
a. Isoniazid
Adalah obat anti tuberculosis yang sangat efektif saat ini, bersifat
bakterisid dan sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik
aktif (kuman yang sedang berkembang), dan bersifat bakteriostatik
terhadap kuman yang diam. Obat ini efektif pada intrasel dan ekstrasel
kuman, dapat berdifusi kedalam seluruh jaringan dan cairan tubuh
termasuk CSS, cairan pleura, cairan asites, jaringan kaseosa, dan memiliki
angka reaksi simpang yang sangat rendah. Isonozaid diberikan secara oral.

Dosis harian yang biasa diberikan adalah 5-15mg/KgBB/hari, maksimal
300mg/hari, dan dalam bentuk sirup 100mg/5 ml.
Isonozaid mempunyai dua efek toksik utama yaitu hepatotoksik dan
neuritis perifer, keduanya jarang terjadi pada anak.Manifestasi alergik atau
reaksi hipersensitivitas yang disebabkan oleh isonozaid sangat jarang

14

terjadi. Efek samping yang jarang terjadi antara lain adalah pellagra,
anemia hemolitik.
b. Rifampisin
Rifampisin bersifat bakterisid pada intrasel dan ekstrasel, dapat
memasuki semua jaringan, dan dapat membunuh kuman semidorman yang
tidak dapat dibunuh oleh isonozaid.Rifampisin diabsorbsi dengan baik
melalui sister gastrointestinal pada saat perut kosong.Rifampisin diberikan
dalam bentuk oral dengan dosis 10-20mg/KgBB/hari, dengan dosis satu
kali pemberian dalam 1 hari.Jika diberikan bersamaan dengan isonozaid,
dosis rifampisin tidak melebihi 15mg/KgBB/hari.
Efek samping rifampisin lebih sering terjadi dari pada isonoziad. Efek
yang kurang menyenangkan bagi pasien adalah perubahan warna urine,

ludah, keringat, sputum, dan air mata, menjadi warna oranye
kemerahan.Selain itu, efek samping rifampisin adalah gangguan
gastrointestinal (muntah dan mual), dan hepatotoksik (ikterus/hepatitis).
Rifampisin

juga

dapat

dapat

menyababkan

tromositopenia,

dan

menyebabkan kontrasepsi oral menjadi tidak efektif.
c. Pirazinamid

15

Pirazinamid adalah derivate dari nikotinamid, berpenetrasi baik pada
jaringan dan cairan tubuh dan diabsorbsi dengan baik pada saluran
pencernaan.Pemberian pirazinamid secara oral sesuai dosis 15-30
mg/KKgBB/hari dengan dosis maksimal 2 gram/hari. Penggunaan
pirazinamid aman bagi anak.
d. Etambutol
Etambutol jarang diberikan pada anak karena potensi toksisitasnya
pada mata. Obat ini memiliki aktivitas bakteriostatik tetapi dapat bersifat
bakterisid,

jika

diberikan

dengan

dosis

tinggi

dengan

terapi

intermiten.Rekomendasi WHO yang terakhir mengenai pelaksanaan
Tubercuosis anak, etambutol dianjurkan pengguanaan nya pada anak
dengan dosis 15-25mg/KgBB/hari.Etambutol dapat diberikan pada anak
dengan TB berat dan kecurigaan TB resisten-obat jika obat lainnya tidak
tersedia atau tidak dapat digunakan.
e. Streptomisin
Streptomisin bersifat bakterisid dan bakteriostatik terhadap kuman
ekstraseluler pada keadaan basal atau netral, sehingga tidak efektif untuk
membunuh kuman intraseluler. Saat ini, streptomisin jarang digunakan
dalam pengobatan TB, tetapi penggunaannya penting pada pengobatan

16

fase intensif meningitis TB. Streptomisin diberikan secara intramuscular
dengan dosis 15-40 mg/KgBB/hari, maksimal 1 gram/hari.
Streptomisin sangat baik melewati selaput otak yang meradang, tetapi
tidak dapat melewati selaput otak yang tidak meradang. Streptomisin
berdifusi dengan baik pada jaringan dan cairan pleura, dan diekskresi
melalui ginjal. Streptomisin dapat menembus plasenta, sehinnga perlu
berhati-hati dalam menentukan dosis pada wanita hamil karena dapat
merusak saraf pendengaran janin.Toksisitas utama streptomisin trejadi
pada nervus kranial VIII yang mengganggu keseimbangan dan
pendengaran, dengan gejala berupa telinga berdengung dan pusing.
(Raharjo, 2008)
Tablet obat anti tuberculosis pada anak
Nama obat
Isoniazid
Rifampisin
Pirazinamid
etambutol
streptomisin

Dosis harian
(mg/kgBB/hari
5-15
10-20
15-30
15-20
15-40

Dosis maksimal
(mg/kgBB/hari)
300
600
2000
1250
1000

Bila INH dikombinasikan dengan rifampisin tidak boleh melebihi
10mg/kgBB/hari

17

Berat badan (KG)

2 bulan tiap hari
4 bulan tiap hari
RHZ (75/150/150 mg)
RH (75/50 mg)
5-9
1 tablet
1 tablet
10-14
2 tablet
2 tablet
15-19
3 tablet
3 tablet
20-32
4 tablet
4 tablet
a. Bila BB≥ 33 kg dosis disesuaikan denga table pertama (perhatikan dosis
maksimal
b. Bila BB≤ 5 kg sebaiknya dirujuk ke rumah sakit
c. Obat tiak boleh diberikn dengan dosis tablet
d. OAT KDT dapat diberikan dengan cara ditelan secara utuh atau digerus
sesaat sebelum minum
Dosis OAT kombipak untuk anak
Jenis obat
Isoniasid
Rifampisin
pirasinamid

BB < 10 kg
50 mg
75 mg
150 mg

BB10-19 kg
100 mg
150 mg
300 mg

BB 20-32 kg
200 mg
300 mg
600 mg

2. Perawatan
a. Anjurkan untuk istirahat sering dan hindari aktivitas berlebihan.
b. Berikan suplemen oksigen sesuai ketentuan
1) Lakukan tindakan-tindakan pencegahan infeksi:
berikan perawatan pada pasien yang dihospitalisasi diruangan
bertekanan negatif untuk mecegah keluarnya droplet pernapasan dari
dalam ruangan ketika pintu terbuka.

18

2) Beri tahu semua staf dan pengujung agar menggunakan masker jika
melakukan kontak dengan pasien.
c. Ajarkan pasien tindakan-tindakan untuk mengendalalikan penyebaran
infeksi melalui sekret.
d. Tekankan pentingnya makan makanan yang mengandung

gizi untuk

meningkatkan penyembuhan dan memperbaiki pertahanan tubuh terhadap
infeksi.
e. Berikan makanan sedikit tapi sering dan suplemen cairan selam periode
simtomatik.
f. Motivasi untuk patuh terhadap pengobatan tindak lanjut.
(Nettina, 2002)
G. Pemeriksaan penunjang
1. Uji tuberculin
Tuberculin adalah komponen protein kuman TB yang mempunyai sifat
antigenic yang kuat. Jika disuntikan secara intrkutan kepada seseorang yang
telah terinfeksi, maka akan terjadi reaksi berupa indurasi di lokasi suntikan.

19

Secara umum, hasil uji tuberculin dengan diameter indurasi ≥10mm
dinyatakan positif tanpa menghiraukan penyebabnya. Hasil positif ini
sebagian besar disebabkan oleh infeksi TB alamiah, tetapi masih mungkin
disebabkan oleh imunisasi Bacille Calmette-Guerin(BCG), atau infeksi M.
Atipik.Bacille Calmette-Guerin yang merupakan infeksi TB buatan.
Pada anak balita yang telah mendapat BCG, diameter indurasi 1014mm dinyatakan tuberculin positif, kemungkinan besar karena infeksi TB
alamiah, tetapi masih mungkin disebabkan oleh BCG nya. Akan tetapi, bila
ukuran indurasi ≥ 15 mm, hasil positif ini sangat mungkin karena infeksi TB
alamiah.Jika membaca hasil tuberculin pada anak berusia lebih dari 5 tahun,
factor BCG dapat diabaikan.
Uji tuberculin negatif dapat dijumpai pada tiga keadaan yaitu tidak ada
infeksi TB, dalam masa inkubasi infeksi TB, anergi.Anergi merupakan
keadaan dimana penekanan system imun oleh berbagai keadaan, sehingga
tubuh tidak memberikan reaksi terhadap tuberculin.
2. Uji interferon
Uji interferon adalah pemeriksaan specimen darah, dan diharapkan
dapat membedakan infeksi TB dan sakit TB. Uji interferon (interferon
Gamma Release Assay,IGRA) terdapat dua jenis, pertama adalah inkubasi

20

darah dengan Early Sacretory Antigenic Target-6(ESAT-6) dan Cultur
Filtrate Protein-10.Kedua adalah pemeriksaan Enzyme- Linked Immuno Spot.
Prinsip yang digunakan adalah merangsang limfosit T dengan antigen
tertentu, diantaranya dengan antigen dari kuman TB.
3. Radiologi
Secara umum, gambaran radiologis yang sugestif TB adalah sebagai berikut

4.

a.

Pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrate.

b.

Konsolidasi segmen/lobar.

c.

Milier

d.

Kalsifikasi dengan infiltrat.

e.

Atelektasis.

f.

Kavitas.

g.

Efusi pleura.

h.

Tuberculoma.

Serologi

21

Beberapa pemeriksaan serologi yang ada diantaranya adalah PAP TB,
Mycodot, Immuno chromatographic test (ICT), dan lain-lain.Akan tetapi,
hingga saat ini belum ada satupun pemeriksaan serologis yang dapat
memenuhi harapan.Semua pemeriksaan tersebut umumnya masih dalam taraf
penelitian namun belum untuk pemakaian klinis praktis.
5.

Mikrobiologi
Pemeriksaan mikrobiologi yang dilakukan terdiri dari tiga macam,
yaitu pemeriksaan mikroskopis asupan langsung untuk menemukan BTA,
pemeriksaan biakan kuman M. tuberculosis dan pemeriksaan PCR.
Pemeriksaan diatas sulit dilakukan untuk anak karena sulitnya
mendapatkan

specimen

berupa

sputum.Sebagai

gantinya,

dilakukan

pemeriksaan bilas lambung 3 hari berturut-turut, minimal 2 hari.
(Raharjo,2008)

H. Proses keperawatan

22

Proses keperawatan adalah suatu metode identifikasi masalah dan pemecahan
masalah yang menggambarkan apa yang sebenannya dilakukan perawat. Model
lima-langkah yang diterima sebagai proses keperawatan adalah : pengkajian,
diagnosa, perencanaan implementasi dan evaluasi.
1. Pengkajian
Pada dasarnya, tujuan pengkajian adalah mengumpulkan data objektif
dan subjektif dari klien.Adapun data yang terkumpul mencakup informasi
klien, keluarga, masyarakat, lingkungan, atau budaya. Hal-hal yang perlu
diperhatikan selama pengkajian adalah sebagai berikut :
a. Memahami secara keseluruhan situasi yang sedang dihadapi oleh klien
dengan cara memperhatikan kondisi fisik, psikologi, emosi, sosiokultural,
dan spiritual yang bisa mempengaruhi status kesehatannya.
b. Mengumpulkan semua infomasi yang bersangkutan dengan masa lalu dan
saat ini, bahkan sesuatu yang berpotensi menjadi masalah bagi klien, guna
membuat suatu basis data yang lengkap. Data yang terkumpul berasal dari
perawat dan klien selama berinteraksi serta sumber yang lain.
c. Memahami bahwa klien adalah sumber informasi primer.

23

d. Sumber informasi sekunder meliputi anggota keluarga, orang yang
berperan penting, dan catatan kesehatan klien.
(Deswani, 2009)
Adapun metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah sebagai
berikut :
a. Melakukan wawancara
b. Riwayat kesehatan/keperawatan
c. Pemeriksaan fisik
d. Mengumpulkan data penunjang hasil pemeriksaan laboratorium,
pemeriksaan diagnostik, serta catatan kesehatan (rekam medik)
(Deswani, 2009).
Menurut Doenges (2012), pengkajian pada kasus TB paru adalah sebagai berikut
a. Aktivitas/istirahat
Gejala :

Kelelahan umum dan kelemahan, nafas pendek karena kerja,
kesulitan tidur pada malam hari atau demam malam hari,
menggigil dan/berkeringat, mimpi buruk.

Tanda :

Takikardia, takipnea/dispnea pada kerja, kelelahan otot, nyeri, dan
sesak (tahap lanjut).

b. Integritas ego

24

Gejala :

Adanya/faktor stres lama, masalah keuangan, rumah, perasaan tak
berdaya/tak ada harapan.

Tanda :

Menyangkal (khususnya selama tahap dini), ansietas, ketakutan,
mudah terangsang.

c. Makanan/cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan, tidak dapat mencerna, penurunan berat
badan.
Tanda :

Turgor kulit buruk, kering/kulit bersisik, kehilangan otot/hilang
lemak subkutan.

d. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Tanda :

Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, gelisah.

e. Pernapasan

25

Gejala : Batuk produktif atau tak produktif, napas pendek, riwayat
tuberkulosis/terpajan pada individu terinfeksi.
Tanda :

Peningkatan frekuensi pernapasan (penyakit luas atau fibrosis
parenkim paru dan pleural), perkusi pekak dan penurunan vermitus
(cairan atau penebalan pleural), bunyi napas : menurun/tak ada,
krekels tercatat di atas apeks paru selama inspirasi cepat setelah
batuk

pendek

(krekels

posttussic),

karakteristik

sputum:

hijau/purulent, mukoid/kuning, atau bercak darah, deviasi trakeal
(penyebaran bronkogenik).
f. Keamanan
Gejala : Adanya kondisi penekanan imun, contoh AIDS, kanker, tes HIV
postif.
Tanda :

Demam rendah atau sakit panas akut.

g. Interaksi sosial
Gejala : Perasaan asolasi/penolakan karena penyakit menular, perubahan
pola biasa dalam tanggung jawab atau perubahan kapasitas fisik
untuk melaksanakan peran.
h. Penyuluhan/pembelajaran

26

Gejala :

Riwayat keluarga TB, ketidak mampuan umum/status kesehatan
buruk, gagal untuk membaik/kambuhnya TB, tidak berpartisipasi
dalam terapi.

Rencana pemulangan : memerlukan bantuan dalam terapi obat dan perawatan
diri serta pemeliharaan/perawatan rumah.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah proses menganalisis data subjektif dan
objektif yang telah diperoleh pada tahap pengkajian untuk menegakan
diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan melibatkan proses berpikir
kompleks tentang data yang dikumpulkan dari klien, keluarga, rekam medis,
dan pemberi pelayanan kesehatan yang lain (Deswani, 2009).
Diagnosa keperawatan adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan
dan mengatasi kebutuhan spesifik pasien serta respon terhadap masalah aktual
dan resiko tinggi (Doenges, 2012).
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu,
keluarga atau komunitas terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan yang
aktual dan potensial. Yang dimaksud dengan actual adalah masalah yang
didapatkan pada saat dilakukan pengkajian, sedangkan masalah potensial
adalah kemungkinan yang akan timbul kemudian (NANDA, 2012).

27

Peraturan dalam menulis diagnosa keperawatan (Rusmiati, 2010)
adalah sebagai berikut :
a. Diagnosa aktual
Komponen diagnosa aktual terdiri dari tiga bagian yaitu:
PES (Problem + Etiologi + Tanda dan gejala) atau PRS (Problem + faktor
yang berhubungan + tanda dan gejala)
Contoh :
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi yang kurang berhubungan
dengan intake yang tidak adekuat yang ditandai dengan klien mengatakan
tidak nafsu makan, porsi yang disiapkan tidak habis.
b. Diagnosa resiko
Komponen diagnosa resiko terdiri dari dua bagian yaitu:
PE (Problem + Etiologi) atau PR (Problem + Faktor yang berhubungan)
c. Diagnosa kemungkinan
Komponen diagnosa kemungkinan terdiri dari dua bagian yaitu :
PE (Problem + Etiologi)

28

Contoh :
Kemungkinan konstipasi b/d bed rest.

d. Diagnosa sindrom
Komponen diagnosa sindrom terdiri dari satu bagian yaitu :
P (problem)
Contoh :
Kurang perawatan diri : makan.
e. Diagnosa sejahtera
Komponen diagnosa sindrom terdiri dari satu atau dua bagian yaitu :
P (probelm) atau PE (Problem + Etiologi)
Contoh :
Potensial terhadap peningkatan peran menjadi orang tua.

29

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kasus Tuberculosis
yaitu :
a. Infeksi, resiko, (penyebaran/aktivitas

ulang) berhubungan dengan

pertahanan primer tidak adekuat, penurunan kerja silia/statis sekret.
b. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekret kental,
kelemahan, upaya batuk buruk.
c. Kerusakan pertukaran gas, resiko tinggi berhubungan dengan penurunan
permukaan efektif paru, atelektasis, kerusakan membrane alveolar-kapiler.
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kelemahan, sering batuk/produksi sputum; dispnea.
e. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, aturan
tindakan, dan pencegahan.
3. Rencana Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah panduan untik perilaku spesifik yang
diharapkan dari klien atau tindakan yang harus dilakukan perawat.Intervensi
dilakukan untuk membantu klien mencapai hasil yang diharapkan (Deswani,
2009).

30

Dalam intervensi terdapat kriteria hasil. Berikut ini adalah prinsipprinsip yang digunakan dalam membuat kriteria hasil :
a. Berorientasi pada klien
b. Mempunyai makna tunggal
Setiap pernyataan kriteria hasil harus bersifat spesifik dan hanya memiliki
satu makna.
c. Dapat diukur
d. Mempunyai batasan waktu
e. Saling menguntungkan
f. Realistis dan dapat dicapai
Intervensi keperawatan adalah preskripsi untuk perilaku spesifik yang
diharapkan dari klien dan/atau tindakan yang harus dilakukan oleh
perawat.Tindakan/intervensi keperawatan dipilih untuk membantu klien
dalam mencapai hasil klien yang diharapkan dan tujuan pemulangan
(Doenges, 2012).
a. Infeksi, resiko, (penyebaran/aktivitas

ulang) berhubungan dengan

pertahanan primer tidak adekuat, penurunan kerja silia/statis sekret.

31

Tujuan :


Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko
penyebaran infeksi.



Menunjukan teknik/melakukan perubahan pola hidup untuk
meningkatkan lingkungan yang aman.

Intervensi
1) Kaji patologi penyakit (aktif/fase tak aktif; diseminasi infeksi melalui
bronkus untuk membatasi jaringan atau melalui aliran darah/sistem
limfatik) dan potensial penyebaran infeksi melalui droplet udara
selama batuk, bersin, meludah, bicara, tertawa, menyanyi.
Rasional : membantu pasien menyadari/menerima perlunya mematuhi
program

pengobatan

berulang/komplikasi.
disebarkan

dan

untuk

mencagah

Pemahaman

kesadaran

pengaktifan

bagaiman

kemungkinan

penyakit
transmisi

membantu pasien/orang terdekat untuk mengambil langkah
untuk mencegah infeksi ke orang lain.
2) Identifikasi orang lain yang beresiko, contoh anggota rumah, sahabat
karib/teman.

32

Rasional : orang-orang yang terpajan ini perlu program terapi obat
untuk mencegah penyebaran/terjadinya infeksi.
3) Anjurkan pasien untuk batuk/bersin dan mengeluarkan pada tisu dan
menghindari meludah. Kaji pembuangan tisu sekali pakai dan teknik
mencuci tangan yang tepat. Dorong untuk mengulangi demonstrasi.
Rasional : perilaku yang diperlukan untuk mencegah penyabaran
infeksi.
4) Awasi suhu sesuai indikasi
Rasional :

reaksi demam indikator adanya infeksi lanjut.

5) Tekankan pentingnya untuk tidak menghentikan terapi obat.
Rasional : periode singkat berakhir 2-3 hari setelah kemoterapi awal,
tetapi pada adanya rongga atau penyakit luas sedang, resiko
penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan.
b. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekret kental,
kelemahan, upaya batuk buruk.
Tujuan :


Mempertahankan jalan napas pasien

33



Mengeluarkan sekret tanpa bantuan

Intervensi :
1) Kaji fungsi pernapsan, bunti napas, kecepatan, irama dan kedalama dan
penggunaan otot aksesor.
Rasional : penurunan bunyi napas dapat menunjukan atelataksis, ronki,
mengi

menunjukan

akumulasi

sekret/ketidakmampuan

membersihkan jalan napas yang dapat menimbulkan
penggunaan otot aksesori pernapasan dan peningkatan kerja
pernapasan.
2) Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa/batuk efektif; catat
karakter, jumlah sputum, adanya hemoptisis.
Rasional : pengeluaran sulit bila sekret tebal. Sputum berdarah kental
atau darah cerah diakibatkan oleh kerusakan paru atau luka
bronkhial dan dapat memerlukan evaluasi/intervensi lanjut.
3) Berikan pasien posisi semi atau fowler tinggi. Bantu pasien untuk batuk
dan latihan napas dalam.
Rasional : posisi membantu memaksimalkan ekspansi pauru dan
menurunkan upaya pernapasan. Ventilasi maksimal membuka

34

area ateletaksis dan meningkatkan gerakan sekret kedalam
jalan napas besar untuk dikeluarkan.
4) Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali kontra
indikasi.
Rasional : pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengencerkan
sekret, membuatnya mudah dikeluarkan.
5) Kolaborasi : berikan obat-obatan sesuai indikasi.
Rasional : agen mukolitik menurunkan kekentalan dan perlengketan
sekret paru untuk memudahkan pembersihan.
c. Kerusakan pertukaran gas, resiko tinggi berhubungan dengan penurunan
permukaan efektif paru, atelektasis, kerusakan membrane alveolar-kapiler.
Tujuan :


Melaporkan tak adanya/penurunan dispnea.



Bebas dari gejala distress pernapasan.

Intervensi :
1) Kaji dispnea, takipnea, tak normal/menurunnya bunyi napas, peningkatan
upaya pernapsan, terbatasnya ekspansi dinding dada, dan kelemahan.

35

Rasional :

TB paru menyebabkan efek luas pada paru dari bagian kecil
bronkopneumonia sampai inflamasi difus luas, nekrosis,
effusi pleura, dan fibrosis luas. Efek pernapasan dapat dari
ringan sampai dispnea berat sampai distress pernapasan.

2) Evaluasi perubahan pada tingkat kesadaran. Catat sianosis dan/atau
perubahan pada warna kulit, termasuk membrane mukosa dan kuku.
Rasional :

akumulasi sekret/pengaruh jalan napas dapat mengganggu
oksigenasi organ vital dan jaringan.

3) Tunjukan/dorong bernapas bibir selama ekshalasi, khusunya untuk pasien
dengan fibrosis atau kerusakan parenkim paru.
Rasional : membuat tahan melawan udara luar, untuk mencegah
kolaps/penyempitan jalan napas, sehingga membantu menyebarkan udara
melalui paru dan menghilangkan/menurunkan napas pendek.
4) Tingkatkan tirah baring/batasi aktivitas dan bantu aktivitas perawatan diri
sesuai dengan keperluan.
Rasional :

menurunkan konsumsi oksigen/kebutuhan selama periode
penurunan pernapasan dapat menurunkan beratnya gejala.

5) Kolaborasi : awasi seri GDA/nadi oksimetri.

36

Rasional :

penurunan kandungan oksigen (PaO2) dan/atau saturasi atau
peningkatan

PaCO2

menunjukan

kebutuhan

untuk

intervensi/perubahan program terapi.
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kelemahan, sering batuk/produksi sputum; dispnea.
Tujuan :


Menunjukan berat badan meningkat mencapai tujuan.



Melakukan perubahan pola hidup untuk meningktkan berat badan
yang tepat.

Intervensi
1) Catat status nutrisi pasien pada penerimaan, catat turgor kulit, berat
badan dan derajat kekurangan berat badan, intgritas mukosa oral,
kempuan/ketidakmampuan menelan, adanya tonus usus, riwayat
mual/muntah atau diare.
Rasional : berguna dalam menginditifikasi derajat/luasnya masalah dan
pilihan intervensi yang tepat.
2) Pastikan pola diet biasa pasien, yang disukai/tidak disukai.

37

Rasional : membantu

dalam

mengidentifikasi

kebutuhan/kekuatan

khusus. Pertimbangan kinginan individu dapat memperbaiki
masukan diet.
3) Awasi masukan/pengeluaran dan berat badan secara periodik.
Rasional : berguna dalam mengukur keeektifan nutrisi dan dukungan
cairan.
4) Dorong dan berikan periode istirahat sering.
Rasional : membantu menghemat energi khususnya bila kebutuhan
metabolik meningkat saat demam.
5) Dorong orang terdekat untuk membawa makanan dari rumah dan untuk
membagi dengan pasien kecuali kontraindikasi.
Rasional : membantu lingkungan sosial lebuh normal selama makan dan
membantu memenuhi kebutuhan personal dan kultural.
6) Kolaborasi : rujuk ke ahli diet untuk menentukan komposisi diet.
Rasional : memberikan bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi
adekuat untuk kebutuhan metabolik dan diet.

38

e. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, aturan tindakan,
dan pencegahan.
Tujuan :


Menyatakan pemahaman proses penyakit/prognosis dan kebutuhan
pengobatan.

Intervensi
1) Kaji kemampuan pasien untuk belajar, contoh tingkat takut, masalah,
kelemahan, tingkat partisipasi, lingkungan terbaik dimana pasien dapat
belajar.
Rasional : belajar tergantung pada emosi dan kesiapan fisik dan tingkat
pada tahapan individu.
2) Idetifikasi gejala yang harus dilaporkan ke perawat.
Rasional : dapat menunjukan kemampuan atau pengaktifan ulang
penyakit atau efek obat yanag memerlukan evaluasi lanjut.
3) Berikan instruksi dan informasi tertulis khusus pada pasien untuk
rujukan contoh jadwal obat.

39

Rasional : informasi tertulis menurunkan hambatan pasien utnuk
mengingat

sejumlah

besar

informasi.

Pengulangan

menguatkan belajar.
4) Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan, dan
alasan pengobatan lama. Kaji potensial interaksi dengan obat/substansi
lain.
Rasional : meningkatkan kerjasama dalam program pengobatan dan
mencegah penghentian obat sesuai perbaikan kondisi pasien.

4. Implementasi
Implementasi adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan rencana
asuhan keperawatan ke dalam bentuk intervensi keperawatan guna membantu
klien mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Asmadi, 2008).
5. Evaluasi
Evaluasi berfokus pada klien, baik itu individu ataupun kelompok.
Proses evaluasi memerlukan beberapa ketrampilan, antara lain : kemapuan
menetapkan rencana asuhan keperawatan, pengetahuan mengenai standar

40

asuhan

keperawatan,

respon

klien

yang

normal

terhadap

tindakan

keperawatan, dan pengetahuan tentang, konsep keperawatan (Deswani, 2011).
Adapun tujuan melakukan pencatatan hasil evaluasi adalah sebagai
berikut:
a. Menilai pencapaian kriteria hasil dan tujuan.
b. Mengidentifikasi variabel-variabel yang mempengaruhi pencapaian
tujuan.
c. Membuat keputusan apakah rencana asuhan keperawatan diteruskan atau
dihentikan.
d. Melanjutkan, memodifikasi, atau mengakhiri rencana.

Evaluasi dibagi menjadi 2 jenis yaitu sebagai berikut :
a. Evaluasi formatif
Evaluasi ini menggambarkan hasil observasi dan analisis perawat terhadap
respon klien segera setelah tindakan.Biasanya digunakan dalam catatan
keperawatan.
b. Evaluasi sumatif
41

Menggambarkan rekapitulasi dari observasi dan analisis status kesehatan
klien dalam satu periode.Evaluasi sumatif menjelaskan perkembangan
kondisi dengan menilai apakah hasil yang diharapkan telah dicapai.
Berikut ini tipe-tipe evaluasi yang dilakukan dalam suatu proses keperawatan:
a. Evalusi tujuan
Fokus pada hasil, tujuan keperawatan (mana tujuan yang tercapai), dan
tingkat kepuasan klien terhadap asuhan keperawatan yang diberikan.
b. Evaluasi proses
Fokus pada bagaimana proses asuhan keperawatan diberikan. Apakah
pengkajian dengan baik, apakah intervensi dilakukan secara konsisten, dan
apakah tujuan telah dicapai.
c. Evaluasi struktur
Fokus pada persiapan lingkungan dimana asuhan keperawatan diberikan
(peralatan, lingkungan, pola staf, dan komunikasi).

Evaluasi pada pasien Tuberculosis Paru adalah
a. Mempertahankan jaan napas pasien

42

b. Mengeluarkan secret tanpa bantuan
c. Menunjukan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas
d. Melaporkan tidak adanya/penurunan dispnea
e. Bebas dari gejala distress pernapasan
f. Menunjukan berat badan meningkat
g. Memperbaiki pola hidup
h. Menyatakan pemahaman proses penyakit
i. Melakukan perubahan untuk menurunkan resiko pengaktifan ulang TB
Metode-metode penulisan hasil evaluasi sebagai berikut :
a. SOAP
S= subjektif: bagian meliputi data subjektif atau informasi yang diperoleh
dari klien, seperti klien mengurakan gejala sakit atau menyatakan
keinginannya untuk mengetahui tentang pengobatan. Ada tidaknya
data subjektif dalam catatan perkembangan sangat bergantung pada
keakutan penyakit atau sifat masalah.

43

O= objektif: data objektif terdiri atas informasi yang dapat diamati atau
diukur. Misalnya, hasil pemeriksaan fisik, hasil laboratorium,
observasi, atau hasil pemeriksaan radiologi.
A= assessment:
menggunakan

tenaga
data

kesehatan
subjekif

yang
dan

menulis

objektif

catatan

serta

SOAP

merumuskan

kesimpulan. Pengkajian merupakan penafsiran tentang kondisi klien
dan tingkat perkembangan.
P= planning: perencanaan bergantung pada pengkajian situasi yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan. Rencana dapat meliputi instuksi
khusus untuk mengatasi masalah klien, pengumpulan data tambahan
tentang masalah klien, pendidikan bagi individu atau keluarga, dan
tujuan asuhan. Rencana yang terdapat dalam catatan SOAP
dibandingkan dengan rencana yang ada pada catatan terdahulu,
kemudian dibuat revisi, memodifikasi, atau meneruskan usulan
tindakan yang lalu
b. Metode SOAPIE (subjektif, objektif, assessment, planning, implementasi,
evaluasi) merupakan perluasan metode SOAP dengan implementasi dan
evaluasi. Pada hakikatnya, SOAP sering digunakan untuk pengkajian dan
perencanaan awal, sedangkan SOAPIE dipakai apabila rencana yang

44

sudah dikembangkan menuju kearah implementasi dan evaluasi (Zaidin,
2010).
c. SOAPIER
S= subjektif : pernyataan atau keluhan pasien yang relevan.
O= objektif : data yang di observasi yang relevan dengan diagnosa
keperawatan yang dievaluasi lalu bandingkan dengan
kriteria hasil yang diharapkan.
A= analisis : kesimpulan berdasarkan data objektif dan atau subjektif.
P= planning : apa yang dilakukan tarhadap masalah.
I= implementation : bagaimana dilakukan.
E= evaluation : respon pasien terhadap tindakan keperawatan.
R= revised: apakah rencana keperawatan akan diubah.
d. DAR dikembangkan dari sistem pencatatan data focus. Sistem termasuk
rawat jalan dimana kontak perawat dengan klien sangat dibatasi waktu.
Pencatatan keperawatan yang berorientasi pada proses (proses oriented
system) atau FOCUS. Pencatatan focus adalah suatu proses-orientasi dan
klien-fokus (Dinarti, 2009).

45

D(data)= berisi tentang data subjekif dan objektif yang mendukung
dokumentasi focus.
A(action)=merupakan tindakan keperawatan yang segera atau yang akan
dilakukan berdasarkan pengkajian/evaluasi keadaan klien.
R(response)= menyediakan keadaan respon klien terhadap tindakan medis
atau keperawatan.

6. Dokumentasi
Dokumentasi adalah sesuatu yang ditulis atau dicetak, kemudian diandalkan
sebagai catatan bukti bagi orang yang berwenang, dan merupakan bagian dari
praktik professional. Fungsi dari dokumentasi adalah sebagai berikut :
a. Penunjang pelaksanaan mutu asuhan keperawatan.
b. Sebagai bukti akuntabilitas tentang apa yang telah dilakukan oleh seorang
perawat kepada pasiennya.
c. Bukti secara professional, legal, dan dapat dipertanggung jawabkan.
(Deswani, 2009)

46

Dokumen yang terkait

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis korelasi antara lama penggunaan pil KB kombinasi dan tingkat keparahan gingivitas pada wanita pengguna PIL KB kombinasi di wilayah kerja Puskesmas Sumbersari Jember

11 241 64

ANALISIS PENGARUH PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE TERHADAP KINERJA PEMERINTAH DAERAH (Studi Empiris pada Pemerintah Daerah Kabupaten Jember)

37 330 20

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

SENSUALITAS DALAM FILM HOROR DI INDONESIA(Analisis Isi pada Film Tali Pocong Perawan karya Arie Azis)

33 290 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22